lapak biokimpang enzim
Post on 09-Jul-2016
224 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Poppy Lukytasari240210130045
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Proses termal adalah proses-proses komersial di mana penggunaan panas
terkontrol baik, antara lain blansing, pasteurisasi, dan proses pengalengan /
sterilisasi. Keuntungan penggunaan panas pada pengawetan makanan adalah
ekonomis, aman, dan memproduksi bahan kimia bebas pada makanan, produk
lebih lunak dan enak, mikroorganisme sebagian besar dapat mati, serta bila
dikemas dengan menggunakan kemasan steril dapat mempunyai ketahanan
simpan lama (Desrosier, 1988).
Proses thermal juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim pada bahan
makanan. Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup
di dalam protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan
dengan protein.
Enzim mempunyai dua fungsi pokok sebagai berikut.
1. Mempercepat atau memperlambat reaksi kimia.
2. Mengatur sejumlah reaksi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama.
Walaupun enzim bersifat heat – resistance, tetapi dengan waktu
pemanasan yang lebih lama dan suhu yang lebih panas, maka enzim tersebut
dapat terinaktivasi (Buckle, et al., 1985).
Praktikum kali ini melakukan uji mengenai pengaruh pemanasan terhadap
aktifitas enzim dan sifat organoleptik produk. Dalam praktikum ini dilakukan
blansing kukus, blansing rebus, dan uji peroksidase. Lama waktu blansing yang
dilakukan untuk masing-masing bahan dan jenis blansing adalah sebagai berikut :
a) Blansing kukus :
Kubis 1,5 menit
Buncis 3 menit
Tomat 2 menit
b) Blansing rebus
Kubis 20 gr 0,1 menit, 1,5 menit, dan 5 menit
Buncis 20 gr 1 menit, 3 menit, dan 9 menit
Tomat (3 buah) 1 menit, 2 menit, 6 menit
Wortel 20 gr 4 menit, 6 menit, 8 menit
Poppy Lukytasari240210130045
Tujuan dari blansing adalah menonaktifkan enzim terutama
polifenoloksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab
ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraianvitamin C), serta
katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing,
menghilangkan kotoran yang melekat, mengurangi jumlah mikroorganisme,
melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan dan
mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mengeluarkan
gas hasil respirasi, mempermudah perlakuan selanjutnya, mencegah agar tekanan
dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi
berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah
(Tjahjadi dan Herlina, 2012).
Selain blansing, dilakukan pula pengujian peroksidase. Enzim proksidase
adalah salah satu enzim yang termasuk kedalam jenis enzim fenol oksidase yang
akan brepengaruh pada pencoklatan sayur atau buah. Enzim peroksidase
merupakan salah satu enzim yang tahan panas (heat-resistant). Enzim ini dapat
menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama masa
penyimpanan seperti bau dan rasa yang menyimpang. Cara yang tepat dan
sederhana untuk menonaktifkan enzim ini adalah dengan memblansing sayuran
dan buah-buahan tersebut. Penggunaan panas pada suhu tinggi dan waktu yang
memadai akan menghambat fenolase dan enzim lain yang ada dalam pangan.
Prosedur yang dilakukan adalah dilakukan penggerusan pada 20 gram
sampel, kemudian disaring dan diambil filtratnya sebanyak 3 ml, ditambahkan
aquades 10 ml, gualikol 0,5 ml dan larutan H2O2 0,5 ml, kemudian diamkan
selama 3,5 menit, lalu dilakukan pengamatan. Sampel yang digunakan dalam
praktikum ini adalah tomat, kubis, buncis, dan wortel. Masing-masing sampel
mendapatkan perlakuan dan tanpa perlakuan. Perlakuan yang dilakukan yaitu
blansing rebus melalui 3 durasi waktu yang berbeda-beda dan blansing kukus
dilakukan dengan waktu yang berbeda tergantung jenis sampel yang akan di
kukus. Setelah dilakukannya proses blansing sayuran harus dicelupkan pada
baskom yang berisi air dan es agar perubahan sayuran tidak terlalu drastis.
Gualikol (metoksil fenol) dalam uji peroksida ini berfungsi sebagai donor
hidrogen yang akan bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk senyawa
Poppy Lukytasari240210130045
yang berwarna merah kecoklatan. Penambahan hidrogen peroksida (H2O2)
berfungsi sebagai stimulan yang akan menentukan ada atau tidaknya enzim
peroksidase dalam bahan atau sampel. Hal ini disebabkan karena hidrogen
peroksida inilah yang nantinya akan bereaksi dengan guaiakol yang akan dikatalis
oleh enzim peroksidase dalam bahan yang mengakibatkan perubahan warna
sampel menjadi coklat sebagai dampak dari reduksi hidroperoksida menjadi air.
Peroksidase yang sudah inaktif dengan blansing dapat menjadi aktif kembali jika
proteinnya yang sudah terdenaturasi kembali pada keadaan semula dan bertemu
dengan grup metalnya (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).. Berdasarkan
hasil percobaan, sampel yang mengalami perubahan warna menjadi cokelat berarti
pada sampel tersebut terdapat enzim peroksidase. Lama pemblansingan sangat
menetukan dalam efektifitas inaktifasi enzim. Berdasarkan hasil percobaan yang
dilakukan, dapat diketahui melalalui hasil pengamatan yang terlihat pada tabel 1.
Aktivitas enzim harus di non-aktifkan karena dapat menyebabkan
perubahan, seperti kenampakan jelek, teksturnya sangat lunak dan rendah nilai
gizinya. Oleh karena itu dapat dilakukannya blansing untuk membuat semua
enzim yang ada tidak aktif. Contoh enzim penyebab pembusukan pada sayuran
adalah fenolase, lopoksidase, klorofilase, dan asam askorbat oksidase. Kelebihan
daripada blansing dengan perebusan dibanding pengukusan adalah proses panas
lebih merata terhadap bahan pangan karena seluruh komponen bahan pangan
terendam dalam air. Kelebihan dari proses blansing dengan medium uap air yaitu
pelarutan zat nutrisi khususnya vitamin oleh air yang berlebihan dan oksidasi
dapat dikurangi, sedangkan kelemahan blansing kukus ini lebih sulit tercapai suhu
yang seragam apabila bahan berjumlah banyak atau berukuran besar (Tjahjadi dan
Herlina, 2012).
Efektivitas blansing ditandai dengan tidak adanya aktivitas peroksidase,
karena peroksidase merupakan enzim yang lebih tahan terhadap panas, dengan
demikian reaksi yang sifatnya negatif dapat dipakai sebagai pertanda hilangnya
aktivitas enzim. Pada praktikum ini dilihat dari kedekatannya dengan blanko.
Semakin warna dekat dengan blanko, maka semakin efektif pemanasannya,
karena hal ini menunjukkan enzimnya semakin sedikit.
Poppy Lukytasari240210130045
Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik dan Uji Peroksida
Kelompok Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur Uji Peroksida
6 Kubis
kontrol Putih kekuningan
Khas kubis
Keras+++
Coklat +++++
Kukus1,5 menit
Putih kekuningan
+Bau+++ Keras
++Coklat ++
++
Rebus0,5 menit
Putih kehijauan
segar
Khas kubis +
Lunak+
Coklat +++
Rebus1,5 menit
Putih kehijauan ++(agak layu)
Khas kubis
menyengat ++
Lunak++ Coklat ++
Rebus5 menit
Putih kehijauan ++
(Layu)
Bau kubis matang
Lunak+++ Coklat +
7 Buncis
Kontrol Hijau+
Langu+
Keras +++++
Coklat +++++
Kukus3 menit
Hijau+++
Langu+++
Keras++
Coklat+
Rebus1 menit
Hijau++
Langu++
Keras++++
Coklat ++++
Rebus3 menit
Hijau+++
Langu+++
Keras+++
Coklat+++
Rebus9 menit
Hijau++++
Langu++++
Keras+
Coklat++
8 Wortel
Kontrol Orange Khas wortel Keras Coklat ++
++
Kukus6 menit
Orange cerah ++++
Khas wortel ++
++
Keras ++++
Coklat++
Rebus4 menit
Orange cerah +++
Khas wortel ++
+
Keras+++
Coklat+++
Rebus6 menit Orange ++ Khas
wortel ++Keras
++Coklat
++Rebus
8 menit Orange + Khas wortel +
Sedikit lunak
Coklat+
Poppy Lukytasari240210130045
9 Tomat
Kontrol Merah kekuningan
Khas tomat
Keras+++
Coklat +++++
Kukus2 menit
Merah kekuningan
Khas tomat
Keras++
Coklat ++++
Rebus1 menit
Merah kekuningan
Khas tomat +
Keras++
Coklat+++
Rebus2 menit
Merah kekuningan
+
Khas tomat ++
Keras++
Coklat++
Rebus6 menit
Merah kekuningan
++
Khas tomat +++ lembek Bening
kecoklatan
10 Kentang
Kontrol Kuning tuaKhas
kentang +++
Keras ++++
Coklat +++
Kukus6 menit Kuning +
Khas kentang
++
Keras++ Coklat ++
Rebus4 menit Kuning
Khas kentang +
++
Keras+++ Coklat +
Rebus6 menit Kuning +
Khas kentang
++
Keras+
Putih kecoklatan
Rebus8 menit Kuning ++
Khas Kentang
+Lunak Putih
bening
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014
Hasil pengamatan menunjukkan perubahan karakteristik sampel setelah dilalui
proses blansiing dan penambahan gualikol dan H2O2. Setelah proses blansing yang
dilakukan dengan perebusan terjadinya perubahan warna, aroma, tekstur.
Perubahan warna yang terjadi umumnya warna menjadi lebih pucat. Hal tersebut
karena blansing rebus lebih memungkinkan kehilangan komponen larut air bahan
lebih besar dibandingkan dengan menggunakan blansing kukus. Warna hijau
sayuran disebabkan oleh adanya pigmen klorofil. Dengan dilakukannya
pemanasan maka klorofil akan mudah terdegradasi. Sedangkan pada hasil
PEROKSIDASE
H2O2 + A H2
2H2O + A
Poppy Lukytasari240210130045
pengamatan yang dilakukan dengan blansing kukus terhadap kubis, buncis, tomat,
dan wortel adanya perubahan warna, aroma, tekstur, serta kemudahan kupas untuk
tomat. Sebenarnya waktu yang diperlukan untuk pengukusan setiap jenis sayuran
berbeda-beda tergantung dari ukuran. Semakin besar ukuran sayuran tersebut,
maka semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk mengukus. Perubahan
tekstur pada sayuran yang telah diblansing umumnya berubah menjadi lebih
lembut, lembek, layu, lentur, atau lunak dibandingkan dengan sebelum
dilakukannya blansing. Pada proses blansing ini waktu dan suhunya harus tepat
agar nilai gizinya tidak rusak. Aroma yang dihasilkan setelah dilakukannya proses
blansing umumnya aroma yang ditimbulkan semakin tercium.
Setelah dilakukannya pengamatan pengaruh pemanasan terhadap sifat
organoleptik dilakukan uji peroksidase. Peroksidase diduga besar peranannya
pada kerusakan oksidatif selama penyimpanan sayuran. Peroksidase merupakan
enzim yang stabil terhadap pemanasan, oleh sebab itu sering digunakan sebagai
indek efektivitas blansing. Uji peroksidase ini dilakukan terhadap masing-masing
sampel untuk mengetahui apakah setelah dilakukannya pemanasan enzim
peroksidase tidak aktif lagi.
Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim yang tahan panas. Jenis
reaksi yang dikatalisis oleh peroksidase melibatkan hidrogen peroksida sebagai
penerima dan senyawa AH2 sebagai donor atom hidrogen seperti yang
ditunjukkan berikut ini :
Pada reaksi ini tidak ada oksigen molekul yang terbentuk. Kerja enzim
peroksidase dalam sayuran berguna untuk pendeteksian keefektifan pemutihan,
sedangkan enzim tersebut dapat juga merusak sayuran sehingga mengakibatkan
rasa bau yang menyimpang. Selain itu juga berguna dalam penentuan glukosa
dalam suatu bahan pangan yang dikombinasikan dengan glukosa peroksidase.
Kerja enzim peroksidase dalam buah yaitu mengakibatkan terjadinya pencoklatan
(Desrosier, 1988).
Poppy Lukytasari240210130045
Berdasarkan hasil pengamatan yang terlihat dalam tabel 1, sampel kubis,
buncis, wortel, tomat dan kentang menunjukkan bahwa semakin lama perebusan
dan pengukusan semakin pudar atau sedikit warna coklat yang dihasilkan. Hal ini
menandakan bahwa semakin lama perebusan semakin enzim peroksidase yang
terdapat pada bahan pangan sudah inaktif. Diketahui juga pada dari kelima sampel
tersebut sampel wortel yang memiliki sedikit enzim peroksidase, pada uji tanpa
perlakuan setelah diberi larutan gualikol dan H2O2 warna coklat yang didapat
tidak sepekat warna coklat pada sampel tomat, kubis, kentang dan buncis.
Perebusan 4 menit mulai tidak terlihat adanya lapisan tebal warna coklat, hanya
terdapat cicin tipis kuning kecoklatan pada tabung.
Sampel yang tidak diberi perlakuan terlihat pada warnanya sangat coklat.
Warna coklat ini karena adanya reaksi pencoklatan yaitu dari enzim peroksidase
bereaksi dengan O2. O2 tersebut berasal dari H2O2 + H2O. Data yang mendekati
blanko memilki peroksida yang lebih sedikit, karena telah dipanaskan terlebih
dahulu. Beda halnya dengan tanpa perlakuan karena berarti sayuran tersebut
belum memasuki tahap pemanasan dan masih banyak mengandung peroksida
(Tranggono, dkk, 1994).
Stabilitas panas didasarkan pada kenyataan bahwa apabila enzim
dipanaskan pada suhu 85 °C maka separuh aktivitas asalnya bertahan selama 32
menit pemanasan. Kehilangan aktivitas yang sama terjadi pada pemanasan 145 °C
selama 0,4 menit. Kehilangan aktivitas peroksidase pada sayuran yang dikukus
dipakai sebagai penunjuk hilangnya aktivitas enzim perusak. Peroksidase dikenal
dapat melakukan regenerasi, hal ini disebabkan oleh denaturasi reversible
(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Poppy Lukytasari240210130045
VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, yaitu mengenai ‘Pengaruh
Pemanasan terhadap Aktivasi Enzim dan Sifat Organoleptik Produk’ dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sampel yang digunakan dalam uji peroksidase untuk mengetahui pengaruh
pemanasan terhadap aktivasi enzim yaitu kubis, buncis, wortel, tomat dan
kentang.
2. Diketahui lewat praktikum ini bahwa blansing rebus lebih memungkinkan
kehilangan komponen larut air bahan lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan blansing kukus.
3. Ukuran sayuran berpengaruh terhadap waktu blansing, semakin lama
waktu yang diperlukan untuk mengukus dan merebus , namun waktu dan
suhunya harus tepat agar nilai gizinya tidak rusak.
4. Peroksidase merupakan enzim yang stabil terhadap pemanasan, sehingga
digunakan sebagai indek efektivitas blansing.
5. Uji peroksidase diketahui bahwa sampel wortel memiliki paling sedikit
enzim peroksidasenya.
6. Uji pada sampel yang tidak diberi perlakuan setelah diberi larutan gualikol
dan H2O2 warnanya lebih coklat disbanding setelah mendapat perlakuan
blansing.
7. Warna coklat yang terjadi dalam praktikum ini disebabkan karena adanya
reaksi pencoklatan yaitu dari enzim peroksidase bereaksi dengan O2. O2
tersebut berasal dari H2O2 + H2O.
8. Data yang mendekati blanko memilki peroksida yang lebih sedikit.
6.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlu adanya pemahaman mengenai materi yang akan dipraktikumkan
agar tidak terjadi kesalahan prosedur.
Poppy Lukytasari240210130045
DAFTAR PUSTAKA
Buckle,K.A.,R.A. Edwards, G.H.Fleet, dan M.Wootton.1985.Ilmu pangan.Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),Jakarta.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Muchji Muljohardjo. UI- Press, Jakarta
Muchtadi, T. R. Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi proses pengolahan pangan. Penerbit ALFABETA, CV.
Tjahjadi, C. Dan Herlina, M. 2012. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Tranggono, S. B., Suhardi, Sudarmanto, Y. Marsono, Agnes, M. Indah S.U. dan Suparmo. 1994. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi, UGM.
‘
top related