pengaruh pemberian dolomit terhadap...

63
PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA TANAH LATOSOL CIAMPEA BOGOR SKRIPSI SELVINA MUTIARA MANALU DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: ngodat

Post on 30-Jun-2018

240 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT

RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA

TANAH LATOSOL CIAMPEA

BOGOR

SKRIPSI

SELVINA MUTIARA MANALU

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

i

RINGKASAN

SELVINA MUTIARA MANALU. D24080047. 2012. Pengaruh Pemberian

Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput

Taiwan pada Tanah Latosol Ciampea-Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.

Pembimbing Anggota : Ir. Muhammad Agus Setiana, MS.

Penyediaan pakan berperan penting dalam usaha peternakan dan memegang

60%-70% untuk biaya produksi. Beberapa peternakan berusaha untuk menyediakan

pakan sendiri bagi peternakannya, seperti di daerah Ciampea. Ciampea dengan

kondisi tanah pada umumnya bersifat masam. Tanah jenis ini digolongkan tanah

latosol. Tanah latosol merupakan tanah yang bersifat masam, miskin unsur hara, dan

dapat bersifat racun bagi tanaman jika mengandung aluminium dan besi yang tinggi.

Salah satu cara untuk memperbaiki sifat tanah latosol adalah dengan pengapuran.

Pengapuran merupakan penambahan senyawa yang mengandung kalsium (Ca) dan

magnesium (Mg) ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah.

Kapur yang umum digunakan berupa dolomit. Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan

kapur yang mengandung Ca dan Mg yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dan membandingkan pengaruh pemberian dolomit pada tanah latosol

terhadap produktivitas dan kualitas rumput raja dengan rumput taiwan. Rancangan

percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) berpola faktorial 2 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis rumput

yaitu rumput raja dan rumput taiwan dan faktor kedua adalah dosis pemberian

dolomit yaitu 0 ton/ha (D0), 12,5 ton/ha (D1), dan 25 ton/ha (D2). Data yang

diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit

memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah daun, berat segar

dan berat kering daun dan batang, serta analisis kimia (serat kasar, protein kasar, Ca,

dan Mg). Rumput raja memiliki produktivitas dan kandungan magnesium yang lebih

tinggi. Rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi rumput raja dan

kandungan kalsium yang lebih tinggi. Pemberian dolomit terhadap tanah latosol

dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas rumput raja dan rumput taiwan.

Kata Kunci: dolomit, latosol, rumput raja, rumput taiwan

ii

ABSTRACT

Effect of Applying Dolomite to Productivity and Quality of King Grass and

Taiwan Grass on Latosol Ciampea-Bogor Soil

Manalu, S. M., A. T. Permana, M. A. Setiana

Providing of feed plays an important role on a farm and holds 60%-70% on

production costs. Farmers take effort to provide feed for their farm, as example on

Ciampea. Ciampea has acidic soil. That is called latosol soil. Latosol is acidic soil,

poor nutrient contents, and can be toxic if it contents high Al and Fe. The method for

recondition the soil is by application of limestone (dolomite). Dolomite

[CaMg(CO3)2] is limestone containing calcium and magnesium. This research aimed

to determine and to compare the effect of applying three level dolomite to

productivity and quality of king grass and Taiwan grass on latosol soil. The design of

the experiment was Complete Randomized Design (CRD) with factorial pattern (2 x

3) and three replications. Factor 1 is grass types: king grass and taiwan grass and

factor 2 is level of dolomite: 0 ton/ha (D0), 12.5 tons/ha (D1), and 25 tons/ha (D3).

The data were analyzed by using SPSS 16. The results showed that interaction

between types of grass and dolomite were significantly affected the productivity and

the quality (P<0.01) of grass. King grasss has the highest productivity and

magnesium. Taiwan grass has the highest vertical height and calcium. Moreover,

applying dolomite significantly affected the productivity and the quality of king grass

and Taiwan grass.

Keywords: dolomite, latosol soil, king grass, taiwan grass

.

iii

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT

RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA

TANAH LATOSOL CIAMPEA

BOGOR

SELVINA MUTIARA MANALU

D24080047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

iv

Judul : Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas

Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol Ciampea-

Bogor

Nama : Selvina Mutiara Manalu

NIM : D24080047

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.) (Ir. Muhammad Agus Setiana, MS)

NIP. 19640302 199103 1 002 NIP. 19570824 198503 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.)

NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian: 10 Agustus 2012 Tanggal Lulus:

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Juli 1990 di

Medan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara dari pasangan Bapak Sahat Mauliate

Manalu (alm.) dan Ibu Yetti Siahaan. Penulis mengawali

pendidikan pada tingkat kanak-kanak di Taman Kanak-

kanak Methodist Lubukpakam pada tahun 1994 dan

diselesaikan pada tahun 1996. Pendidikan dasar pada

tahun 1996-1997 di Sekolah Dasar Methodist

Lubukpakam dan tahun 1997-2002 di Sekolah Dasar

Roma Katolik Serdang Murni II Lubukpakam. Pendidikan lanjutan tingkat pertama

dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah

Pertama Negeri 1 Lubukpakam. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Lubukpakam pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun

2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur

USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

Penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persatuan Mahasiswa Kristen (PMK)

Institut Pertanian Bogor. Penulis berkesempatan menerima beasiswa Bantuan Belajar

Mahasiwa (BBM) pada tahun 2011-2012.

Bogor, September 2012

Selvina Mutiara Manalu

D24080047

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

telah melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas

dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol Ciampea-

Bogor”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai

bulan Desember 2011 sampai Mei 2012 bertempat di Kebun Mitra Tani Farm,

Ciampea, Bogor.

Rumput raja adalah salah satu rumput yang umum digunakan sebagai hijauan

pakan. Selain itu, ada jenis rumput yang belum dibudidayakan secara komersil di

Indonesia namun memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan yaitu

rumput taiwan. Rumput ini adalah salah satu varietas dari rumput gajah. Rumput

taiwan memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai hijauan pakan

karena produksi bahan keringnya yang cukup tinggi dan sifat fisiknya yang disukai

ternak. Kendala yang terjadi bahwa sebagian wilayah di Indonesia memiliki sifat

tanah yang masam. Sebesar 9% jenis tanah masam ini digolongkan sebagai tanah

latosol. Tanah latosol memiliki pH yang rendah, kandungan nutrisi yang rendah, dan

mengandung aluminium dan besi yang tinggi sehingga berbahaya bagi tanaman.

Salah satu cara untuk mengurangi kendala tersebut adalah dengan dilakukannya

pengapuran. Kapur yang umum digunakan adalah dolomit karena harganya yang

relatif murah, mudah didapat, dan mengandung kalsium dan magnesium yang tinggi.

Penambahan dolomit diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas dari

rumput raja dan rumput taiwan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar

skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

informasi yang berguna bagi pembaca.

Bogor, September 2012

Penulis

vii

DAFTAR ISI

RINGKASAN …………………………………………………………….

ABSTRACT ………………………………………………………………

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….

RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. . vi

KATA PENGANTAR …………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………….......

DAFTAR TABEL ………………………………………………………...

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...

PENDAHULUAN ……………………………………………………....... . 1

Latar belakang ………………………………………………….

Tujuan ………………………………………………………….

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….

Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum

typhoides Burm.) ……………………………………………….

Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv

Taiwan) ………………………………………………………...

Tanah Latosol ……………………………………………….….

Pengapuran ……………………………………………………..

Dolomit …………………………………………………….…..

MATERI DAN METODE ………………………………………………..

Lokasi dan Waktu ……………………………………………...

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ……………………

Materi …………………………………………………………..

Alat dan Bahan ………………………………………..

Prosedur ……………………………………………………….. . 10

Persiapan Lahan ………………………………………

Penanaman …………………………………………….

Pemupukan …………………………………………… . 11

Penyiangan ……………………………………………

Pemanenan ……………………………………….........

Penghitungan Produktivitas Rumput ………………….

Analisis Kualitas Rumput ……………………………..

Preparasi Sampel untuk Analisa Mineral (Wet Ashing)

Cara Penggunaan AAS (Atomic Absorption

Spectrofotometer) Shimadzu AA-680 ………………...

Halaman

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

ix

x

xi

1

1

2

3

3

5

6

7

8

10

10

10

11

11

11

11

12

12

12

12

12

12

14

14

viii

Rancangan dan Analisis Data ………………………………….

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………...

Pertumbuhan Rumput ………………………………………….

Jumlah Daun …………………………………………..

Tinggi Vertikal ………………………………………..

Produktivitas Rumput ………………………………………….

Produksi Daun ………………………………………...

Produksi Batang ………………………………………

Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang

Produksi Berat Segar …………………………….........

Produksi Berat Kering …………………………….......

Kualitas Rumput ……………………………………………….

Protein Kasar ………………………………………….

Serat Kasar ……………………………………............

Kandungan Kalsium (Ca) ……………………………..

Kandungan Magnesium (Mg) ………………………...

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………...

Kesimpulan …………………………………………………….

Saran …………………………………………………………...

UCAPAN TERIMAKASIH ………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..........

LAMPIRAN ………………………………………………………………

15

17

17

17

18

20

21

22

24

25

26

28

28

29

30

31

33

33

33

34

35

39

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Kandungan Nutrien Rumput Raja …………………………………..

Kandungan Nutrien Rumput Taiwan ………………………………. . 4

Hasil Analisis Tanah Latosol ……………………………………….

Produksi Berat Segar Daun Rumput ………………………………..

Produksi Berat Kering Daun Rumput ………………………………

Produksi Berat Segar Batang Rumput ………………………………

Produksi Berat Kering Batang Rumput ……………………………..

Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput

Raja ………………………………………………………………….

Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput

Taiwan ………………………………………………………………

Produksi Berat Segar Rumput ……………………………………....

Produksi Berat Kering Rumput ……………………………………..

Protein Kasar Daun …………………………………………………

Serat Kasar Daun ……………………………………………………

Kandungan Kalsium Daun ………………………………………….

Kandungan Magnesium Daun ………………………………………

Halaman

4

6

7

21

21

23

23

24

24

25

27

29

29

31

32

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Rumput Raja ……………………………………………………..

Rumput Taiwan …………………………………………………..

Petak Tanam Rumput …………………………………………….

Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan

(B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit …………………....

Bunga Rumput …………………………………………………...

Perubahan Tinggi Vertikal Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan

pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit (B) ……………………

Halaman

3

5

11

17

19

20

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

Analisis Tanah Latosol Sebelum Diberi Perlakuan Dolomit ............

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 3 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 4 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 5 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 6 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 7 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 8 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 9 MST ………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 10 MST ………………………………………………………

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 11 MST ………………………………………………………

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 3 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 4 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 5 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 6 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 7 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 8 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 9 MST ……………………………………………….........

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 10 MST …………………………………………………...

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 11 MST …………………………………………………...

Halaman

40

40

40

41

41

41

42

42

42

43

43

43

44

44

44

45

45

45

46

xii

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Daun Rumput ………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Batang Rumput ……………………………………………...

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Daun Rumput ………………………………………………

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Batang Rumput …………………………………………….

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Rumput ………………………………………………………

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Rumput ……………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Kasar

Daun ………………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Serat Kasar

Daun ………………………………………………………………..

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan

Kalsium (Ca) Daun ………………………………...………………

Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan

Magnesium (Mg) Daun …………………………………...………..

Denah Petak Tanam ………………………………………………..

46

46

47

47

47

48

48

48

49

49

50

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hijauan sebagai salah satu pakan ternak ruminansia menjadi pilihan utama

bagi peternak, khususnya rumput. Rumput sebagai hijauan pakan ternak telah umum

digunakan oleh peternak dan dapat diberikan dalam jumlah yang besar. Rumput

mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak,

seperti air, lemak, serat kasar, beta-protein, mineral, dan vitamin. Rumput yang

umum digunakan sebagai hijauan pakan adalah rumput raja dan rumput gajah.

Rumput raja mudah dikenali dan sudah awam digunakan oleh peternak sebagai

hijauan pakan. Ciri-ciri rumput ini memiliki batang yang besar dan keras, daun

berbulu kasar dan berukuran besar, serta produksi bahan kering berkisar antara 40-63

ton/ha/tahun (Siregar, 1989). Protein kasar rumput ini sekitar 4,2%-13,5%, serat

kasar 31,4%, dan kandungan Ca 0,37% (Yana, 2011).

Rumput taiwan merupakan salah satu kultivar dari rumput gajah. Rumput

taiwan belum dibudidayakan secara komersil di Indonesia. Ciri-ciri rumput ini

memiliki batang yang lebih kecil dari rumput gajah dan rumput raja dan berwarna

kemerahan pada batang bagian bawah, daun berbulu halus dan sedikit, ukuran daun

lebih kecil, produksi bahan kering sekitar 35,45 ton/ha/tahun, dan protein kasar

10,85% (Manurung et al., 2001).

Mitra Tani Farm adalah peternakan yang bergerak di bidang penggemukan

domba, kambing, dan sapi. Peternakan ini berada di daerah Ciampea, Bogor. Tipe

tanah di sekitar peternakan adalah latosol. Ciri-ciri tanah latosol adalah bertekstur liat

berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90–

0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Kesuburan kimia tanah

biasanya sangat rendah sampai sedang dan bersifat masam. Jenis mineral liat tanah

termasuk pada kelompok kaolinit, sehingga memiliki KTK yang relatif rendah.

Kandungan Al dan Fe tanah relatif tinggi (Soeparto, 1982).

Salah satu cara untuk memperbaiki keadaan tanah adalah dengan pengapuran.

Pengapuran merupakan penambahan senyawa yang mengandung Ca dan Mg ke

dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah. Kapur yang banyak

digunakan adalah dolomit (CaMg(CO3)2). Zein et al. (1993) melaporkan bahwa

pemberian dolomit dan urea dapat meningkatkan produksi rumput raja dan

2

kandungan N, P, K, Ca, dan Mg rumput. Selain rumput, pemberian dolomit untuk

legum (kacang-kacangan) juga menunjukan hasil yang nyata. Sumaryo dan Suryono

(2000) melaporkan bahwa pemberian dolomit terhadap kacang tanah (Arachis

hypogaea, L.) meningkatkan jumlah bintil akar dan hasil kacang tanah yang terlihat

pada parameter jumlah bintil akar, jumlah polong isi, berat polong basah, dan berat

polong kering. Wijaya (2011) juga melaporkan hasil yang sama untuk kacang tanah

bahwa penambahan dolomit berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga, persentase

polong penuh dan setengah penuh, bobot kering batang dan ginofor, bobot biji per

tanaman, bobot kering daun, dan bobot polong per tanaman.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh

pemberian dolomit pada tanah latosol terhadap produktivitas dan kualitas rumput raja

dengan rumput taiwan.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides

Burm.)

Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum

purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides Burm. Rumput raja adalah

jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah

tropis, dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi (50-1200 m dpl), tumbuh baik pada

tanah yang tidak terlalu lembab dengan curah hujan di atas 1000 mm per tahun dan

didukung dengan irigasi yang baik. Pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat dan

memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan rumput gajah,

namun memiliki pertumbuhan yang cepat mengalahkan rumput gajah (BPTHMT

Baturaden, 1989).

Rumput raja merupakan rumput potongan yang mempunyai bentuk rumpun

yang terdiri dari 20-50 batang dengan diameter sekitar 2,5 cm. Tingginya dapat

mencapai 2-3 m, lebar daun 2-3 cm, dan panjangnya 60-90 cm. Rumput ini mudah

ditanam dengan menggunakan stek batang atau sobekan rumpun. Bibit rumput raja

sebaiknya tidak terlalu muda atau terlalu tua karena dapat mengakibatkan

pertumbuhan terhambat, bahkan tidak tumbuh. Stek batang yang baik berdiamter 1,5-

2 cm dengan panjang 25 cm dan memiliki 2-3 mata tunas. Bibit yang berupa sobekan

rumpun terdiri dari 2-3 anakan (Kushartono, 1997).

Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

4

Pada umumnya rumput raja tumbuh baik pada curah hujan yang tinggi atau

sebaliknya kurang tahan pada tanah yang kering karena rumput ini mengandung ±

80% air. Kebutuhan air yang cukup tinggi menjadi suatu acuan untuk penanaman

sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan. Hujan memiliki pengaruh yang

besar terhadap pertumbuhan rumput raja. Bila hujan terus menerus maka

pertumbuhan rumput akan berlangsung terus, sedang bila kekurangan air

pertumbuhan akan terhambat. Penanaman dengan pengairan yang cukup akan

menguntungkan karena dapat dilakukan sepanjang tahun. Salah satu faktor yang

mempengaruhi cepat atau lambatnya bibit stek bertunas adalah kadar air yang

terdapat di dalam mata tunas. Ketersediaan air yang cukup juga diperlukan untuk

pertumbuhan batang (Kushartono, 1997).

Rumput raja memiliki ciri ukuran batang yang lebih besar dan lebih keras

daripada rumput gajah, ukuran daun yang lebih lebar, dan terdapat banyak bulu-bulu

kasar. Produksi bahan kering berkisar antara 40-63 ton/ha/tahun (Siregar, 1989).

Kandungan nutrisi rumput raja dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Raja

Kandungan Nutrien (%)

Bahan Kering* 22

Protein Kasar* 13,5

Serat Kasar*

Ca**

34,1

0,37

Sumber: *) Soetanto, 2002

**) Yana, 2011

Pemotongan pertama pada rumput raja dilakukan pada umur 90 hari (tiga

bulan). Interval pemotongan selanjutnya adalah 50 hari pada musim penghujan dan

60 hari pada musim kemarau. Pemotongan rumput dilakukan pada jarak 15-20 cm

dari permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu panjang akan menyebabkan sisa

batang yang tinggal mengayu, sebaliknya jika terlalu rendah akan mengganggu

pertumbuhan rumput untuk selanjutnya karena jumlah anakan (rumpun) yang

tumbuh sedikit (Kushartono, 1997).

5

Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan)

Rumput taiwan merupakan salah satu varietas dari rumput gajah (Pennisetum

purpureum Schumach). Rumput ini berasal dari Taiwan dan belum dibudidayakan

secara komersial di Indonesia. Walaupun rumput ini masih termasuk rumput gajah,

tetapi karakteristik dari rumput taiwan ini sedikit berbeda. Perbedaannya terdapat

pada ukuran batangnya yang lebih kecil dan lunak. Pada batang yang lebih muda

pangkal batang yang paling bawah (dekat ke tanah) berwarna kemerah-merahan,

tinggi rumput bisa mencapai 4-5 m, daun lebar, dan terdapat bulu-bulu lembut pada

daunnya (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan,

2010; Nurhayu et al., 2009).

Rumput taiwan dapat tumbuh pada lingkungan hawa panas yang lembab,

tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan tahan terhadap naungan.

Rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus-menerus. Tanah tempat

rumput ini ditanam harus subur, gembur, tidak bercadas, dan pH tanahnya 5-7.

Pertumbuhannya akan terangsang jika diberikan pupuk nitrogen (urea) (Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010).

Gambar 2. Rumput Taiwan Sumber: PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) Nusa

Tenggara Timur (2009)

Produksi bahan kering rumput sekitar 35,45 ton/ha/tahun dan protein kasar

10,85% (Manurung et al., 2001). Produktivitas rumput taiwan cukup tinggi yaitu 300

ton/ha/tahun dengan pemupukan dan pemeliharaan optimal. Pemanenan pertama

6

dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Pada musim hujan interval panen

antara 30-40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan 15-20 cm dari

permukaan tanah (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi

Peternakan, 2010).

Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Taiwan

Kandungan Nutrien (%)

Protein Kasar* 10,85

Serat Kasar**

Ca**

30-32

0,24-0,31

Sumber: *) Manurung et al., 2002

**) Suyitman. 2003

Tanah Latosol

Tanah latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi.

Tanah ini merupakan tanah tua yang biasa dijumpai di daerah tropik. Area seluas 9%

di Indonesia yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sumatera memiliki jenis tanah latosol.

Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan

penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses

latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi,

sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat (Soepardi, 1983).

Tanah latosol memiliki ciri berwarna merah, kuning ataupun cokelat.

Kapasitas tukar kation rendah yang disebabkan rendahnya kadar bahan organik tanah

dan sifat liat hidro-oksida. Kandungan aluminium (Al) dan besi (Fe) relatif tinggi dan

kadar seskuioksida tinggi. Ciri-ciri ini dapat menjadi faktor pembatas bagi

pertumbuhan tanaman. Tanah latosol biasanya memberikan respon baik terhadap

pemupukan dan pengapuran (Soepardi, 1983).

Tanah latosol dari daerah Dramaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik

dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir.

Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%.

Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara

tergolong baik, dan air tersedia rendah sampai sangat tinggi (Soeparto, 1982).

7

Tabel 3. Hasil Analisis Tanah Latosol

Jenis Pengukuran Nilai Keterangan

pH H2O 5,4 Asam

C organic 1,23% Rendah

N 0,11% Sangat rendah

P 0,5 ppm Rendah

K 0,10 me/100 g Rendah

Ca 2,10 me/100 g Rendah

Mg

KTK

0,76 me/100 g

13,44 me/100 g

Rendah

Rendah

Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (1999)

Sumber : Feniara (2001)

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman dan abnormalitas

warna daun adalah karena rendahnya pH tanah. Setelah mampu menghadapi kondisi

pH yang rendah, kemudian tanaman memberi respon terhadap faktor-faktor lainnya

seperti kehadiran aluminium (Al), mangan (Mn), rendahnya nitrogen (N), fosfor (P),

molibdenum (Mo), dan kalsium (Ca) tanah. Rendahnya pH tanah menyebabkan

tanaman keracunan Al dan Mn serta menurunkan ketersediaan P tanah. Sebaliknya

jika pH tanah tinggi akan menurunkan ketersediaan P tanah pula dan menurunkan

unsur mikro lainnya seperti zink (Zn) dan boron (B). Tidak semua tanaman tahan

terhadap kondisi tanah yang seperti ini sehingga diperlukan tanaman yang dapat

beradaptasi pada jenis tanah ini atau dilakukan perbaikan terhadap sifat tanah latosol

(Kidd dan Proctor, 2001; Stevens et al., 2001).

Pengapuran

Pengapuran biasanya direkomendasikan untuk tanah-tanah yang bersifat

masam (Soepardi, 1983; Stevens et al., 2001). Tujuan utama dari pengapuran adalah

untuk meningkatkan pH tanah. Selain daripada itu, pemberian kapur dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbaikan sifat fisik tanah

berhubungan dengan granulasi tanah, sifat kimia yang paling penting adalah

menurunkan kemasaman tanah, dan sifat biologi adalah merangsang pertumbuhan

jazad renik untuk meningkatkan proses enzimatik (Soepardi, 1983).

8

Tujuan utama pengapuran dilakukan untuk perbaikan sifat kimia tanah.

Selain daripada meningkatkan pH, pengapuran dapat berfungsi untuk (1)

menurunkan kadar keracunan dari besi (Fe), aluminium (Al), dan mangan (Mn) serta

(2) memperbaiki serapan molibdenum (Mo), fosfor (F), kalsium (Ca), dan

magnesium (Mg) (Soepardi, 1983; Zambrano et al., 2007).

Sebelum melakukan pengapuran, ada beberapa hal yang harus menjadi

pertimbangan. Menurut Soepardi (1983) beberapa diantaranya adalah (1) perlu atau

tidaknya kapur diberikan, (2) jenis kapur yang diberikan, dan (3) banyaknya kapur

yang harus diberikan. Perlu tidaknya kapur diberikan tergantung dari keadaan kimia

tanah yang ditentukan melalui pH dan kandungan aluminium tanah serta jenis

tanaman yang akan ditanam. Pemilihan kapur yang tepat harus didasarkan pada lima

faktor yaitu: (1) jaminan kimia dari kapur; (2) harga per ton; (3) kecepatan reaksi; (4)

kehalusan bahan; dan (5) kemasan kapur. Menurut Hardjowigeno (1995) faktor-

faktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur

tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur, dan jenis tanaman. Apabila pemberian

kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap

pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien (ekonomis), juga waktu dan cara

pengapuran harus diperhatikan. Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila

diperkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur (Leiwakabessy dan

Sutandi, 2004).

Dolomit

Kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, yaitu kalsium

karbonat (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Bila bahan tersebut tidak atau hanya

sedikit mengandung dolomit disebut kalsit. Bila jumlah magnesium meningkat

disebut kapur dolomitik dan bila hanya mengandung sedikit kalsium karbonat dan

hanya terdiri dari kalsium-magnesium-karbonat maka disebut dolomit. Kalsit dan

dolomit merupakan kapur yang bersifat dingin sehingga dapat digunakan secara

langsung pada tanaman (Soepardi, 1983).

Kapur dolomit memiliki sifat fisik berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-

biruan. Dolomit (CaMg(CO3)2) memiliki jumlah Ca dan Mg yang relatif seimbang,

tetapi kadang kala ada satu elemen yang lebih besar persentasenya daripada yang

lain. Besi dan mangan terkadang ditemukan dalam jumlah kecil. Bentuk dolomit

9

yang paling umum dalam grup kecil ialah kristal rhombohedral dengan lengkungan,

tampak seperti pelana. Dolomit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya

dalam pecahan yang tipis serta memiliki ketahanan yang rapuh (Harjanti, 2009).

Menurut Soepardi (1983) kapur dolomit bereaksi lebih lambat dengan tanah

dibandingkan dengan kapur kalsit.

Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai

terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian

bahan kapur membentuk ion CO3 serta ion-ion Ca dan Mg. Selanjutnya, ion CO3

yang terbentuk menarik ion H dari komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut:

(CaMg)CO3 (CaMg)2+

+ CO32-

CO32-

+ H2X H2CO3 + X2-

(CaMg)2+

+ X2-

(CaMg) X, dimana X adalah komplek jerapan (adsorb)

Dengan demikian yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO3, sebab ion Ca

sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow, 1971).

Menurut Tisdale et al. (1985) penambahan bahan kapur ke dalam tanah

dengan takaran yang tepat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan dan efisiensi

pemupukan fosfat, serta menurunkan kelarutan beberapa unsur seperti Al, Fe, dan

Mn yang mencapai tingkat yang meracuni tanaman. Disamping itu, penggunaan

dolomit dapat mensuplai Ca dan Mg tanah.

10

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru,

Ciampea, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat, Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Analisis

protein kasar dan serat kasar dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian

Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Analisis kalsium (Ca) dan magnesium (Mg)

dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai Mei 2012.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Mitra Tani Farm berlokasi di Jl. Baru AMD No. 51 RT/RW 04/05 Desa Tegal

Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Ciampea

adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor tepatnya di bagian barat

Kabupaten Bogor. Luas Kecamatan Ciampea adalah sekitar 55,63 km2, yang terdiri

dari 13 desa dan terbagi menjadi 43 dusun, 120 rukun warga (RW), serta 470 rukun

tetangga (RT). Batas-batas wilayah administrasi yang mengelilingi Kecamatan

Ciampea adalah sebagai berikut:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur dan Kecamatan

Kemang.

2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya.

3) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.

4) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga.

Secara topografi, kecamatan Ciampea memiliki kontur yang terdiri dari

dataran sampai berombak sekitar 45% dan berombak sampai berbukit sekitar 55%.

Ketinggian wilayah sekitar 300 m di atas permukaan laut. Suhu udaranya berkisar

antara 20 ºC – 30 ºC, curah hujan yang cukup tinggi sekitar 3614 mm/tahun, serta

memiliki kelembaban udara 70%. Jenis tanah di Kecamatan Ciampea adalah latosol

(Prihandoko, 2009).

11

Materi

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah cangkul, meteran dengan

ketelitian 0,5 cm, timbangan manual, timbangan digital, pisau, gunting, label, dan

oven 60 ºC untuk pengeringan sampel rumput.

Bahan-bahan yang digunakan adalah stek rumput raja (Pennisetum

purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.), stek rumput taiwan

(Pennisetum purpureum Schumach cv taiwan), dolomit, pupuk kandang, dan pupuk

urea.

Prosedur

Persiapan Lahan

Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan dan penggaruan untuk

menggemburkan tanah. Pembersihan dilakukan terhadap semak belukar dan alang-

alang. Lahan berukuran 75 m2 dibentuk menjadi petakan-petakan dengan ukuran

yang sama yaitu 2 m x 2 m. Jarak antar tanaman dan jarak antar petak tanam adalah

50 cm. Lalu diberikan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan dosis yang sama

untuk semua petak tanam yaitu ± 40 ton/ha. Kemudian diberi perlakuan yaitu

pemberian dolomit sebesar 0 kg (0 ton/ha), 5,2 kg (12,5 ton/ha), dan 10,4 kg (25

ton/ha) (Zain, 1998) sesuai petakan yang telah ditentukan.

50 cm 50 cm

50 cm

2 m

2 m

Gambar 3. Petak Tanam Rumput

X X X

X X X

X X X

12

Penanaman

Tanah dilubangi dengan kedalaman lubang tanam ± 5 cm dan jumlah lubang

tanam per petak tanam adalah sembilan lubang. Setiap lubang ditanami bibit rumput

sebanyak satu stek, sehingga terdapat sembilan tanaman per petak tanam. Setiap satu

petak tanam ditanami jenis rumput yang sama.

Pemupukan

Pemberian pupuk berupa urea sebagai pupuk dasar dilakukan pada dua

minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 250 kg/ha (N = 100 kg). Urea ditabur di

sekeliling tanaman dengan dosis yang sama untuk setiap petak tanamnya.

Penyiangan

Pembersihan dilakukan terhadap gulma yang tumbuh di sekitar rumput.

Pembersihan gulma dilakukan setiap minggu dengan cara mencabut gulma atau

menggunakan cangkul.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada 80 hari setelah tanam. Panen rumput dilakukan

dengan memotong batang ± 10 cm dari permukaan tanah. Daun dan batang rumput

dipisah, lalu dilakukan penimbangan terhadap berat masing-masing bagian.

Penghitungan Produktivitas Rumput

Berat Segar. Rumput dipotong ± 10 cm dari permukaan tanah. Kemudian daun

dengan batang dipisah dengan menggunting daun pada ujung pelepahnya. Lalu

ditimbang per bagiannya baik daun maupun batang untuk setiap petak tanamnya.

Berat Kering. Masing-masing daun dan batang dimasukkan ke dalam kantung kertas

secara terpisah. Beri label sesuai dengan sampel yang telah dikeringkan. Sampel

yang digunakan ± 100 g. Sebelum dikeringkan dalam oven, batang terlebih dahulu

dibelah atau dipecah untuk memudahkan pengeringan. Sampel-sampel ini

dimasukkan ke dalam oven 60 ºC selama ± 24 jam. Setelah 24 jam, sampel

didinginkan hingga suhunya turun, lalu mulai ditimbang.

Analisis Kualitas Rumput

Protein Kasar. Sebanyak 0,25 g sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml

dan ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian lakukan

13

destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama satu jam sampai larutan

jernih. Setelah dingin, tambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu

didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran

10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna

merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna

hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai

berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko.

Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

( )

Keterangan:

S = volume titran sampel (ml)

B = volume titran blanko (ml)

W = berat sampel kering (mg)

Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor perkalian

untuk berbagai bahan pangan berkisar 5,18-6,38 (AOAC, 1980).

Serat Kasar. Sebanyak satu gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%,

dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit.

Kemudian saring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu

hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak

tiga kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu

saring dengan cara seperti di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4

1,25% mendidih, 25 ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu dan kertas

saring dipindahkan ke cawan porcelain dan dikeringkan dalam oven 130 ºC selama

dua jam. Setelah dingin residu beserta cawan porcelain ditimbang (A), lalu

dimasukan dalam tanur 600 ºC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali

(B).

Keterangan:

W = berat residu sebelum dibakar dalam tanur

= A – (berat kertas saring + cawan) : A: berat residu + kertas saring + cawan

Wº = berat residu setelah dibakar dalam tanur

= B – (berat cawan) : B: berat residu + cawan

14

Preparasi Sampel untuk Analisa Mineral (Wet Ashing)

Sebanyak satu gram sampel rumput ditimbang, dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml. Tambahkan 5 ml HNO3 (p), lalu didiamkan selama

satu jam pada suhu ruang di ruang asam. Panaskan di atas hot plate dengan

temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam). Biarkan semalam (sampel

ditutup). Tambahkan 0,4 ml H2SO4 (p), lalu dipanaskan di atas hot plate sampai

larutan berkurang (lebih pekat), biasanya satu jam. Tambahkan 2-3 tetes larutan

campuran HClO4 : HNO3 (2:1). Sampel masih tetap di atas hot plate, karena

pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat kuning tua

kuning muda (biasanya satu jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan

masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Pindahkan sampel, didinginkan, dan

ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl (p). Panaskan kembali agar sampel larut

(±15 menit) kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan

disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah bisa dianalisa di AAS atau

spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral. Sebelumnya dipreparasi dulu

dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk

menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl3La.7H2O) (Reitz et al., 1960).

Cara Penggunaan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) Shimadzu AA-

680

Alat dihubungkan dengan listrik, lalu stabilizer dinyalakan. Gas asetilen

dibuka. Kompresor dinyalakan dengan menekan tombol ON, semua kran udara yang

ada di kompresor ditutup, ditunggu sampai tekanan berhenti pada angka 2. Tombol

power pada alat ditekan dan tunggu hingga muncul ”SHIMADZU AA-680 READY”

pada printer.

Tombol MODE ditekan, lalu tekan angka 2, ENTER. SIGNAL PROC

ditekan, lalu tekan angka 3, ENTER. Untuk memilih lampu, misalnya kalsium, #HC

LAMP ditekan, tekan angka 1, ENTER. ELEM ditekan, tekan angka 9, ENTER.

Tombol START ditekan dan ditunggu sampai keluar ”ANALYTICAL LINE

SEARCH” pada print out. START dimatikan dan ditunggu sampai 15 menit.

+

+

15

Tahap pengukuran sample. LEAK CHK dimatikan dan IGNITE dihidupkan,

ditekan sampai api pada pembakaran hidup. Tekan START. Selang pengisap sampel

dimasukkan pada aquadest untuk menolkan alat (BLANKO). Tekan MEASURE,

selama nyala pada MEASURE belum hilang, selang jangan diangkat. Setelah nyala

pada MEASURE hilang, selang diangkat dan dicelupkan pada larutan standar.

Demikian seterusnya untuk pengukuran pada sampel dilakukan hal yang sama.

Pengulangan injek larutan standar dilakukan setelah pengecekan ± 12 sampel.

Setelah semua sampel diukur, EXTINGUISH ditekan. Pada tahap ini, bila

akan ganti lampu katoda (untuk analisis mineral yang lain), dilakukan lagi dari mulai

tahap MODE. Apabila selesai analisis, gas asetilen ditutup, lalu EXTINGUISH

ditekan. Kompresor di OFF kan, dibuka semua kran yang awalnya ditutup, dibiarkan

sampai tekanan turun pada angka 0. Tekan power untuk mematikan alat. Stabilizer di

OFF kan. Lalu stop kontak dicabut (Shimadzu Corporation, 1993).

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) berpola faktorial 2 x 3 dengan 3 ulangan.

Faktor pertama: jenis rumput

1. Rumput raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.)

2. Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan)

Faktor kedua : dosis pemberian dolomit

1. Pemberian dolomit dosis 0 ton/ha (D0)

2. Pemberian dolomit dosis 12,5 ton/ha (D1)

3. Pemberian dolomit dosis 25 ton/ha (D2).

Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor 1 taraf ke-i, faktor 2 taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh faktor 1 ke-i

βj = Pengaruh faktor 2 ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor 1 ke-i dan faktor 2 ke-j

εijk = Pengaruh galat untuk faktor 1 ke-i, faktor 2 ke-j dan ulanagn ke-k

16

Data diolah menggunakan program SPSS 16, lalu jika signifikan dilakukan uji lanjut

menggunakan kontras ortogonal (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Tinggi rumput tiap minggu mulai 3 MST, diukur dari permukaan tanah sampai

daun bendera atau daun yang terpanjang.

2. Jumlah daun tiap minggu mulai 3 MST, dihitung jumlah daun untuk daun yang

masih hijau, tidak termasuk bakal daun dan daun yang sudah menguning.

3. Berat segar dan berat kering daun dan batang rumput untuk setiap petak tanam.

4. Analisa protein kasar, serat kasar, Ca, dan Mg dari setiap ulangan.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Rumput

Jumlah Daun

Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan

jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan

untuk perlakuan D2 terjadi penurunan dari 9-11 MST (panen). Penurunan rataan

jumlah daun untuk perlakuan D1 terjadi lebih cepat daripada perlakuan D0 dan D2

yaitu pada 8 MST. Hal ini disebabkan karena jumlah daun yang tumbuh lebih sedikit

daripada daun yang menguning sehingga menurunkan rataan jumlah daun. Daun

tanaman yang menguning dapat disebabkan karena tanaman kekurangan nitrogen,

dimana nitrogen merupakan bagian dari klorofil (zat hijau daun) yang dibutuhkan

untuk proses fotosintesis (Soepardi, 1983). Pada rumput taiwan tidak terjadi

penurunan rataan jumlah daun dari pengamatan setiap minggunya.

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada

Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Hasil penghitungan rataan jumlah daun pada 3 MST, 8 MST, dan 9 MST

(Lampiran 2, 7, dan 8) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada jenis rumput. Rataan

jumlah daun lebih banyak pada rumput taiwan untuk 3 MST, sedangkan pada 8 dan 9

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

mla

h D

au

n (

lem

ba

r)

Waktu

A. Rumput Raja

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Pengamatan (MST)

B. Rumput Taiwan

0 ton/ha (D0)

12,5 ton/ha (D1)

25 ton/ha (D2)

18

MST adalah pada rumput raja. Rataan jumlah daun ini menunjukan bahwa

pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat daripada rumput gajah (cv taiwan),

namun pertumbuhannya yang cepat dapat mengalahkan rumput taiwan (BPTHMT

Baturaden, 1989).

Perlakuan dolomit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan jumlah

daun tanaman rumput raja dan rumput taiwan untuk pemberian dolomit D1 dari 3

MST hingga 11 MST (panen) (Lampiran 2-10). Namun untuk pemberian dolomit D2

memberikan penghitungan jumlah daun rumput yang paling rendah dibandingkan

dengan dolomit D1 dan D0. Pemberian dolomit D2 diduga tidak memberikan

peningkatan jumlah daun karena dosisnya yang terlalu tinggi sehingga berlebihan

bagi rumput.

Pengaruh interaksi antara jenis rumput dengan dolomit sangat nyata (P<0,01)

terlihat pada 5 MST, 6 MST, dan 7 MST (Lampiran 4-6) untuk rumput raja dengan

pemberian D0 dan D1. Pemberian dolomit D0 dan D1 tidak terlihat perbedaan

pengaruhnya, karena rumput raja masih bisa mentolerir kemasaman tanah sehingga

dengan pemberian dolomit D0 tidak menurunkan rataan jumlah daun rumput raja.

Pengaruh interaksi tidak nyata terhadap rumput taiwan dengan semua dosis dolomit

dapat disebabkan oleh sifat rumput taiwan yang tidak responsif terhadap perlakuan

dolomit.

Tinggi Vertikal

Hasil pengamatan setiap minggu menunjukan penurunan pertambahan tinggi

vertikal rumput raja pada 9-11 MST (panen), sedangkan rumput taiwan pada 7-11

MST (panen). Penurunan pertambahan tinggi vertikal tanaman disebabkan karena

rumput mulai memasuki fase pertumbuhan generatif. Fase pertumbuhan generatif

merupakan tahap dimana tanaman akan beregenerasi yang ditandai dengan

pembentukan bunga, buah, dan biji (Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan

menunjukan rumput mulai berbunga pada 10 MST, yang berarti rumput mulai

memasuki fase generatifnya.

Fase generatif muncul lebih cepat atau lebih lambat dipengaruhi oleh stres

tanaman itu sendiri. Stres ini dapat berupa stres cahaya dan stres air. Pertambahan

tinggi rumput masih terus terjadi hingga minggu terakhir panen karena fase vegetatif

masih berlangsung diikuti dengan fase generatif, namun pertambahan tinggi vertikal

19

setiap minggunya terus mengalami penurunan. Perbedaan pertumbuhan tiap jenis

tanaman disamping disebabkan oleh potensi genetiknya juga disebabkan oleh respon

masing-masing tanaman terhadap iklim seperti jenis tanah dan kandungan air tanah,

intensitas radiasi matahari, dan curah hujan (Tilman et al., 1983).

Gambar 5. Bunga Rumput Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Jenis rumput memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi

vertikal rumput. Hasil pengamatan mingguan menunjukan rumput taiwan memiliki

tinggi vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Hal yang sama juga dinyatakan oleh

Tudsri et al. (2002) bahwa rumput taiwan memiliki batang yang relatif tinggi. Ini

yang menjadi salah satu keunggulan dari rumput taiwan. Pengaruh terhadap

perbedaan jenis rumput ini dapat dilihat pada 3-11 MST (Lampiran 11-19). Pada

minggu terakhir pengamatan, rataan tinggi vertikal rumput taiwan 329 cm sedangkan

rumput raja 287 cm.

Pemberian dolomit juga sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi tinggi vertikal

rumput. Pada 3 dan 4 MST (Lampiran 11-12) pemberian dolomit D0 dan D1

memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi vertikal rumput, akan tetapi pada 5,

6, 9, 10, dan 11 MST (Lampiran 13, 14, 17-19) terlihat pengaruh pemberian dolomit

untuk D1. Namun hasil pengamatan hingga minggu terakhir (panen) tidak

menunjukan adanya pengaruh interaksi jenis rumput dengan pemberian dolomit

terhadap tinggi vertikal rumput.

20

Gambar 6. Perubahan Tinggi Vertikal Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B)

pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Penelitian sebelumnya oleh Zain (1998) yang menggunakan tanah latosol

sebagai media penanaman rumput gajah mini menunjukan tidak ada pengaruh yang

nyata terhadap perlakuan dolomit 25 ton/ha (D2). Pemberian dolomit hingga taraf D2

diduga melebihi kebutuhan tanaman sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap

jumlah daun maupun tinggi vertikal rumput.

Produktivitas Rumput

Produktivitas adalah kemampuan tanaman untuk menghasilkan produk yang

dapat berupa bunga, buah, daun, ataupun batang sesuai perlakuan yang diberikan.

Produktivitas rumput dapat diukur dari berat segar daun dan batang rumput.

Pengukuran juga dilakukan terhadap berat kering rumput, karena produksi dan

produktivitas hijauan pakan ternak dicirikan oleh produksi bahan kering (Lukiwati et

al., 2005).

0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

275

300

325

350

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tin

gg

i V

erti

ka

l (c

m)

Waktu

A. Rumput Raja

0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

275

300

325

350

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Pengamatan (MST)

B. Rumput Taiwan

0 ton/ha (D0)

12,5 ton/ha (D1)

25 ton/ha (D2)

21

Produksi Daun

Perlakuan dolomit D0 memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap

produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan. Pengaruh reaksi dolomit

pada taraf D0 mengindikasikan bahwa reaksi dolomit (D1 dan D2) berjalan lebih

lambat terhadap tanah, sehingga tidak mendukung produksi daun hingga akhir masa

panen (Soepardi, 1983). Selain itu, rumput raja dan rumput taiwan masih mentolerir

kemasaman tanah hingga 5,6 sehingga tanpa pemberian dolomit atau D0 rumput

masih dapat berproduksi. Produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan

ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Berat Segar Daun Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

------------------------------ (g/tanaman)-------------------------

D0 (0 ton/ha) 1120±454 1383±1067 1252±761a

D1 (12,5 ton/ha) 1043±286 533±169 788±228b

D2 (25 ton/ha) 515±105 447±135 481±120b

Rataan 893±282 788±457 840±370

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Tabel 5. Produksi Berat Kering Daun Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

------------------------------ (g/tanaman)-------------------------

D0 (0 ton/ha) 218,1±81,8a

329,3±249,1b

273,7±165,4

D1 (12,5 ton/ha) 235,5±61,0a

123,7±36,2b

179,6±48,6

D2 (25 ton/ha) 112,7±21,0b

115,1±47,8b

113,9±34,4

Rataan 188,8±54,6 189,4±111,0 189,1±82,8

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Produksi berat kering daun rumput menunjukan adanya pengaruh yang nyata

(P<0,05) dari interaksi jenis rumput dengan dosis dolomit yang diberikan. Hasil yang

ditampilkan pada Tabel 5 menunjukan bahwa rumput raja dengan pemberian dolomit

22

D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput Taiwan D0,

D1, dan D2. Walaupun rumput raja D0 dan D1 berbeda nyata terhadap perlakuan

lainnya, namun rumput raja D0 dan D1 tidak berbeda nyata. Pengaruh yang

diberikan oleh dolomit belum terlihat, sehingga pengaruh tanpa dan dengan dolomit

terhadap berat kering rumput raja tidak tampak.

Jika dilihat dari pengamatan mingguan untuk rataan jumlah daun pada

minggu terakhir pengamatan (11 MST), maka jumlah daun rumput taiwan lebih

banyak. Hasil pengukuran terhadap produksi daun menunjukan rumput taiwan

memiliki produksi daun yang lebih kecil. Hasil ini dapat menjadi indikator untuk

mencirikan daun rumput Taiwan yang memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan

daun rumput raja untuk setiap helainya. Namun jenis rumput tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap produksi daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat

digunakan sebagai hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun

yang banyak (Mansyur et al., 2005).

Produksi Batang

Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat

nyata (P<0,01) terhadap produksi berat segar batang rumput. Rumput raja dengan

pemberian dolomit D0 dan D1 memiliki produksi batang yang tertinggi. Produksi

batang yang tinggi mendukung ciri rumput raja yang memiliki bentuk batang yang

lebih besar daripada rumput taiwan dan dengan pemberian dolomit meningkatkan

produksi batang rumput. Pada rumput raja dengan pemberian dolomit D2 memiliki

produksi batang terendah, sama halnya untuk rumput taiwan dengan pemberian

dolomit D2. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa pemberian dosis dolomit

hingga taraf D2 tidak memberikan hasil yang maksimal. Pemberian dolomit hingga

taraf D2 diduga melebihi kebutuhan atau ketoleranan rumput terhadap kemasaman

tanah yang berubah oleh pemberian dolomit. Pengaruh interaksi dari yang tertinggi

hingga yang terendah untuk produksi batang adalah rumput raja D0 dan D1, rumput

taiwan D0 dan D1, dan rumput raja D2 dan rumput Taiwan D2. Produksi berat segar

batang rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 6.

23

Tabel 6. Produksi Berat Segar Batang Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

----------------------------- (g/tanaman)------------------------

D0 (0 ton/ha) 2543±1096a

1580±347b

2062±721

D1 (12,5 ton/ha) 3450±993a

1617±510b

2533±751

D2 (25 ton/ha) 1217±292c

1057±356c

1137±324

Rataan 2403±794 1418±404 1911±599

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Pengaruh interaksi tidak terlihat untuk hasil produksi berat kering batang

rumput. Dalam hal ini pengaruh dolomit yang terlihat sangat nyata (P<0,01) terhadap

berat kering batang rumput. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pemberian dolomit D0

dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D2. Namun pengaruh dolomit D1

tidak berbeda nyata terhadap D0 sehingga tidak terlihat pengaruh terbaik untuk

mendapatkan produksi berat kering batang rumput.

Tabel 7. Produksi Berat Kering Batang Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

----------------------------- (g/tanaman)------------------------

D0 (0 ton/ha) 202,5±81,0

154,3±74,9

178,4±78,0a

D1 (12,5 ton/ha) 284,5±78,6

240,7±69,9

262,6±74,3a

D2 (25 ton/ha) 118,9±34,7

155,4±58,2

137,2±46,5b

Rataan 202,0±64,8 183,5±67,7 114,9±66,3

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Hasil pengamatan pertumbuhan rumput, rumput taiwan memiliki tinggi

vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Tingginya batang rumput taiwan tidak

didukung dengan berat yang tinggi, sehingga produksi batang pun rendah. Berat yang

rendah mencirikan rumput taiwan memiliki ukuran batang yang lebih kecil daripada

rumput raja (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan,

2010).

24

Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang

Perbandingan produksi daun dan batang dibutuhkan karena sebagian besar

konsumsi ternak adalah daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat digunakan sebagai

hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun yang banyak

(Mansyur et al., 2005). Perbandingan daun dan batang rumput berdasarkan berat

keringnya disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Perbandingan ini diambil berdasarkan

data produksi berat kering daun dan batang pada Tabel 5 dan Tabel 7.

Tabel 8. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Raja

Dosis Dolomit Produksi Perbandingan

Daun Batang Daun Batang

------------ (g/tanaman) ---------- --------------- (%) -------------

D0 (0 ton/ha) 218,1

202,5

51,85 48,15

D1 (12,5 ton/ha) 235,5

284,5

45,29 54,71

D2 (25 ton/ha) 112,7

118,9

48,66 51,34

Rataan 188,8 202,0 48,60 51,40

Tabel 9. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Taiwan

Dosis Dolomit Produksi Perbandingan

Daun Batang Daun Batang

------------ (g/tanaman) ---------- --------------- (%) -------------

D0 (0 ton/ha) 329,3

154,3

68,09 31,91

D1 (12,5 ton/ha) 123,7

240,7

33,95 66,05

D2 (25 ton/ha) 115,1

155,4

42,55 57,45

Rataan 189,4 183,5 48,20 51,80

Perbandingan daun dan batang untuk rumput raja maupun rumput taiwan

tidak berbeda jauh. Perbandingan berat kering daun dan batang adalah sekitar 48 :

51. Kandungan air yang tinggi pada batang menyebabkan turunnya berat kering

batang hingga perbandingan antara daun dan batang relatif sama.

25

Produksi Berat Segar

Produksi berat segar didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat segar

daun (Tabel 4) dan batang (Tabel 6) rumput. Produksi berat segar rumput raja dan

rumput taiwan ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Produksi Berat Segar Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

-------------------------- (g/tanaman) -------------------------

D0 (0 ton/ha) 3663±1548a

2963±770a

3313±1159

D1 (12,5 ton/ha) 4493±1237a

2150±679b 3322±958

D2 (25 ton/ha) 1732±394b

1503±490b

1618±442

Rataan 3296±1060 2206±646 2751±853

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat segar rumput. Rumput raja D0

dan D1 serta rumput Taiwan D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2

dan rumput taiwan D1 dan D2. Sama halnya untuk produksi berat segar daun dan

berat segar batang rumput raja perlakuan dolomit D0 dan D1 juga lebih tinggi.

Namun, antara pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak berbeda nyata sehingga

pemberian dolomit tidak telihat. Pengaruh pemberian dolomit belum terlihat karena

masa penanaman hanya untuk satu kali panen sehingga dolomit belum memberikan

reaksi yang maksimal terhadap rumput.

Pada rumput taiwan, berat segar semakin menurun dengan bertambahnya

dosis dolomit. Pemberian dolomit D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D1

dan D2. Pemberian dolomit D1 dan D2 tidak berbeda nyata terhadap hasil produksi

berat segar rumput taiwan. Penurunan jumlah produksi berat segar dapat disebabkan

karena tanaman kurang responsif terhadap perlakuan dolomit yang diberikan dan

karena masa penanaman yang terlalu pendek.

Menurut Hindratiningrum (2010) pengaruh lamanya umur potong cenderung

meningkatkan produksi berat segar rumput. Polakitan dan Kairupan (2009) juga

menyatakan hal yang sama bahwa pengaruh umur potong yang berbeda-beda

26

memberi pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar rumput.

Peningkatan interval pemotongan juga akan meningkatkan hasil panen untuk semua

jenis rumput, namun tidak sama halnya untuk protein kasar. Peningkatan interval

pemotongan dapat berakibat pada penurunan konsentrasi protein kasar di daun dan

batang (Tudsri et al., 2002).

Pemberian dolomit pada tanah yang bersifat masam dalam kasus ini adalah

tanah latosol, memberikan nilai ekonomis yang baik. Pemberian dolomit pada awal

penanaman selama tahun pertama dan kedua setelah pemberian, mampu

mempertahankan keseimbangan pH tanah sehingga tidak bersifat masam. Selain

daripada itu, dua tahun awal pemberian dolomit dapat meningkatkan produksi panen

rumput. Setelah itu produksi akan menurun, sehingga dibutuhkan pemberian dolomit

dan pupuk lainnya untuk menyediakan kebutuhan mineral rumput (Couto et al.,

1991; Wheeler, 1998; Brown et al., 2008).

Produksi Berat Kering

Produksi berat kering didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat kering

daun (Tabel 5) dan batang (Tabel 7) rumput. Persentase produksi berat kering

rumput raja dari D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah 11,48%, 11,57%, dan 13,37%.

Persentase produksi berat kering rumput taiwan D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah

16,32%, 16,96%, dan 18,00%. Hasil persentase dari berat segar ke berat kering pada

rumput raja dan rumput taiwan mengalami peningkatan dengan adanya perlakuan

dolomit. Pemberian dolomit D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit

D2.

Pengaruh pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak nyata, seperti yang

dikemukakan oleh Carvalho et al. (2000) bahwa pemberian kapur tidak

mempengaruhi produksi berat kering rumput, walaupun terjadi perubahan dari sifat

kimia tanah. Rumput yang digunakan adalah Imperata brasiliensis Trin. dan

Brachiaria decumbens. Namun, perbedaan jenis rumput yang ditanam dapat

menyebabkan penyerapan dolomit oleh tanaman berbeda-beda. Produksi berat kering

rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 11.

27

Tabel 11. Produksi Berat Kering Rumput

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

------------------------ (g/tanaman) -------------------------

D0 (0 ton/ha) 420,6±160,3 483,7±263,0 452,1±211,6a

D1 (12,5 ton/ha) 520,0±138,9 364,4±105,9 442,2±122,4a

D2 (25 ton/ha) 231,5±55,3 270,5±105,5 251,0±80,4b

Rataan 390,7±118,2 372,9±158,1 381,8±138,1

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Pengaruh perlakuan dolomit yaitu D2 memberikan pengaruh yang terendah

terhadap berat kering rumput. Penyebabnya diduga karena perlakuan dolomit D1

sudah mencukupi kebutuhan rumput, sehingga perlakuan dolomit D2 yang mana

dosisnya dua kali lipat dari D1 diduga berlebihan. Pemberian dolomit yang

berlebihan dapat mengganggu ketersediaan dan serapan unsur lainnya seperti fosfor

dan boron yang berdampak pada terganggunya metabolisme tanaman serta

kekurangan besi, mangan, tembaga, dan seng (Soepardi, 1983). Alasan lainnya

adalah respon dari tanaman terhadap dolomit dan juga kebutuhan mineral lain yang

dibutuhkan bagi rumput tidak dapat disediakan oleh dolomit (Carvalho et al., 2000).

Kebutuhan rumput akan unsur lainnya dapat mempengaruhi produksi rumput.

Diperlukan penambahan pupuk lainnya (TSP, KCl) yang dapat membantu dolomit

untuk menyediakan unsur-unsur penting lainnya yang dibutuhkan oleh rumput.

Penelitian sebelumnya oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam

pada tanah latosol dengan menggunakan dolomit dan urea, sangat nyata (P<0,01)

meningkatkan rata-rata produksi bahan kering rumput raja. Penggunaan pupuk TSP

dan KCl sebagai pupuk dasar juga dapat berperan terhadap peningkatan produksi

berat kering, seperti yang ditunjukan pada penelitian Zain (1998) pengaruh perlakuan

tanpa dan dengan menggunakan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata

(P<0,01) terhadap produksi berat kering rumput gajah mini.

Penyebab lainnnya adalah umur potong yang berbeda. Semakin lama umur

potong, maka dapat meningkatkan produksi berat kering rumput. Hal ini didasarkan

pada umur tanaman yang masih muda memiliki kandungan air yang tinggi

28

dibandingkan dengan umur tua. Semakin tua umur rumput, kandungan serat kasarnya

akan semakin tinggi yang menyebabkan kandungan air semakin rendah. Menurut

Prawirawinata et al. (1981) umur tanaman dapat mempengaruhi kandungan air

tanaman, kandungan bahan kering semakin meningkat seiring dengan semakin tua

umur tanaman.

Kualitas Rumput

Kualitas rumput dapat diukur dari kandungan zat nutrisinya. Menurut

Hindratiningrum (2010) kualitas hijauan yang terbaik adalah pada akhir fase

vegetatif atau menjelang fase generatif (reproduktif). Pengukuran kualitas rumput

dapat dilakukan menggunakan bagian daun rumput. Penggunaan daun sebagai

penentu kualitas didasarkan pada reaksi fotosintesis yang berlangsung di daun,

sehingga kandungan nutrisinya lebih banyak terdapat di daun (Polakitan dan

Kairupan, 2009).

Protein Kasar

Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat

nyata (P<0,01) terhadap protein kasar rumput. Hasil analisis menyatakan bahwa

rumput Taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda nyata (P<0,05) terhadap

rumput raja untuk semua perlakuan dolomit. Protein kasar rumput raja (13,5%)

(Hendrawan, 2002) lebih tinggi daripada rumput taiwan (10,85%) (Manurung et al.,

2001). Pemberian dolomit berhasil meningkatkan protein kasar rumput taiwan.

Selain itu, rumput taiwan juga memberikan respon terhadap pemberian dolomit

untuk meningkatkan protein kasarnya.

Rendahnya protein kasar rumput raja bila dibandingkan dengan hasil analisis

protein kasar oleh Hendrawan (2002) yaitu 13,5% berhubungan dengan waktu

pemotongan rumput. Rumput yang sudah memasuki fase generatifnya akan menurun

protein kasarnya. Pemotongan hijauan rumput yang terbaik adalah pada saat fase

vegetatif (Siregar, 1989) atau menjelang fase generatif (reproduktif)

(Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan pertumbuhan rumput menunjukan

rumput mulai berbunga pada 10 MST yang berarti rumput sudah memasuki fase

generatifnya, sehingga menyebabkan penurunan protein kasar rumput. Hasil analisis

protein kasar daun rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 12.

29

Tabel 12. Protein Kasar Daun

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

-------------------------------- (%) -----------------------------

D0 (0 ton/ha) 10,55±0,12b

12,44±0,06a

11,50±0,09

D1 (12,5 ton/ha) 9,89±0,68b

11,97±0,52a

10,93±0,60

D2 (25 ton/ha) 10,41±0,93b

11,06±1,00a

10,74±0,96

Rataan 10,29±0,58

11,82±0,53

11,05±0,55

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi,

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012)

Serat Kasar

Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar daun rumput. Serat kasar

daun seperti yang ditampilkan pada Tabel 13 menunjukan rumput raja D0 dan D1

berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput taiwan D0, D1, dan D2.

Rumput raja memberikan respon terhadap pemberian dolomit, namun untuk

pemberian dolomit D0 dan D1 tidak berbeda nyata sehingga tidak terlihat pengaruh

dolomit jika dibandingkan D0 dengan D1.

Tabel 13. Serat Kasar Daun

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

--------------------------------- (%) -----------------------------

D0 (0 ton/ha) 27,70±0,69a

25,45±0,60b

26,58±0,64

D1 (12,5 ton/ha) 27,78±0,58a

24,62±0,79b

26,20±0,68

D2 (25 ton/ha) 25,06±1,72b

25,90±0,76b

25,48±1,24

Rataan 26,85±1,00 25,33±0,72 26,09±0,86

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 5%.

Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi,

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012)

Adanya peningkatan serat kasar rumput raja selain karena respon terhadap

pemberian dolomit, juga dimungkingkan karena pemanenan rumput (11 MST) sudah

30

memasuki fase generatif yaitu pada 10 MST, sehingga terjadi peningkatan serat kasar

daun. Serat kasar erat hubungannya dengan umur tanaman. Semakin tua umur

tanaman, maka serat kasar akan meningkat. Nilai serat kasar ini akan berbanding

terbalik dengan protein kasar. Jika serat kasar meningkat, maka protein kasar

tanaman akan menurun dan begitu pula sebaliknya (Hindratiningrum, 2010).

Kandungan Kalsium (Ca)

Dolomit merupakan kapur yang mengandung kalsium dan magnesium

dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Dolomit dapat memperbaiki kemasaman tanah

serta menekan jumlah aluminium (Al) dalam tanah sehingga dalam jumlah yang

tidak meracuni tanaman. Hasil analisis tanah yang telah dilakukan pH tanah latosol

sebesar 5,59 dengan kandungan aluminium sebesar 0,03 me/100 g. Nilai pH tanah ini

bersifat masam, namun untuk kandungan aluminium sangat rendah sehingga tidak

bersifat racun bagi tanaman. Selain untuk meningkatkan pH tanah, dolomit juga

digunakan untuk meningkatkan kandungan kalsium dan magnesium tanah.

Pengecekan pH akhir juga dilakukan setelah panen. Untuk masing-masing

perlakuan D0, D1, dan D2 nilai pH-nya adalah 6,09, 6,70, dan 7,28. Hasil analisis pH

tanah menunjukan adanya peningkatan pH tanah dengan adanya pemberian dolomit.

Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan pemberian dolomit berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap pH H20, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan Zn serta

sangat nyata (P<0,01) menurunkan Al-dd, Mn, dan serapan K (Sarkad, 1986). Hasil

yang didapat membuktikan dolomit berhasil mengurangi kemasaman tanah.

Jika dilihat dari hasil analisis tanah, kandungan mineral kalsium tanah latosol

setelah pemberian dolomit adalah 9,38 me/100 g. Kandungan kalsium tanah latosol

ini bila dibandingkan dari hasil analisis tanah latosol tanpa pemberian dolomit oleh

Feniara (1999) yaitu 2,10 me/100 g sangat meningkat.

Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat

nyata (P<0,01) terhadap kandungan kalsium daun. Rumput raja D2 dan rumput

taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

rumput raja D0 dan D1. Perbedaan ini disebabkan karena rumput taiwan sangat

responsif terhadap pemberian dolomit khususnya kandungan kalsiumnya.

Penambahan unsur yang mengandung kalsium ini cepat diserap oleh rumput

sehingga terjadi peningkatan kandungan kalsium daun. Jika untuk produktivitas

31

pemberian dolomit pada taraf D2 dinilai berlebihan, akan tetapi untuk peningkatan

kandungan kalsium memberikan pengaruh yang baik untuk kedua jenis rumput.

Banyaknya jumlah kalsium yang tersedia dari dolomit untuk taraf dolomit D2

memudahkan akar untuk menyerap kalsium lebih banyak.

Hasil analisis kandungan kalsium daun yang tersaji pada Tabel 14

memperlihatkan bahwa rumput taiwan sangat respon terhadap keberadaan kalsium

sehingga kandungan kalsium rumput taiwan lebih tinggi daripada rumput raja.

Berdasarkan hasil ini dapat dimungkinkan sebagai pertimbangan pengembangan

rumput taiwan di Indonesia sebagai salah satu hijauan pakan secara komersil.

Rumput dengan kandungan kalsium yang tinggi dapat digunakan sebagai hijauan

pakan khususnya untuk ternak perah.

Tabel 14. Kandungan Kalsium Daun

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

------------------------------- (%) -----------------------------

D0 (0 ton/ha) 0,103±0,012b

0,120±0,006a

0,111±0,009

D1 (12,5 ton/ha) 0,097±0,007b

0,137±0,003a

0,117±0,005

D2 (25 ton/ha) 0,123±0,009a

0,133±0,013a

0,128±0,011

Rataan 0,108±0,009

0,130±0,007

0,119±0,008

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 1%

Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012)

Kandungan Magnesium (Mg)

Soepardi (1983) menyatakan bahwa pemberian dolomit selain dapat

meningkatkan kandungan kalsium, juga dapat meningkatkan kandungan magnesium.

Hasil analisis kandungan magnesium tanah yang mendapat perlakuan dolomit adalah

3,73 me/100 g. Kandungan magnesium ini meningkat bila dibandingkan dari hasil

analisis tanah latosol yang dilakukan pada tanah latosol tanpa pengapuran yaitu 0,76

me/100 g (Feniara, 1999). Kandungan mineral tanah latosol meningkat karena

adanya penambahan dolomit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepardi (1983) bahwa

dolomit berfungsi untuk meningkatkan kandungan magnesium tanah.

32

Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan magnesium daun rumput.

Rumput raja untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

rumput taiwan untuk semua perlakuan dolomit. Rumput raja mampu menyerap

ketersediaan magnesium oleh dolomit lebih cepat, sehingga kandungan magnesium

daunnya lebih tinggi. Hasil yang didapat untuk perlakuan dolomit D0, D1, dan D2

tidak berbeda nyata. Tidak adanya perbedaan perlakuan tanpa (D0) dan dengan

pemberian dolomit (D1 dan D2) untuk kedua jenis rumput dikarenakan akar belum

menyerap magnesium sepenuhnya, sehingga kandungan magnesiumnya tidak

berbeda nyata. Kandungan magnesium daun ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Kandungan Magnesium Daun

Dosis Dolomit Jenis Rumput

Rataan Rumput Raja Rumput Taiwan

------------------------------- (%) ------------------------------

D0 (0 ton/ha) 0,100±0,045a

0,057±0,047b

0,078±0,046

D1 (12,5 ton/ha) 0,143±0,007a

0,020±0,000b

0,081±0,003

D2 (25 ton/ha) 0,093±0,037a

0,020±0,000b

0,056±0,018

Rataan 0,112±0,030

0,032±0,016

0,072±0,022

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf uji 1%

Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012)

Reaksi dolomit yang lambat menyebabkan lamanya proses penyerapan akar

terhadap magnesium. Alternatif untuk pemberian dolomit pada tanah adalah

pemberian dolomit yang umumnya diaplikasikan pada daerah permukaan tanah saja,

sebaiknya diberi lebih dalam mendekati zona akar agar lebih efektif dan

mempercepat penyerapan mineral oleh akar (Yost dan Ares, 2007).

Penelitian oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam pada

tanah latosol dengan pemberian dolomit dan urea menunjukan peningkatan

kandungan kalsium dan magnesium rumput. Pemotongan yang mempertimbangkan

pemanenan dengan beberapa tahap panen dan pengaturan interval panen memberikan

pengaruh terhadap peningkatan produksi dan kualitas rumput (Hindratiningrum,

2010).

33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian dolomit pada tanah latosol dengan kandungan Al 0,03 me/100 g

yang diberikan pupuk dasar kotoran ternak terhadap rumput raja dan rumput Taiwan

memberikan peningkatan produktivitas dan kualitas rumput. Rumput raja unggul

dalam produksi daun dan batang serta kandungan magnesium, sedangkan rumput

taiwan unggul dalam kandungan kalsium.

Saran

Perlu dilakukan kajian untuk hasil produksi panen kedua, dengan

mempertimbangkan dolomit yang sudah diberikan di tanah latosol telah bereaksi

dengan tanah, sehingga memperbaiki sifat kimia tanah latosol. Dimungkinkan pula

akan meningkatkan hasil produksi rumput yang ditanam. Pemberian dolomit

sebaiknya dilakukan di zona yang lebih dekat dengan akar atau lebih dalam untuk

mempercepat penyerapan mineral oleh akar. Penambahan pupuk lain seperti TSP dan

KCl juga diperlukan untuk mensuplai mineral-mineral lain yang defisien pada tanah

latosol dan dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput.

34

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus

karena atas berkat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima

kasih Bapa untuk kekuatan dan kesabaran yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.

dan Bapak Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis

dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini terselesaikan. Kepada

dosen penguji seminar Bapak Iwan Prihantoro, S.Pt M.Si. dan dosen penguji sidang

Bapak Dr. Ir. Jajat Jahcja Fahmi Arief, M.Agr. dan Bapak Bramada Winiar Putra,

S.Pt. terima kasih atas masukan-masukan yang diberikan untuk penulisan skripsi ini

serta kepada Ibu Ir. Lidy Herawati, MS selaku panitia seminar dan Ibu Ir. Widya

Hermana, M.Si. selaku panitia sidang.

Terima kasih kepada Bapak Budi dan Bapak Afnan sebagai pemilik

peternakan Mitra Tani Farm yang mengizinkan penelitian ini berlangsung di kebun

peternakan Mitra Tani Farm dan kepada pekerja-pekerjanya yang membantu penulis

selama penelitian. Terima kasih kepada Ibunda Yetti Siahaan atas segala doa, arahan,

dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi

ini. Kepada Ayahanda Sahat Mauliate Manalu (alm.) walaupun Ayahanda tidak ada

disamping penulis, tetapi penulis percaya Ayahanda selalu mendukung. Adik-adik

tersayang Sandra Manalu, Sartika Manalu, dan Sheila Manalu yang selalu

memberikan doa dan dukungan bagi penulis. Kepada Tulang dan Nantulang (Dea,

Bella, dan Anggiat) yang selalu memberikan dukungan dan arahan selama penelitian

dan penyusunan skripsi. Kepada seseorang yang selalu menjadi penyemangat untuk

penulis selama menempuh perkuliahan di IPB, terima kasih untuk kebersamaan tiga

setengah tahun ini. Kepada teman satu tim, Lasmatiur Nainggolan, terima kasih telah

menjadi teman penelitian yang baik, saling memberikan motivasi, serta kerjasama.

Teman-teman yang membantu dalam penelitian ini Natalia, Prastiwi, Dhea, Hanna,

Junita, Ana, Kakak Ike, Ika, Yossi, Lia, Maruli, Joe, dan Hisar terima kasih untuk

kerja sama kalian. Teman-teman GENETIC 45 dan Pondok Delima terima kasih

untuk kebersamaannya. Tuhan Yesus memberkati.

35

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. The

Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington.

Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturaden. 1989. King grass.

Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan

Baturaden, Baturaden.

Brown, T. T., R. T. Koenig, D. R. Huggins, J. B. Harsh, & R. R. Rossi. 2008. Lime

effects on soil acidity, crop yield and aluminium chemistry in direct-seeded

cropping systems. Journal Soil Science Society of America 72 (3): 634-640.

Carvalho, M. M., D. F. Xavier, V. de Paula Freitas, & R. da Silva Verneque. 2000.

Soil acidity correction and control of Sapé-grass. Rev. bras. Zootec. 29 (1):

33-39.

Couto, W., G. G. Leite, & C. Sanzonowicz. 1991. Response of andropogon grass to P

fertilizers and lime in a dark-red latosol of the cerrados. Pesq. Agropec.

Brasilia 26 (3): 297-304.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan. 2010.

Budidaya rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach). Pemerintah

Provinsi Lampung.

http://disnakkeswan.lampungprov.go.id/brosur/leafletGP.pdf [11 Februari

2012].

Feniara. 2001. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA), pupuk P dan N

terhadap pertumbuhan dan produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum

Schum). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.

Harjanti, R. S. 2009. Pengujian efektivitas bahan pembenah tanah dolomit untuk

tanah masam. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hindratiningrum, N. 2010. Produksi dan kualitas hijauan rumput Meksiko. Jurnal

Ilmiah Inkoma 21 (3): 111-122.

Kidd, P. S. & J. Proctor. 2001. Why plants grow poorly on very acid soils: are

ecologists missing the obvious?. Journal of Experimental Botany 52 (357):

791-799.

Kushartono, B. 1997. Teknik penanaman rumput raja (king grass) berdasarkan

prinsip penanaman tebu. Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997. Balai

Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Kussow, W. R. 1971. Introduction to Soil Chemistry Fertility. Departemen Ilmu-

Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

36

Leiwakabessy, F. & A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lukiwati, D. R., N. Nurhidayat, C. A. H. Wibowo, & J. B. T. Nurdewanto. 2005.

Peningkatan produksi dan nilai nutrisi hijauan Pueraria phaseoloides oleh

pemupukan fosfor dalam suspensi fermentasi Acetobacter- Saccharomyces.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 7 (2): 82-86.

Mansyur, Nyimas, P. Indrani, I. Susilowati, & T. Dhalalika. 2005. Pertumbuhan dan

produktivitas tanaman pakan di bawah naungan perkebunan pisang. Prosiding

Lokakarya Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian.

Manurung, T., Sajimin, B. R. Prawiradiputra, Nurhayati, E. Sutedi, S. Yuhaeni, &

Sumarto. 2001. Uji palatabilitas dan kecernaan plasma nutfah tanaman pakan

ternak untuk seleksi lebih lanjut. Laporan Tahunan T.A. 2001. Balitnak

Ciawi, Bogor.

Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan: dengan Aplikasi

SAS dan MINITAB. IPB Press, Bogor.

Nurhayu, A., A. Saenab, & M. Sariubang. 2009. Introduksi beberapa jenis rumput

dan leguminosa unggul sebagai penyedia hijauan pakan pada lahan kering

dataran rendah di Kabupaten Pinrang. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner 2009, Makasar. Hal 733-738.

PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) Nusa Tenggara Timur. 2009. Hijauan pakan

ternak: rumput gajah.

http://nusataniterpadu.wordpress.com/2009/02/17/hijauan-ternak-rumput-

gajah/ [9 Oktober 2011].

Polakitan, D. & A. Kairupan. 2009. Pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah

dwarf (Pennisetum purpureum cv Mott) pada umur potong berbeda. Seminar

Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pembangunan

Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Hal 427-436.

Prawirawinata, W., S. Harran, & Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi

Tumbuhan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Prihandoko, A. 2009. Sifat fisik kulit samak khrom domba ekor gemuk dan domba

ekor tipis awet garam. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Reitz, L. L., W. H. Smith, & M. P. 1960. Analytical Chemistry. Plumlee, Animal

Science Department, Purdue University, West Lafayette, Ind.

Sarkad. 1986. Pengaruh pemberian dolomit dan TSP terhadap kimia latosol, serapan

dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

37

Shimadzu Corporation. 1993. Instruction Manual AA-650 Atomic Absorption/Flame

Emission Spectrophotometer (P/N 206-16150). Chrometographic and

Spectrophotometric Instrument Division.

Siregar, M. E. 1989. Produksi hijauan dan nilai nutrisi tiga jenis rumput Pennisetum

dengan sistem potong angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor: 1-4.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Soeparto. 1982. Sifat-sifat dan klasifikasi beberapa tanah daerah Bogor-Jakarta.

Tesis. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Bogor, Bogor.

Soetanto, H. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut stadia fisiologisnya.

Seri Bahan Kuliah. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas

Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Stevens, G., D. Dunn, & B. Phipps. 2001. How to diagnose soil acidity and alkalinity

problems in crops: a comparison of soil pH test kits. Journal of Extension 39

(4).

Sumaryo & Suryono. 2000. Pengaruh dosis pupuk dolomit dan SP-36 terhadap

jumlah bintil akar dan hasil tanaman kacang tanah di tanah latosol. Agrosains

2 (2): 54-58.

Suyitman. 2003. Agrostologi. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.

Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, & S.

Lebdosoekojo. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gajah Mada University

Press, Yogyakarta.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson, & J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th

Ed. McMillan Publishing Company, New York.

Tudsri, S., Y. Ishii, H. Numaguchi, & S. Prasanpanich. 2002. The effect of cutting

interval on the growth of Leucaena leucocephala and three associated grasses

in Thailand. Tropical Grasslands 36: 90-96.

Wheeler, D. M. 1998. Investigation into the mechanisms causing lime responses in a

grass/clover pasture on a clay loam soil. New Zealand Journal of Agricultural

Research 41 (4): 497-515.

Wijaya, A. 2011. Pengaruh pemupukan dan pemberian kapur terhadap pertumbuhan

dan daya hasil kacang tanah (Arachis Hypogaea, L.). Skripsi. Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Yana, R. 2011. Kualitas fermentasi dan kandungan nutrien silase beberapa jenis

rumput yang dipanen pada waktu berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

38

Yost, R. S. & A. Ares. 2006. Phosporus and lime requirements of tree crops in

tropical acid soils: a review. Journal of Tropical Forest Science 19 (3): 176-

185.

Zain, A. N. 1998. Pertumbuhan dan produksi rumput gajah mini pada tanah masam

dengan pemberian kapur dan pupuk nitrogen. Skripsi. Program Studi Ilmu

Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Zambrano, M., V. Parodi, J. Baeza, & G. Vidal. 2007. Acid soils pH and nutrient

improvement when amended with inorganic solid wastes from kraft mill.

Journal of the Chilean Chemical Society 52 (2): 1169-1172.

Zein, M. S. A., J. S. Rahajoe, & M. L. Ginting. 1993. Pemupukan urea dan tingkat

keasaman tanah terhadap produksi rumput raja (Pennisetum hibrid). Prosiding

Seminar Hasil Litbang SDH 14 Juni. Hal 343-349.

39

LAMPIRAN

40

Lampiran 1. Analisis Tanah Latosol Sebelum Diberi Perlakuan Dolomit

Keterangan Nilai

pH H2O 5,59

pH KCl 4,77

C-Org 1,68 %

N-total 0,20 %

P2O5 170 mg/100g

Al-dd 0,03 me/100g

Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Kementerian

Pertanian, Cimanggu, Bogor (2012)

Lampiran 2. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

3 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 18.589 1.187 0.372

Jenis Rumput 1 34.722 2.216** 0.162

Dolomit 2 26.389 1.684** 0.227

Jenis Rumput * Dolomit 2 2.722 0.174 0.843

Galat 12 15.667

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

4 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 99.289 1.182 0.374

Jenis Rumput 1 26.889 0.320 0.582

Dolomit 2 160.389 1.909** 0.191

Jenis Rumput * Dolomit 2 74.389 0.886** 0.438

Galat 12 84.000

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

41

Lampiran 4. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

5 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 342.222 1.592 0.236

Jenis Rumput 1 450.000 2.093** 0.174

Dolomit 2 476.389 2.216** 0.152

Jenis Rumput * Dolomit 2 154.167 0.717** 0.508

Galat 12 215.000

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 5. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

6 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 842.533 2.633 0.079

Jenis Rumput 1 2312.000 7.226** 0.020

Dolomit 2 635.167 1.985** 0.180

Jenis Rumput * Dolomit 2 315.167 0.985** 0.402

Galat 12 319.944

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 6. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

7 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1195.689 2.505 0.089

Jenis Rumput 1 3146.889 6.592** 0.025

Dolomit 2 1019.556 2.136** 0.161

Jenis Rumput * Dolomit 2 396.222 0.830** 0.460

Galat 12 477.389

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

42

Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

8 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1046.722 1.873 0.173

Jenis Rumput 1 2244.500 4.017** 0.068

Dolomit 2 1249.389 2.236** 0.149

Jenis Rumput * Dolomit 2 245.167 0.439 0.655

Galat 12 558.722

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 8. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

9 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 870.933 1.281 0.334

Jenis Rumput 1 1152.000 1.694** 0.217

Dolomit 2 1393.167 2.049** 0.172

Jenis Rumput * Dolomit 2 208.167 0.306 0.742

Galat 12 679.944

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 9. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun

10 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 651.256 0.668 0.655

Jenis Rumput 1 53.389 0.055 0.819

Dolomit 2 975.722 1.001** 0.396

Jenis Rumput * Dolomit 2 625.722 0.642** 0.543

Galat 12 974.722

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

43

Lampiran 10. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah

Daun 11 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 860.589 0.746 0.604

Jenis Rumput 1 93.389 0.081 0.781

Dolomit 2 1565.389 1.357** 0.294

Jenis Rumput * Dolomit 2 539.389 0.468 0.637

Galat 12 1153.333

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 11. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 3 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 374.189 1.125 0.398

Jenis Rumput 1 760.500 2.286** 0.156

Dolomit 2 485.056 1.458** 0.271

Jenis Rumput * Dolomit 2 70.167 0.211 0.813

Galat 12 332.611

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 12. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 4 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 497.300 0.903 0.510

Jenis Rumput 1 982.722 1.785** 0.206

Dolomit 2 565.167 1.027** 0.388

Jenis Rumput * Dolomit 2 186.722 0.339 0.719

Galat 12 550.500

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

44

Lampiran 13. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 5 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 986.767 1.242 0.349

Jenis Rumput 1 2520.500 3.172** 0.100

Dolomit 2 864.667 1.088** 0.368

Jenis Rumput * Dolomit 2 342.000 0.430 0.660

Galat 12 794.556

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 14. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 6 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1999.556 1.938 0.161

Jenis Rumput 1 8022.222 7.775** 0.016

Dolomit 2 736.222 0.714** 0.510

Jenis Rumput * Dolomit 2 251.556 0.244 0.787

Galat 12 1031.778

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 15. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 7 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 2220.589 1.993 0.152

Jenis Rumput 1 9753.389 8.755** 0.012

Dolomit 2 455.722 0.409 0.673

Jenis Rumput * Dolomit 2 219.056 0.197 0.824

Galat 12 1114.000

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

45

Lampiran 16. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 8 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1629.156 1.540 0.250

Jenis Rumput 1 6346.889 6.001** 0.031

Dolomit 2 517.722 0.490 0.625

Jenis Rumput * Dolomit 2 381.722 0.361 0.704

Galat 12 1057.611

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 17. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 9 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1678.367 1.673 0.215

Jenis Rumput 1 6086.722 6.067** 0.030

Dolomit 2 753.167 0.751** 0.493

Jenis Rumput * Dolomit 2 399.389 0.398 0.680

Galat 12 1003.222

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 18. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 10 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 1870.622 1.843 0.179

Jenis Rumput 1 6272.000 6.178** 0.029

Dolomit 2 1270.389 1.251** 0.321

Jenis Rumput * Dolomit 2 270.167 0.266 0.771

Galat 12 1015.222

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

46

Lampiran 19. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi

Vertikal 11 MST

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 2034.489 1.449 0.276

Jenis Rumput 1 7688.000 5.475** 0.037

Dolomit 2 1178.722 0.839** 0.456

Jenis Rumput * Dolomit 2 63.500 0.045 0.956

Galat 12 1404.111

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 20. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Daun Rumput

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 461601.389 0.622 0.686

Jenis Rumput 1 49612.500 0.067 0.800

Dolomit 2 903418.056 1.218** 0.330

Jenis Rumput * Dolomit 2 225779.167 0.304 0.743

Galat 12 741926.389

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 21. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Batang Rumput

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 2505925.556 1.803 0.187

Jenis Rumput 1 4370938.889 3.145** 0.102

Dolomit 2 3028772.222 2.179** 0.156

Jenis Rumput * Dolomit 2 1050572.222 0.756** 0.491

Galat 12 1389688.889

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

47

Lampiran 22. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Daun Rumput

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 22949.373 0.600 0.701

Jenis Rumput 1 1.869 0.000 0.995

Dolomit 2 38709.236 1.012** 0.393

Jenis Rumput * Dolomit 2 18663.262 0.488 0.626

Galat 12 38255.693

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 23. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Batang Rumput

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 11491.141 0.826 0.555

Jenis Rumput 1 1538.276 0.111 0.745

Dolomit 2 24545.580 1.764** 0.213

Jenis Rumput * Dolomit 2 3413.136 0.245 0.786

Galat 12 13914.131

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 24. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Segar Rumput

Source df Mean Square F Sig.

Perlakuan 5 4122045.833 1.533 0.252

Jenis Rumput 1 5351901.389 1.991** 0.184

Dolomit 2 5780104.167 2.150** 0.159

Jenis Rumput * Dolomit 2 1849059.722 0.688** 0.521

Galat 12 2688165.278

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

48

Lampiran 25. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat

Kering Rumput

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 39746.760 0.570 0.722

Jenis Rumput 1 1432.909 0.021 0.888

Dolomit 2 77084.576 1.105** 0.363

Jenis Rumput * Dolomit 2 21565.869 0.309 0.740

Galat 12 69776.487

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 26. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Kasar Daun

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 2.869 2.187 0.124

Jenis Rumput 1 10.641 8.112** 0.015

Dolomit 2 .938 0.715** 0.509

Jenis Rumput * Dolomit 2 .913 0.696** 0.518

Galat 12 1.312

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 27. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Serat Kasar Daun

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 5.477 2.055 0.142

Jenis Rumput 1 10.412 3.906** 0.072

Dolomit 2 1.868 0.701** 0.515

Jenis Rumput * Dolomit 2 6.618 2.483** 0.125

Galat 12 2.666

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

49

Lampiran 28. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Kalsium

(Ca) Daun

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 .001 3.145 0.048

Jenis Rumput 1 .002 9.091** 0.011

Dolomit 2 .000 1.795** 0.208

Jenis Rumput * Dolomit 2 .000 1.523** 0.257

Galat 12 .000

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

Lampiran 29. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan

Magnesium (Mg) Daun

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Fhit F0,01

Perlakuan 5 .007 2.550 0.085

Jenis Rumput 1 .029 10.225** 0.008

Dolomit 2 .001 .393 0.684

Jenis Rumput * Dolomit 2 .002 .870** 0.444

Galat 12 .003

Total 17

Keterangan: ** : sangat berbeda nyata

50

Lampiran 30. Denah Petak Tanam

Taiwan0 U2 Raja2 U3 Hawaii1 U2 Afrika2 U1 Hawaii0 U1

Taiwan1 U2 Taiwan0 U1 Raja2 U1 Raja0 U2 Taiwan2 U2

Raja0 U1 Hawaii1 U1 Raja1 U3 Raja1 U1 Afrika1 U1

Taiwan2 U3 Afrika2 U2 Afrika0 U2 Hawaii2 U2 Afrika1 U3

Hawaii0 U2 Taiwan1 U3 Hawaii1 U3 Hawaii0 U3 Hawaii2 U1

Raja0 U3 Afrika2 U3 Taiwan0 U3 Afrika0 U1 Afrika0 U3

Afrika1 U2 Taiwan1 U1 Taiwan2 U1 Hawaii2 U3 Raja1 U2

Raja2 U2