laporan meningitis bakterialis
Post on 08-Feb-2016
53 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Identitas pasien
Nama : An. R
Usia : 8 tahun
Agama : Islam
Suku : Etnis sunda
Alamat : Kp. Waru Doyong
Reg,Med : C 1126
Masuk RS : minggu 10/07/11
Anamnesis : 10/07/11
Anamnesa (Alloanamnesis)
Keluhan Utama
Kejang sejak pagi ini SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang sebanyak 3x dengan lama ± 5 menit dan sebelumnya belum pernah,
kejang pada seluruh tubuh dengan posisi dekortikasi. Demam sejak 7 hari SMRS,
terus-menerus, muncul mendadak, batuk (-), pilek (-), muntah (-), sakit kepala (+)
dirasakan pada seluruh kepala, , BAB normal tidak berwarna hitam dan tidak cair,
BAK normal berwarna kuning, keluar darah dari hidung disangkal, bercak merah
disangkal, tidak pernah pergi keluar kota sebelumnya, tidak ada yang seperti ini
dirumah ataupun sekitar rumah, pasien tidak pernah tertusuk paku sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
hal yang sama disangkal, TB disangkal
Riwayat Pengobatan
sudah diobati sebelumnya dipuskesmas, namun tidak ada perubahan pasien mengaku
obat yang diberi hanya penurun panas dan antibiotik
Riwayat Penyakit Keluarga
Hal yang sama disangkal, epilepsi disangkal, TB disangkal
Riwayat Kelahiran dan Kehamilan
Pengantar pasien tidak tahu
Riwayat Imunisasi
Pengantar pasien tidak tahu
Pertumbuhan dan Perkembangan
o Motorik kasar : pasien sudah bisa berlari
o Motorik halus : menulis, menggambar, mencontoh
o Bahasa : memahami kata
o Personal sosial : bersosialisasi dengan teman sebaya
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran :somnolen
Tanda Vital :
– Suhu : 40,2 0 C
– Nadi : 120 x/menit
– RR : 75 x/menit
– Tekanan darah : tidak diukur
Status Gizi
– BB : 25 kg
– TB : tidak diukur
– Status gizi : BB/U : 96 % (baik)
Status Generalisata
Kepala Normocephal, UUB teraba cembung
Mata Conjuctiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, reflek pupil (+/+), pupil isokor
Hidung PCH (-), sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga sekret (-)
Mulut mukosa bibir tampak kering, lidah kotor (+)
Leher pembesaran KGB (-), Thyroid (-)
Dada
Inspeksi Bentuk dan gerak Simetris, tampak retraksi dinding dada
Palpasi
Perkusi
Auskultasi Vesiculer, ronchi (-/-), wheezing (-/-), BJ I dan II murni reguler
Abdomen
Inspeksi Tampak datar
Auskultasi BU (+)
Perkusi Tymphani
Palpasi Nyeri tekan epigastrium (+), Opisthotonus (+), hepar tidak teraba, spleen tidak teraba.
Ekstremitas
Superior Tonus meningkat, Edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior Kernig sign (+),Tonus meningkat, edema (-/-), sianosis (-/-)
Status neurologis
Kaku kuduk (+) Motorik 5 5
Brudzinsky I (-) 5 5
Brudzinsky II (-) Sensorik 5 5
Brudzinsky III (-) 5 5
Babinsky (-)
Reflex fisiologis N/N
Pemeriksaan Laboratorium
RBC
5,58
Hb 12,3HCT 37,7MCV 67,6MCH 22,0MCHC 32,6PLT 55
RDW 15,9PCT 0,04MPV 7,6PDW 16,6Widal STO (+) 1/160Widal STH (-)
Resume
Dari anamnesis pasien mengeluh demam terus-menerus, muncul mendadak, sakit kepala (+) dirasakan pada seluruh kepala, kejang (+) sebanyak 3x dengan lama ± 5 menit dan sebelumnya belum pernah
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit berat dengan kesadaran somnolen suhu 40,20C, RR : 75x/menit, pada ubun-ubun teraba menonjol, lidah tampak kotor, kaku kuduk (+),opisthotonus (+), kernig sign (+)
Hasil Lab menunjukkan trombositopenia
Diagnosa Kerja
• Meningitis + typhoid fever
WBC 15,0LY% 11,8MO% 4,5GR% 83,7LY# 1,8MO# 0,7GR# 12,5
Diagnosa Banding
– Encephalopathy typhosa
– Encephalopathy + typhoid fever
– Tetanus + typhoid fever
Rencana Terapi
• O2 l/ menit
• RL 25 x 50 /96
• Propyretic supp 240 mg
• Diazepam 0,5 mg/kgBB
• Dexamethason 3 x 5 mg
• Sementara puasakan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Meningitis
DEFINISI
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang
mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003)
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal
dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui
udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim., 2007)
ETIOLOGI
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus,
Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002)
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
Usia Penyebab tersering< 1 bulan E.Coli, grup B.Streptococcus, L.
monocytogenes1 – 3 bulan E.Coli, grup B Streptococcus,
Rencana Diagnosa
• Pungsi lumbal
• CT scan
L.monocytogenes, H.influenzae tipe B, S.pneumoniae
3 bulan – 18 tahun H.influenzae, N.menigitidis, S.pneumoniae
ANATOMI FISIOLOGI
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Pia meter
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan
sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur
ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
c. Dura meter
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s
dan Brudzinky positif. (Harsono., 2003)
Gejala klasik nya adalah kaku kuduk, nyeri kepala, dan demam. Namun dapat juga
ditemukan mual dan muntah yang mendadak serta perubahan tingkah laku, seperti kejang,
mengantuk, dan nafsu makan yang menurun.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang
menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek,
mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal
dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang
terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih
keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran
seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002)
Juga terdapat gejala peningkatan dari tekanan intra kranial (TIK), seperti Papiledema /
midriasis, Paresis, Konvulsif, Pernapasan cheyne stokes, ubun-ubun anterior yang menonjol
serta Rangsang meninges seperti Kaku kuduk, Opisthotonus, Kerniq dan brudzinsky sign.
PATOGENESA
Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui :
Trauma terbuka kepala
Operasi
Fraktur basis kranium
Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang
Hematogen : sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, inkeksi gigi, dan mulut
Setelah mencapai subarachnoid, maka terjadilah respon inflamasi di piameter,
arachnoid, cairan serebrospinal, dan ventrikel. Kemudian jika pada bakteri akan
terjadi penumpukan eksudat yang menyebabkan gangguan neurologis.
DIAGNOSIS
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini memakai
darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan
proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum
ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh
cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur.
Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya
tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006)
Indikasi Pengambilan LS ulang:
Semua neonatus 24 – 36 jam sesudah mulai antibiotik Semua kasus S. pneumoniae (mortalitas & morbiditas tinggi) Kasus yang tidak mulai maju dalam waktu 36 jam Febris yang baru naik lagi atau tidak pernah menurun Pasien lemah sistem imun (contoh: Meningitis Candida) Kasus recurrent meningitis
Tata Laksana
Pengobatan: Antibiotiko Harus segera setelah diagnosa ditegakkan, dan mencakup bakteri yang paling
sering sebagai penyebab meningitis sesuai usia dan faktor risiko.
Usia Penyebab tersering Terapi inisial< 1 bulan E.Coli, grup
B.Streptococcus, L. monocytogenes
Ampisilin + cefotaxime/ ceftazidin, atau ampisilin + aminoglikosida
1 – 3 bulan E.Coli, grup B Streptococcus, L.monocytogenes, H.influenzae tipe B, S.pneumoniae
Ampisilin + cefptaxime/ ceftriaxon
3 bulan – 18 tahun H.influenzae, N.menigitidis, Cefotaxime/ ceftriaxon atau
S.pneumoniae ampisilin + chloramfenicol
Dosis
Antibiotik Dosis (KgBB/ hari) Interval (jam)Ampisilin 200-300 mg 6Chloramfenicol 75-100 mg 6Cefotaxime 200 mg 6-8Ceftriaxon 100 mg 12-24Ceftazidin 125-150 8Vankomisin 50-60 mg 6Gentamisin 6 mg 8Amikasin 20-30 mg 8Nafsilin, oksasilin 200 mg 6
Lama pemberian Antibiotik
Jenis Bakteri Prober, 1996 Gormley, 1996 Moffet, 1989H.influenzae 7 – 10 hari 10 hari 10 hariN.meningitidis 5 – 7 hari 7 hari 7 hariS.pneumonia 10 – 14 hari 10 hari 10 hariBasil Gram-negatif 3 minggu, atau 2
minggu, setelah LSS steril
10 – 14 hari setelah LSS steril
S.aureus 14 – 20 hariL.monocytogenes 3 – 4 minggu
Kalau Tuberkulosis dicurigai, regimen INH + RIF + PZA setiap hari x 12 bulan (+ Streptomycin x 1 bln)
Pengobatan: Tindakan Anti Kejango Kejang (Konvulsi) terjadi pada 20-30% kasus meningitis.o Diazepam / Valium IV pelan-pelan
Suportifo Monitoring tanda vital setiap 15-30 menit sejak perawatan sampai keadaan
umum stabil, setelah itu setiap jam untuk 1-2 jam, dan suhu tubuh diukur tiap 4 jam
o Evaluasi pemeriksaan neurologis harus dilakukan setiap hario Bila penderita mendapat terapi chloramfenicol, pemberian fenobarbital dan
fenitoin dapat meningkatkan metabolisme chloramfenicol dalam tubuh sehingga akan menurunkan konsentrasi obat tersebut dalam serum
o Dexamathason dapat diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg/kgBB/x, atau bersamaan dengan pemberian antibiotik selama 4 hari. Pemberian dapat ditunda jika ada perdarahan dan atau kemungkinan meningitis tuberkulosa belum dapat disingkirkan
Komplikasi Meningitis
Pneumonia Aspirasi yang terjadi pada waktu kejang
Subdural Effusion, sering pada kasus H.influenzae
Sindroma Kelebihan Hormon Antidiuretik (SIADH) (30 – 60%) sebabkan oliguri,
serta edem
Bisul / Abses Otak: (1%)
Komplikasi lanjutan: Gangguan pendengaran, kebutaan, gangguan bicara dan belajar,
gangguan tingkah laku, retardasi mental, kejang berkelanjutan, hemi/kuadriparesis,
hipertoni otot, ataksia, hidrosephalus
CARA PENCEGAHAN
H.influenza tytpe Bo Rifampicin 20 mg/KgBB (max. 600 mg) dosis tunggal selama 4 hari diberikan
pada semua anak dan dewasa yang tinggal serumah dengan penderita terutama bila anak selain penderita berusia < 4 tahun
N.meningitidiso Semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita, sebaiknya
dalam waktu 24 jam setelah diagnosis ditegakkan harus mendapat profilaksis antibiotik. Antibiotik yang biasa dipakai adalah sulfazidin 500 – 1000 mg 2x/hari selama 3 – 5 hari atau sulfisuksazol setiap 12 jam dengan dosis 500 mg/hari untuk anak < 1 tahun, 1000 mg untuk anak 1 – 12 tahun, dan 2000 mg untuk > 12 tahun.Rifampicin dapat diberikan selama 4 hari dengan dosis 10 mg/kgBB/x untuk anak 1 – 12 tahun, dan 5 mg/kgBB/x untuk 3 bulan – 1 tahun.Ceftriaxon diberikan dengan dosis 125 mg IM dosis tunggal untuk anak < 12 tahun dan 250 mg untuk anak > 12 tahun
Imunisasio BCG (hidup!) mengurangi kasus TBC berat. Tetapi ada bekasnya pada 6%
kasus meningitis TBC!o HiB Vaccine (protien conjugate) melawan bakteri Hemophilus influenzae)
TIPE MENINGITIS
Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke
tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini
dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini
paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.
Diagnosis
Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua
cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh
kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh
cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama. Tes
biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif.
Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan
tinta India. (Yayasan Spiritia., 2006)
Viral meningitis
termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si
penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.
Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan
virus penyebab flu perut. (Anonim., 2007)
Bacterial meningitis
disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu
bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak
kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar
yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal
dan menyebabkan kematian. (Anonim., 2007)
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat
labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003)
Meningitis Purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum,
rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : Diplococcus pneumoniae(pneumokok), Neisseria
meningitidis(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas
aeruginosa.
Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak,
darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik,
pemeriksaan EEG. (Harsono., 2003)
2. Typhoid Fever
Definisi
Enteric fever, typhoid fever, adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gsngguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
Etiologi
Demam typhoid disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. Typhi), bakteri gram – negatif, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik dalam suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati dalam suhu 700C ataupun oleh antiseptic. Sangat mirip namun tidak terlalu menyebabkan kesakitan yang berat disebabkan oleh S. Paratyphi A dan terkadang oleh S. Paratyphi B (Schotmulleri) dan S. Paratyphi C (Hirschfeldii).
Salmonella thyphosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar), dari tubuh kuman Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagel dan bersifat termolabil Antigen Vi = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibodi yaitu agglutinin. Salmonella thyphosa juga dapat memperoleh plasmid faktor –R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.
Sampai saat ini, demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan karena :
kesehatan lingkungan yang kurang memadai Penyediaan air minum yang tidak memnuhi syarat Serta tingkat sosial-ekonomi dan pendidikan yang kurang
Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara
berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15 - 25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Patogenesis
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia bersama makanan dan minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi feces atau urine secara fecal and oral transmission. Pada saat melewati lambung,dengan suasana asam (PH < 2), sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk usus halus, dan di usus halus tepatnya di ileum dan yeyunum akan menembus dinding usus.
Penyakit ini timbul tergantung pada beberapa faktor, antara lain ; (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam Iambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109 yang tertelan. Dan keasaman lambung dapat menghambat multiplikasi salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Di dalam usus halus (lamina propria) kuman tersebut akan berkembang biak kemudian diserap dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Dari tempat ini kuman akan masuk kedalam jaringan limfoid (terutama plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesenterium.
Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat, kuman akan lewat pembuluh limfe masuk ke peredaran darah dan terjadi bakteriemia primer yang asimptomatis. Kemudian kuman akan masuk kedalam organ-organ system retikulo endotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Ditempat ini kuman akan difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit, berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke peredaran darah menyebar ke seluruh tubuh sehingga terjadi bakteriemia sekunder yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya akan dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus halus bersama dengan asam empedu. Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri.Tukak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis.
Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida).Endotoksin sangat berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
Manifestasi Klinis
Gejala demam tifoid pada anak-anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan gejala
prodromal, yaitu: anorexia, letargia, malaise, dullness continuous headache, non productive cough, bradicardia.
Kemudian menyusul gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu
1. DemamPada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I , suhu tubuh cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu II , penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu I I I suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III.
2. Gangguan saluran cernaPada mulut; nafas berbau tidak sedap (halitosis), bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coatted tongue) ujung serta tepinya kemerahan, semakin ke ujung semakin kotor dan biasanya terjadi pada minggu ke-2. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.
3. Gangguan kesadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walau tidak terlalu dalam, berupa apatis sampai somnolen.
Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan gejala-gejala lain:
Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower chest dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang berkulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam.
Bradikardia relatif; kadang-kadang dijumpai bradikardia relatif yang biasanya ditemukan pada awal minggu ke I I dan nadi mempunyai karakteristik notch (dicrotic notch).
Relapse (kekambuhan)
Keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan singkat. Terjadi dalam minggu ke I I setelah suhu badan normal kembali atau setelah terapi dihentikan. Pada kultur darah menjadi positif kembali, meskipun titer antibodi terhadap antigen 0, H, Vi, dan rose spot tidak tampak. Gejala yang timbul pada kekambuhan/relapse lebih ringan dan singkat dibanding penyakit awal.
Menurut teorinya, relapse terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan oleh antibiotik. Atau mungkin terjadi pada waktu penyembuhan.
Komplikasi
Komplikasi typoid dapat terjadi pada :
1. Intestinal (usus halus) :
Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu:
a. Perdarahan (haemorrhage) usus.
Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena dan kalau sangat berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda syok, berupa penurunan suhu tubuh dan tekanan darah yang drastis, sudden tachycardia.
b. Perforasi ususTimbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada distal ileum. Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air sickle) diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi tegak.
c. PeritonitisDitemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
2. Ekstraintestinal
Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteriemia):
a. Liver, gallbladder, dan pankreasDapat terjadi mild jaundice pada enteric fever oleh karena terjadi hepatitis typhosa, kolesistitis, kholangitis atau hemolisis. Dapat juga terjadi pankreatitis.
b. KardiorespiratoryToxic rnyocarditis adalah penyebab kematian yang signifikan pada daerah endemik. Hal tersebut terjadi pada pasien yang sangat parah seka!i dan ditandai o!eh takikardia, nadi dan bunyi jantung yang lemah, hipotensi, dan EKG yang abnomal.
Bronkitis ringan sering terjadi, bronchopneumonia .
c. Nervous systemBerupa disorientasi, delirium, meningismus, meningitis (jarang), encephalomyelitis
d. Hematologi dan renalTerjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana merupakan manifes hemolytic-uremic syndrom, dan hemolisis. Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
Diagnosa kerja
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Untuk memastikan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Namun pada minggu pertama biasanya hasil laboratorium ditemukan negatif.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan yang menyokong diagnosis.
a. Pemeriksaan darah tepi.Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, neutropenia pada permulaan sakit Mungkin juga terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaaan Sumsum tulang
Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis, trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan untuk membuat diagnosa
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang digunakan untuk menbuat diagnosa tifus abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
a. Biakan empedu80% pada minggu pertama dapat ditemukan kuman di dalam darah penderita. Selanjutnya sering ditemukan dalam urin dan feces dan akan tetap positif untuk waktu yang lama.
b. Widal testDasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat diagnosa dibutuhkan titer zat anti terhadap antigen 0. Titer terhadap antigen 0 yang bernilai 1/200 (di RSUD Koja >1/80) atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif pada pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan infeksi akut. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperiukan untuk diagnosa, karena dapat tetap tinggi setalah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Titer thd antigen Vi juga tidak untuk diagnosa karena hanya menunjukan virulensi dari kuman. Tidak selalu widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis. Dan widal juga bukan merupakan pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penderita. Sebaliknya titer dapat positif pada keadaan berikut:
Titer 0 dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli patogen dalam usus.
Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Terdapatnya infeksi silang dengan rickettsia (Weil Felix). Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi.
Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89% penderita.Pada minggu pertama biasanya ditemukan negatif, namun dapat diulang pada minggu kedua dapat ditemukan kenaikan titer 4x, bisa juga langsung dilakukan pemeriksaan pada minggu ke-2.
Diagnosa banding
- Paratifoid fever (A, B, C), gejala lebih ringan dibanding typhoid fever.
- Influenza : panas tinggi
- Dengue: panas mendadak tinggi cepat
- Malaria
Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.
Pengobatan yang diberikan yaitu:
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian 2. Perawatan yang baik untuk hindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, Iemah
dan anoreksia. Dengan jadwal obat, makan minum yang cukup serta kebersihan diri dan ruangan pasien.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu hingga normal kembali, yaitu istirahat mutlak, segala aktifitas diusahakan ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2x satu gelas sehari perlu diberikan.
5. Antibiotika:Kloramfenikol; masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi 4x pemberian selama 10-14 hari. Dosis maksimal 2 g/hari. Hari pertama setengah dosis dulu, selanjutnya diberikan sesuai dosis diatas, karena kalau diberi dalam dosis yang penuh maka kuman akan banyak yang mati dan sebagai akibatnya endotoksin meningkat dan demam akan bertambah tinggi. Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000/ ul.
Selain itu dapat juga diberikan:
Ampisilin; dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 4 x pemberian secara oral atau suntikan IV selama 14 hari.
Amoksilin; dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 x yang memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam yang Iebih lama.
Kotrimoxazol (trimethoprim 80 mg + sulphametoxazole 400 mg); dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 x pemberian
Pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang resisten terhadap berbagai obat diatas (MDR= multidrug resistance), terdiri atas:
Seftriakson; dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari.
Sefiksim; dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari.
Gol.quinolon; siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis atau ofloksasin, 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pengobatan 2-10 hari.
6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya: pemberian cairan intravena untuk penderita dehidrasi dan asidosis. Pemberian antipiretik masih kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respon imun dan pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan antipiretik. Dianjurkan pemberian bila suhu di atas 38,50C. Pemberian kortikosteroid dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status
kesadaran delirium, stupor, koma, ataupun syok. Deksamethason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kgBB. diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari.
Pencegahan
Secara umum, setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi baik cara pembuatan sampai tempat penjajaannya. Kuman S.typhi akan mati apabila dipanasi dalam air setinggi 57°C untuk beberapa menit atau dangan proses iodinasi/ klorinasi.
Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air, pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi, dan pendidikan kesehatan masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi, yaitu imunisasi aktif terutama diberikan dengan orang yang kontak dengan pasien typhoid (pada kejadian luar biasa dan turis yang akan kedaerah endemik). Kemudian dengan vaksin polisakarida (capsulas Vi polysacharide) pada umur 2 tahun atau lebih dan diulang setiap 3 tahun sekali, sedangkan vaksin typhoid oral (Ty21-a) diberikan pada usia > 6 tahun dengan interval selang sehari (hari 1, 3, dan 5) dan diulang tiap 3-5 tahun sekali. Vaksin ini belum beredar diIndonesia, direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
Prognosis
Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asalkan penderita cepat datang berobat dan istirahat total. Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:
Hiperpireksia atau febris kontinua. Kesadaran yang menurun sekali; sopor, koma, delirium. Komplikasi berat; dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronchopneumonia. Keadaan gizi buruk (malnutrisi energi protein).
REFERENSI
Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL :
http://www.bluefame.com/lofiversion/index-php/t47283.html
Berhaman, Kliegman, Jenson, Nelson Teksbook Of Pediatrics, 16th Edition, WB. Saunders Company; 2007; Page 845-848.
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar Puncture.
The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
Febrile Seizuires: http://www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
Meningitis, Bacterial: http://www.emedicine.com/ped/topic198.htmMeningitis, Aseptic (Viral): http://www.emedicine.com/ped/topic3004.htm
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1974.
Widodo D. 2007. Demam tifoid. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.hal. 1756-1752.
Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL :
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
top related