laporan akhir

51
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN OLEH: KELOMPOK : II (DUA) JURUSAN : TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS : TEKNIK ANGGOTA : 1. WIGA ANDINA P. (1010941006) 2. RIRI DIANA (1010941014) 3. RIZKI ANANDA (1010942002) 4. SIDRA FIMEYLIA (1010942010) 5. FAUZI OKTAFIANTO (1010942012) 6. MUHAMMAD AMMAR (1010942022) 7. IRMA SURIANTI (1010942024) 8. AMAMIL KHAIRA (1010942028) LABORATORIUM KUALITAS UDARA

Upload: amamikhiara

Post on 31-Jul-2015

635 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ini adalah aku

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

OLEH:

KELOMPOK : II (DUA)

JURUSAN : TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS : TEKNIK

ANGGOTA : 1. WIGA ANDINA P. (1010941006)

2. RIRI DIANA (1010941014)

3. RIZKI ANANDA (1010942002)

4. SIDRA FIMEYLIA (1010942010)

5. FAUZI OKTAFIANTO (1010942012)

6. MUHAMMAD AMMAR (1010942022)

7. IRMA SURIANTI (1010942024)

8. AMAMIL KHAIRA (1010942028)

LABORATORIUM KUALITAS UDARA

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2012

Page 2: LAPORAN AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain

ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan

pencemaran udara serta pemulihan mutu udara. Sumber pencemar adalah setiap usaha

dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara

tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Peraturan Pemerintah RI Nomor 41, 1999).

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk

pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar

udara yang berbentuk padatan. Namun dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya

dengan masalah pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam

bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks

yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara (Anonymous A, 2008).

Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari

aktivitas manusia. Sumber pencemaran partikel akibat aktivitas manusia sebagian besar

berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat

transportasi. Pencemaran partikel yang berasal dari alam, adalah sebagai berikut (Anonymous

A, 2008):

1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang;

2. abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke duara akibat letusan gunung berapi;

3. semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.

Dalam pengambilan contoh uji, yang perlu diperhatikan untuk penentuan lokasi pengabilan

contoh uji adalah bahwa data yang diperoleh harus dapat mewakili daerah yang sedang

dipantau, yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan/ Titik pemantauan kualitas

udara ambien ditetapkan dengan mempertimbangkan (SNI 19-7119.6-2005):

1. Faktor meteorologi (arah dan kecepatan angin);

2. faktor geografi seperti topografi; dan

3. tata guna lahan.

Page 3: LAPORAN AKHIR

2.2 Total Suspended Particulate (TSP)

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk

pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar

udara yang berbentuk padatan (Prabu, 2008).

Partikulat digunakan untuk memberikan gambaran partikel cair atau padat yang tersebar di

udara dengan ukuran 0,001 µm sampai 500 µm. Partikulat mengandung zat-zat organik

maupun zat-zat non organik yang terbentuk dari berbagai macam materi dan bahan kimia.

Ukuran partikel dapat menggambarkan seberapa jauh partikel dapat terbawa angin, efek yang

ditimbulkannya, sumber pencemarannya dan lamanya masa tinggal partikel di udara (Prabu,

2008).

Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan rentang ukurannya, partikel dapat

dibedakan menjadi 2 macam, yaitu (Prabu, 2008):

1. Dust fall (settleable particulate) adalah partikel berbentuk lebih besar dari 10 µm;

2. suspended Particulate Matter (SPM) adalah partikel yang ukurannya lebih kecil dari

10µm dan keberadaannya terutama berasal dari proses industri dan pembakaran.

Sumber pencemaran partikel akibat aktivitas manusia sebagian besar berasal dari pembakaran

batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. Partikel di

atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel-partikel padat cair. Ukuran partikel

dari 100 µm hingga kurang dari 0,01 µm. Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan

dengan sumbernya. Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat

partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu

hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan

pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan

kecepatan angin yang bertiup (Prabu, 2008).

Besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke dalam saluran pernapasan manusia

adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10 µm dan berada di udara sebagai suspended

particulate matter. Partikel debu dengan ukuran lebih besar 10 µm akan lebih cepat

mengendap ke permukaan sehingga kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi

lebih kecil dan kalaupun terjadi akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas. Debu yang

dapat dihirup disebut debu inhalable dengan diameter ≤10 µm dan berbahaya bagi saluran

pernapasan karena mempunyai kemampuan merusak paru-paru. Sebagian debu yang masuk

ke saluran pernapasan berukuran 5 µm akan sampai ke alveoli.

Page 4: LAPORAN AKHIR

Total Suspended Particulate (TSP) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai

senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil,

mulai dari <1 µm sampai dengan maksimal 500 µm (Anonymous B, 2011).

Sumber Total Suspended Particulate (TSP) adalah sebagai berikut (Anonymous A, 2011):

1. Debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung

berapi;

2. pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa

karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik;

3. pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari

butir-butiran tar;

4. pembakaran sampah domestik dan sampah komersial;

5. berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan.

Sifat Total Suspended Particulate (TSP) adalah sebagai berikut (Anonymous B, 2011):

1. Sifat fisik

Berupa butiran-butiran kecil zat padat dan tetes-tetes air. Terdapat dalam lapisan atmosfer

dan merupakan bahan pencemar udara yang sangat berbahaya. Partikulat yang umum

ditemukan di atmosfer adalah aerosol, berdiameter lebih kecil dari 20 µm yang dapat tetap

di udara dan mudah bergerak seperti gas.

2. Sifat kimia

Mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk

yang berbeda pula, tergantung dari mana sumber emisinya.

Dampak Total Suspended Particulate (TSP) terhadap kesehatan adalah sebagai berikut

(Anonymous A, 2011):

1. Partikulat berukuran kecil dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di

alveoli sehingga menyebabkan:

a) Memperlambat pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam darah, sehingga

menyebabkan sesak napas;

b) tegang hati, karena harus bekerja lebih keras untuk mengkompensasi hilangnya

oksigen.

2. Partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernapasan bagian atas dan

menyebabkan iritasi;

Page 5: LAPORAN AKHIR

3. Partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi

pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (visibility).

Pengendalian Total Suspended Particulate (TSP) adalah sebagai berikut (Anonymous B,

2011):

1. Pencegahan

a) Dengan melengkapi alat penangkap debu (Electro precipitator);

b) dengan melengkapi water sprayer pada cerobong;

c) pembersihan ruangan dengan sistem basah;

d) pemeliharaan dan perbaikan alat penangkap debu;

e) menggunakan masker.

2. Penanggulangan

Penanggulangan untuk mengatasi pencemar TSP adalah dengan cara memperbaiki alat

yang rusak.

Gambar 2.1 High Volume Sampler

2.3 Particulate matter 10 (PM10)

Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat

tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu estetika, partikel

berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan

penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber

utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas (Anonymous C, 2011).

Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari

diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan

partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu

Page 6: LAPORAN AKHIR

yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10

diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan

pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak,

sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis.

Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya. PM10 merupakan salah satu

pencemar berbentuk partikulat. PM10 adalah material yang terdispersi di udara, baik berbentuk

padat maupun cair yang berukuran berukuran 2,5 sampai 10 mm. Sumber (PM10) berbeda

untuk setiap daerah, tergantung dari aktivitas di daerah tersebut (Anonymous C, 2011).

PM10 dapat berupa (Anonymous C, 2011):

1. Asap, kotoran dan debu dari pabrik, pertanian, dan jalan;

2. jamur, spora dan serbuk sari.

Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel

yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia

di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOX.

Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 µm atau kurang. Proporsi cukup besar dari PM2,5

adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder.

Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering

ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin

ke tempat yang jauh dari sumbernya. Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak

yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan

untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat

kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi

langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada

partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa

karbon dapat mempunyai efek karsinogenik atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang

berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel

inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang

menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari

kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 µm

(Harrop, 2002).

Sumber PM10 adalah sebagai berikut (Anonymous C, 2011):

1. Pembakaran bahan bakar minyak, (gasoline, diesel fuel);

Page 7: LAPORAN AKHIR

2. konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja;

3. pertambangan;

4. pembakaran sisa pertanian (jerami);

5. kebakaran hutan.

Langkah-langkah untuk mengurangi PM10 (Anonymous C, 2011):

1. Clean Air Act yang dibuat oleh pemerintah dan menambah pajak bagi industri yang

melakukan pencemaran udara;

2. mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui diantaranya

Fuel Cell dan Solar Cell;

3. menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.

Berdasarkan sifatnya debu dikategorikan pada (Prabu, 2011):

1. Sifat pengendapan yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi

bumi;

2. sifat permukaan basah sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis;

3. sifat penggumpalan karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya

cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan

adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan. Debu listrik statik,

debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan

dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan;

4. sifat opsis, partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat

terlihat dalam kamar gelap.

Berdasarkan macamnya debu juga dapat dikelompokan ke dalam (Prabu, 2011):

1. Debu organik (debu kapas, debu daun daunan, tembakau dan sebagainya);

2. debu mineral (merupakan senyawa kompleks : SiO2, SiO3, arang batu dll) dan;

3. debu metal (debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen, dll).

Berdasarkan segi karakter zatnya debu terdiri atas (Prabu, 2011):

1. Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber);

2. kimia (mineral organik dan inorganik);

3. biologis (virus, bakteri, kista) dan;

4. debu radioaktif.

Di tempat kerja jenis-jenis debu ini dapat ditemui di kegiatan pertanian, pengusaha keramik,

batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, pasar tradisional, pedagang pinggir jalan dan lain lain.

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan

(Prabu, 2011).

Page 8: LAPORAN AKHIR

Berdasarkan hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut

(Prabu, 2011):

1. Ukuran 5-10 µm akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas;

2. ukuran 3-5 µm akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah 1-3 µm sampai di

permukaan alveoli;

3. ukuran 0,5-0,1 µm hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan

vibrosis paru;

4. ukuran 0,1-0,5 µm melayang di permukaan alveoli.

Menurut WHO (1996), ukuran debu partikel yang membahayakn adalah berukuran 0,1–5 atau

10 µm. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai

10 µm.

Pengaruh PM10 terhadap kesehatan manusia :

1. Dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, misalnya batuk, nafas pendek, penyakit

paru-paru, penyakit hati, dan lain-lain;

2. kebanyakan partikel halus itu berasal dari senyawa sulfur dan nitrogen yang dalam selang

waktu beberapa jam atau beberapa hari berubah dari gas menjadi padat;

3. salah satu partikulat yang penting dapat menyebabkan ISPA adalah mist asam sulfat

(H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan dan

menimbulkan bronco konstriksi karena sifatnya yang iritan. Hal ini dapat merusak

terhadap saluran pertahanan pernafasan (bulu hidung, silia, selaput lendir) dan

menimbulkan penyakit infeksi saluran nafas akut.

Partikel yang masuk ke dalam paru-paru dapat membahayakan manusia karena (Anonymous

D, 2011):

a. Sifat-sifat kimia dan fisik dari partikel tersebut mungkin beracun;

b. partikel yang masuk tersebut bersifat inert;

c. partikel tersebut membawa molekul-molekul gas berbahaya dengan cara mengabsorbsi

maupun mengadsorpsi yang menyebabkan molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai

dan tertinggal dalam paru-paru yang sensitif.

Penyebaran bahan pencemar di udara dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi sebagai

berikut karena (Anonymous D, 2011) :

1. Suhu Udara

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di udara sesuai dengan cuaca

tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi

Page 9: LAPORAN AKHIR

bahan pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara

makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi.

2. Kelembaban

Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar

di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi pencemar sekunder.

3. Tekanan udara

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia

antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara, sehingga

pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.

4. Angin

Angin adalah udara bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu proses

penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar udara, sehingga

kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai kadar berbeda.

Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin mempengaruhi kadar bahan

pencemar setempat.

5. Sinar Matahari

Sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar di udara karena dengan adanya

sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar udara dapat dipercepat atau diperlambat

reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut

banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi.

6. Curah Hujan

Hujan merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas jatuh ke bumi. Dengan

adanya hujan maka bahan pencemar berupa gas tertentu dapat diserap ke dalam partikel air.

Begitu pula partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain dapat ditangkap

dan menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian bahan

pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang akibat jatuhnya hujan.

Page 10: LAPORAN AKHIR

Gambar 2.2 Low Volume Sampler

2.4 Pengukuran Gas Impinger

Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap,

tergantung pada keadaan suhu udara/tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara adalah

juga atmosfer yang berada disekeliling bumi yang berfungsi sangat penting bagi kehidupan

didunia ini. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernapas, karbon dioksida untuk proses

fotosintesis oleh khlorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultra violet. Gas-gas lain

yang terdapat dalam udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hidrogen, metana,

belerang dioksida, amonia dan lain-lain. Apabila susunan udara menglami perubahan dari

susunan keadaan normal seperti tersebut diatas dan kemudian mengganggu kehidupan

manusia, hewan dan binatang, maka udara telah tercemar (Saputra, 2009).

Berdasarkan Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982,

polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat

energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan

oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

sesuai dengan peruntukannya. Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut

polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan

kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara

berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek

merusak (Anonymous E, 2011).

Dalam melakukan sampling udara, kita dapat membagi daerah monitoring (pemantauan) atas

tiga daerah dengan keperluan dan cara sampling yang berbeda-beda satu sama lainnya, yaitu

(Saputra, 2009):

Page 11: LAPORAN AKHIR

1. Daerah ambien

Daerah ambien merupakan daerah tempat tinggal penduduk (pemukiman) dimana

diperkirakan seseorang mengalami paparan oleh zat pencemar yang berlangsung selama 24

jam. Sehingga, konsentrasi zat pencemar udara harus sekecil mungkin dan memenuhi baku

mutu udara yang dipersyaratkan.

2. Daerah tempat kerja (work place)

Daerah tempat kerja (work place) merupakan daerah dimana seseorang bekerja selama

periode waktu tertentu. Biasanya seseorang bekerja di industri/pabrik selama 8 jam per

hari, sehingga keterpaan zat pencemar terhadap seseorang yang bekerja diharapkan tidak

mengganggu kesehatannya.

3. Daerah/sumber pencemar udara

Daerah/sumber pencemar udara, yang berasal dari cerobong asap pabrik perlu dilakukan

monitoring terhadap jenis dan konsentrasi zat pencemar, minimal setiap penggantian

teknologi proses dan penggunaan bahan baku yang berbeda.

Pengertian sampling disini adalah pengambilan suatu contoh udara pada tempat-tempat

tertentu, dimana diharapkan konsentrasi zat pencemar yang didapat dari hasil pengukuran

dapat mewakili konsentrasi contoh secara keseluruhan.Saat melakukan sampling udara ini,

ada beberapa faktor yang menentukan hasil analisisnya, diantaranya (Saputra, 2009):

1. Arah angin;

2. Kecepatan angin (m/s);

3. Waktu dan lama pengambilan contoh (jam);

4. Tekanan udara (mmHg);

5. Temperatur udara (oC);

6. Kelembapan udara (%);

7. Pola terdifusinya zat pencemar;

8. Dekat atau jauhnya industri dari lokasi sampling;

9. Jarak dan ramainya kendraan bermotor serta aktivitas penduduk.

Pengukuran kualitas udara ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar

yang ada di udara. Data hasil pengukuran tersebut sangat diperlukan untuk berbagai

kepentingan, diantaranya untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu daerah atau

untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang sedang dijalankan.

Berdasarkan proses pembentukannnya, zat pencemar di udara ambien dapat dibedakan di zat

pencemar primer dan zat pencemar sekunder. Zat pencemar primer dapat didefinisikan

Page 12: LAPORAN AKHIR

sebagai zat pencemar yang terbentuk di sumber emisinya (SO2, NOx), sedangkan zat

pencemar sekunder merupakan zat pencemar yang terbentuk di atmosfer, yang merupakan

produk dari reaksi kimia beberapa zat pencemar ( seperti senyawa oksidan dan ozon ).

Sedangkan berdasarkan fasanya, zat pencemar di udara dibedakan atas zat pencemar berupa

aerosol, atau partikulat (debu) dan zat pencemar berupa gas (SO2, NOx, Ozon dll) (Kodri,

2010).

Sulfur oksida dihasilkan dari sumber alami seperti letusan gunung berapi dan sumber buatan

seperti pembakaran bahan bakar minyak bumi. Di udara Sulfur oksida mengalami reaksi

fotokimia menjadi beberapa senyawa yang bersifat iritan kuat terhadap selaput lendir dan

kulit. Efek terhadap hewan sama dengan efek terhadap manusia. Terhadap tumbuhan sulfur

oksida akan menyebabkan nukrosis pada daun. Selain itu sifat asam dari sulfur oksida akan

berakibat pada kerusakan gedung dan bangunan bersejarah. Nitrogen oksida yang sering

terdapat di udara berasal dari pembakaran. Kendaraan bermotor memproduksi NO sebanyak

98 % yang di udara akan diubah menjadi NO2. NO2 adalah zat yang toksik bagi manusia. pada

kadar 50-100 ppm akan menyebabkan peradangan paru-paru bila manusia terpapar beberapa

menit saja. Karbonmonoksida diproduksi dari pembakaran tidak sempurna bahan yang

mengandung karbon atau pembakaran di bawah temperatur dan tekanan tinggi seperti dalam

mesin. CO dalam tubuh akan berikatan dengan hemoglobin darah sehingga darah kurang

mengikat oksigen, akibatnya tubuh akan kekurangan suplai oksigen. Ozon secara alami

terdapat di lapisan stratosfer dan sebgian kecil di troposfer. Secara aktifitial ozon didapat dari

berbagai sumber seperti peralatan listrik bervoltase tinggi, peralatan sinar rontgen dan

spektrograf. Ozon bereaksi dengan segala zat organik yang dilaluinya. aozon akan mematikan

sel-sel mikrofag, menstimulasi penebalan dinding arteri paru-paru (Soemirt, 2000).

Teknik pengumpulan gas yang umum digunakan untuk menangkap gas pencemar di udara

adalah dengan teknik absorpsi, adsorpsi, pendinginan dan pengumpulan pada kantong udara

(bag sampler atau tube sampler) (Kodri, 2010):

1. Teknik absorpsi

Teknik absorpsi adalah teknik pengumpulan gas berdasarkan kemampuan gas pencemar

terabsorpsi/bereaksi dengan larutan pereaksi spesifik (larutan absorben). Untuk melakukan

pengumpulann gas pencemar tersebut diperlukan alat absorber. Pereaksi kimia yang

digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar tertentu yang

akan di analisis. Contoh teknik absorpsi adalah pengukuran SO2 dengan metode

pararosaniline, NOx dengan metode saltzman, pengukuran ozon/oksidan dengan metode

NBKI.

Page 13: LAPORAN AKHIR

2. Teknik adsorpsi

Teknik adsorpsi berdasarkan kemampuan gas pencemar teradsorpsi pada permukaan padat

adsorbent . Jenis adsorben yang umum digunakan adalah karbon aktif, TENAX-GC atau

amberlite XAD). Teknik ini digunakan untuk pengumpulan gas-gas organik seperti

senyawa hidrokarbon, benzene, toluene dan berbagai jenis senyawa organik yang mampu

terserap pada permukaan adsorben yang digunakan.

3. Teknik evacuated

Teknik pengumpulan contoh gas dengan evacuated memerlukan alat penampung gas yaitu

berupa botol yang inert yang telah divakumkan atau dengan kantong udara yang terbuat

dari bahan tedlar atau teflon, atau digunakan jarum suntik (gas syringe) . Teknik ini sering

digunakan untuk gas pencemar dengan konsentrasi yang tinggi dan tidak memerlukan

pemekatan contoh udara.

Berbagai jenis metode analisis dapat digunakan untuk mengukuran zat pencemar di udara

ambien, diantaranya (Kodri, 2010):

1. Sulfur dioksida (SO2)

a. Metode pararosaniline-spektrofotometri

SO2 di udara diserap atau diabsoprsi oleh larutan kalium tetra kloromercurate (absorban)

dengan laju flowrate 1 liter/menit. SO2 bereaksi dengan kalium tetra kloromercurate

membentuk komplek diklorosulfitomercurate. Dengan penambahan pararosaniline dan

formaldehide akan membentuk senyawa pararosaniline metil sulfonat yang berwarna

ungu kemerahan. Intensitas warna diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 548 nm.

b. Metode UV-spektrofotometri

 Prinsip dasar pengukuran gas SO2 dengan sinar ultra violet adalah berdasarkan

kemampuan molekul SO2 berinteraksi dengan cahaya pada panjang gelombang 190–230

nm, menyebabkan elektron terluar dari molekul gas SO2 akan tereksitasi pada tingkat

energi yang lebih tinggi (excited state). Elektron pada posisi tereksitasi akan kembali ke

posisi ground state dengan melepaskan energi dalam bentuk panjang gelombang

tertentu. Dengan mengukur intensitas cahaya tersebut maka dapat ditentukan

konsentrasi gas SO2. Metode ini praktis mudah dioperasikan , stabil dan akurat, metode

ini metode yang dipakai untuk alat pemantauan kualitas udara scara automatik dan

kontiniu. Perlu diketahui bahwa ketelitian dan keakuratan metode ini sangat dipengarhui

oleh sistem kalibrasi alat tersebut.

2. Oksida-oksida Nitrogen

a. Metode griess saltman-spektrofotometri

Page 14: LAPORAN AKHIR

NO2 di udara direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman (absorbent) membentuk

senyawa yang berwarna ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.   Absorber untuk penangkapan NO2

adalah absorber dengan desain khusus dan porositas frittednya berukuran 60 µm.

b. metode chemiluminescence;

c. gas NO diudara direaksikan dengan gas ozon membentuk nitrogen dioksida tereksitasi.

NO2 yang tereksitasi akan kembali pada posisi ground state dengan melepaskan energi

berupa cahaya pada panjang gelombang 600-875 nm. Intensitas cahaya yang diemisikan

diukur dengan photomulltifier, Intensitas yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi

NO di udara. Sedangkan gas NO2 sebelum direaksikan dengan gas ozon terlebih dahulu

direduksi dengan katalitik konventor.

3. Karbonmonoksida

a. Metode Nondispersive infrared (NDIR)

Pengukuran ini berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra merah pada

panjang 4,6 µm . Banyaknya intensitas sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi

CO di udara. Analyzer ini terdiri dari sumber cahaya inframerah, tabung sampel dan

reference, detektor dan rekorder.

b. Metode oksidasi CO dengan campuran CuO-MnO2 dalam suasana panas membentuk

gas CO2. Selanjutnya CO2 tersebut diabsorpsi dengan larutan Ba(OH)2 berlebih.

Kelebihan Ba(OH) dititrasi asam oxalat menggunakan indikator phenol phthalin .

Metode yang lain adalah oksidasi CO oleh I2O5 dalam suasana panas menghasilkan gas

I2. Selanjutnya gas tersebut ditangkap oleh larutan KI membentuk warna kuning dan

diukur dengan spektrofotmeter. Kedua metode ini hanya cocok untuk untuk konsentrasi

CO relatif tinggi 5 ppm.

4. Ozon/Oksidan

a. Metode Neutral Buffer Potassium Iodine (NBKI) –spektrofotometri

Gas/udara yang mengandung ozon dilewatkan dalam pereaksi kalium iodida pada buffer

pH netral (pH 6,8), membebaskan Iodium. Selanjutnya iodium yang dibebaskan diukur

intensitasnya pada panjang gelombang 350 nm.

b. Metode Chemiluminescence

Gas ozon direaksikan dengan gas asetilin membentuk aldehid yang tidak stabil , yang

selanjutnya akan melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Intensitas cahaya yang

diemisikan diukur dengan fotomultiplier, yang berbanding lurus dengan konsentrasi

Page 15: LAPORAN AKHIR

ozon. Panjang gelombang cahaya yang diemisikan pada panjang gelombang 300 – 600

nm.

BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Total Suspended Particulate (TSP) dan Particulate matter 10 (PM10)

3.1.1 Alat-Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:

1. High Volume Sampler (HVS), untuk menghisap partikulat yang berukuran maksimal 100

μm;

2. Low Volume Sampler (LVS), untuk menghisap partikulat yang berukuran maksimal 10

μm;

3. Neraca analitik, untuk menimbang berat filter;

4. Kertas filter (fiber glass / HVS), sebagai media untuk adsorbansi partikulat;

5. Kompas, untuk menentukan arah mata angin;

6. Tripod, untuk meletakkan/ menyangga eluriator;

7. Anemoneter, untuk mengukur kecepatan angin;

8. Pinset, untuk memindahkan filter dari suatu tempat ke tempat lainnya;

9. Enset, sebagai sumber arus;

10. Pocket Weather Man, untuk mengukur suhu dan kelembapan;

11. Travo step down,  untuk menyalurkan tenaga/ daya listrik;

12. Kabel raun, untuk menghubungkan sumber arus dengan alat yang digunakan;

13. Desikator, untuk mengkondisikan filter;

Page 16: LAPORAN AKHIR

14. Global Position System (GPS), untuk menentukan koordinat titik sampling.

3.1.2 Prosedur Praktikum

3.1.2.1 Sebelum Praktikum

1. Filter dikondisikan selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca

analitik (pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum

sampling dilakukan filter tidak boleh dilipat;

2. Setelah ditimbang letakkan filter di dalam file box yang telah diisi silica gel dan dilapisi

kertas alumunium foil;

3. Tutup rapat file box dengan selotip, agar uap air tidak masuk.

Page 17: LAPORAN AKHIR

3.1.2.2 Saat Praktikum

3.1.2.2.1 Total Suspended Particulate (TSP)

1. Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik;

2. Hidupkan HVS dan setelah berjalan 5 menit catat kecepatan aliran udara. Biarkan

sampling berlangsung selama 1 jam;

3. Catat kondisi metereologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan kecepatan

angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran

udara;

4. Setelah praktikum berakhir, matikan alat HVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan,

filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi

saling berhadapan;

5. Masukan filter tersebut ke dalam plastik;

6. Kondisikan filter dalam desikator selama minimal 24 jam.

3.1.2.2 Particulate Matter (PM 10) Low Volume Sampler (LVS)

1. Sumber arus listrik disiapkan, dipastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus

listrik;

2. Tripod dipasang setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator;

3. Filter dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang akan menghubungkan

elutriator dengan pompa vakum;

4. LVS dihidupkan dan laju aliran diatur sampai 20 l/menit pada tombol pengatur laju aliran;

5. Kecepatan aliran udara dicatat setelah alat hidup 5 menit. dibiarkan sampling berlangsung

selama 1 jam;

6. Kondisi meteorologi dicatat (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan kecepatan

angin) minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir laju aliran udara dicatat

kembali;

7. Setelah praktikum berakhir, alat LVS dimatikan, face plate dibuka dan filter dikeluarkan,

filter dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi

saling berhadapan;

8. Filter tersebut dimasukkan ke dalam plastik;

9. Filter dikondisikan dalam desikator selama minimal 24 jam.

3.1.2.3 Setelah Praktikum

Filter yang telah dikondisikan ditimbang dengan neraca analitik minimal 5 kali pengukuran

untuk masing-masing filter.

Page 18: LAPORAN AKHIR

3.1.3 Perhitungan

3.1.3.1 Volume udara yang dihisap

V=(Q1 +Q 2+ … + Qn)Tn

Dimana:

V = volume yang terhisap (m3)Q1 = kecepatan aliran udara awal (m3/mnt)Q2 = kecepatan udara akhir (m3/mnt)T = waktu sampling (mnt)n = jumlah data pengukuran

3.1.3.2 Volume STP

Ps × VsTs

= Pstp × VstpTstp

Dimana:

Pstp = tekanan standar (1 atm/760mmHg)Vstp = volume standarTstp = suhu standar (25o C/298 K)

3.1.3.3 Konsentrasi partikel tersuspensi

C = ( Ws –Wo ) × 106

Vstp

Dimana:

C = konsentrasi partikel tersuspensi (µg/m3)Ws = berat filter fiber glass setelah sampling (g)Wo = berat filter fiber glass sebelum sampling (g)106 = konversi dari g menjadi (µg)

3.1.3.4 Konversi canter untuk partikulat 24 jam

C = C2 ( t2

t1)

p

Dimana:

C = konsentrasi partikel tersuspensi 24 jamC2 = konsentrasi partikel tersuspensi 1 jamt2 = 1 jamt1 = 2 jamP = konversi canter (0,17-0,2)

Page 19: LAPORAN AKHIR

3.2 Pengukuran Gas Impinger

3.2.1 Alat dan Bahan

3.2.1.1 Alat

1. Pompa vakum untuk membantu menarik gas yang akan diserap;

2. Tabung impinger yang berisi absorban sebagai wadah tempat larutan penyerap;

3. Tabung impinger yang berisi wool untuk menyaring zat agar tidak merusak pompa;

4. Selang sebagai penghubungpenghubung;

5. Spektrofotometer untuk mengukur absorban;

6. Tabung absorban sebagai tempat larutan penyerap;

7. Anemometer, untuk mengukur kecepatan angin;

8. Pocket weatherman untuk mengukur suhu, kelembaban dan tekanan;

9. Kompas, untuk penentuan arah angin;

10. Pipet takar 10 ml untuk memindahkan larutan dengan volume tertentu;

11. Bola hisap untuk menghisap larutan yang diambil dengan pipet takar;

12. Labu ukur 25 ml untuk menakar volume larutan yang digunakan saat prktikum;

13. Tripod berfungsi sebagai penyangga kotak impinger;

14. Kuvet Spektro untuk meletakkan larutan absorban saat menghitung intensitas warna

absorban di spektrofotometer;

15. Kotak impinger untuk meletakkn tabung impinger yang berisi absorban dan wol di

atas tripod.

3.2.1.2 Bahan

1. Larutan penyerap SO2;

2. Larutan penyerap O3;

3. Larutan penyerap CO;

4. Larutan penyerap TCM;

5. Asam Sulfamat;

6. Formaldehid;

7. Pararosanilin;

8. Indikator amilum 0.2 %;

9. Aquades;

Page 20: LAPORAN AKHIR

3.2.2 Prosedur Percobaan

3.2.2.1 Sebelum Praktikum

1. Masing-masing larutan penyerap diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet

takar;

2. Masing-masing larutan penyerap dimasukkan ke dalam botol absorban yang sudah diberi

label;

3. Botol absorban yang telah berisi larutan dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

3.2.2.2 Pada Saat Praktikum

1. Sumber arus listrik disiapkan, dipastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus

listrik;

2. Tripod dipasang setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakan kotak impinger;

3. Tabung impinger diisi dengan larutan penyerap sesuai dengan parameter gas yang akan

diukur sebanyak 10 ml;

4. Pompa vakum dihidupkan dan atur laju aliran udara yang dikehendaki;

5. Sampling dilakukan selama 1 jam;

6. Selesai batas waktu sampling yang direncanakan, panel pompa vakum diatur ke posisi off;

7. Masing-masing tabung impinger yang berisi absorban dipindahkan ke dalam botol film

dan diberi tanda sesuai peruntukannya serta disimpan dalam termos yang telah diisi batu

es;

8. Sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

3.2.2.3 Setelah Praktikum

Pembacaan absorbansi sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer sesuai tahapan

berikut:

1. Sampel NO2

Sampel yang berisi konsentrasi NO2 di udara ambien diserap dalam larutan penyerapan

yang mengandung asam sulfanilat dan N-(1-Naphtyl)-Ethylene Diamin Dihidro Cloride

(NEDA) membentuk senyawa merah muda.Intensitas warna (absorbansi) yang terjadi

diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Alat:

1. Kuvet spektrofotometer 2 buah;

2. Pipet takar 10 ml 1 buah;

3. Bola hisap 1 buah.

Bahan : Larutan penyerap NO2

Page 21: LAPORAN AKHIR

Cara Kerja:

1. 10 ml sampel dimasukkan ke kuvet;

2. 10 ml larutan penyerap NO2 dimasukkan kedalam kuvet;

3. Diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm;

4. Nilai absorban sampel yang terukur diplotkan ke kurva kalibrasi NO2.

2. Sampel SO2

Penyerap + 1 ml asam sulfamat kemudian dikocok. Dibiarkan 10 menit, kemudian

ditambahkan 2 ml formaldehid dan 5 ml pararosanilin, dikocok sampai homogen,

kemudian diukur dengan panjang gelombang 548 nm.

Alat:

1. Kuvet spektrofotometer 2 buah;

2. Pipet takar 10 ml 1 buah;

3. Bola hisap 1 buah;

4. Labu ukur 25 ml 2 buah.

Bahan:

1. Penyerap SO2;

2. Asam sulfamat;

3. Formaldehid;

4. Pararosanilin.

Cara Kerja

1. Perlakuan blanko

Ke dalam labu ukur 25 ml dimasukkan 10 ml larutan penyerap SO2 + 1 ml asam

sulfamat, dikocok. Dibiarkan 10 menit, kemudian ditambahkan 2 ml formaldehid dan

5 ml pararosanilin, dikocok sampai homogen, diencerkan sampai tanda batas.

2. Perlakuan sampel

10 ml sampel diambil dan diperlakukan sama dengan blanko.

3. Blanko dan sampel dimasukkan ke dalam kuvet, diukur pada spektrofotometer pada

panjang gelombang 548 nm

3. Sampel O3

Penyerap ± 5 ml amilum, biarkan ± 15 menit. Kemudian ukur dengan panjang gelombang

395 nm.

Alat

1. Kuvet spektrofotometer 2 buah;

Page 22: LAPORAN AKHIR

2. Pipet takar 10 ml 1 buah;

3. Bola hisap 1 buah;

4. Labu ukur 25 ml 2 buah.

Bahan yang digunakan adalah

1. Larutan iodine 0.05 N;

2. Indikator amilum;

3. Larutan penyerap O3

Cara Kerja

1. Blanko

10 ml penyerap + 5 ml amilum, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, dibiarkan 15

menit, diencerkan sampai tanda batas.

2. Sampel

10 ml sampel + 5 ml amilum dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml, dibiarkan 15

menit diencerkan sampai tanda batas.

4. Sampel CO

Penyerap dipanaskan dengan kompor selama 10 menit hingga penyerap berubah warna,

kemudian didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang

550 nm.

Alat yang digunakan adalah

1. Kuvet spektrofotometer 2 buah;

2. Kompor;

3. Labu ukur 25 ml 2 buah.

Bahan : larutan penyerap CO

Cara kerja

1. Blanko

10 ml penyerap dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, dipanaskan 10 menit/ hingga

kekuningan, didinginkan.

2. Sampel

10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, dipanaskan 10 menit/hingga

kekuningan dan didinginkan

Page 23: LAPORAN AKHIR

BAB IV

DATA SAMPLING

4.1 Total Suspended Particulate (TSP) dan Particulate matter 10 (PM10)

4.1.1 Data Form Berat Filter

Tabel 4.1 Berat Filter untuk Partikulat Tersuspensi

No.Berat Sebelum/Wo (gram)

Berat Setelah Ws/ (gram)

Selisih gram(gram)

1. 4.4058 4,4086 0,0028

2. 4.4055 4,4090 0,0035

3. 4.4055 4,4089 0,0034

4. 4.4055 4,4089 0,0034

5. - - -

Rata-rata 4.5269 4,5300 0,0032

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

Table 4.2 Berat Filter untuk Paritculate Matter (PM10)

No. Berat Sebelum/Wo (gram)Berat Setelah/Ws

(gram)Selisih Berat (gram)

1. 0,0928 0,0929 0,0001

2. 0,0928 0,0928 0,0000

3. 0,0928 0,0929 0,0001

4. - 0,0929 -

5. - 0,0929 -

Rata-rata

0,0930 0,09288 0,00013

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

4.1.2 Data Form Meteorologi

Tabel 4.3 Kondisi Meteorologi

No. Pukul (WIB)

Suhu (0C)

Tekanan(inHg)

Flowrate(cfm)

Kecepatan Angin

(m/dtk)

Arah Angin

Kelembaban

(%)

1. 07.36 25,9 28,97 36 Calm Calm 99,6

2. 07.46 24,8 28,98 38 1,1 Barat Daya 100

3. 07.56 25,6 28,98 38 0,4 Barat Daya 100

4. 08.06 25,8 28,98 38 0,3 Selatan 100

5. 08.16 26,9 28,99 38 0,2 Barat Daya 99,9

6. 08.26 26,7 29,00 38 0,6 Selatan 98,9

7. 08.36 29,4 28,80 37 calm Calm 93,3

Rata-rata - 26,59 28,96 37,57 - - 98,81

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

Page 24: LAPORAN AKHIR

4.1.3 Data Form Kendaraan

Tabel 4.4 Jumlah Kendaraan

No. Kendaraan Jumlah

1. Mobil berbahan bakar bensin 125

2. Mobil berbahan bakar solar 80

3. Motor 705

Total 910

Sumber: Data dan Perhitungan Praktikum LK , 2012

4.1.4 Data Elevasi dan Lokasi Sampling

Lokasi sampling berada di bundaran Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang. Koordinat

sampling 00o54’49,5” Lintang Selatan dan 100o27’47,9” Bujur Timur. Elevasi lokasi

sampling 913 ft.

4.2 Pengukuran Gas Impinger

4.2.1 Data Meteorolgi

Data ke

Pukul(WIB)

Suhu(oC)

Tekanan(inHg)

Flowrate(m3/menit)

Kecepatan Angin(m/dt)

Arah angin

Kelembaban(%)

1 07.27 26,2 28,96 0,1008 0 calm 1002 07.37 28,96 26,4 0,1008 0 calm 1003 07.47 29 28,97 0,1008 0,4 barat 1004 07.57 28,7 28,96 0,1008 0,8 barat 93,35 08.07 30,5 29,4 0,1008 0 calm 94,76 08.17 29,6 28,96 0,1008 0,3 timur 88,27 08.27 28,98 28,6 0,1008 0,4 selatan 94,7∑ - 201,94 200,25 - - - 670,9

Rata2 - 28,84 28,60 0,1008 - - 95,84

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

4.2.2 Data Jumlah Kendaraan

No Jenis KendaraanJenis Bahan Bakar

KeteranganBensin Solar

1 Motor 235 -2 Mobil 52 33

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

Page 25: LAPORAN AKHIR

4.2. 3 Data Form Larutan Standar

No Gas Absorban

1 NO2 0,1372 SO2 0,0033 CO 0,1714 O3 0,04

Sumber: Data dan perhitungan praktikum LKU, 2012

Page 26: LAPORAN AKHIR

BAB V

PERHITUNGAN DATA DAN ANALISIS DATA

5.1 Total Suspended Particulate (TSP)

5.1.1 Perhitungan

Konversi Kecepatan Aliran udara dari cfm menjadi m3/mnt

1 cfm = 0,028 m3/mnt

37,57 cfm = 37, 57cfm x 0,028 m3/mnt

= 1,008 m3/mnt

Volume Udara yang dihisap

V =Q1+Q2+ .. .+Qn

n×T

=(1,008 +1,064 +1,064 +1,064+1,064+1,064+1,036 )m3 /mnt)

7×60 mnt

= 63,12 m3

Volume STP

o Tekanan rata-rata sampling

Ps = 28,96 inHg x 25,4

= 735,584 mmHg

o Suhu rata-rata sampling

Ts =

26,2 + 28,96 + 29 + 28,7 + 30,5 + 29,6 + 28,98 7

= 26,59oC

= 299,59o K

o Volume sampling

Vs = 63,12 m3

o Volume STP

Ps x VsTs

=PSTP x VSTP

T STP

Page 27: LAPORAN AKHIR

VSTP = Vs x

PsPSTP x

TSTP

Ts

= 63,12 m3 x

735,584 mmHg760 mmHg x

299,59 K303,3 K

= 60,34 m3

Konsentrasi partikulat tersuspensi untuk sampling 1 jam

C1 =

( Ws−Wo ) x 106

V STP

=

(4,5300− 4 ,5269) x 106 μg

66,22 m3

= 46,82µg/m3

Konversi canter untuk konsentrasi partikulat tersuspensi untuk 24 jam

C24= C1 ×( t2

t1)

p

C24 = 46,82( 124 )

0 ,18

C2 = 26,42 µg/m3

5.1.2 Analisis Data

Pada praktikum laboratorium lingkungan ini praktikan melakukan percobaan tentang

pengukuran Total Suspended Particulate (TSP) dengan High Volume Sampler. Kualitas udara

yang diuji adalah udara di sekitar Bundaran Teknik Fakultas Teknik Universitas Andalas

dengan koordinat sampling 00o54’49,5” Lintang Selatan dan 100o27’47,9” Bujur Timur. Pada

saat dilakukan pengukuran di lapangan, diperoleh suhu rata – rata sebesar 26,590C, tekanan

udara rata-rata 28,96 incHg, dan kelembaban rata – rata 98,81 %.

Pada saat dilakukan pengukuran kondisi cuaca tidak begitu panas namun suhu meningkat

seiring pertambahan waktu pengukuran. Adapun kendaraan yang melintas saat pengukuran

adalah sebanyak 125 unit mobil, 80 unit bus dan 705 unit sepeda motor. Lalu lintas

transportasi saat pengukuran cukup ramai seperti hari kerja biasanya sehingga partikulat yang

menyebar di udara juga cukup banyak.

Page 28: LAPORAN AKHIR

Setelah pengukuran dilakukan, data yang diperoleh diolah sehingga didapatkan hasil bahwa

pada High Volume Sampler volume udara yang dihisap VSTP adalah sebesar 63,12 m3.

Sedangkan total partikulat tersuspensinya adalah 46,82 µg/m3. Dalam praktikum ini, praktikan

harus berhati-hati dalam memindahkan filter. Karena berat awal dan berat akhir suatu filter

akan mempengaruhi ke nilai akhir dan konsentrasinya. Filter diperlakukan dengan sangat hati-

hati. Kertas filter dilipat dengan hati hati dengan posisi kertas filter yang berisi partikulat

saling berhadapan agar jika partikulat tersebut terlepas akan jatuh ke sisi kertas di

hadapannya. Selain itu dalam memegang kertas juga perlu diperhatikan yaitu dengan

menggunakan pinset dan jangan sampai kertas filter rusak atau robek karena jika kertas filter

tersebut rusak atau robek maka partikulat didalamnya akan terlepas sehingga mengurangi

berat akhir kertas tersebut. Hal ini akan menyebabkan data yang diperoleh tidak akurat.

Kondisi meteorologi saat sampling memiliki pengaruh terhadap kualitas udara yang di uji.

Misalnya suhu rendah dan kelembaban udara yang tinggi dapat memungkinkan partikel halus

berikatan dengan uap air sehingga mudah melekat dengan partikel lain dan membentuk

partikel yang lebih besar. Selain suhu dan kelembaban, kecepatan dan arah angin juga dapat

mempengaruhi hasil percobaan. Kecepatan angin yang tinggi dapat mempengaruhi

penyebaran partikel di udara. Hal ini menyebabkan partikel yang terserap ke dalam alat HVS

menjadi lebih banyak atau lebih sedikit daripada yang seharusnya.

Setelah dikonversi untuk pengukuran selama 24 jam diperoleh nilai TSP sebesar 26,42 µg/m3.

Jika hasil praktikum yang telah diperoleh dibandingkan terhadap Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, kualitas

udara yang ada di sekitar Bundaran Teknik Universitas Andalas dapat dikatakan berada di

bawah baku mutu dan masih tergolong aman karena nilai konsentrasi yang diperbolehkan

untuk TSP adalalah 230 µg/m3 per 24 jam. Namun pada pemaparan berulang hal ini akan

menimbulkan dampak buruk yang sangat membahayakan kesehatan. Tingginya konsentrasi

partikulat tersebut sebagian besarnya berasal dari buangan kendaraan bermotor yang

mengandung partikulat dan gas berbahaya yang melewati daerah tersebut. Untuk itu, perlu

dilakukan upaya pengurangan pencemaran dari kendaraan bermotor untuk meminimalisir

dampak negatif partikulat pencemar terhadap kesehatan.

Menurut ketentuan SNI 09-7118-6-2005 tentang penentuan lokasi pengambilan contoh uji

pemantauan kualitas udara ambien, tercantum bahwa lokasi pengambilan contoh uji harus

dapat mewakili daerah yang sedang dipantau serta jauh dari gedung atau bangunan yang

tinggi. Titik pemantauan kualitas udara ambien juga mempertimbangkan faktor meteorologi,

faktor geografi seperti topografi dan tata guna lahan. Melalui SNI tersebut praktikan dapat

Page 29: LAPORAN AKHIR

membandingakan tepat atau tidaknya lokasi pengambilan sampel yang telah praktikan

lakukan dengan prosedur yang ada di dalam SNI ini

5.2 Particulate Matter 10 (PM 10)

5.2.1 Perhitungan

Konversi Kecepatan Aliran udara dari cfm menjadi m3/mnt

1 cfm = 0,028 m3/mnt

20 cfm = 20 cfm x 0,028 m3/mnt

= 0,56 m3/mnt

Volume Udara yang dihisap

V =Q1+Q2+ .. .+Qn

n×T

=( 0,56 +0,56 +0,56 +0,564+0,56+0,56+0,56 )m3 /mnt )

7×60 mnt

= 33,6 m3

Volume STP

o Tekanan rata-rata sampling

Ps = 28,96 inHg x 25,4

= 735,584 mmHg

o Suhu rata-rata sampling

Ts =

26,2 + 28,96 + 29 + 28,7 + 30,5 + 29,6 + 28,98 7

= 26,59oC

= 299,59o K

o Volume sampling

Vs = 33,6 m3

o Volume STP

Ps x VsTs

=PSTP x VSTP

T STP

Page 30: LAPORAN AKHIR

VSTP = Vs x

PsPSTP x

TSTP

Ts

= 33,6 m3 x

735,584 mmHg760 mmHg x

299,59 K303,3 K

= 32,12 m3

Konsentrasi partikulat tersuspensi untuk sampling 1 jam

C1 =

( Ws−Wo ) x 106

V STP

=

(0,09288− 0 , 09230 ) x 106 μg

66,22 m3

= 8,76 µg/m3

Konversi canter untuk konsentrasi partikulat tersuspensi untuk 24 jam

C24= C1 ×( t2

t1)

p

C24 = 8,76( 124 )

0 ,18

C2 = 4,94 µg/m3

5.2.2 Analisis Data

Pada praktikum laboratorium lingkungan ini praktikan melakukan percobaan tentang

pengukuran Particulate Matter 10 (PM10) dengan Low Volume Sampler. Kualitas udara yang

diuji adalah udara di sekitar Bundaran Teknik Universitas Andalas dengan koordinat sampling

00o54’49,5” Lintang Selatan dan 100o27’47,9” Bujur Timur. Pada saat dilakukan pengukuran

di lapangan, diperoleh suhu rata – rata sebesar 26,590C, tekanan udara rata-rata 28,96 incHg,

dan kelembaban rata – rata 98,81 %.

Pada saat dilakukan pengukuran kondisi cuaca tidak begitu panas namun suhu meningkat

seiring pertambahan waktu pengukuran. Adapun kendaraan yang melintas saat pengukuran

adalah sebanyak 125 unit mobil, 80 unit bus dan 705 unit sepeda motor. Lalu lintas

transportasi saat pengukuran cukup ramai seperti hari kerja biasanya sehingga partikulat yang

menyebar di udara juga cukup banyak.

Page 31: LAPORAN AKHIR

Setelah pengukuran dilakukan, data yang diperoleh diolah sehingga didapatkan hasil bahwa

pada Low Volume Sampler diperoleh volume udara yang dihisap adalah sebesar 33,6 m3, total

partikulat tersuspensinya adalah 8,76 µg/m3. Dalam praktikum ini, praktikan harus berhati-

hati dalam memindahkan filter. Karena berat awal dan berat akhir suatu filter akan

mempengaruhi ke nilai akhir dan konsentrasinya. Filter diperlakukan dengan sangat hati-hati.

Kertas filter dilipat dengan hati hati dengan posisi kertas filter yang berisi partikulat saling

berhadapan agar jika partikulat tersebut terlepas akan jatuh ke sisi kertas di hadapannya.

Selain itu dalam memegang kertas juga perlu diperhatikan yaitu dengan menggunakan pinset

dan jangan sampai kertas filter rusak atau robek karena jika kertas filter tersebut rusak atau

robek maka partikulat didalamnya akan terlepas sehingga mengurangi berat akhir kertas

tersebut. Hal ini akan menyebabkan data yang diperoleh tidak akurat.

Kondisi meteorologi saat sampling memiliki pengaruh terhadap kualitas udara yang di uji.

Misalnya suhu rendah dan kelembaban udara yang tinggi dapat memungkinkan partikel halus

berikatan dengan uap air sehingga mudah melekat dengan partikel lain dan membentuk

partikel yang lebih besar. Selain suhu dan kelembaban, kecepatan dan arah angin juga dapat

mempengaruhi hasil percobaan. Kecepatan angin yang tinggi dapat mempengaruhi

penyebaran partikel di udara. Hal ini menyebabkan partikel yang terseprap ke dalam alat LVS

menjadi lebih banyak atau lebih sedikit daripada yang seharusnya.

Setelah dikonversi untuk pengukuran selama 24 jam diperoleh nilai PM10 sebesar 4,94 µg/m3.

Jika hasil praktikum yang telah diperoleh dibandingkan terhadap Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, kualitas

udara yang ada di sekitar Bundaran Teknik Universitas Andalas dapat dikatakan berada di

bawah baku mutu dan masih tergolong aman karena nilai konsentrasi yang diperbolehkan

untuk PM10 adalah sebesar 150 µg/m3 . Namun pada pemaparan berulang hal ini akan

menimbulkan dampak buruk yang sangat membahayakan kesehatan. Tingginya konsentrasi

partikulat tersebut sebagian besarnya berasal dari buangan kendaraan bermotor yang

mengandung partikulat dan gas berbahaya yang melewati daerah tersebut. Untuk itu, perlu

dilakukan upaya pengurangan pencemaran dari kendaraan bermotor untuk meminimalisir

dampak negatif partikulat pencemar terhadap kesehatan.

Menurut ketentuan SNI 09-7118-6-2005 tentang penentuan lokasi pengambilan contoh uji

pemantauan kualitas udara ambien, tercantum bahwa lokasi pengambilan contoh uji harus

dapat mewakili daerah yang sedang dipantau serta jauh dari gedung atau bangunan yang

tinggi. Titik pemantauan kualitas udara ambien juga mempertimbangkan faktor meteorologi,

faktor geografi seperti topografi dan tata guna lahan. Melalui SNI tersebut praktikan dapat

Page 32: LAPORAN AKHIR

membandingakan tepat atau tidaknya lokasi pengambilan sampel yang telah praktikan

lakukan dengan prosedur yang ada di dalam SNI ini.

5.3 Pengukuran Gas Impinger

5.3.1 Perhitungan

Tekanan rata-rata = 28,60 inhg dimana 1 inhg = 25,4 mmhg, maka:

28,85 inhg = 825,11 mmhg

Suhu rata-rata = 28,840

C = 301,840

K

5.3.2 NO

5.3.2.1 Kurva Kalibrasi NO2

Konsentrasi (X) Absorban (Y)0 0,000

0,1 0,0280,5 0,1250,8 0,208

1 0,2502 0,500

0 0.5 1 1.5 2 2.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

f(x) = 0.249488778054863 x + 0.00220822942643395R² = 0.999686790171741

Kurva Kalibrasi NO2

Series2

Linear (Series2)

Konsentrasi

Abs

orba

n

5.3.2.2 Konsentrasi NO2 (μ g/ m3 )

(Y−0 ,00220 , 2565 )×volumeLaru tan Akhir ( L)×suhu (0 K )×760 mmHg×beratmolekul (g /mol )×106

lajuAliran( L/mnt )×WaktuSampling(60 menit )×P (mmHg)×298 K×24 , 45 ( l /mol )

Page 33: LAPORAN AKHIR

=( 0 ,137−0 , 0022

0 , 2495 )×10−2( L)×301 ,84 (0 K )×760 mmHg×46×106

1( L/mnt )×60 menit×825 , 11(mmHg )×298 K×24 ,45( l /mol )

= 157,97(μ g/ L )

= 0,15797 (μ g/ m3 )

5.3.2.3 Konsentrasi 24 jam :

C24 = C1

( T 1

T 24)

P

= 0,15797(μ g/ m3 ) x ( 124 )

0 ,18

= 0,089153 (μ g/ m3 )

5.3.3 SO2

5.3.3.1 Kurva Kalibrasi SO2

Konsentrasi (X) Absorban (Y)0 0.000

0.4 0.0550.8 0.1081.2 0.1601.6 0.2102 0.270

0 0.5 1 1.5 2 2.50

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

f(x) = 0.133357142857143 x + 0.000476190476190436R² = 0.999492658215749

Kurva Kalibrasi SO2

Series2

Linear (Series2)

Konsentrasi

Abs

orba

n

5.3.3.2 Konsentrasi SO2 untuk Volume Akhir 25 mL (μ g/ m3 )

Page 34: LAPORAN AKHIR

(Y−0 ,000470 , 1333 )×volumeLaru tan Akhir( L )×suhu(0 K )×760 mmHg×beratmolekul ( g/mol )×106

lajuAliran( L/mnt )×WaktuSampling(60 menit )×P(mmHg)×298 K×24 , 45( l /mol )

=( 0 ,003−0 ,00047

0 , 1333 )×25×10−3 L×301 ,84(0 K )×760mmHg×64×106

1( l /mnt )×60menit×825 , 11(mmHg )×298 K×24 , 45( l /mol )

= 19,31(μ g/ L )

= 0,01931 (μ g/ m3 )

5.3.3.3 Konsentrasi 24 jam :

C24 = C1

( T 1

T 24)

P

= 0,01931(μ g/ m3 ) x ( 124 )

0 ,18

=0,0108979359 (μ g/ m3 )

5.3.4 CO

5.3.4.1 Kurva Kalibrasi CO

Konsentrasi (X) Absorban (Y)0 0.000

0.2 0.0180.5 0.0400.8 0.0651.0 0.0822.0 0.160

Page 35: LAPORAN AKHIR

0 0.5 1 1.5 2 2.50

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

f(x) = 0.0797847358121331 x + 0.000994781474233521R² = 0.999710185854548

Kurva Kalibrasi CO

Series2

Linear (Series2)

Konsentrasi

Abs

orba

n

5.3.4.2 Konsentrasi CO (μ g/ m3 )

(Y +0 , 00990 , 0797 )×volumeLaru tan Akhir ( L)×suhu (0 K )×760 mmHg×beratmolekul ( g /mol)×106

lajuAliran( L/mnt )×WaktuSampling(60 menit )×P( mmHg)×298 K×24 , 45 (l /mol )

=( 0 ,171+0 , 0099

0 ,0838 )×5×10−2 L×301 , 84(0 K )×760 mmHg×28×106

1( l /mnt )×60 menit×825 , 11( mmHg)×298 K×24 ,45( l /mol )

= 1922,45(μ g/ L )

= 1,92245(μ g/ m3 )

5.3.4.3 Konsentrasi 24 jam :

C24 = C1

( T 1

T 24)

P

= 1,92245(μ g/ m3 ) x ( 124 )

0 ,18

= 1,084968251(μ g/ m3 )

5.3.5 O3

5.3.5.1 Kurva Kalibrasi O3

Page 36: LAPORAN AKHIR

Konsentrasi (X) Absorban (Y)0 0.000

0.01 0.0150.02 0.0280.1 0.1050.2 0.1960.5 0.505

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.60

0.10.20.30.40.50.6

f(x) = 0.998824163001526 x + 0.00332932411812223R² = 0.999489717041666

Kurva Kalibrasi O3

Series2

Linear (Series2)

Konsentrasi

Abs

orba

n

5.3.5.2 Konsentrasi O3(μ g/ m3 )

(Y +0 ,00330 ,9988 )×volumeLaru tan Akhir ( L)×suhu (0 K )×760mmHg×beratmolekul( g /mol )×106

lajuAliran( L/mnt )×WaktuSampling(60menit )×P( mmHg)×298 K×24 ,45 (l /mol )

=( 0 ,04+0 , 0033

0 ,9988 )×25×10−3 L×301 , 84(0 K )×760mmHg×48×106

1( l /mnt )×60menit×825 , 11(mmHg )×298 K×24 , 45( l /mol )

= 33,08436 (μ g/ L )

= 0,03308436(μ g/ m3 )

5.3.5.3 Konsentrasi 24 jam :

C24 = C1

( T 1

T 24)

P

= 0,03308436(μ g/ m3 ) x ( 124 )

0 ,18

= 0,0186717366 (μ g/ m3 )

Page 37: LAPORAN AKHIR

5.3.2 Pembahasan

Pada praktikum pengukuran gas di udara dengan impinger kali ini praktikan melakukan

smpling di jalan bundaran Fakultas Teknik, Universits Andalas yang terletak berseberangan

dengan gedung kuliah bersama H. Bundarn Fakultas Teknik ini tidak jauh dari pertigaan jalan

menuju Politeknik, sehingga kendaraan baik motor, angkot maupun bus kampus akan melalui

jalan pertigaan ini. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data yang didapat saat sampling

didapatkan hasil kadar gas NO2, SO2, CO dan O3 terukur seperti yang terdapat dalam tabel

berikut:

GasKonsentrasi Baku mutu (PP No.41 th 1999)

1 jam (µg/m3) 24 jam (µg/m3) 1 jam/ µgr/l 24 jam(µg/m3)NO2 0,15797 0,089153 400 150SO2 0,1931 0,108979359 900 365CO 1,92245 1,084968251 30.000 10000O3 0,03308436 0,0186717366 235

Baku mutu zat pencemar di udara ambient terdapat dalam PP No. 41 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran Udara. Dengan membandingkan kadar gas yang terukur dengan

baku mutu yang terdapat dalam PP tersebut dapat diketahui bahwa keempat parameter

pencemar udara yang diukur belum melebihi kadar maksimal yang diperbolehkan, berarti

konsentrasi gas-gas pada daerah sampling tersebut masih aman dan tidak membahayakan

kesehatan manusia apabila dihirup.

Hasil pengukuran yang telah didapatkan salah satunya dipengaruh karena waktu sampling

yang dilakukan pada pagi hari sehingga kadar gas pencemar udara di sekitar daerah sampling

masih rendah. Kadar gas tertinggi adalah gas CO, diikuti oleh NO2, SO2 dan terakhir O3. Hal

ini kemungkinan besar terjadi karena sebagian besar sumber pencemar yang ada di wilyah

sampling adalah buangan kendaraan yang melewati jalan yang ada di dekat wilyah sampling.

Salah satu zat yang dihasilkan dari pembakaran kendaraan bermotor adalah CO dan NOx

sehigga kedua gas ini kadarnya lebih banyak dibanding yang lain. Lokasi sampling yang jauh

dari daerah industri menyebabkan konsentrasi gas SO2 masih dalam kadar yang rendah karena

SO2 akan berasal dari hasil pembakaran batu bara atau minyak bumi yang biasanya dilakukan

oleh pabrik.

Secara alami O3 terdapat pada ketinggian 30 Km di atas permukaan bumi atau pada lapisan

stratosfer yang terbentuk melalui pemecahan molekul O2 oleh cahaya matahari pada panjang

gelombang 242 nm. Di lapisan troposfer O3 merupakan pencemar sekunder yang terbentuk

dari reaksi fotokimia antara NO dan hidrokarbon-hidrokarbon reaktif dengan bantuan sinar

Page 38: LAPORAN AKHIR

matahari. Kadar O3 yang terukur rendah kemungkinan besar dikarenakan waktu sampling

yang masih pagi sehingga pembentukan O3 di udara masih rendah.

Kondisi meteorologi wilayah sampling diketahui bahwa suhu rata-rata adalah 28,84oC,

tekanan udara rata-rata 825,11 mmHg dan kelembaban 95,84 %. Kondisi metereologi ini akan

ikut mempengaruhi keberadaan pencemar di wilayah sampling. Salah satunya adalah

kelembaban, semakin yang tinggi kelembaban semakin cepat terjadinya pencemaran di

wilayah tersebut karena adanya pelarutan bahan pencemar oleh uqp air. sebagai contoh, di

wilyh sampling kelembapannya cukup tinggi yakni 95,84 %. NO yang dikeluarkan oleh

pembuangan kendaraan bermotor di udara akan berubah menjadi NO2, kelembaban yang

tinggi akan mempercepat terbentuknya zat NO2 sehingga kadarnya akan lebih banyak.

Wilayah sampling berada di pinggir wilayah Kota Madya Padang sedangkan sedangkan

wkawasan industri yang berpotensi menjadi sumber pencemar udara tersebar di bgian barat

dan selatan lokasi sampling dengan jarak yang jauh. Data arah angin menunjukkan dari tujuh

kali pengukuran angin bertiup kerah barat dua kli, ke arah timur dan selatan masing-masing

sekali dan tiga kali tidak terjadi pergerakan udara. Kecepatan angin yang terukur di wilayah

samping juga kecil dari 1 m/dt. Kedua hal ini meyebabkan kemungkinan adanya pencemar

yang berasal dari tempat lain ke wilayah sampling menjadi kecil sehingga pencemar yang ada

di wilayah sampling hanya berasal dari sumber yang berada di wilayah sampling saat

sampling di laksanakan sehingga kadar pencemar di wilayah sampling menjadi rendah