makalah dermatitis kontak.docx
Post on 24-Dec-2015
44 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar
1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari
seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam) :
1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan
telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan
sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap
filament-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis
pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum
spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum
spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam
pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap
28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor
lain.
Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis :
Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan
dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya
dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat
epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi.
Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-
beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi
menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena.
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari
dermis melalui membran epidermis.
Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam
merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah
bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperature meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
2.2 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang
disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi
dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis
(Djuanda, 2003).
2.2.1 Dermatitis Kontak Iritan
A. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan
iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi
yang cukup (Health and Safety Executive, 2004).
B. Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan
abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah
atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada
beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan
faktor individu penderita (Strait, 2001; Djuanda, 2003).
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap
orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang
sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki
predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah
dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk
menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan
peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan
air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah).
Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai
tempat primer kontak (Safeguards, 2000).
Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan
yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam,
alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh
ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama
kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan
kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit
hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis
atopik (Beltrani et al., 2006).
Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada
orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit
yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi,
akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).
C. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya
ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak
keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,
mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida
(IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak
sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel
mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat
perubahan vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan
IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan
HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit
juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel
T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis
bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan
menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban
udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).
D. Gejala Klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan
akut dan dermatitis kontak iritan kronik.
1. Dermatitis kontak iritan akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan
yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan
reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri
kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak (Fregret,
1998). Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-
kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu
alkali dapat menimbulkan reaksi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya
akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia
merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat
kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Fregret, 1998).
Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan
menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan
dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah
pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan
ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian
yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk
menimbulkan reaksi iritan, namun hilanganya dapat terjadi spontan kalau
penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).
2. Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-
ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor.
Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis
iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru
nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling
penting (Djuanda, 2003).
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit
tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus
berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura.
Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,
sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu,
baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).
D. Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa
komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab
untuk memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan
bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan
(Djuanda, 2003; Kampf, 2007).
E. Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
b. Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus
aureus
c. Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama
pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres
psikologik
d. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena
DKI
e. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
2.2.2 Dermatitis Kontak Alergi
A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and
Safety Commision, 2006).
B. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda,
2003).
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap
tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison
sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly
antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-
bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat-alat rumah tangga),
formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol
(karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia
fotografi) (Trihapsoro, 2003).
C. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di
kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24
jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini
sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi
(Trihapsoro, 2003).
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya
(Djuanda, 2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan
kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil
yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk
membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis
dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu
makrofag, dendrosit, dan sel langerhans (Hogan, 2009; Crowe, 2009).
Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak
dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening
regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga system limfoid, sehingga menyebabkan
keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama
alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi.
Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu (Djuanda, 2003).
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga
terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul
berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan
tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi
melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh
enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan
prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut
berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan
antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap
antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan
(Trihapsoro, 2003).
D. Gejala Klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin
juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet
tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis
purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa.
Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik (Fregert,
1998).
E. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003;
Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009).
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,
edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda
setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam
faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang
telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup
diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2003).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DERMATITIS KONTAK
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa,
pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.
b. Keluhan Utama
Pada pengkajian lokalis didapatkan erupsi dimulai ketika unsure penyebab
mengenai kulit. Reaksi pertama mencakup rasa gatal, terbakar, dan eritema
yang segera diikuti oleh gejala edema, papula, vesikel, serta perembesan
cairan atau secret. Pada fase subakut, perubahan vesikuler ini tidak begitu
mencolok lagi dan berubah menjadi pembentuk krusta, pengeringan,
pembentukan fisura, serta pengelupasan kulit. Jika terjadi reaksi yang
berulang-ulang atau bila pasien terus menerus menggaruk kulitnya, penebalan
kulit (likenifikasi), dan pigmentasi (perubahan warna) akan terjadi. Invasi
bakteri sekunder timbul kemudian. ( Mutaqqin & Kumala, 2011)
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya
4) Riwayat Psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan
5) Riwayat Pemakaian Obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Tanyakan kepada klien bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien
( pagi,siang dan malam ), bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual
muntah, pantangan atau alergi, apakah klien mengalami gangguan dalam
menelan, apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3) Pola eliminasi
Tanyakan kepada klien bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya, berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan
defekasi, adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga
a. Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada
kulit.
b. Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
c. Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas
5) Pola istirahat/tidur
a. Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b. Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
c. Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar
atau tidak?
6) Pola kognitif/persepsi
a. Kaji status mental klien
b. Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
c. Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
d. Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
e. Kaji apakah klien mengalami vertigo
f. Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
a. Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
b. Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut
c. Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8) Pola peran hubungan
a. Tanyakan apa pekerjaan pasien
b. Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:
pasangan, teman, dll.
c. Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan
penyakit klien
9) Pola seksualitas/reproduksi
a. Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
b. Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait
dengan menopause
c. Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
10) Pola koping-toleransi stress
a. Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial
atau perawatan diri )
b. Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
11) Pola keyakinan nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang
yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif
2. Diagnosa
a. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi local
b. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada
lesi
c. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi
resiko penularan, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan
(Mutaqqin & Kumala, 2011)
3. Aplikasi NANDA NOC NIC ( Terlampir)
4. Evaluasi
a. Terjadi peningkatan integritas kulit
b. Tidak terjadi infeksi selama perawatan
c. Terpenuhinya informasi kesehatan
d. Mencapai peredaran gangguan rasa.
e. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.
f. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
g. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
h. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
i. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan
yang sehat.
No NANDA NOC NIC
1. Kerusakan integritas
kulit berhubungan lesi
dan reaksi inflamasi local
DS : -
DO : Pada seluruh tubuh
terdapat pateh
erythermatas dengan
skuama tebal, berwarna
putih dan mengelupas.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kulit
klien dapat kembali normal dengan kriteria
hasil:
a. Kenyamanan pada kulit meningkat
b. Derajat pengelupasan kulit berkurang
c. Kemerahan berkurang
d. Lecet karena garukan berkurang
e. Penyembuhan area kulit yang telah
rusak
Pengawasan Kulit
a. Lakukan inspeksi lesi setiap hari
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam
d. Bantu mobilitas pasien sesuai kebutuhan
e. Pergunakan sarung tangan jika merawat lesi
f. Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan
pada pasien
g. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau
sabun untuk kulit sensitive
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan
penurunan imunitas
DS : -
DO : Seluruh tubuh
berwarna kemerahan
dengan skuama berwarna
putih diatasnya dan
mengelupas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil:
a. Hasil pengukuran tanda vital dalam
batas normal.
RR :16-20 x/menit
N : 70-82 x/menit
T : 37,5 C
a. Lakukan teknik aseptic dan antiseptic dalam
melakukan tindakan pada pasien
b. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
c. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
d. Batasi jumlah pengunjung
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
TKTP
f. Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan
TD : 120/85 mmHg
b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
(kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)
c. Hasil pemeriksaan laborat dalam batas
normal Leuksosit darah :
5000-10.000/mm3
bantuan pada klien
g. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat
3.
3
Kebutuhan pemenuhan
informasi b.d tidak
adekuatnya sumber
informasi resiko
penularan, ketidaktahuan
program perawatan dan
pengobatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan terapi dapat dipahami dan
dijalankan dengan kriteria hasil:
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan
kulit.
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan
alasan terapi.
c. Memahami pentingnya nutrisi untuk
kesehatan kulit.
a. Kaji apakah klien memahami dan mengerti
tentang penyakitnya.
b. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang
benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
c. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan
penggunaan obat-obatan lainnya.
d. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene
pribadi juga lingkungan.
WOC
Kelembapan kulit menurun
Kulit mengering
Perubahan warna kulit
MK : Ggn. Citra Diri
Ag
Pelepasan mediator kimia berlebihan
Memicu proses degranulasi
Oleh sel plasma dan basofil membentuk Ab IgE
Iritan Kontak dg Ag
Dikonsumsi atau Kontak Langsung
MK : Resiko Infeksi
Pelepasan Toksik Bakteri
Lapisan Epidermis Terbuka Invasi Bakteri
MK : Ggg. Inegritas Jaringan
Merusak Lapisan Epidermis
Mengubah daya ikat Air Kulit
Menyingkirkan Lemak Lap. Tanduk
Denatursi Keratin
Lapisan Tanduk Rusak
Kelainan Kulit
Kerusakan Sel
Bahan iritan kimiawi dan fisik
Lepas makrofag
Sel penyampai Ag
Sel T
HMC
Gatal dan rubor
Pelepasan limfokim
MK : Ggn. Rasa Nyaman
Reaksi menggaruk berlebih
Reaksi peradangan Kerusakan jaringan
DAFTAR PUSTAKA
Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety
Executive, 2009
Muttaqin, Arif., Sari, Kumala. (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem
integument. Jakarta : Salemba Medika
Perdana Kusuma DS, (1998). Skin Grafting. Surabaya: Airlangga University
Press, hlm. 3-11.
Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Ktiteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
top related