kajian pustaka umum dann tata cara perpajakan …
Post on 16-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pajak
2.1.1.1 Definisi Pajak
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Definisi pajak menurut (Mardiasmo,2003:1 ) adalah iuran
rakyat kepada kas Negara yang sifatnya dapat dipaksakan karena
berdasarkan pada undang-undang dan tidak mendapatkan
kontraprestasi individual oleh pemerintah secara langsung dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengeluaran umum
yang dimaksud adalah kebijaksanaan- kebijaksanaan pemerintah yang
diajukan untuk pembangunan masyarakat. Fungsi pajak adalah sebagai
sumber dana pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya (fungsi budgetair) dan sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
6
ekonomi (fungsi reguleraind). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1) Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang)
2) Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbale atau kontraprestasi dari Negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di
atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a) Fungsi anggaran (budgetair)
7
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja
pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran
rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat
dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b) Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.
c) Fungsi stabilitas
8
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d) Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.1.1.3 Pajak Penghasiilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya dan pajak
penghasilan dapat diberlakukan secara progresif, proposional atau
regresif. Pajak progresif itu sendiri adalah tarif pemungutan pajak
dengan persentase naik dengan semakin besarnya jumlah yang
digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase
untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang pajak penghasilan
(PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang –undang ini telah beberapa
kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-
9
undang No. 36 Tahun 2008. Menurut Undang-undang No. 36 Tahun
2008 pada pasal 1, “Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh salam tahun pajak”. Oleh
karena itu pajak penghasilan melekat pada subyeknya, sehingga pajak
penghasilan termasuk jenis pajak subyektif. Subyek pajak akan dikenai
pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam
undang-undang pajak penghasilan, subyek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan disebut sebagai wajib pajak.
Wajib pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak
untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak. Apabila tahun pajak tidak
sama dengan tahun takwin karena mengikuti tahun buku, tahun pajak
ditentukan berdasarkan tahun yang memperoleh masa 6 bulan pertama
kali. Misalnya PT. XYZ memilih tahun pajak sesuai dengan tahun
bukunya yang dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir pada 31
maret. Dalam hal ini untuk periode 1 April 2013 sampai dengan 31
maret 2014 tahun pajak PT. XYZ termasuk dalam pajak 2013, tahun
buku meliputi lebih dari 6 bulan yaitu 9 bulan.
2.1.2 Pengertian Pendapatan Menurut Akuntansi
Pendapatan merupakan elemen terpenting di dalam operasional
setiap perusahaan, karena dalam melakukan setiap aktivitas usaha,
perusahaan pasti mengharapkan laba yang dipengaruhi oleh pendapatan
dari operasi perusahaan.
10
Pengertian pendapatan menurut Smith dan Skousen yang
diterjemahkan oleh Zaki Baridwan didalam bukunya “Intermediate
Accounting” mengatakan bahwa :
“Pendapatan adalah arus masuk atau kenaikan-kenaikan lainnya dari nilai
harta satuan usaha atau penghentian hutang-hutangnya (kombinasi dari
keduanya) dalam suatu periode akibat dari penyerahan atau produksi
barang-barang, penyerahan jasa-jasa, atau aktivitas-aktivitas lainnya yang
membentuk operasi-operasi utama atau sentral yang berlanjut terus dari
satuan usaha tersebut”.
Walaupun definisi ini telah menunjukkan sifat atau bentuk atas
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dengan yang
diterimanya, tapi tidak menyatakan secara jelas dalam bentuk apa
pendapatan itu dinyatakan dan dilaporkan.
Kesimpulan dalam pernyataan kedua definisi diatas tersebut bahwa
pendapatan adalah pernyataan dengan uang dari jumlah produk atau jasa
yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada langganannya dalam jangka
waktu tertentu. Ini berarti bahwa pengakuan pendapatan telah ada
penentuan waktu sebagai hasil pertukaran tersebut, tetapi tidak
menyatakan secara jelas kapan suatu pendapatan dicatat dan diakui.
2.1.3 Pengertian Pendapatan Menurut Undang-Undang
Perpajakan.
11
Ketentuan pasal 4 dalam Undang-undang perpajakan No. 17 tahun
2000 menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan, dengan nama apapun dan dalam bentuk apapun.
Pengertian penghasilan dalam undang-undang ini tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber-sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran
terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-
sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan
pembangunan.
2.1.4 Pengertian Biaya Menurut Akuntansi.
Biaya menurut Smith and Skousen yang diterjemahkan oleh Zaki
Baridwan dalam bukunya yang berjudul “Intermediate Accounting” yaitu
“Biaya adalah arus keluar atau penggunaan harta lainnya atau peningkatan
dari hutang-hutangnya (atau keduanya) dalam suatu periode akibat dari
penyerahan atau produksi barang-barang, penyerahan jasa-jasa atau
pelaksanaan aktivitas-aktivitas lainnya yang membentuk terus dari satuan
usaha tersebut”.
Pengertian biaya menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK
2001) sebagai berikut :
12
“Biaya (cost) adalah penurunan manfaat ekonomis selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau
terjadinya pembagian kepada penanam modal.”
Biaya menurut Suwarjono mengutip “pokok-pokok pikiran Paton
and Littleton” yaitu :
“Pengurangan pendapatan yang berkaitan langsung dengan elemen
persediaan (inventory elements) dan yang dipandang melekat erat pada
produk sering disebut dengan harga pokok penjualan, sedangkan
pendapatan yang kurang langsung berkaitan dengan proses produksi dan
produk fisik disebut biaya”.
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya
(cost) dapat mencakup baik kerugian maupun biaya yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Biaya tersebut biasanya
berbentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas (dana
setara kas), persediaan dan aktiva tetap, sehingga dapat mengurangi
pendapatan.
2.1.5 Pengertian Biaya Menurut Undang-Undang Perpajakan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang pajak
penghasilan, yang dimaksud dengan biaya adalah : Biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu, meliputi biaya
pembelian bahan, upah dan gaji karyawan termasuk bonus atau gratifikasi,
honorarium, sewa, bunga, royalti, biaya perjalanan, piutang-piutang yang
13
tak dapat tertagih, premi asuransi, biaya administrasi dan bunga, biaya
rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau amortisasi.
2.1.6 Penyusutan menurut akuntansi.
Depresiasi adalah sebagian perolehan dari aktiva tetap yang secara
sistematis dialokasikan sebagai biaya pada setiap periode akuntansi. Ini
merupakan proses alokasi, bukan penilaian. Beban depresiasi untuk satu
tahun adalah sebagian dari jumlah total beban itu yang dengan sistem
tersebut dialokasikan ke tahun yang bersangkutan. Meskipun didalam
alokasi tersebut di perhitungkan hal-hal yang terjadi selama tahun tersebut,
tidaklah dimaksudkan sebagai suatu alat pengukur terhadap akibat-akibat
dari kejadian tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan depresiasi, bisa dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a. Faktor-faktor fisik
Faktor-faktor fisik dikatakan dapat mengurangi fungsi dari aktiva tetap
adalah disebabkan oleh keausan karena dipakai (wear and tear), aus
karena umur (detecrioration) dan karena kerusakan-kerusakan.
b. Faktor-faktor fungsional
Ketidakmampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi,
sehingga perlu diganti dan karena adanya perubahan terhadap barang
14
dan jasa yang dihasilkan atau karena kemajuan teknologi sehingga
aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika terpakai.
Ada tiga faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan beban
depresiasi setiap periode, yaitu :
a. Harga perolehan
b. Nilai sisa (residu)
c. Taksiran umur kegunaan (masa manfaat)
Dari faktor-faktor diatas dapat dihitung biaya depresiasi tiap
tahun. Biaya depresiasi ini merupakan suatu taksiran yang ketelitiannya
sangat tergantung pada ketiga faktor diatas yang akan mempengaruhi
besarnya laba – rugi perusahaan tiap periodenya.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung biaya
penyusutan. Dan untuk dapat memilih salah satu dari banyak metode
tersebut diperhitungkan keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktiva
tersebut. Metode-metode itu adalah :
a. Metode garis lurus (straight line method)
b. Metode jam jasa (service hours method)
c. Metode hasil produksi (productive output method)
d. Metode beban berkurang (reducing charge method)
1) Jumlah angka tahun (sum of year digits method)
2) Saldo menurun (declining balance method)
3) Saldo menurun ganda (double declining balance method)
15
4) Tarif menurun (declining rate on cost method)
2.1.6 Penyusutan menurut Undang-Undang Perpajakan
Kapan dan bagaimana suatu biaya dibebankan dalam suatu periode
mungkin juga berbeda antara ketentuan perpajakan dengan prinsip
akuntansi. Misalnya untuk pembebanan biaya penyusutan, pembebanan
biaya penyusutan untuk tujuan pajak sudah ditentukan didalam Undang-
Undang Perpajakan. Untuk menghitung penyusutan aktiva tetap
dikategorikan a tas beberapa golongan aktiva yang dibagi atas golongan 1,
2, 3, 4 dan golongan bangunan. Golongan bangunan terbagi atas bangunan
yang bersifat permanen dan tidak permanen.
Seperti kita ketahui, dalam akuntansi kita mengenal banyak sekali
metode perhitungan penyusutan yang dapat dipilih dan dijadikan sebagai
perhitungan penyusutan aktiva tetap. Namun didalam peraturan
perpajakan hanya dikenal dan diberlakukan dua macam metode
penyusutan aktiva tetap. Aktiva tetap golongan 1, 2, 3, 4 dapat disusutkan
dengan menggunakan metode saldo menurun (declining balance method)
dan metode garis lurus (straight line method).
Sedangkan aktiva tetap berupa bangunan hanya disusutkan dengan
memakai metode garis lurus (straight line method). Metode penyusutan
tersebut dapat dipilih dan disesuaikan oleh perusahaan sesuai dengan
kebijaksanaan selama ini ditetapkan oleh perusahaan. Namun seandainya
perusahaan tidak menggunakan salah satu dari kedua metode tersebut baik
16
metode garis lurus atau metode saldo menurun dalam perhitungan
penyusutan aktiva tetapnya maka untuk keperluan perpajakan perusahaan
tetap harus memilih salah satu metode yang berlaku dalam Undang-
Undang Perpajakan, baik itu metode saldo menurun atau metode garis
lurus.
Penggolongan aktiva tetap berwujud berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
2.1.7 Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus
dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung pajak Penghasilan bagi
wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan
pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Adanya perbedaan yang terjadi antara laba menurut perhitungan
akuntansi dan laba menurut perhitungan pajak, akan menyebabkan harus
dilakukan koreksi fiskal (fiskal correction). Koreksi tersebut dilakukan
terhadap laba akuntansi untuk mendapatkan besarnya pendapatan kena
pajak.
Soemarno dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Suatu Pengantar”
menyatakan sebagai berikut :
“Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan konsep, cara pengukuran,
pengakuan pendapatan dan biaya antara ketentuan perpajakan dengan
17
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku, sehingga menyebabkan perlunya
koreksi fiskal”.
Koreksi ini dilakukan dengan maksud menyesuaikan laba akuntansi
dengan ketentuan-ketentuan perpajakan sehingga diperoleh laba pajak.
Apabila dalam laporan keuangan yang dibuat berdasarkan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku. Maka tidak perlu lagi diadakan koreksi fiskal, sehingga pos-
pos dalam perhitungan laba–rugi atas laporan keuangan yang telah
dihitung sudah sesuai dan tidak ada perbedaan-perbedaan baik itu konsep,
cara pengukuran dan pengakuan pendapatan serta biaya dengan peraturan
perpajakan yang berlaku.
Perbedaan yang terjadi tersebut diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Perbedaan waktu
Perbedaan waktu terjadi apabila terdapat item-item dari
pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba
akuntansi untuk satu periode tetapi diperhitungkan dalam pendapatan atau
laba pajak untuk periode yang berlainan.
b. Perbedaan permanen
Perbedaan permanen terjadi jika ada item-item atau transaksi-
transaksi yang pengaruhnya ikut diperhitungkan dalam penentuan laba
akuntansi tetapi tidak demikian halnya untuk tujuan perpajakan, atau
item-item atau transaksi yang pengaruhnya ikut diperhatikan dalam
18
penentuan laba kena pajak tetapi tidak demikian halnya untuk tujuan
akuntansi.
koreksi fiskal meliputi pengakuan pendapatan dan biaya yang
dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.
(1) Koreksi fiskal positif
Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuian yang akan
mengakibatkan meningkatkan laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan Terutangnya juga akan meningkat. Koreksi fiskal
positif diantaranya :
a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha
perusahaan untuk mendapatkan menagih, dan memelihara pendapatan.
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP.
c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan
biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi.
d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak.
e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final.
(2) Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiskal negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan
mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan
terhutangnya juga akan menurun. Koreksi fiskal negatif diantaranya :
19
a. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih
rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan
pengakuannya.
b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak,
c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan
PPh Final.
2.1.8 Perbedaan Umum Mengenai Laba Antara Akuntansi dengan
Ketentuan Perpajakan
Pajak mempunyai dua tujuan dasar yang berbeda yaitu sebagai
sumber penerimaan pemerintah dan sebagai alat kebijakan pengaturan
perekonomian. Pajak menjadi sumber penerimaan karena termasuk pos
yang sangat penting, karena hal ini akan berdampak terhadap pendapatan
nasional dan dari sudut mikro, pajak merupakan semacam pembebanan
tidak langsung atas barang publik serta eksternalitas dan dengan demikian
mengarah pada pemerataan dalam masyarakat. Agar sasaran ini dapat
tercapai peraturan perpajakan harus mempunyai karakteristik kualitatif,
yaitu sederhana dan menjamin rasa adil diantara wajib pajak.
Di pihak lain, akuntansi mempunyai tujuan dasar sebagai penyedia
informasi dalam rangka pengambilan keputusan bisnis. Sehubungan
dengan informasi tersebut, maka informasi akuntansi juga harus
20
mengandung karakteristik kualitatif. Hal ini tercantum dalam SAK 2001
yang secara sederhana disebutkan 4 karakteristik pokok yaitu : dapat
dipahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa peraturan perpajakan
dengan prinsip akuntansi mempunyai tujuan dan karakteristik yang
berbeda akan tetapi, keduanya harus diterapkan pada perusahaan secara
serempak dalam mengukur pendapatan dan beban.
Walaupun adanya perbedaan yang mendasari perhitungan laba
rugi, terdapat lampu hijau dalam SAK 2001 untuk mengikuti peraturan
perpajakan baik dalam rangka pengakuan pendapatan dan beban maupun
dalam menghitung beban pajak itu sendiri. Hal ini tercantum dalam SAK
(pengungkapan pajak penghasilan serta pengklasifikasiannya secara
tersendiri).
Kutipan pertama, meskipun berbicara tentang perubahan dalam
rangka pengakuan pendapatan dan beban, sesungguhnya sejalan dengan
kutipan kedua. Sekiranya peraturan perpajakan bisa dijadikan dasar untuk
mengakui pendapatan dan beban, maka dengan sendirinya jumlah pajak
penghasilan dalam perhitungan laba rugi akan dihitung berdasarkan laba
kena pajak
2.1.9 Langkah Koreksi Terhadap Laporan Keuangan
Menyadari akan sifat dan keterbatasan dari laporan keuangan,
untuk menentukan besarnya perolehan laba, pemerintah tidak
21
mengharuskan wajib pajak menyusun laporan keuangan fiskal, namun
demikian kita juga perlu menyusun laporan keuangan yang sudah
dimodifikasi sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Masalah akuntansi yang menyebabkan timbulnya koreksi fiskal
adalah menentukan besarnya laba sebelum pajak sebagai dasar
perhitungan pajak terutang pada periode tertentu. Laba perusahaan
ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan
memberikan informasi keuangan yang berguna tentang hasil operasional
usaha perusahaan. Sedangkan laba pajak ditetapkan berdasarkan metode
dan prosedur yang ditetapkan perpajakan untuk memberikan informasi
dalam menentukan besarnya pajak terutang yang harus disetorkan kepada
kas negara
Perbedaan-perbedaaan utama antara laba atau penghasilan kena pajak dan
dihitung berdasarkan prinsip akuntansi dapat diklasifikasikan dalam:
(1) Perbedaaan Waktu
Dalam hal praktek, perbedaan waktu tersebut dapat terjadi dalam hal-hal
berikut ini :
a. Biaya-biaya untuk menghitung PKP dikurangkan lebih awal daripada
pengurangan dalam menentukan laba sebelum pajak untuk tujuan
komersial. Maksudnya adalah beban tersebut telah diakui pada
periode berjalan menurut fiskus, tetapi baru diakui pada periode
selanjutnya menurut akuntansi.
22
b. Penghasilan untuk menghitung PKP dihitung lebih lambat daripada
perhitungan laba sebelum pajak untuk tujuan komersial. Maksudnya
adalah pendapatan yang telah diakui menurut akuntansi pada tahun
berjalan, tetapi baru dicatat sebagai pendapatan pada tahun berjalan,
dan baru dicatat sebagai pendapatan menurut fiskus pada periode
selanjutnya
c. Penghasilan untuk menghitung PKP dihitung lebih awal daripada
penghitungan laba sebelum pajak untuk tujuan komersial. Maksudnya
adalah pendapatan yang telah diakui sebagai pendapatan pada periode
berjalan menurut fiskus, tetapi baru diakui pada periode berikut
menurut akuntansi
(2) Perbedaan Tetap
Perbedaan tetap disebabkan karena adanya ketentuan fiskal yang
menyatakan bahwa pendapatan dan biaya tertentu tidak diperkenankan
dalam penghitungan PKP. Perbedaan tetap dapat mempengaruhi salah
satu dari laporan keuangan tersebut, baik laporan keuangan yang disusun
berdasarkan prinsip akuntansi maupun laporan keuangan yang disusun
berdasarkan ketentuan perpajakan. Contohnya adalah :
a) Biaya entertainment
b) Pemberian kenikmatan dalam bentuk natural
c) Sumbangan dan lain-lain
23
Jadi perbedaan ini timbul karena adanya pembebanan atau
pengkreditan langsung untuk suatu item ke laporan laba ditahan atau laba
atau rugi akibat transaksi yang sifatnya luar biasa yang sebenarnya
menurut aturan perpajakan termasuk dalam penghitungan laba kena pajak
Uraian diatas dapat diartikan sebagai berikut :
a. Perbedaan timbul karena adanya ketentuan-ketentuan dan pembatasan-
pembatasan khusus dalam ketentuan perpajakan yang didasarkan kepada
pertimbangan kepentingan ekonomi, politik dan administrasi yang tidak
dapat dikaitkan dengan perhitungan laba akuntansi
b. Perbedaaan yang timbul sebagai akibat pembebanan atau pengkreditan
langsung terhadap laba yang ditahan atau pada extraordinary gains or
losses yang dimasukkan dalam perhitungan PKP
Perbedaan yang timbul dari laba perpajakan dan laba pembukuan
atau akuntansi dapat bersifat permanen atau sementara. Perbedaan
permanen dapat ditimbulkan dari :
1. Akun - akun yang dimasukkan kedalam perhitungan laba kena pajak,
tetapi tidak pernah diakui untuk tujuan akuntansi
2. Akun - akun yang diakui untuk tujuan akuntansi, tetapi tidak pernah
dimasukkan dalam penghitungan laba kena pajak
Perbedaaan temporer atau sementara timbul akibat pos-pos
pendapatan dan beban diakui untuk tujuan akuntansi dalam periode sebe
lum atau sesudah akun – akun tersebut dimasukkan dalam perhitungan
24
laba kena pajak. Sedangkan perbedaaan sementara ini memerlukan alokasi
pajak antar periode (interperiod tax allocation).
2.1.10 Pajak Penghasilan 25 (PPh Pasal 25)
Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan pasal 25 adalah besarnya angsuran
pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu
dikurang dengan :
1) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22;
2) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24; dibagi 12 ( dua
belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang lalu. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran
pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan
25
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan
Pajak.
2.1.11 Tarif Pajak
Tarif Pajak PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak badan untuk tahun
pajak 2011 dan 2013 adalah sebagai berikut :
1) Berdasarkan pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 mengatakan bahwa, tarif
Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar
25% (dua puluh lima persen) dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak.
2) Berdasarkan pasal 31 E Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 mengatakan
bahwa, tariff Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b
dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).
3) Untuk keperluan penerapan tariff pajak jumlah Penghasilan Kena Pajak
dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Penerapan Tarif PPh Badan Tahun 2011 dalam perhitungan PPh terutang :
1) Untuk peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 tari PPh
Badan dikenakan sebesar 25% x 50% x Pengahsilan Kena Pajak.
26
2) Untuk peredaran bruto diatas Rp. 4,800.000,000,00 sampai dengan Rp.
50.000.000.000,00 tarif PPh Badan dikenakan sebesar :
a. Bagian peredaran usaha bruto diatas diatas Rp 4.800.000.000,00
sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 dikenakan tariff 25 % x
Penghasilan Kena Pajak (Bagian Peredaran Bruto diatas Rp.
4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00).
b. Untuk peredaran Usaha Bruto diatas Rp 50.000.000.000,00 tarif PPh
Badan dikenakan sebesar 25% x Penghasilan Kena Pajak.
Tariff pajak badan untuk tahun pajak 2013 dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu sebagai berikut:
1) Tariff Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan pasal 17
dan Pasal 31 E Undang-Undang No. 36
a. Tariff pajak untuk tahun 2013 adalah sebesar 25 % dari
Penghasilan Kena Pajak.
b. Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh tariff sebesar 5% lebih rendah dari pada tariff tersebut
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
c. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat
fasilitas pengurangan berupa pengurangan tariff sebesar 50% dari
27
tariff 25% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
d. Untuk keperluan penerapan tariff pajak, jumlah penghasilan Kena
Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
e. Tariff pajak Pasal 17 dan 31 E dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat
(2) berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
2) Tariff Pajak PPh Badan untuk tahun pajak 2013 berasarkan PP Nomor
46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
a. Atas Peredaran bruto bulan juli sampai dengan Desember 2013
dari Wajib Pajak Badan yang mempunyai criteria tertentu
berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan PPh Final Pasal
4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran bruto dan bersifat final.
top related