laporan pkl di pnl apj semarang

Post on 04-Jul-2015

715 Views

Category:

Documents

9 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Laporan PKL di PNL APJ Semarang 17Apr 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menghadapi Abad 21 yang ditandai oleh liberalisasi perdagangan diperlukan

upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang benar-

benar siap menghadapi persaingan global yang makin terbuka.

Selaras dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional tentang relevansi pendidikan dengan

kebutuhan pembangunan, maka proses pendidikan di perguruan tinggi harus memperhatikan

lingkungan dan kebutuhan dunia kerja khususnya dunia usaha dan/ atau dunia industri.

Dunia kerja pada masa mendatang secara selektif akan menjaring calon tenaga kerja yang

benar-benar profesional pada bidangnya, karena dengan persaingan global akan makin terbuka

lebar kesempatan bagi tenaga kerja asing untuk memasuki/menguasai dunia kerja di Indonesia.

Oleh karena itu salah satu tantangan utama bagi lulusan perguruan tinggi adalah mempersiapkan

diri sebaik-baiknya sebelum memasuki dunia kerja.

Salah satu upaya peningkatan SDM khususnya dalam pendidikan tinggi adalah melalui

program Praktek Kerja Lapangan yang merupakan sarana penting bagi pengembangan diri dan

kemampuan berwirausaha serta kemandirian bagi lulusannya.

1.2. Ruang Lingkup

Di dalam Perusahaan Listrik Negara (PLN) APJ Semarang terdapat bagian-bagian kerja yang

saling berhubungan dan mempunyai fungsi masing-masing. Dalam laporan akhir program

Praktek Kerja Lapangan ini hanya akan dibahas mengenai apa yang ada pada bagian kerja

Distribusi di PT. PLN APJ Semarang.

1.3. Tujuan Dari Progaram Praktek Kerja Lapangan

Praktek Kerja Lapangan merupakan suatu bentuk pendidikan yang memadukan proses

belajar akademik dengan pengalaman kerja yang terencana, terbimbing dan mendapat insentif.

Program Praktek Kerja Lapangan memungkinkan mahasiswa memperoleh kemampuan yang

praktis dengan dihadapkan pada penerapan dunia kerja di luar kampus. Melalui program Praktek

Kerja Lapangan akan diperoleh calon tenaga kerja yang mandiri, profesional, dan siap memasuki

dunia kerja. Lama pelaksanaan PKL secara umum adalah antara 3-6 bulan.

Maksud dan tujuan diadakannya program Praktek Kerja Lapangan di PT PLN

(PERSERO) adalah :

Mempercepat waktu penyesuaian bagi lulusan perguruan tinggi dalam memasuki dunia kerja

Meningkatkan kualitas SDM bagi calon tenaga kerja yang mandiri dan professional

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengikuti program Praktek Kerja Lapangan

adalah sebgai berikut :

Dapat diikuti oleh semua mahasiswa dari semua program studi dengan melalui seleksi

Mendapat izin pimpinan perguruan tinggi dan dari orang tua

Minimal duduk di semester 6, tetapi belum lulus

Memiliki semangat kerja dan dapat bersosialisasi dalam suatu organisasi/dunia kerja

Memiliki motivasi yang tinggi, ketekunan, dan ketahanan mental

Mentaati peraturan yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan

Dengan adanya program Praktek Kerja Lapangan ini mendatangkan banyak manfaat

Diantaranya :

a. Perusahaan :

Mempermudah perusahaan dalam merekrut calon karyawan yang professional

Membantu perusahaan dalam meningkatkan mutu karyawan

Menghemat dana untuk pengembangan SDM

Membina hubungan kemitraan antara perguruan tinggi dan perusahaan.

b. Perguruan Tinggi :

Menyesuaikan metode dan isi kuliah agar lebih relevan dengan dunia kerja

Meningkatkan kemampuan tenaga pengajar agar memberikan kuliah yang relevan dengan dunia

kerja disamping mutu akademisnya

Membina hubungan kemitraan antara perguruan tinggi dan perusahaan dalam sarana dan

prasarana pendidikan

Membekali kemampuan dasar yang memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk

menyesuaikan diri dengan perubahan dalam pekerjaan

Meningkatkan kualitas program praktek kerja lapangan para lulusannya.

c. Mahasiswa

Memiliki pengalaman kerja di suatu perusahaan

Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari perguruan tinggi dalam dunia kerja

Memberikan kesempatan kerja yang lebih besar

Memperoleh insentif sesuai dengan kemampuannya

Memberikan kesempatan mencari pengalaman, promosi, dan peningkatan karir

Memperoleh pengalaman berorganisasi dalam tim kerja nyata.

BAB II

PT. PLN (PERSERO)

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Listrik Negara

Sejarah perkembangan PT. PLN terdiri dari beberapa tahapan – tahapan atau beberapa periode :

a. Periode sebelum tahun 1943 – 1945

Pada tahun ini pengusahaan kelistrikan di Indonesia dirintis oleh perusahaan listrik swasta

Belanda, yaitu seperti NV. ANIEM, NV. GEBEO, NV. OGEM dan perusahaan lokal lainnya.

b. Periode tahun 1943 – 1945

Pada periode ini, perusahaan listrik swasta dikuasai oleh jepang dan dikelola menurut situasi

daerah tertentu seperti perusahaan listrik Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan

lain – lain.

c. Periode tahun 1945-1950

Pada periode ini perusahaan listrik dan gas diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dari

tangan Jepang dan melalui Ketetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/SD/1945 tanggal 27

Oktober 1945, dibentuk jawatan listrik dan gas yang berkedudukan di Yogyakarta.

Pada masa Agresi Belanda I (19 Desember 1948) perusahaan listrik yang dibentuk dengan

Ketetapan Presiden di atas dikuasai oleh pemilik semula. Pada Agresi Belanda II sebagian besar

kantor jawatan listrik dan gas direbut kembali oleh pemerintah Belanda, sedangkan perusahaan

listrik swasta diserahkan pada pemilik semula sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

d. Periode tahun 1951 – 1966

Jawatan tenaga membawahi perusahaan untuk perusahaan Tenaga Listrik (PENUPETEL) dan

diperluas membawahi juga perusahaan Negara untuk Distribusi Tenaga Listrik. Pada tahun 1952

berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang nasionalisasi

perusahaan listrik milik bangsa Belanda yaitu jika kasasi penguasaannya telah berakhir, maka

beberapa perusahaan listrik milik swasta tersebut diambil alih dan digabungkan ke jawatan

Negara. Pada tahun 1959 setelah Dewan Direktur Perusahaan Listrik Negara (DD PLN)

terbentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan

melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 tahun 1961 dibentuklah Badan Pimpinan Umum

PLN (BPU PLN) yang mengelola semua Perusahaan Listrik Negara dan Gas dalam satu wadag

organisasi.

Pekerjaan Umum dan Tenaga pada saat itu menetapkan SK Menteri PUT Nomor Menteri

19/01/20 tanggal 20 Mei 1961 yang memuat arahan sebagai berikut :

1. BPU adalah suatu Perusahaan Negara yang diserahi tugas menguasai dan mengurus

perusahaan – perusahaan listrik dan gas yang berbebtuk badan hukum.

2. Organisasi BPU PLN dipimpin oleh direksi.

3. Di daerah dibentuk daerah aksploitasi yang terdiri atas :

- 10 daerah eksploitasi listrik umum dan distribusi

- 2 daerah eksploitasi khusus distribusi listrik

- 1 daerah eksploitasi khusus pembangit listrik

- 13 Pembangkit Listrik Negara eksploitasi proyek kelistrikan.

4. Daerah eksploitasi khusus distribusi dibagi lebih lanjut menjadi cabang dan ranting.

5. Daerah eksploitasi khusus pembangkit dibagi lebih lanjut menjadi sektor.

e. Periode tahun 1967 – 1985

Dalam kabinet Pembangunan I Dirjen GATRIK PLN dan Lembaga Masalah Ketenagaan (LMK)

dialihkan ke Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL). Lembaga masalah

ketenagaan (LMK) ditetapkan dalam pengelolaan PLN melalui Peraturan Menteri PUTL Nomor

6/PRT/1970.

Tahun 1972 PLN ditetapkan sebagai perusahaan Umum melalui Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 10, Pemerintah juga memberi tugas dibidang kelistrikan kepada PLN untuk mengatur,

membina, mengawasi, dan melaksanakan perencanaan umum dibidang kelistrikan nasional

disamping tugas – tugas sebagai perusahaan. Mengingat kebijakan energi dan PLN seta PGN

dari Departemen dibidang Ketenagaan selanjutnya ditangani oleh Dirjen Ketenagaan (1981).

Dalam Kabinet Pembangunan IV Dirjen Ketenagaan diubah menjadi Dirjen Listrik dan Energi

Baru (LEB). Perubahan nama ini untuk memperjelas tugas dan fungsinya yaitu :

- Program Kelistrikan

- Pembinaan – pembinaan pengesahan.

- Pengembangan energi baru.

Tugas – tugas pemerintah yang semula dipikul PLN secara bertahap dikembalikan ke

Departemen sehingga PLN dapat lebih memusatkan fungsinya sebagai perusahaan.

f. Periode tahun 1985 – 1990

Mengingat tenaga listrik sangat penting bagi pningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

secara umum serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi secara umum, oleh karena itu

usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan dan pengelolaan perlu ditingkatkan agar tersedia

tenaga listrik dalam jumlah yang cukup merata dengan pelayanan mutu yang baik. Kemudian

dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungan dibidang tenaga listrik

diperlukan upaya secara optimal memanfaatkan sumber energi untuk membangkitkan tenaga

listrik sehingga penyediaan tenaga listrik terjamin. Untuk mencapai maksud tersebut pemerintah

menganggap bahwa ketentuan dan perundang – undangan yang sudah ada tidak lagi sesuai

dengan keadaan dan kebutuhan listrik maka bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia menetapkan Undang – Undang Nomor 15 tahun 1985.

Keputusan pengadaan Undang – Undang “ Jawatan “ tersebut, pemerintah menetapkan Peraturan

Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Berdasarkan Undang – Undang dan peraturan pemerintah tersebut ditetapkan bahwa PLN

merupakan salah satu pemegang kekuasaan usaha tenaga listrik. Sesuai dengan makna yang

terkandung dalam Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990 tentang

Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara. Peraturan ini merupakan dasar hukum pengelolaan

PERUM Listrik Negara sebagai pemegang kuasa usaha ketenagaan listrik.

g. Periode tahun 1990 – sekarang

Dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha penyediaan tenaga listrik maka PERUM Listrik

Negara yang didirikan dengan PP Nomor 17 Tahun 1990 dinilai memenihu persyaratan untuk

dialihkan bentuknya menjadi PERSERO.

Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994 tanggal 6 April 1994 tentang

pengalihan bentuk PERUM menjadi PERSERO hal ini tercantum dalam anggaran dasar PT. PLN

(PERSERO) Akte Notaris Sujipto, SH Nomor 109 tanggal 30 Juli 1994.

Visi, Misi, dan Motto Perusahaan Listrik Negara

PT.PLN mempunyai visi dan misi dalam menjalankan tugas-tugasnya dan dalam menghadapi era

globalisasi saat ini.

Visi PLN, yaitu :

Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang unggul, unggul, dan terpercaya

dengan bertumpu pada potensi insani.

Misi PLN yaitu :

Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan

pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.

Menjadikan tenaga listriak sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

Motto PLN, yaitu :

Listrik untuk kehidupan yang lebih baik

( Electricity for a better life )

BAB III

PT. PLN ( PERSERO ) AREA PELAYANAN dan JARINGAN SEMARANG

3.1. Sejarah PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan dan Jaringan Semarang

Dengan dikeluarkannya Undang – Undang 86 Tahun 1958 tertanggal 27 Desember 1958 tentang

Nasionalisasi semua perusahaan Belanda dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958

tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik dan Gas milik Belanda. Dengan itu maka seluruh

perusahaan listrik Belanda berada di tangan bangsa Indonesia.

Di Jawa Tengah setelah diambil alih dari kekuasaan Belanda Perusahaan Listrik yang semula

bernama NV ANIEM berubah nama menjadi PN Perusahaan Listrik Negara (PN PLN).

Sesuai Surat Keputusan Direksi PLN pada tahun 1965 PN PLN Jawa Tengah berubah nama

menjadi PLN Exploitasi X kemudian PLN Wilayah XIII.

Pada tahun 1972 keluar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1972 dari

PN PLN berubah nama menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara (PERUM) dan pada tahun

1994 dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 Tanggal 16 Juni 1994

pengalihan bentuk Perusahaan LIstrik Negara menjadi PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI

JAWA TENGAH.

Dengan adanya Restrukturisasi tahun 2000, sesuai Keputusan General Manajer Nomor :

038.K/021/PD.I/2001 tanggal 10 April 2001 PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan Pelanggan

disingkat PT. PLN (PERSERO) AP Semarang dan Ranting berubah menjadi Unit Pelayanan

Pelanggan disingkat UP.

Pada tahun 2003, melalui Keputusan General Manager PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa

Tengah dan D.I. Yogyakarta Nomor 123.K/021/GM/2003 berubah struktur organisasi menjadi

APJ sedangkan unitnya menjadi UP/UJ dan UPJ.

3.2. Lokasi PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan dan Jaringan Semarang

Lokasi PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan dan Jaringan Semarang bertempat di Pemuda

Nomor 93 Semarang, Telp : (024) 354 7651-55, Kotak Pos : 50139, Faximile : (024) 351 3708,

Email : apjsemarang@telkom.net, website : www.apjsemarang.com.

3.3. Bidang Usaha dan Wilayah Kerja PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang

Didalam penyelenggaraan dan pelayanan listrik Negara untuk umum dalam negeri,

PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang memberikan jasa pelayanan kepada pelanggan yaitu :

Pelayanan pemberian tata cara perhitungan besarnya biaya listrik.

Pelayanan pemberian informasi penyambungan tenaga listrik kepada calon pelanggan, pelanggan

dan masyarakat.

Lelayanan permintaan penyambungan baru, perubahan daya, penyambungan sementara,

perubahan tarif, balik nama pelanggan dan pelayanan lainnya serta pengendalian pelanggan.

Pelayanan pembayaran Biaya Penyambungan (BP), Uang Jaminan Pelanggan (UJL), Tagihan

Susulan (TS), biaya sementara, biaya perubahan dan biaya lainnya yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Membuat kuitansi penerimaan pembayaran biaya penyambungan.

Membuat perintah kerja yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan, perbaikan,

perubahan, penambahan atau pembongkaran sambungan tenaga listrik.

PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang membawahi beberapa unit pelayanan, yaitu :

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Selatan

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Barat

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Tangah

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Timur

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Kendal

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Demak

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Purwodadi

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Tegowanu

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Weleri

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Boja

3.3. Pengenalan Umum Struktur Organisasi PT. PLN APJ Semarang

Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Semarang merupakan Area yang tergolong kecil

dengan membawahi tiga Unit Pelayanan (UP) dan satu Unit Jaringan (UJ).

Susunan Organisasi Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) sbb:

3.4. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Pada Area Pelayanan dan Jaringan (APJ)

Semarang

3.3.1Manajer Area Pelayanan & Jaringan

Tugas Pokok Manajer Area Pelayanan & Jaringan adalah:

Bertanggung jawab atas pengelolaan usaha secara efisien dan efektif serta menjamin

penerimaan hasil penjualan tenaga listrik, peningkatan kualitas pelayanan, pelaksanaan

pengelolaan jaringan tegangan menengah (JTM), jaringan tegangan rendah (JTR), sambungan

rumah (SR) dan Alat Pembatas & Pengukur (APP), pegelolaan keuangan serta pengelolaan SDM

dan administrasi, membina hubungan kerja, kemitraan dan komunikasi yang efektif guna

menjaga citra perusahaan serta mewujudkan Good Coorporate Governance.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Manajer Area Pelayanan dan

Jaringan mempunyai fungsi:

Menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik

Menyusun dan menerapkan program penjualan tenaga listrik

Memantau perkembangan jumlah pelanggan dan jenis tariff

Menyusun program peningkatan kualitas pelayanan pelanggan

Mengkoordinir dan mengendalikan pengoperasian jaringan tegangan menengah (JTM) dan

jaringan tegangan rendah (JTR), sambungan rumah (SR) dan APP .

Melaksanakan kegiatan pengelolaan PUKK

Menangani permasalahan hukum yang terjadi di lingkungan area

Melaksanakan pengelolaan SDM, Keuangan & Administrasi

Membuat evaluasi secara berkala terhadap kegiatan pengelolaan Pemasaran, Niaga, Distribusi,

Keuangan, SDM dan Administrasi.

Melaporkan kegiatan yang berhubungan dengan tugas pokok sesuai prosedur yang ditetapkan.

Asisten Manajer Pemasaran & Niaga

Tugas Pokok Asisten Manajer Pemasaran adalah:

Bertanggung jawab atas kajian penetapan harga listrik, prakiraan kebutuhan tenaga

listrik, usulan pengembangan produk dan jasa baru, penyusunan potensi pasar, petunjuk

pelaksanaan segmentasi pasar dan promosi, peneraan, humas dan penyuluhan.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Asisten Manajer Pemasaran

mempunyai fungsi:

Memberi masukan untuk penetapan harga listrik

Menyusun prakiraan kebutuhan energi

Membuat usulan pengembangan produk dan jasa baru

Melaksanakan riset pasar

Menyusun metoda dan petunjuk pelaksanaan segmentasi pasar

Menyusun metoda dan petunjuk pelaksanaan promosi

Mengelola peneraan dan pengujian peralatan distribusi

Melaksanakan kegiatan kehumasan dan penyuluhan ketenaga-listrikan dan prosedur pelayanan

kepada pelanggan / masyarakat

Membuat evaluasi triwulanan atas kegiatan pemasaran dan rencana perbaikannya

3.3.3. Asisten Manajer Distribusi

Tugas Pokok Asisten Manajer Distribusi adalah:

Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembuatan desain konstruksi, rencana, dan SOP untuk

operasi & pemeliharaan distribusi, perbekalan dan evaluasi pengelolaan distribusi yang dikelola

oleh unit-unit.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Asisten Manajer Distribusi

mempunyai fungsi:

Membuat desain konstruksi berdasarkan desain standar

Menyusun usulan pengembangan distribusi

Membuat analisis kinerja jaringan distribusi

Menyusun rencana operasi dan pemeliharaan jaringan distribusi

Menyusun SOP pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan distribusi

Membantu pelaksanaan PB dan PD pada konsumen selektif

Melaksanakan pembangunan jaringan distribusi dan sarana lainnya

Melaksanakan administrasi pembangunan

Melaksanakan tata laksana perbekalan

Melakukan pemutakhiran peta jaringan distribusi

Membuat evaluasi triwulanan atas kegiatan operasi dan pemeliharaan distribusi serta rencana

perbaikannya.

3.3.4. Asisten Manajer Keuangan

Tugas Pokok Asisten Manajer Keuangan adalah:

Bertanggung jawab atas penyusunan RKAP dan cash flow, melaksanakan pengelolaan

pendanaan dan arus kas secara akurat serta kegiatan perbekalan.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Asisten Manajer Keuangan

mempunyai fungsi:

Menyusun RKAP area dan cash flow

Menyusun dan memantau anggaran belanja dan pendapatan APJ, Unit Pelayanan (UP), Unit

Jaringan (UJ) dan Unit Pelayanan & Jaringan (UPJ)

Membuat laporan hasil penjualan tenaga listrik dan pendapatan lainnya

Memonitor pengelolaan piutang

Melaksanakan dan mengkoordinir pembiayaan operasi dan investasi

Membuat laporan keuangan secara berkala

Membuat evaluasi triwulanan atas kegiatan keuangan dan rencana perbaikannya

Asisten Manajer SDM dan Administrasi

Tugas Pokok Asisten Manajer SDM & Administrasi adalah:

Bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan SDM, tata usaha

secretariat, rumah tangga, keamanan, keselamatan, dan kesehatan lingkungan kerja dan kegiatan

umum lainnya, pelaksanaan bidang kehumasan serta penanganan masalah hokum.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Asisten Manajer SDM dan

Administrasi mempunyai fungsi:

Menyusun dan mengusulkan Formasi Tenaga Kerja (FTK)

Melaksanakan program pendidikan & pelatihan pegawai

Melaksanakan pengembangan karier pegawai

Melaksanakan updating data pegawai

Melaksanakan penilaian kinerja pegawai

Menyusun & mengusulkan mutasi pegawai

Memproses pelanggaran disiplin pegawai

Mengelola penyusunan anggaran pegawai dan pembayaran penghasilan pegawai

Mengelola kesekretariatan dan rumah tangga kantor

Melaksanakan pembinaan keamanan dan K3

Membuat evaluasi triwulanan atas kegiatan SDM dan administrasi serta rencana perbaikannya.

3.3.6 Asisten Manajer Perencanaan

Tugas Pokok Asisten Manajer Perencanaan adalah:

Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan perencanaan suatu pembuatan desain konstruksi,

rencana, dan SOP untuk operasi & pemeliharaan distribusi, perbekalan dan evaluasi pengelolaan

distribusi yang dikelola oleh unit-unit juga hal yang terkait dengan perencaan dan pengawasan

untuk sistem pembayaran untuk pelanggan.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Asisten Manajer Perencanaan

mempunyai fungsi:

a. Membentuk suatu sistem perencanaan untuk pelanggan yang berkenaan dengan penghematan

listrik.

b. Menyusun usulan pengembangan distribusi.

c. Melaksanakan tata laksana perbekalan

d. Membuat usulan pengembangan produk dan jasa baru

e. Menyusun prakiraan kebutuhan energy

f. Melakukan pemutakhiran peta jaringan distribusi

g. Membuat evaluasi triwulanan atas kegiatan Perencanaan serta rencana perbaikannya.

BAB IV

GAMBARAN UMUM SISTEM KETENAGALISTRIKAN

DAN BISNIS PROSES SISTEM DISTRIBUSI

4.1. GAMBARAN UMUM

Energi listrik sebagai salah satu bentuk energi yang paling efektif dan efisien,

keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik

bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan listrik. Peralatan tersebut dihubungkan satu

sama lain sehingga membentuk suatu sistem tenaga listrik.

Sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai sekumpulan Pusat Listrik dan Gardu Induk

(Pusat Beban) yang satu sama laian saling terhubung oleh Jaringan Transmisi sehingga

merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Masing-masing bagian mempunyai fungsi yang

berbeda-beda, tetapi antar bagian saling bekerja sama untuk melaksanakan suatu proses operasi

sistem tenaga listrik. Gambar 2.1 menunjukkan berbagai bagian dari sistem tenaga listrik dalam

skema garis tunggal.

Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur yaitu, pembangkitan,

transmisi, distribusi dan pemakaian tenaga listrik. Pembangkitan tenaga listrik terdiri atas

berbagai jenis pusat tenaga listrik, seperti pusat listrik tenaga air (PLTA), pusat listrik tenaga uap

(PLTU), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN), pusat listrik tenaga gas (PLTG), dan pusat listrik

tenaga diesel (PLTD). Letak pusat tenaga listrik, dan hal ini terutama berlaku bagi pusat listrik

tenaga air, sering jauh dari pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri.

Dengan demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pusat tenaga listrik, sering harus

disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat pemakaian tenaga

listrik. Tiba di kota, energi listrik itu harus dibagikan atau didistribusikan kepada para pemakai

atau pelanggan.

Salah satu bagian dari proses sistem tenaga listrik adalah sistem distribusi, dimana secara

garis besar proses operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain :

Proses pembangkitan tenaga listrik ( PLTA, PLTU, PLTG, PLTD, PLTP, PLTN, dll ).

Proses transmisi daya listrik dengan tegangan tinggi ( 30 kV, 70kV, 150 kV, 500 kV ) dari pusat-

pusat pembangkit ke gardu-gardu induk.

Proses pendistribusian tenaga listrik dengan tegangan menengah ( misalnya 6 kV, 12 kV atau 20

kV ) dan tegangan rendah ( 110 V, 220 V dan 380 V ) dari gardu induk ke konsumen.

Pada suatu sistem yang cukup besar, tegangan yang keluar dari generador harus dinaikkan dulu

dari tegangan menengah (tegangan generator) menjadi tegangan tinggi atau tegangan ekstra

tinggi (tegangan transmisi). Menyalurkan energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus

dilakukan dengan tegangan yang tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik

rugi-rugi energi maupun penurunan tegangan. Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syarat-

syarat dasar seperti :

1. setiap saat memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan consumen sewaktu-waktu

2. mempertahankan suatu tegangan yang tetap dan tidak terlampau bervariasi, standar

variasi tegangan Indonesia adalah -10% sampai +5%.

3. mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan tidak bervariasi lebih dari misalnya 0,2

Hz

4. menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar

5. memenuhi standar-standar keamanan dan keselamatan

6. tidak mengganggu lingkungan hidup

Tegangan generator yang biasanya berupa tegangan menengah (TM) di gardu induk (GI) melalui

transformator dinaikkan menjadi tegangan transmisi, berupa tegangan tinggi (TT) atau tegangan

ekstra tinggi (TET). Standar tegangan menengah di indonesia adalah 20kV. 150kV sampai

<500kv style="">. Dan 500 kV untuk tegangan tegangan ekstra tinggi. Standar ini mengikuti

rekomendasi dari Internacional Electrotechnical Commission (IEC). Standar tegangan menengah

untuk distribusi adalah 20 kV. Standar Tegangan Rendah di Indonesia adalah 230V / 400V.

Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1, pada pusat listrik tegangan generator dinaikkan di

gardu induk dari tegangan generator menjadi tegangan transmisi. Setibanya di pinggir kota,

tegangan transmisi diturunkan lagi menjadi tegangan menengah.

Gardu Induk (GI)

Gardu induk adalah merupakan instalasi yang sangat penting dalam pengoperasian sistem tenaga

listrik. Gardu induk pada prinsipnya adalah pusat penerimaan dan penyaluran tenaga listrik pada

tegangan yang berbeda. Gardu induk terdapat di seluruh sistem tenaga listrik. Dimulai pada pusat

tenaga listrik dengan mempergunakan transformator daya, sebuah GI meningkatkan tenaga

menengah yang dibangkitkan oleh generator menjadi tegangan transmisi yang diperlukan.

Mendekati tempat-tempat pemakaian energi listrik, yaitu kota atau pemakai besar seperti

industri, tegangan transmisi diturunkan kembali menjadi tegangan menengah.

Sebuah gardu induk pada umumnya terdiri atas peralatan utama berikut : transformator

daya, reaktor pembatas arus, pemutus daya, berbagai peralatan switching (switch gear),

pengamanan terhadap petir, dan peralatan pengukuran serta proteksi.

Secara umum gardu induk dapat dibedakan dua macam, yaitu :

GI penaik tegangan

GI penurun tegangan

GI penaik tegangan berfungsi sebagai pengumpul daya dan menyalurkannya melalui suatu

tegangan tinggi. GI ini dapat dibangun bersama-sama dengan pusat pembangkit. Sedangkan GI

penurun tegangan ditempatkan pada pusat beban yang disalurkan melalui distribusi primer, daya

disalurkan dengan tegangan yang lebih rendah daripada tegangan yang masuk.

Saluran Transmisi

Energi listrik dibawa oleh konduktor, yaitu melalui saluran transmisi dari pusat-pusat

pembangkit tenaga listrik kepada para pemakai. Agar penyediaan tenaga listrik dapat dilakukan

dengan baik, sistem tenaga listrik perlu memenuhi beberapa persyaratan dasar. Diantaranya

adalah sebagai berikut :

Menyediakan setiap saat, di tempat yang diperlukan, daya dan energi sebanyak yang

diinginkan yang diperlukan oleh pelanggan.

Mempertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh melebihi 5 persen dan

kurang dari 10% dari nilai nominal.

Memepertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh berubah lebih dari

0,2 Hz.

Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar.

Memenuhi standar keamanan dan keandalan.

Tidak mengganggu lingkungan.

Desain saluran transmisi akan tergantung dari beberapa hal seperti :

Jumlah daya yang harus ditransmisikan.

Jarak dan jenis lapangan yang harus ditransmisikan.

Biaya yang tersedia.

Pertimbangan-pertimbangan lain, misalnya masalah-masalah urban dan kemungkinan

pertumbuhan beban di waktu mendatang.

Komponen-komponen utama saluran transmisi adalah struktur pendukung, konduktor sebagai

penghantar energi, dan isolator. Struktur pendukung terdiri atas tiang atau menara listrik yang

harus memikul konduktor pada suatu tingkat ketinggian secara aman di atas tanah. Untuk

tegangan 70 kV ke bawah dapat dipergunakan struktur pendukung berbentuk sederhana seperti

tiang listrik, terbuat dari kayu, besi ataupun beton. Untuk tegangan yang lebih tinggi, dan

diperlukan struktur pendukung yang lebih canggih, berupa menara listrik yang dapat terbuat dari

besi ataupun beton.

Konduktor untuk saluran udara tegangan tinggi terbanyak terdiri atas kawat alumunium

diperkuat baja (Alumunium Cable Steel Reinforced, ACSR), karena memiliki ciri-ciri ekonomi

yang baik. Isolator diperlukan untuk mengaitkan konduktor pada struktur pendukung secara

mekanikal yang kuat, dan sekaligus memisahkan secara elektrikal struktur pendukung dari

konduktor. Isolator terbanyak dibuat dari porselen, gelas, ataupun bahan sintetik. Dari sudut

listrik, isolator perlu memiliki resistansi yang tinggi. Dilihat dari segi bentuk dan pemasangan,

terdapat dua jenis isolator, yaitu isolator tumpu (pintype insulator) dan isolator gantung

(suspension type insulator).

Distribusi Daya

Listrik merupakan bentuk energi yang paling cocok dan nyaman bagi manusia modern. Tanpa

listrik infra-struktur masyarakat sekarang tidak menyenangkan. Makin bertambahnya konsumsi

listrik per kapita di seluruh dunia menunjukkan kenaikan standar kehidupan manusia.

Pemanfaatan secara optimum bentuk energi ini oleh masyarakat dapat dibantu dengan sistem

distribusi yang efektif.

Klasifikasi Jaringan Distribusi Tegangan Menengah

Sistem distribusi tenaga listrik didefinisikan sebagai bagian dari sistem tenaga listrik

yang menghubungkan gardu induk/pusat pembangkit listrik dengan konsumen. Sedangkan

jaringan distribusi adalah sarana dari sistem distribusi tenaga listrik di dalam menyalurkan energi

ke konsumen.

Dalam menyalurkan tenaga listrik ke pusat beban, suatu sistem distribusi harus

disesuaikan dengan kondisi setempat dengan memperhatikan faktor beban, lokasi beban,

perkembangan di masa mendatang, keandalan serta nilai ekonomisnya.

A. Berdasarkan Tegangan Pengenal

Berdasarkan tegangan pengenalnya sistem jaringan distribusi dibedakan menjadi dua macam,

yaitu :

Sistem jaringan tegangan primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yaitu berupa Saluran

Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM).

Jaringan ini menghubungkan sisi sekunder trafo daya di Gardu Induk menuju ke Gardu

Distribusi, besar tegangan yang disalurkan adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV, namun sekarang

yang banyak dikembangkan oleh PLN adalah tegangan 20 kV.

Jaringan tegangan distribusi sekunder atau Jaringann Tegangan Rendah (JTR), salurannya bisa

berupa SKTM atau SUTM yang mengubungkan Gardu Distribusi/sisi sekunder trafo

distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang digunakan adalah 110 Volt, 220 Volt dan 380

Volt.

B. Berdasarkan Konfigurasi Jaringan Primer

Konfigurasi jaringan distribusi primer pada suatu sistem jaringan distribusi sangat menentukan

mutu pelayanan yang akan diperoleh khususnya mengenai kontinyuitas pelayanannya. Ada pun

jenis jaringan primer yang biasa digunakan adalah:

Jaringan distribusi pola radial

Jaringan distribusi pola loop

Jaringan distribusi pola grid

Jaringan distribusi pola spindle

a. Jaringan Distribusi Pola Radial.

Pola radial adalah jaringan yang setiap saluran primernya hanya mampu menyalurkan

daya dalam satu arah aliran daya. Jaringan ini biasa dipakai untuk melayani daerah dengan

tingkat kerapatan beban yang rendah.

Keuntungannya ada pada kesederhanaan dari segi teknis dan biaya investasi yang rendah.

Adapun kerugiannya apabila terjadi gangguan dekat dengan sumber, maka semua beban saluran

tersebut akan ikut padam sampai gangguan tersebut dapat diatasi.

Gambar 4.2. Pola jaringan radial

b. Pola Jaringan Distribusi Loop

Jaringan pola loop adalah jaringan yang dimulai dari suatu titik pada rel daya yang

berkeliling di daerah beban kemudian kembali ke titik rel daya semula. Gambar (2.5)

menunjukan suatu bentuk jaringan distribusi tipe loop.

Pola ini ditandai pula dengan adanya dua sumber pengisian yaitu sumber utama dan

sebuah sumber cadangan. jika salah satu sumber pengisian (saluran utama) mengalami

gangguan, akan dapat digantikan oleh sumber pengisian yang lain (saluran cadangan). Jaringan

dengan pola ini biasa dipakai pada sistem distribusi yang melayani beban dengan kebutuhan

kontinyuitas pelayanan yang baik (lebih baik dari pola radial).

Gambar 4.3. Pola Jaringan Loop

c. Jaringan Distribusi Pola Grid

Pola jaringan ini mempunyai beberapa rel daya dan antara rel-rel tersebut dihubungkan oleh

saluran penghubung yang disebut tie feeder. Dengan demikian setiap gardu distribusi dapat

menerima atau mengirim daya dari atau ke rel lain. Pola jaringan grid ditunjukan pada (Gambar

2.6)

Gambar 4.4 Pola Jaringan Grid

Keuntungan dari jenis jaringan ini adalah:

Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pola radial atau loop.

Fleksibel dalam menghadapi perkembangan beban.

Sesuai untuk daerah dengan kerapatan beban yang tinggi.

Adapun kerugiannya terletak pada sistem proteksi yang rumit dan mahal dan biaya investasi

yang juga mahal.

d. Jaringan Distribusi Pola Spindel

Jaringan primer pola spindel merupakan pengembangan dari poal radial dan loop

terpisah. Beberapa saluran yang keluar dari gardu induk diarahkan menuju suatu tempat yang

disebut gardu hubung (GH), kemudian antara GI dan GH tersebut dihubungkan dengan satu

saluran yang disebut express feeder

.

Sistem gardu distribusi ini terdapat di sepanjang saluran kerja dan terhubung secara seri.

Saluran kerja yang masuk ke gardu dihubungkan oleh saklar pemisah, sedangkan saluran yang

keluar dari gardu dihubungkan oleh sebuah saklar beban.

Jadi sistem ini dalam keadaan normal bekerja secara radial dan dalam keadaan darurat

bekerja secara loop melalui saluran cadangan dan GH.

Gambar 4.5 Sistem Jaringan SpindelKeuntungan pola jaringan ini adalah :

Sederhana dalam hal teknis pengoperasiannya seperti pola radial.

Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pada pola radial maupun loop.

Pengecekan beban masing-masing saluran lebih mudah dibandingkan dengan pola grid.

Penentuan bagian jaringan yang teganggu akan lebih mudah dibandingkan dengan pola grid.

Dengan demikian pola proteksinya akan lebih mudah.

Baik untuk dipakai di daerah perkotaan dengan kerapatan beban yang tinggi.

4.2. BISNIS PROSES DALAM DISTRIBUSI

4.2.1. Bisnis Proses Dalam Bagian Kerja Distribusi

Bisnis proses yang ada dalam distribusi di PLN terdiri dari 3 kegiatan yaitu:

4.2.1.1. Pengoperasian Sistem

Pengoperasian sistem yang ada di PLN APJ Semarang adalah penyaluran tenaga listrik

melalui jaringan transmisi 150 KV dengan gardu induk yang tersebar di berbagai kota. Dari

Gardu Induk ini tegangan diturunkan menjadi 22 KV untuk disalurkan ke konsumen yang dalam

hal ini menjadi wewenang PT. PLN ( persero ) Distribusi.

Gardu Induk 150 KV yang termasuk dalam suplai penyaluran yang melayani APJ

Salatiga meliputi :

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Selatan

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Barat

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Tangah

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Semarang Timur

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Kendal

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Demak

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Purwodadi

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Tegowanu

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Weleri

PT. PLN (PERSERO) Unit Pelayanan Boja

4.2.1.2. Perencanaan SistemSelain Pengoperasian jarak dekat, saat ini PLN juga bisa mengoperasikan peralatannya

dengan jarak jauh yaitu dengan menggunakan SCADA. SCADA itu dipasang pada GI yang ada

dalam wilayah kerja APJ Semarang yang kemudian dioperasikan, dikontrol dan dipantau lewat

APJ Semarang dan UPJ - UPJ seperti yang telah disebutkan diatas. Namun Pengoperasian tanpa

SCADA juga masih diperlukan karena tidak setiap peralatan dioperasikan dengan menggunakan

SCADA.

4.2.1.3.Pemeliharaan Sistem

Sistem yang dipelihara oleh PLN adalah system peralatan listrik dari gardu induk sampai

ke konsumen.. Dalam system transmisi tenaga listrik digunakan sistem tegangan tinggi. Pada

umumnya transmisi dengan menggunakan saluran udara ( Over Head Line ) lebih banyak

digunakan daripada pemakaian kabel tanah. Keuntungan penggunaan sistem saluran udara dalam

trasmisi adalah :

Bahan isolasi dipakai relatif sederhana.

Gangguan-gangguan yang terjadi dapat diatasi dengan cepat.

Biaya jauh lebih murah.

Pada umumnya transmisi tenaga listrik dari pusat pembangkit hingga ke konsumen

melalui beberapa urutan sebagai berikut :

Pusat Tenaga listrik ( Power Station )

Yaitu tempat dimana terdapat mesin-mesin pembangkit energi listrik.

Gardu Induk Penaik Tegangan ( Step-Up Transformator Substation )

Merupakan tempat dimana tegangan output dari generator dinaikkan menjadi tegangan tertentu.

Biasanya terletak dekat dengan pusat tenaga listrik.

Saluran tegangan Tinggi ( Trasmision )

Berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat tenaga listrik sampai ke pusat-pusat pemakai.

Biasanya terletak di kota-kota yang berjarak puluhan sampai ratusan kilometer.

Gardu Induk Penurun Tegangan ( Step-Down Tranformator Substation )

Yaitu tempat Penurun Tegangan tinggi menjadi tegangan menengah. Biasanya berlokasi

dipinggiran kota.

Gardu Induk ( Switching Substation )

Merupakan tempat-tempat pendistribusian tenaga listrik melalui kabel tanah atau saluran udara

ke gardu-gardu distribusi.

Hantaran Distribusi Primer / Jaringan Tegangan Menengah ( Feeder )

Merupakan suatu jaringan listrik bertegangan menengah dengan system kabel tanah atau saluran

udara yang menghubungkan gardu hubung ke gardu distribusi atau dari Gardu Induk ke

Gardu Distribusi.

Gardu Distribusi

Yaitu tempat dimana terdapat transformator penurun tegangan menengah menjadi tegangan

rendah.

Hantaran distribusi Sekuinder / Jaringan Tegangan Rendah

Yaitu jaringan listrik bertegangan rendah berupa kabel tanah atau saluran udara yang

menghubungkan Gardu Distribusi dengan konsumen.

Trafo GarduPMT ( Pemutus )ABSW

FCO / Disconnecting SwitchRecloserSecsionalizer

Gambar 4.6. Gambar Rangkaian Pengaman di Gardu Induk Distribusi – Konsumen

Keterangan :

PMT

Setting system PMT ada 2 ( Dua ) yaitu :

On Reclosing : Apabila ada gangguan sesaat ( tidak permanent ), apabila itu masih dua kali

trip ( jatuh ) maka secara otomatis akan langsung masuk ( beroperasi )kembali. Namun,

jika sudah yang ketiga kali , maka langsung lock out.

Off Reclosing : Apabila ada gangguan permanent atau tidak permanent, satu kali trip ( jatuh )

maka langsung lock out.

Pengaman pada PMT ada 3 :

GVR ( Ground Voltage Relay )

OCR ( Over Current Relay )

UFR ( Under Frequency )

ABSW ( Air Break Switch )

ABSW adalah alat pemutus tegangan udara, biasanya terletak pada tiang-tiang transmisi.

Bentuknya seperti pisau yang fungsinya sebagai saklar yang bisa membuka dan menutup

( On / Off )

FCO ( Fuse Cut Out )

Fuse Cut Out adalah peralatan pengaman pada PLN yang apabila tidak ada gangguan, Ia bersifat

sebagai konduiktor. Biasanya FCO ini dipasang pada percabangan-percabangan jaringan.

Pengaman pada FCO adalah fuse link. Fuse link ini menggunakan kawat nikelin yang akan

putus apabila mencapai panas tertentu.

Gambar rangkaian FCO :

Fuse LinkLineLine

Gambar 4.7 FCO

Pemasangan fuse link FCO pada feeder dari GI ( Gardu Induk ) sampai ABSW 1 hanya

untuk beban sampai 100 A diatas itu akan menyebabkan PMT pada GI yang bekerja apabila

terjadi kerusakan atau gangguan pada jaringan.

Pemasangan ampere pada fuse link juga harus diperhatikan :

Contoh perhitungannya:

Misal untuk trafo 50 KVA, maka :

Apabila FCO itu dipasang pada percabangan dengan banyak trafo maka FCO yang harus

dipasang merupakan total dari trafo

Misal : Setelah percabangan itu terdapat 10 trafo 50 KVA maka FCO yang dipasang adalah

Apabila Disconnecting Switch, dipasang pada percabangan 3 phasa pada konsumen besar. Pada

dasarnya sama fungsinya dengan ABSW tapi ada time switchnya

Recloser

Recloser dipasang pada jaringan 3 phasa utama

Fungsi peralatan pengaman recloser :

Memperkecil daerah padam

Mempermudah mencari lokasi gangguan

Apabila terkena gangguan, recloser akan jatuh dan bila dalam 2 detik pemadaman tidak ada

gangguan lagi, maka secara otomatis recloser akan masuk kembali ( menyala kembali ). Apabila

recloser jatuh sampai 3 kali maka berarti ada gangguan permanent.

Contoh misalnya :

Kawat jaringan putus

Relaynya Ground Voltage

Recloser dipasang minimal tiap 8 Km dari tiap feeder. Recloser ini selalu dalam keadaan on

reclosing ( bisa dioperasikan dalam keadaan ber beban ). Biasanya recloser ini dipasang di

pedesaan yang sulit atau jauh dijangkau oleh petugas. Karena system kerjanya memudahkan jika

suatu saat terjadi gangguan seasaat sehingga petugas tidak perlu harus repot-repot datang jika

gangguannya ringan.

Secsionalizer

Fungsinya pada dasarnya hampir sama dengan recloser karena memperkecil daerah padam,

hanya saja dengan secsionalizer maka daerah yang dipadamkan bisa menjadi semakin kecil lagi

dan semakin memudahkan dalam mencari daerah yang terkena gangguan. Sistem kerja dari

secsionalizer harus dioperasikan dalam keadaan tak berbeban ( Off Reclosing )

Dari kesimpulan diatas, maka peralatan di PLN dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan

operasinya :

On Load Operation

Bisa Dioperasikan dalam keadaan berbeban

Contoh = PMT, Recloser, FCO

No Load Operation

Tidak bisa dioperasikan apabila dalam keadaan berbeban

Contoh = Secsionalizer, Disconnecting Switch

BAB V

OPERASI SISTEM

Pendahuluan

Dari hirarkinya, jaringan distribusi berada di rangkaian terakhir dari sistem jaringan listrik yang

besar sekali, dan peranannya adalah mendistribusikan tenaga listrik pada konsumen. Dapat

dimengerti bahwa pada jaringan distribusi khususnya terjadi titik pertemuan antara dua

kepentingan dengan persyaratan-persyaratannya masing-masing. Pihak konsumen membutuhkan

listrik dengan mutu penyaluran yang baik, sedang perusahaan listrik dihadapkan kepada masalah

kesanggupan jaringannya sendiri

Tetapi yang jelas sebenarnya kedua macam kepentingan itu tidaklah bertentangan, malahan

mempunyai tujuan yang sama. Bagi konsumen mutu penyaluran yang baik akan memberikan

kepuasan manusiawi, sedang bagi perusahaan listrik mempertahankan mutu penyaluran berarti

menekan kerugian-kerugian jaringan sehingga jaringan akan beroperasi secara efisien.

Suatu jaringan dinyatakan sebagai jaringan yang baik apabila ia memenuhi kriteria tertentu

dalam :

Kelangsungan penyaluran, serta

Tegangan dan frekuensi

Untuk sampai kepada tujuan tersebut perlu dikenal dengan baik jaringan distribusi secara

fungsional, pada keadaan normal maupun keadaan gangguan. Pada keadaan normal masalah

yang harus dipecahkan antara lain misalnya faktor daya yang rendah dan penurunan tegangan

jaringan secara berlebihan. Sedang pada keadaan gangguan masalahnya adalah pengalihan beban

yang mengalami pemadaman ke sumber-sumber yang dicadangkan. Gangguan itu sendiri

sedapat mungkin dicegah terjadinya, atau apabila tetap terjadi maka ia harus dihilangkan dalam

waktu yang sesingkat-singkatnya.

Gangguan sangat erat hubungannya dengan masalah pemeliharaan. Gangguan dianalisa dan

dijabarkan untuk menetapkan langkah dan kebijaksanaan pemeliharaan, yang tidak lain dalam

tujuannya memperoleh jaminan operasi jaringan yang stabil. Dapat disimpulkan bahwa

banyaknya gangguan yang terjadi untuk sebagainya disebabkan karena kurang baiknya

pemeliharaan.

Bidang tugas operasi dan pemeliharaan merupakan sistem teknik yang berdampingan. Lingkup

pekerjaannya semakin luas dengan berkembangnya teknologi, khususnya dalam menunjang

peningkatan keandalan jaringan. Operasi jaringan distribusi menyangkut segala macam masalah

pengawasan, pengontrolan, pencatatan dan penyetelan kondisi semua peralatan, termasuk

melakukan tindakan-tindakan selama keadaan darurat karena gangguan.

Untuk memungkinkan tercapainya tujuan operasi, disyaratkan faktor-faktor sebagai berikut :

Pengenalan yang baik atas jaringan distribusi, termasuk kondisinya

Penyusunan pedoman operasi yang mencakup tujuan, aturan, tugas, aturan pelengkap, dan

gambar / tabel / formulir

Organisasi pelaksanaan

Prosedur Pengoperasian Normal / Gangguan Secara Umum

Yang dimaksud dengan prosedur operasi pengaturan dan pengusahaan jaringan tegangan

menengah diseluruh unit kerja PLN, dalam usaha menjamin kelangsungan penyaluran tenaga

listrik, mempercepat penyelesaian gangguan-gangguan yang timbul, serta dilain pihak menjaga

keselamatan baik petugas pelaksana operasi maupun instalasinya sendiri.

Pengoperasian Jaringan Tegangan Menengah ( 6 dan 20 KV ) tersebut dilaksanakan

dengan :

Memanuver atau memanipulasi jaringan, dengan tele kontrol maupun di lapangan.

Menerima informasi-informasi mengenai keadaan jaringan dan kemudian membuat penilaian

( observasi ) seperlunya guna menetapkan tindak lanjutan.

Menerima besaran-besaran pengukuran pada jaringan dan kemudian membuat penilaian

( observasi ) seperlunya guna menetapkan tindak lanjutan.

Mengkoordinasikan pelaksanaanya dengan pihak-pihak lainyang bersangkutan.

Mengawasi jaringan secara terus-menerus dan tidak terputus-putus.

Mengusut dan melokalisasikan gangguan jaringan.

Mendeteksi gangguan jaringa sehingga sehingga titik gangguannya dapat diketemukan untuk

diperbaiki

Operasi Jaringan Tegangan Menengah Di Gardu Induk

5.2.1. Keadaan normal

Pada pelaksanaan pemasukkan / pengeluaran PMT-PMT penghantar: 150KV, kopel 150 dan

70KV dan trafo 150 dan 70KV yang dilaksanakan oleh area/ pengatur beban/ piket

pengawas secara remote control ( RC ) maupun oleh operator gardu induk ( GI ) pusat

listrik tenaga ( PLT ) apabila RC gagal atau pada GI/ PLT yang tidak dilengkapi fasilitas

RC, sepanjang hal tersebut mempengaruhi penyaluran kepada konsumen maka:

Area berkonsultasi dengan pengatur beban

Pengatur beban memutuskan sendiri

Piket pengawas berkonsultasi dengan piket pimpinan.

Posisi normal PMT 20 KV, trafo TT / TM adalah dalam keadaan masuk

Posisi normal semua feeder TM 20 KV dari GI adalah dalam keadaan masuk

Pengatur distribusi atau piket cabang melakukan pencatatan data-data operasional yang

diperlukan atas GI/ PLT. Dapat langsung dilakukan pencatatan dari display, apabila hal

tersebut dimungkinkan oleh adanya fasilitas tele processing.

Pusat pengaturan distribusi menerima pemberitahuan mengenai perubahan keadaan jaringan

di GI dari Area, Pengatur Beban, Piket Pengawas. Dapat melalui printer dan display

apabila tersedia fasilitas tele processing.

Pemasukkan / pengeluaran PMT feeder TM yang belum atau tidak dilengkapi dengan fasilitas

RC dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan dari pusat pengaturan distribusi. Namun

bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas RC, pemasukkan/ pengeluaran PMT dilaksanakan

oleh pusat pengaturan distribusi. Apabila RC gagal, pemasukkan/ pengeluaran PMT-PMT

tersebut dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan pusat pengaturan distribusi.

Pemasukkan / pengeluaran PMT feeder TM yang belum atau tidak dilengkapi dengan fasilitas

RC dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan dari pusat pengaturan distribusi.

Namun bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas RC, pemasukkan/ pengeluaran PMT

dilaksanakan oleh pusat pengaturan distribusi dengan sepengetahuan operator GI/ PLT.

Apabila RC gagal, pemasukkan/ pengeluaran PMT-PMT tersebut dilaksanakan oleh

operator GI/ PLT atas permintaan pusat pengaturan distribusi.

Pemasukkan / pengeluaran PMT-PMT TM dari trafo TT/ TM yang belum atau tidak

dilengkapi dengan fasilitas RC dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan dari

pusat pengaturan distribusi setelah berkonsultasi dengan AREA. Namun bagi yang sudah

dilengkapi dengan fasilitas RC, pemasukkan/ pengeluaran PMT dilaksanakan oleh pusat

pengaturan distribusi dengan sepengetahuan operator GI/ PLT dan setelah berkonsultasi

dengan AREA. Apabila RC gagal, pemasukkan/ pengeluaran PMT-PMT tersebut

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan pusat pengaturan distribusi setelah

berkonsultasi dengan AREA.

Operator GI/ PLT wajib dan bertanggung jawab untuk melaporkan semua pelaksanaan

permintaan pengaturan jaringan kepada pusat pengaturan distribusi tersebut diatas.

Keadaan Gangguan

Pusat pengaturan distribusi menerima pemberitahuan mengenai keadaan gangguan di GI dari

AREA , apabila tidak tersedia fasilitas tele processing. Namun isyarat pemberitahuan

( alarm ) bisa juga diterima melalui printer dan display, apabila terdapat fasilitas tele

processing. Apabila fasilitas tele processing gagal, maka yang berlaku pemberitahuan dari

AREA.

Pengeluaran PMT-PMT TM trafo yang belum atau tidak dilengkapi dengan fasilitas RC

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT. Namun bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas

RC, pengeluaran PMT dilaksanakan oleh pusat pengaturan distribusi denga

sepengetahuan operator GI/ PLT. Apabila RC gagal, pengeluaran PMT-PMT tersebut

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan pusat pengaturan distribusi.

PMT TM feeder khusus tidak dikeluarkan pada keadaan gangguan total.

Pengeluaran PMT feeder TM yang tidak atau belum dilengkapi dengan fasilitas RC

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT. Namun bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas

RC, pengeluaran PMT dilaksanakan oleh pusat pengaturan distribusi denga

sepengetahuan operator GI/ PLT. Apabila RC gagal, pengeluaran PMT-PMT tersebut

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan pusat pengaturan distribusi.

Pemasukkan PMT feeder TM yang belum atau tidak dilengkapi dengan fasilitas RC

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan dari pusat pengaturan distribusi.

Namun bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas RC, pemasukkan PMT dilaksanakan

oleh pusat pengaturan distribusi dengan sepengetahuan operator GI/ PLT. Apabila RC

gagal, pemasukkan/ pengeluaran PMT-PMT tersebut dilaksanakan oleh operator GI/ PLT

atas permintaan pusat pengaturan distribusi.

Pemasukkan PMT-PMT TM dari trafo yang belum atau tidak dilengkapi dengan fasilitas RC

dilaksanakan oleh operator GI/ PLT atas permintaan dari pusat pengaturan distribusi

setelah berkonsultasi dengan AREA. Namun bagi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas

RC, pemasukkan PMT dilaksanakan oleh pusat pengaturan distribusi dengan

sepengetahuan operator GI/ PLT dan setelah berkonsultasi dengan AREA. Apabila RC

gagal, pemasukkan/ pengeluaran PMT-PMT tersebut dilaksanakan oleh operator GI/ PLT

atas permintaan pusat pengaturan distribusi setelah berkonsultasi dengan AREA.

Operator GI/ PLT wajib dan bertanggung jawab untuk melaporkan semua pelaksanaan dari

permintaan pengaturan jaringan kepada pusat pengaturan distribusi tersebut diatas.

Pemeliharaan

5.3.1. PMT penyulang distribusi di Gardu Induk yang dilengkapi Auto Recloser dengan sistem

radial

Apabila ada rencana pekerjaan pemeliharaan yang memerlukan pemadaman penyulang, maka

piket distribusi mengambil langkah-langkah sebagai berikut :

Memastikan ke piket cabang yang bersangkutan apakah sudah siap untuk pemadaman

Meminta ke Gardu Induk untuk melepas Pmt dan Pms penyulang yang bersangkutan

Memastikan atau memberitahu gardu induk agar proses reclosing tidak terjadi

Memerintahkan ke piket cabang untuk memasang peralatan grounding pada jaringan dari

kedua sisi setelah di check terlebih dahulu dengan voltage detector

Setelah cabang menyelesaikan pekerjaan atau pemeliharaan terhadap jaringan yang

bersangkutan dengan hasil baik, maka penormalannya sebagai berikut :

Melepas peralatan grounding pada jariongan

Melaporkan ke piket distribusi bahwa pekerjaan atau pemeliharaan telah selesai, petugas

cukup aman dan penyulang siap dimasukkan kembali

Piket distribusi meminta ke gardu induk untuk memasukkan kembali Pms dan Pmt penyulang

tersebut diatas.

Manuver jaringan : Suatu kegiatan modifikasi jaringan sehingga akan tercapai kondisi

penyaluran yang tetap stabil

Macam Konfigurasi Jaringan

Radial = keandalan rendah, losser besar, pengoperasian mudah, biaya sistem rendah. Jika padam

tidak bisa disuplay dari yang lain.

Loop = kondisinya melingkar dan bisa saling berhubungann, keandalan tinggi, losser kecil,

pengoperasian sulit, biaya sisitem tinggi

Spindel = Gabungan antara sistem radial dan loop

5.4. Optimalisasi Tegangan Pelayanan Untuk Penigkatan Umur Operasi Trafo Distribusi,

Kinerja Losses dan Harga Jual kWh

5.4.1. Pengertian

Optimalisasi tegangan pelayanan adalah optimalisasi yang memanfaatkan dampak ganda /

kuadrat perubahan tegangan pelayanan terhadap konsumsi energi suatu beban. Dengan

memanfaatkan range pada standar tegangan pelayanan, maka konsumsi energi suatu beban dapat

dinaikkan atau diturunkan secara signifikan, dengan perubahan yang kecil pada tegangan suplai.

Pada trafo overload yang memerlukan waktu untuk penyesuaian kapasitas gardu, optimalisasi

tegangan adalah alternatif penanganan sementara yang termurah dan instan untuk menghindari

kerusakan trafo.

Pengaturan tegangan pelayanan juga dapat meningkatkan pendapatan / keuntungan dengan

memanfaatkan celah pada segmen-segmen tarif listrik dan kecenderungan prosentase beban

segmen tarif tertentu terhadap standarisasi kapasitas trafo distribusi. Dalam hal ini golongan

beban yang bertarif tinggi dioptimalisasi sehingga meningkatkan harga jual rata-rata Kwh

Demikian juga dengan kinerja loses, yakni dengan memanfaatkan celah pada komposisi loses

terhadap suatu golongan beban.

5.4.2.. Pembahasan

A. Optimalisasi Tegangan untuk Memperbesar / Memperkecil Beban

Optimalisasi tegangan pelayanan didasarkan atassamaan umum untuk pemakaian energi listrik,

yaitu :

P = energi (kwh)

V = tegangan (volt)

Z = impedansi beban (ohm)

T = waktu (jam)

Cos = faktor beban

Dengan memperhatikan persamaan untuk kapasitas :

VA = V . I*

VA = daya kompleks

I* = Arus beban konjugat

Dari kedua persamaan diatas, dapat dilihat bahwa pemakaian energi adalah berbanding

pangkat dua terhadap besar tegangan pelayanan, sedangkan kapasitas daya adalah perkalian dari

besar tegangan dan arus yang dialirkan.

Prosentase maksimum perubahan konsumsi daya suatu beban yang dioptimalisasi dalam range

tegangan standar pelayanan (198 – 231 volt) adalah sekitar 36,11 % dengan perhitungan sebagai

berikut :

Dengan kata lain konsumsi energi suatu beban yang dilayani dengan tegangan standar

minimal dapat dinaikkan sebesar 36,11% jika dioptimalisasi ke tegangan standar maksimal,

demikian juga sebaliknya.

Optimalisasi Tegangan untuk Memperbesar / Memperkecil Beban Trafo Distribusi

Apabila tujuan optimalisasi adalah untuk peningkatan penjualan energi listrik, maka

beban gardu dapat diperbesar dengan menaikkan tegangan pelayanan pada tap changer.

Sedangkan apabila diinginkan mengurangi beban trafo karena overload, maka tegangan

pelayanan diturunkan.

Sehingga dari sudut pandang loses distribusi, beban dapat dikelompokkan sebagai berikut

:

Beban Penyulang Losses Kecil

Konsumen TM dengan prosentase loses sekitar 2 %, dimana tidak terdapat komponen loses

gardu dan JTR.

Konsumen TR daya besar dengan Kwh Meter terletak di gardu distribusi. Prosentase loses 4

% yaitu tidak terdapat komponen loses JTR / SR.

Beban Penyulang losses Tinggi

Konsumen TR daya besar dengan Kwh Meter terletak di persil konsumen. Prosentase loses 9

% dimana terdapat semua komponen losses baik JTM, Gardu dan JTR / SR.

Konsumen TM umum biasa dengan Kwh Meter terletak di persil pelanggan. Prosentase loses

sekitar 9 %, dimana terdapat semua komponen loses baik JTM, Gardu dan JTR/SR.

Dengan memperhatikan pengelompokkan beban diatas, maka kinerja losses dapat

ditingkatkan dengan optimalisasi maksimum tegangan pada beban losses rendah dan optimalisasi

minimum pada beban loses tinggi. Sehingga pemakaian Kwh meningkat pada beban yang

losesnya kecil, dan menurun pada beban yang losesnya besar. Dengan demikian loses secara

komulatif akan menurun.

Berdasarkan kontribusi losses dan prosentase konsumsi energi, peluang keuntungan

optimalisasi sangat besar pada golongan tariff rumah tangga dan social. Namun sebaiknya tidak

dilaksanakan karena adanya SR – SR deret dimana resiko under standar tegangan akan terjadi.

Prinsip optimalisasi dapat juga dietrapkan pada penyambungan baru / tambah daya, yaitu

dengan seoptimal mungkin mengupayakan penempatan kwhmeter di gardu distribusi.

Contoh kasus :

Suatu gardu distribusi tegangan 215,13 V yang melayani beban daya besar TR dengan kwh

meter terletak di gardu. Apabila dioptimalisasi ke tegangan 231 V, maka diperoleh

peningkatan penjualan kwh sebesar 15,3 %.

Apabila gangguan tersebut melayani pelanggan TR umum / biasa dengan kwh meter terletak di

rumah pelanggan. Jika tegangan dioptimalisasi ke 198 V, maka pengurangan penjualan kwh

adalah 15,3%.

Dari pengelompokkan beban berdasarkan loses diatas, maka loses kumulatif untuk kedua contoh

tersebut sebelum dioptimalisasi adalah sebesar 6,5 %. Sedangkan apabila dilaksanakan

optimalisasi, maka loses menjadi 6,1 % atau tutun sebesar 0,4 % dengan jumlah konsumsi

kwh sama.

Secara umum, optimalisasi tegangan dengan tujuan memperbaiki kinerja loses pada

gardu pelayanan umum dilaksanakan dengan optimalisasi tegangan maksimal apabila prosentase

beban losses rendah lebih besar dari 50% bebn gardu.

Optimalisasi Tegangan Untuk Peningkatan Harga Jual Rata-Rata.

Secara umum, beban berdasarkan harga jual tiap kwh dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

Beban Tarif Tinggi

Yaitu beban dengan harga beli keh yang lebih tinggi dari harga jual rat-rat. Biasanya adalah

beban tarif Bisnis, Industri dan Publik.

Beban Tarif Rendah

Yaitu beban dengan harga beli kwh lebih rendah dari harga jual rata-rata. Biasanya adalah

beban tariff rumah tangga dan sosial.

Peningkatan rupiah jual kwh rata-rata dapat dilaksanakan dengan optimalisasi maksismum

tegangan pada beban tarif jual tinggi. Sedangkan beban tarif rendah dioptimalisasi minimal atau

tidak dioptimalisasi. Dengan demikian pemkaian kwh mengingkat pada beban yang tarifnya

tinggi, dan menurun atau tetap pada beban yang tarifnya murah. Sehingga harga jual rata-rata

secara kumulatif akan meningkat.

Contoh Kasus :

Untuk suatu pelanggan tarif bisnis yang dilayani dengan tegangan 215,13 V. Apabila

dioptimalisasi ke tegangan 231 V, maka diperoleh peningkatan penjualan Kwh adalah 15,3

%.

Sedangkan apabila pelanggan tersebut adalah tarif sosial. Apabila dioptimalisasi ke tegangan 198

V, maka pengurangan penjualan kwh adalah 15,3%.

Apabila harga rata-rata tiap kwh tarif bisnis adalah Rp. 419,50 / kwh dan tarif sosial Rp. 237,00 /

kwh, maka harga jual rata-rata tiap kwh untuk kumulatif kedua pelnggan di atas sebelum

dilakukan optimalisasi adalah Rp. 328,25 / kwh.

Apabila dilakukan optimalisasi tegangan, maka untuk jumlah kwh yang sama, harga jual rata-

rata kumulatif menjadi Rp. 342,21 atau meningkat sebesar Rp. 13,96 per kwh.

Secara umum, optimalisasi tegangan dengan tujuan meningkatkn harga jual kwh pada

gardu pelayanan umum dilaksankan dengan optimalisasi mksimal apabila prosentase beban

pelanggan-pelanggan tarif tinggi lebih besar dari prosentase beban pelanggan-pelanggan tarif

rendah.

D. Pelaksanaan Optimalisasi Tegangan

1. Optimalisasi dari Gardu Induk

Optimalisasi tegangan dapat dilakukan dari gardu induk apabila :

Beban tarif rendah / loses tingi (pada umumnya tarif R dan S) disuplai dengan trafo tenaga

sendiri.

Beban tarif tinggi / loses rendah (pada umumnya tarif B, I dan P) disuplai dengan trafo

tenaga sendiri.

Beban tarif tinggi / losses rendah lebih dominan pada sistem yang disuplai suatu trafo

tenaga.

Pada beban puncak, tidak menyebabkan trafo-trafo distribusi overload.

Pada beban dasar, tidak menyebabkan tegngan over standar pda konsumen.

Memperhatikan kemungkinan konsumen-konsumen TM mengatur ulang tap changer trafo

distribusinya.

Jika tidak, maka dapat terjadi kontraproduktif dimana :

Harga rata-rata kwh menurun dan loses meningkat

Terjadi banyak overload pada trafo-trafo distribuai yang akan menyebabkan kerusakan.

Terjadi overstandar tegangan pada konsumen.

Memperhatikan komposisi beban sistem pada umumnya, maka peluang melaksanakan

opimalisasi dari GI adalah pada saat beban puncak. Yakni sebagai kompensasi terhadap drop

tegangan yang cukup besar :

drop tegangan pada penghantar-penghantar sistem

drop tegangan pada trafo tegangan dan distribusi karena faktor regulasi tegangan trafo pada

beban puncak

besar drop tegangan dalam sistem dapat diukur pada sisi sekunder trafo distribusi

Optimalisasi ini dapat dilaksankan apabila trafo-trafo distribusi telah disyaratkan

beroperasi pada beban 85 % kapasitasnya.

E. Optimalisasi Dari gardu distribusi

Optimalisasi dari gardu distribusi relatif lebih mudah dilaksanakan karena hal-hal sebagai berikut

:

Daya kontak konsumen-konsumen besar pada umumnya relatif sama dengan standarisasi KVA

trafo distribusi, sehingga biasa dilayani dengan trafo tersendiri.

Tarif bisnis pada umumnya terkonsentrasi di Kota, sedangkan tarif industri di kawasan industri.

Kecenderungan golongan tarif bebn mudah diidentifikasi sekalipun pada gardu pemakaian

bersama.

F. Teknis Pelaksanaan

Pengukuran tegangan untuk optimalisasi peningkatan kinerja losses dan harga jual rata-rat kwh

dilakukan pada terminal-terminal beban atau pada titik pemakaian. Sedangkan optimlisasi untuk

memperpanjang umur operasi trafo overload, diukur pada tegangan sekunder trafo distribusi.

BAB VI

SISTEM PROTEKSI JARINGAN TEGANGAN 20KV

6.1. Pendahuluan

Sistem tenaga listrik sangat memegang peranan penting dalam semua aspek, sehingga

faktor keamanan pada pusat pembangkit listrik maupun pada jaringan tegangan menengah sangat

diperlukan.

Dalam jaringan distribusi terdapat banyak sekali gangguan yang mengakibatkan

penurunan kapasitas daya listrik yang disalurkan ke beban. Hal tersebut dapat mengganggu

mekanisme kerja penggunaan energi listrik. Maka dari itu untuk memperoleh kontinuitas

pelayanan tersebut penerapan dan penggunaan peralatan proteksi dalam mengatasai gangguan

mempunyai peranan yang sangat penting.

Peralatan pengaman dalam sistem tenaga listrik, digunakan sebagai

pengaman pada daerah - daerah tertentu. Daerah pengaman tersebut dibuat

sedemikian rupa sehingga dibeberapa bagian dalam saluran terjadi tumpang tindih

sehingga tidak ada daerah didalam sistem tenaga listrik yang tidak terlindungi.

Alat proteksi yang digunakan adalah sebuah rele dan perlengkapannya

yang bekerja memberi perintah kepada pemutus tenaga untuk membuka atau

memisahkan bagian bila terjadi gangguan.

Untuk memudahkan pengamanan terhadap gangguan, digunakan rele yang

berfungsi membuka dan menutup secara otomatis yang disebut ”reclosing

(recloser)” dimana sistem kendalinya ada pada kotak kontrol elektronik. Recloser merupakan

suatu peralatan pengaman yang dapat mendeteksi

arus lebih karena hubung singkat antara fasa dengan fasa atau fasa dengan tanah,

dimana recloser ini memutus arus dan menutup kembali secara otomatis dengan

selang waktu yang dapat diatur misal dengan setting interval reclose 1 sampai 5

detik dan setting interval reclose 2 sampai 10 detik dan pada trip ketiga recloser

akan membuka tetap dengan sendirinya karena gangguan itu bersifat permanen.

Peralatan ini digunakan sebagai pelindung saluran distrbusi dan mempunyai

peranan penting dalam perlindungan sistem daya karena saluran distribusi

merupakan elemen vital suatu jala-jala, yang menghubungkan gardu induk (GI) ke pusat – pusat

beban.

Pembatasan gangguan pelayanan dapat diukur untuk daerah sesempit

mungkin dengan cara memasang saklar-saklar bersekering yang dipasang pada

tempat-tempat strategis dan diberi pengaman lebur. Ini akan menjamin bahwa

sekering ditempat yang terdekat dengan letak gangguan akan bekerja terlebih

dahulu pada saat ganguan itu terjadi. Pada jaringan distribusi diperoleh data

bahwa 70% sampai 80% gangguan bersifat permanen yaitu gangguan yang dapat

dihilangkan atau diperbaiki setelah bagian yang terganggu itu diisolir dengan

bekerjanya pemutus daya (TS. Hautaruk,1991:4).

Permasalahan yang sering muncul pada saluran distribusi atau jaringan

tegangan menengah 20kV adalah bagaimana mengatasi suatu gangguan yang

menghambat kelancaran sistem penyaluran beban. Ada banyak jenis recloser yang

digunakan dalam mengatasi gangguan salah satunya memasang sebuah rele

otomatis yang dapat mempersempit daerah gangguan. Jenis recloser menurut

media peredaman busur apinya adalah (PLN, Pusdiklat.1997):

1. Vaccum (hampaudara)

-Nova

2. GasSF6

-Brush

-Nullec

3. Oil (minyak)

-MVE

-VWVE

Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan suatu persoalan, penegasan istilah yang

digunakan adalah:

1. Recloser adalah fasilitas tembahan pada system distribusi untuk menghindari

pemutusan transient (KG.jacson, 1981:302).

2. Sistem adalah sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama - sama untuk

melakukan suatu maksud (WJS. Poerwodarminto, 1996 : 955).

3. Proteksi adalah piranti yang dirancang untuk melindungi komponen peralatan

atau sistem listrik dari berbagai efek yang merusak ketika kondisi ab-normal

muncul selama operasi (KG.Jacson,1981:291).

6.2. Sistem Jaringan Distribusi

Sistem jaringan distribusi ditinjau dari sistem tegangannya dapat di

kelompokkan menjadi dua tegangan, yaitu distribusi tegangan rendah dan

distribusi tegangan menengah. Sistem distribusi tegangan menengah di PLN

mempunyai sistem radial dengan saluran udara dan saluran kabel tanah pada kota-

kota besar. Tegangan menengah yang digunakan saat ini adalah 20 kV.

Bila dikelompokkan berdasarkan sumber pemasukan tegangan sistem

distribusi, dapat berasal dari:

1. Pusat pembangkit tegangan rendah, disalurkan pada sistem distribusi

yang umumnya pada listrik desa.

2. Pusat pembangkit tegangan menengah, didistribusikan pada tegangan

menengah dan tegangan rendah umumnya di dapatkan di pulau - pulau

sedang atau kecil.

3. Dari sistem tegangan tinggi menggunakan trafo daya pada GI.

Sistem distribusi mempunyai fungsi menyalurkan dan mendistribusikan

tenaga listrik dari gardu induk atau pusat pembangkit ke pusat - pusat atau

kelompok beban, dengan mutu yang memadai dan keterhandalan sistem yang

tinggi.

Jadi tingkat kehandalan tinggi dapat diperoleh dengan tingkat komunitas pelayannan

yang tinggi dan frekuensi pemadaman karena gangguan rendah. Frekuansi pemadaman karena

gangguan dapat diperkecil dengan sistem proteksi yang sesuai, baik dan memadai.

6.3. Gangguan

6.3.1. Pengertian

Gangguan adalah suatu keadaan sistem yang tidak normal, sehingga

gangguan pada umumnya terdiri dari hubung singkat dan rangkaian terbuka (open

circuit). Bila hubung singkat dibiarkan berlangsung lama pada suatu sistem daya,

akan muncul pengaruh-pengaruh berikut ini :

1. Berkurangnya batas - batas keseimbangan untuk sistem daya itu.

2. Rusaknya peralatan yang berada dekat dengan gangguan yang disebabakan

oleh arus yang besar, arus yang tidak seimbang atau tegangan - tegangan

rendah yang disebabkan oleh hubung singkat.

3. Ledakan - ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung

minyak isolasi sewaktu hubung singkat, dan mungkin menimbulkan

kebakaran sehingga dapat membahayakan orang yang menanganinya dan

merusak peralatan yang lain.

4. Terpecah - pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem daya itu oleh

suatu rentetan tindakan pengaman yang diambil oleh sistem - sistem

pengaman yang berbeda - beda.

6.3.2. Sebab - Sebab Terjadinya Gangguan

Menurut Hutauruk (1991:4), ada beberapa macam gangguan tranmisi,

yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor lainnya. Faktor - faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi ialah :

1. Surja petir atau surja hubung.

Petir sering menyebabkan gangguan pada sistem tegangan tinggi sampai

150 - 500kV. Sedangkan pada sistem dibawah 20kV, yang menjadi sebab

utama adalah surja hubung.

2. Burung

Jika burung dekat pada isolator gantung dari saluran transmisi, maka

clearance (jarak aman) menjadi berkurang sehingga ada kemungkinan

terjadi loncatan api.

3. Polusi (debu)

Debu - debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang

bisa menyebabkan terjadinya loncatan bunga api.

4. Pohon - pohon yang tumbuh dekat saluran transmisi.

5. Retak - retak pada isolator.

Dengan adanya retak - retak isolator maka secara mekanis apabila ada

petir yang menyambar akan tembus (break down) pada isolator.

6.3.3. Macam–macam Gangguan

1. Gangguan pada saluran :

a) Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui tahap hubung tanah.

b) Gangguan dua fasa.

c) Gangguan dua fasa ketanah.

d) Gangguan satu fasa ketanah atau gangguan tanah.

2. Lamanya waktu gangguan :

a) Gangguan permanen

Gangguan permanen baru dapat dihilangkan atau diperbaiki setelah

bagian terganggu itu di isoler dengan bekerjanya pemutus daya.

b) Gangguan temporer

Gangguan temporer yaitu gangguan yang terjadi hanya dalam waktu singkat kemudian sistem

kembali pada keadaan normal. Misalnya gangguan yang disebabkan oleh petir atau

burung, dimana terjadi loncatan api pada isolasi udara atau minyak.

Dari berbagai macam penyebab gangguan tersebut, jenis gangguan dapat dibagi menjadi dua

kategori, yaitu:

1. Gangguan akibat hubung singkat. Termasuk hubung singkat satu atau dua

fasa ketanah (ground), hubung singkat antara dua fasa dengan tiga fasa,

atau hubung singkat antara tiga fasa dengan tanah.

2. Gangguan akibat putusnya kawat penghantar (Open Circuit) dapat terjadi

pada penghantar satu fasa, dua fasa dan tiga fasa. Dari gangguan ini

menimbulkan:

a. Kontinuitas penyaluran daya terputus.

b. Penurunan tegangan yang cukup besar dapat menyebabkan rendahnya kualitas tenaga

listrik.

c. Peralatan - peralatan yang terdapat pada tempat terjadinya gangguan akan rusak.

6.3.4. Pencegahan Gangguan

Sistem tenaga listrik dikatakan baik apabila dapat mencatu atau

menyalurkan tenaga listrik ke konsumen dengan tingkat kehandalan yang tinggi.

Kehandalan disini meliputi kelangsungan, dan stabilitas penyaluran sistem tenaga listrik.

Pemadaman listrik sering terjadi akibat gangguan yang tidak dapat diatasi

oleh sistem pengamanannya. Kehandalan ini akan sangat mempengaruhi

kelangsungan penyaluran tenaga listrik. Naik turunnya kondisi tegangan dan catu

daya listrik bisa merusak peralatan listrik.

Sebagaimana di jelaskan didepan, ada beberapa jenis gangguan pada

saluran tenaga listrik yang memang tidak semuanya bisa dihindarkan. Untuk itu

perlu dicari upaya pencegahan agar bisa memperkecil kerusakan pada peralatan

listrik, terutama pada manusia akibat adanya gangguan. Pencegahan gangguan

pada sistem tenaga listrik biasa di kategorikan menjadi dua langkah sebagai

berikut (supriyadi,1999:13) :

1. Usaha memperkecil terjadinya gangguan

Beberapa cara untuk mengurangi akibat gangguan, antara lain sebagai

berikut :

a. Membuat isolasi yang baik untuk semua peralatan.

b. Membuat koordinasi isolasi yang baik antara ketahanan isolasi peralatan dan penangkal

petir (arrester).

c. Memakai kawat tanah dan membuat tahanan tanah sekecil mungkin pada kaki menara, serta

selalu mengadakan pengecekan.

d. Membuat perencanaan yang baik untuk mengurangi pengaruh luar mekanis dan mengurangi

atau menghindarkan sebab – sebab gangguan karena binatang, polusi, kontaminasi, dan lain

- lain.

e. Pemasangan yang baik, artinya pada saat pemasangan harus mengikuti peraturan-peraturan

yang berlaku.

f Menghindarkan kemungkinan kesalahan operasi, yaitu dengan membuat prosedur tata cara

operasional dan membuat jadwal pemeliharaan yang rutin.

g. Memasang kawat tanah pada SUTT dan GI untuk melindungi terhadap sambaran petir.

h. Memasang lighting arrester (penangkal petir) untuk mencegah kerusakan pada peralatan

akibat sambaran petir.

2. Usaha mengurangi kerusakan akibat gangguan

Beberapa cara untuk mengurangi akibat gangguan, antara lain sebagai

berikut :

a. Mengurangi akibat gangguan misalnya dengan membatasi arus hubung singkat, caranya

dengan menghindari konsentrasi pembangkitan atu dengan memakai impedansi pembatas

arus, pemasangan tahanan, atau reaktansi untuk sistem pentanahannya sehingga arus

gangguan satu fasa terbatas. Pemakaian peralatan yang tahan atau handal terhadap terjadinya

arus hubung singkat.

b. Secepatnya memisahkan bagian sistem yang terganggu dengan memakai pengaman lebur atau

rele pengaman pemutus beban dengan kapasitas pemutusan yang memadai.

c. Merencanakan agar bagian sistem yang terganggu bila harus dipisahkan dari sistem tidak akan

mengganggu operasi sistem secara keseluruhan atau penyaluran tenaga listrik ke konsumen

tidak terganggu. Hal ini dapat dilakukan, misal dengan:

1. Memakai saluran ganda atau saluran yang membentuk lingkaran.

2. Memakai penutup balik otomatis.

3. Memakai generator cadangan.

d. Mempertahankan stabilitas system selama terjadinya gangguan, yaitu dengan memakai

pengatur tegangan otomatis yang cepat dan karakteristik kestabilan generator yang memadai.

e. Membuat data pengamatan gangguan sistematis dan efektif, misalnya dengan menggunakan

alat pencatat gangguan untuk mengambil langkah - langkah lebih lanjut.

6.4. Sistem Pengaman

6.4.1. Pengertian Pengaman

Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada

peralatan - peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik, seperti

generator, bus bar, transformator, saluran udara tegangan tinggi, saluran kabel

bawah tanah, dan lain sebagainya terhadap kondisi ab-normal operasi sistem

tenaga listrik tersebut.

6.4.2. Fungsi Pengaman

Kegunaan pengaman tenaga listrik antara lain (Supriadi, 1999 : 3) :

1. Mencegah kerusakan peralatan - peralatan pada sistem tenaga

listrik akibat terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang

tidak normal.

2. Mempersempit daerah yang terganggu sehingga gangguan tidak

melebar pada sistem yang lebih luas.

3. Memberikan pelayanan tenaga listrik dengan keandalan dan mutu

tinggi kepada konsumen.

4. Mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh tenaga

listrik.

Pada saat terjadi gangguan atau ketidak normalan pada sistem tenaga

listrik, misal adanya arus lebih, tegangan lebih, dan sebagainya, maka perlu

diambil suatu tindakan untuk mengatasi kondisi gangguan tersebut. Jika

dibiarkan gangguan itu akan meluas keseluruh sistem sehingga bisa merusak

semua peralatan sistem tenaga listrik yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut

diperlukan suatu sistem pengaman yang handal.

Pengaman pada sisatem tenaga listrik pada dasarnya terdiri atas

pemutus tenaga (PMT) atau circuit breaker (CB) yang bekerja memutus

rangkaian jika terjadi gangguan yang operasinya dikendalikan oleh rele

pengaman.

Rusaknya peralatan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada

sistem daya, dimana pada sistem daya proses peniadaan hubung singkat di

laksanakan secara otomatis tanpa campur tangan manusia. Peralatan ini

sebagai sistem perlindungan atau sistem pengaman (protection system).

6.4.3. Daerah-Daerah Perlindungan Pengaman (Proteksi)

Batas setiap daerah menentukan bagian sistem daya sedemikian rupa

sehingga untuk gangguan yang terjadi didalam daerah tersebut, sistem proteksi

yang bertanggung jawab akan bertindak untuk memisahkan semua gangguan

yang berada di daerah itu untuk seluruh bagian yang lain dari sistem. Karena pemisah (pemutus

daya = de-energization) dalam keadaan terganggu tadi

dialakukan oleh pemutus rangkaiaan, jelas bahwa pada setiap titik hubungan

antara peralatan didalam daerah itu dengan bagian lainnya dari sistem harus

menyisipkan pemutus rangkaian (Stevenson,1990 : 319).

Gambar 6. 1. Daerah Proteksi

Keterangan gambar :

1. Daerah pelindungan pembangkit.

B=Breaker

2. Daerah pelindungan trafo tenaga.

P=Daerah Gangguan

3. Daerah pelindungan ril.

T=Transduser

4. Daerah pelindungan saluran tranmisi

R=Rele

5. Daerah pelindungan ril.

G=Generator

Pada gambar diatas bagian sistem daya terdiri dari satu generator, dua transformator, dua saluran

transmisi dan tiga buah ril dilukiskan oleh diagram segaris. Garis putus-putus dan tertutup

menunjukkan pembagian sistem daya kedalam lima daerah proteksi. Masing-masing daerah

mengandung satu atau beberapa komponen sistem daya disamping dua buah pemutus rangkaian.

Setiap pemutus dimasukkan kedalam dua daerah proteksi yang berdekatan. Daerah 1, misal

mengandung generator, transformatornya yang berhubungan, dan saluran penghubung antara

generator dan transformator itu. Daerah 3 hanya suatu saluran transmisi. Daerah 1 dan 5 masing-

masing mengandung dua komponen system daya.

Aspek penting lainnya tentang daerah proteksi adalah bahwa daerah yang

berdekatan selalu tumpang tindih (overlap). Hal ini memang perlu karena jika

tidak demikian, maka bagian kecil sistem yang berada diantara daerah yang

berdekatan, betapapun kecilnya akan dibiarkan tanpa proteksi, jika kebetulan

terjadi gangguan dibagian yang saling menutupi, maka bagian yang lebih besar

dari sistem daya ( yaitu yang berhubungan dengan kedua daerah yang saling

tumpang tindih ) akan dipisah dan tidak akan memberikan pelayanan. Untuk itu

mengurangi kemungkinan semacam ini hingga sekecil-kecilnya, bagian yang

tumpang tindih dibuat sekecil mungkin.

6.5. Rele Pengaman

6.5.1. Pengertian

Pada saat terjadi gangguan atau ketidak normalan pada sistem tenaga

listrik misalnya ada arus lebih, tegangan lebih, atau sebagainya, maka perlu

diambil suatu tindakan untuk mengatasi kondisi gangguan tersebut. Jika

dibiarkan, gangguan itu akan meluas ke seluruah sistem sehingga bisa merusak

seluruh peralatan sistem tenaga listrik yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut,

mutlak diperlukan suatu sistem pengaman yang handal. Salah satu komponen yang penting untuk

pengaman tenaga listrik adalah rele pengaman (protection

relay).

Rele pengaman adalah suatu piranti, baik elektronik atau magnetic yang

direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi ketidak normalan pada peralatan

listrik yang bisa membahayakan atau tidak diinginkan. Jika bahaya itu muncul

maka rele pengaman secara otomatis memberikan sinyal atau perintah untuk

membuka pemutus tenaga agar bagian terganggu dapat dipisahkan dari sistem

yang normal. Rele pengaman dapat mengetahui adanya gangguan pada peralatan

yang perlu diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran - besaran

yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi, dan lain

sebagainya sesuai dengan besaran yang telah ditentukan. Alat tersebut kemudian

akan mengambil keputusan seketika dengan perlambatan waktu membuka

pemutus tenaga atau hanya memberikan tanda tanpa membuka pemutus tenaga.

Pemutus tenaga dalam hal ini harus mempunyai kemampuan untuk memutus arus

hubung singkat maksimum yang melewatinya dan harus mampu menutup

rangkaian dalam keadaan hubung singkat dan kemudian membuka

kembali.(Supriyadi,1999 : 21).

6.5.2. Fungsi Rele

Pada prinsipnya rele pengaman yang di pasang pada sistem tenaga listrik

mempunyai tiga macam fungsi (Supriyadi, 1999 : 22) yaitu :

1) Merasakan, mengukur, dan menentukan bagian sistem yang terganggu

serta memisahkan secepatnya.

2) Mengurangi gangguan kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang

terganggu.

3) Mengurangi pengaruh gangguan terhadap sistem yang lain yang tidak

terganggu dalam sistem tersebut serta dapat beroperasi normal, juga

untuk mencegah meluasnya gangguan.

6.5.3. Persyaratan Rele Pengaman

Pada sistem tenaga listrik, rele memegang peran yang sangat penting.

Pengaman berkualitas yang baik memerlukan rele pengaman yang baik pula.

Untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh rele pengaman

(Supriyadi, 1999 : 22), seperti tersebut dibawah ini

1. Keterandalan (reliability)

Pada kondisi normal atau tidak ada gangguan, mungkin selama

berbulan - bulan atau lebih rele tidak bekerja. Seandainya suatu saat terjadi

gangguan maka rele tidak boleh gagal bekerja dalam mengatasi gangguan

tersebut. Kegagalan kerja rele dapat mengakibatkan alat yang diamankan

rusak berat atau gangguannya meluas sehingga daerah yang mengalami

pemadaman semakin luas.

Rele tidak boleh gagal kerja, artinya rele yang seharusnya tidak

bekerja, tetapi bekerja. Hal ini menimbulkan pemadaman yang tidak

seharusnya dan menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Keandalan rele

pengaman di tentukan dari rancangan, pengerjaan, beban yang digunakan,

dan perawatan.

2) Selektivitas (selectivity)

Selektivitas berarti rele harus mempunyai daya beda (discrimination)

terhadap bagian yang terganggu, sehingga mampu dengan tepat memilih

bagian dari sistem tenaga listrik yang terkena gangguan. Kemudian rele

bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam jangkauan

pengamanannya. Tugas rele untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi

pada daerah dan pengamanannya dan memberikan perintah untuk membuka

pemutus tenaga dan memisahkan bagian dari sistem yang terganggu. Letak

pemutus tenaga sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari sistem dapat

dipisahkan. Dengan demikian bagian sistem lainnya yang tidak terganggu

jangan sampai dilepas dan masih beroperasi secara normal, sehingga tidak

terjadi pemutus pelayanan. Jika terjadi pemutusan atau pemadaman hanya

terbatas pada daerah yang terganggu.

3) Sensitivitas (sensitivity)

Rele harusnya mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap besaran

minimal (kritis) sebagaimana direncanakan. Rele harus dapat bekerja pada

awal terjadinya gangguan. Oleh karena itu, gangguan lebih mudah diatasi

pada awal kejadian. Hal ini memberikan keuntungan dimana kerusakan

peralatan yang harus diamankan menjadi kecil. Namun demikian rele harus stabil, artinya:

a. Rele harus dapat membedakan antara arus gangguan atau arus beban maksimum.

b. Pada saat pemasukan trafo daya, rele tidak boleh bekerja karena adanya arus inrush, yang

besarnya seperti gangguan, yaitu 3 sampai 5 kali arus beban maksimum.

c. Rele harus dapat membedakan adanya gangguan atau ayunan beban.

4) Kecepatan kerja

Rele pengaman harus dapat bekerja dengan cepat jika ada gangguan,

misalnya isolasi bocor akibat adanya gangguan tegangan lebih terlalu lama

sehingga peralatan listrik yang diamankan dapat mengalami kerusakan. Pada

sistem yang besar atau luas, kecepatan kerja rele pengaman mutlak

diperlukan karena untuk menjaga kestabilan sistem agar tidak terganggu.

Hal ini untuk mencegah rele salah kerja karena transient akibat surja petir.

5) Ekonomis

Satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai persyaratan rele pengaman adalah masalah

harga atau biaya. Rele tidak akan diaplikasikan dalam sistem tenaga listrik jika harganya mahal.

Persyaratan reabilitas, sensitivitas, selektivitas, dan kecepatan kerja rele hendaknya tidak

menyebabkan harga rele menjadi mahal.

6.5.4. Jenis – Jenis Rele

Pada dasarnya sistem perlindungan arus lebih yang digunakan pada

saluran distribusi maupun pada saluran transmisi tidak berdiri sendiri artinya

dalam pengoperasiannya, dibantu oleh rele lain, yaitu (Sulasno, 1993: 345):

a. Rele arus lebih

Adalah rele perlindungan yang bekerja apabila arus yang melewati

daerah pengaman (zone protection) melebihi arus penyetelan dari rele arus

tersebut dan memerintahkan PMT (pemutus tenaga) untuk segera memisahkan daerah

terganggu secara otomatis.

b. Rele arah

Adalah reale yang bekerja bila arus gangguan mempunyai arah tertentu

dan arah sebaliknya tidak bekerja. Apabila rele arah ini digabung dengan rele arus lebih

maka rele tersebut akan diakatakan sebagai rele arus lebih terarah.

c. Rele gangguan tanah

Adalah rele yang bekerja apabila terjadi gangguan hubung singkat

ketanah atau antara fasa ketanah.

d. Rele penutup kembali (auto reclosing)

Apabila pemutus tenaga yang dibuka pada waktu terjadi gangguan

dapat ditutup kembali secara otomatis sesudah waktu tertentu maka proses ini dinamakan

penutup kembali.

e. Rele jarak atau impedansi

Rele jarak bekerja atas dasar perbandingan tegangan (V) dan arus (I)

yang terukur pada lokasi rele dimana rele tersebut ditempatkan pada saat

terjadinya gangguan. Apabila V / I yang terukur lebih kecil dari V / I yang

diamankan atau impedansi (L) saluran yang diamankan rele bekerja. Oleh

karena impedansi saluran transmisi sebanding dengan jarak maka rele

impedansi juga disebut rele jarak.

f. Rele turun tegangan

Apabila terjadi gangguan pada saluran transmisi yang mengakibatkan

tegangan sistem turun dibawah harga penyetelan rele ini, maka rele turun

tegangan bekerja.

g. Rele waktu

Rele waktu ini akan bekerja sesuai sifat penyetelan dan berfungsi

sebagai penghambat kerja penjatuhan pemutus tenaga yang disesuaikan

dengan lokasi gangguan.

h. Rele perasa (statter)

Rele ini bekerja paling awal untuk merasakan gangguan yang

selanjutnya menghidupkan rele yang lain untuk beroperasi (menghidupkan

rele pengukur atau rele waktu).

BAB VII

PENUTUP BALIK OTOMATIS (AUTO CIRCUIT RECLOSER)

7.1. Pengertian

Recloser adalah rangkaian listrik yang terdiri pemutus tenaga yang

dilengkapi kotak kontrol elektonik (Electronic Control Box) recloser, yaitu suatu

peralatan elektronik sebagai kelengkapan recloser dimana peralatan ini tidak

berhubungan dengan tegangan menengah dan pada peralatan ini recloser dapat

dikendalikan cara pelepasannya. Dari dalam kotak kontrol inilah pengaturan

(setting) recloser dapat ditentukan.

Alat pengaman ini bekerja secara otomatis guna mengamankan suatu

sistem dari arus lebih yang diakibatkan adanya gangguan hubung singkat. Cara

bekerjanya adalah untuk menutup balik dan membuka secara otomatis yang dapat

diatur selang waktunya, dimana pada sebuah gangguan temporer, recloser tidak membuka tetap

(lock out), kemudian recloser akan menutup kembali setelah

gangguan itu hilang. Apabila gangguan bersifat permanen, maka setelah membuka

atau menutup balik sebanyak setting yang telah ditentukan kemudian recloser

akan membuka tetap (lock out).

7.2. Fungsi Recloser

Pada suatu gangguan permanen, recloser berfungsi memisahkan

daerah atau jaringan yang terganggu sistemnya secara cepat sehingga dapat

memperkecil daerah yang terganggu pada gangguan sesaat, recloser akan

memisahkan daerah gangguan secara sesaat sampai gangguan tersebut akan

dianggap hilang, dengan demikian recloser akan masuk kembali sesuai

settingannya sehingga jaringan akan aktif kembali secara otomatis.

Untuk lebih lengkapnya dibawah ini adalah beberapa setting waktu

pada gangguan yang terjadi:

1) Setting recloser terhadap gangguan prmanen

Interval 1st :5detik

2 nd :10 detik Lock out :3X trip (reclose 2X)

Reset delay :90 detik

2) Setting recloser terhadp gangguan sesaat sama dengan gangguan

permanen yang membedakan adalah tidak ada trip ke 3.

7.3. Selang Waktu Penutup Balik Recloser

Ada bermacam-macam selang penutup kembali atau recloser interval

dari recloser adalah sebagai berikut terjadi:

1. Menutup balik seketika atau instantaneous reclosing

Membuka kontak paling singkat, agar tidak mengganggu daerah-daerah

beban yang terdiri dari motor industri,irigasi,dan daerah yang tidak boleh

padam terlalu lama.

Ini sering dikerjakan untuk reclosering pertama dari urutan reclosering.

Kerugian dari penutup pertama adalah cukup waktu untuk menghilangkan

gangguan transient, seperti gangguan akibat cabang pohon yang mengenai

penghantar, benang layang-layang, ionisasi gas dari bunga api yang timbul

waktu gangguan dan belum hilang dalam waktu-waktu yang relatif singkat.

2. Waktu tunda (time delay)

a. Menutup kembali 2 detik

Diharapkan dalam selang waktu ini telah cukup waktu untuk menghilangkan gangguan,

transient dan menghilangkan ionisasi gas. Bila digunakan diantara fuse trip operational,

maka waktu 2 detik ini cukup untuk mendinginkan di fuse beban.

b. Menutup kembali 5 detik.

Selang waktu ini sering digunakan diantara operasi penjatuh tunda dari

recloser substantion untuk memberikan kesempatan guna pendingin fuse disisi sumber,

maka waktu 5 detik ini cukup untuk mendinginkan fuse disisi beban.

c. Waktu reclosing yang lebih lama (longer reclosing interval)

Yaitu selang 10 detik, 15 detik dan seterusnya, biasanya digunakan bila

pengaman cadangan terdiri dari breaker yang terkontrol rele. Ini

memungkinkan timing disc pada rele lebih mempunyai cukup waktu untuk reset.

7.4. Cara Kerja Recloser

Waktu membuka dan menutup pada recloser dapat diatur pada kurva

karakteristiknya. Secara garis besarnya adalah sebagai berikut (PLN (Persero)

1997 : PBO) :

1. Arus yang mengalir normal bila tidak terjadi gangguan.

2. Ketika terjadi sebuah gangguan, arus yang mengalir melalui recloser

membuka dengan operasi “fast”.

3. Kontak recloser akan menutup kembali setelah beberapa detik, sesuai

setting yang ditentukan. Tujuan memberikan selang waktu adalah memberi

kesempatan agar gangguan tersebut hilang dari sistem, terutama gangguan

yang bersifat temporer.

4. Apabila yang terjadi adalah gangguan permanen, maka recloser akan

membuka dan menutup balik sesuai setting yang ditentukan dan kemudian

lock out.

5. Setelah gangguan permanen dibebaskan oleh petugas, baru dapat

dikembalikan pada keadaan normal.

7.5. Klasifikasi Recloser

Reclose dapat diklasifikasiakan sebagai berikut :

a. Menurut jumlah fasanya recloser dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Fasa tunggal

Recloser ini dipergunakan sebagai pengaman saluran fasa tunggal, misalnya saluran

cabang fasa tunggal dari saluran utama fasa tiga.

2. Fasa tiga

Fasa tiga umumnya untuk mengamankan saluran tiga fasa terutama pada

saluran utama.

b. Menurut media redam busbar apinya adalah :

1. Media minyak (Bulb Oil)

2. Media hampa udara (Vaccum)

3. Media gas SF 6

c. Menurut peralatan pengendalinya adalah :

1. Recloser terkendali hidraulik

Recloser ini mengguanakan kumparan penjatuh yang dipasang seri terhadap beban (seri

trip coil). Bila arus yang mengalir pada recloser 200% dari arus setting-nya, maka kumparan

penjatuh akan menarik tuas yang secara mekanik membuka kontak utama recloser.

2. Recloser terkontrol elektronis

Cara kontrol elektronis lebih fleksibel, lebih mudah diatur dan diuji secara lebih teliti

dibanding recloser terkontrol hidrolis. Perlengkapan elektrolis diletakkan dalam kotak yang

terpisah. Pengubah karakteristik, tingkat arus penjatuh, urutan operasi dari recloser terkontrol

elektronis dapat dilakukan dengan mudah tanpa mematikan dan mengeluarkan dari tangki

recloser.

7.6. Cara Pengoperasian Recloser

Dalam pendeteksian gangguan recloser yang akan kita bahas yaitu

recloser tipe VWVE menggunakan kotak kontrol elektronik sebagai

pengaturannya maka dari itu kita perlu mengetahui tentang kotak kontrol

elektroniknya. Dibawah ini adalah gambar rangkaian kotak kontrol elektronis pada recloser:

Gambar 7.1. Rangkaian Kotak Kontrol Elektronik

Gambar 7.2. Diagram Satu Garis Current Transformer Pada Recloser

Pada gambar 7.1. diatas arus jaringan yang dirasakan oleh ke3 buah

bushing pada bagian recloser circuit yang telah diturunkan oleh current

transformer terlebih dahulu dengan perbandingan 1000/1A (gambar 7.2.) akan

dikirim ke kotak kontrol pada bagian sensing circuit (melalui control cable)

yang secara terus menerus memonitor kondisi arus. Bila arus yang mengalir

melewati harga dari minimum trip resistor maka level detection and timming

circuit akan bekerja dengan mengirim sinyal ke trip circuit sesuai dengan

kurva arus waktu yang ditentukan dalam time current plug dan trip circuit ini

akan mengirim perintah ke recloser trip coil untuk bekerja. Setelah recloser

trip coil bekerja maka sequence relay mulai bekerja sesuai dengan urutan

waktu yang telah ditentukan dari waktu kerja (trip) pertama, setelah waktu

yang ditentukan selesai maka sequence relay akan mengirim sinyal ke

reclosing circuit yang selanjutnya mengirim perintah ke reloser close

initiating solenoid untuk bekerja. Jika gangguan tersebut adalah gangguan

permanen maka kotak kontrol elektronik tersebut akan bekerja sebanyak tiga

kali dan pada trip yang ke tiga sequence relay pada trip circuit akan membuka

sehingga recloser akan lock out.

Jika gangguan yang terjadi bersifat sesaat maka setelah reloser close

initiating solenoid bekerja kembali dan sensing circuit tidak merasakan

adanya arus yang melewati dari harga minimum trp resistor waktu yang telah

ditentukan dalam reset delay plug maka reset akan bekerja dan seluruh

rangkaian akan kembali seperti semula (sebelum terjadi gangguan).

Gambar 7.3. Elektronic Control Box

Keterangan gambar :

1. Phase trip sequence selector

Untuk memilih jumlah trip cepat pada gangguan fasa yang kurva arus

waktunya diprogram seperti pada pase trip timming socket 1.

2. Lock out selector

Untuk memilih jumlah total operasi sampai lock out (mengunci).

3. Ground trip sequence selector

Untuk memilih jumlah operasi trip cepat pada gangguan tanah yang kurva

arusnya diprogram seperti pada ground trip timming socket 1.

4. Minimum Trip Resistor

Untuk menyetel level arus trip minimum untuk ground dan masing -

masing fasa. Tahanan catrige ini ditandai dengan arus primer.

5. Operation counter

Menunjukkan jumlah total trip.

6. Sequence Relay.

Langkah-langkah kontrol melalui uirutan operasinya

7. Ground Trip Blok/Normal Operation Switch

Memblok semua trip gangguan tanah dalam posisi keatas menengah

operasi tanpa sengaja.

8. Manual Control Switch

Ada 2 Posisi Posisi trip :

Posisi open :

Penutup balik mengunci, memberikan urutan rele sampai urutan mengunci dan memutus

baterai.

Posisi close :

Penutup balik menutup mengembalikan rele urutan (sequence relay)

keposisi start dan menghubungkan kembali batterai. Dipertahankan dalam posisi close

menolak cold load inrush dengan memblok operasi trip cepat. Tetapi akan mengunci dalam

posisi close, untuk gangguan permanen.

9. Control fuse

Memproteksi terhadap aliran battere jika sumber rangkaian tegangan

demikian rendah untuk menutup balik (recloser).

10. Non reclosing / normal closing switch

Menyetel kotrol untuk sekali buka tutup dan lock out (mengunci) dalam

posisi non reclosing tanpa mengganggu penyetelan operasi to lock out

selector.

11. Lamp test / lock out indicating switch.

Menguji kondisi lampu signal dan mengecek untuk lock out (mengunci).

12. Lock out indikator signal lamp

Memberi indikasi secara visual untuk kontrol lock out bila lock out test

switch dioperasikan.

13. Batery test terminals

Memberikan jalan untuk test tegangan battery dan laju pengisian.

14. Reset Delay Plug

Menentukan interval tunda waktu sebelum kontol reset setelah penutupan

berhasil selama urutan operasi. Nilai penundaan ditentukan oleh posisi dari

plug dalam socket.

15. Pase Trip Timming Plugs

Memberikan suatu variasi kurva arus yang diintegrasikan pada individu

plug, untuk mengkoordinasi operasi trip fasa terhadap pengaman cadangan

dan pengaman disisi hilir.

16. Ground Trip Timming Plug

Memberikan suatu variasi kurva arus waktu yang diintegrasikan pada

individu plug untuk mengkoordinasi operasi trip ground terhadap

pengaman cadangan dan pengaman disisi hilir.

17. Reclosing Interval Plug

Menentukan interval tunda untuk masing - masing operasi penutup balik.

Harga tunda waktu ini ditentukan oleh posisi dari plug soket. Instant plug

hanya untuk interval reclose (penutup balik) pertama.

Pada recloser tipe VWVE merek cooper, busur api yang ditimbilkan

pada saat pelepasan maupun pemasukannya di padamkan dengan

menggunakan media minyak. Sarana pemasukannya digerakkan oleh selenoid

closing oil yang mendapat sumber tegangan 20kV pada sisi sumber, sedang

pengendaliannya menggunakan remot melalui elektronik control box dengan

tegangan 24 volt yang diperoleh dari batere yang diisi terus menerus.

Syarat pemasuakan recloser tipe VWVE merek cooper :

1. Recloser tipe VWVE merek cooper pemasukannya sepenuhnya dilakukan

oleh selenoid closing oil, di mana alat ini terpasang didalam recloser dan

tersambung dengan tegangan 20 kV maka syarat umumnya adalah harus

ada tegangan 20 kV.

2. Sumber tegangan DC 24 volt dari battery cadmium.

3. DC fuse 0,38 A, dalam keadaan baik.

4. Reset trip manual stik, yang ada diujung samping atas recloser harus

selalu pada posisi reset.

7.7. Recloser Tipe VWVE (Vaccum Withstand Voltage Electronical) Merek Cooper

Recloser adalah sebuah alat proteksi atau pengaman pada jaringan

tegangan menengah 20 kV. Cara kerja recloser mengamankan dan melindungi manusia atau

komponen listrik yang vital yaitu dengan memutus aliran listrk

pada daerah yang terjadi gangguan secara otomatis secepat mungkin sehingga tidak mengganggu

sistem jaringan yang lain.

Ganbar 4 dibawah ini adalah sebuah recloser tipeVWVE merek cooper,

sedang pada gambar 5 a,b,dan c menunjukkan ukuran fisik dari recloser. Pada

gambar 6 menunjukkan bagian - bagian recloser tipe VWVE merek cooper.

Gambar7.4. Recloser Tipe VWVE Merek Cooper

Gambar 7.5.a. Tampak Depan

Gambar 7.5.b.Tampak Samping

Gambar 7.5.a. Tampak Atas

Gambar 7.6. Bagian-bagian Dari Recloser Tipe VWVE Merek Cooper.

Keteranagan gambar :

1. Closing tool untuk memasukkan tongkat yang digunakan untuk mereclose

recloser secara manual.

2. Closing selenoid contactor sebagai tenaga untuk mereclose recloser secara

otomatis setelah mendapat sinyal dari kotak kontrol.

3. Fuse berfungsi untuk melindungi sistem ketika closing selenoid gagal

bekerja.

4. Insulating support sebagai penopang vaccum interrupter yang terbuat dari

fiberglass.

5. Sleet hold tempat operasi manual dan sebagi petunjuk indicator posisi.

6. Current exchange terbuat dari beryllium-cooper untuk hambatan yang

rendah dan ketahanan yang tinggi.

7. Vaccum interrupter sebagai tenaga recloser untuk trip dan sebagai media

peredam bunga api.

7.8 Recloser Sebagai Sistem Proteksi Pada Jaringan 20 Kv.

7.8.1. Gangguan Permanen

Gambar 7. 7. Gangguan Permanen Pada Jaringan

Jika pada daerah A (pada gambar 7 diatas) terjadi gangguan permanen

atau gangguan tetap maka recloser akan memutus (trip) selama tiga kali dan

recloser akan reclose sebanyak dua kali. Untuk lebih jelasnya kita lihat grafik

berikut :

Gambar 7. 8. Grafik Pemutus Recloser Jika Terjadi Gangguan Tetap

Jika terjadi gangguan permanen (gambar 8) maka recloser akan

memutus dan dalam waktu 5 detik recloser akan reclose atau masuk

(menutup) dan karena gangguan yang terjadi adalah gangguan tetap maka

recloser akan kembali memutus dan dalam waktu 10 detik akan kembali

menutup (reclose) dan selanjutnya akan kembali membuka untuk yang ketiga

kalinya untuk kemudian recloser akan lock out dan baru dapat dihubungkan

lagi secara manual setelah daerah yang terjadi gangguan dapat diatasi.

7.8.2. Gangguan Sesaat

Jika terjadi gangguan sesaat akibat sambaran petir (pada gambar 9 dan

10) maka recloser akan membuka (trip) dan 5 detik kemudian akan menutup

(reclose) kembali dan setelah itu recloser akan kembali beroperasi seperti biasa.

Gambar 7. 9. Recloser Mengalami Gangguan Sesaat

Gambar 7.10. Grafik Pemutus Recloser Jika Terjadi Gangguan Sesaat

7.8.3. Gangguan Semi Permanen

Jika terjadi gangguan semi permanen (biasa disebabkan oleh dahan

pohon yang melintang diatas jaringan akibat terkena tiupan angin), recloser

akan reclose berulang - ulang setiap gangguan terjadi tetapi apabila gangguan

tersebut sudah melewati reset time (gambar 11). Reset time ini diatur (setting)

dalam jangka waktu 60-120 detik.

Gambar 7.11. Grafik Pemutus Recloser Jika Terjadi Gangguan Semi Permanen

7.9. Pemasangan Recloser Pada Jaringan

Gambar 7.12. Pemasangan Recloser Pada Tiang Jaringan

Recloser dipasang pada jarak 8 Km (PLN, Recloser 1999). Jarak tersebut dipasang antara

PMT pada gardu induk dengan recloser yang pertama (terdekat). Sedangkan untuk memasang

recloser yang kedua tetap sama dengan pemasangan recloser yang kesatu atau juga dengan

mempertimbangkan kondisi yng dilewati jaringan. Tujuan dari dipasang recloser tersebut adalah

(PLN,Recloser 1999) :

1. Melindungi suatu peralatan listrik yang relative nilai harganya lebih mahal

atau penting, agar tidak terjadi kerusakan yang total.

2. Sebagai pengaman terhadap keselamatan pekerja atau mesyarakat terhadap

bahaya listrik.

Pemasangan recloser sebagai sietem proteksi pada jaringan distribusi

tegangan menengah 20 KV sederhana, sepanjang jaringan tersebut beroperasi

secara radial atau satu arah (gambar 13).

Gambar 7.13. Pemasangan Recloser Pada Jaringan Yang Beroperasi Secara Radial

BAB VIII

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang diperoleh dari pengamatan secara

langsung dan data-data selama melakukan Praktek Kerja Lapangan di PT. PLN (PERSERO)

Area Pelayanan dan Jaringan Semarang bertempat di Pemuda Nomor 93 Semarang, maka

penulis mempunyai kesimpulan dan saran yang sekiranya dapat membangun bagi kedua belah

pihak, yaitu pihak PT. PLN (PERSERO) Area Pelayanan dan Jaringan Semarang dan

POLITEKNIK Negeri Semarang. Diantaranya adalah :

SIMPULAN :

PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang bekerja untuk konsumen, pengusaha kecil dan industri

dalam hal penyediaan dan pelayanan jasa penyediaan tenaga listrik.

Selain proses penyediaan tenaga listrik, PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang dalam pelayanan

jasanya juga mengutamakan kehandalan sistem distribusi guna menjamin mutu pelayanan

pada konsumen (masyarakat).

Sistem proteksi distribusi merupakan salah satu factor utama dalam menjamin keberlanjutan

proses penyaluran tenaga listrik dari pembangkit pada konsumen, karena sistem proteksi

melindungi jaringan dari kerusakan yang disebabkan oleh gangguan yang dapat timbul

karena berbagai factor.

Recloser merupakan alat proteksi jaringan distribusi tegangan menengah (JTM) yang berfungsi

untuk mengamankan jaringan dari kerusakan yang disebabkan gangguan sementara atau

permanen, alat pengaman ini bekerja secara otomatis guna mengamankan suatu sistem dari

arus lebih yang diakibatkan adanya gangguan hubung singkat.

SARAN

Setelah menyelesaikan praktek kerja lapangan penyusun ingin memberikan saran-saran yang

mungkin dapat memberikan manfaat :

Saran kepada PT. PLN (PERSERO) APJ Semarang :

Perlunnya peningkatan kerjasama antara perusahaan dalam hal ini PT.PLN (PERSERO) APJ

Semarang dengan pihak pendidikan dalam hal ini POLITEKNIK NEGERI Semarang untuk

dalam pengmbangan teknologi tepat guna untuk masyarakat.

Pengembangan teknologi recloser yang masih menggunakan sistem analog dengan recloser yang

baru yaitu dengan sistem digital berbasis mikrokontroler agar lebih efisien dan lebih handal

dalam pengoperasian dan dapat dipantau opersai kerjanya dari sistem seperti sitem SCADA.

Saran kepada POLITENIK NEGERI SEMARANG :

Perlunnya peningkatan kerjasama antara perusahaan, dalam hal ini PT.PLN (PERSERO) APJ

Semarang dengan pihak pendidikan dalam hal ini POLITEKNIK NEGERI Semarang untuk

pengembangan teknologi tepat guna untuk masyarakat.

Mengingat pentingnya mikrokontroler di pabrik/industri, maka mata kuliah mikrokontroler

sebaiknya menjadi titik berat dalam pembelajaran dalam kuliah, hal ini dimaksudkan karena

disamping perkembangan teknologi mikrokontroler yang sudah sangat berkembang juga

disebabkan aplikasi mikrokontroler di pabrik/industri yang sudah sangat rumit dan kompleks.

top related