keanekaragaman jenis burung pada habitat …library.usu.ac.id/download/fp/06008766.pdf · peranan...
Post on 04-Mar-2018
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KARYA TULIS
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh :
Rahmawaty Dolly Priyatna
Taufiq Siddiq Azvy
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga KARYA TULIS ini berhasil
diselesaikan. Judul yang dipilih adalah “KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG
PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA”.
Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai
Keanekaragaman Jenis Burung yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam bidang keanekaragaman hayati.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat.
Medan, Mei 2006
Penulis
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv
PENDAHULUAN............................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE............................................... ............................. 2
• Tempat dan Waktu Penelitian........................................................... 3
• Alat dan Bahan......................................................................... 3
• Pengumpulan Data........................................................................... 3
• Analisis Data.............................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 4
KESIMPULAN ...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 9
LAMPIRAN .................................................................................................... 10
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
DAFTAR LAMPIRAN
1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.
10
2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.
11
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA HABITAT TERBUKA DAN TERTUTUP DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG LEUSER PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh : Rahmawaty1*, Dolly Priyatna2, Taufiq Siddiq Azvy1
1Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, 20155
2 Unit Manajemen Leuser, Medan
Abstrak
Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah jenis burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Dusun Arasnapal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada bulan Februari 2004 sampai bulan April 2004, dengan menggunakan metode titik hitung dan line transek. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 325 individu burung yang terdiri atas 28 famili dan 92 spesies. Keanekaragaman jenis di habitat tertutup lebih tinggi (3,730) daripada di habitat terbuka (3.414). Keanekaragaman jenis di habitat tertutup termasuk kategori tinggi, sedangkan di habitat terbuka termasuk kategori sedang. Adanya perbedaan keanekaragaman pada kedua habitat tersebut di sebabkan oleh faktor ketersediaan makanan, waktu aktifitas burung, stratifikasi Hutan, dan tipe habitat.
Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Leuser, Keanekaragaman, jenis burung,.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
PENDAHULUAN
Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu taman nasional yang
terletak di antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh
dengan luas kawasan 1.094.692 ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi, 2003). Taman nasional tersebut memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan dan hewan yang sangat tinggi, salah satunya adalah keanekaragaman jenis
burung. Habitat utama burung adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang saat ini
mengalami ancaman dari penebangan dan konversi hutan. Burung-burung penghuni
hutan hujan tropis adalah burung yang sudah terbiasa tinggal dan berinteraksi dengan
lingkungan hutan, sehingga akan sulit untuk hidup di kawasan yang telah
dibudidayakan.
Penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung masih sedikit dilakukan,
terutama di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Mengingat pentingnya
peranan jenis-jenis burung dan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, maka
penelitian ini perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung pada habitat terbuka dan tertutup di
Pos Penelitian Sikundur Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten
Langkat, Provinsi Sumatera Utara
2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua habitat
tersebut.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Sikundur, Desa Bukit Mas,
Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada bulan
Februari 2004 sampai dengan bulan April 2004.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : binokular, alat tulis, kamera,
kompas, jam digital, kalkulator, meteran gulung. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : paku, martel, tali raffia, kertas label, peta topografi/lokasi.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Line Transek dan
metode Titik Hitung. Line transek adalah metode pengamatan dengan cara berjalan
perlahan terus menerus dan mencatat semua kontak di sepanjang kedua sisi jalur
perjalanannya. Metode titik hitung dilakukan dengan berjalan ke suatu tempat
tertentu, memberi tanda, dan selanjutnya mencatat semua jenis burung yang
ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit),
sebelum bergerak ke titik selanjutnya.
Metode yang menggabungkan antara line transek dan titik hitung artinya
bahwa penelitian ini memiliki jalur perjalanan yang telah ditentukan dan line transek
digunakan untuk mengamati burung pada waktu perjalanan. Titik hitung pada
penelitian ini dengan menggunakan plot-plot penelitian yang di letakkan di sepanjang
transek tadi. Lamanya waktu selama berada di setiap plot adalah 10 menit dengan
jarak antar plot sepanjang 250 meter.
Penelitian ini tidak berdasarkan pada panjang transek, tetapi akan berdasarkan
pada waktu. Artinya, penelitian ini dilaksanakan dari pukul 06.30 – 18.30 setiap
harinya, dan apabila waktu telah selesai maka penelitian akan dilanjutkan pada hari
berikutnya dengan batas waktu yang sama sampai pada akhirnya seluruh lokasi telah
teramati.
Analisis Data
Keanekaragaman Jenis Burung
Untuk menghitung Indeks keanekaragaman burung digunakan indeks Shannon
(Magurran, 1988):
H’ = ∑=
−s
i
PiPi1
)ln(
Keterangan :
Pi : ni / N ni : jumlah individu suku ke-i
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
N : total jumlah individu S : total jumlah suku dalam sampel
Menurut Magurran (1988), nilai indeks keanekaragaman burung berkisar antara 1,5 –
3,5. Nilai < 1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah, selanjutnya nilai
yang berkisar antara 1,5 – 3,5 menunjukkan indeks keanekaragaman sedang dan nilai
> 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi.
Perbandingan Keanekaragaman Jenis Burung
Untuk membandingkan keanekaragaman burung antara berbagai habitat
digunakan uji Hutcheson dengan menghitung varian dari kedua habitat, mencari t
hitung dan menghitung deferinsialnya (Magurran,1988) :
Var H’ (tertutup/tertutup) = ( ) ( )
2
2
21lnln
NS
Npipipipi −
−− ∑∑
Keterangan :
Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung Pi : ni / N N : total jumlah individu S : total jumlah suku dalam sample
( ) 2
12'
1'
2'
1'
VarHVarH
HHt+
−=
Keterangan :
t : t hitung H’ : keanekaragaman jenis burung Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung
( )( ) ( )
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡+
=
2
22'
1
22'
22'
1'
NVarH
NVarH
VarHVarHdf
Keterangan :
Df : derajat bebas Var H’ : varian keanekaragaman jenis burung N : total jumlah individu
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Terbuka
Inventarisasi burung yang dilakukan dengan total perjalanan sepanjang 75,750
km (6 jalur transek dan 3 kali pengulangan) pada hutan sekunder Sikundur diperoleh
hasil sebanyak 92 jenis, 28 famili burung, dengan jumlah total individu 325 (Tabel 1).
Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa keanekaragaman jenis burung pada
habitat tertutup di kawasan hutan Sikundur adalah 3,730 sedangkan pada habitat
terbuka sebesar 3,414. Untuk melihat perbedaan indeks keanekaragaman jenis burung
antara habitat tertutup dan terbuka dilakukan uji Hutcheson (Magurran, 1988). Hasil
uji tersebut menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman burung di habitat terbuka
lebih rendah daripada habitat tertutup. Apabila dilihat dari hasil yang didapat,
diketahui bahwa keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi
dengan nilai 3,730 (kategori tinggi), dibandingkan dengan keanekaragaman jenis
burung pada habitat terbuka yang bernilai 3,414 (kategori sedang). Ewusie (1990)
menyatakan bahwa pada daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi akan
memiliki keanekaragaman jenis hewan yang tinggi, karena setiap jenis hewan
hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.
Pada saat pengamatan dapat teridentifikasi burung-burung migran sebanyak 5
jenis, yaitu Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus
annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus
borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma). Burung-burung tersebut
merupakan pendatang tetap pada hutan Sumatera saat musim dingin (Mackinnon dkk.
1992). Menurut Marle and Karel (1988) secara umum tidak ada kejesalan berapa
jumlah burung yang migran/datang ke Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau lainnya pada
musim dingin.
Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan bahwa di kawasan hutan
Sikundur ditemukan beberapa jenis burung yang penyebarannya terbatas (endemik),
yaitu Batrachostomus poliolophus (Podargidae), Caprimulgus pulchellus
(Caprimulgidae), Pycnonotus tympanistragus (Pycnonotidae), dan Pycnonotus
nieuwenhuisii (Pycnonotidae). Menurut Mackinnon, dkk (1992), jenis-jenis burung
tersebut penyebarannya sangat terbatas dan hanya terdapat di Kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci-Seblat dan Taman Nasional Gede
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Pangarango. Wulijarni dan Soetjipto (2002) manyatakan bahwa hutan hujan tropika
juga mempunyai banyak jenis satwa yang endemik. Di kawasan hutan Sikundur,
Langkat, juga masih dapat ditemukan jenis burung terestrial yaitu burung Argusianus
argus (Kuau raja). Menurut Mackinnon, dkk (1992), burung Kuau raja sudah mulai
jarang ditemukan di kawasan hutan akibat semakin tingginya aktifitas pengrusakan
hutan yang menjadi habitat burung Kuau raja.
Pengamatan ini dilakukan pada dua tipe habitat yaitu habitat tertutup dan
habitat terbuka, pada habitat tertutup didapat 63 jenis, 27 famili burung, dengan
jumlah total individu 197, famili terbesar adalah Timaliidae, diwakili oleh 11 jenis
dan 62 individu. Pada habitat terbuka didapat 47 jenis, 19 famili burung, dengan
jumlah total individu 128, famili terbesar adalah Pycnonotidae, diwakili oleh 9 jenis
dan 32 individu. Kebanyakan burung di pos pemantauan Sikundur adalah burung-
burung yang umum terdapat di Sumatera tetapi ada juga yang merupakan burung
migran, seperti Cekakak merah (Halcyon coromanda), Srigunting gagak (Dicrurus
annectans), Sikatan bubik (Muscicapa dauurica), Cikrak kutub (Phylloscopus
borealis) dan Cabai bunga api (Dicaeum trigonostigma).
Perbedaan Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat Terbuka Keanekaragaman jenis burung pada habitat tertutup lebih tinggi daripada
keanekargaman burung pada habitat terbuka (Tabel 1).
Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Burung pada Habitat Tertutup dan Habitat
Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur, Taman Nasional Gunung Leuser.
Habitat
Tertutup Terbuka Jumlah individu 197 128
Jumlah jenis 63 47
Jumlah famili 27 19
Indeks Shannon 3.730 3.414
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Perbedaan Keanekaragaman Jenis burung pada kedua habitat dapat dijelaskan
berdasarkan faktor-faktor, seperti : ketersedian makanan utama bagi burung, waktu
aktifitas, stratifikasi hutan, dan tipe habitat.
ketersedian makanan utama bagi burung
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada habitat tertutup di
hutan Sikundur lebih banyak tersedia pohon-pohon buah yang menjadi makanan bagi
burung. Pada habitat tertutup terdapat 27 jenis burung frugivora, sedangkan pada
habitat terbuka hanya 16 jenis burung frugivora. Menurut Priatna (2002), bahwa
perbedaaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat di pengaruhi dari
kesediaan makanan bagi burung.
Pada habitat tertutup burung frugivora didominasi oleh famili Timaliidae (10
jenis) dan famili pycnonotidae (7 jenis), sedangkan burung yang menjadi indikator
keutuhan hutan, yaitu famili Bucerotidae (Koop dalam Priatna, 2002), diwakili oleh 2
jenis, yaitu Aceros undulates (Julang emas) dan Buceros rhinoceros (Rangkong
badak). Pada habitat terbuka burung frugivora didominasi oleh famili pycnonotidae (9
jenis), sedangkan sebagai burung indikator keutuhan hutan (famili Bucerotidae) hanya
diwakili oleh 1 jenis, yaitu Aceros undulatus (Julang emas).
Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah jenis burung insektivora lebih
banyak daripada jenis burung frugivora yaitu masing-masing 29 jenis dan 27 jenis.
Hal ini disebabkan kawasan hutan pada pos pemantauan Sikundur yang merupakan
hutan bekas tebangan (sekunder), lebih banyak menyediakan serangga daripada buah.
Menurut Zakaria dalam Priatna (2002), diperkirakan 50% pohon non-dipterokarp
yang merupakan pohon buah-buahan sebagai makanan bagi satwa, telah hilang atau
rusak selama adanya aktivitas tebang pilih. Berdasarkan dari hasil penelitian
penelitian Priatna (2002), menunjukkan bahwa di hutan bekas tebangan terdapat lebih
banyak jenis burung insektivora daripada frugivora.
Waktu Aktifitas
Jika ditinjau dari waktu aktifitasnya, terlihat bahwa burung lebih aktif pada
waktu pagi hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Beberapa jenis burung yang
aktif pada pagi dan sore hari lebih banyak ditemukan pada habitat tertutup daripada di
habitat terbuka, hal ini menunjukkan bahwa waktu aktifitas burung juga merupakan
salah satu penyebab adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung pada kedua
habitat.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Stratifikasi Hutan.
Distribusi jenis burung sangat erat kaitannya dengan tipe vegetasi dari suatu
area (McNaughtos dan Wolf, 1990). Keanekaragaman jenis burung dapat dilihat dari
strata penggunaan hutan. Menurut Whitemore (1984) bahwa burung dan mamalia
dapat dibedakan dari tempat hidupnya di dalam hutan hujan tropis kedalam beberapa
bagian atas, tengah, bawah dan tanah. Dari hasil pengamatan di kawasan hutan
Sikundur diperoleh hasil yang sangat berbeda bagi setiap strata hutan, sebanyak 70
jenis burung memanfaatkan strata tengah kanopi hutan (11-20 meter), selanjutnya
strata bawah (0-10 meter) digunakan oleh 21 jenis burung, sedangkan strata atas (>21
meter) dan lantai hutan digunakan masing-masing oleh 17 jenis dan 5 jenis burung.
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa strata tengah pada kanopi hutan
(11-20 m) merupakan tempat yang paling disenangi oleh jenis-jenis burung. Hal ini
kemungkinan strata tengah merupakan tempat yang sangat ideal bagi banyak jenis
burung untuk mancari makan, bermain dan beristirahat.
McNaughton dan Wolf (1990) menyatakan bahwa jenis-jenis hewan yang
berbeda dalam suatu hutan umumnya berkaitan dengan tingkatan kanopi yang berbeda
pula. Hewan bergerak secara horizontal untuk menghasilkan pola tiga dimensi yang
kompleks. Menurut MacArthur dan MacArthur dalam McNaughton dan Wolf (1990),
kanopi vegetasi dibagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut nyata
bagi tingkah laku pencarian makan oleh burung dan mereka mendapatkan bahwa
keanekaragaman komunitas burung berhubungan keanekaragaman struktural dari
vegetasi.
Tipe Habitat
Hasil perhitungan dengan menggunakan uji Hutcheson menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata dalam keanekaragaman jenis burung antara habitat
tertutup dan habitat terbuka di kawasan hutan Sikundur (t hitung = 2,977 ; df = 259 ; α
= 0,05 ; jadi t hitung > t tabel 1,960), dimana keanekaragaman jenis burung pada habitat
tertutup lebih tinggi daripada habitat terbuka.
Perbedaan keanekaragaman jenis burung ini disebabkan tingkat ketersediaan
makanan bagi burung seperti yang dikemukakan Odum (1994), bahwa
keanekaragaman spesies hewan termasuk burung dipengaruhi oleh tingkat
ketersediaan makanan. Kerusakan hutan akan mempengaruhi kehidupan burung liar
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
atau bahkan akan memaksa mereka keluar dari relungnya untuk mencari cadangan
makanan atau untuk bertelur (Seng and Dana, 1997).
Pada umumnya habitat dapat mengalami perubahan kondisi musiman dalam
struktur dan ketersediaan pakan. Konsep suksesi dapat menjelaskan respon satwa
terhadap perubahan lingkungan, yaitu setiap tingkatan suksesi berkaitam erat dengan
komposisi satwa liar yang menempatinya (Alikodra, 1990). Baral and Ramji (2002)
mengatakan bahwa kerusakan habitat atau perubahannya mungkin merupakan faktor
utama perpindahan burung ke habitat yang lain.
Pembagian atau distribusi burung sangat diatur oleh kesesuaian habitatnya,
setiap famili dan jenis harus beradaptasi dengan masing-masing tipe habitatnya yang
sesuai untuk makan dan bertelur. Begitu juga perilaku sosial dan kebiasaan mereka
sangat bergantung dengan habitatnya (Strange and Allen, 1996)
KESIMPULAN
1. Terdapat 325 individu burung (92 spesies dan 28 famili) pada pos pemantauan
Sikundur.
2. Indeks Keanekaragaman di habitat tertutup lebih tinggi daripada di habitat terbuka
dengan nilai masing-masing 3,730 (tinggi) dan 3,414 (sedang).
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogar. Hal : 253.
Anwar, J., Sengli J. Damanik, Nazaruddin Hisyam, Anthony J. Whitten. 1984.
Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Hal : 343-344
Arninova, 2004. Inventarisasi Jenis Burung di Pos Penelitian Sikundur Ekosistem
Leuser. Skripsi. Universitas Syah Kuala. Banda Aceh. Hal : 29-31 Baral, N. and Ramji Gautam. 2002. Status of White-rumped Vulture Gyps
Bengalensi, in Rampur Valley, Nepal. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Barano. 2000. Burung dalam Sangkar. < http//www.Kompas.com/Kompas-
cetak/0006/02/iptek/wwf to.htm > (20 Juni 2000). Bibby, C., Martin Jones dan Stuart Marsden. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi
Lapangan Survei Burung. SMKG Mardi Yuana. Bogor. Hal : 10. Departeman Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departeman Kehutanan Republik
Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Potensi Wisata
Alam Indonesia dan Upaya Peningkatan Peran serta Masyarakat. Bogor. Hal:1.
Ewusie, J. Y. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung.
Bandung. Hal : 303, 311-312. Forest Watch Indonesia, 2003. Kondisi Hutan. < www.fwi.or.id/kodisi hutan > (26
Agustus 2004). Holmes, D. dan Stephen Nash. 1999. Burung-burung di Sumatera dan Kalimantan.
Puslitbang Biologi-LIPI. Prima Centra. Jakarta. Hal : 2-3 Hume, R. 2003. Belajar dan Bersahabatlah dengan Burung. Warta Teropong. Edisi 01
Januari-Februari 2003. Birdlife Indonesia. Bogor. Irfan. 2002. Stasiun Penelitian dan Pos Pemantauan di Kawasan Ekosistem Leuser.
Unit Manajemen Leuser. Hal : 20. Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan
Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal : 146 dan 194. Jepson, P. 1997. Birding Indonesia, A Bird Watcher’s Guide to the World’s Largest
Archipelango. Periplus Edition. Singapore. 17 pp. King, B., Martin Woodcock, E. C. Dickinson, 1995. Bird of South-East Asia. Harper
Collins. Hongkong. 18 pp. Mackinnon, J. 1995. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 2-4. Mackinnon, J., Karen Phillips, Basvan Balen. 1992. Burung-burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Hal : 26, 32.
Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement, Croom Helm
Limited. London. 35, 36, 39 pp.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Marle, J. G. V. and Karel, H. Voour. 1988. The Bird of Sumatera. British Ornithologist. c/o Zoological Museum, Tring. Herts HP23GAP. UK. 37 pp.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisis ketiga. Gadjah mada press.
Yogyakarta. Priatna, D. 2002. Pemulihan Hutan Tropika Pamah Bekas Tebangan serta Dampak
Penebangan Terhadap Populasi Primata dan Keanekaragaman Burung. Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal : 42-43.
Raman, T. R. S. 1999. Effect of Fragmentation and Plantations on Tropical Rain
Forest Bird in the Soethern, Westren Bhats India. Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002.
Schaik, C. P. dan Jatna Supriatna. 1996. Leuser A Sumatran Sanctuary. Yayasan Bina
Sains Hayati Indonesia. Jakarta. 4-5 pp. Seng, L. K. and Dana Gardner. 1997. An Illustration Field Guide to the Bird of
Singapore. Sun Tree. Singapore. 21 p Shannaz, J., P. Jepson dan Rudyanto. 1995. Burung-burung Terancam Punah di
Indonesia. P.T. Karya Sukses Sejahtera. Jakarta. Hal : 6. Strange, M. and Allen Jeyatajasingan. 1996. A Photographic Guide to the Bird of
Peninsular Malaysia and Singapore. Sun Tree Publishing Limited. Singapore. 4 and 29 pp.
Swinnerton, K. 2000. Consevation of the Punk Pigeon in Mauritis. Re-introduction
News. Abu Dhabi. UA. E. Tebb, G. and Andreas Ranner, 2002. Buryatia-Siberia’s Southern Most Extremity.
Oriental Bird Club. UK. Buletin 36. Desember 2002. Wulijarni, N. dan Soetjipto, 2002. Interaksi Unsur-unsur Lingkungan. <www.
Ut.ac.id/of-supp/FKIP/PABI4422/pabi4422-html> (6-September-2003). Whitemore, T. C. 1984. Tripical Rain Forest of the Far East. Second Edition. Oxford
University Press. Walton street. Oxford.
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
Lampiran 1. Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Indeks Shannon pada Habitat Tertutup di Pos Pemantauan Sikundur.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
No Famili Nama Latin
Nama Indonesia Areal
tertutup Pi ln Pi Pi ln Pi Pi (ln Pi )2
1 Alcedinidae 1. Ceyx rufidorsa Udang punggung merah 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
2 Bucerotidae 2. Aceros undulatus Julang emas 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
3. Buceros rhinoceros Rangkong badak 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
3 Campephagidae 4. Coracina striata Kepudang-sungu Sumatera 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
4 Capitonidae 5. Megalaima crysopogon Takur gedang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
5 Caprimulgidae 6. Caprimulgus pulchellus Cabak gunung 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
6 Chloropseidae 7. Aeghitina viridissima Cipoh jantung 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
8. Chloropsis cochinchinensis Cica-daun sayap-biru 15 0,076 -2,575 -0,196 0,505
9. Chloropsis cyanopogon Cica-daun kecil 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
7 Columbidae 10. Chalcophaps indica Delimukan zamrud 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
8 Corvidae 11. Platysmurus leucopterus Tangkar kambing 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
9 Cuculidae 12.Phaenicophaeus curvirostris Kadalan birah 4 0,020 -3,897 -0,079 0,308
13. Phaenicophaeus javanicus Kadalan kembang 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
14.Phaenicophaeus sumatranus Kadalan saweh 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
15. Surniculus lugubris Kedasi hitam 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
10 Dicaeidae 16. Prionochilus maculatus Pentis raja 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
17. Prionochilus percussus Pentis pelangi 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
11 Dicruridae 18. Dicrurus aeneus Srigunting keladi 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
19. Dicrurus sumatranus Srigunting Sumatera 7 0,036 -3,337 -0,119 0,396
12 Eurylaimidae 20. Calyptomena viridis Madi-hijau kecil 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
21. Eurylaimus javanicus Sempur-hujan rimba 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
13 Hemiprocnidae 22. Hemiprocne comata Tepekong rangkang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
14 Meropidae 23. Nyctyornis amictus Cirik-cirik kumbang 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
15 Muscicapidae 24. Hypothymis azurea Kehicap ranting 11 0,056 -2,885 -0,161 0,465
25. Philentoma pyrhopterum Philentoma sayap-merah 7 0,036 -3,337 -0,119 0,396
26. Rhipidura perlata Kipasan mutiara 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
27. Tersiphone paradisi Seriwang asia 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
16 Nectariniidae 28. Anthreptes singalensis Burung-madu belukar 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
29. Arachnothera flavigaster Pijantung tasmak 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
30. Arachnothera longirostri Pijantung kecil 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
31. Hypogramma hypogrammicum Burung-madu rimba 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
17 Oriolidae 32. Irena puella Kacembang gadung 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
18 Phasianidae 33. Argusianus argus Kuau raja 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
34. Rollulus rouloul puyuh sengayan 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
19 Picidae 35. Blythipicus rubiginosus Pelatuk pangkas 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
36. Celeus brachyurus Tukik tikus 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
37. Meiglyptes tritis Caladi batu 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214 1 2 3 4 5 6 7 8 9
38. Picus miniaceus Pelatuk merah 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
20 Podargidae 39. Batrachostomus poliolophus Paruh-kodok kepala-pucat 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
21 Psittacidae 40. Psittinus cyanurus Nuri tanau 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
22 Pycnonotidae 41. Alophoixus bres Empuloh janggut 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
42. Ixos malaccensis Berinji bergaris 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
43. Pycnonotus Brunneus Merbah mata-merah 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
44. Pycnonotus erythropthalmos Merbah kacamata 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343
45. Pycnonotus nieuwenhuisi Cucak gelambir-biru 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
46. Pycnonotus simplex Merbah corok-corok 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343
47. Tricholestes criniger Brinji rambut-tunggir 6 0,030 -3,491 -0,106 0,371
23 Silviidae 48. Orthotomus atrogularis Cinenen belukar 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
49. Phylloscopus borealis Cikrak kutub 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
24 Sittidae 50. Sitta frontalis Munguk beledu 3 0,015 -4,185 -0,064 0,267
25 Timaliidae 51. Eupetes macrocerus Sipinjur melayu 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
52. Macronous ptilosus Ciung-air pongpong 5 0,025 -3,674 -0,093 0,343
53. Malacocinla malaccenses Pelanduk ekor-pendek 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
54. Malacopteron affine Asi topi-jelaga 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
55. Malacopteron cinereum Asi topi-sisik 20 0,102 -2,287 -0,232 0,531
56. Malacopteron magnirostre Asi kumis 11 0,056 -2,885 -0,161 0,465
57. Malacopteron magnum Asi besar 4 0,020 -3,897 -0,079 0,308
58. Pellorneum capistratum Pelanduk topi-hitam 2 0,010 -4,590 -0,047 0,214
59. Stachyris erythroptera Tepus merbah-sampah 9 0,046 -3,086 -0,141 0,435
60. Stachyris maculata Tepus tunggir-merah 6 0,030 -3,491 -0,106 0,371
61. Stachyris nigricollis Tepus kaban 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
26 Trogonidae 62. Harpactes diardii Luntur diard 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142
27 Turdidae 63. Copsychus stricklandi Kucica ekor-kuning 1 0,005 -5,283 -0,027 0,142 Total : 197 1 -283,921 -3,730 14,788
Lampiran 2. Keanekaragaman Burung Jenis Berdasarkan Indeks Shannon pada
Habitat Terbuka di Pos Pemantauan Sikundur.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
No Famili Nama Latin Nama Indonesia Areal terbuka Pi(n/N) ln Pi Pi lnPi Pi
(lnPi)2
1 Alcedinidae 1. Ceyx erithacus Udang api 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
2. Halcyon coromanda Cekakak merah 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270 2 Bucerotidae 3. Aceros undulatus Julang emas 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 3 Campephagidae 4. Hemipus hirundinae Jingjing batu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
5. Pericrocotus igneus Sepah tulin 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330
6. Pericrocotus flammeus Sepah hutan 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270 4 Capitonidae 7. Megalaima crysopogon Takur gedang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
8. Calorhamphus fuliginosus Takur apis 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184 5 Chloropseidae 9. Chloropsis cochinchinensis Cica-daun sayap-biru 11 0,086 -2,454 -0,211 0,518
1 2 3 4 5 6 7 8 9 6 Columbidae 10. Treron olax Punai kecil 20 0,156 -1,856 -0,290 0,538
7 Cuculidae 11. Centropus bengalensis Bubut alang-alang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
12. Phaenicophaeus chlorophaeus Kadalan selaya 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
13. Phaenicophaeus curvirostris Kadalan birah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
14. Phaenicophaeus javanicus Kadalan kembang 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330
15. Phaenicophaeus sumatranus Kadalan saweh 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
8 Dicaeidae 16. Dicaeum chrysorrheum Cabai rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
17. Dicaeum cruentatum Cabai merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
18. Dicaeum trigonostigma Cabai bunga-api 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330
19. Prionochilus maculatus Pentis raja 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
9 Dicruridae 20. Dicrurus annectans Srigunting gagak 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
21. Dicrurus paradiseus Srigunting batu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
10 Eurylaimidae 22. Cymbirhynchus macrorhynchos Sempur-hujan sungai 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
11 Laniidae 23. Lanius cristatus Bentet coklat 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
24. Lanius tigrinus Bentet loreng 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
12 Muscicapidae 25. Muscicapa dauurica Sikatan bubik 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
26. Philentoma pyrhopterum Philentoma sayap-merah 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
27. Rhinomyias umbratilis Sikatan-rimba dada-kelabu 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
13 Nectariniidae 28. Anthreptes singalensis Burung-madu belukar 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
29. Arachnothera flavigaster Pijantung kecil 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
30. Hypogramma hypogrammicum Burung-madu rimba 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
14 Oriolidae 31. Irena puella Kacembang gadung 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
15 Picidae 32. Dryocorpusjavensis Pelatuk ayam 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
33. Hemicircus concretus Caladi tikotok 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
34. Picus mentalis Pelatuk kumis-kelabu 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
16 Pycnonotidae 35. Alophoixus phaeocephalus Empuloh irang 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
36. Pycnonotus Brunneus Merbah mata-merah 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480
37. Pycnonotus cyaniventris Cucak kelabu 3 0,023 -3,753 -0,088 0,330
38. Pycnonotus erythropthalmos Merbah kacamata 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
39. Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375
40. Pycnonotus simplex Merbah corok-corok 8 0,063 -2,773 -0,173 0,480
41. Pycnonotus tympanis Cucak mutiara 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
42. Setornis criniger Empuloh paruk-kait 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
43. Tricholestes criniger Brinji rambut-tunggir 4 0,031 -3,466 -0,108 0,375
17 Silviidae 44. Orthotomus atrogularis Cinenen belukar 5 0,039 -3,243 -0,127 0,411
18 Timaliidae 45. Macronous gularis Ciung-air coreng 2 0,016 -4,159 -0,065 0,270
46. Malacopteron cinereum Asi topi-sisik 6 0,047 -3,060 -0,143 0,439
19 Turdidae 47. Copsychus saularis Kucica kampung 1 0,008 -4,852 -0,038 0,184
Total : 128 1,000 -197,527 -3,419 12,670
Rahmawaty : A Critique on Timber Production of Nothofagus pumilio Forest by a Shelterwood…,2006USU Repository © 2006
top related