kasus 2nodular goiter
Post on 23-Jan-2016
40 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun
hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut goiter non-toksik.
(Tambayong, 2000).
Goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya.. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau
tidak, jarang disertai kesulitan bernapas & disfagia (Darmayanti dkk, 2012).
Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika ditemukan kasus Goiter pada sejumlah
lebih dari 250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri merupakan negara yang
dikategorikan endemis kejadian goiter. Penyakit ini dominan terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Umumnya 95% kasus Gondok bersifat jinak (benigna), sisanya 5%
kasus kemungkinan bersifat ganas (maligna) (Darmayanti, dkk, 2011).
1.2 Batasan Topik
1.2.1 Definisi Nodular Goiter
1.2.2 Etiologi Nodular Goiter
1.2.3 Faktor Risiko Nodular Goiter
1.2.4 Epidemiologi Nodular Goiter
1.2.5 Klasifikasi Nodular Goiter
1.2.6 Manifestasi klinis Nodular Goiter
1.2.7 Patofisiologi Nodular Goiter
1.2.8 Pemeriksaan diagnostik Nodular Goiter
1.2.9 Penatalaksanaan medis Nodular Goiter
1.2.10 Komplikasi Nodular Goiter
1.2.11 Diagnosa Keperawatan
BAB II
Pembahasan
Nodular Goiter
1. Definisi Nodular Goiter
Goiter noduler, kelenjar tiroid tertentu bersifat noduler karena ada satu
atau beberapa daerah hyperplasia (pertumbuhan berlebih) dalam
keadaan yang tampaknya serupa dengan keadaan yang menyebabkan
timbulnya simple goiter. Sebagian nodul berubah menjadi maligna dan
sebagian lainnya disertai keadaan hipertiroid.
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai
hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda
khas, disebut goiter non-toksik. (Tambayong, 2000).
Goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak
goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan
pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi
bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas & disfagia (Darmayanti dkk, 2012).
2. Etiologi Nodular Goiter
Berbagai faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi
kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent
(zat atau bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak,
kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali,
peradangan dan tumor atau neoplasma.
Penyebab Goiter adalah (Rumahorbo, 1999):
a. Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
komponen spesifik pada jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s juga disebut tiroiditis aotoimun, terjadi akibat
adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini
menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH & TRH
akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis autoimun
tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik
untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang sering ditemukan adalah
tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali
membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang
disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI
merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah
gondok.
b. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme baik
iodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan
hipotiroidisme.
c. Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
d. Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari
kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid
e. Gondok endemik hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan.
Gondok pembesaran kelenjar tiroid. Pada << iodiurn terjadi gondok
karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha
untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT ↓ akan
disertai kadar TSH & TRH ↑ karena minim umpan balik. Kekurangan yodium
jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
f. Kurang iodium dalam diet, sehingga kinerja kelenjar tiroid ↓ dan
menyebabkan pembengkakan. Iodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk
hormon tyroid yang nantinya diserap di usus dan disirkulasikan menuju
bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya :
Kelenjar air ludah
Plasenta
Kelenjar mammae
Mukosa lambung
Intenstinum tenue
Kelenjar gondok
Sebagian besar unsur iodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar
iodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan
mengidap penyakit gondok.
g. Beberapa disebabkan oleh tumor (baik dan jinak tumor kanker)
Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau
lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal
ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan
pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar
dengan nodul kecil di kelenjar atau mungkin tampil sebagai nodul
beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun <
5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan
merupakan resiko terhadap kanker. Terapi kanker yang jarang dijumpai
tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, terapi iodium radioaktif
untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. << iodium dapat meningkatkan
risiko pembentukan kanker tiroid merangsang proliferasi dan
hiperplasia sel tiroid.
h. Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid yang
disebut Tiroiditis. Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat
mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
i. Kehamilan Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu
gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Menurut American Society for Study of Goiter, etiologinya dibagi menjadi
(Sherwood, 2004):
a. Struma Non Toxic Nodusa pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas
jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma non
toxic adalah kekurangan iodium, akan tetapi pasien dengan pembentukan
struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic
disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
<< iodium: pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang yodium
yang <50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah <25 mcg/d
dihubungkan dengan hipotiroidisme & kreatinisme
>> iodium: jarang dan umumnya terjadi pada preexisting tiroid
autoimun
Goitrogen:
o Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone. Aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung iodium
o Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara
o Makanan, sayur mayur jenis Brassica (misalnya kubis, lobak cina),
singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
Dishormonogenesis: Kerusakan jalur biosinthethik hormon kelenjar
tiroid
Riwayat radiasi kepala dan leher: Riwayat radiasi selama masa kanak-
kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
b. Struma Non Toxic Diffusa, dengan etiologi:
Defisiensi Iodium
Autoimmun thyroiditis: Hashimoto atau postpartum thyroiditis
Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan
penurunan pelepasan hormon tiroid.
Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis
terhadap hormon tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating
immunoglobulin
Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
Terpapar radiasi
Penyakit deposisi
Resistensi hormon tiroid
Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
Silent thyroiditis
Agen-agen infeksi
Suppuratif Akut: Bakterial
Kronik: Mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
Keganasan tiroid
c. Struma Toxic Nodusa, dengan etiologi:
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
Aktivasi reseptor TSH
Mutasi somatik reseptor TSH
Mediator-mediator pertumbuhan termasuk: Endothelin-1, insulin like
growth faktor-1, epidermal growth faktor, dan fibroblast growth faktor.
d. Struma Toxic Diffusa
Grave disease penyakit autoimun yang belum diketahui penyebabnya.
3. Epidemiologi Nodular Goiter
Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika ditemukan kasus Goiter pada
sejumlah lebih dari 250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri merupakan
negara yang dikategorikan endemis kejadian goiter. Penyakit ini dominan terjadi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Umumnya 95% kasus Gondok bersifat jinak
(benigna), sisanya 5% kasus kemungkinan bersifat ganas (maligna) (Darmayanti, dkk,
2011).
Prevalensi goiter di Asia Tenggara sebesar 13,0% tahun 1993 menjadi 12,0%
tahun 1997 dan 15,4% tahun 2004. Di Indonesia angka TGR (Total Goiter Rate)
diukur pada anak usia 6 – 12 tahun yang berhubungan dengan masalah GAKI
(Gangguan Akibat Kekurangan Iodium). TGR pada anak sekolah dasar menunjukan
adanya peningkatan dari tahun 1998 ke tahun 2003, yaitu dari 9,8 % menjadi 11,1 %
(Darmayanti, dkk, 2011).
4. Faktor Resiko Nodular Goiter
Menurut Tarwono (2012) faktor risiko nodular goiter yaitu :
a. Kurangnya diet yodium
Orang-orang yang tinggal di daerah dimana yodium sulit didapatkan beresiko
tinggi gondok. Defisiensi yodium menjadi pencetus utama timbulnya gondok
endemik yang diakibatkan sebagai mekanisme adaptasi alami akibat
kekurangan bahan baku pembuat hormon tiroid yang menyebabkan aktifitas
berlebihan dari kelenjar tiroid. Pada daerah dengan defisiensi yodium seperti
di daerah pegunungan menjadi tempat dengan angka kejadian gondok
endemik.
b. Jenis kelamin
Perempuan lebih rentan mengalami gangguan tiroid daripada laki-laki.
c. Usia lanjut ≥ 50 tahun atau lebih berisiko lebih tinggi terkena gondok.
d. Riwayat medis
Riwayat pribadi atau keluarga yang menderita penyakit autoimmune
meningkatkan risiko gondok.
e. Beberapa obat termasuk immunosuppressants, obat jantung Amiodarone
(kaya iodium sehingga memiliki efek samping hipertiroid) dan lithium obat
psikiatri meningkatkan risiko gondok karena mengganggu metabolik hormon
tiroid dengan cara menghambat sintesa hormon.
f. Terpapar radiasi. Risiko meningkat jika seseorang menjalani perawatan
radiasi ke leher atau dada atau terkena radiasi di fasilitas nuklir. Radiasi
eksternal yang digunakan untuk mengobati kanker berat seperti CNS tumor,
limfoma Hodgkin’s mempunyai efek samping neoplasma yang tersering pada
kelenjar tiroid. Selain itu, radiasi internal akibat asupan radioiodine 131 pada
usia muda berisiko tinggi terjadinya papillary thyroid carcinoma.
Faktor risiko yang lain yaitu:
a. Genetik :
Seseorang yang didalam keluarganya memiliki satu penderita gondok
mempunyai risiko mendapat gondok dua kali lebih besar dari pada
mereka yang berasal dari keluarga yang tidak memiliki penderita gondok.
Risiko ini meningkat menjadi empat kali pada mereka yang memiliki dua
atau lebih anggota keluarga yang menderita gondok.
b. Insulin
Insulin merupakan faktor yang merangsang proliferasi sel tiroid pada
kultur. Sebuah penelitian mengindikasikan resistensi insulin dan kadar
insulin yang tinggi merupakan faktor risiko dalam peningkatan proliferasi
tiroid sehingga bermanifestasi peningkatan volume tiroid dan
terbentuknya nodul.
5. Klasifikasi Nodular Goiter
Klasifikasi goiter nodular atau struma nodusa (diambil dari klasifikasi goiter
menurut American society for Study of Goiter) :
a. Struma nodusa toksik
Struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh jika terjadi
pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus, seperti
yang ditemukan pada Plummer’s disease. Etiologi :
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
Aktivasi reseptor TSH
Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),
insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast
growth factor. (Davis, 2005)
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler
pada kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas,
namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan
hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari nontoksik
menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi
otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian
hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai
pengobatan.
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s
disease dengan Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan
gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan
fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang
hanya terjadi pada salah satu lobus (David, 1995).
b. Struma nodusa non toksik
Struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh
seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid atau Pembesaran dari
kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah
kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma
yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat
iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun
Goitrogen :
o Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
o Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative
dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
o Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar
tiroid
Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-
kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada
diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya
pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra
lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan
pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi pada trakea (Kariadi,Sumual,1996).
6. Patofisiologi Nodular Goiter
(Terlampir)
7. Manifestasi Klinis Nodular Goiter
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil
untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher
tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena
kompresi batang tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Kelainan fisik (asimetris leher)
8. Detak jantung cepat (Mansjoer A et al (editor) 2001)
8. Pemeriksaan Diagnostik Nodular Goiter
Menurut Price, 2005, pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
pasien dengan nodular goiter diantaranya :
a. Pengukuran T4 serum bebas dan kadar TSH untuk memastikan status
fungsional goiter (hipotiroidisme). Nilai normal pada orang dewasa
adalah sebagai berikut :
Iodium bebas : 0,1-0,6 ml/dl
T3 : 0,2-0,3 ml/dl
T4 : 6-12 ml/dl
Nilai normal pada bayi/anak: T3 : 180-240
b. RAI (uji ambilan tiroid radioisotop) atau scintiscan :
RAI atau scintiscan dengan Teknetium perteknetat mungkin dapat
memperlihatkan apakah nodula-nodula tersebut panas atau dingin.
Nodula dingin merupakan tanda karsinoma, sedangkan nodula panas
hampir selalu jinak. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Nilai normalnya 10-35%. Jika <10%
disebut menurun (hipotiroidisme), jika >35% disebut meninggi
(hipertiroidisme).Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
c. USG
Pemindaian ultrasound pada kelenjar tiroid dapat digunakan untuk
mendeteksi perubahan-perubahan kistik pada nodula tiroid. Nodula
kistik jarang bersifat ganas. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat
membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Ultrasound dapat
membedakan massa solid atau kistik, soliter atau multiple).
d. Esofagogram untuk menunjukan goiter sebagai penyebab disfagia.
e. CT scan dilakukan jika ada gejala penekanan.
f. Biopsi
Cara langsung untuk menentukan apakah nodul tiroid ganas atau jinak
adalah biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum dan pemeriksaan
sitologi lesi.
9. Penatalaksanaan Nodular Goiter
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma, yaitu
(Darmayanti, 2012):
a. Operasi/ Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang
kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat
untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan
yodium radioaktif & tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil
dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil /
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB),
kadar hormon tiroid total tampak ↑. Hal ini disebabkan makin >>tiroid
yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4
sehingga diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar
tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat
tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup
memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.
b. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis ↑ pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak
mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat << gondok
sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak ↑ resiko kanker, leukemia / kelainan genetik Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul / cairan harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan 4 minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma,
selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi
hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid.
Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasol.
d. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan mengembalikan fungsi mental,
fisik & sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk
memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau
penyebaran.
Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya
diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat
menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu
dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi
kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan
rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.
10. Kompliksi Nodular Goiter
a. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mgr/dL darah.
b. Nefrokalsinosis
Nefrokalsinosis adalah peningkatan kadar kalsium dalam korteks atau
medula ginjal yang dapat bersifat fokal atau difus. Kondisi ini biasanya
merupakan akibat kelainan metabolik seperti asidosis tubular renal,
hiperkalsiuria, dan hiperoksaluria. Modalitas ultrasonografi dapat
mendeteksi dini kelainan ini. Nefrokalsinosis dapat menyebabkan
nefropati tubulointerstisial dan menyebabkan gagal ginjal kronik pada
beberapa kondisi seperti oksalosis dan sindrom Bartter neonatal.
Pengobatan tergantung pada kelainan metabolik yang mendasarinya
c. Penurunan libido
Penurunan libido adalah menurunnya gairah seks. Menurunnya gairah
seks adalah hal yang umum, sering disebabkan oleh kondisi yang sifatnya
sementara, seperti kelelahan. Gairah seks yang terus menerus menurun
dapat membuat stress wanita ataupun pasangannya.
d. Impotensi
Disfungsi ereksi atau dikenal juga dengan impoten adalah
ketidakmampuan seorang pria untuk mendapatkan dan menjaga ereksi
yang cukup dalam melakukan hubungan seksual. Dengan kata lain, alat
vital pria kurang keras, lembek. Kondisi seperti ini disebut juga sebagai
lemah syahwat.
f. Ginekomastia
Ginekomastia adalah pembengkakan pada jaringan payudara pada laki-
laki atau laki-laki, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon
estrogen dantestosteron. Bayi yang baru lahir, anak laki-laki memasuki
masa puber dan orang tua sering mengalami ginekomastia sebagai akibat
dari perubahan kadar hormon.
g. Infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
11. Masalah Keperawatan pada Klien dengan Nodular Goiter
a. Masalah keperawatan : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
b/d ketidakmampuan menelan makanan d/d kelemahan otot untuk
menelan makanan.
NOC: Nutrition Status : Food and Fluid Intake
NIC : Nutrition Therapy
b. Masalah keperawatan : gangguan komunikasi verbal b/d defek anatomi
d/d ketidaktepatan verbalisasi serta suara yang tidak jelas.
NOC : Communication Ability
NIC : Communication Enhancement : Speech Defisit
c. Masalah keperawatan : ketidakefktifan pola napas b/d hiperventilasi d/d
dipsnea, takipnea, kesulitan bernapas, batuk, mengi.
NOC : Respiratory Status : Air way pattency
NIC : Airway Management
d. Masalah keperawatan : gangguan citra tubuh b/d penyakit (nodular
goiter) d/d respon terhadap perubahan pada tubuh.
NOC : Body Image
NIC : Body Image Enhancement
Daftar Pustaka
Darmayanti, dkk. 2012. Endemik Goiter. Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Davis, Anu Bhalla. 2005. Goiter Toxic Nodular. Medicine.,
(http://www.emedicine.com/med/topic920.htm).
Greenstein dan Wood.2010. At A Glance Sistem Endokrin. Jakarta: Penerbit Erlangga
Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757-778.
Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
(http://www.emedicine.com/med/topic919.htm)
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed. 6.
Jakarta: EGC.
Rumaharbo, Hotma. 1999. Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. EGC : Jakarta.
Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat, Buku
Dua. Jakarta :EGC (1995 : 1071-1078).
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner&Suddarth.Ed.8. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tarwono, dkk. 2012. Perawatan Medikal Bedah Sistem Endokrin. Jakarta: Tim.
PROJECT BASED LEARNING II
Disusun oleh :
Kelompok5 Reguler
1. Irfan Marsuq Wahyu 135070201111002
2. Dwi Kurnia Sari 135070201111003
3. Puput Lifvaria Panta A 135070201111004
4. Adelita Dwi Aprilia 135070201111005
5. Wahyuni 135070201111006
6. Ratna Juwita 135070201111007
7. Zahirotul Ilmi 135070201111008
8. Ni Putu Ika Purnamawati 135070201111009
9. Ni Luh Putu Saptya Widyatmi 135070201111010
10. Kadek Esidiana Uttari 135070201111011
11. Luluk Wulandari 135070201111012
12. Zaifullah 135070201111013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
September, 2015
top related