karakteristik latosol

Post on 20-Jan-2016

1.011 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

dengashahsan anslkanskla aknsklanskla aknsalnsa anskansklasa lajsjalnskans nskankanka anskanknak nkla dad lajnka anflkafnlaf falnfklaf alknfkanfklanfla a;kfn;kanf;kanf k;anfknakfna anfka;fk;a ;ajfoajfipahfa iajfiajfiajfipa aifiafhniafna akfnanflafn ijafkajfka akfnalknfal lfkanlfanfal anfkanf lkanfklanlanf klanflafnal lfkanlfan lanflanfla alnfla alfnlanf

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut sejarah perkembangan kehidupan manusia, pada mulanya

manusia itu hidup secara berpindah-pindah tempat atau sebagai Nomad. Hal

ini mereka lakukan dalam rangka mencari sebidang lahan yang baik dan

subur untuk melaksanakan pertanian mereka yang masih primitif itu. Pada

masa itu, mereka belum menemui kesulitan-kesulitan untuk menemukan

sebidang lahan yang baik untuk lingkungan hidupnya. Bertambah majunya

peradapan manusia yang sejalan dengan perkembangan pertanian dan

disertai perkembangan penduduk yang begitu pesat, memaksa manusia

untuk menghentikan kebiasaan mengembara itu. Pada saat itu sebenarnya

mereka sudah mulai menghadapi masalah-masalah tanah. Masalah yang

sering timbul adalah cara mempertahankan kelestarian kesuburan tanah.

Oleh karena itu, munculah orang mempelajari dan mengadakan penyelidikan

tentang hal ihwal tanah. Maka munculah ilmu tanah yang mungkin

merupakan ilmu yang paling awal dipirkan orang.

Ada yang berpendapat bahwa sebelum manusia menemui

permasalahan tentang dari mana mendapatkan makanan untuk hidupnya,

manusia masih tergantung pada lingkungan alam, berburu atau mengambil

makanan dari tanaman yang ada disekitarnya. Tetapi lama kelamaan dengan

hadirnya manusia-manusia baru karena tingkat fertilitas yang tinggi, maka

dirasa sulit untuk mendapatkan makanan hanya dengan menggantungkan

pada lingkungan disekitarnya. Tentu saja ini karena persediaan lebih sedikit

dibanding permintaan dan walaupun sebagai nomaden telah mereka jelajahi

dari satu daerah ke daerah yang lain yang hasilnya tetap saja, yaitu kesulitan

bahan makanan. Di tengah kesulitan itu, manusia itu ditantang untuk berbuat

sesuatu yang baik dengan menggunakan daya nalarnya. Tantangan itulah

yang membuat manusia berpikir akan upaya pembudidayaan tanaman yang

ada disekitarnya dengan cara menanam dan menggemburkan tanah.

Merekapun mulai menetap sebagai manusia sedenter, menempati di daerah

tanaman pangan yang telah mereka tanam dan mulai saat itulah manusia

memperhatikan tentang tanah dan tanaman.

Oleh sebab itu , tanah ditafsirkan sebagai lapisan padat terluar dari

planet bumi. Lapisan tipis yang hidup ini memiliki ketebalan beberapa centi

meter sampai lebih dari dua atau tiga meter, namun demikian sangat

mempengaruhi aktivitas di permukaan Bumi. Tanah sangat vital untuk

mendukung kehidupan. Tanah menjadi wahana jelajah akar, menyediakan

air, udara dan unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan. Tanah merupakan

rumah bagi jutaan mikroorganisme yang melakukan berbagai aktivitas

biokimia, seperti pengikatan nitrogen dari udara sampai pelapukan bahan

organik, juga merupakan tempat bagi mikro dan mesofauna termasuk cacing

tanah, semut dan rayap yang memakan akar tanaman, organisme lain dan

bahan organik. Biodiversitas tanah yang lebih lengkap dijumpai di dalam

tanah, bukan di atasnya. Berbeda tempat berbeda pula jenis tanahnya. Tanah

beragam dari satu tempat ke tempat yang lain, tidak secara acak tetapi secara

sistematis. Tanah di daerah tundra berbeda dengan tanah tropika, tanah di

daerah yang terjal berbeda dengan tanah dataran, dan tanah bervariasi dalam

jarak yang pendek. Jika kita berjalan dari puncak bukit menuju ke lembah,

kita akan menjumpai tanah dengan bentuk dan sifat yang berbeda demikian

juga kemampuannya untuk digunakan misalnya sebagai lahan budidaya

tanaman atau untuk membangun jalan dan rumah. Keragaman ini

mencerminkan posisi yang unik bagi tanah dibandingkan dengan komponen

planet bumi lainnya. Tanah adalah penghubung antara atmosfer, litosfer,

hidrosfer, dan biosfer

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pemaparan diatas adalah untuk

mengetahui bagmana karakteristik , ciri, masalah yang dihadapi pada tanaha

latosol dan bagaiman cara penanggulangannya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian litosol

Tanah ini memiliki lapisan solum

tanah yang sangat tipis sampai tidak ada,

paling tebal solumnya adalah 50 cm saja.

Oleh sebab itu langsung merupakan lapisan

bahan induk dengan pecahan-pecahan

batuan yang lebih mengalami pelapukan,

sedang di bagian bawahnya terdapat batuan

induk pejal. Keadaan ini mengakibatkan

kandungan bahan organik sangat rendah

sampai tidak ada, sedang warna tanah dan konsistensinya bervariasi.

Teksturnya umumnya kasar, yang berpasir atau berkerikil sedangkan

strukturnya tidak ada atau butir lepas. Kandungan unsur hara tumbuhan,

rekasi tanah (pH), juga permeabilitasnya bervariasi. Tanah ini sangat peka

terhadap erosi.

Secara umum tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang

jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Penyebarannya dapat ditemukan

diberbagai tipe hujan yang curah hujannya bervaiasi. Ketinggian tempat di

atas muka laut, juga bentuk wilayah beraneka. Proses pembentukan tanah

hampir tidak ada atau termasuk alterasi lemah. Bahan induk terdiri dari

batuan beku dan batuan endapan pejal. Tanah semacam ini hampir dapat di

temukan di seluruh Kepulauan Indonesia, dimana terdapat wilayah batuan

beku dan batuan pejal. Sering terdapat pula lapisan bahan induk dari tanah-

tanah yang mengalami erosi lanjut. Tanaman penutup tanah sangat

bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar diberakan tau tidak

ditanami. Sebagian masih dapat ditanami dengan rerumputan untuk ternak,

tegalan palawija atau dengan tanaman keras.

Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang sangat tipis sampai tidak

ada, paling tebal solumnya adalah 50 cm saja. Oleh sebab itu langsung

merupakan lapisan bahan induk dengan pecahan-pecahan batuan yang lebih

mengalami pelapukan, sedang di bagian bawahnya terdapat batuan induk

pejal. Keadaan ini mengakibatkan kandungan bahan organik sangat rendah

sampai tidak ada, sedang warna tanah dan konsistensinya bervariasi.

Teksturnya umumnya kasar, yang berpasir atau berkerikil sedangkan

strukturnya tidak ada atau butir lepas. Kandungan unsur hara tumbuhan,

rekasi tanah (pH), juga permeabilitasnya bervariasi. Tanah ini sangat peka

terhadap erosi.

Secara umum tanah ini mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang

jelek, sehingga produktivitasnya rendah. Penyebarannya dapat ditemukan

diberbagai tipe hujan yang curah hujannya bervaiasi. Ketinggian tempat di

atas muka laut, juga bentuk wilayah beraneka. Proses pembentukan tanah

hampir tidak ada atau termasuk alterasi lemah. Bahan induk terdiri dari

batuan beku dan batuan endapan pejal. Tanah semacam ini hampir dapat di

temukan di seluruh Kepulauan Indonesia, dimana terdapat wilayah batuan

beku dan batuan pejal. Sering terdapat pula lapisan bahan induk dari tanah-

tanah yang mengalami erosi lanjut. Tanaman penutup tanah sangat

bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar diberakan tau tidak

ditanami. Sebagian masih dapat ditanami dengan rerumputan untuk ternak,

tegalan palawija atau dengan tanaman keras.

Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah

yang tidak begitu tebal. Penampangnya besar dan berbentuk kerikil, pasir atau

batu-batuan kecil, karena sedikit sekali mengalami perubahan struktur atau

profil dari batuan asal. Tanah litosol miskin unsur hara.

Tanah Litosol terbentuk dari batuan beku dari proses letusan gunung

berapi dan sedimen keras yang proses pelapukan kimia (dengan bantuan

organisme hidup) dan fisikanya (dengan bantuan sinar matahari dan hujan)

belum sempurna. Sehingga struktur asal batuan induknya masih terlihat. Oleh

sebab itu pula, tanah litosol sering juga disebut sebagai tanah yang paling

muda, sehingga bahan induknya dangkal (kurang dari 45 cm) dan seringkali

tampak di permukaan tanah sebagai batuan padat yang padu. Jenis tanah ini

belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami

perkembangan.

Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di

seluruh Indonesia yang mengalami proses erosi parah. Tanah litosol banyak

terdapat di Pulau Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara,

Maluku bagian selatan, dan Papua. Adapun di Sumatra, jenis tanah ini

terdapat di wilayah yang tersusun dari batuan kuarsit, konglomerat, granit,

dan batu lapis. Jenis tanah ini juga dapat dijumpai di daerah sekitar pantai.

Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak,

kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol

tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian. Berbagai upaya yang

dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat proses pembentukan tanah

litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih bermanfat adalah dengan

cara mempercepat proses pelapukannya. Biasanya adalah dengan cara

memperlakukan daerah bertanah litosol dengan penanaman berbagai jenis

tanaman keras, dan melakukan reboisasi, agar proses erosi tidak berlanjut.

Di beberapa tempat, tanah litosol sering hanya dimanfaatkan sebagai

tempat bertanam rumput pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman

palawija yang tahan dengan jenis tanah ini seperti jagung, serta juga untuk

ditanami tanaman keras. Tanah litosol merupakan tempat hidup ideal dari

bunga edelweis.

Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini

mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari

130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak

begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-

kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya

sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara,   pH 4,5-6,5 yaitu dari asam

sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat,

sedangkan strukturnya remah dengan konsistensi  adalah gembur. Dari warna

bisa dilihat unsur haranya, semakin merah biasanya semakin miskin. Pada

umumnya kandungan unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah

sampai agak sukar merembes air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasinya

dari agak cepat sampai agak lambat, daya  menahan air cukup baik dan agak

tahan terhadap erosi. 

Tanah Litosol terbentuk dari batuan beku dari proses letusan gunung

berapi dan sedimen keras yang proses pelapukan kimia (dengan bantuan

organisme hidup) dan fisikanya (dengan bantuan sinar matahari dan hujan)

belum sempurna. Sehingga struktur asal batuan induknya masih terlihat. Oleh

sebab itu pula, tanah litosol sering juga disebut sebagai tanah yang paling

muda.

Tanah jenis ini dapat dijumpai di lereng gunung atau perbukitan yang

mengalami proses erosi parah. Penampangnya besar dan berbentuk kerikil,

pasir atau batu-batuan kecil, karena sedikit sekali mengalami perubahan

struktur atau profil dari batuan asal. Jenis tanah ini juga dapat dijumpai di

daerah sekitar pantai.

Daerah penyebaran dari tanah latosol atau inceptisol ini yaitu didaerah

dengan tipe iklim Afa-Ama (menurut Koppen), sedangkan menurut Schmidt-

Fergusson pada tipe hujan A, B, dan C dengan curah hujan sebesar 2000-

7000 mm/tahun, tanpa atau mempunyai bulan-bulan kering  yang kurang dari

3 bulan. Tanah ini terdapat didaerah abu, tuf dan fan vulkan, pada ketinggian

10-1000 metaer dari permukaan laut, dengan bentuk wilayah yang berombak,

bergelombang, berbukit hingga bergunung. Daerah penyebarannya terutama

di Sumatera dan sulawesi, tetapi dalam areal yang tidak begitu luas terdapat

pula di kalimantan tengah dan selatan, kep. Maluku, minahasa, jawa barat,

jawa tengah, jawa timur, dan bali. Kebanyakan berasosiasi dengan tanah

laterit dan andosol. Secara kasar luasnya kira-kira 16 juta hektare.

Pada umumnya tanah Latosol  ini kadar unsur hara dan organiknya

cukup rendah, sedangkan produktivitas tanahnya dari sedang sampai tinggi.

Tnah in memerlukan input yang memadai.  Tanaman yang bisa ditanam

didaerah ini adalah padi (persawahan), sayur-sayuran dan buah-buahan,

palawija, kemudian kelapa sawit, karet, cengkeh, kopi dan lada.

Secara keseluruhan tanah Latosol atau Inceptisol ini mempunyai sifat-

sifat fisik yang baik akan tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik. 

Dalam USDA latosol masuk dalam golongan inseptisol. Inseptisol

berkembang pada daerah yang lembab. Perkembangan horizon inseptisol

berlangsung lambat samapi sedang. Perkembangan yang lambat terjadi karena

tanah berada pada ligkungan yang lembab, dingin, dan mugkin genangan-

genangan air. 

Secara spesifik, latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga

coklat sehingga banyak yang menamainya sebagai tanah merah, memiliki

profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, mudah mneyerap air, memiliki

kandungan bahan organik yang sedang, dan pH netral hingga asam. Kadar

humus latosol mudah menurun, dan memiliki fosfat yang mudah bersenyawa

dengan besi dan almunium. Latosol banyak dijumpai di Sumatra Utara,

Sumatra Barat, Bali, Jawa, Minahasa, Papua, dan Sulawesi. Saat ini, jenis

tanah latosol banyak digunakan untuk pertanaman palawija, padi, kelapa,

karet, dan kopi. 

2.2 Karakteristik Latosol

Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan

pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral

primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya

relatif rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat tinggi, terjadi

akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat

kemerah-merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari

komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi.

Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk

tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman

solum setebal 1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas

permukaan laut dengan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung,

mempunyai horison terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat,

struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan

Soepraptohardjo, 1975).

Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan

terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan

kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini

merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan

pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan

kerusakan sifat fisik yang berat.

Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al

dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan

membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah

rendah atau kurang tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah

kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan

organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi,

1983).

2.3 Sifat dan Ciri Umum Latosol

Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan

menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 1983). Tanah ini

diantaranya dapat dijumpai di Darmaga, Kabupaten Bogor. Menurut sistem

klasifikasi USDA, Latosol coklat kemerahan Dramaga Bogor termasuk dalam

order Inceptisol dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan

bahan induk vulkanik kuarter yang berasal dari Gunung Salak.

Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menyebutkan bahwa tanah Latosol

terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah

pengaruh curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dimana gaya-

gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada

daerah dengan curah hujan dan suhu sedang. Pelapukan dan pencucian sangat

intensif dan mineral silikat cepat hancur. Pada banyak tempat di daerah

tropik, musim basah dan kering terjadi silih berganti. Hal ini berakibat

semakin meningkatnya kegiatan kimia dalam tanah.

Latosol umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, solum tebal,

batas horizon baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik, lapisan

bawah yang berwarna merah, kadar fiksasi liat yang agak tinggi sampai tinggi

dan hampir merata pada semua horizon. Horizon B kaya akan seskuioksida

(Al2O3+Fe2O3) bertekstur halus, struktur lemah sampai gumpal, konsistensi

gembur sampai agak teguh, porositas sedang sampai baik, permeabilitas dan

drainase sedang sampai cepat dan cadangan mineral rendah sampai sedang

(Dudal dan Supraptohardjo, 1957). Proses hidrolisis dan oksidasi berlangsung

sangat intensif, sehingga basabasa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat

dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena itu, tanah Latosol memiliki

kejenuhan basa rendah (<35%) dan KTK yang sangat rendah (<24 me/100g)

(Soepraptohardjo, 1961). Kalpage (1974) menyebutkan bahwa kesuburan

tanah Latosol umumnya sedang sampai sangat rendah, kandungan akan

mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur hara tanah rendah. Tanah bereaksi

masam sampai sangat masam dan fiksasi ion fosfat tinggi. Masalah

kemasaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi pengapuran

kurang nyata pengaruhnya karena kapasitas pertukaran basa rendah sehingga

penambahan bahan kapur akan meninggalkan efek residu yang sangat terbatas

atau kecil.

2.4 Permasalahan Tanah Latosol

1. Miskin Unsur Hara

Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak,

kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol

tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian.

Di beberapa tempat, tanah litosol sering hanya dimanfaatkan sebagai

tempat bertanam rumput pakan hewan ternak, atau beberapa jenis tanaman

palawija yang tahan dengan jenis tanah ini seperti jagung, serta juga untuk

ditanami tanaman keras.

2. Mempercepat Proses Pelapukan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat

proses pembentukan tanah litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih

bermanfat adalah dengan cara mempercepat proses pelapukannya.

Biasanya adalah dengan cara memperlakukan daerah bertanah litosol

dengan penanaman berbagai jenis tanaman keras, dan melakukan reboisasi,

agar proses erosi tidak berlanjut.

3. Habitat Edelweis

Di sekitar pegunungan, sering kita jumpai tanah litosol yang terdapat

di sana menjadi tempat hidup dan habitat bagi sebuah tanaman cantik

perlambang keabadian cinta. Yah, si cantik Edelweis, tanaman yang

menyerupai rumpun semak ini mempunyai bunga putih dan tidak cepat layu.

Dapat disimpan berbulan-bulan tanpa kehilangan keindahannya.

Jenis tanah litosol merupakan tempat hidup ideal dari bunga yang

keberadaannya dilindungi ini. Contoh daerah pegunungan dimana terdapat

jenis tanaman cantik ini adalah di sekitar pegunungan Semeru dan Bromo.

2.5 Pemecahan Masalah Tanah Latosol

Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah

juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah

lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan

kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin

pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas

tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Peran bahan

organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi: struktur,

konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah

peningkatan ketahanan terhadap erosi.

1. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Fisik Tanah

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk

agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar

partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan

organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian

bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur

tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi

perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih

halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga

lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan

asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung

dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982).

Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur

tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga

meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan

kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes et al., 1994).

Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak

berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah,

dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat.

Mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya peran bahan

organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan

bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik

jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir

primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk

agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara

kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–bagian positip

dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik

yang berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan secara kimia butir-butir

lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif dalam lempung

dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang

dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4)

Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara

bagian-bagian negatif dalam lempung dengan gugus positif (gugus

amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer)

(Seta, 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam humat lebih

bertanggung jawab pada pembentukkan agregat di regosol, yang

ditunjukkan oleh meningkatnya kemantapan agregat tanah (Pertoyo,

1999).

2. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Kimia Tanah

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara

lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH

tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan

bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan

meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan organik

memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 – 70

% kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid

humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik

dengan KPK tanah (Stevenson, 1982). Kapasitas pertukaran kation

(KPK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation

dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara

tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah.

Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik

merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap

mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak

semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan

dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal

dari gugus karboksil (COOH) dan fenolik (-OH)nya (Brady, 1990).

Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 t ha –1 pada Ultisol mampu

meningkatkan 15,18 % KPK tanah dari 17,44 menjadi 20,08 cmol (+) kg

–1 (Cahyani, 1996).

Muatan koloid humus bersifat berubah-ubah tergantung dari nilai

pH larutan tanah. Dalam suasana sangat masam (pH rendah), hidrogen

akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif

berubah menjadi bermuatan positip (-COOH2+ dan -OH2+), sehingga

koloid koloid yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KPK

turun. Sebaliknya dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak

OH-, akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi

peningkatan muatan negatif (-COO-, dan –O-), sehingga KPK meningkat

(Parfit, 1980). Dilaporkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos)

memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan

tanah masam (Ultisol) dibanding dengan pengapuran (Sufardi et al.,

1999).

Fraksi organik dalam tanah berpotensi dapat berperan untuk

menurunkan kandungan pestisida secara nonbiologis, yaitu dengan cara

mengadsorbsi pestisida dalam tanah. Mekanisme ikatan pestisida dengan

bahan organik tanah dapat melalui: pertukaran ion, protonisasi, ikatan

hidrogen, gaya vander Waal’s dan ikatan koordinasi dengan ion logam

(pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan adsorbsi pestisida

dengan bahan organik : (1) karakteristik fisika-kimia adsorbenya (koloid

humus), (2) sifat pestisidanya, dan (3) Sifat tanahnya, yang meliputi

kandungan bahan organik, kandungan dan jenis lempungnya, pH,

kandungan kation tertukarnya, lengas, dan temperatur tanahnya

(Stevenson, 1982).

2.6 Tanaman Yang Cocok Tanah Latosol

Jenis-jenis Kebun - Latosol

Ilustrasi tanah kebun

Bagi siswa pertanian,

pengetahuan jenis tanah kebun

sudah dipelajari sejak awal.

Namun, bagi para siswa

nonkejuruan, berminat

menekuni dunia perkebunan,

pengetahuan mengenai tanah kebun menjadi modal dasar yang harus

dipahami sebelum mulai bercocok tanam.

Seiring berkembang pesatnya argobisnis, pengetahuan cara bercocok

tanam yang baik bisa jadi modal untuk membuka usaha. Prospek argobisnis

dari tahun ke tahun memang terbuka luas dan cukup menggiurkan.

Pengetahuan tentang kondisi fisik lahan tanah kebun mencakup topografi,

lansekap, kontur tanah, struktur tanah, dan tipe tanah.

Keadaan ini nantinya berkaitan dengan jenis tanaman apa saja yang

baik dibudidayakan di tanah tersebut, bagaimana cara pengairan agar efektif

dan efisien, bagaimana pengaturan drainase dan lain sebagainya.

Jenis Tanah

Tanah merupakan alat vital yang menjadi habitat berbagai macam

organisme. Tak hanya segelintir makhluk hidup, tetapi puluhan bahkan

ratusan makhluk hidup bergantung padanya. Tanah membantu berbagai

tumbuhan bernapas, makan, menghisap air, dan berbagai unsur hara yang

membuatnya bertahan dari serangan penyakit. Intinya, tanah adalah media

yang digunakan tumbuhan dan berbagai jenis mikroorganisme untuh hidup

yang terbentuk dari pelapukan batuan.

Secara umum, susunan tanah (dengan bahan induk mineral) terdiri atas

50% bahan padatan (45% berupa bahan mineral dan 5% berupa bahan

organik), 25% air, dan 25% berupa udara. Sementara itu, pada tanah organik,

seperti gambut, bahan padatan pada tanah tersebut terdiri atas 5% bahan

organik dan 45% bahan mineral. Bahan organik dalam tanah ini terdiri atas

10% mikroorganisme, 10% akar, dan sisanya humat. Walaupun jumlah tidak

banyak, fungsinya sangat penting.

Susunan tanah dan juga struktur tanah yang berongga-rongga menjadi

tempat bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Selain itu, tanah pun menjadi

habitat bermacam-macam mikroorganisme. Tanah juga dijadikan sebagai

tempat hidup bagi sebagian hewan darat. Tekstur susunan tanah bermacam-

macam dan bisa dikelompokkan menjadi berikut ini.

Tekstur kasar, misalnya pasir, pasir berlempung.

Tekstur agak kasar, misalnya lempung berpasir dan lempung berpasir halus.

Sedang, antara lain lempung berpasir sangat halus, lempung berdebu, dan debu.

Tekstur halus, misalnya tanah liat berpasir, tanah liat berdebu.

Tekstur tanah ini juga dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat

dalam tanah. Jika diuraikan proses pembentukan susunan tanah dimulai dari

bebatuan yang mengalami pelapukan, baik pelapukan secara fisika maupun

pelapukan secara kimiawi.

Pada saat pelapukan, bebatuan tersebut akan menjadi lunak dan

berubah bentuknya sehingga dapat dikatakan sebagai bahan tanah. Bahan

tanah ini akan mengalami proses pelapukan terus menerus dan berlangsung

dalam waktu bertahun-tahun sampai akhirnya bahan tanah tersebut menjadi

tanah.

Kalian tahu batu bara dan bagaimana terbentuknya? Ya. Batubara

terbentuk dari tanah, tapi tidak semua tanah dapat membentuk batubara.

Batubara hanya dapat terbentuk dari tanah organik yang berwarna hitam, dan

memiliki kandungan mineral yang sangat sedikit.

Meskipun begitu, tanah jenis ini tetap dapat ditanami karena bentuk

fisiknya yang gembur. Namun sayang, jangan berharap hasil tanaman yang

kalian tanam di atas tanah organik akan optimal, hasil tanaman di lahan ini

justru jauh di bawah optimal.

Berbeda dengan tanah organik, tanah non-organik memiliki banyak

sekali kandungan mineralnya. Mineral ini membentuk partikel penyusun

tanah, yaitu pasir, lanau (debu), dan lempung. Komposisi ketiga partikel

penyusun tanah ini yang kemudian memengaruhi warna tanah. Berikut ini

ukuran pembentuk mineral di dalam tanah.

Partikel pasir memiliki ukuran sekitar 200 mikrometer hingga 2.000 mikrometer.

Partikel debu memiliki ukuran sekitar 2 mikrometer sampai kurang dari 200

mikrometer.

Partikel lempung memiliki ukuran kurang dari 2 mikrometer.

Semakin halus ukuran partikel tanah tersebut, maka luas permukaan

partikel per satuan bobot semakin besar. Partikel tanah dengan permukaan

yang lebih luas memberi peluang lebih banyak terjadinya reaksi kimia.

Partikel lempung per satuan bobot mempunyai luas permukaan lebih luas dari

pada partikel tanah lainnya (debu dan pasir).

Reaksi-reaksi kimia yang berlangsung di permukaan tanah berupa

lempung lebih banyak dibandingkan yang berlangsung di permukaan tanah

berupa partikel debu dan pasir per satuan bobot yang sama.

Hal ini menunjukkan bahwa partikel lempung merupokan komponen

susunan tanah paling aktif terhadap reaksi kimia sehingga berkontribusi

menentukan sifat kimia tanah dan juga mempengaruhi kesuburan tanah.

Berikut ini adalah beberapa jenis tanah.

Tanah humus. Seperti namanya, tanah humus merupakan jenis tanah yang tidak

diragukan kesuburannya. Tanah ini merupakan hasil pembusukan sisa-sisa

pepohonan.

Tanah pasir. Tanah berpasir identik dengan kegersangan sehingga tidak cocok

dijadikan tempat bercocok tanam. Tekstur tanahnya berkerikil karena

merupakan bentukan dari batuan beku dan batuan sedimen.

Tanah alluvial. Tanah jenis ini disebut juga tanah endapan. Lumpur sungai yang

mengendap di dataran rendah akan membentuk tanah endapan. Umumnya,

tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang baik, sehingga dapat digunakan

untuk bercocok tanam.

Tanah podzolit. Sama seperti tanah endapan, tanah podzolit pun merupakan

jenis tanah subur. Tanah di daerah pegunungan biasanya masuk dalam jenis

tanah ini.

Tanah vulkanik. Tanah ini memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga

sangat subur. Tanah vulkanik dapat dikatakan hadiah dari letusan gunung

berapi. Tanah vulkanik terdapat di daerah dekat lereng gunung berapi.

Tanah laterit. Sebenarnya, tanah laterit merupakan jenis tanah yang subur.

Curah hujan tinggi telah membuat unsur hara dari tanah ini larut sehingga

kesuburannya hilang.

Tanah mediteran. Tanah mediteran merupakan hasil pelapukan batu kapur

sehingga tanahnya tidak subur. Karena asal pembentukannya dari batu kapur,

tanah mediteran disebut juga tanah kapur.

Tanah gambut. Sesuai namanya, tanah gambut berada di sekitar rawa sehingga

bahan dasarnya pun sudah pasti hasil pembusukan tanaman yang tumbuh di

rawa. Tanah yang disebut sebagai tanah organosol ini tidak cocok dipakai

sebagai lahan pertanian.

Tanah atau lapisan kerak bumi ini bisa dibedakan menjadi, lapisan

tanah atas, lapisan tanah bawah, dan lapisan batuan induk. Ketiga lapisan ini

membentuk susunan tanah yang jika diuraikan akan sebagai berikut.

Lapisan atas adalah lapisan yang berasal dari batu-batuan dan sisa makhluk hidup

yang telah mati dan mengalami pelapukan. Tanah yang paling subur dan bisa

dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh manusia adalah di bagian lapisan atas

ini.

Lapisan tengah berasal dari bebatuan yang pada proses pelapukannya mengalami

pengikisan oleh air, sehingga bahan lapisan itu mengendap. Karena kandungan

airnya banyak, maka tanah di lapisan tengah ini sangat liat, sehingga lebih

dikenal sebagai tanah liat. Tanah liat bisa berwarna merah atau bisa pula

berwarna putih.

Lapisan bawah adalah lapisan tanah yang terdiri dari bongkahan-bongkahan batu

dan bebatuan yang telah melapuk disela-selanya. Sehingga pada lapisan bawah

ini ada dua jenis bahan pembentuk, yaitu bebatuan yang belum melapuk dan

bebatuan yang sudah mengalami pelapukan.

Lapisan batuan induk tersusun dari bebatuan padat dan berada dalam lapisan

terdalam bumi.

Latosol Tipe Tanah Kebun

Latosol adalah salah satu tipe tanah kebun. Tanah kebun seperti ini

kondisi fisiknya kering dan mengandung struktur segregat prismatik yang

didominasi dengan solum sampai kedalaman 40 cm. Kondisi fisik tanah

latosol dalam keadaan lembab atau di musim hujan yang curahnya tinggi,

keadaan tanah akan likat dan licin.

Dengan demikian, cukup sulit ketika akan mengolahnya, terutama

karena mudah lengket pada alat pengolah tanah, seperti cangkul, tugal, dan

cukil. Jenis tanah latosol bisa didapat sampai pada areal 600-800 meter di atas

permukaan laut. Pada kondisi tanah seperti ini, tanaman yang cocok

dibudidayakan adalah tembakau, jagung, lada, kecipir, lamtoro, kacang tanah,

kapas, jeruk, bahkan juga padi gogo.

Apabila kontur tanah miring, pada saat penanaman harus dibuat

terasering dengan slope mikro 2-5 %. Untuk menahan erosi sehubungan tanah

latosol ini lembab dan likat pada musim hujan, pada bagian-bagian tertentu

harus diperkuat dengan penanaman perdu berakar semacam teh atau ki hujan

di sepanjang kontur yang sama untuk menahan erosi.

Pada tanah yang miring seperti ini, saluran drainase dibuat sejajar

dengan kontur dan bertangga ke arah bawah atau yang dikenal dengan istilah

goler kampak. Alasan pemilihan drainase model goler kampak ini untuk

menjaga agar arus air di permukaan pada saat terjadi hujan bisa diperlambat.

Dengan demikian, memungkinkan akan lebih banyak waktu air untuk

meresap ke dalam tanah sekaligus bisa menghindari erosi.

Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan tanah latosol apalagi kalau

pada kontur tanah yang miring, manakala akan diproduktifkan, sebaiknya

pemilik lahan mengombinasikan penanaman jenis tanaman yang berakar

tunggang, tanaman berakar lebat yang dangkal, dan tanaman yang

dibudidayakan.

Beberapa tanaman yang berakar tunggang dan dinilai baik ditanam di

tanah jenis latosol dengan kontur tanah miring ini, misalnya lamtoro, pohon

turi, dan kecipir. Sementara ki hujan, teh, sebagai contoh untuk jenis tanaman

berakar lebat, tapi dangkal.

Demikian uraian mengenai tanah kebun yang berjenis tanah latosol.

Semoga pengetahuan tersebut bermanfaat dan menambah wawasan kita

mengenai jenis tanah.

Berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai cara untuk mempercepat

proses pembentukan tanah litosol menjadi jenis tanah yang subur dan lebih

bermanfat adalah dengan cara mempercepat proses pelapukannya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas mengenai permasalaha tanah latoso maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini

mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu

dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon

tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai

kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 %

tapi biasanya sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara,   pH 4,5-6,5

yaitu dari asam sampai agak asam.

Unsur hara yang terkandung dalam jenis tanah ini tidak begitu banyak,

kalau tidak bisa dibilang sangat sedikit. Sehingga jelas sekali, tanah litosol

tidak cocok untuk digunakan sebagai media pertanian.

Penambahan pupuk organik harus dilakukan padah tanah latosol supaya

unsur hara bias kembali secara perlahan

3.2 Saran

Adapun saran dalam pembuatan makalah kali ini adalah sebaiknya

untuk menentukan masalah yang terjadi pada suatu lahan hendaklah kita

lakukan tinjau lokasi, serta harus memperbanyak referensi dalam pembuatan

makalah

DAFTAR PUSTAKA

Anne 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://www.anneahira.com/tanah-litosol.htm

Anonim 1 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://x3100.wordpress.com/it-information/info/macam-tanah/.

Anonym2 2012, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://repository.ipb. ac.id /bitstream /handle/123456789/57619/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf? sequence=4

Efan 2013, tanah latosol diakses pada hari rabu tanggal `11 desembar 2013 pukul 03.00 Wita pada websaite : http://pendiks.blogspot.com/2013/05/makalah-sifat-tanah-podsol-litosol.html

KATA PENGANTAR

م� س�ــــــــــــــــــ م� اهللا مي� ر�� اا م� ر� س ر�� اهللامال

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk

maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang

kami hadapi. Tetapi dengan adanya kerja sama tim yang baik sehingga makalah

ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca

untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Tugas Kelompok

Kimia dan Kesuburan Tanah

Tanah Latosol

Disusun Oleh:

Anggerah Ruslan

Efritdzal hardin b

Rezki ayu soraya

Nurhadi r parewasi

JURUSAN AGRONOMIPROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2013

top related