insektisida untuk pengendalian athropoda
Post on 03-Jan-2016
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas Limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Parasitologi dengan judul “Jenis – Jenis Insektisida yang Digunakan
dalam Pengendalian Arthropoda” untuk memenuhi tugas mata kuliah yang
bersangkutan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan, oleh karena itu
Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga akan
menghasilkan karya tulis yang lebih baik untuk kedepannya.
Demikian Makalah ini kami buat semoga dapat membantu dalam
menyebarkan imformasi mengenai materi – materi yang bersangkutan dan dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh….
Penyusun
Kendari, 03 Juni 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian Insektisida......................................................................................5
2.2 Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida.............................................6
BAB III 12
PENUTUP 12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang
digunakan untuk menegendalikan jasad pengganggu yang merugikan
kepentingan manusia. Pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam
bidang kesehatan dan bidang pertanian. Dibidang kesehatan, pestisida
merupakan sarana yang penting, terutama digunakan dalam melindungi
manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak
langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor
yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil
dikendalikan dengan bantuan pestisida. Berkat pestisida, manusia telah
dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti
penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai
untuk membunuh serangga. Insektisida dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon,
sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada
kematian serangga pengganggu tanama. Insektisida termasuk salah satu jenis
pestisida. Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang
paling banyak menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani sayuran,
petani tanaman pangan dan petani tanaman hotikultura buah-buahan. Khusus
petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari ketergantungan
penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa pestisida dianggap tidak
aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi keberhasilan
berproduksi.
Jenis pestisida yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya
adalah pestisida yang berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu
membunuh sebagian besar organisme yang dikenainya, termasuk organisme
berguna seperti musuh alami hama dan organisme bukan target lainnya yang
hidup berdampingan dengan organisme pengganggu tanaman. Program
pertanian penyuluhan pun merekomendasikan aplikasi pestisida secara
terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak
adanya hama yang menyerang tanaman dilapangan. Sehingga frekuensi
penyemprotan menjadi lebih intensif, dan bisa dilakukan setiap minggu
musim panjang musim tanam. Peran insektisida EBM (ekstrak biji mimba)
sebagai agen pengendali hama berpeluang besar untuk dapat diterima oleh
petani yang “spray minded”, karena dapat berfungsi sebagai substitusi
insektisida kimia sintetis. Sebagai insektisida yang direkomendasikan dalam
sistem pengelolaan serangga hama kapas, maka penggunaan insektisida
EBM selain sebagai agen pengendali, sekaligus memberikan ketenangan
kepada petani yang memiliki keyakinan bahwa penyemprotan insektisida
sebagai jaminan keberhasilan usahatani.
Insektisida dapat dibedakan menjadi golongan organik dan
anorganik. Insekstisida organik mengandung unsur karbon sedangkan
insektisida anorganik tidak. Insektisida organik umumnya bersifat alami,
yaitu diperoleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan insektisida?
2. Apa saja jenis-jenis insektisida yang digunakan dalam pengendalian
arthropoda ?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan insektisida.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis insektisida dalam pengendalian
arthropoda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Insektisida
Pestisida adalah zat kimia yang di gunakan untuk membasmi
organism yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki keberadaannya,
termasuk pembasmi serangga (insektisida), pembasmi rumput liar
(herbisida), pembasmi jamur, dan pembasmi binatang penggerat
(rodentisida). Penggunaan komersial dan penjualan pestisida di Indonesia
dikontrol oleh Direktorat Jendral Pemberantasan penyakit Menural dan
penyehatan Lingkugan Pemukiman (Dirjen PPm & PLP), Departemen
Kesehatan Republik Indonesia , yang bertempat di Jakarta mealui program
pendaftaran (registrasi) pestisida . Keracunan pestisida sering melibatkan
profesi pembasmi, pekerja pertanian, dan konsumen. Lebih dari separuh
kasus keracunan pestisida yang disebabkan oleh pestisida pertanian
melibatkan anak.
Kebanyakan insektisida larut dalam lemak sehingga dapat diabsorbsi
melalui eksoskeleton berkitin pada serangga. Beberapa insektisida pada
memerluka aktivasi metabolik sebelum serangga tersebut dapat
memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki enzim monooksiginase
yang hampir sama dengan yang didapatkan pada hepar mamalia .
Gejala keracunan akibat Insektisida golongan organofosfat pada
petani ditandai dengan sakit kepala, pusing, lemah anggota badan, sakit
perut, mual, muntah, berkeringat banyak, keluar air liur yang banyak,
pandangan kabur, susah bernafas dan pingsan.
2.2 Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida
a. Fenitrotion 40 WP
Pestisida ini termasuk dalam golongan
Organofosfat. Diseut juga sebagai Sumitron
atau Folition. Bersifat sedikit menguap. Oleh
karena itu, dalam penggunaannya dilakukan
dengan penyemprotan residu pada dinding
rumah. Toksisitas oral terhadap mamalia
lebih tinggi daripada DDT, tetapi
mempunyai daya residu lebih pendek, yaitu kurang lebih 2 bulan.
Di Indonesia, pestisida ini digunakan untuk pengendalian vector malaria
(Anopheles sp.), bersifat tidak persisten terutama di lokasi dengan
masalah malaria di pulau Sumatera, Jawa dan Bali, kecuali pada
sebagian kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), Pangandaran (Jawa
Barat) dan sebagian Pantai Selatan Malang (Jawa Timur).
b. Temefos
Pestisida ini tergolong dalam Organofosfat, terutama
digunakan untuk pengendalian larva Aedes aegypti
pada tempat-tempat penampungan air, karena larvasida
ini tidak toksik terhadap mamalia termasuk manusia,
tetapi mempunyai toksisitas tinggi terhadap larva
nyamuk. Larvasida ini dikenal dengan nama dagang
Abate 1%, berbentuk granula, mempunyai daya residu
lebih kurang 1 bulan bila digunakan dalam tempat-tempat penampungan
air.
c. Malation
Malation termasuk golongan organofosfat, berupa
larutan berwarna tengguli, baunya sangat tidak
menyenangkan, lambat larut dalam air, mudah
larut dalam pelarut lainnya. Merupakan salah
satu insektisida yang paling banyak digunakan dalam memberantas
nyamuk dewasa. Insektisida ini sangat toksik untuk nyamuk, lalat,
lipang, pinjal, dan lain-lain, serta tidak membahayakan manusia dan
binatang. Sering digunakan untuk megganti insektisida golongan
chlorinated hydrocarbon misalnya DDT yang telah mengalami
resistensi. Ketika Semarang dinyatakan sebagai daerah wabah DHF,
pemerintah telah menggunakan malation dari kapal terbang dalam upaya
pengendalian vektor DHF.
d. Baygon
Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang
bersifat sdikit berbau, sangat efektif sebagai
insektisida yang digunakan untuk residual
spray, karena mempunyai daya residu yang
tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia
dan binatang. Baygon disebut juga propoksur
atau aprokarb. Dapat digunakan untuk
memberantas lipas, lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies. Baygon
banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk spray atau aerosol
yang dicampur dengan diklorvos. Sebagai repellent sangat pekauntuk
pengendalian nyamuk rumah (Cx. Quinquefasciatus).
e. Dieldrin
Insektisida ini sering digunakan sebaga residual
spray bersama dengan DDT dan BHC untuk
memberantas nyamuk malaria. Mempunyai
sifat lebih toksik daripada DDT, tetapi berdaya
resodi lebih pendek daripdaDDT (1 – 3 bulan).
Dalam menggunakan dieldrin, jika kurang hati-
hati dapat mengakibatkan terjadinya absorbs melalui kulit. Dieldrin
termasuk kelompok insektisida yang disebut seri klorden bersama-sama
dengan klordena aldrin, endrin, heptaklor dan toksafen. Dieldrin
digunakan untuk pemberantasan serangga yang telah resisten terhadap
DDT, yaitu lalat, nyamuk, semut dan juga Triatoma. Ketika
An.sundaicus pada tahun 1954 dinyatakan resisten terhadap DDT,
pemerintah pernah menggantinya dengan dieldrin untuk pengendalian
An.sundaicus.
f. Piretrum
Insektisida ini berasal dari kepala bunga
serunai (Chrysanthemum sp.). piretrum
mempunyai daya bunuh serangga yang besar,
bersifat neurotoksik dan menyebabkan terjadinya
paralisis pada serangga. Larut dalam minyak dan
mudah dicampur dalam bentuk serbuk. Tidak
toksik untuk mamalia tetapi dapat menyebabkan iritasi pada bronkus
yang berakibat sesak napas. Dipakai dalam obat nyamuk dengan
konsentrasi rendah seingga berkerja sebagai repellant.
g. Klorfirifos
Insektisida yang termasuk ke dalam golongan
Organofosfatini mempunyai toksisitas rendah bagi
mamalia dan serangga yang bukan target, tetapi
potensial bila digunakan untuk pengendalian beberapa
serangga lainnya terutama vector DHF dan larva
nyamuk yang mempunyai habitat pada air yang sangat
terpolusi, juga dapat digunakan untuk pengendaian
lipas.
h. Bendiocarp
Tergolong insektisida golongan Karbamat,
mempunyai efek bunuh yang cepat terhadap
serangga, efikasi residunya baik, digunakan terutama
untuk pengendalian vector malaria dan vektor
penyakit Chagas, juga dapat digunakan untuk
pengendalian serangga lain seperti lalat, pinjal, sengkent, lipas dan kutu
busuk.
i. Permetrin
Merupakan insektisida golongan
piretroid sintetik, bersifat foto stabil dan
neuron-poison terhadap serangga, tidak
toksik bagi organisme lain termasuk
mamalia, menyebabkan iritasi ringan pada
kulit, larut dalam air dan bersifat sebagai
racun perut atau racun kontak, daya residu insektisida ini sama dengan
DDT yaitu lebih kurang 6 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian
nyamuk Aedes sp. Culex sp. Dan Anopheles sp., juga dapat digunakan
untuk pengendalian lalat (M. domestica) atau lipas (Periplaneta
Americana dan Blatta orientalis).
j. Lamda Sihalotrin
Insektisida ini juga termasuk golongan piretroid
sintetik, mempunyai sifat hampir sama dengan
permetrin yaitu foto stabil dan mempengaruhi
sistim saraf pusat, efektivitas terhadap serangga
target (vektor) cukup tinggi yaitu 70 – 80 kali
lebih aktif daripada DDT dan malation, toksisitas
terhadap manusia dan binatang peliharaan sangat
rendah, cukup toksik terhadap ikan dan invertebrata tetapi di alam cepat
diabsorbsi oeh bahan-bahan yang terdapat pada bagian dasar habitat
sehingga toksisitasnya terhadap organisme yang tidak ditargetkan
tersebut berkurang. Kelebihan lain dari insektisida ini adalah tidak
mempunyai bau yang kurang menyenangkan dan pengaruh terhadap
lingkungan sangat minimal. Daya residu insektisida ini pada permukaan
kayu bertahan sampai 12 bulan, sedangkan pada permukaan kaca dapat
bertahan sampai 3 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian nyamuk
Ae.aegypti, juga dapat digunakan untuk pengendalian lalat, lipas dan
Triatoma.
k. Metopren
Metopren merupakan hormone tiruan
analog dengan hormone juvenile, yang
berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan
dan pergantian kulit serangga (Insect
growth hormone) pada larva nyamuk atau
serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang
stabil, oleh karena itu untuk penggunaan
dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai
lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap larva adalah
menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga
pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja
dari hormone ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian
kulit. Lavirsida ini dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk
granula, pellet dan briket dan sangat efektif digunakan untuk
pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik
terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.
l. Diflubenzuron
Analog dengan hormone eksidon, yaitu suatu
hormone tiruan yang berfungsi dalam
perkembangan larva. Hormon ini disusun oleh
bahan kimia : (4-klorofenil)3(2,6-difluorobenzoil).
Cara kerjanya adalah menghambat pengerasan kulit
sesudah pengelupasan kulit larva dan menyebabkan
larva menjadi mati. Hormone ini dapat digunakan terhadap berbagai
stadium larva.
m. Diquat dan MCPA
Merupakan herbisida yang digunakan untuk
membunuh tumbuh-tumbuhan air tempat
berlindung nyamuk Mansonia sp. seperti
Eichornia sp. dan Pistia sp. Herbisida ini
bersifat sebagai racun kontak.
n. Phenoxylen (2,5 – D)
Herbisida yang biasa digunakan untuk
membunuh tumbuh-tumbuhan air seperti
pistia sp. dan Salvinia sp.. Kedua jenis
tumbuhan ini juga merupakan tempat
berlindung nyamuk Mansonia sp. yang
berperan sebagai vektor filariasis malayi di Indonesia.
o. DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane)
Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) adalah
insektisida organik sintetik yang termasuk golongan
organoklorin (chlorinated hydrocarbon). DDT
disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873, namun
efek insektisidanya baru ditemukan oleh Paul Muller
pada tahun 1939. Oleh karena efikasinya yang sangat
baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang pertanian dan bidang
kesehatan masyarakat, dan digunakan secara luas sejak tahun 1945.
Namun pada tahun 1948 sudah mulai dilaporkan terjadinya resistensi
DDT pada nyamuk dan lalat. Toksisitas DDT adalah sedang,dengan
LD50 oral (tikus) 113 mg/kg. Insektisida ini bekerja melalui kontak kulit
terhadap berbagai jenis serangga. Dichloro Diphenyl Trichloroethane
mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel saraf)
dan merusak selubung saraf sehingga fungsi saraf terganggu
(Tarumingkeng, 2001). Serangga dengan mutasi tertentu pada gen kanal
sodiumnya resisten terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarka rumusan masalah dari makalah ini, dapat kami simpulkan bahwa:
1. Insektisida merupakan bahan – bahan kimia atau sintesis alam yang
beracun dan digunakan untuk memberantas serangga.
2. Jenis – jenis insektisida yang sering digunakan dalam pemberantasan
hama yaitu Fenitrotion 40 WP, Temefos Malation, Baygon, Dieldrin,
Piretrum, Klorfirifos, Bendiocarp, Permetrin, Lamda Sihalotrin,
Metopren, Diflubenzuron, Diquat dan MCPA, Phenoxylen (2,5 – D)
serta DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane).
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sunarto, Dwi., Nurindah. 2009. Peran Insektisida Botani Ekstrak Biji Mimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam Pengelolaan Serangga Hama Kapas. Jurnal Entomologi Indonesia, Volume VI, Nomor 01, Halaman 42-52.
Anonim. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi II. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gandahusada, Srisasi. et al. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Gassa, Ahdin., Sjam, Sylvia. et al. 2007. Uji Residu Insektisida pada Buah Cabai (Capsicum Annum Linnaeus) di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Ilmu Hama dan Penyait Tumbuhan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ishar, Tadiati Kartika. 2005. Resistensi Serangga Terhadap DDT. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 3 No 5. Surabaya.
top related