max weber, karl marx, emile durkheim, auguste comte
Post on 01-Dec-2015
1.166 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
UAS SOSIO-ANTROPOLIGI PENDIDIKAN
ARJUN FATAH AMITHA
11105241023
TP A 2011
1. Jelaskan perkembangan masyarakat menurut Auguste Comte dan bagaimana
implikasinya terhadap perekayasaan lembaga pendidikan di Indonesia?
Comte mengajukan tiga tahap perkembangan masyarakat yang dapat disebut
hukum tiga tahap, yaitu: teologis, metafisik, dan positif. Tahap-tahap perkembangan ini
didasarkan pada cara berpikir masyarakat. Cara berpikir yang berbeda-beda ini
berpengaruh pada pola kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat. Jadi, watak
struktur sosial masyarakat tergantung pada pandangan dunia atau cara mengenal dan
menjelaskan gejala yang dominan.
Penjelasan Comte mengenai tiga tahap perkembangan masyarakat adalah:
Teologis
Tingkat pemikiran manusia di mana ia memahami bahwa semua gejala di dunia
ini disebabkan oleh hal-hal supernatural. Cara pandang seperti ini tidak dapat diterapkan
dalam ilmu pengetahuan.Comte membagi tahap ini menjadi tiga periode, yaitu fetisisme
(percaya pada kekuatan benda-benda), politeisme (percaya pada banyak dewa), dan
monoteisme (percaya pada satu kekuatan tertinggi).
Metafisik
Ini hanya merupakan bentuk lain dari tahap yang pertama. Bedanya, kalau yang
pertama akal budi mengandaikan yang supernatural secara absolut, tahap metafisik
mengandaikan adanya kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata
melekat pada semua benda dan mampu menghasilkan gejala-gejala yang ada di dunia.
Dalam tahap ini, manusia belum berusaha untuk mencari sebab serta akibat dan gejala-
gejala.
Positif/positivisme
Tahap ini mengandaikan manusia sudah dapat berpikir secara ilmiah. Akal budi
manusia tidak lagi memusatkan perhatian pada pengertian-pengertian absolut, asal dan
tujuan alam semesta. Tapi memusatkan perhatian pada studi tentang hukum-hukumnya
yang tidak berubah. Sarana-sarana pengetahuan ini adalah penggabungan antara
penalaran dan pengamatan secara empiris.
Lahirnya positivisme membuat cara pandang terhadap fenomena sosial harus
diteliti secara ilmiah. Adapun pernyataan dari sumber yaitu yang menjadi tititk tolak dari
pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif,
sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala
gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi,
setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa agar dapat
memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan. (Ferlian Satria, blogspot.com :
2011)
Apabila dikaitkan dengan ilmu sosial budaya, positivisme Auguste Comte
berpendapat bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu
sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi
yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis
yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam
ilmu-ilmu sosial budaya.
Sebagai akibat dari pandangan tersebut, maka ilmu sosial budaya menjadi bersifat
predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti.
Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering
kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan
dijelaskan secara matematis dan fisis.
Dapat disimpulkan dari pandangan Auguste Comte bahwa masyarakat
berkembangan susuai dengan hukum yang ada dan berjalan mengikuti hukum-hukum
tertentu. Berbagai prosedur penilitian ilmiah adalah hal yang dianggap benar dalam
merumuskan perkembangan masyarakat.
Implikasi
Bertolak dari pandangan positivisme auguste comte yang menganggap
perkembangan masyarakat dapat diamati secara ilmiah dan memiliki hukum-hukum yang
mengikutinya, maka dalam implikasinya dalam bentuk perekayasaan pendidikan.
Perekayasaan dalam pendidikan ini diatur dalam sebuah kurikulum dan perangkat yang
mengikutinya. Dengan pendidikan berkembangan melalui rumusan-rumusan yang telah
dirumuskan dan ditiliti segala kemungkinannya.
Segala bentuk perekayasaan dari permusan dari data empiris dan rasional,
pembuatan kurikulum, model pembelajaran dan strategi pembelajaran dibuat untuk
mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan itulah perlu metode-metode atau hukum-hukum
yang mengaturnya, sehingga dalam pendidikan perlu rekayasa-rekayasa yang harus
dijalankan. Seperti bentuk model belajar, strategi, manajemen belajar dsb.
Model dan strategi belajar merupakan ranah yang paling dekat dalam pendidikan
yang ada di Indonesia, model pembelajaran konstruktistik yang gunakan untuk mencapai
kompetensi melalui pengkonstruksian pengetahuan sendiri yang didasarkan penelitian
ilmiah oleh lev vygotsky dsb.
Evaluasi yang diterapkan dalam lembaga pendidikan berupa angka-angka ataupun
huruf yang mewakili kompetensi peserta didik. Pengukuran dalam bentuk-bentuk tes
stimulus respon dan data data ilmiah.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan Rekayasa pada lembaga
pendidikan dari pengaruhnya positivisme yaitu lembaga lembaga pendidikan yang
menggunakan pengukuran-pengukuran ilmiah terhadap kertecapaian kompetensinya,
rekayasa lembaga pendidikan yaitu yang memuat kurikulum, model pembelajaran,
strategi, dan evaluasi pembelajaran.
2. Jelaskan bagaimana mekanisme birokrasi pendidikan dalam proses-mengajar
dilihat dari gagasan Emile Durkheim?
Mengenai mekanisme birokrasi pendidikan bahwa pembangunan birokrasi
harus dimulai dari manusia yang ada dalam birokrasi itu, karena manusialah yang
menciptakan sistem. Kalau manusianya berkualitas baik, ia akan tetap bertindak baik
meski berada dalam sistem yang salah. Kelompok ini sangat percaya akan paradigma
konservatif yang diprakarsai oleh Emile Durkheim dimana culture diyakini sebagai
the basic causal force dan the source of social cohesion. Pihak yang percaya akan
keunggulan paradigma ini sering berkata: ”mari kita berobah mulai dari diri kita
sendiri”. Karena itu, membangun birokrasi harus dimulai dengan merobah budaya dan
moral pada para birokrat.
Sebuah sistem yang dapat dibuat untuk memperbaiki birokrat berdasarkan
gagasan emile durkheim, mengenai moralitas, fakta sosial, kesadaran mekanik,
kesadaran organik yang ditinjau dari penerapannya dalam proses belajar mengajar.
Proses bekerjanya disimpulkan melalui kekuatan kolektif dan mempengaruhi
individu, dari masyarakat ke individu. Dalam gagasannya durkheim bisa menjadi
pokok-pokok dalam proses belajar mengajar yaitu Fakta sosial, Solidariats mekanik
dan Solidaritas Organik.
1. Fakta sosial dan proses belajar mengajar.
Fakta sosial benar – benar bersifat kolektif, dalam proses belajar mengajar
mekanisme yang dilakukan bisa dalam bentuk fakta Fakta sosial benar – benar
bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu. Karena didasarkan pada
norma-noram maka Contohnya dalam proses belajar mengajar terdapat peraturan
bersama harus duduk rapi, duduk tidak boleh sama lawan jenis. Ini merupakan
fakta sosial dari individu yang dikolektifkan bersama dalam bentuk materil.
2. solidaritas mekanik yang dadasari moraliatas kolektif yang dirasakan bersama.
Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu
boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan hanya
sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian
kolektif.
Moralitas mempunyai keterikatan yang erat dengan keteraturan perbuatan dan
otoritas. Suatu tindakan bisa disebut moral, kalau tindakan itu tidak menyalahi
kebiasaan yang diterima dan didukung oleh sistem kewenangan otoritas social
yang berlaku, juga demi keterikatan pada kelompok.
Latihan dan Pembiasaan dalam proses belajar mengajar dalam bentuk kejujuran
dalam mengerjakan soal. Jika ketahuan curang anak dikucilkan, karena menyalahi
kebiasaan dan keteraturan.
Pembelajaran kooperatif menjadi sebuah pembelajaran yang menekankan pada
solidaritas mekanik. Selain itu Badan kontrol sosial yang menghukum yang
menyimpang. Yaitu metode hukuman jika melakukan kesalahan.
3. Kesadaran organik, kesadaran kolektif yang memungkinkan berkembangnya
individualitas.
Dalam pemunculannya di proses belajar mengajar yaitu menggunakan metode-
metode belajar : project work, problem base learning, contextual learning,
quantum teaching.
Problem base learning merupakan salah satu metode untuk berkembangnya
individu, yaitu mondorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar.
Menilai sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang dibelajari. Menalar
secara kritis dan kreatif.
3. Jelaskan bagaimana Karl Marx menganalisis masyarakat kapitalis?
Analisis karl marx terhadap masyarakat kapitalis yaitu didasari filsafat meterial yang
merujuk pada gagasan marx. Gagasan yang berupa analisis Karl Marx meyakini bahwa
identitas suatu kelas sosial akan ditentukan oleh hubungannya dengan sarana-sarana
produksi. Berdasarkan hal itu, Karl Marx mendeskripsikan kelas-kelas sosial dalam
masyarakat Kapitalis, yang terdiri atas :
1. Kaum proletar (the proletariat), adalah mereka yang menjual tenaga kerja mereka
karena mereka tidak memiliki sarana produksi sendiri. Menurut pandangan Karl
Marx, mode produksi kapitalis membangun kondisi dimana kaum borjuis
mengeksploitasi kaum proletar, berdasarkan fakta bahwa tenaga kerja menghasilkan
nilai tambah (surplus value) yang lebih besar daripada gaji yang mereka terima
2. Kaum borjuis (the bourgeoisie), adalah mereka yang memiliki sarana produksi
sendiri, dan membeli tenaga kerja dari kaum proletar dan mengeksploitasi mereka.
Kaum borjuis selanjutnya dibagi lagi menjadi the very wealthy bourgeoisie dan the
petit bourgeoisie yang walaupun mempekerjakan orang lain, tapi masih perlu
bekerja sendiri. Marx memprediksikan bahwa petit bourgeoisie akan dihancurkan
oleh penemuan sarana-sarana produksi baru yang terus menerus, dan akan
menggeser kedudukan sebagian besar dari mereka menjadi kaum proletar.
Konsep pokok dalam analisis Marx adalah “alienasi” atau “keterasingan”,
yang timbul dalam masyarakat kapitalis karena eksploitasi terhadap kaum proletariat
(buruh) oleh kaum borjuis. Padahal semua nilai ekonomi berasal dari kaum proletar,
tetapi mereka tidak mendapatkan lebih dari upah subsisten, yaitu upah yang hanya
cukup untuk melanjutkan hidup dan melahirkan keturunan. Saldo (nilai surplus)
tetap digenggam oleh kaum borjuis, karena itu mereka menjadi kuat dan
memojokkan kaum proltar dalam suatu kondisi perbudakan abadi. Proses ini akan
“memerosotkan martabat” dan “memberlakukan dehumanisasi” pada kaum proletar,
sehingga menurunkan mereka menjadi potongan manusia (alienasi). Mereka
akhirnya tidak mampu mengembangkan potensi kemanusiaannya secara penuh.
Eksploitasi ini menyebabkan pembagian masyarakat menjadi dua kelas antagonis
dan meniupkan api peperangan kelas yang membentuk inti proses sejarah umat
manusia. Umat manusia tidak bebas, mereka adalah bidak-bidak diatas papan catur
sejarah. Nasib mereka ditentukan oleh konflik kepentingan ekonomi yang tidak
dapat dihindari dalam berbagai kelas masyarakat manusia (determinisme ekonomi).
Bagaimana gagasan Karl Marx yang menginspirasi Paulo Friere untuk
menjelaskan proses pendidikan di Amerika Latin?
Teori yang bisa menginspirasi Freire yaitu Marxisme bukan hanya teori kritik
terhadap kapitalisme yang memfokuskan pemahaman Mode of production yang
dinamakan kapitalisme tapi juga merupakan teori tentang Perubahan Sosial .
Semangat yang mendasari Karl marx dalam melakukan kritik terhadap kapitalisme
pada dasarnya berangkat dari filsafat moral keadilan dan cita-cita untuk perubahan
masyarakat menuju suatu keadaan yang berkeadilan Sosial Ekonomi. Dalam karyanya
yang berjudul Das Kapital, pada dasarnya Marx menuturkan tentang kasus bagaimana
proses ketidakadilan terjadi dalam aspek ekonomi . Analisis Marx tertuju pada
ketidakadilan yang tersembunyi dari hubungan masyarakat dalam sistem kapitalisme.
Beberapa pokok gagasan yang menarik untuk cermati kemudian dan
sekaligus dielaborasi adalah: ketidaknetralan pendidikan. Artinya, pendidikan,
dalam pandangan Freire, memihak pada yang miskin dan sengsara; mereka kaum
tertindas dan termarginalisasi oleh yang berkuasa.
Secara tegas pendidikan yang diproposisikan oleh Freire melibatkan
pendidikan politik sebagai salah satu agenda utamanya. Pendidikan tidak sekadar
sebagai upaya untuk mengerti realitas melainkan mempertanyakan (mengkritisi)
realitas. Realitas tidak dipandang sebagai suatu yang ada begitu saja melainkan
melibatkan aktor tertentu yang memproduksi realitas atau yang mengkondisikan
paradigma tertentu untuk memahami realitas.
Bertanya merupakan tindak ekspresi individu terhadap realitas di luar dirinya
secara aktif menggugat adanya yang lain itu. Bertanya adalah lambang
pemberontakan yang tidak seharusnya dimatikan atau dibunuh.
Freire dengan yang dibahasakan sebagai pemberontakan menghendaki
bahwa pendidikan bukanlah relasi hierarkial pendidik murid yang menempatkan
murid sebagai subordinan melainkan dalam situasi sosial-politik spesifik menjadi
proses pencerahan untuk mengerti dunia hidupnya. Yang ditegaskan oleh Freire
bukanlah pengertian akan segala hal melainkan kehendak dan kemauan keras untuk
mengerti banyak hal.
Membangun hasrat orang untuk mengumpulkan informasi semakin banyak
bagi dirinya sendiri itu jauh lebih sulit daripada mempasifkan orang untuk menerima
(receptif) informasi dari orang lain.
Dalam tulisan Marthen Manggeng, Freire mengkritik keras pendidikan gaya
bank karena menguntungkan penindas dan melanggengkan si miskin. Pendidikan
yang disampaikan pendidikan kesadaran kritis transitif untuk menghubungkan
sebab-akibat dalam sebuah masalah-masalah yang ada. Freire menawarkan
pendidikan hadap masalah yang kemudian didiskusikan untuk memecahkan
masalah.
Bagaimana Relevansinya dengan pendidikan di Indonesia?
Untuk mengetahui relevasinya dengan pendididkan di Indonesia cukup
dibalik pernyataan pendidikan dari Freire. Pendidikan Indonesia masihkah sudah
merujuk pada kesadaran kritis transitif, tentu tidak. Pendidikan Indonesia mengikuti
alur global yang dimana arus global dikuasi kapital.
Dari sekian perguruan tinggi di Indonesia merintis mengganti label
perguruan menjadi world class university, UNY, UNNES dan beberapa perguruan
tinggi yang lain. Jika ditelaah WCU (world class university) standarisasi yang
dilakukan oleh lembaga survey luar negeri.
Edi Subkhan berpendapat bahwa ketika pemerintah dan semua kampus
berusaha keras ingin menjadiuniversitas kelas dunia dengan memenuhi syarat-syarat
agar dapat nyantol entah di hasil pemeringkatan THE, QS, Webometric, SJTU, atau
yang lainnya, maka artinya kampus-kampuskita, bahkan sistem pendidikan
Indonesia—terutama pendidikan tinggi kita yang mensuport penuh obsesi kampus-
kampus di Indonesia menuju world class university—praktis telahmerunduk di
bawah dikte perusahaan penerbitan, lembaga penelitian dan kampus asingtersebut.
Bagaimana mungkin sebuah institusi selevel Kementerian Pendidikan Nasional
dalam praktiknya bisa didikte oleh majalah mingguan Times Higher Education;
didikte oleh lembaga Cybermetrics Lab yang levelnya adalah setara sebuah lembaga
di bawah Dewan Riset Nasional di Indonesia; dan juga didikte oleh kampus asing
(SJTU). Sekiranya membayangkan bahwa proses pendidikan di dikte oleh lembaga
luar.
Biaya yang diterapkan untuk Indonesia jika pendidikan berstatus world class
menjadi mahal dan orang daerah terluar (marginal) tidak bisa mengakses secara
lebih. Biaya yang dibutuhkan mahal untuk mendapat pendidikan. Sentralisasi
pendidikan dipegang oleh penguasa ekonomi alias pemilik uang. Dan akan
seterusnya akan dikuasai oleh pemilik uang. Proses pendidikan di Indonesia
disamakan dengan pasar modal penanaman modal melalui pendidikan untuk
melanggengkan statusnya.
4. Jelaskan bagaimana Max Weber menganalisis kemunculan masyarakat
kapitalis di AS?
Kemunculan masyarakat kapitalis di AS jika berdasarkan analisis max weber
dalam tulisan Ade Subarkah The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism
merupakan hasil riset ilmiah Weber tentang etos yang dimiliki oleh sekte Calvinisme,
salah satu penganut sekte Protestan, kala itu terdapat empat aliran utama dari agama
Protestan ascetic, yaitu Calvinisme, Metodisme, Pietisme, dan sekte Babtis. Weber
lebih menekankan pada ajaran Calvinisme terutama tentang doktrin-doktrin terhadap
pengikutnya yang dianggap meningkatkan produktivitas dan kedisiplinan yang tinggi.
Kedisiplinan tinggi yang menjadi keseharian masyarakat AS untuk merujuk
pada kapitalis, Ade Subarkah menegaskan Calvinisme menuntut dari pemeluknya
suatu kehidupan berdisiplin yang masuk akal dan berkesinambungan, dengan
demikian menghapuskan kemungkinan menyesal dan bertobat untuk dosa-dosa.
The Protestant Ethic memperlihatkan bahwa ada suatu hubungan berdasarkan
‘pemilihan’ (Wahlverwandschaft) Calvinisme dengan etika ekonomi kapitalis
modern, yaitu rasionalisasi kehidupan ekonomi. Kapitalisme modern memiliki ciri
khas yaitu perilaku hidup rasional.
Pendapat lainnya terhadap sistem kapitalisme modern, reformasi dalam bidang
organisasi menjadi bentuk birokrasi yang rasional-legal merupakan suatu keharusan,
karena kelangsungan hidup negara kapitalis modern selengkapnya tergantung pada
organisasi birokrasi. Jika marx memdekan kelas antara proletar dan borjuis, Max
Weber membedakan kelas sosial demikian Kelas sosial menurut Weber dibedakan
antara mereka yang mempunyai barang, kelas rentenir dan kelas wiraswastawan, yang
secara berurutan disebut sebagai kelas pemilik (Besitzklassen) dan kelas-kelas niaga
(Erwerbsklassen). Komposisi kelas sosial dari kapitalisme terdiri dari : 1) Kelas
pekerja tangan. 2) Kaum borjuis kecil. 3) pegawai kantoran yang tidak mempunyai
kekayaan, para ahli teknik dan kaum cendikiawan. 4) kelompok-kelompok
entrepreneur dan kaum pemilik tanah. Weber juga memandang kemungkinan konflik
antar kelas dan perjuangan kelas sosial, terutama mereka yang berada pada kelas yang
kurang beruntung atau berkeuntungan negatif.
Bagaimana relevansi Max Weber untuk menganalisis pendidikan kewirausahaan
di Indonesia?
Pendidikan kewirausahaan Indonesia dikaitkan dengan pandangan Max
Weber komposisi kelas, etika protestan yang mengusung etos kerja tinggi. Dimana
masyarakat dituntut memiliki etos kerja tinggi dan lepas tangan perlahan dari
birokrasi atau pemerintahan. Jadi Peran pemerintah dikembalikan kepada
masyarakat atas tanggung jawabnya untuk menghidupi dirinya sendiri mulai
dengan kelompok-kelompok entepreneur.
Pandangan mengenai pemerintah mengindikasikan bawha pemerintah
tidak mendominasi dalam urusannya mengatur ekonomi rakyat. Menjadi
pembiasaan masyarakat untuk menganut ideologi liberal dan akhirnya menjadi
masyarakat kapitalis yang tidak sadar.
Sehingga untuk memecahkan kemiskinan dan orang marginal maka
diusung pendidikan kewirausahaan. Pendidikan yang berasal dari semangat etika
protestan dan menutupi masyarakat untuk memperjaungkan kelas dan tidak
meningkatkan kelas mereka.
Daftar Pustaka
Subarkah, Ade. 2010. Makalah Kapitalisme, Sosialisme Dan Kemiskinan (Perspektif
Materialisme Karl Mark dan Idealisme Max Weber)
Subkhan, Edi. 2010. Mempertanyakan Orientasi World Class University. Diakses
dari
http://www.academia.edu/407822/Mempertanyakan_Orientasi_
World_Class_University 12 Juni 2013
Satria,Ferlian. 2011. Auguste Comte dan Aliran Positivisme. Diakses dari http://kishi-
kun.blogspot.com/2011/09/auguste-comte-dan-aliran-positivisme.html . 12 Juni 2013.
top related