kelompok 6 skenario c.doc
Post on 22-Dec-2015
208 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Laporan Tutorial C
Block VII
Disusun oleh:
Kelompok 6 Reguler
Mahyudin 040810101038
Komariah 04081001015
Nurul Sari 04081001097
Ananda Haris 04081001109
Rudini 04081001113
Michael Septian 04081001100
Rani Agita 0408100 1061
Syarifah Nurlaila 04081001050
Erizka Rivani 04081001087
Vanadia Nurul Meta 04081001002
Zelfi Permata Sari 04081001072
Arum Vilia Utami 04081001026
Tutor:
dr. Aida Farida Sp.PA
Fakultas Kedokteran
Jurusan Pendidikan Dokter Umum
Universitas Sriwijaya
2009
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan rahmat-Nyalah laporan PBL Skenario C blok VII ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Kami juga mengupakan terima kasih kepada dr. Aida Farida Sp.PA selaku tutor yang selalu membimbing kami dalam kegiatan tutorial.
Di dalam laporan ini, kami akan membahas serta menyelesaikan beberapa masalah yang dihadapi Tseorang anak-anak berumur 8 tahun.
Kami sadar bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari semua pihak yang membaca sangat kami harapkan.
Indralaya, 13 Juli 2009
Penulis
SKENARIO C
2
A boy, 8 years old, admitted to hospital with chiefcomplain of high continuous fever since3
days ago, before admission with additional complains as follows : red spots appearance in the
skin, nausea, anorexia, abdominal discomfort, epiastric pain and epistaxis since 2 dys ago.
Physical examination : general appearance : he looked moderately sick, BP : 80/60 mmHG,
HR : 100 x/menit, RR : 32 x/menit, Temp. 39,5 C. Body weight : 22 kg.
Specific appearance : skin appearance : petechiiae :(+), abdominal examination : epigastric
pain on palpation, enlagerment of fiver and unpalpable spleen.
Laboratory examination : Hb:14 gr/dl, WBC:3500/mm3, diff.count:/0/4/76/17/3,
haematocryt:42 vol%, thrombocyte:95.000/mm3, widal test titer O (-). H (-).
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Red spots : bintik merah pada kulit
2. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
epigastrium dan bdomen, dengan kecenderungan untuk muntah.
3. Anorexia : tidak ada atau hilangnya selera makan
4. Abdominal discomfort: nyeri tekan pada abdominal
5. Epigastric pain : nyeri pada daerah eoigastrium
6. Epistaxis : pendarahan dihuding, biasanya akibat dari pecahnya
pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior pertama os sternum.
7. Petechiae : bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah.
8. Unpalpable spleen : lien yang tidak teraba.
9. Diff.count :penghitungan yang dibuat berdasarkan apusan darah yang
diwarnai, dalam hal proporsi berbagai jenis leukosit yang berbeda (atau sel lainnya),
yang dinyatakna persentase
10. Hematokrit : persentase volume eritrosit dalam darah keseluruhan,juga
peralatan atau prosedur yang digunakan dalam penentuannya.
11. Widal test : uji untuk melihat adanya agglutinin terhadap antigen O dan H.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang bocah berumur 8 tahun,masuk rumah sakit dengan keluhan utama, demam
tinggi terus-menerus sejak 3 hari yang lalu sebelum disertai dengan keluhan tambahan
3
seperti, red spots, mual, anorexia, ketidaknyaman pada perut, epigastric pain, dan
epistaksis sejak 2 hari lalu.
2. Pemeriksaan fisik :keadaan umum, sakit berat BP : 80/60 mmHG, HR : 100 x/menit,
RR : 32 x/menit, Temp. 39,5 C. Body weight : 22 kg.
3. Keadaan fisik : petechiiae :(+), abdominal examination : epigastric pain on palpation,
pembesaran hati dan unpalpable spleen.
4. Pemeriksaan laboratorium : Hb:14 gr/dl, WBC:3500/mm3, diff.count:/0/4/76/17/3,
haematocryt:42 vol%, thrombocyte:95.000/mm3, widal test titer O (-). H (-)
ANALISIS MASALAH
1. a. apa saja macam-macam dan kateristik demam ?
b. bagaimana penyebab dan mekanisme demam ?
c. bagaimana penyebab dan mekanisme dari keluhan utama yang timbul ?
d. bagaimana hubungan antar setiap keluhan yang di alami ?
2. a. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik pada keadaan umum dan vital ?
b. bagaimana berat badan normal untuk seorang anak laki-laki (8 tahun) ?
c. bagaimana mekanisme timbulnya pemeriksaan fisik yang abnormal ?
d. bagaimana hubungan interpretasi dengan keluhan-keluhan yang dialami ?
3. a. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik yang spesifik ?
b. apa penyebab dan mekanisme dari epigastric pin, pembesaran hati dan
unpalpable spleen?
c. bagaimana prosedur pemeriksaan petechiae dn abdominal ?
d. bagaimana hubungn hasil pemeriksaan fisik dengan gejala-gejala yang
timbul ?
4. a. bagaimana interpretasi pemeriksan laborstorium ?
b. bagaimana mekanisme timbulnya hasil pemeriksaan lab yang abnormal ?
c. bagaimana hubungan pemeriksaan lab dengan gejala-gejala yang timbul ?
5. bagaimana korelasi antara keluahan tama dan keluhan tambahan yang timbul dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan yng spesifik ?
6. bagaimana DD dan WD nya ?
7. bagaimana etiologi dan pathogenesis penyakit yang dialami bocah ini ?
8. bagaimana respon imun tubuh terhadap penyakit yang dialami ?
9. bagaimana penatalaksaan pada penyakit tersebut ?
10. apa saja komplikasi yang dapat terjai ?
4
11. bagaimana prognosis dari penyakit tersebut ?
12. bagaimana kompetensi dokter umum dalam menangani penyakit ini ?
HIPOTESIS
Seorang bocah berumur 8 tahun, menderita DBD karena terinfesi virus dengue
5
KERANGKA KONSEP
6
ANALISIS
Pendahuluan
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi
klinik demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan shock.
Etiologi
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit
kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam. Ruam demam
berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian
bawah badan - pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu
disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera
konsultasi ke Dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut.
Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan
gejala-gejala tersebut.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan
jatuh hingga pasien dianggap afebril.
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami /
menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :
Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada
tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di
bawah kulit.
7
Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan
dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut,
dubur dsb.
Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok /
presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka
kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit
Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah
Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian. Penyebab demam
berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang
mempunyai tingkat kematian tinggi.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi
yang berbeda tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di
negara-negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda (Anonim, 200
Patologi
Dari hasil otopsi, semua pasien yang meninggal karena DHF menunjukkan beberapa
tingkatan perdarahan. Berdasarkan frekuensinya, perdarahan ditemukan di kulit dan jaringan
sub kutan, pada mukosa traktus gastrointestinal, dan pada jantung dan hati. Perdarahan
gastrointestinal banyak terjadi tetapi perdarahan sub arakhnoid dan serebral jarang terlihat.
Efusi berat dengan kandungan protein yang tinggi (terutama albumin) umumnya terdapat
pada rongga abdomen dan pleura, tetapi jarang pada rongga perikardial. Mikroskop cahaya
pada pembuluh darah tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada dinding pembuluh
darah. Kapiler dan venula pada sistem organ yang terkena menunjukkan perdarahan
ekstravaskular melalui diapedesis dan perdarahan perivaskular, dengan adanya infiltrasi
8
perivaskular oleh sel limfosit dan sel mononuklear. Bukti morfologi adanya gumpalan
intravaskular pada pembuluh kecil ditemui pada pasien dengan perdarahan berat.
Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktivitas
sistem limfosit B dengan proliferasi aktif sel plasma dan sel limfoblastoid, dan pusat germinal
aktif. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa proliferasi imunoblas secara luas dan
perubahan limfosit terjadi. Kemudian bermanifestasi terhadap penurunan pulpa putih splen,
limfositolisis, dan fagositosis limfositik.
Pada hati, terdapat fokal nekrosis sel hati, pembengkakan, munculnya councilman
bodies dan nekrosis hyalin pada sel Kupffer. Proliferasi leukosit mononuklear dan kurangnya
leukosit polimorfonuklear terjadi pada sinusoid dan biasanya pada daerah portal. Lesi pada
hati secara khas menyerupai virus demam kuning setelah 72-96 jam terinfeksi, saat kerusakan
parenkim terbatas.
Pada otopsi, antigen virus dengue ditemukan terutama di hati, splen, timus, nodus
limfatikus dan sel paru. Virus juga diisolasi pada otopsi dari jaringan tulang, otot, jantung,
ginjal, paru, nodus limfatikus dan traktus gastrointestinal. Studi pada ginjal menunjukkan
glomerulonefritis tipe komplek imun ringan yang berakhir kira-kira setelah 3 minggu tanpa
adanya perubahan yang tersisa.
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
9
1). Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;
2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
Patogenesis
Dengue merupakan suatu infeksi arbovirus ( arthropod-borne virus ) yang dibawa
oleh nyamuk aedes Aegypti dan Aedes Albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejaka seperti DD.
Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan
menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi
di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke system
retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk
kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktifkan system
komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas
dinding pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan
10
ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang besifat meningkatkan permebilitas kapiler dan
melepaskan trombosit factor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi
factor Hageman (factor XII) akan menyebabkan pembekuan intravascular yang meluas dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. (kapita selekta : 428)
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sinrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
1. respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berpaparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipoesis ini disebut antibody dependent enchancement
(ADE).
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10.
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.
4. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection
yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat alstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktiasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, PAF (platelet
11
activating factor), IL-6 dan histasmin yang mengakibatkan terjadinya difungsi sel endotel dan
terjadi kebocoan plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanism:
1. Supesi sumsum tulang, dan
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trmbosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Stelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi
trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyababkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah sengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktvasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).
12
Hipotesis DBD (Suvatte, 1997)
1. Orang yang terinfeksi virus Dengue akan membentuk antibody serum yang dapat
meneralisir virus Dengue dengan serotype yang sama (terbentuk kompleks non-
infeksius).
13
2. Pada infeksi bereikutnya antibody heterolog yang telah ada membentuk kompleks
dengan serotype virus baru yang menginfeksi, tetapi tidak dapat menetralisir virus
baru (terbentuk kompleks infeksius)
14
2 2
2
2
3. Antibody-Dependent Enchancement merupakan proses di mana strain tertentu virus
dengue masuk ke dalam makrofag saat makrofag memfagosit kompleks infeksius
tersebut. Setelah itu terjadi peningkatan produksi virus dalam makrofag.
4. Monosit (makrofag) yang terinfeksi mengaktivasi T Helper dan T sitotoksik, sehingga
diproduksi limfokin dan IFN-γ. IFN-γ akan mengaktivasi monosit untuk
menghasilkan/ mensekresikan berbagi mediator inflamasi, seperti TNF-α, IL-6, PAF
(Platelet aggregation faktor), IL-6, dan histamine yang meningkatkan permeabilitas
kapiler (kerusakan endothel) sehingga terjadi kebocoran plasma.
Derajat Penyakit
Dokter ahli penyakit dalamindonesia (PAPDI) bersama dengan divisi penyakit topik
dan infeksi dan divisi hematologi dan onkologi medik FKUI menyusun derajat penyakit.
Klasifikasi derajat penyakit :
DD/DBD derajat Gejala Laboratorium
15
2 2
2
2
2
2
2
→ makrofag yang memfagosit kompleks infeksius (virusdengan antibody non netralisasi)
DD
DBD
DBD
DBD
DBD
I
II
III
IV
Demam disertai 2 atau lebih
tanda: sakit kepala, nyeri
retro-orbital, mialgia,
artralgia.
Gejala di atas di tambah uji
bendung positif
Gejala di atas ditambah
pedarahan spontan
Gejala di atas d tambah
kegagalan sirkulasi (kulit
dingin dan lembab serta
gelisah)
Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi yang
tidak terukur
Leukopenia
Trombositopenia, tidak ditemukn
kebocoran plasma
Serologi dengue positif
Trombositpoenia, bukti kebocoran
plasma
Trombositpoenia, bukti kebocoran
plasma
Trombositpoenia, bukti kebocoran
plasma
Trombositpoenia, bukti kebocoran
plasma
Klasifikasi DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu;
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III : Penderita dengan gejala shock/kegagalan sirkulasi yaiu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHG) atau hipotensi disertai kulit dingin
lembab dan penderita menjadi gelisah.
16
4. Derajat IV : Penderita Shock dengan tensi yang tak dpat diukur dan nadi yang tak
dapat diraba.
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa
17
tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Transmisi Virus Dengue
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes, secara
prinsip Aedes aegepty, dan dianggap sebagai arbovirus (arthropode-borne-virus). Sekali
terinfeksi, nyamuk tersebut memiliki virus seumur hidupnya, lalu menularkannya kepada
manusia yang rentan saat nyamuk menghisap darah. Nyamuk betina yang terinfeksi juga
menurunkan virus kepada generasi berikutnya melalui telurnya, tetapi hal ini tidak terlalu
sering dan tidak signifikan terhadap penularannya kepada manusia. Manusia merupakan host
utama virus , walaupun studi menunjukkan bahwa monyet pada beberapa tempat di dunia
bisa terinfeksi dan mungkin sebagai sumber penularan virus tersebut kepada nyamuk. Virus
bersirkulasi pada darah manusia yang terinfeksi rata-rata pada saat demam, dan nyamuk yang
tidak terinfeksi tertular virus dari manusia yang mengandung virus. Virus berkembang di
tubuh nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum dapat ditularkan kepada manusia lainnya.
Virus
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae. 4 serotipe dengue virus (DEN-1, DEN-
2, dll) dapat dibedakan secara metode serologi. Infeksi pada manusia oleh 1 serotipe
menghasilkan kekebalan yang lama terhadap reinfeksi oleh serotipe yang sama, tetapi hanya
sementara dan melindungi secara parsial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue punya
banyak karakteristik dengan flavivirus lain, memiliki genom RNA tunggal yang dikelilingi
oleh sebuah nukleokapsul icosahedral dan dilapisi lemak pembungkus. Diameter rata-rata
virus 50 nm. Genom Flavivirus rata-rata panjangnya 11 kb (kilobases), dan sequence genom
lengkap diketahui dari isolasi 4 serotipe virus dengua. Genom ini disusun dari 3 struktur
protein gen, encoding nukleokapsul atau inti protein (C), sebuah membran yang berhubungan
dengan protein (M), protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein non struktural.
Vektor
Ae. Aegypti merupakan spesies nyamuk tropikal dan sub tropikal yang ditemukan di
seluruh dunia, biasanya pada garis lintang yang bersesuaian 350N dan 35 0S rata rata pada
18
suhu musim dingin pada 100C. Walaupun Ae.aegypti ditemukan di utara sejauh 450N,
penyebaran terjadi pada musim panas, dan nyamuk tidak dapat bertahan hidup pada musim
dingin. Distribusi Ae.aegypti juga dibatasi ketinggian, biasanya tidak ditemukan di atas 1000
meter tetapi pernah dilaporkan pada ketinggian 2121 meter di India, pada 2000 meter di
Kolombia dengan suhu rata-rata 170C, dan pada 2400 meter di Eritrea. Ae.aegypti merupakan
salah satu nyamuk yang paling efisien pada arbovirus, karena nyamuk ini banyak hidup dekat
manusia dan sering hidup dalam ruangan.
Kasus dengue juga bisa ditularkan melalui Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan
beberapa spesies Ae.scotellaris. Salah satu faktor kesulitan eradikasi Ae.aegypti karena telur
nyamuk ini dapat hidup lama pada kekeringan, kadang-kadang lebih dari setahun.
Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna
hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di
bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan
kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya
mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua.
Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi
lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan
betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil
dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini
dapat diamati dengan mata telanjang.
Host
Pada manusia, masing-masing dari 4 serotipe virus dengue berhubungan dengan
demam dengue dan demam berdarah dengue. Studi di Kuba dan Thailand menunjukkan
hubungan yang tinggi antara infeksi DEN-2 dan DHF/ DSS, tetapi pada tahun 1976-1978 di
Indonesia, tahun 1980-1982 di Malaysia, tahun 1989-1990 di Tahiti dan pada tahun 1983 di
Thailand, DEN-3 merupakan serotipe yang sering terdapat pada pasien. Fase infeksi akut,
diikuti masa inkubasi 3-14 hari, berakhir 5-7 hari dan diikuti respon imun. Infeksi pertama
menghasilkan imunitas yang lama tetapi tidak menetap dan hanya melindungi sebagian
terhadap 3 jenis serotipe lainnya.
19
Perilaku Sikus hidup
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah.
Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk
memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari
nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda
berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak
cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang
tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. Infeksi virus dalam
tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan
kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat
mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan
proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu
orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan
perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun
tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus
yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas). Nyamuk A. aegypti,
seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual.
Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas
dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva
yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari.
Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari,
namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan
kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur
kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup
untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi
nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan
makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap
darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
20
Gejala penyakit Deman Berdarah Dengue
1. Mendadak panas tinggi selama 2 – 7 hari, tampak lemah lesu suhu badan >38°C .
2. Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu
tidak hilang.
3. Kadang-kadang perdarahan di hidung ( mimisan).
4. Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah, nafsu makan minum berkurang,
Nyeri sendi, nyeri otot (pegal-pegal), Nyeri kepala, pusing, Nyeri atau rasa panas di
belakang bola mata.
5. Tes Torniquet positif.
6. Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura.
7. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lumbung.
8. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin Berkeringat
Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau
ditempat lainnya
9. Hematemesis atau melena
10. Trombositopenia ( =100.000 per mm3)
11. Pembesaran plasma yang erathubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding
pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari:
1. Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin
2. Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah
pengobatan
3. Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo –proteinaemia
Manifestasi Klinis
1. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung 2-
7 hari, naik turun , tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang-kadang suhu tubuh
21
sangat tinggi sampai 40 derajat Celcius dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung
menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai
awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga demam. Hari ke-3, 4, 5 adalah fase kritis
yang harus dicermati dan pada hari ke-6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi
perdarahan karena kadar trombosit sangat rendah (<20.000/ul).
2. Tanda-Tanda Perdarahan.
Penyebab perdarahan pada DBD ialah trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit,
serta koagulasi intravakular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah
perdarahan kulit seperti uji Rumple leede (+), petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan
konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan. Tanda ini
dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke3,4,5
demam. Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena, dan hematemesis.
Pada anak yang belum pernah mengalami mimisan , maka mimisan adalah tanda
penting.
3. Hepatomegali
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi
dari hanya sekedar dapat diraba sampai 24 cm dibawah lengkung iga kanan. Proses
pembesaran hati, dari tidak teraba sampai teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit
DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri
tekan pada tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak
jelas pada anak besar daripada anak kecil.
4. Kegagalan Sirkulasi (Syok)
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak memburuk setelah beberapa hari
demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke3-7 terdapat
tanda kegagalan sirkulasi , kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan
kaki, sianosis di sekitar mulut, gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba. Pada
saat akan terjadi syok beberapa pasien tampak sangat lemah, dan gelisah,. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Pada kasus yang ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
22
demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral ekstremitas teraba dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi sebagai akibat dari perembesan plasma yang
dapat bersifat sementara dan pasien akan sembuh spontan setelah pemberian cairan dan
elektrolit
Manifestasi klinis renjatan pada anak terdiri atas :
1. Kulit pucat, dingin, lembab terutama pada ujung jari kaki , tangan dan hidung
2. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun kesadarannya menurun menjadi
apatis, sopor dan koma
3. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya
4. Ttekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
5. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang
6. Tumlah urine yang dikeluarkan sedikit.
Manifestasi klinik lainnya :
1. Nyeri perut : keluhan yg timbul sebelum renjatan ( terutama di daerah ulu hati)
2. muntah, diare atau obstipasi
3. Sakit kepala
Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau
merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen
adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus zat ini
merangsang penglepasan asam arakidonat serta mengakibatkan pningkatan sintesis
prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.
Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:
1. Demam septik : Pada demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
23
2. Demam remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada
demam septik.
3. Demam Intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat
normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu : Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
6. Demam Obat (Drug Fever) : Tipe demam obat dapat berupa remiten, intermiten,
hektik atau kontinyu. Demam dengan cepat menghilang bila pengobatan dihentikan
dan merupakan sebuah tanda patogmonis untuk jenis demam ini. Melalui berbagai
mekanisme dapat terjadi demam obat ini yang paling umum adalah karena terjadi
suatu reaksi imunologis.
7. Demam Dibuat-buat : Keadaan suhu badan yang sengaja dibuat lebih tinggi ini
dikenal dengan demam faktisius (factitious fever).
Mekanisme demam
24
25
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
1. Tekanan Darah
Pada kasus ini tekanan darah menurun
Mekanisme.
Kompleks antigen antibody →aktivasi komplemen→C3a dan c5a anafilatoksin
(sebagai mediator, Vasoactive, dan prokoagulan)→ kebocoran plasma→
perdarahan→syok hipovolemia→menurunnuya volume intravaskular→curah jantung
menurun→ Tekanan darah menurun
2. HR relatif tinggi
Kobocoran plasma→ penurunan volume intravaskular→ stimuli baroreseptor→
rangsangan disampaikan ke saraf pusat→saraf simpatis→peningkatan kerja
jantung→HR meningkat
Hal ini juga sesuai dengan suhu tubuh nya dimana terjadinya kenaikan suhu tubuh di
iringi dengan peningkatan kerja jantung (jumlah denyut nadi meningkat)
RR 32x/menit.
26
Kebocoran plasma → gangguan sirkulasi → perfusi jaringan buruk → asidosis metabolik
ringan dengan hiponatremia→ kompensasi sistem penyangga→ bernafas dengan cepat dan
dalam
3. Frekuensi Nadi :
a. Normal =80 x permenit
b. Bila > 100 x permenit = takikardia
c. Bila < 60 x permenit = bradikardia
Pada kasus ini, frekuensi nada sudah 100 x/menit,maka sudah termasuk dalam
takikardi.
4. Temperature tubuh normal adalah sekitar 37℃(36.3-37.2℃),yang diukur di mulut
(oral).
27
Pemeriksaan Laboratorium
Nilai normal pada anak (Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak, Jakarta, Medika, 2005Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006)
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7 (4,2
-5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15), 8
– 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leukosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun
8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 –
12 Tahun 260.000
4. Hematokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.
Sebaiknya dalam pemeriksaan darah dilakukan saat hari ke . Pemeriksaan darah pada
hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya
masih dalam normal, tetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya
trombosit akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6
dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal. Peningkatan jumlah trombosit
setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu
biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi
penderita diperbolehkan pulang.
Uji Widal
Seringkali seseorang didiagnosis DBD bersamaan dengan penyakit tifus. Penyebab
“pitfall” atau kekeliruan tersebut adalah kerancuan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan
Widal atau uji laboratorium untuk mendiagnosis demam tifus. Ternyata seringkali pada
penderita hasil pemeriksaan widal juga meningkat, padahal belum tentu mengalami infeksi
tifus. Pemeriksaan widal adalah mendeteksi antibodi atau kekebalan tubuh terhadap tifus,
bukan mendeteksi adanya kuman atau berat ringannya penyakit tifus. Pada penyakit tifus
pemeriksaan widal biasanya meningkat saat minggu ke dua. Bila saat minggu pertama hasil
pemeriksaan widal tinggi maka mungkin harus dicurigai adanya “false positif”, atau
kesalahan hasil positif yang diakibatkan faktor lain. Ternyata pada pada beberapa penelitian
28
pendahuluan didapatkan beberapa penyakit infeksi virus atau infeksi DBD, dapat
meningkatkan reaksi tes widal. Manifestasi ini sering terjadi pada penderita hipersensitif atau
penderita yang sering mengalami riwayat alergi. Perbedaan sederhan dan mudah dilihat
adalah pola kenaikkan demamnya. Pada infeksi virus atau DBD seringkali demam mendadak
tinggi dalam 2 hari awal dan akan menurun pada hari ke 3-5. Sedangkan sebaliknya pada
demam tifus, demam akan semakin meningkat sangat tinggi setelah hari ke 3-5. Pemeriksaan
widal (untuk mendiagnosis tifus) sebaiknya dilakukan saat awal minggu kedua. Saat demam
minggu pertama bila curiga demam tifus dapat digunakan IgM Tifoid. Meskipun spesifitas
dan sensitifitas pemeriksaan ini juga belumlah terlalu baik.
Kadar Hb
Manfaat pemeriksaan Hb:
1. Pemeriksaaan penyaring utk tegakkan diagnosa.
2. Pencerminan reaksi tubuh terhadap penyakit
3. Petunjuk kemajuan terapi.
Nilai normal Hb ( bervariasi ) :
Laki-laki : 13,4 – 17,7 g/dl
Wanita : 11,4 – 15,1 g/dl
Neonatus : 16,5 + 3 g/dl
Anak : 3 bln : 12,0 + 1,5 g /dl
Pada kasusu ini nilai Hb masih berada dalam kisaran normal.
Kadar Hb menurun pada ANEMIA dan dapat dijumpai pada :
1. Thalasemia
2. Haemoglobinopathy
3. Perdarahan akut atau kronis
WBC (Leukosit)
29
Dengan kamar penghitung IMPROVED NEUBAUER
Harga Normal : ± 4 – 10 x 109/ dl / cmm
Laki : 4,7 – 10,3 x 109/l
Wanita : 4,3 – 11,3 x 109 /l
Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3,
Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm3,
postpartum 9700-25700 sel/mm3
Variasi jumlah sel darah putih :
1. Jumlah yg masuk peredaran darah dipengaruhi oleh bakteri, virus, endotoksin,
besar pori dinding sinusoid, tingkat maturasi sel.
2. Jumlah yg keluar dari peredaran darah
3. Distribusinya
4. Kombinasi 1 s/d 3
Nilai Leukosit menurun dapat mengindikasikan :
o Adanya penyakit infeksi
o Adanya peradangan seperti pada rheumatoid arthritis atau alergi
o Leukimia
o Stess emosional atau psikis
o Kerusakan jaringan seperti pada luka bakar
30
Salah satu penyebab leukocytopenia dalam kasus ini adalah karena adanya supresi sumsum
tulang yang dapat menekan produksi sel-sel pluripoten.
Pada sediaan darah tepi sering dapat dijumpai peningkatan limfosit plasma biru, yang
walaupun tidak spesifik untuk virus Dengue tetapi bila jumlahnya meningkat mendukung
diagnosis.
Diff. count
o Menghitung dan mengelompokan WBC yg tampak dihapusan darah dari 100 – 200 sel
o Berperan dalam diagnosa penyakit
o Normal ada 6 jenis WBC matur :
Eo / Ba / Neu stab / Neu seg / Limfosit / Mo
Nilai normal hitung jenis
Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)
Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)
Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi
di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding limfosit
dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to
the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang
dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi
lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia
vera.
Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil disebut
shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi
31
virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain
keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.
Dalam kasus ini terjadi shift to the right yang mengindikasikan adanya infeksi virus
dalam tubuh penderita.
Haematocryt
o Persentase volume sel darah merah thd vol darah seluruhnya ( Darah + anticoagulan
dipusingkan )
o Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%
o Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, neonatus 40-68%
o Hematocrit meningkat pada :
-Peningkatan Juml RBC : Policitemia
-Penurunan vol plasma
-Makrositosis
o Hematocrit menurun pada :
-Anemi
-Micrositosis
Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%) , tanda Meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler) (Permeabilitas adalah kemampuan suatu membran - dalam hal ini dinding pembuluh
darah- untuk melewatkan bahan-bahan tertentu). Untuk menilai tingkat kekentalan darah,
menunjukkan darah semakin mengental akibat plasma darah merembes ke luar dari sistem
sirkulasi.
Thrombocyte
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.
32
Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah
dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000
sel/mm3.
Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan,
sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian
kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya,
kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.
Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) karena terjadinya agregasi Trombosit, pembekuan
darah akibat kerusakan endotel juga akibat tertekannya fungsi megakaryosit (sel yang kelak
pecah dan menjadi trombosit) serta destruksi trombosit yang matur (dewasa/matang).
Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi
trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya dalam
limpa dan hati.
Kriteria Laboratorium
Ada empat jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk diagnosis DBD,
yaitu uji serologi, isolasi virus, deteksi antigen, dan deteksi DNA/RNA menggunakan teknik
Polymerase Chain Reactor (PCR).
1. Uji Serologi
Ada lima macam uji serologi yang biasa dilakukan, yaitu:
a) Penghambatan Pembekuan Darah (HI)
Diantara kelima macam pengujian, Hi paling sering digunakan karena
sifatnya yang sensitive, mudah dikerjakan, memerlukan peralatan paling sedikit,
dan hasilnya paling dapat dipercaya jika dilaksanakan secara benar sesuai
prosedur. Antibodi HI dapat bertahan dalam jangka waktu lam (mencapai 48 tahun,
bahkan lebih), sehingga uji ini ideal untuk pembelajaran epidemiologi. Kekurangan
pengujian ini adalah spesifitasnya sangat rendah sehinggan tidak dapat diandalkan
untuk dapat mengidentifikasi infeksi serotype virus. Namun, beberapa pasien
dengan infeksi primer menunjukkan respon HI tunggal secara relative yang
umumnya berhubungan dengan virus yang diisolasi.
b) Ikatan Komplemen (CF)
33
Uji ikatan komplemen (CF) jarang digunakan dalam uji serologis
diagnosis dengue. Pengujian ini lebih sulit dilakukan karena membutuhkan tenaga
terltih dan professional, sehingga uji ini tidak digunakan pada sebagian besar
laboratorium.
Pengujian ini berdasarkan prinsip bahwa komplemen dibutuhkan selama reaksi
antigen-antibodi. Antibody CF umumnya terlihat setelah antibody HI. Antibodi CF
lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya hanya bertahan dalam waktu
singkat walaupun ada beberapa kasus antibody pada kadar rendah dapat bertahan
pada beberapa orang. Spesifitas yang lebih besar pada uji ini saat infeksi primer
ditunjukkan oleh respon CF monotype, dimana respon HI sangat heterotipe. Tetapi
uji CF tidak spesifik pada infeksi sekunder. Pengujian ini sangat berguna bagi
pasien saat ini, tetapi nilainya terbatas untuk pembelajaran seroepidemiologi,
dimana reaksi dari antibody yang tertahan adalah penting.
c) Uji Netralisasi
Uji netralisasi adalah pengujian serologi terhadap virus dengue yang
paling spesifik dan sensitive. Protocol yang paling sering digunakan dalam
laboratorium adalah uji penetralan reduksi plaque cairan serum. Pada umumnya
titer penetralan antibody meningkat pada saat yang sama atau sedikit lebih lambat
dai pada titer antibidi HI dan ELISA tetapi jauh lebih cepat daripada titer antibody
CF dan betahan minimal selama 48 tahun. Oleh karena NT lebih sensitive maka
penetralan antibody diwujudkan dengan tidak ditemukan antibody Hi pada
beberapa orang yang pernah menderita infeksi dengue. Secara umum respon
penetralan antibody monotype diamati dalam serum pada waktu fase
penyembuhan. Pada kasus-kasus yang memberikan respon tunggal, interpretasi
dari semua pengujian umumnya dapat dipercaya. NT dapat digunakan untuk
pembelajaran seroepidmiologi karena penetralan antibody besifat tahan lama.
Pengujian ini tidak digunakan secara rutin oleh sebagian besar laboratorium
Karena dibutuhkan biaya yang mahal, waktu yang lama, dan teknik yang sulit.
d) Immunoglobulin M (IgM)
Antibodi dengue IgM berkembang sedikt lebih cepat dari pada antibody
IgG pada specimen virus yang didiagnosis. Antibody IgM diproduksi oleh pasien
yang menderita infeksi dengue primer dan sekunder yang terjadi secara bersamaan
34
dan mungkin juga oleh orang yang terkena infeksi tersier. Teter antibody IgM pada
pada infeksi primer secara signifikan lbih tinggi dari infeksi sekunder.
e) Uji ELISA
Uji ELISA atau MAC-ELISA merupakan uji serologi yang secara luas
digunakan selama beberapa tahun terakhir dalam diagnosis dengue. Uji elisa ini
sederhana dan hanya membutuhkan sedikit peralatan yang rumit. Uji ELISA dalam
diagnosis infeksi dengue pada sampel serum fase akut sedikit lebih senssitif dari
pada uji HI.ada kenungkina respon yang didapat dari HI adalah posotof palsu
karena setelah dikakukan uji ELISA didapatka hasil yang negative, sehingga dalam
hal ini, uji ELISA dapat memperkecil kesalahan diagnosis. Spesifitas uji ELISA
hampir sama dengan uji HI. Selain itu, pada daerah endemic dengue, uji ELISA
dapat dilakukan untuk menguji specimen serumdalam jumlah banyak dengan biaya
murah, khususnya untuk pasien yang di rawat di rumah sakit karena pada
umumnya mereka dating setelah IgM terdeteksi dalam darah mereka.
Kekurangannya adalah uji ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi infeksi
serotype virus yang serupa seperti pada HI.
Sebuah uji IgG ELISA telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk
membedakan infeksi dengue primer dan sekunder. Pengujiannya sederhana dan
mudah dilakukan. Namun uji IgG ELISA bersifat sangat tidak spesifik dan
menunjukkan reaktivitas silang yang sama luasnya di antara flavirus seperti pada
HI, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi infeksi serotype virus
dengue.
Infeksi dengue juga merangsang proses tanggap kebal seluler walaupun sebagian
data didapat dari percobaan pada hewan, terutama pada monyet dan mencit.
2. Isolasi virus
Ada 4 sistem isolasi yang sering digunakan pada virus dengue, yaitu inokulasi
intacerebral pada bayi mencit yang berumur 1-3 hari, kultur sel mamalia, inokulasi
nyamuk, dan kultur sel nyamuk.
a) Bayi mencit
Pada awalnya keempat serotype virus dengue diisolasi dari serum manusia dan
diinokulasi menggunakan bayi mencit. Namun saat ini metode ini tidak lagi
direkomendasikan karena memiliki sensitifitas yang yang rendah (banyak tipe virus lain
35
yang tidak dapat diisolasi dengan bayi mencit), memakan banyak waktu, lambat, dan
mahal. Satu kelebihan dari penggunaan bayi mencit adalah bahwa arbovirus lain yang
menyebabkan penyakit seperti dengue dapat diisolasi dengan system ini.
b) Kultur sel mamalia
Metode ini tidak dilanjutkan lagi karena memiliki banyak kekurangan seperti pada
penggunaan bayi mencit, walaupun ada beberapa laboratorium yang masih
menggunakan metode ini. Kultur sel mamalia membutuhkan waktu yang lama, mahal,
dan tidak sensitif. Virus yang diisolasi secara berkala memerlukan banyak persyaratan
sebelum efek sitopatik yang konsisten dapat diobservasi dalam kultur yang terinfeksi.
c) Inokulasi nyamuk
Virus diisolasi dari darah dengan cara inokulasi pada nyamuk, atau inokulasi pada
kultur jaringan nyamuk, atau pada kultur jaringan vertebrata, lalu diidentifikasi dengan
antibodi monoklonal serotipe spesifik. Inokulasi nyamuk adalah metode yang paling
sensitive untuk mengisolasi virus dengue dan berhasil memberikan keterangan tentang
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Selain itu,
hanya dengan metode ini dapat ditemukan strain virus dengue yang lain.
Spesies nyamuk yang digunakan untuk isolasi virus yaitu Aedes aegepty, A. albopictus,
Toxorhinchitis amboinensis, dan T. Spleidens. Virus dengue bereplikasi di sebagian
besar jaringan nyamuk, termasuk otak. Variasi pada metode ini mencakup inokulasi
intraserebral dari larva dan nyamuk dewasa Toxorhynchitis. Walau demikian,
modifikasi ini tidak meningkatkan sensitifitas atau kelebihan-kelebihan lain diatas
inokulasi intraotak.
Teknik inokulasi nyamuk memiliki kelemahan yaitu harus diamati secara intensif,
memerlukan nyamuk dalam jumlah besar untuk diinokulasikan, dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi di laboratorium. Khusus resiko yang terakhir dapat
dieliminasi dengan emggunakan nyamuk Aedes jantan atau spesies Toxorhynchitis
yang tidak meggigit untuk diinokulasi.
d) Kultur sel nyamuk
Kultur sel nyamuk (Mosquito Cell Culture) adalah metode baru dalam mengisolasi
virus dengue. Ada tiga jenis sel yang memiliki sensitifitas dan sering digunakan, salah
satunya adalah C6/36 yang merupakan klon dari Aedes albopictus. Keuntungan metode
36
ini adalah cepat, sensitive, ekonomis, dan dapat memproses banyak specimen serum
dengan mudah. Namun kultur sel nyamuk kurang sensitive dibandingkan inokulasi
nyamuk.
Keberhasilan isolasi virus sangat bergantung pada saat pengambilan darah, jumlah
darah, proses pengiriman darah ke laboratorium dan teknik pengujian di laboratorium.
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu kira-kira 1 minggu atau lebih dan secara
teknik sukar, cara ini kurang dianjurkan untuk pemeriksaan rutin.
3. Deteksi Antigen (pmx Ns1)
Sebelum menjelaskan pmx Ns1, perlu diketahui bhw Genom dengue tersusun dari
3 protein struktural (Badan Virus Envelope, Membrane, Core/inti) dan 7 Protein non-
struktural merupakan bagian yang terbesar terdiri dari (NS1, NS2a, NS2b, NS3,NS4a, dan
NS5, NTR-5'). Dan masing2 mempunyai fungsi2 tersendiri, namun pada protein non-
struktural yang paling berperan adalah protein NS-1. Peran NS1 adalah diperlukan untuk
kelangsungan hidup virus. Dan yang terlibat dalam proses replikasi virus sehingga ada
keterkaitan dengan virulensi / daya tular infeksi penyakit.
NSI dan infeksi dengue
NSI dengue disekresikan ke dalam sistem darah pada individu-individu yang
terinfeksi dengan virus dengue. NSI bersirkulasi pada konsentrasi yang tinggi di dalam
serum pasien dengan infeksi primer maupun sekunder.
Apa Yang Dimaksud Dengan Pemeriksaan Dengue NSl Antigen?
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap antigen
non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan
lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam.
Mengapa Perlu Pemeriksaan Dengue NSl Antigen?
Pemeriksaan Antigen NSl dengue dapat mendeteksi infeksi akut lebih awal
dibandingkan pemeriksaan antibodi dengue. Deteksi lebih awal adanya infeksi dengue
sangat penting karena kita dapat melakukan terapi supportive (pemberian cairan
intravena/ oral dan penggunaan obat2 terkait missal Paracetamol,dll-- bukan dengan
pemberian antibiotic) serta dapat dilakukan pemantauan pasien dengan segera dan hal
ini tentunya akan mengurangi risiko komplikasi seperti demam berdarah dengue
(DBD) dan dengue shock syndrome (DSS).
Siapa Yang Memerlukan Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen?
37
Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen scbaiknya dilakukan pada individu yang
mengalami demam disertai gejala klinis infeksi dengue pada hari 1-3 onset demam.
Data Teknis Dengue NS1 Antigen
Sensitifitas : 92.3%
Spesifisitas : 100%
Sampel : serum atau plasma (EDTA, heparin, sitrat)
Stabilitas sampel : 7 hari pada 2-8 °C dan 7 hari -20 °C.
Nilai Rujukan : Negatif
Persyaratan spes. : Pasien dengan demam < 3 hari
Kesimpulan NS1 Antigen
Masing2 pemeriksaan mempunyai kelebihan dan kekurangan, sebelum dilakukan
pemeriksaan yang perlu dipastikan adalah berapa hari onset si pasien mengalami
gejala demam /gejala klinis.
Ns1 adalah pemeriksaan yang perlu dilakukan apalagi pada pasien yang megalami
gejala Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah penting
untuk menentukan pengobatan (terapi supportif) yang tepat (cegah Resistensi
antibiotik), serta pemantauan pasien dengan segera.
Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan NS1 bersifat
komplementer (saling menunjang), terkhusus apabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan
gejala infeksi tetap muncul.
Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut paham "infeksi
sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat dan memerlukan penanganan
yang berbeda dengan infeksi "primer". Reagen yang digunakan oleh Prodia adalah
Biorad, dengan kelebihan tidak adanya Cross reaction.
Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan demikian
pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
untuk diagnosis infeksi dengue.
4. Polymerase Chain Reactor (PCR)
PCR merupakan metode baru untuk mendiagnosis Dengue, PCR akan mendeteksi
dan memberikan gambaran genomic (RNA/DNA) sekuen virus dari jaringan otopsi,
sediaan serum, atau cairan serebro spinalis (CSS). PCR menghasilkan diagnosis serotype
spesifik yang cepat, sensitive, dan sederhana. Dari suatu penelitian yang membandingkan
antara pemeriksaan serologi (Dengue Blot) dengan PCR didapatkan hasil sama baiknya.
38
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboraturium
Pemerksaan darah yang rutin dilakukan untuk menepis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit,
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositis relatf disertai gambaran
limfosit plasma baru.
Parameter laboratories yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit : dapat normal atau menurun. Maka hari ke-3 dapat ditemui
limfositis relative (<45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok dimulai dari
hari ke-3.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukan peningkatan
hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai hari ke-3 demam.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan
darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase) : dapat meningkat ureum,
kreatinin, bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto data didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitis
kanan (pasien tidur pada posisi sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura
dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Respon Kekebalan tubuh pada penderita DHF
Respon kekebalan tubuh penderita demam berdarah dengue dan demam dengue terdiri
dari respon imun yang tidak spesifik, spesifIk yang meliputi respon imun humoral. Pada
39
respon kekebalan tubuh non-spesifik penderita DBD yang berperan adalah makrofag,
komplemen, dan trombosit. Sedangkan pada respon kekebalan humoral yang berperan adalah
Ig G dan Ig M bekerjasama dengan kekebalan tubuh non-spesifik membentuk antibody
dependent cytotoxic cell (ADCC). Sedangkan pada respon kekebalan seluler yang berperan
adalah sel limfosit T-sitotosik, CD 8, MHC-I, ILl, IL 6, TNF-alfa, dan interferon.
Respon Kekebalan tidak Spesifik
Pada respon imun yang tidak spesiflk setelah terinfeksi virus dengue maka akan terjadi :
Aktivasi sistem komplemen C 3 akan menghasilkan C3a dan C5a yang merupakan
mediator peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskuler ke ekstravaskular (plasma leakage).
Adanya depresi sumsum tulang yaitu tahap hipovaskuler pada hari ke 3-4 demam dan
perubahan patologis sistem megakariosit. Respon trombosit terhadap aktivitas
tersebut, secara urnum ada 4 tipe yaitu :
1. Perubahan bentuk trombosit dari keping pipih menjadi bulat berduri.
2. Adhesi, melekatnya trombosit pada subendotelium dinding pembuluh darah atau pada
jaringan kolagen.
3. Agregasi melekatnya trombosit satu sama lain .
4. Sekresi, misalnya ADP, tromboksan A2+, serotonin, kalsium dan lain-lain.
Selama stadium demam hitung trombosit mulai menurun dan mencapai nilai terendah
selama stadium renjatan, kemudian meningkat dengan cepat pada stadium konvalesen.
Biasanya kembali normal dalam 7-10 hari. Hitung trombosit <100.000/ul (trombositopeni)
terdapat pada hari ke 3-8 demam dan paling sering pada hari ke 6.
Respon Kekebalan Tubuh Humoral
Bila terjadi infeksi virus dengue, maka setelah 3-4 hari akan tirnbul Ig M, mula-mula
naik mencapai puncak dan kemudian menurun serta hilang setelah 30-60 hari. Naiknya Ig M
dikuti oleh Ig G, Ig M mencapai puncak pada hari ke lima belas, kemudian turun perlahan
40
dalam kadar rendah sampai seumur hidup, itu semua terjadi pada infeksi primer. Pada infeksi
sekunder Ig M hilang sedang Ig G masih dalam titer yang rendah. Infeksi virus dengue untuk
yang kedua kalinya akan memacu tirnbulnya Ig G yang akan naik dengan cepat, sedang IgM
akan timbul kemudian (II). Pada respon kekebalan tubuh humoral, maka respon kekebalan
tubuh yang tidak spesifik yaitu makrofag dan komplemen akan bekerja bersama-sama dengan
Ig G atau Ig M untuk melisiskan virus peristiwa ini disebut Antibody Dependent Citotoxic
Cell (ADCC). Penelitian kemudian diarahkan kepada hubungan antara berat ringannya
penyakit dengan teori infection enhancing antibody. Teori ini berdasarkan pada peran sel
fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non neutralisasi. Virus mempunyai target
serangan yaitu pada sel fagositosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian
antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel
makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non
neutralisasi, antibodi tersebut akan memiliki daya atau sifat opsonisasi, internalisasi dan
akhirnya sel mudah terinfeksi. Semakin banyak sel makrofag terinfeksi semakin berat
penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai
substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
akan menaktivasi faktor koagulasi.
Respon Kekebalan Tubuh Seluler
Pada respon kekebalan seluler penderita demam berdarah dengue beberapa komponen
sangat besar pengaruhnya di antaranya ialah sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh makrofag
mononuk1ear dan sering disebut monokin. Dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk,
sehingga tidak terdapat pada serum. Masa kritis demam berdarah dengue sangat pendek
antara 48- 72 jam ( pada hari ke 5- 7 ), dan masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak
ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berperilaku
seperti itu adalah mediator. Oleh karena itu penelitian diarahkan ke mediator seperti pada
syok septik. Beberapa mediator yang berperan adalah: interferon, interleukin I, interleukin 6,
interleukin 12, Tumor Nekrosis Faktor (TNF), Leukosit Inhibiting Faktor (LIF), dan lain-lain.
Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok
dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai
mediator pada kekebalan alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai
regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel
inflamasi non spesiflk, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.
41
Endotoksin akan berperan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin I.
Telah dibuktikan bahwa endotoksemia berhubungan erat dengan kejadian shok pada demam
berdarah dengue. Pada demam berdarah dengue syok terdapat 50%. 1NF alfa meningkat
sejak awal perjalanan penyakit dan akan turun setelah infeksi reda, Interleukin-6 meningkat
pada demam berdarah dengue dengan syok. Sedangkan pada limfosit, infeksi virus yang
masuk ke makrofag akan dipajankan melalui peptida virus oleh MHC kelas I. Pajanan peptida
virus tersebut menyebabkan sel limfosit T CD 8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut
ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin; termasuk
limfokin yang membangaktitkan makrofag dan membangktitkan sel B. Jumlah sel yang
teraktivasi pada demam berdarah dengue ternyata lebih tinggi dibanding dengan demam
dengue.
Diagnosis Banding
Gejala DBD Chikungunya Typhoid
Demam terus
menerus (> 3
hari)
+ + +
Red spots + + -
Nausea + + +
Anorexia + + +
Abdominal
discomfort
+ + +
Epigastric pain + + +
Epistaxis + _ +
Widal Test +/_ _ +
Trombosit + _ +
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue dan
penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan dengan
campak, rubela, demam chikungunya, leptosperosis, malaria, demam tifoid atau penyakit
darah seperti ITP, leukimia atau anemia aplastik, gejala penyerta lain harus dinyatakan seperti
batuk, pilek, diare, tipe demam, menggigil, pucat, ikterus, dan lainnya. Penyakit infeksi lain
42
seperti sepsis, meningitis meningokokus. Penyakit darah seperti, trombositopenia purpura
idiopatik, leukimia, atau anemia aplastik.
Diagnois Kerja
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
b. Manitestasi Perdarahan
c. Tombositoperiia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya Ditemukan
antara hari ke 3-7 sakit.
d.Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang peka Terhadap
jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan berulang secara periodik.
Kenaikan Ht 20% menunjang diagnosa klinis Demam Berdarah Dengue.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun 1997)
1. Kriteria klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, ekimosis,
epistaksis,perdarahangusi,hematemesis,danmelena.
c. Pembesaranhati.
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, lembab dan pasien tampak gelisah.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium darah:
a. Adanya trombositopenia, yaitu jumlah trombosit < 150.000/mm³ (normalnya 150-
450 ribu/mm³)
Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) (karena terjadinya agregasi Trombosit,
pembekuan darah akibat kerusakan endotel juga akibat tertekannya fungsi
megakaryosit (sel yang kelak pecah dan menjadi trombosit) serta destruksi
trombosit yang matur (dewasa/matang).
b. Hemokonsentrasi, yaitu pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen
darah cair non seluler), ditandai dengan nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat
20% dari nilai normalnya.
43
Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%) , tanda Meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler) (Permeabilitas adalah kemampuan suatu membran -
dalam hal ini dinding pembuluh darah- untuk melewatkan bahan-bahan tertentu).
untuk menilai tingkat kekentalan darah, menunjukkan darah semakin mengental
akibat plasma darah merembes ke luar dari sistem sirkulasi.
Untuk menentukan berat-tidaknya demam Dengue adalah peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, penurunan volume plasma (hipovolemia),hipotensi
(penurunan tekanan darah), trombositopeni. Selain itu infeksi virus Dengue ini juga
menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (suatu keadaan
kehabisan bahan pembekuan darah, sehingga terjadi pendarahan yang terus-
menerus).
b. Lekosit, Awal penyakit biasanya normal / menurun, dominasi oleh netrofil.
Ditemukan lekositosis > 10.000 nugj\kin karena infeksi sekunder.Mengingat akan
bahaya yang ditimbulkan adanya infeksi Dengue maka,Berbagai tehnologi
dikembangkan untuk dapat mendeteksi infeksi virus dengue secara dini dengan
sensitivitas dan Spesivisitas yang lebih baik, mengingat bahaya komplikasi yang
akan ditimbulkan. Semakin cepat dapat dideteksi maka akan mengurangi resiko
komplikasi seperti Demam Berdarah Dengue (DHF) ataupun Dengue Syok
Sindrome (DSS).
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif dan simtomatik. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
ditururnkan 1 %. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika supan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen caira melalui intraveba untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam
pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara
44
klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke
intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain
pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan
terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites
yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah
baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada
saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Penatalaksanaan selanjutnya adalah memonitoring tanda vital dan kadar hematokrit
harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau
lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah,
dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagidalam 5 kategori,
sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
45
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
46
Pada dasarnya pengobatan pada penderita DHF atau DSS bersifat simptomatik dan
suportif.
47
1. DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demem tinggi, anoreksia, dan muntah.
Penderita perlu diberi minum banyak, 1,5 – 2 liter dalam 24 jam berupa air,teh, sirup,
air gula atau susu. Pada beberapa penderita diberikan oralit. Minuman diberikan
peroral bila perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit.
Hiperpireksia ( suhu 40o atau lebih ) diatasi dengan antipiretik dan bila perlu
dikompres es dan alcohol 70%. Kejang yang mungkin timbu diberantas dengan
antikonvulsan. Pemberian intravenous fluid drip ( IVFD ) pada penderita DHF tanpa
rejatan diberikan apabila:
a. Penderita terus-menerus muntah, sehingga tidak mungkin diberikan makanan
peroral sedangkan muntah-muntah mengancam terjadinya dehidrasi dan asidsis
b. Didapdatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat
2. DSS ( Dengue Shock Syndrom )
Penatalaksanaan renjatan :
a. Penggantian volume , sebagai terapi awal cairan yang digunakan adalah RL.
Mengingat kebocoran plasma dapat berlangsung 24-48 jam maka pemberian
cairan intravena dipertahakan walaupun tanda-tanda vital telah menunjukkan
perbaikan nyata. Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan secara periodik. Dalam
masa penyembuhan cairan dari ruang ekstravaskular akan direabsorpsi kembali ke
dalam ruang vascular. Penting untuk diketahui bahwa menurunnya nilai
hemolobindan heatokrit tidak diartikan sebagai perdarahn gastrointestinal. Sedang
indikasi pemberian transfuse darah adalah pada penderita dengan pedarahan
gastrointestinal.
b. Evaluasi pengobatan renjatan, untuk memudahkaan mengikuti perjalanan klinis
penderita renjatan dibuat data klinis yang mencantumkan tanggal dan jam
pemeriksaan dan memuat data pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit,
tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, pengeluaran urin, jenis dan kecepatan
cairan yang diberikan dan apabila ada jenis dan jumlah perdarahan
gastrointestinal. Penderita dengan renjatan berulang, renjatan yang tidak
memberikan respon terhadap pemberian caitran dan yang memperlihatkan
48
perdarahan gastrointestinal hebat bersamaan dengan renjatan atau setelah renjatan
diatasi dan diusahakan di rawat di unit perawatan khusus.
49
50
51
52
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah :
• Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 - 30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
• Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
• setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
• Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1
ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload
antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi
dengan baik, maka pemberian dopamia perlu dipertimbangkan.
Protocol-protokol pada kasus demam berdarah :
53
Kriteria Memulangkan Pasien
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/μl
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
Komplikasi
Pada DBD terdapat perdarahan jpada jaringan lunak
Bintik perdarahan pada kulit
Muntah darah, darah pada kotoran
Gusi berdarah dan mimisan
Pada beberapa kasus dapat terjadi radang paru-paru, dan
Radang pada otot jantung atau miokarditis.
Prognosis
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak
ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang
tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga
disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang
bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada
sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
54
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan
55
DAFTAR PUSTAKA
Widodo D. 2006. Demam berdarah dengue Ajar IPD FK UI
IT dr.Akmal Sya’roni: FEVER. Division Of Tropical Infectious Diseases: Department Of
Internal Medicine, School Of Medicine - Sriwijaya University Moh. Hoesin Hospital
Palembang.2009
Dorland, W.A. Newman, Kamus Kedokteran Dorland, 2002 ; alih bahasa, Huriawati
Hartanto, dkk. ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, dkk. – Ed. 29 –
Jakarta : EGC
Kapita Selekta Kedokteran UI Jilid 1
Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg Edisi 23.
Jakarta : EGC
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani9.pdf
Siregar, Faziah. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf
56
top related