makalah aa tsan
Post on 02-Feb-2016
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SIFAT DAN PERILAKU KEHIDUPAN PARA SAHABAT
RASULULLOH
MAKALAH
Disampaikan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlak
Tsanawiyah Semester V
Dosen Pengampu:
Wida Datul Ulya, S.Ag., M.Pd.I.
Disusun Oleh:
Agus Suyitno (NIM. 132320095)
Nina Kurniasih (NIM. 132320117)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHOZALI (IAIIG)
CILACAP
2015
SIFAT DAN PERILAKU KEHIDUPAN PARA SAHABAT
RASULULLOH
MAKALAH
Disampaikan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlak
Tsanawiyah Semester V
Dosen Pengampu:
Wida Datul Ulya, S.Ag., M.Pd.I.
Disusun Oleh:
Agus Suyitno (NIM. 132320095)
Nina Kurniasih (NIM. 132320117)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHOZALI (IAIIG)
CILACAP
2015
i
KATA PENGANTAR
Segala puji kami sembahkan kepada Alloh Zat Yang Maha Sempurna dan
Maha Suci dari segala kekurangan, salawat dan salam bahagia semoga terlimpah
kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi yang mempunyai syafa’atul ‘uzhma
(pembelaan umum) kelak pada hari kiamat, juga kepada keluarga, para sahabat,
para tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta semua pengikut-Nya sampai hari kiamat.
Makalah ini berjudul “Sifat Dan Perilaku Kehidupan Para Sahabat
Rosululloh” yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Ibu Wida Datul
Ulya S.Ag, M.Pd.I. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Aqidah Akhlak
Tsanawiyah.
Permasalahan yang akan dibahas adalah tentang sifat dan perilaku terpuji yang
dimiliki oleh para sahabat, seperti sifat tegas, pemberani, dermawan, cerdas, dan
lain sebagainya. Sifat dan perilaku terpuji tersebutlah yang harus diketahui dan
diteladani oleh seorang muslim pada masa sekarang, yakni masa yang krisis akan
akhlak dan perilaku sosial.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah kami selanjutnya.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunannya dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih, dan harapan akhir kami semoga
makalah ini bermanfaat, amin.
Cilacap, 25 September 2015
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul Dalam.....................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan..........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1B. Rumusan Masalah...............................................................................1C. Tujuan Penulisan................................................................................1
Bab II Pembahasan.........................................................................................2
A. Pengertian Para Sahabat Rosululloh SAW......................................2-3B. Sifat dan Perilaku Kehidupan Para Sahabat Rosululloh SAW......3-12
Bab III Kesimpulan.......................................................................................13
Daftar Pustaka...............................................................................................14
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan penduduk islam terbesar didunia, dengan
penduduk islam yang besar ini seharusnya kehidupan masyarakat indonesia jauh
dari krisis moral, karena didalam agama islam mengajarkan banyak sekali
mengajarkan sifat-sifat dan perilaku kehidupan terpuji. Namun pada
kenyataannya, dalam tatanan kehidupan masyarakat indonesia masih banyak
sekali dijumpai permasalahan-permasalahan, baik permasalahan sosial, politik,
budaya, dan sebagainya. Hal ini tentunya sangat berbahaya bila dibiarkan begitu
saja.
Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi yang dengan hal itu
informasi sangat mudah untuk didapat, menyebabkan bayak sekali pengadopsian
budaya-budaya luar yang dirasa kurang baik tetap ditiru masyarakat indonesia, ya
walaupun tidak semuanya budaya luar itu jelek.
Sesuai judul makalah ini “Memahami sifat dan perilaku terpuji Para Sahabat
Rosululloh SAW” ini mungkin bisa menjadi salah satu upaya pencegahan
masalah-masalah diatas. Sehingga walaupun tidak semua permasalahn hilang,
akan tetapi satidaknya bisa untuk dikurangi.
B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Siapakah yang disebut sebagai Para Sahabat Rosululloh SAW?
2. Bagaimanakah sifat dan perilaku kehidupan Para Sahabat Rosululloh
SAW?
C. Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Agar Mahasiswa memahami siapa yang disebut Sahabat Rosululloh SAW.
2. Agar Mahasiswa memahami sifat dan perilaku para Sahabat Rosululloh
SAW.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Para Sahabat Rosululloh SAW
Para Sahabat Rosululloh SAW adalah “Orang-orang Islam yang hidup pada
zaman Rosululloh, dan mereka bertemu langsung dengan Rosululloh, mereka
adalah orang-orang yang ikut berjuang bersama Rosululloh dalam
memperjuangkan agama islam, dan mereka meninggal dalam keadaan muslim”.
Orang-orang yang hidup pada masa rosululloh tetapi tidak pernah bertemu
dengan rosululloh tidak bisa disebut dengan Sahabat Rosululoh SAW, begitu juga
dengan orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada Alloh
SWT dan Rosululloh SAW walaupun mereka pernah menjadi orang islam dan
hidup di zaman Rosululloh SAW, serta bertemu langsung dengan Rosululloh
SAW juga tidak bisa disebut dengan sahabat Rosululloh SAW.
Menurut al-Hakim dalam Mustadrak, Sahabat terbagi dalam beberapa
tingkatan, yaitu:
1. Para sahabat yang masuk Islam di Mekkah, sebelum melakukan hijrah,
seperti Khulafa'ur Rasyidin
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Ali bin Abi Thalib
3. Zaid bin Haritsah
4. Abu Bakar ash-Shiddiq
5. Umar bin Khattab
6. Utsman bin Affan
7. Abbas bin Abdul Muthalib
8. Hamzah bin Abdul Muthalib
9. Ja'far bin Abi Thalib
2. Para sahabat yang mengikuti majelis Darunnadwah
3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah
2
4. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah pertama
5. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah kedua
6. Para sahabat yang berhijrah setelah sampainya rasulullah ke Madinah
7. Para sahabat yang ikut serta pada perang Badar
8. Para sahabat yang berhijrah antara perang Badar dan perjanjian
Hudaibiyyah
9. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Ridhwan
10. Para sahabat yang berhijrah antara perjanjian Hudaibiyyah dan fathu
Makkah
1. Khalid bin Walid
2. Amru bin Ash
11. Para sahabat yang masuk Islam pada fathu Makkah,
1. Abu Sufyan
2. Mu'awiyah bin Abu Sufyan
3. Ikrimah bin Abu Jahal
12. Bayi-bayi yang telah lahir dan anak-anak yang pernah melihat rasulullah
pada fathu Makkah
Demikian pembahasan tentang Para Sahabat Rosululloh SAW, untuk lebih
mengenal tentang Para Sahabat Rosululloh SAW.
B. Sifat dan Perilaku Para Sahabat Rosululloh SAW
Sahabat adalah manusia pilihan terbaik yang pernah ada pada peradaban
manusia, mereka adalah manusia-manusia terpuji yang langsung mendapat
pendidikan dari Rosululloh SAW, dari para sahabat inilah tercermin sifat-sifat
mulia rosululloh SAW. Dalam makalah ini tidak akan membahas semua tentang
sifat dan perilaku para sahabat Rosululloh SAW, akan tetapi kami batasi hanya
pada empat sahabat utama rosululloh saja, yaitu Abu Bakar As sidiq, Umar Bin
Khatab, Utsman Bin Afan, Dan Ali Bin Abi Thalib, itupun tidak semua sifat dan
perilaku para sahabat tadi di bahas secara terperinci, hanya sebagian saja sifat dan
perilaku para sahabat yang diangkat dalam makalah ini.
3
Berikut ini adalah sedikit dari beberapa banyak sifat-sifat yang dimiliki oleh
Para Sahabat Rosululloh SAW:
1. Sifat dan Perilaku Abu Bakar As Sidiq
Adapun kepribadian Abubakar As-Sidiq yang patut kita teladani sebagai
berikut;
1. Pemberani, Abu Bakar orang yang memiliki sikap pemberani. Hal itu
dapat dilihat sewaktu menyertai Rasulullah saw hijrah ke Madinah dimana
orangorang kafir Quraisy berupaya untuk membunuh beliau. Juga pada
setiap peperangan yang terjadi, Abu Bakar senantiasa mendapingi beliau,
bahkan tubuhnya dijadikan perisai untuk melindungi Rasulullah dari
serangan panah dan tombak kaum kafir.
2. Adil, Abu Bakar dalam menyelesaikan segala permasalahan diselesaikan
dengan adil. Begitu pun dengan penyelesaian perselisihan senantiasa
berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bila tidak ditemukan dalam
As-Sunnah, ia memanggil para sahabat untuk bermusyawarah, barulah ia
menetapkan hukum.
3. Amanah, Abu Bakar orangnya sangat amanah, artinya dapat dipercaya.
HaL itu dapat dilihat pada waktu menjabat sebagai khalifah, ia
menggunakan uang negara sesuai pada tempatnya. Dan setelah ia tidak
menjabat sebagai khalifah semua harta negara dikembalikan kepada baitul
mal.
4. Pemurah, Abu Bakar orangnya dermawan dan murah hati. Hal itu dapat
dilihat dari kedermawanannya untuk memerdekakan budak-budak yang
hendak masuk Islam dari penganiayaan majikannya. Juga
menyumbangkan seluruh hartanya untuk kepentingan Allah dan Rasul-
Nya. Tawadu’, Abu Bakar orang tawadu’, artinya tidak sombong dan tidak
angkuh, baik sebelum menjadi maupun setelah menjadi khalifah. Ia
berlaku lemah lembut kepada siapa saja.
5. Pengasih, Abu Bakar sangat menaruh rasa kasih sayang kepada siapa saja.
Ia sangat memperhatikan keperluan orang-orang miskin, terutama para
janda pejuang Islam.
4
6. Sopan santun, Abu Bakar berperilaku sopan santun. Dalam suatu majelis
beliau mempersilakan Ali bin Abi Talib duduk di antara dirinya dan Nabi,
padahal Ali jauh lebih muda.
7. Suka minta maaf, suatu ketika Abu Bakar berselisih dengan sahabat yang
bernama Rabiah dan mengeluarkan kata-kata sehingga Rabiah
tersinggung. Setelah Abu Bakar menyadari kesalahannya, maka ia segera
minta maaf kepada Rabiah. Abu Bakar mohon kepada Rabiah agar ia
mengeluarkan kata-kata seperti apa yang diucapkan kepadanya.
2. Sifat dan Perilaku Shahabat Umar Bin Khattab
Tatkala ‘Umar ibn al-Khaththâb r.a. diangkat menjadi Khalifah,
ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan
kepada Khalifah sebelumnya, yaitu Abû Bakar r.a. Pada suatu saat, harga-
harga barang di pasar mulai merangkak naik. Tokoh-tokoh Muhajirin
seperti ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, dan Zubair berkumpul serta menyepakati
sesuatu.
Di antara mereka ada yang berkata, “Alangkah baiknya jika kita
mengusulkan kepada ‘Umar agar tunjangan hidup untuk beliau
dinaikkan.Jika ‘Umar menerima usulan ini, kami akan menaikkan
tunjangan hidup beliau.” ‘Alî kemudian berkata, “Alangkah bagusnya jika
usulan seperti ini diberikan pada waktu-waktu yang telah lalu.”Setelah itu,
mereka berangkat menuju rumah ‘Umar. Namun, Utsmân menyela seraya
berkata, “Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada
‘Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau,
Hafshah. Sebab, saya khawatir, ‘Umar akan murka kepada kita.”Mereka
lantas menyampaikan usulan tersebut kepada Hafshah seraya memintanya
untuk bertanya kepada ‘Umar, yakni tentang bagaimana pendapatnya jika
ada seseorang yang mengajukan usulan mengenai penambahan tunjangan
bagi Khalifah ‘Umar.“Apabila beliau menyetujuinya, barulah kami akan
menemuinya untuk menyampaikan usulan tersebut. Kami meminta
kepadamu untuk tidak menyebutkan nama seorang pun di antara kami,”
5
demikian kata mereka.Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada ‘Umar,
beliau murka seraya berkata, “Siapa yang mengajari engkau untuk
menanyakan usulan ini?”Hafshah menjawab, “Saya tidak akan
memberitahukan nama mereka sebelum Ayah memberitahukan pendapat
Ayah tentang usulan itu”.
Umar kemudian berkata lagi, “Demi Allah, andaikata aku tahu siapa
orang yang mengajukan usulan tersebut, aku pasti akan memukul wajah
orang itu.”Setelah itu, ‘Umar balik bertanya kepada Hafshah, istri Nabi
saw., “Demi Allah, ketika Rasulullah saw. masih hidup, bagaimanakah
pakaian yang dimiliki oleh beliau di rumahnya?”Hafshah menjawab, “Di
rumahnya, beliau hanya mempunyai dua pakaian. Satu dipakai untuk
menghadapi para tamu dan satu lagi untuk dipakai sehari-hari.”‘Umar
bertanya lagi, “Bagaimana makanan yang dimiliki oleh
Rasulullah?”Hafshah menjawab, “Beliau selalu makan dengan roti yang
kasar dan minyak samin.”‘Umar kembali bertanya, “Adakah Rasulullah
mempunyai kasur di rumahnya?”Hafshah menjawab lagi, “Tidak, beliau
hanya mempunyai selimut tebal yang dipakai untuk alas tidur di musim
panas. Jika musim dingin tiba, separuhnya kami selimutkan di tubuh,
separuhnya lagi digunakan sebagai alastidur.”‘Umar kemudian
melanjutkan perkataannya, “Hafshah, katakanlah kepada mereka, bahwa
Rasulullah saw. selalu hidup sederhana. Kelebihan hartanya selalu beliau
bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena itu, aku punakan
mengikuti jejak beliau. Perumpamaanku dengan sahabatku—yaitu
Rasulullah dan Abû Bakar—adalah ibarat tiga orang yang sedang berjalan.
Salah seorang di antara ketiganya telah sampai di tempat tujuan,
sedangkanyang kedua menyusul di belakangnya. Setelah keduanya
sampai, yang ketiga pun mengikuti perjalanan keduanya. Ia menggunakan
bekal kedua kawannya yangterdahulu. Jika ia puas dengan bekal yang
ditinggalkan kedua kawannya itu, ia akan sampai di tempat tujuannya,
bergabung dengan kedua kawannya yang telah tiba lebih dahulu. Namun,
6
jika ia menempuh jalan yang lain, ia tidak akan bertemu dengan kedua
kawannya itu di akhirat.” (Sumber: Târîkh ath-Thabarî, jilid I, hlm. 164).
3. Sifat-Sifat dan Perilaku Shahabat Utsman Bin Affan
Utsman adalah bagian dari sahabat terbaik Nabi S.A.W, ia tumbuh
menjadi pribadi yang lembut kepada sesama mukmin. Hatinya sering
tersentuh menyaksikan keadaan mereka. Ia selalu berusaha membantu
kesulitan rakyat dan menghilangkan kesedihan mereka, rajin menyambung
silaturrahim, memuliakan tamu, memberi pekerjaan kepada orang fakir,
membantu yang lemah dan berusaha menghindarkan kesulitan mereka. Ia
dikenal penyabar, ramah, dan murah hati, selalu memaafkan kesalahan orang
lain. Teladan seluruh tingkah lakunya adalah Rasulullah SAW. Ia mencontoh
perkataan, perbuatan dan perilaku Nabi SAW.
Ada banyak peristiwa yang menunjukkan kesabaran dan ketabahan
jiwanya. Dalam setiap kesempatan, ia selalu mendahulukan sikap santun dan
maaf, murah hati dan tidak bergantung pada dunia. Alih-alih diperbudak
dunia, ia menjadikan dunia sebagai sarana untuk mengamalkan akhlak mulia,
terutama sikap mengutamakan orang lain di atas kepentingan sendiri. Ia tidak
dikuasai dunia sehingga ia tidak menjadi orang yang egois yang
mengutamakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang
lain.
Materi dunia yang melimpah tak mampu mengikat atau membelenggu
Utsman ibn Affan untuk mencintai dunia. Ia selalu menempatkan Allah dan
Rasul-Nya di urutan yang paling tinggi. Hatinya tak pernah terikat kepada
dunia sehingga ia dapat setiap saat melepaskan semua miliknya demi
kepentingan Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, ia termasuk orang yang paling
berhak atas apa yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an: “dan barang
siapa terjaga dari sikap kikir, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
(Q.S. AtTaghabun).
Tentu saja ia berhak mendapatkan balasan yang mulia itu karena ia
terbiasa membebaskan seorang budak setiap Jumat. Suatu hari Thalhah
menyusul Utsman sekeluarnya dari masjid. Thalhah berkata, “Aku sudah
7
punya lima puluh ribu dirham yang kupinjam darimu. Aku akan mengutus
seseorang untuk menyerahkannya kepadamu.”Utsman menjawab, “Biarlah
semua itu kuberikan kepadamu, karena kebaikan akhlakmu.”
Juga dikisahkan bahwa sebelum Nabi datang ke Madinah, di sana ada
sumur yang disebut sumur Rawmah. Air sumur itu sangat tawar. Setiap orang
yang ingin minum dari sumur itu harus membelinya. Sumur itu milik seorang
Yahudi. Ketika umat Islam semakin berat dihimpit kesulitan, Rasulullah
menyerukan tawaran, “Barang siapa membeli sumur Rawmah, baginya
surga.”
Mendengar pernyataan itu, Utsman bergegas ingin mendapatkan surga. Ia
memberanikan diri membeli sumur itu seharga 35.000 dirham. Ia
menggratiskan siapa saja untuk memanfaatkan air sumur itu, baik yang kaya,
miskin, atau pun para musafir. Inilah
Pada masa pemerintahan Al-Faruq, kaum muslim dilanda paceklik. Karena
beratnya kehidupan yang harus dihadapi, tahun itu disebut tahun kelabu.
Ketika nestapa semakin memuncak, orang-orang menghadap Umar r.a. dan
berkata, “Wahai Khalifah, langit tak menurunkan hujan dan enggan
menumbuhkan tanaman. Kita hampir binasa. apa yang harus kita
lakukan?”Umar memandangi mereka dengan wajah pilu. Ia berkata, “Sabar
dan bertahanlah. Aku berharap Allah memberikan jalan keluar dari keadaan
ini sebelum malam tiba.”
Sore harinya terdengar kabar bahwa kafilah dagang Utsman ibn Affan
telah kembali dari Syria dan akan tiba di Madinah esok pagi. Usai shalat
Subuh, orang-orang menyambut kafilah itu. Seribu unta membawa gandum,
minyak samin, dan kismis. Seluruh rombongan kafilah dan kendaraannya
berkumpul di depan rumah Utsman ibn Affan r.a. Ketika para buruh sibuk
menurunkan barang dagangan, para pedagang bergegas menemui Utsman.
Mereka berkata, “Kami akan membeli semua yang engkau bawa, wahai Abu
Amr.”
Utsman menjawab, “Dengan senang hati dan aku merasa terhormat. Tetapi,
berapa kalian akan memberiku keuntungan?” Mereka berkata, “Untuk satu
8
dirham yang engkau beli, kami memberimu dua dirham.” “Aku bisa
mendapat lebih dari itu.jawab Utsman”. Lalu mereka kembali menaikkan
harga. Utsman berkata, “Aku masih bisa mendapat lebih dari yang kalian
tawarkan.” Mereka menaikkan harga lagi. Utsman berkata, “Aku masih bisa
mendapatkan lebih dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Abu Amr, Siapakah
yang berani memberimu keuntungan lebih dari tawaran kami?.”
Utsman menjawab: “Allah SWT. memberiku keuntungan sepuluh kali lipat
dari setiap dirham yang kubelanjakan. Adakah diantara kalian yang berani
memberiku keuntungan lebih dari itu?” “Tidak, wahai Abu Amr.”
“Aku bersaksi kepada Allah, semua yang dibawa kafilah ini kusedekahkan
kepada fakir miskin di kalangan umat Islam. Aku tidak mengharapkan
bayaran sepeser pun. Kulakukan semua itu semata-mata mengharapkan
pahala dan keridhoan Allah SWT”. Inilah karakter Usman bin Affan yang
termaktu dalam firman Allah:
“"Dan mereka mendahulukan kepentingan orang lain
(rakyat) di atas kepentingan mereka sendiri. Dan barang
siapa yang terjaga dari kekikiran dirinya, maka dialah orang-
orang yang beruntung (Q.S AlHasyr: 9)
Itu gambaran keimanan dan kedermawanan Utsman ibn Affan. Sebanyak
apapun harta dunia yang dimiliki, semuanya tidak berarti di hatinya. Bagi para
sahabat Nabi, dunia ini tidak artinya. Kendati hidup bergelimang harta, ia
tetap mengutamakan akhirat. Hasan Al-Bashri bercerita, “Aku pernah melihat
Khalifah Utsman ibn Affan berbicara di masjid. Ketika ia berdiri, bekas-
bekas tanah terlihat di punggungnya. Seseorang berkata, ‘Inilah Amirul
Mukminin…Inilah Amirul Mukminin…..’ Sungguh mengagumkan, ia
memberikan makanan yang baik-baik kepada orang lain, sedangkan ia hanya
makan cuka dan minyak samin. Ia membiarkan lambungnya bekerja keras.”
4. Sifat-Sifat dan Perilaku Shahabat Ali Bin Abi Thalib
Beliau adalah salah satu –selain Abu Bakar,Umar,dan Usman- diantara 10
sahabat yang dijamin masuk surga sebagaimana sabada rasulullah SAW.
lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh
9
Rasulullah SAW. Diantara keistimewaan belaiu adalah Allah
menganugerahkan kecerdasan di atas rata-rata,sampai-sampai rasulullah
bersabda “aku adalah kotanya ilmu,sedangkam Ali adalah pintunya”
Di antara kisahnya adalah perselisihan beberapa sahabat tentang ilmu
berhitung.
Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka
berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing
membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang
orang yang kedua membawa lima potong roti.Ketika keduanya telah siap
untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk
bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kata salah
seorang dari dua orang tadi.“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab
musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai
makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang
tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku
makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir
telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi
uang yang diberikan. “Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima
roti. “Aku setuju,”jawab sahabatnya. “Karena aku membawa lima roti, maka
aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham. “Ah, mana
bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi
sama, masing-masing empat dirham.” “Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih
banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak” .
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai
kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud
menghadap sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. untuk meminta pendapat. Di
hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi.
Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai
10
berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga
roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!” “Tidak!
Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-
adilnya, “Jawab orang itu. “Kalau engkau bermaksud membaginya secara
benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi. “Hah…?
Bagaimana engkau ini, kiranya. Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham
dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu
dirham?” “Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar?
,kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”. “Bagaimana bisa begitu?”
Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata:”Mari kita
lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima
potong roti.” “Benar.”jawab keduanya. “Kalian makan roti bertiga, dengan si
musafir.” ‘Benar”. “Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”.
“Tidak.”. “Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah
yang sama banyak”. “Setuju, “jawab keduanya serempak. “Roti kalian yang
delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan
demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam
Ali. “Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang
berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.”
“Benar.” “Nah… orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga
bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti
berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian,
bukankah begitu?” “Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak. “si
empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia
mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang
belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong
untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut.
Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana
kalian berdua, bukan?”
11
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak
sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka
berkata:”Benar, kami mengerti.” “Nah, uang yang diberikan oleh di musafir
adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab
si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si
empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik
orang itu” “Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir
bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah
tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari
hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni
si empunya tiga roti. Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa
puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan
secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam
Ali bin Abi Thalib as.
Demikianlah kecerdasan Ali,meski demikian, beliau adalah orang yang
mempunyai rasa tawadlu’ yang tinggi. Beliau pernah berucap : yang artinya:
“aku (berkenan) menjadi pelayan pada orang yang mengajarku walaupun
hanya satu huruf”.
12
BAB III KESIMPULAN
Para Sahabat Rosululloh SAW adalah “Orang-orang Islam yang hidup pada
zaman Rosululloh, dan mereka bertemu langsung dengan Rosululloh, mereka
adalah orang-orang yang ikut berjuang bersama Rosululloh dalam
memperjuangkan agama islam, dan mereka meninggal dalam keadaan muslim”.
Orang-orang yang hidup pada masa Rosululloh SAW tetapi tidak pernah
bertemu dengan rosululloh tidak bisa disebut dengan Sahabat Rosululoh SAW,
begitu juga dengan orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak beriman
kepada Alloh SWT dan Rosululloh SAW walaupun mereka pernah menjadi orang
islam dan hidup di zaman Rosululloh SAW, serta bertemu langsung dengan
Rosululloh SAW juga tidak bisa disebut dengan sahabat Rosululloh SAW.
Sifat dan perilaku kehidupan Para sahabat Rosululloh SAW yang harus kita
tiru antara lain adalah:
1. Sifat dan perilaku sahabat Abu Bakar As-sidiq adalah; Pemberani, Adil, Amanah, Pemurah, Pengasih, Sopan santun, Suka minta maaf.
2. Sifat sahabat Umar bin Khattab adalah peduli terhadap kaum muslimin,
memiliki rasa khauf yang tinggi terhadap Alloh SWT
3. Sifat sahabat Utsman Bin Affan adalah orang yang memiliki rasa malu
yang tinggi, sangat menghargai dan menerapkan sopan santun.
4. Sifat sahabat Ali bin Abi Thalib adalah orang yang cerdas, pandai
mengontrol emosi, dan bersikap adil dalam memutuskan perkara.
13
Demikian makalah pembahasan tentang sifat dan perilaku para sahabat
Rosululloh SAW, semoga dengan mengkaji sifat dan perilaku beliau kita bisa
semakin paham dan bisa mengaplikasikannya pada kehidupan sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
H. Zainudin Harnidy, (1991). Tafsir Quran, Klang, Selangor, Malaysia: Klang Book Centre
Kementrian Agama Republik Indonesia, (2014). Sejarah Kebudayaan Islam MTS Kelas VII, Jakarta: Kementrian Agama
Kementrian Agama Republik Indonesia, (2014). Sejarah Kebudayaan Islam MA Kelas X, Jakarta: Kementrian Agama
Maulana M.Z. Al-kandhalawi rah.a., Himpunan Kitab Ta’lim: Fadhilah Amal, Bandung, Pustaka Ramadhan
--,Ebook, Buku Pegangan Guru Aqidah Akhlak Kurikulim 2013 MTS Kelas VII
--,Ebook, Buku Pegangan Guru Aqidah Akhlak Kurikulim 2013 MTS Kelas IX
--,Ebook, Buku Siswa Aqidah Akhlak Kurikulim 2013 MTS Kelas VIII
--,Ebook, Buku Siswa Aqidah Akhlak Kurikulim 2013 MTS Kelas IX
14
top related