laporan akhir penelitian njop
Post on 14-Apr-2016
33 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TANAH DAN BANGUNAN DALAM RANGKA MENUNJANG
PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013
PEMERINTAH KABUPATEN PACITANBADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN STATISTIK
Jalan DR. Wahidin Nomor 07 A Telp. / Fax. (0357) 885237/886671 Pacitan
BEKERJASAMA DENGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS SEBELAS MARET
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 632916 Fax. (0271) 632368
http: //lppm.uns.ac.id e-mail: lppm@uns.ac.id
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian
Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan dalam Rangka Menunjang Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pacitan.
Maksud dari kegiatan kajian ini adalah untuk mendapatkan penilaian gambaran
kondisi tentang penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka
menunjang pendapatan asli daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang masih berlaku bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten
Pacitan. Mengetahui dan menganalisis situasi faktor pendorong dan faktor penghambat
yang berpengaruh terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan
bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib
pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Merumuskan rekomendasi penyiapan
regulasi penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka
menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Dalam penyusunan penelitian ini, selesai berkat bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami selaku tim
peneliti menyampaikan ucapan terima kasih.
Penyusunan laporan akhir ini tentunya jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini, sehingga sesuai dengan
apa yang diharapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Pacitan, April 2013
Tim Peneliti
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
DAFTAR ISI
Halaman
Judul.................................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9
A. Perencanaan Pembangunan Daerah........................................................ 9
B. Desentralisasi Keuangan......................................................................... 11
C. Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan ke Daerah.................................. 15
D. Permasalahan........................................................................................... 16
E. Kerangka Pikir Penelitian....................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 18
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 18
B. Subyek Penelitian.................................................................................... 18
C. Metode Pengumpulan Data..................................................................... 18
D. Metode Analisis Data.............................................................................. 20
E. Laporan Penelitian.................................................................................. 21
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 22
A. Gambaran Umum Kabupaten Pacitan..................................................... 22
B. Kondisi Riil Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pacitan.............. 23
C. Pembahasan Permasalahan dalam Pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah 24
D. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyesuaian Tarif NJOP.... 26
E. Analisis SWOT Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan............... 28
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.............................................. 29
A. Kesimpulan............................................................................................. 29
B. Rekomendasi........................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 30
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
A.1. Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah
dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah
tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan
merangsang kegiatan ekonomi.
Saat ini kemampuan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada
penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. UU No 13 tahun 2004 pasal 10
menyebutkan bahwa yang menjadi sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah
(capital investment) antara lain berasal dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ) yang merupakan dana dari pemerintah pusat,
daerah juga bisa membiayai pelaksanaan pembangunan melalui Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berupa pajak daerah, retribusi daerah, BUMD dan lain – lain pendapatan yang
sah. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh dan sangat menentukan bagi daerah agar
mampu mengatur rumah tangganya sendiri dengan sebaik - baiknya adalah kemampuan
daerah dalam mengadakan dan memperoleh dana – dana atau pendapatan asli daerah.
Permasalahan yang kemudian muncul di Indonesia adalah bahwa kemandirian
keuangan daerah tidak diartikan bahwa pemerintah daerah harus mampu membiayai
seluruh anggaran belanja dari pendapatan daerah. Karena pendapatan daerah hanya
merupakan salah satu komponen sumber penerimaan selain sumber penerimaan daerrah
yang lain.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan)
pembiayaan di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari
komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Terwujudnya pelaksanaan otonomi
daerah, terjadi melalui proses penyerahan sejumlah kekuasaan/ kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah di mana implementasi kebijakan desentralisasi
memerlukan banyak faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang secara
signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan
daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang dimilikinya, di
samping faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia di daerah dan kelembagaan
pemerintah daerah.
Hasil penerimaan pajak daerah diakui belum memadai dan memiliki peranan
yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) termasuk
sumber penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu
unsur dalam kelompok APBD, khususnya bagi daerah Kabupaten dan Kota. Sebagian
besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana
alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan
pengeluaran daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemberian peluang oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengenakan pemungutan baru diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan daerah dan ketergantungan daerah terhadap dana alokasi dari
pusat semakin berkurang. Hal ini dalam rangka mendukung pelaksanaan Otonomi
Daerah. Selain itu, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tersebut, kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin
besar karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan
adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak
lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan jenis
pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha
yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
UU no 28 tahun 2009 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
kemakmuran rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan Retribusi, adalah pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau Badan.
Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa pajak yang bisa dipungut oleh daerah
kabupaten/ kota adalah terdiri atas
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Sebelas macam pajak yang bisa dipungut oleh daerah kabupaten/ kota tersebut
diharapkan akan mampu meningkatkan potensi kemampuan daerah dalam membiayai
kegiatan ekonominya sendiri atau biasa dikenal dengan derajat otonomi fiscal. Masing –
masing jenis pajak yang biasa dipungut bisa dihitung potensi dan juga efisiensi serta
efektifitas pemungutannya sehingga akan mampu meningkatkan sumber ekonomi
daerah yang berupa PAD.
Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Daerah diberi kewenangan
yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Pemberian kewenangan tersebut
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perluasan kewenangan perpajakan dan
retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan
kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak daerah
dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat
dan menambah jenis pajak baru.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Berdasarkan ketentuan dalam UU No 28 tersebut di atas, terdapat 3 (tiga) jenis
pajak baru bagi daerah Kabupaten dan Kota yang sebelumnya merupakan pajak pusat,
yaitu : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan; dan Pajak Sarang Burung Walet. Dalam penetapan tarif pajak
baru tersebut, daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam
batas maksimun yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah,
mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan Daerah
tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Pemerintah. Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/ atau pemotongan dana alokasi umum
dan/ atau dana bagi hasil atau restitusi.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 79 Ayat (1), (2) dan (3)
menyatakan bahwa :
(1) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP);
(2) Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun kecuali untuk objek pajak
tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya;
dan Ayat (3) Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.
Pasal 80 Ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :
(1) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling
tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen); dan Ayat
(2) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Pasal 81 menyatakan bahwa besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 Ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (5). Dalam Pasal 77 Ayat (5) dinyatakan
bahwa Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Ayat (4)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan dalam Pasal 77 Ayat (4) dinyatakan
bahwa Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling
rendah sebesar Rp 10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 79 Ayat (1) dinyatakan
bahwa penetapan NJOP dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama serta telah diketahui harga jualnya;
b. nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/ metode penetuan nilai jual suatu
objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan
penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
c. nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
A.2. Problematika Pajak di Kabupaten Pacitan
Sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan sebagaimana telah digariskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pacitan Tahun
2011 – 2016, dalam upaya mempercepat pembangunan di segala bidang masih terdapat
beberapa permasalahan yang dihadapi Kabupaten Pacitan. Salah satu permasalahan
yang dihadapi khususnya terkait dengan pendanaan pembangunan adalah “Belum
Optimalnya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”. Belum optimalnya peningkatan
PAD ditandai dengan pendanaan pembangunan Kabupaten Pacitan masih
mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana
Perimbangan. Diharapkan ke depan lebih mengoptimalkan sumber-sumber PAD untuk
mendatangkan pemasukan bagi daerah. Dalam mengoptimalkan sumber-sumber
pendanaan pembangunan daerah, disadari bahwa pemerintah daerah tidak dapat
membebani masyarakat dan dunia usaha dengan pajak dan retribusi yang terlalu
memberatkan. Perlu kebijakan dan strategi peningkatan PAD yang lebih efektif. Upaya
yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan terkait dengan penerimaan
PAD yang berasal dari pajak daerah adalah melaksanakan pemberian kewenangan
dalam perluasan basis pajak daerah yang sebelumnya merupakan pajak pusat, yang
pemungutannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Adapun jenis pajak daerah baru
yang akan ditetapkan dalam Peraturan Daerah adalah tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Era otonomi daerah menghendaki agar daerah berkreasi mencari sumber
penerimaan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sumber-sumber penerimaan daerah
telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan juga Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam
Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pendapatan daerah bersumber antara lain
dari pendapatan asli daerah. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah dari pajak
daerah.Pelaksanaan kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
tersebut harus didasarkan atas Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 158
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 yang menyatakan bahwa pajak daerah pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Daerah. Berdasarkan hal itu, maka dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka dipandang perlu untuk
menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan pajak daerah khususnya tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan (PBB-P2).
Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, agar dalam penyusunan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dapat direncanakan, dilaksanakan dan
dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat Wajib Pajak, khususnya dalam
penetapan tarif Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah dan Bangunan, maka
diperlukan konsep perencanaan yang jelas, terarah, tepat dan terpadu dengan
mendasarkannya pada penelitian yang komprehensif. Adapun kegiatan
penelitian yang dilakukan berjudul “PENELITIAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
TANAH DAN BANGUNAN DALAM RANGKA MENUNJANG PENDAPATAN
ASLI DAERAH” di Kabupaten Pacitan Tahun Anggaran 2013.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam kegiatan penelitian ini
dirumuskan masalah sebagai berikut :
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
1. Bagaimana gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah
dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih berlaku bagi wajib
pajak saat ini di Kabupaten Pacitan ?
2. Bagaimana situasi faktor pendorong dan faktor penghambat yang berpengaruh
terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan
dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di
Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?
3. Bagaimana penyiapan regulasi penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan
bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib
pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan penilaian gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai jual
objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang masih berlaku bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten Pacitan.
2. Mengetahui dan menganalisis situasi faktor pendorong dan faktor
penghambat yang berpengaruh terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai
jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan
asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
3. Merumuskan rekomendasi penyiapan regulasi penetapan tarif nilai jual objek
pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah
yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
D. MANFAAT PENELITIAN
Sedangkan manfaat yang diharapkan akan bisa dipetik dengan penelitian ini
adalah :
1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemahaman konsep dan
praktek yang lebih baik dalam mengimplementasikan ketentuan yang
berlaku terkait dengan penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan
bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah di Kabupaten
Pacitan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
yang baru (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah).
2. Memberikan rekomendasi, yaitu data dan informasi yang disajikan lebih
lanjut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak baik untuk konsumsi pihak
penentu kebijakan (Pemerintah Daerah dan DPRD) maupun pemangku
kepentingan (stakeholders) yang terkait, guna bahan masukan dalam
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Pacitan
Tahun 2013.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan
untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan
untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta
secara bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara
seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan
sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial
harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.
Ada tiga (3) implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan
pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah
tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan
konsekuensi akhir dari interaksi tersebut. Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara
nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu
baik secara nasional. Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan
daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan. (Lincolin Arsyad, 1999).
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan
sumberdaya yang ada harus menafsirkan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama
berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diurus
pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan kemampuan keuangan, diperlukan
juga adanya sumber daya manusia berkualitas, sumber daya alam, modal, dan teknologi
(Rudini, 1995:48 dalam Silalahi, et al, 1995). Tujuan otonomi daerah adalah
meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain adalah
(Silalahi, et al, 1995:12) :
1. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan dan kegiatan yang dilandasi
dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.
2. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi
tantangan maupun perkembangan, termasuk di dalamnya mempunyai etos kerja
yang tinggi.
3. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa
solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu kerja
sama, dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.
4. Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program,
sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi program
operasional pemerintah daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program
urusan yang ditetapkan.
Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan manifestasi dari
pemerintahan seluruh wilayah negara. Untuk itu segala aspek menyangkut konfigurasi
kegiatan dan karakter yang berkembang, akan mewarnai penyelenggaraan
pemerintahan secara nasional. Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat
strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan
yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi pemerintah
pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan
sebagian besar kegiatan di daerah dengan member kepercayaan dan tanggung jawab
sepenuhnya kepada daerah, sehingga persepsi lama yang sering didengar menyangkut
egoisme sektoral akan terhapus. Propinsi yang berkedudukan sebagai daerah otonom
dan sekaligus sebagai wilayah administrasi akan melaksanakan kewenangan pemerintah
pusat yang didelegasikan kepada gubernur. Propinsi sebagai daerah otonom, bukan
merupakan daerah dari daerah Kabupaten maupun Kota. Daerah otonom Propinsi
terhadap Kabupaten dan Kota tidak mempunyai hubungan hierarki. Maksudnya adalah
bahwa daerah otonom Propinsi tidak membawahi daerah otonom Kabupaten dan Kota,
tetapi dalam praktek terdapat hubungan koordinasi, kerjasama, dan atau kemitraan
sebagai sesama daerah otonom. Dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi,
gubernur selaku wakil pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan
terhadap daerah Kabupaten dan Kota (I Kaloh, 2002:55).
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah akan dapat berjalan lancar jika
memperhatikan 5 kondisi strategis sebagai berikut :
1. Self regulation power yaitu kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan
otonomi daerah untuk kepentingan masyarakat.
2. Self modifying power yaitu kemampuan untuk menyesuaikan terhadap peraturan
yang telah diterapkan secara nasional sesuai kondisi daerah termasuk terobosan
inovatif kemajuan dalam menyikapi potensi daerah
3. Ereating local political support yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah yang
mempunyai legitimasi kuat dari masyarakat baik kepada daerah sebagai
eksekutif maupun kepada DPRD sebagai kekuasaan legislative.
4. Managing financial resource yaitu mengembangkan kompetensi dalam
mengelola secara optimal sumber panghasilan dan keuangan untuk membiayai
aktivitas pemerintah, pembangunan dan pelayanan public.
5. Developing brain power dalam arti membangun SDM yang handal dan selalu
bertumpu pada kapabilitas penyelesaian masalah.
Ciri utama yang menunjukkan bahwa suatu daerah mampu melaksanakan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan
kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara pemerintah propinsi dan
kabupaten/ kota yang merupakan prasyarat dalam system pemerintah daerah. Keuangan
daerah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan ekonomi daerah
yang diharapkan dapat menciptakan sumber pendapatan dan penerimaan daerah sendiri
tanpa tergantung dari pemerintah pusat.
B. Desentralisasi Keuangan
Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab, otoritas, dan
sumber-sumber yang berkaitan (seperti: keuangan, karyawan, dll) dari pemerintah pusat
kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah. Alasan utama mengapa suatu negara
menerapkan prinsip desentralisasi fiskal adalah karena pengambilan keputusan akan
lebih baik apabila diserahkan kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah yang
secara langsung dapat merasakan dampak dari program dan pelayanan yang
direncanakan oleh pemerintah. Dalam beberapa dekade ini, telah terjadi perubahan
besar-besaran dalam pembangunan dari sistem sentralisasi menuju desentralisasi fiskal
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
demi meningkatkan akuntabilitas pemerintah, transparansi, efisiensi ekonomi, dan
efektivitas serta kesamaan dan keadilan dalam memperoleh pelayanan.
Akhir-akhir ini, dalam membicarakan masalah sistem pemerintahan yang efektif
dan efisien, baik di negara maju maupun di negara berkembang, desentralisasi fiscal
telah menjadi isu yang semakin hangat dan semakin berkembang. Di Indonesia, dalam
beberapa dekade ini, meskipun lambat, telah terjadi perkembangan yang semakin baik
dalam penerapan desentralisasi fiskal, terutama berkenaan dengan perencanaan
pembangunan dan keuangan (development and financial planning).
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta desentralisasi
fiscal sangat berkaitan erat dengan masalah bagaimana sektor pemerintah seharusnya
diatur dan dibiayai. Sektor pemerintah di setiap negara pada umumnya terdiri atas
beberapa tingkatan/level. Biasanya, setiap negara mempunyai pemerintah pusat yang
akan menjaga dan mengendalikan seluruh daerah di seluruh wilayah negara (di negara
federal, pemerintah pusat biasanya terkenal dengan sebutan pemerintah federal).
Beberapa negara memiliki satu atau lebih tingkatan pemerintah daerah yang hanya
bertanggung jawab untuk mengelola dan mengendalikan satu daerah atau distrik
tertentu. Beberapa negara memiliki dua tingkatan pemerintah (pusat dan lokal), namun
kebanyakan negara memiliki tiga tingkatan pemerintah yang meliputi pemerintah pusat
(atau federal), pemerintah regional (negara bagian), dan pemerintah lokal. Hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mempelajari bagaimana masing-masing
tingkatan pemerintah berinteraksi antara yang satu dengan lainnya dalam masalah
fiskal.
Pembagian tanggung jawab antara masing-masing level pemerintah sangat
bervariasi antara negara satu dengan negara lainnya. Untuk negara yang derajat
sentralisasinya tinggi, pengambilan keputusan dan kekuasaan fiskal dipegang oleh
pemerintah pusat. Kondisi ini biasanya terjadi di negara-negara maju tetapi luas
wilayahnya relatif kecil (seperti Belanda) dan di negara-negara yang dulunya
merupakan bagian dari negara sosialis (seperti Ukraina) serta negara yang
perekonomiannya masih dalam taraf perkembangan (seperti Malawi).
Bentuk penerapan desentralisasi fiskal di setiap negara mungkin berbeda-beda,
dan setiap bentuknya mempunyai derajat yang berbeda pula dalam memberikan
otonomi kepada pemerintah daerah. Secara garis besar, ada tiga bentuk dari penerapan
desentralisasi fiskal, yaitu:
1. Desentralisasi Penuh (Full Decentralization). Menurut prinsip ini,
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
pendelegasian tanggung jawab, wewenang, dan fungsi kepada pemerintah
daerah dilakukan secara penuh. Dalam full decentralization, pemerintah daerah
harus bertindak sesuai dengan aturan-aturan dan kebijakan yang telah
digariskan oleh pemerintah pusat namun tetap memperoleh kebebasan dalam
menentukan cara bagaimana mereka menjalankan tugas, seperti perolehan dan
penggunaan dana dan sumber-sumber daya lainnya.
2. Dekonsentrasi (Deconcentration). Menurut bentuk ini, pemerintah pusat
melaksanakan fungsinya di daerah-daerah dengan menggunakan sumber daya
dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu,
dekonsentrasi merupakan bentuk administrasi oleh pemerintah pusat yang
dilakukan dalam wilayah daerah tertentu.
3. Co-administration. Bentuk desentralisasi ini memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk menjalankan peranan dan fungsi pemerintah pusat
dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat
Beberapa elemen yang saling terkait yang harus diperhatikan dalam hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah atau desentralisasi fiskal. Secara
berurutan, empat pilar (building blocks) yang perlu diperhatikan dalam rangka
desentralisasi fiskal meliputi pertama Pendelegasian/pendistribusian tanggung jawab
pengeluaran (the assignment of expenditure responsibility), Apa fungsi dan tanggung
jawab masing-masing tingkatan (level) pemerintahan kedua Pendistribusian sumber
perpajakan (assignment of tax resources ). Ketika pemerintah daerah diberi tanggung
jawab atas pengeluaran tertentu. Sumber pajak dan non pajak apa saja yang dapat
dikelola oleh pemerintah daerah. Ketiga dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
(inter governmental fiscal transfer ). Dalam rangka menambah sumber pendapatan
daerah, pemerintah perlu menyediakan tambahan sumber pendapatan kepada
pemerintah daerah melalui transfer dan subsidi. Keempat Defisit daerah, pinjaman dan
utang (subnational deficit, borrowing and debt). Apabila pemerintah daerah tidak hati –
hati dalam menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan mereka setiap tahunnya,
maka akan timbul deficit anggaran di daerah dan terbebani utang.
Prinsip utama yang harus dipegang demi menyukseskan program desentralisasi
fiscal diantaranya adalah:
a. Mempromosikan/mendorong terciptanya otonomi daerah,
b. Perencanaan menurut prinsip bottom-up,
c. Partisipasi penuh dalam proses demokrasi,
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
d. Pengendalian sumber keuangan oleh pemerintah daerah,
e. Pembagian sumber daya yang lebih merata antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Dalam otonomi daerah ini diperlukan adanya pemberian otoritas yang seluas-
luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola kegiatannya masing-masing
termasuk penyediaan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan prioritasnya.
Penyediaan pelayanan ini harus sesuai dengan preferensi masyarakat dan harus sejalan
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku lainnya.
Dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi terdapat Subsidiarity
principle. Prinsip ini menganjurkan bahwa pelayanan publik sebaiknya disediakan oleh
dana pada tingkatan pemerintah yang paling bawah yang mampu menyediakan barang
dan jasa tersebut secara efisien. Namun prinsip ini juga mempertimbangkan situasi dan
kondisi manfaat dari barang dan jasa tersebut. Sebagai contoh, pertahanan nasional,
karena jasa ini memberikan manfaat kepada seluruh penduduk di suatu negara, maka
fungsi pengeluarannya sebaiknya menjadi urusan nasional dan didanai oleh pemerintah
pusat. Sebaliknya, untuk taman rekreasi lokal, karena manfaatnya sebagian besar
dinikmati oleh warga yang ada disekitar lokasi taman tersebut, maka tanggung jawab
pengelolaan taman rekreasi ini diserahkan kepada pemerintah lokal.
Subsidiarity principle menganjurkan terdapat tiga jenis/bentuk aktivitas yang
sebaiknya diselenggarakan dan didanai oleh pemerintah pusat. Ketiga aktivitas tersebut
adalah:
1. Penyediaan barang dan jasa yang memberikan manfaat bagi seluruh penduduk di
seluruh wilayah suatu negara.
2. Pendistribusian kembali pendapatan atau kebijakan sosial.
3. Kegiatan-kegiataan pemerintah yang mengakibatkan terciptanya eksternalitas
atau spillover effect antar daerah.
Karena pendistribusian sumber pendapatan sering tidak dapat memenuhi
kebutuhan pemerintah daerah (regional dan lokal) untuk mendanai semua fungsi maka
transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk
menjamin tercukupinya pendapatan. Transfer dapat berwujud dalam berbagai bentuk
tergantung dari tujuan untuk apa transfer tersebut digunakan. Sebagai contoh, transfer
dapat berbentuk transfer tidak bersyarat atau transfer bersyarat (unconditional or
conditional transfer). Transfer dapat berbentuk block grant sebagai kompensasi dari
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
total pengeluaran pemerintah lokal, atau transfer penyeimbang untuk beberapa
pengeluaran pemerintah lokal. Selain itu, transfer dapat juga berbentuk bagi hasil
(revenue sharing), di mana pemerintah daerah menerima bagian/porsi pendapatan
tertentu yang dikumpulkan dalam lingkup wilayah yang bersangkutan. Bagi hasil
dianggap sebagai salah satu bentuk transfer karena pemerintah lokal tidak memiliki
kekuasaan untuk mengendalikan basis pajak, tarif pajak, pengumpulan pajak, atau tarif
bagi hasil.
Alasan dasar munculnya system transfer adalah kesenjangan fiscal yang terjadi
pada pemerintah daerah. Kesenjangan ini muncul karena tingginya pengeluaran daerah,
sementara PAD sangat rendah dan tindak cukup untuk mendanai pengeluaran tersebut,
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesenjangan fiscal
pemerintah daerah yang sebagian di antaranya juga dapat mengurangi kesenjangan
antara daerah.
C. Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan ke Daerah
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, secara
resmi telah berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Kehadiran UU PDRD tersebut akan
menggantikan UU yang lama yaitu UU No. 18 Tahun 1997 tentang PDRD. UU No 28
tahun 2009 mengamanatkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
( PBB P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) menjadi pajak
yang dipungut oleh daerah.
Dasar Pengalihan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah, apabila dirunut secara
detail adalah sebagai berikut:
1. Negara - negara maju menyerahkan urusan pajak properti (jika di Indonesia adalah
PBB) menjadi urusan pemerintah daerah;
2. Migas (minyak bumi dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber
pendapatan bagi APBN (anggaran dan pendapatan belanja negara), karena sat ini
Indonesia merupakan Negara nett impor migas dan bukan lagi Negara pengekspor
migas. Sumber utama pendapatan bagi APBN bergeser dari penerimaan migas
kepada penerimaan pajak. Hal ini menyebabkan pajak menempati posisi strategis
dalam APBN. Pada APBN tahun 2010penerimaan Negara sebesar adalah Rp 992-an
Triliun dengan penerimaan pajak sebesar Rp 743-an Triliun, atu mencapai 74,89%.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
3. Nilai pajak sebesar Rp 743-an Triliun tersebut, di antaranya terdapat penerimaan
PBB sebesar Rp 26 triliun dan BPHTB sebesar Rp 7 triliun. Hasil pendapatan PBB
dan BPHTB tersebut dikembalikan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota,
sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ) No. 34/PMK.03/2005 tanggal
23 Mei 2005 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, dan PMK No. 32/PMK.03/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang
Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB antara Pemerintah Pusat dan Daerah artinya
bahwa, memang sejak awal penerimaan PBB dan BPHTB sudah menjadi bagian
dari pemerintah daerah.
Ketiga hal tersebut menjadi dasar pengalihan penarikan PBB dan BPHTB
menjadi pajak daerah karena pemerintah pusat akan mampu berkonsentrasi penuh
untuk mengelola pajak yang akan digunakan sebagai penerimaan Negara.
D. Permasalahan
UU No 28 tahun 2009 mengamanatkan bahwa PBB dab BPHTB menjadi
kewenangan pemerintah daerah mulai dari penentuan wajib pajak, penarikan, peraturan
perundangan yang berlaku sampai dengan petugas yang berwenang dalam pemungutan
pajak. Ketentuan – ketentuan yang berlaku di dalam pemungutan PBB dan BPHTB
secara umum sama, namun permasalahan yang terjadi adalah pada:
1. Peraturan daerah yang akan digunakan sebagai dasar dalam penetapan pajak
2. Wajib Pajak
3. Obyek pajak dan NJOP
4. Aparat yang akan menangani pemungutan pajak
Peraturan daerah yang akan digunakan dalam pelaksanaan PBB dan BPHTB ini
mengacu pada peraturan perundangan yang ada di atasnya, disesuaikan dengan kondisi
terkini di kabupaten Pacitan. Data Wajib pajak diperoleh dari kantor pelayanan pajak,
demikian juga obyek pajak. Masalah yang masih akan dihadapi adalah dalam penentuan
NJOP dan kesiapan SDM yang akan menangani pemungutan pajak.
Penelitian ini akan mengkaji tentang penentuan NJOP yang akan ditetapkan
pada wajib pajak dan obyek pajak yang ada di kabupaten Pacitan, agar tidak
menimbulkan permasalahan yang mengacu pada ketidaknyamanan masyarakat.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
E. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Kerangka pikir penelitian ini dimulai dari penilaian penetapan tarif Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) yang dibutuhkan sesuai dengan variabel/ indikator yang
ditentukan, kemudian dilanjutkan dengan penganalisaan, menyimpulkan dan membuat
rekomendasi, sebagaimana dapat diliat pada gambar 1 berikut ini :
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Penelitian
1.Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis2. Nilai Perolehan Baru3. Nilai Jual Pengganti
Analisis Interaktif
Analisis SWOT
Kesimpulan
Penetapan NJOP
Rekomendasi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dengan judul Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam
Rangka Menunjang Pendapatan Asli Daerah ini dilakukan di Kabupaten Pacitan
dengan mengambil ruang lingkup semua kecamatan sebagai daerah penelitian dan
instansi yang terkait.
Penelitian meliputi bagaimana gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai
jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih berlaku
bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten Pacitan, bagaimana penyesuaian tarif nilai jual
obyek pajak tanah dan bangunan serta bagaimana penyiapan regulasi atau peraturan
daerah yang akan menjadi dasar acuan dalam pemungutan pajak Bumi dan Bangunan
serta BPHTB.
B. Subyek Penelitian
Penelitian ini merupakan kualitatif yang bersifat deskriptif dan akan didukung
dengan data/informasi baik kuantitatif maupun kualitatif.
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pacitan di 12 (Duabelas)
Kecamatan, yang akan dilakukan selama 2 (Dua) Bulan mulai bulan Maret sampai
dengan April 2013.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Pacitan. Pemilihan subjek penelitian
ditentukan dengan teknik purposive sampling.
C. Metode Pengumpulan Data
Data/informasi akan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu
melalui pengamatan (observasi), wawancara, kuesioner, diskusi kelompok terarah
(FGD) dan studi dokumen.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
1. Observasi Lapangan
Kegiatan observasi difokuskan pada pengamatan dan pembuatan catatan
lapangan mengenai NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan.
Pengamatan dan pencatatan ini pertama kalinya dilakukan untuk persiapan pembuatan
proposal, guna mendapatkan data/informasi tentang kondisi eksisting penetapan tarif
NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Dalam penelitian
nanti dilakukan observasi lapangan melalui pencatatan dan perekaman untuk
mendapatkan data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti tersebut.
2. Wawancara dan Kuesioner
Wawancara dan Kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh data/informasi yang
lebih lengkap mengenai NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten
Pacitan dengan melibatkan (mewawancarai dan mengisi kuesioner) terutama para
Wajib Pajak (Pembayar Pajak, Pemotong Pajak dan Pemungut Pajak).
3. Diskusi Kelompok Terarah (FGD)
Metode pengumpulan data/informasi melalui diskusi kelompok terarah (FGD)
dilakukan dengan menggali data/informasi dengan cara mempertemukan stakeholder
terkait, dalam suatu forum diskusi dengan jumlah terbatas mengenai penetapan NJOP
Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Diskusi Kelompok
Terarah (FGD) ini sekaligus digunakan untuk melakukan pengecekan kebenaran atas
data/informasi yang telah dikumpulkan melalui teknik lain, seperti : observasi,
wawancara, kuesioner dan simak dokumen agar dapat diperoleh keabsahan atau
validitas data/informasi.
4. Studi Dokumen
Pengumpulan data/informasi melalui studi dokumen dilakukan dengan
menyimak dan mengkaji dokumen yang berkaitan dengan penetapan NJOP Tanah dan
Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan, sebagai bahan untuk melengkapi
data/informasi penelitian tentang Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam
Rangka Menunjang Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan. Dokumen yang
dikaji antara lain meliputi: 1) Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (RPJPD
Kabupaten Pacitan Tahun 2005 – 2025, RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun 2011 – 2016
dan Renstra DPPKA Kabupaten Pacitan Tahun 2011 – 2016) ; 2) Dokumen regulasi,
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
seperti : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah; dan 3) Dokumen lainnya yang terkait.
D. Metode Analisis Data
1. Validitas Data
Uji keabsahan data/informasi akan dilakukan melalui trianggulasi sumber, baik
responden/informan, kondisi lapangan, peserta diskusi kelompok terarah (FGD)
maupun data/informasi eksisting yang terkait.
2. Metode Analisis Data
Data/informasi akan dianalisis dengan menggunakan Metode Analisis Interaktif
dan Analisis SWOT (KEKEPAN).
1. Analisis Interaktif
Teknik analisis data/informasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
teknik analisis interaktif (interactive model of analysis). Teknik analisis interaktif
memiliki 3 (tiga) komponen, yakni reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan
(Miles & Huberman, 2003). Komponen-komponen dari model analisis interaktif
tersebut dalam kontek penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction): merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam catatan
lapangan berkaitan dengan NJOP Tanah dan Bangunan yang berlaku
bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Data/informasi dari lapangan
yang berupa hasil wawancara/kuesioner atau rangkuman data/informasi
sekunder yang ditranskripsikan dalam bentuk laporan, kemudian
direduksi dan dipilih hal yang menonjol mengenai NJOP Tanah dan
Bangunan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang menjadi subjek
penelitian. Dengan melakukan reduksi data/informasi, peneliti akan
memperoleh data/informasi yang akurat, karena peneliti dapat mengecek
apakah ada data/informasi penelitian yang sama dengan yang diperoleh
sebelumnya, sehingga dapat menghindari adanya ketumpangtindihan
(overlapping).
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
b. Penyajian data (Data Display): merupakan suatu rakitan organisasi
data/informasi dalam bentuk klasifikasi atau kategorisasi yang
memungkinkan penarikan kesimpulan penelitian mengenai Nilai
Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan dapat dilakukan. Dalam
hal ini display meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema,
jaringan kerja, keterkaitan kegiatan, dan tabel yang terkait.
c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing): merupakan suatu
pengorganisasian data/informasi yang telah terkumpul, sehingga dapat
dibuat suatu kesimpulan akhir mengenai penetapan tarif NJOP Tanah
dan Bangunan yang berlaku bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan.
Dalam awal pengumpulan data/informasi, peneliti berusaha memahami
keteraturan, pola, pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat dan
proposisi-proposisi. Peneliti bersikap terbuka dan skeptis. Kesimpulan
yang pada awalnya kurang jelas, kemudian meningkat secara eksplisit
dan memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir baru dapat dibuat
apabila seuruh proses pengumpulan data/informasi mengenai Nilai Jual
Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan telah berakhir.
2. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan untuk melihat faktor
internal yang terdiri atas kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) serta faktor
eksternal yang terdiri atas peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Faktor–
faktor tersebut pada dasarnya merupakan faktor pendorong dan faktor penghambat,
yang dalam penelitian ini diaplikasikan pada masalah yang berhubungan dengan Nilai
Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pacitan.
E. Laporan Penelitian
Jenis laporan dalam kegiatan penelitian ini meliputi : Draft Laporan Akhir,
Materi FGD, Laporan Akhir dan Executive Summary.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Pacitan
Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang
terletak di bagian Selatan barat daya dengan luas wilayah 1.389,8716
Km² atau 138.987,16 Ha. Luas tersebut sebagian besar berupa perbukitan yaitu kurang
lebih 85 %, gunung-gunung kecil lebih kurang 300 buah menyebar diseluruh wilayah
Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu
yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedang selebihnya merupakan dataran
rendah.
Kabupaten Pacitan terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan
Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Jogyakarta merupakan pintu gerbang bagian
barat dari Jawa Timur dengan kondisi fisik pegunungan kapur selatan yang membujur
dari Gunung kidul ke Kabupaten Trenggalek menghadap ke Samudera Indonesia.
Adapun wilayah administrasi terdiri dari dari 12 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 166
Desa, dengan letak geografis berada antara 110º 55'-111º 25' Bujur Timur dan 7º 55'-8º
17' Lintang Selatan.
Batas-batas Administrasi :
1. Sebelah timur : Kabupaten Trenggalek.
2. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia.
3. Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah).
4. Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur) dan
Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah).
Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Ketinggian 0-25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.
2. Ketinggian 25-100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.
3. Ketinggian 100-500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.
4. Ketinggian 500-1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.
5. Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Ditinjau dari sudut geografisnya wilayah Kabupaten Pacitan seluas
1.389,8716 Km² atau 138.987,16 Ha sebagian besar tanahnya terdiri atas :
1. Tanah ladang : 21,51% atau 29.890,58 ha.
2. Pemukiman Penduduk : 02,27% atau 3.153,33 ha.
3. Hutan : 58,56% atau 81.397 ha.
4. Sawah : 09,36% atau 13.014,26 ha.
5. Pesisir dan tanah kosong : 08,29% atau 11.530,99 ha.
B. Kondisi Riil Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pacitan
Penerimaan DBH dari PBB yang selama ini diterima oleh Pemerintah
Kabupaten Pacitan adalah sebesar Rp 7.572.898.442,00 ; dengan perincian sebagai
berikut :
• Pedesaan 3.624.952.860,00
• Perkotaan 1.366.241.822,00
• Rata – rata 1.161.806.485,00
• Insentif 849.634.624,00
• B. Pungut Pedesaan 142.316.810,00
• B. Pungut Perkotaan 427.945.781,00
Jumlah tersebut akan hilang setelah PBB ‘di daerah’kan, karena akan dipungut
secara langsung oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan analisis simulasi, pada awal pelaksanaan PBB dan BHPBT yaitu
pada tahun 2013 ini diperkirakan akan mengalami kenaikan jumlah pajak yang akan
diterima oleh Kabupaten Pacitan, meskipun belum significant.
Penurunan ini disebabkan karena belum adanya beberapa perubahan dalam
PBB dan BHPTB ketika ditangani oleh pemerintah pusat menjadi ditangani oleh
pemerintah daerah, sebagaimana ditunjukkan dalam table berikut ini :
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Tabel 4.1.
Perubahan pengertian dan ketentuan – ketentuan sesuai dengan UU No 28 tahun 2009
Objek Bumi dan/atau bangunan Bumi dan/atau bangunan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan
Tarif sebesar 0,5 % Paling tinggi 0,3 %
NJKP 20% s.d 100%
PP 25 tahun 2002 ditetapkan
sebesar 20% dan 40%
Tidak Ada
NJOPTKP Setinggi-tingginya Rp.
12.000.000 Setinggi-tingginya
Rp. 12.000.000
paling rendah Rp. 10.000.000
PBB
Terhutang
Tarif x NJKP x (NJOP -
NJOPTKP)
0,5 x 20% x (NJOP -
NJOPTKP) untuk NJOP < 1
MILIAR
0,5 x 40% x (NJOP -
NJOPTKP) untuk NJOP > 1
MILIAR
Tarif x (NJOP - NJOPTKP)
Maksimal 0,3% x (NJOP -
NJOPTKP)
Sumber : UU No 28 tahun 2009
C. Pembahasan Permasalahan dalam Pengalihan PBB menjadi pajak daerah
Untuk menjawab permasalahan pertama yaitu kondisi tentang penetapan tarif
nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih
berlaku , terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan pengalihan PBB
menjadi pajak daerah antara lain sebagai berikut :
C.1. Hasil Indepth Interview dengan instansi terkait
1. Rasionalisasi NJOP, selama ini NJOP belum bisa mengikuti perkembangan
harga pasar yang ada artinya deviasi harga pasar masih sangat jauh
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
dibandingkan dengan NJOP yang ditetapkan. Kabupaten Pacitan pada tahun
2011 telah melakukan survey harga pasar yang akan digunakan sebagai bank
data.
2. PBB terutang sekitar 9,6%
3. Penentuan PBB yang ditarik baru pada pajak bumi saja, untuk pajak
bangunannya belum diimplementasikan. Padahal sering terjadi kondisi di
lapangan tanah luas namun bangunan sederhana atau sebaliknya tanah sempit
namun dengan bangunan yang luas. Oleh sebab itu perlu dilakukan adanya
pendataan bangunan sebagai obyek pajak selain tanah.
4. Desa di kabupaten Pacitan berjumlah 171 desa/ kelurahan dengan criteria 71
desa/ kelurahan dalam kondisi berkembang dan 100 desa/ kelurahan sebagai
desa/ kelurahan yang biasa.
5. Permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengalihan pajak ini dipilah menjadi
dua yaitu secara tehnis dan SDM
a. Secara tehnis
Pelibatan perangkat desa dalam sosialisasi dan komunikasi
kepada masyarakat
Perangkat desa terlibat secara aktif dalam pendataan khususnya
dalam penyisiran survey tanah dan bangunan
Peralatan IT, hardware maupun software yang akan digunakan
dalam pelaksanaan pelayanan bagi masyarakat
b. SDM
Penyiapan SDM yang akan menangani di bidang administrasi
Penyiapan SDM yang akan menjadi petugas lapangan dalam
pendataan
Penyiapan SDM di lapangan
C.2. Indepth Interview dengan Masyarakat
1. Tingkat kesadaran masyarakat pedesaan dalam membayar PBB lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, ditunjukkan dengan tingkat
pembayaran yang 100%.
2. Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adalah dari sisi data yang belum
sesuai dengan kondisi lapangan
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
3. Adanya tanah yang kepemilikan dipunyai oleh orang di luar Pacitan
4. Pengalihan PBB di daerah jangan sampai menyebabkan kenaikan PBB yang
cukup tinggi sehingga akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Masyarakat
mampu menerima kenaikan PBB maksimal 10 % sampai dengan 15%.
5. Sertifikat sudah berubah namanya namun nama dalam SPPT tetap. Hal ini
terjadi karena notaris kurang bekerjasama dengan pemerintah sehingga
perubahan data tidak terlaporkan.
D. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyesuaian Tarif NJOP
Permasalahan kedua yaitu faktor penghambat dan pendorong dalam
penyesuaian penetapan tarif nilai jual yang berpengaruh terhadap penyesuaian
penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang
pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Pengalihan PBB ke daerah ini memiliki dua dilema yaitu sebagai peningkatan
dalam PAD sementara di sisi lain jangan sampai menimbulkan keresahan di
masyarakat.
Sebagai faktor penghambat :
a. Sebagian besar yang tercantum atau tertera dalam SPPT belum memasukkan dan
menghitung pajak bangunan.
b. Masih tersisa tunggakan PBB.
c. Wajib pajak sulit ditemui pengumpul PBB, karena berada (bertempat tinggal) di
luar desa atau wilayah.
d. Kesadaran wajib pajak.
e. Minimnya data status dan kondisi tanah dan bangunan.
f. Kurang tahunya manfaat dan kegunaan PBB oleh masyarakat
g. Perasaan bahwa penghasilan keluarga kurang cukup.
Sebagai faktor pendorong :
a. Masyarakat wajib pajak menyetujui adanya survei berkala terhadap status dan nilai
tanah dan bangunan.
b. Meningkatnya harga transaksi tanah dan bangunan.
c. Tidak keberatan dengan apa yang tercantum dalam SPPT.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
d. Peningkatan kelas tanah dan status wilayah.
e. Kemudahan pembayaran PBB.
f. Penerbitan dan tepat waktu penerimaan SPPT oleh wajib pajak.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan dalam rangka
menunjang Pendapatan Asli Daerah disimpulkan berikut ini :
a. Pemerintah Kabupaten Pacitan memiliki potensi besar meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah melalui Pajak Bumi dan Bangunan, mengingat sebagian besar Pajak
Bangunan masih belum diperhitungkan, dan belum dicantumkan dalam SPPT
PBB.
b. Masyarakat wajib pajak untuk PBB setuju pemutakhiran data kondisi dan
keadaan dari tanah dan bangunannya.
c. PBB yang terutang sekitar 9,6%, yang boleh dikatakan masih wajar.
B. Rekomendasi
a. Perlu segera payung hukum (Perda) tentang PBB untuk pelaksanaan pengelolaan
PBB oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan.
b. Perlu komunikasi dan informasi kepada wajib pajak untuk PBB oleh instansi
pelaksana.
c. Perubahan pengelolaan PBB perlu struktur organisasi dan pengelola yang kuat,
serta peralatan yang memadai.
d. Meminimalisir gejolak masyarakat wajib pajak dengan bijak, apabila dipandang
perlu pembayaran untuk tahun pertama pengalihan PBB ke daerah (Kabupaten
Pacitan) masih sama jumlah pembayaran PBB oleh wajib pajak untuk tahun
2013.
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, M, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang), Erlangga, Jakarta
Rahayu Siti Kurnia, 2009, Perpajakan Indonesia, Konsep & Aspek Formal, Graha Ilmu, Bandung
Riyadi dan Bratakusumah, DS, 2003, Perencanaan Pembanguanan Daerah, Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Siahhaan Marihot P, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016
Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD
top related