i10rma
Post on 07-Aug-2015
62 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS
DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN,
KABUPATEN SUMEDANG
RANI MAULANASARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASINYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa
Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang adalah karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
Skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Rani Maulanasari
NIM I24052151
RINGKASANRANI MAULANASARI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PengambilanKeputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh: ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI danLILIK NOOR YULIATI.
Pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahun menyebabkanterjadinya lonjakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), menyebabkankelangkaan BBM di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia membutuhkan energialternatif sebagai pengganti BBM. Salah satu energi alternatif yang dapatdigunakan di Indonesia adalah biogas. Penelitian ini bertujuan untuk:(1) Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga;(2) Mengetahui manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna biogasdan nonbiogas; (3) Menganalisis perbedaaan alokasi pengeluaran rumahtanggapengguna biogas dan nonbiogas; dan (4) Menganalisis faktor-faktor yangmempengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap penggunaan biogas.
Disain penelitian ini adalah cross sectional study dan dilaksanakan di DesaHaurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi JawaBarat karena Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa mandirienergi yang memanfaatkan biogas sebagai energi alternatif. Contoh dalampenelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa Haurngombong, sedangkanresponden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh dibagi kedalam dua kelompok,yaitu kelompok pengguna biogas dan nonbiogas dengan pengambilan data secarapurposive sampling pada 30 keluarga di tiap kelompok, sehingga jumlahresponden adalah 60 keluarga.
Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yangberhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji,biogas dan sekam. Pengguna biogas menggunakan biogas (50%), gas elpiji (50%),kayu bakar (25%) dan minyak tanah (1,7%) untuk memasak. Pengguna nonbiogasmenggunakan gas elpiji (50%), kayu bakar (33,3%), minyak tanah (6,7%) dansekam (3,3%) untuk memasak. Energi yang digunakan untuk penerangan adalahlistrik dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrikuntuk penerangan dan biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (6,7%)pengguna biogas.
Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan perencanaan danpelaksanaan keuangan dan energi dibandingkan pengguna nonbiogas. Hal initerjadi karena meskipun suami dan istri memiliki tingkat pendidikan yang rendah,mereka berusaha membiayai pendidikan anaknya hingga ke jenjang yang lebihtinggi.
Alokasi pengeluaran rumahtangga pada pengguna biogas dan nonbiogaspada umumnya sama, perbedaan hanya terletak pada pengeluaran untuk energiyang digunakan untuk memasak. Hampir seluruh pengguna biogas hanyamengeluarkan setengah dari biaya energi yang dikeluarkan oleh penggunanonbiogas. Pengguna nonbiogas membutuhkan gas elpiji dua tabung ukuran 3 kguntuk memasak, pengguna biogas hanya membutuhkan gas elpiji satu tabung.
ii
Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas karena praktis (3,3%),mudah didapat (40%), memanfaatkan limbah (43,3%), energi tersedia (41,7%),energi lain sukar didapat (13,3%), dan harga terjangkau (10%).
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik dengan nilai R square 0,713artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengambilan keputusanpenggunaan energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar28,7 persen. Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruhsignifikan (p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas sebesar 1,383 kali.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaranuntuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas.Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk membiayaipendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secaramerata, diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugasdesa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanyapengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatiflainnya. Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif iniagar tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telahmenggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi denganmasyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energialternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada energi minyak.
Guna mengantisipasi kekurangan persediaan energi minyak beberapa tahunbelakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus menggaliinformasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM untukkeperluan sehari-hari. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhanmengenai energi alternatif yang ada di Indonesi kepada masyarakat dengan baik.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS
DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN,KABUPATEN SUMEDANG
RANI MAULANASARI
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen padaDepartemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
iv
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang
Nama : Rani Maulanasari
NIM : I24052151
Disetujui,
Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.SiPembimbing I
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSAPembimbing II
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.ScKetua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
v
UCAPAN TERIMA KASIHPuji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi ini dengan limpahankemudahan-Nya. Satu hal yang disadari penulis, bahwa penyusunan skripsi initidak terlepas dari bantuan moril dan materiil berbagai pihak. Maka dari itupenulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku pembimbing akademik sekaliguspembimbing skripsi dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA sebagaipembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian dan motivasi yangtelah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Megawati Simanjuntak, SP selaku dosen penguji dan dosen pemanduseminar yang telah memberikan saran dan kritik yang berguna dalamperbaikan skripsi ini.
3. Adang, SP MP, selaku Kepala Desa Haurngombong yang telah berkenanmemberikan izin melakukan penelitian dan Komar Purnama selaku ketuakelompok peternak Harapan Sawargi, yang telah membantu memberikaninformasi kepada penulis mengenai masyarakat yang menggunakan biogasserta Masyarakat Desa Haurngombong yang telah berkenan menjadiresponden dalam penyusunan skripsi ini.
4. Papap dan Mama tersayang, atas segala do’a, dukungan, cinta, kasihsayang, pengorbanan dan kesabarannya yang akhirnya mampu menuntunpenulis sekolah hingga perguruan tinggi. Semoga Allah senantiasamelindungi dan menyayanginya. Uu Undang, Uu Oom, Teh Rissa, TehPoppy, dan A Galih atas bantuan dan dukungan selama penulismelaksanakan penyusunan skripsi ini. Adik-adikku tersayang, de Irfan dande Fikri yang selalu memberiku semangat.
5. Sri dan Anne selaku pembahas seminar atas kritik dan sarannya dalamperbaikan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat Al-Farabi, teman-teman IKK 42 serta Minor Keuangandan Aktuaria atas kebersamaan yang terjalin selama beberapa tahun ini.Semoga silaturahmi ini tidak berakhir sampai disini.Demikian ucapan terimakasih ini penulis sampaikan, semoga Allah
membalasnya dengan segala kebaikan. Amin.Bogor, Januari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada
tanggal 21 Oktober 1987 dari ayah Ir. Mochamad Soleh dan ibu Dra. Iyah
Sariyah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Penulis lulus tahun 2005 dari SMAN 1 Cianjur. Tahun 2005 pula penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan tinggi. Tahun
pertama di IPB, penulis diterima di Kelas B 09 Tingkat Persiapan Bersama IPB.
Kemudian pada tahun kedua penulis diterima di mayor Ilmu Keluarga dan
Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Sistem mayor-minor yang diberlakukan
IPB terhitung sejak angkatan 42 membuat penulis memutuskan untuk mengambil
minor Pemodelan Sistem Dinamik dari Departemen Matematika dimulai dari
semester 3 hingga semester 5. Jadwal antara mayor dan minor yang seringkali
bentrok membuat penulis memutuskan untuk pindah minor dari Pemodelan
Sistem Dinamik ke minor Keuangan dan Aktuaria yang juga berasal dari
Matematika sehingga memiliki komposisi mata kuliah yang tidak jauh berbeda.
Semenjak memasuki IPB penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa
Tjianjur (HIMAT). Penulis pernah menjadi sekretaris Malam Keakraban HIMAT,
Bendahara HIMAT, dan pernah pula menjabat sebagai Ketua HIMAT.
Di kegiatan Departemen sendiri, penulis pernah terlibat dalam penyambutan
mahasiswa baru IKK angkatan 43 dengan menjadi anggota Penanggung Jawab
Keluarga Masa Orientasi Mahasiswa Baru IKK (MENTARI) 2007.
vii
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xi
PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1Latar Belakang ………………………………………………………… 1Perumusan Masalah …………………………………………………… 4Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5
Tujuan Umum …………………………………………………..... 5Tujuan Khusus ……………………………………………………. 5
Kegunaan Penelitian ………………………………………………….. 6
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...... 7Pengambilan Keputusan ......................................................................... 7Jenis-Jenis Energi ……………………………………………………... 11
Dasar-Dasar Teknologi Biogas ....................................................... 12Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat ... 14Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas ...................... 16Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas ................................ 16
Penggunaan Energi …………………………………………………… 17Prinsip Penggunaan Energi .............................................................. 18Konsumsi Energi dalam Rumahtangga ........................................... 19
Manajemen Keuangan dan Energi .............……………………………. 19Pendapatan ....................................................................................... 20Perencanaan ..................................................................................... 21Alokasi Pengeluaran Rumahtangga ................................................. 22Pelaksanaan ...................................................................................... 24
KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………… 25
METODE PENELITIAN …………………………………………………. 28Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ………………………………... 28Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ………………………………… 28Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 28Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………. 30Definisi Operasional …………………………………………………... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 35Keadaan Umum Lokasi ………..……………………………………… 35
Letak dan Luas Wilayah .................................................................. 35Program DME di Desa Haurngombong ........................................... 36
Karakteristik Keluarga …………………………………………........... 39Usia Suami dan Istri ………………………………………………. 39Pendidikan Suami dan Istri ……………………………………….. 40Pekerjaan Suami dan Istri ………………………………………… 41
viii
Besar Keluarga ............................................................................... 42Pendapatan per Kapita Keluarga ..................................................... 42Kepemilikan Ternak Keluarga ....................................................... 43Akses Informasi mengenai Energi .................................................. 44Pengetahuan Mengenai Biogas ………………………………….. 46
Manajemen Keuangan dan Energi …………………………………….. 48Perencaaan Keuangan dan Energi ………………………………… 48Pelaksanaan Keuangan dan Energi ……………………………….. 49Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan danEnergi ……………………………………………………………... 50
Perilaku Penggunaan Energi ………………………………………….. 53Energi yang Digunakan Keluarga ………………………............... 53Alasan Penggunaan Energi …………………………………......... 54Lama Penggunaan Biogas ……………………………………….. 56Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas …………. 56Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energimemasak …………………………………………………………. 60
Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi ………………......... 63Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan KeputusanPenggunaan Biogas ………….........................................................
64
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... 68Kesimpulan ……………………………………………………………. 68Saran …………………………………………………………………... 68
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 70
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 73
DAFTAR TABEL
Halaman1 Jumlah penduduk indonesia tahun 1971-2008 ..................................... 1
2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah provinsi jawa barat … 14
3 Jenis dan cara pengukuran data ............................................................ 29
4 Pengkategorian data penelitian …......................................................... 32
5 Sebaran mata pencaharian penduduk desa haurngombong ………….. 36
6 Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di desa haurngombong … 38
7 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri …………………… 39
8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri …… 40
9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri ……………… 41
10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ......................................... 42
11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan ............. 43
12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki .................... 44
13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh ........... 45
14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah infomasi yang diterima ............... 45
15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh …....................... 46
16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai biogas .... 47
17 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan perencanaanmanajemen keuangan dan energi ..........................................................
48
18 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan pelaksanaanmanajemen keuangan dan energi ..........................................................
49
19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi .. 50
20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga ............. 53
21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi …………….. 54
22 Sebaran contoh berdasarkan lama penggunaan biogas ………………. 56
23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaranpangan dan nonpangan per kelompok contoh ……………………….. 58
24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaranpangan dan nonpangan per kelompok contoh ……………………….. 59
25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yangdigunakan untuk memasak ...................................................................
50
26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energimemasak ...............................................................................................
61
x
27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihanenergi ………………………………………………………………… 63
28 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan perilakupenggunaan biogas ...............................................................................
65
DAFTAR GAMBAR
Halaman1 Grafik produksi dan konsumsi minyak indonesia tahun 1987-2007 .... 2
2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter .............................. 7
3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model ................................ 10
4 Proses pelaksanaan manajemen ……………………………………… 24
5 Kerangka pemikiran ............................................................................. 27
6 Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas ........................ 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman1 Peta Wilayah Penelitian ……………………………………………… 74
2 Gambaran Wilayah Penelitian ……………………………………….. 75
3 Tahapan Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi ……………………… 76
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah
populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia
menduduki peringkat 4 setelah Amerika Serikat, sementara populasi terbanyak
dunia berada di Negara China (Fadhilza 2008). Tahun 2005 jumlah penduduk
Indonesia mencapai 218.868.791 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
238.567.492 jiwa. Artinya dalam kurun waktu tiga tahun terjadi peningkatan
sekitar 2,39 persen pertumbuhan penduduk per tahun (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1971-2008
Tahun Jumlah Penduduk Persentase pertumbuhan penduduk/tahun(%/tahun)
1971 119.208.2291980 147.490.298 2,391990 179.378.946 1,981995 194.754.808 1,662000 205.132.458 1,042005 218.868.791 1,312008 238.567.492 2,91
Sumber:SP (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas (1995, 2005) dalam BPS 2008 dan Fadhilza 2008
Produksi sumberdaya yang tidak sebanding dengan permintaan, sehingga
mengakibatkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikarenakan
meningkatnya populasi tidak diimbangi dengan penambahan sumberdaya
penunjang yang ada. Salah satu contohnya adalah kelangkaan minyak tanah dan
gas elpiji pada akhir tahun 2008. Hal ini dikarenakan konsumsi energi yang terus
meningkat sementara produksinya terus menurun seiring dengan menurunnya
sumberdaya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas alam di muka bumi. Hal ini
akan mengakibatkan kekurangan pasokan sumberdaya energi dikemudian hari
(Gambar 1). Grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa konsumsi BBM
Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 58,2; 53,4 dan
54,4 juta ton. Grafik pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa produksi BBM
Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 53,0; 49,9 dan
47,4 juta ton.
2
Gambar 1 Grafik produksi dan konsumsi minyak Indonesia tahun 1987-2007Sumber: BP 2008
Sumberdaya yang sangat dibutuhkan oleh manusia itu sebagian besar berasal
dari alam. Misalnya, pangan yang diperoleh dari berbagai tumbuhan di muka
bumi, sandang (pakaian) yang bahan dasarnya berasal dari serat-serat tumbuhan
dan bulu hewan, serta perumahan yang tiang-tiang penyangganya sebagian besar
berasal dari kayu. Selain ketiga kebutuhan pokok tersebut, ada sumberdaya lain
yang dapat dikatakan sebagai kebutuhan pokok, yaitu energi. Hingga saat ini
energi yang digunakan oleh manusia, sebagian besar berasal dari energi yang
tidak dapat diperbaharui, yaitu energi yang berasal dari fosil, mulai dari minyak
bumi, gas alam hingga batubara. Bahan bakar minyak (BBM) dan gas alam ini
adalah sumber utama energi dunia.
Energi digunakan untuk memasak, energi kendaraan bermotor, hingga
terpenuhinya pasokan listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Kebutuhan manusia terhadap energi saat ini masih bergantung pada
keberadaan BBM dan gas alam. Padahal sumberdaya seperti ini jika terus-
menerus dieksplorasi dari perut bumi, lama-kelamaan akan habis. Sementara
untuk menghasilkannya kembali diperlukan waktu berjuta-juta tahun lamanya.
Oleh sebab itu dibutuhkan sumberdaya lain yang dapat menggantikan fungsi
bahan bakar minyak dan gas alam, sebagai energi alternatif yang dapat
diperbaharui (renewable).
3
Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi
adalah batubara, panas bumi, aliran sungai, angin, matahari, sampah serta sumber-
sumber lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon jarak, dan energi
biogas. Teknologi biogas merupakan salah satu sumber energi pengganti minyak
bumi (Nandiyanto dan Rumi 2006). Hal yang membuat biogas menarik perhatian
adalah proses pemeliharaan pembangkit biogas yang sederhana dan energi yang
dihasilkan cukup besar (8900 kkal/m3 gas methan murni (Gatra dalam Nandiyanto
dan Rumi 2006). Energi biogas berasal dari berbagai macam limbah organik
seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan yang dapat
dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobic digestion. Proses ini
merupakan peluang besar untuk menghabiskan energi alternatif sehingga akan
mengurangi dampak penggunaan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui.
Pemanfaatan biogas sebenarnya telah lama dirintis Departemen energi dan
sumberdaya mineral (ESDM) dan badan pengkajian dan penerapan teknologi
(BPPT) sejak tahun 1979 dan melibatkan berbagai perguruan tinggi. Hingga tahun
1991 telah terpasang sekitar 172 unit digester dengan berbagai kapasitas, 1-10
meter kubik. Unit itu tersebar di 15 provinsi. Lalu sejak tahun 1992 mulai dirintis
penggunaan digester tipe komunitas berukuran 20 meter kubik untuk 100 orang.
Penerapannya di Rumah Sakit Umum Boyolali dan pesantren di Jombang, Jawa
Timur. Setelah itu dikembangkan instalasi untuk industri berkapasitas 40 meter
kubik (Ekawati 2009).
Desa mandiri energi (DME) adalah desa yang dapat memproduksi sendiri
kebutuhan energinya dan tidak lagi bergantung pada pihak yang lain. Di
Indonesia, terdapat sekitar 70 ribu desa mandiri, dimana 45 persen diantaranya
adalah desa tertinggal. Menurut Menteri energi dan sumberdaya mineral (ESDM),
Yusgiantoro 2007 yang dimaksud desa mandiri energi adalah desa yang dapat
menyediakan energi dari desa itu sendiri, dapat membuka lapangan kerja dan
mengurangi kemiskinan serta memberikan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
produktif. Serta ada dua tipe desa mandiri energi, pertama adalah desa mandiri
energi yang dikembangkan dengan nonBBM seperti desa yang menggunakan
mikrohidro, tenaga surya, dan biogas. Kedua adalah desa mandiri energi yang
menggunakan bahan bakar nabati atau biofuel. Total desa mandiri energi yang
4
terletak di 81 kabupaten berjumlah sekitar 100 desa yang menggunakan biofuel,
dan 40 desa menggunakan nonBBM. Tahun 2008 Presiden meminta untuk
meningkatkan jumlah dari 150 desa mandiri energi ditingkatkan menjadi 200 desa
mandiri energi. Bahkan pada akhir kabinet Presiden ingin meningkatkan lagi
menjadi 2000 desa mandiri energi, masing-masing 1000 desa yang menggunakan
biofuel dan nonBBM1.
Salah satu daerah yang masyarakatnya sudah banyak menggunakan biogas
adalah Desa Haurngombong. penghematan untuk satu contoh desa mandiri energi
dengan pemanfaatan energi biogas adalah Rp 117.000.000,00 per bulan dengan
asumsi pemakaian minyak tanah per KK/ hari rata-rata sekitar 2 liter, dengan
harga minyak tanah dilokasi adalah Rp 3.000,00 dan reaktor biogas yang
terpasang sebanyak 650 unit (UNPAD 2007).
Perumusan Masalah
Harga minyak dunia pada pertengahan 2008 mengalami peningkatan, namun
pada akhir tahun 2008 harga minyak dunia mengalami penurunan drastis.
Penurunan harga minyak ini mengakibatkan kelangkaan minyak dan gas elpiji
hampir diseluruh Indonesia. Hal ini sangat merugikan masyarakat sebagai
konsumen, sehingga menyadarkan banyak pihak untuk mencari energi alternatif
pengganti minyak tanah dan gas elpiji. Beberapa diantaranya ialah briket batu
bara, biogas dari pengolahan kotoran ternak dan manusia serta minyak jarak.
Sumber energi itu cukup murah dan mudah dalam penggunaannya namun
memang belum populer sehingga tidak cukup menarik perhatian masyarakat.
Biogas adalah limbah kotoran sapi yang digunakan sebagai energi alternatif yang
dimanfaatkan untuk memasak dan ampasnya sebagai pupuk organik.
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan, karena tingginya
produksi kotoran dari peternakan sapi seiring dengan perkembangan peternakan
sapi yang kondusif akhir-akhir ini. Disamping itu regulasi di bidang energi seperti
kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium,
minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan energi lain telah mendorong
pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah
lingkungan (Nurhasanah et al 2006).1) MinerggyNews. 2008. Pemerintah Targetkan 2010 ada 2.000 Desa Mandiri Energi.
http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/ ?p=129 [8 April 2009].
5
Peningkatan kebutuhan susu dan daging sapi di Indonesia saat ini telah
merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi
menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu dan
peternakan sapi pedaging melalui kemitraan dengan perkebunan sawit, dan
sebagainya. Kondisi yang demikian sangat mendukung ketersediaan bahan baku
secara kontinu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas. Namun
sampai sekarang perkembangan teknologi biogas masih sangat rendah dan belum
signifikan (Nurhasanah et al 2006). Peningkatan tersebut ditandai dengan
meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79
kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun 2005
(Ditjen Bina Produksi Peternakan 2009 dalam Pranada 2009).
Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
1. Energi apa saja yang digunakan oleh keluarga di Desa Haurngombong dan
bagaimana pemanfaatannya?
2. Bagaimana perbedaan manajemen keuangan dan energi antara keluarga
pengguna biogas dan nonbiogas?
3. Apakah ada perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga antara keluarga
pengguna biogas dan nonbiogas?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga dalam
penggunaan biogas?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga dalam pengambilan keputusan penggunaan energi biogas.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga.
2. Menganalisis manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna
biogas dan nonbiogas.
3. Menganalisis perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga pengguna biogas
dan nonbiogas.
6
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
keluarga terhadap penggunaan biogas.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi peneliti dalam rangka memperluas pengetahuan
serta wawasan mengenai perilaku penggunaan energi. Hasil penelitian juga
diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat, pemerintah dan swasta
mengenai manfaat penggunaan energi alternatif dalam keluarga. Dengan
demikian, semua pihak lebih peduli dengan penggunaan energi alternatif dan
mendukung terlaksananya program pemanfaatan energi alternatif di lingkungan
tempat tinggalnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan Keputusan
Keputusan adalah membuat pilihan di antara dua alternatif atau lebih.
Proses pengambilan keputusan adalah rangkaian delapan langkah yang mencakup
mengidentifikasi masalah, memilih alternatif dan mengevaluasi efektivitas
keputusan (Gambar 2). Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah. Proses
pengambilan keputusan berawal dengan adanya masalah atau lebih tepat
kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang dikehendaki. Sebelum
sesuatu dapat disebut sebagai masalah, para pengambil keputusan harus sadar
akan masalahnya, tertekan untuk bertindak dan harus mempunyai sumberdaya
untuk bertindak. Maka untuk memulai proses keputusan, masalah itu harus
mampu menimbulkan tekanan terhadap pengambil keputusan untuk bertindak.
Tekanan dapat mencakup kebijakan organisasi, batas waktu, krisis keuangan,
keluhan pelanggan atau anak buah, harapan atasan atau evaluasi kinerja yang akan
dilangsungkan (Robbins dan Coulter 2004).
Gambar 2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter
Evaluasi Efektivitas Keputusan
Implementasi Alternatif
Pemilihan Alternatif
Analisis Alternatif
Penyusunan Alternatif
Alokasi Bobot ke Kriteria
Identifikasi Kriteria Keputusan
Identifikasi Masalah
8
Langkah kedua adalah mengidentifikasi kriteria keputusan. Setelah
pengambil keputusan mengidentifikasi masalah yang membutuhkan perhatian,
kriteria keputusan yang penting untuk memecahkan masalah tersebut haruslah
diidentifikasi, artinya para pengambil keputusan harus menentukan apa yang
relevan dalam mengambil keputusan (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah ketiga adalah memberi bobot ke kriteria. Kriteria yang
diidentifikasi dalam langkah kedua tidak semuanya sama penting. Oleh karenanya
para pengambil keputusan harus memberi bobot ke butir-butir tersebut untuk
memberinya prioritas yang tepat dalam keputusan itu. Idenya adalah
menggunakan preferensi pribadi pengambil keputusan untuk memberi prioritas
kepada kriteria yang pengambil keputusan identifikasi dalam langkah kedua
dengan memberi bobot ke masing-masing kriteria itu (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah keempat adalah menyusun alternatif. Langkah keempat menuntut
para pengambil keputusan membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat
menyelesaikan masalah itu. Tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengevaluasi
alternatif-alternatif itu, hanya mendaftar saja (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah kelima adalah menganalisis alternatif. Setelah alternatif-alternatif
itu teridentifikasi, pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masing-
masing alternatif itu. Kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif
dievaluasi dengan cara membandingkannya dengan kriteria yang ditetapkan dalam
langkah kedua dan ketiga. Dari perbandingan itu, kekuatan dan kelemahan
masing-masing alternatif menjadi jelas (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah keenam adalah memilih sebuah alternatif. Langkah keenam
merupakan tindakan penting yakni memilih alternatif terbaik dari alternatif yang
dipertimbangkan. Pengambil keputusan telah menentukan semua faktor yang
terkait dalam keputusan itu, meberi bobot dan mengidentifkasi serta menganalisis
alternatif-alternatif yang bisa berhasil. Sekarang pengambil keputusan semata-
mata harus memilih alternatif yang menghasilkan angka paling tinggi dalam
langkah kelima (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah ketujuh adalah mengimplementasikan alternatif terpilih. Meskipun
proses pemilihan itu telah selesai dalam langkah terdahulu, keputusan tersebut
masih dapat gagal jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
9
langkah ketujuh membahas upaya melaksanakan keputusan tersebut menjadi
tindakan. Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu kepada orang-
orang yang terpengaruh dan mendapatkan komitmen mereka atas keputusan
tersebut (Robbins dan Coulter 2004).
Langkah kedelapan adalah mengevaluasi efektivitas keputusan. Langkah
terakhir dalam proses pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan
tersebut untuk melihat apakah masalahnya telah terpecahkan (Robbins dan
Coulter 2004).
Dalam memilih dan menentukan alternatif keputusan biasanya ada dua
macam proses, yaitu proses pengambilan keputusan yang rasional dan yang hanya
menggunakan intuisi. Proses pengambilan keputusan yang rasional mencakup
proses berikut ini, yaitu: 1) memahami pentingnya suatu keputusan yang harus
diambil; mengumpulkan informasi dan mempertimbangkan alternatif-alternatif
yang sesuai sebelum menentukan keputusan, pengumpulan berbagai alternatif
keputusan yang sesuai perlu dilakukan; dan 3) memilih alternatif yang tepat
(Guhardja et al 1992). Teori pengambilan keputusan lain berasal dari John A
Howard dan Jagdish N Sheth. Keduanya mengembangkan sebuah model
pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai Howard and Sheth Model
(Gambar 3). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi
produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor
perbedaan individu konsumen, (c) faktor lingkungan konsumen. Proses keputusan
konsumen terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan, pencarian infomasi, evaluasi
alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen. Pemahaman terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada
pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih baik
(Engel et al 1994).
10
Gambar 3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model
Istilah kelompok acuan (refence group) didefinisikan sebagai orang atau
kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu.
Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi
perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku
(Engel et al 1994).
Terdapat tiga cara dasar di mana kelompok acuan mempengaruhi pilihan
konsumen, yaitu pengaruh utilitarian, pengaruh ekspresif nilai dan pengaruh
informasi. Pengaruh utilitarian (utilitarian influence), yaitu tekanan yang
diterapkan oleh kelompok acuan kepada individu untuk patuh dengan norma
kelompok. Pengaruh ekspresif nilai (value-expresive influence) adalah tekanan
untuk mengalami asosiasi psikologis dengan suatu kelompok melalui penyesuaian
dengan norma, nilai-nilai atau perilakunya, walaupun tidak berusaha menjadi
anggotanya. Pengaruh informasi (informational influence) adalah pengaruh teman
atau juru bicara, yang konsumen sering terima sebagai pemberian bukti yang
dapat dipercaya dan dibutuhkan megenai realitas (Engel et al 1994).
IMPLIKASIStrategi PemasaranKebijakan Publik
Pendidikan Konsumen
STRATEGIPEMASARAN
PerusahaanPemerintahOrganisasi NirlabaPartai Politik
PERBEDAANINDIVIDU
1. Kebutuhan danMotivasi
2. Kepribadiaan3. Pengolahan
Informasi danPersepsi
4. Proses Belajar5. Pengetahuan6. Sikap
FAKTORLINGKUNGAN1. Budaya2. Karakteristik
Sosial Ekonomi3. Keluarga dan
Rumahtangga4. Kelompok
Acuan5. Situasi
Konsumen
PROSESKEPUTUSAN
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian dan Kepuasan
11
Dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan
terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: 1) pengambilan
keputusan konsesus dimana keputusan diambil secara bersama-sama oleh anggota
keluarga; 2) pengambilan keputusan akomodatif dimana keputusan diambil oleh
orang yang dominan berdasarkan pendapat orang yang dominan tersebut; dan 3)
pengambilan keputusan de facto dimana keputusan diambil karena terpaksa
(Guhardja et al 1992).
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan
suami istri dalam mengambil keputusan. Ada dua pola pengambilan keputusan,
yaitu pola tradisional dan pola modern. Pengambilan keputusan pada pola
tradisional dilakukan oleh suami, sedangkan sang istri hanya sebagai pendukung
dari keputusan. Pengambilan keputusan dalam pola modern dilakukan keluarga
secara bersama-sama dimana ada semacam hak istri tanpa menghilangkan peran
masing-masing (Guhardja et al 1992).
Jenis-Jenis Energi
Energi adalah sumberdaya yang mempunyai potensi untuk melaksanakan
kegiatan, secara ringkas dapat pula dikatakan sebagai sumber tenaga. Dilihat dari
sifat sumbernya energi terdiri atas sumber tenaga yang dapat diperbaharui
(renewable) dan tidak dapat diperbaharui (not renewable) (Guhardja et al 1992).
Energi yang tidak dapat diperbaharui (not renewable) umumnya bersifat
terbatas karena tidak dapat diperbaharui atau ditambah bila telah berkurang atau
habis terpakai, sebagai contoh adalah energi yang berasal dari minyak bumi
(termasuk minyak tanah, bensin, dan solar), gas alam, batubara, nuklir, dan lain-
lain. Permintaan terhadap energi not renewable ini umumnya tidak terbatas,
selama manusia melakukan kegiatan, maka selama itu pula terdapat permintaan
terhadap energi ini, oleh karena itu diberlakukan perlindungan dan pemeliharaan
terhadap penggunaan energi, yang dikenal dengan istilah ”konservasi energi”
(Guhardja et al 1992).
Energi terbaharui berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti sinar
matahari, angin, air yang mengalir, proses biologi, dan gheotermal (Wikipedia
2008), sedangkan menurut Blackburn (1988) sumber-sumber energi terbaharui
yang selalu tersedia adalah panas matahari secara langsung, tenaga air, tenaga
12
angin, atau energi yang berasal dari fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Energi ini
berbeda dari energi yang berasal dari energi fosil, yang bila telah dibakar akan
habis dan tidak dapat lagi kita pakai.
Energi surya yang juga muncul secara tidak langsung sebagai hujan, angin
atau bahan-bahan organik (biomassa). Biomassa ini dapat langsung digunakan
sebagai energi atau diubah dahulu menjadi energi cair atau gas. Aliran energi
terbaharui nonsurya berasal dari panas yang ada dalam kerak bumi (energi
geotermal) atau dari pergerakan air pasang (Blackburn 1988).
Menurut Prasad (2000) energi renewable di Fiji diantaranya solar, angin,
hydro, dan biomassa. Biomassa ditemukan dengan sangat ekstensif yang
digunakan untuk memasak, pengeringan, dan listrik di pabrik gula.
Dasar-Dasar Teknologi Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup
dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa
diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik
(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin
menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem
Biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu,
tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam
sistem Biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di
sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal
dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat
mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain
seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara (Anonim 2008).
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan
masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan
Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan
oleh intial surface absorption test (ISAT) menunjukkan bahwa aktivitas
metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar
8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
13
digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut
yang kemudian menghasilkan gas (disebut Biogas). Biogas yang telah terkumpul
di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung
penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya (Anonim 2008).
Pada akhir abad ke-19 telah dilakukan beberapa riset mengenai biogas.
Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan
beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama
Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester
kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor.
Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun
1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara
berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu
ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat
pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO 1981 dalam
Rahman 2005).
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan
Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit
biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara
dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan
bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa
penyaluran biogas yang terbentuk (Rahman 2005).
Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk
menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas,
mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan
untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas
sebagaimana halnya elpiji (Rahman 2005)
Adapun tahapan pembentukan biogas adalah: a) Buat campuran kotoran
ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas); b) masukan bahan biogas
ke dalam reaktor melalui tempat pengisian, selanjutnya akan berlansung proses
produksi biogas di dalam reaktor; c) Setelah kurang lebih sepuluh hari reaktor
dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya
biogas yang dihasilkan; d) Biogas sudah dapat digunakan sebagai energi untuk
14
memasak dan penerangan; e) Sekali-sekali reaktor digoyangkan supaya terjadi
penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas,
lakukan juga pada pengisian reaktor; dan f) Pengisian bahan biogas dapat
dilakukan setiap hari setiap pagi dan sore hari (Lampiran 3). Sisa pengolahan
bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor
setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas
tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan
basah maupun kering (Anonim 2008).
Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Wilayah Provinsi Jawa Barat yang sangat potensial untuk pengembangan
digester yang menghasilkan energi biogas, yaitu Bandung, Ciamis, Tasikmalaya,
Garut, Cianjur dan Sukabumi, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Kuningan. Adapun
secara garis besar rata-rata spesifikasi digester biogas di Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 2 (Nurhasanah et al 2006).
Tabel 2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah Provinsi Jawa Barat
No. Spesifikasi Keterangan1. Tipe digester 1. Tipe plastik (Kab. Bandung, Garut)
2. Tipe fixed dome (Kab. Bogor, Cianjur)2. Kapasitas 1. untuk 1-2 sapi potong (Bandung)
2. untuk 6 – 12 sapi potong/sapi perah (Bogor)3. Kepemilikan 1. Milik sendiri (peternak) (Bandung)
2. Bantuan Dinas peternakan Kab. Bogor4. Kegunaan 1. Untuk memasak (rumahtangga) (Bandung)
2. Untuk memasak dan penerangan (Bogor)5. Waktu pembangunan digester 1. Tahun 2005 (Bandung)
2. Tahun 2000 (Bogor)6. Sumber biomasa Kotoran sapi potong dan sapi perah
Bila diamati menurut kabupaten yang berkembang saat ini, dapat dilihat
perkembangan biogas pada masing-masing daerah seperti penjelasan berikut ini:
1. Kabupaten Bogor
Perkembangan pengolahan kotoran ternak menjadi energi biogas di
wilayah Kebon Pedes, Kabupaten Bogor sudah cukup baik, karena didukung oleh
instansi pemerintah, yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Disini digester
dikelola oleh kelompok peternak secara mandiri. Masing-masing peternak rata-
rata memiliki 6 sapi, apabila peternak hanya memiliki 1-2 sapi, maka bergabung
dengan tetangganya sehingga satu digester untuk beberapa rumah. Digester
15
merupakan jenis fixed dome. Gas yang dihasilkan digunakan oleh masyarakat
untuk memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006).
Selain itu di wilayah Cibanteng Ciampea Kabupaten Bogor, juga sudah
ada digester di Pondok Pesantren Darul Fallah yang merupakan hasil kerjasama
antara Ponpes dengan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong,
Tanggerang. Digester ini dibuat untuk kapasitas 10-12 ekor sapi dan jenis disain
fixed dome dengan gas dihasilkan sekitar 6 m³ per hari. Gas yang dihasilkan
digunakan untuk proses memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006).
2. Bandung
Menurut Andreas (2006) dalam Nurhasanah et al (2006) proyek
pengembangan biogas telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, namun
perkembangannya sampai saat ini kurang signifikan, karena masyarakat lebih
memilih energi fosil sebagai energi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya
perawatan dan harga BBM yang cukup murah, sehingga apabila digunakan untuk
keperluan memasak saja hal ini dirasakan kurang manfaatnya, disamping itu untuk
pembuatan digester diperlukan investasi awal yang cukup mahal, sehingga
peternak enggan mengembangkannya. Mempertimbangkan keadaan tersebut
Andreas mencoba membuat digester dengan bahan plastik, ini bertujuan menekan
biaya investasi awal sehingga masyarakat khususnya peternak sapi tertarik untuk
memanfaatkan energi biogas dengan pertimbangan murah dan tersedia bahan yang
semula hanya diperuntukan sebagai pupuk kompos saja. Hasil gas perharinya
dari digester dengan volume reaktor 5.000 liter akan setara dengan 2.5 liter
minyak tanah jadi jumlah perbulannya setara dengan 75 liter minyak tanah.
Sedangkan investasi yang diperlukan untuk pembuatan seperangkat alat biogas
sekitar 1,75 juta rupiah.
Dengan investasi yang cukup murah diharapkan masyarakat akan tertarik
untuk menggantikan bahan fosil ke bahan biogas, namun harapan tersebut juga
kurang direspon oleh masyarakat, karena penggunaan biogas dianggap kurang
praktis dibandingkan dengan bahan fosil yang murah dan mudah didapatkan.
Setelah pemerintah melakukan kebijakan pengurangan subsidi BBM akhir tahun
2005 yang membuat harga bahan fosil meningkat tajam barulah masyarakat
16
melirik penggunaan bahan biogas. Hal ini terlihat dari permintaan masyarakat
terhadap reaktor biogas tahun 2005 yang cukup besar, yaitu sekitar 200 buah.
Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas
Kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan
rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan
ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan
ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya
menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi
pertaniannya karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai
dan kualitas pupuk yang lebih baik (Anonim 2008).
Menerapkan teknologi baru kepada masyarakat desa merupakan suatu
tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan, pengetahuan dan
wawasan yang mereka miliki. Terlebih lagi pada penerapan teknologi biogas.
Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran lembu bisa menghasilkan api. Selain
itu juga mereka merasa jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan
Biogas. Di Desa Plangkrongan, perlu waktu 2 tahun hanya untuk membangun
sebuah unit biogas percontohan. Metode yang dipergunakan untuk
mensosialisasikan biogas adalah dengan memilih sebuah keluarga sebagai
khalayak sasaran antara (KSA) yang diharapkan menjadi pelopor dan bisa
mengembangkan biogas itu kepada masyarakat sebagai khalayak sasarannya
(Anonim 2008).
Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas
1. Cina
Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, sebanyak
5.000.000 rumahtangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang
banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak
dan manusia serta limbah pertanian (Anonim 2008).
2. India
Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas
Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999,
sebanyak 3.000.000 rumahtangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang
17
digunakan model sumur tembok dan drum serta dengan bahan baku kotoran
ternak dan limbah pertanian (Anonim 2008).
3. Indonesia
Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, selanjutnya pada tahun 1981
melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun
contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup
berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga
BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih
memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan
ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor
biogas skala kecil (rumahtangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik
siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah (Anonim 2008).
Penggunaan Energi
Bentuk penerapan konservasi energi berupa usaha membatasi pemakaian
energi guna kelangsungan hidup manusia, yang pada akhirnya berdampak pada
lingkungan sekitarnya. Dengan melakukan pembatasan terhadap pemakaian
energi seperti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor dapat menghemat
energi bahan bakar minyak serta dapat mengurangi pencemaran asap kendaraan
bermotor terhadap lingkungan. Sebagai contoh dari pemakaian energi yang
berbentuk pemakaian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, yang demikian padat
seiring dengan laju peningkatan penduduk dan pembangunan telah menyebabkan
permintaan terhadap BBM juga meningkat. Hal ini menyebabkan eksploitasi
terhadap sumber BBM baik di wilayah perairan maupun daratan yang diduga
merupakan sumber BBM, sehingga menyebabkan lingkungan di sekitar turut
berubah dengan adanya pengeboran terhadap sumber BBM, disamping itu
peningkatan volume kendaraan menyebabkan volume asap kendaraan bermotor
juga meningkat, sehingga udara yang dihisap manusia disekitarnya bukan lagi
udara bersih yang layak dihirup sesuai standar kesehatan. Dengan demikian
pemakaian energi berlebihan mempengaruhi bukan saja kualitas lingkungan tetapi
juga kualitas manusianya (kesehatan manusia) (Guhardja et al 1992).
18
Prinsip Penggunaan Energi
Secara alami setiap kegiatan memerlukan energi untuk menggerakkannya,
dalam hal ini energi merupakan input yang harus selalu ada dalam proses untuk
memperoleh output. Input energi dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik
sumber energi yang ”renewable” maupun ”not renewable”. Sumber energi
renewable merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dalam jangka waktu
relatif pendek, contohnya energi kayu bakar dapat diperbaharui atau ditambah
kuantitasnya melalui penanaman pohon penghasil kayu (Guhardja et al 1992).
Konsumen atau pemakai energi memerlukan biaya untuk memperoleh
energi. Demikian pula dalam upaya konservasi energi diperlukan biaya,
tergantung pada kapasitas usaha konservasi itu sendiri. Bagi Pemerintah Indonesia
khususnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) upaya ini dilakukan dengan
penyuluhan pada masyarakat yang terdiri atas konsumen rumahtangga,
perusahaan, instansi, pabrik/industri skala besar maupun kecil melalui media
massa (televisi, radio, leaflet, poster dan lain-lain) yang berisi pesan untuk
melakukan penghematan penggunaan listrik. Upaya konservasi energi adalah
untuk menjaga lingkungan dari pencemaran, biasanya biaya untuk upaya ini
dikeluarkan pemakai energi sebagai kompensasi atas limbah energi yang
menyebabkan lingkungan tercemar. Oleh karena bumi tidak sanggup untuk
menyerap seluruh polutan (zat yang menimbulkan polusi) maka konsumen
khususnya industri wajib mengawasi pembuangan limbah. Untuk memelihara
lingkungan tersebut, melalui analisa terhadap kadar pencemaran, yang dikenal
sebagai AMDAL (Analisa mengenai dampak lingkungan) (Guhardja et al 1992).
Dalam memacu perkembangan pembangunan di Indonesia, di satu sisi
penggunaan teknologi dan industri merupakan salah satu prasyarat, yang pada sisi
lain memungkinkan adanya cemaran/polutan pada lingkungan guna mengimbangi
hal ini diperlukan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yang biasa disebut
“sustainable development” Emil Salim (1989) dalam Guhardja et al (1992).
Dengan demikian dalam merencanakan penggunaan teknologi dan industri telah
dimasukkan biaya kompensasi terhadap lingkungan (Guhardja et al 1992).
19
Konsumsi Energi dalam Rumahtangga
Penggunaan energi dalam rumahtangga bervariasi, namun digunakan
sebagai sumber tenaga panas untuk memasak, menghangatkan tubuh, menyetrika
(kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji), sebagai tenaga penerangan (minyak tanah,
listrik), sebagai tenaga pemacu mesin: televisi, radio, kulkas, mobil (listrik,
bensin, solar) (Guhardja et al 1992).
Variasi penggunaan energi tergantung pada pendapatan (tinggi atau rendah),
cuaca (musim dingin, musim panas khusus untuk Negara beriklim empat), harga
energi, besar keluarga dan struktur keluarga (umur), dan lain-lain, bisa juga faktor
sosial budaya; adat (Guhardja et al 1992).
Manajemen Keuangan dan Energi Keluarga
Menurut Guhardja et al (1992) sesuai dengan fungsinya sebagai sumber
tenaga dan sumber penggerak aktivitas, maka sumberdaya energi akan senantiasa
dibutuhkan manusia guna kelangsungan hidup, kesehatan dan kesejahteraan umat
manusia pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
pengelolaaan terhadap input yang berupa:
a. Pengaturan kebutuhan akan energi, serta mengutamakan kebutuhan
daripada keinginan.
b. Pengaturan standar penggunaan energi, artinya menciptakan gaya hidup
yang tidak boros.
Pengaturan sumberdaya termasuk upaya konservasi energi yang menjaga
kelestarian sumber energi dan lingkungan hidup manusia serta pengaturan
sumberdaya lain misalnya individu yang terlibat(Guhardja et al 1992).
Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur
dari sumber daya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga
menunjukkan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang
dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas
(Guhardja et al 1992).
Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas,
tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian
pendapatan serta pemilikan asset lainnya. Sedangkan di lain pihak, keinginan dan
kebutuhan setiap keluarga dan anggotanya relatif tidak terbatas. Bahkan keinginan
20
dan kebutuhan akan barang atau jasa dari setiap keluarga dan anggotanya dari
waktu ke waktu selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Pemenuhan dari
keinginan dan kebutuhan dari setiap keluarga dan anggotanya pada dasarnya
merupakan bagian dari tujuan setiap keluarga. Dengan demikian pemanfaatan
sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha
manajemen keuangan yang baik dan efektif. Walaupun manajemen tidak bisa
membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan
penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua
kepala keluarga (Guhardja et al 1992).
Cashflow atau arus kas adalah aliran uang yang mengalir mulai dari kita
mendapatkan uang tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan
mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin. Pengetahuan akan
cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan kacau balau dan
terpantau. Ada sebuah ungkapan yang cukup menarik “tidak peduli keuangan
Anda sedang defisit, yang penting Anda tahu kemana mengalirnya uang tersebut”
(Kiyosaki dan Lechter 2006).
Pendapatan
Pendapatan (income) adalah kegiatan yang bertujuan memasukkan
uang/harta. Biasanya pendapatan dapat diperoleh dari dua aktivitas, yaitu gaji dan
investasi. Gaji diperoleh dari status kita sebagai pegawai/karyawan/
professional/konsultan. Dalam sebuah keluarga gaji ini bisa diperoleh oleh suami
dan istri yang bekerja (Kiyosaki dan Lechter 2006).
Menurut Sumarwan (2003) pendapatan merupakan imbalan yang diterima
oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah.
Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumber
daya material penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan itulah,
konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya.
Hasil Investasi diperoleh dari aktivitas kita dalam mengembangkan
uang/harta dalam berbagai cara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
berinvestasi yaitu Deposito, Properti, Saham, Hasil Usaha, Reksadana, Obligasi,
21
dan lain-lain. Seluruh pendapatan kita tersebut biasanya disimpan dalam bentuk
tunai atau di bank/ATM (Kiyosaki dan Lechter 2006).
Perencanaan
Perencanaan didefinisikan sebagai tindakan yang telah diperhitungkan
sebelumnya, dan merupakam realitas dari keputusan-keputusan tentang standar
dan urutan tindakan untuk mencapai tujuan (Guhardja et al 1992). Perencanaan
mencakup kegiatan mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi
menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang
menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan
organisasi. Perencanaan menyangkut hasil (apa yang harus dikerjakan) dan sarana
(bagaimana cara melakukannya). Pengambil keputusan dapat mengidentifikasi
sekurang-kurangnya empat alasan untuk merencana. Perencanaan memberi arah,
mengurangi dampak perubahan, meniminalkan pemborosan dan kegiatan rangkap
dan menjadi standar yang digunakan dalam pengawasan (Robbins dan Coulter
2004).
Perencanaan sering disebut fungsi manajemen primer karena menjadi dasar
bagi semua fungsi lain yang dilakukan para manajer. Rencana adalah dokumen
yang merangkum cara mencapai sasaran dan biasanya menggambarkan alokasi
sumber daya, penyusunan jadwal dan tindakan lain yang diperlukan untuk
mencapai sasaran itu (Robbins dan Coulter 2004). Kegunaan dari perencanaan
adalah a) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan; b) menyelenggarakan
pekerjaan secara terarah untuk mencapai tujuan; c) mengalokasikan sumberdaya
secara efektif dan efisien; dan d) mempermudah evaluiasi/menilai pekerjaan yang
dilakukan (Guhardja et al 1992).
Individu-individu mungkin berbeda dalam keahlian membuat perencaan
karena perbedaan dalam kualitas demografi, orientasi waktu, pandangan ke masa
depan dan kontrol internal atau eksternal. Ciri-ciri rencana, yaitu jelas isinya,
tujuan terinci dengan baik, strandar yang khusus urutan jelas dan realiostik serta
siap untuk disesuaikan apabila ada perubahan selama pelaksanaan
[implementation] (Guhardja et al 1992).
22
Alokasi Pengeluaran Rumahtangga
Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian
yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran
keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan
menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan
peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994).
Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan
pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan,
perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh
keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Pengeluaran berarti
seluruh kegiatan yang mengakibatkan uang kita berkurang. Dari diagram kita bisa
melihat banyak sekali kebutuhan akan pengeluaran keluarga kita, sehingga bila
tidak diatur dengan baik maka akan membuat keuangan keluarga menjadi kacau
dan bila sudah kronis dapat menuju ke jurang kebangkrutan (Kiyosaki dan Lechter
2006).
Secara umum sebuah keluarga memiliki beberapa pengeluaran seperti
pengeluaran rumahtangga, cicilan utang, premi asuransi, pembantu rumahtangga,
keperluan anak, transportasi, zakat/pajak, hiburan/rekreasi, kegiatan sosial,
fashion, dan sebagainya (Kiyosaki dan Lechter 2006).
Bila kita perhatikan selama ini, kesalahan yang sering dilakukan oleh
kebanyakan keluarga adalah hanya berkutat pada pendapatan yang berasal dari
gaji yang terus-menerus dikuras untuk menutupi pengeluarannya. Sangat sedikit
dari keluarga kita yang mulai melakukan aktivitas-aktivitas investasi sebagai
sumber pendapatan keluarganya. Padahal bila kita rajin melakukan investasi,
maka hasil dari investasi tersebut sebenarnya sudah dapat menutupi segala macam
pengeluaran kita, bahkan bisa jauh lebih besar dari gaji yang kita terima selama
ini (Kiyosaki dan Lechter 2006).
Uraian di atas adalah sebuah kondisi ideal yang selayaknya dicapai oleh
setiap keluarga. Bila keluarga Anda saat ini masih bergantung sepenuhnya pada
aliran pemasukan dari gaji setiap bulan, maka sudah waktunya untuk sedikit demi
sedikit menyisihkan uang Anda agar bisa membuat aliran pemasukan baru yang
berasal dari investasi (Kiyosaki dan Lechter 2006).
23
Engel (1983) dalam Sumarwan (2003) menyatakan bahwa semakin sejahtera
seseorang, maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli pangan.
Sesuai dengan hukum tersebut BPS (2002) dalam Samon (2005) menyebutkan
bahwa di negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada
rumahtangga adalah pengeluaran untuk pangan. Hal ini berbeda dengan negara
maju yang memiliki persentase pengeluaran rumahtangga terbesar untuk
pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi
dan lainnya. Keadaan ini juga terjadi di rumahtangga.
Pengeluaran keluarga menurut Biro Pusat Statistik (2008) dalam Shinta
(2008) dibedakan atas pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran nonpangan.
Pengeluaran untuk pangan meliputi tindakan konsumsi terhadap bahan pangan
kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak dan lemak, minuman, serta makanan jadi. Komoditi pangan yang
berpengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula
pasir, telur, tahu, tempe, mie instant dan minyak goreng (BPS 2008 dalam Shinta
2008).
Sementara pengeluaran untuk nonpangan meliputi biaya untuk perumahan,
energi, penerangan, air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama
lainnya. Pengeluaran untuk biaya transportasi, listrik, energi dan perumahan
merupakan kebutuhan yang berpengaruh terhadap pergeseran garis kemiskinan
bukan makanan (BPS 2008 dalam Shinta 2008).
Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga
akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku
tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota
keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya.
Teori ekonomi mengasumsikan bahwa seseorang bertindak secara rasional
dalam mencapai tujuannya dan mengambil keputusan yang konsisten demi tujuan
tersebut. Soembodo (2004) dalam Shinta (2008) mengemukakan beberapa macam
kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup secara wajar, yaitu:
1. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan.
2. Kebutuhan sandang atau pakaian.
24
3. Kebutuhan papan atau tempat berteduh.
4. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya.
Pelaksanaan
Pelaksanaan (implementing) adalah melaksanakan (actuating) rencana dan
prosedur standar dan urutannya serta pengawasan (controlling) dari kegiatan-
kegiatan, yaitu pengecekan atau pembandingan antara kegiatan pelaksanaan dan
rencana-rencana, jika perlu diadakan penyesuaian standar dan urutan-urutan yang
tercantum dalam perencanaan agar peluang keberhasilan mencapai hasil
meningkat (Guhardja et al 1992). Pengawasan adalah proses memantau kegiatan
untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan seperti yang telah
direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.
Pengawasan itu penting karena merupakan kaitan terakhir dalam fungsi
manajemen. Pengawasan merupakan satu-satunya cara manajer mengetahui
apakah sasaran organisasi itu tercapai atau tidak dengan disertai alasannya.
Kenyataannya manajemen merupakan proses yang berlangsung terus dan kegiatan
pengawasan menyajikan kaitan kembali yang amat penting ke perencanaan
(Gambar 4). Jika para manajer tidak melakukan pengendalian, manajer tidak
mempunyai cara untuk mengetahui apakah sasaran dan rencana manajer itu sesuai
target dan apa tindakan di masa depan yang harus diambil (Robbins dan Coulter
2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan, yaitu: karakteristik
individu, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan karakteristik tugas
(Guhardja et al 1992).
Gambar 4 Proses pelaksanaan manajemen
Perencanaan- Sasaran- Tujuan- Strategi- Perencanaan
Memimpin- Motivasi- Kepemimpinan- Komunikasi- Perilaku individu
dan kelompok
Pengawasan- Standar- Ukuran- Perbandingan- Tindakan
Pengorganisasian- Struktur- Manjer
sumbedayamanusia
KERANGKA PEMIKIRAN
Pengambilan keputusan adalah suatu proses menetapkan suatu keputusan
yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan fakta, data dan informasi dari
sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan
resiko terkecil, efektif dan efisien, yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
datang (Guhardja et al 1992). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau
mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (1)
kegaiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (2)
faktor perbedaan individu konsumen dan (3) faktor lingkungan konsumen
(Sumarwan 2003). Dua dari tiga faktor diatas diamati dalam penelitian ini, yaitu
faktor perbedaan individu konsumen dan faktor lingkungan konsumen.
Dalam proses pengambilan keputusan itu, selain faktor pribadi dan
lingkungan, akses informasi juga sangat penting. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini diteliti pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan.
Perbedaan individu konsumen yang diamati dalam hal ini adalah
pengetahuan ibu mengenai biogas, sedangkan faktor lingkungannya adalah
karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga meliputi usia suami dan istri, tingkat
pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan
per kapita per bulan dan pengeluaran untuk energi memasak. Selain karakteristik
keluarga dilihat pula pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan
penggunaan biogas.
Pengambilan keputusan dalam keluarga akan terkait dengan manajemen
sumberdaya keluarga. Sebelum diakukan pengambilan keputusan, biasanya
dilakukan perencanaan-perencanaan terkait dengan keputusan tersebut. Dalam
penelitian ini manajemen sumberdaya keluarga yang diteliti mencakup
perencanaan dan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi. Perencanaan
meliputi jenis energi yang akan digunakan keluarga, jenis pengeluaran yang
dilakukan keluarga dan lain-lain.
Menurut Guhardja et al 1992 faktor yang mempengaruhi perencanaan
keluarga adalah umur, tahapan siklus keluarga (sangat berkorelasi dengan umur),
pengalaman dan pendidikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
manajemen sumberdaya keluarga adalah karakteristik individu, karakteristik
26
keluarga (siklus hidup keluarga, umur anak-anak, dan besar keluarga),
karakteristik lingkungan serta karakteristik tugas.
Dalam kegiatan keluarga kadang proses pengambilan keputusan diawali
dengan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, baru dilakukan pengambilan
keputusan. Kadang pula dilakukan proses pengambilan keputusan terlebih dahulu,
lalu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan.
27
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Pengambilan KeputusanPenggunaan Energi
- Biogas- Nonbiogas
Manajemen Keuangan dan Energi(Perencanaan dan Pelaksanaan)
90
Akses Informasi
Karakteristik Keluarga Usia suami dan istri Tingkat pendidikan suami
dan istri Pekerjaan suami dan istri Pengetahuan istri mengenai
biogas Besar keluarga Pendapatan per kapita per
bulan Pengeluaran untuk energi
memasak
28
METODE PENELITIAN
Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional
study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang bersamaan
pada dua kelompok yang berbeda. Kedua kelompok ini adalah kelompok keluarga
penguna biogas dan nonbiogas. Disain ini digunakan untuk mendapatkan data
yang nyata mengenai alasan pemilihan energi yang digunakan dan alokasi
pengeluaran setiap bulan serta cara-cara pengambilan keputusan untuk kedua hal
tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap masyarakat Desa Haurngombong, Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Tempat penelitian ini dipilih dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan tempat didasari oleh telah
diketahuinya bahwa Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa
mandiri energi. Bahkan desa ini pernah menjadi juara empat (4) dalam lomba
Desa Mandiri Energi Nasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei -
September 2009.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa
Haurngombong, sedangkan responden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh
yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu
kelompok pengguna biogas dan kelompok pengguna nonbiogas. Tujuan
pemisahan kelompok ini untuk mengetahui perbedaan penggunaan energi oleh
masyarakat. Pengambilan contoh pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah
minimal yang mengikuti sebaran normal, yaitu 30 orang untuk setiap kelompok
responden, sehingga jumlah responden adalah 60 orang. Pemilihan responden
dengan cara teknik purposive sampling.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data
primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik keluarga meliputi usia suami
29
dan istri, tingkat pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan
per kapita per bulan, jumlah ternak, akses informasi mengenai biogas, serta
pengetahuan istri tentang biogas; (2) perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan
energi; (3) perilaku penggunaan energi; dan (4) pengeluaran keluarga, meliputi
pengeluaran untuk energi dan nonenergi.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi (1) monografi desa serta (2)
gambaran umum wilayah penelitian. Data sekunder diperoleh dari kantor desa.
Jenis dan cara pengumpulan data yang dikumpulkan dijelaskan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan cara pengukuran data
No Variabel Jenis Data Alat dan Cara Pengukuran
A Data Primer1 Karakteristik Keluarga:
- Usia Istri- Tingkat Pendidikan suami dan istri- Pekerjaan suami dan istri- Pendapatan per kapita per bulan- Besar Keluarga- Jumlah Ternak- Akses informasi mengenai biogas- Pengetahuan istri mengenai biogas
RasioOrdinalNominal
RasioRasioRasioRasioRasio
Kuesioner/ Wawancara
2 Perencanaan dan Pelaksanaan Keuangan danEnergi
Nominal Kuesioner/ Wawancara
3 Perilaku Penggunaan Energi:- Energi yang digunakanBiogasNonbiogas (kayu bakar, listrik, elpiji, minyak
tanah, bensin, sekam)- Penggunaan energi- Lama penggunaan biogas- Alasan penggunaan energi tersebut
Nominal
NominalNominalNominal
Kuesioner/ Wawancara
4 Pengeluaran Keluarga:Pengeluaran panganPengeluaran nonpangan- Pengeluaran energi- Pengeluaran nonenergi
RasioRasioRasioRasio
Kuesioner/ Wawancara
B Data Sekunder1 Monografi desa2 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan editing,
coding, scoring, dan entry data; cleaning dan terakhir data dianalisis dan
diterjemahkan kedalam kalimat. Pengolahan data ini dilakukan dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service
30
Solution (SPSS) versi 15. Melalui kedua program ini dilakukan uji sebagai
berikut:
1. Uji Cronbach Alpha untuk mengukur nilai validitas dan reliabilitas pernyataan
yang mengukur tingkat pengetahuan mengenai biogas dan pertanyaan
mengenai perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi.
2. Analisis deskriptif untuk nilai minimum, maximum, rata-rata, dan standar
deviasi.
3. Uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata masing-masing kelompok usia
suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan
per kapita, pengetahuan tentang biogas, jumlah akses informasi, persentase
pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak.
4. Uji Korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel
penelitian.
5. Analisis Regresi Linier
Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Bentuk umum dari
persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:
EXXXXXXXY 77665544332211
Keterangan:Y = Manajemen keuangan dan energiα = konstanta regresi
1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi
7X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
E = error
Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak.
Bentuk umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:
EDXXXXXXY 17665544332211
31
Keterangan:Y = pengeluaran untuk energi memasakα = konstanta regresi
1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi
1D = bahan bakar yang digunakan
E = error6. Analisis Regresi Logistik
Uji regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan biogas. Bentuk umum dari persamaan regresi
logistik tersebut sebagai berikut:
EXXXXXXXep
p
77665544332211
1ln
Keterangan:α = konstanta regresi
1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi (skor)
7X = manajemen keuangan dan energi (skor)
8X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
Pengkategorian usia mengikuti tahapan usia dari Hurlock 1980, yaitu
dewasa awal untuk usia 18–40 tahun, dewasa madya untuk usia 41–60 tahun, dan
dewasa akhir untuk usia lebih dari 60 tahun.
Kategori pendapatan per kapita dalam penelitian ini disesuaikan dengan
indikator kemiskinan BPS Maret 2009 dimana Pendapatan per kapita kurang dari
sama dengan Rp 175.193 temasuk kategori miskin dan yang lebih dari Rp 175.193
termasuk kategori tidak miskin.
32
Tabel 4 Pengkategorian data penelitian
VariabelPenelitian
IndikatorJenisData
Kategori Skor Data
Usia Usia Rasio Berdasarkan Hurlock (1980)Dewasa awal : 18 – 40 TahunDewasa madya : 40 – 60 tahunDewasa lanjut : > 60 tahun
Pendidikan Jenjang pendidikan Ordinal Berdasarkan jenjang pendidikan1. Tidak Sekolah2. Tamat SD3. TamatSLTP4. Tamat SLTA5. Perguruan Tinggi
Besar keluarga Jumlah anggota keluarga Rasio Berdasarkan BKKBNKecil : < 4 orangSedang : 5 – 6 orangBesar : >7 orang
Pendapatan perkapita
Pendapatan seluruhanggota keluargadibagi jumlah anggotakeluarga
Rasio Berdasarkan sebaran dataMiskin : < Rp 175.193Tidak Miskin : > Rp 175.193
Aksesinformasi,sumberinformasi
Jumlah sumber informasidan sumber informasi
Rasio Berdasarkan sebaran data
Jumlah ternak Ternak yang dimilikiberikut jumlahnya
Rasio Berdasarkan sebaran data1. Tidak punya2. 1 – 2 ekor3. > 2 ekor
Pengetahuantentang biogas
Pengetahuan tentangbiogas
Rasio Berdasarkan interval kelasRendah : skor 0 – 11Sedang : skor 12 – 16Tinggi : skor 17 – 20
Manajemenkeuangan danenergi
Perencanaan danpelaksanaan keuangan danenergi
Rasio Berdasarkan interval kelasRendah : skor 0-7Sedang : skor 8-14Tinggi : skor 15-20
Perilakupenggunaanenergi
Jenis energi Ordinal Berdasarkan penggunaan biogas0 : tidak menggunakan biogas1 : menggunakan biogas
Pengukuran tingkat pengetahuan dengan 20 pernyataan dihitung dengan
pemberian skor pada setiap pernyataan. Dari 20 pernyataan ini diberi skor satu
untuk jawaban yang benar dan nol untuk jawaban yang salah, sehingga skor total
yang diperoleh responden jika menjawab semua dengan benar adalah 20.
Pengetahuan tentang biogas dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah jika tingkat
pengetahuannya kurang dari 60% dengan skor yang diperoleh 0 – 11, sedang jika
tingkat pengetahuan antara 60-80% dengan skor yang diperoleh 12 – 16, dan
33
tinggi jika tingkat pengetahuannya lebih dari 80% dengan skor yang diperoleh
17 – 20.
Perencanaan dan pelaksanaan penggunaan energi dan keuangan diukur
dengan 20 pertanyaan yang jawabannya diberi skor nol dan satu. Dari 20
pernyataan ini diberi skor satu untuk yang melaksanakan perencanaan dan
pelaksanaan, nol untuk yang tidak melaksanakan. Perencanaan dan pelaksanaan
penggunaan keuangan dan energi dikategorikan menjadi tiga menggunakan
perhitungan selang interval, yaitu rendah untuk skor 0-7, sedang untuk skor 8-14,
tinggi untuk skor 15-20.
Definisi Operasional
Biogas adalah limbah kotoran sapi yang dapat digunakan sebagai energi alternatif
untuk memasak dan penerangan sedangkan ampasnya dapat dijadikan pupuk
organik.
Alokasi pengeluaran: proporsi pendapatan responden yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Besar keluarga: jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah maupun
tidak yang biaya hidupnya ditanggung oleh keluarga tersebut.
Karakteristik keluarga : karakteristik dari suatu keluarga yang meliputi usia kepala
keluarga, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, total
pendapatan, jumlah anak, dan jumlah ternak.
Tingkat pendidikan: tingkatan pendidikan formal terakhir yang ditempuh kepala
keluarga. Tingkatan pendidikan ini terdiri dari tidak sekolah, tamat SD,
tamat SMP, tamat SMA, tamat PT.
Manajemen keuangan dan energi : pengelolaan keuangan dan energi yang
meliputi perencanaan dan pelaksanaan dalam penggunaan uang dan
penggunaan energi untuk memasak, transportasi dan penerangan.
Pendapatan per kapita: jumlah seluruh uang yang diperoleh keluarga selama satu
bulan terakhir dibagi jumlah seluruh anggota keluarga.
Pengguna biogas: keluarga yang menggunakan biogas sebagai energi utama yang
digunakan untuk memasak dan penerangan.
Pengguna nonbiogas: keluarga yang menggunakan energi selain biogas sebagai
energi utama yang digunakan untuk memasak dan penerangan.
34
Total pengeluaran keluarga: seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari selama satu bulan terakhir. Pengeluaran
keluarga meliputi pengeluaran pangan dan nonpangan. Pengeluaran
nonpangan terdiri dari pengeluaran energi dan nonenergi
Pengeluaran nonpangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan nonpangan selama satu bulan terakhir termasuk pengeluaran
energi.
Pengeluaran pangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan pangan selama satu bulan terakhir.
Pengeluaran energi: biaya yang dikeluarkan keluarga untuk konsumsi energi baik
itu untuk kayu bakar, minyak tanah, gas maupun biogas yang digunakan
untuk memasak, transportasi dan penerangan yang dikeluarkan selama satu
bulan terakhir.
Pengeluaran nonenergi: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan nonenergi (total pengeluaran nonpangan diluar pengeluaran
energi) selama satu bulan terakhir.
35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaaan Umum Lokasi
Letak dan Luas Wilayah
Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi
Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6o44’-7o83’ Lintang Selatan dan
107o21’-108o21’ Bujur Timur. Kabupaten Sumedang berbatasan dengan
Kabupaten Majalengka di sebelah timur, Kabupaten Garut dan Bandung di
sebelah selatan, Kabupaten Bandung dan Subang di sebelah barat dan Kabupaten
Indramayu dan Majalengka di sebelah utara.
Desa Haurngombong termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan adalah 1 km,
dari pusat pemerintahan Kabupaten adalah 14,6 km dan dari Ibukota Provinsi
Jawa Barat adalah 31 km. Secara administratif batas wilayah Desa Haurngombong
adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciptasari, sebelah
timur berbatasan Desa Cilembu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar
Bakti, sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Manik. Desa
Haurngombong mempunyai luas wilayah sebesar 2,19 km2.
Luas wilayah ini ditempati oleh 1.224 kepala keluarga dengan jumlah
penduduk 4.865 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri dari 2.475 penduduk laki-laki
dan 2.387 penduduk perempuan. Desa Haurngombong terdiri dari tiga dusun,
yaitu Simpang, Pangaseran dan Cipareuag. Setiap dusun memiliki masing-masing
dua rukun warga sehingga jumlah RW di Desa Haurngombong adalah 6 RW dan
jumlah Rukun Tetangga di Desa Haurngombong berjumlah 29 RT.
Pekerjaan penduduk Desa Haurngombong beragam, namun pekerjaan yang
paling banyak digeluti adalah bekerja pada sektor pertanian dan peternakan. Tabel
10 menunjukkan bahwa hampir dua per tiga (65,6%) penduduk Desa
Haurngombong bekerja pada sektor pertanian baik menjadi petani maupun
peternak. Pada Tabel 10 pekerjaan sebagai peternak dimasukkan ke dalam
kategori pekerjaan petani. Jenis pekerjaaan penduduk lainnya pada sektor diluar
pertanian seperti pedagang/wiraswasta/pengusaha (9%), karyawan swasta (8,3%),
tukang batu (5,3%), tukang kayu/mebel (3,7%), supir (3,5%), pengrajin (3%),
36
PNS (0,8%), TNI/Polri (0,1%), penjahit (0,3%), montir (0,3%), dan guru swasta
(0,3%).
Tabel 5 Sebaran mata pencaharian penduduk Desa Haurngombong
No Pekerjaan Jumlah (jiwa) persentase (%)1 Buruh tani 864 38,22 Petani /peternak 621 27,43 Pedagang/wiraswasta/pengusaha 203 9,04 Karyawan swasta 187 8,35 Tukang batu 119 5,36 Tukang kayu 83 3,77 Supir 79 3,58 Pengrajin 69 3,09 PNS 17 0,8
10 Guru swasta 6 0,311 Penjahit 6 0,312 Montir 6 0,313 TNI/Polri 3 0,1
Total 2.263 100
Program DME di Desa Haurngombong
Desa Haurngombong merupakan salah satu desa mandiri energi dengan
energi nonBBM. Desa mandiri energi di Indonesia sendiri ada dua jenis, yaitu
DME yang menggunakan energi nonBBM dan DME yang menggunakan energi
nabati atau biofuel.
Berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Haurngombong Nomor
141/05/SK/DS/2007 tentang disahkannya Desa Harungombong sebagai salah satu
desa mandiri energi (DME). Tujuan dari pelaksanaan program DME di Desa
Haurngombong ini adalah meningkatkan ketersediaan energi alternatif berbasis
biogas sapi perah bagi peternak sapi perah serta anggota masyarakat lainnya di
sentra peternakan sapi perah. DME Haurngombong sangat sesuai untuk
menggunakan energi alternatif biogas karena lebih dari separuh penduduk Desa
Haurngombong adalah peternak.
Berdasarkan SK Kepala Desa Haurngombong nomor 141/05/SK/DS/2007
tertanggal 7 Oktober 2007, maka dibentuklah panitia pembangunan instalasi
biogas Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.
37
Struktur kepanitiaan ini terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, tim teknis dan
tenaga kerja.
Hasil akhir yang diharapkan dari program DME Haurngombong adalah
terpasangnya instalasi biogas dengan optimal yang digunakan oleh keluarga
peternak maupun nonpeternak. Sementara outcome yang diharapkan adalah
peningkatan jumlah instalasi biogas yang ada akan memberikan kontribusi nyata
bagi penghematan energi minyak sehingga mengurangi pengeluaran rumahtangga,
dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat desa pada masa
yang akan datang.
Peternak memenuhi kebutuhan energi untuk rumahtangga dan kegiatan
usaha dari minyak tanah dan kayu bakar. Kebiasaan masyarakat yang sudah
bertahun-tahun dijalani bahkan telah turun-temurun ini membuat program DME
Haurngombong mengalami hambatan, diantaranya: (1) Sumber informasi tentang
biogas yang masih sangat terbatas mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui
potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas; (2) Instalasi biogas yang dinilai
cukup mahal dan dalam persepsi masyarakat merupakan teknologi yang sulit dan
tidak praktis. Kedua hambatan ini ditanggulangi dengan memanfaatkan pola
pembiayaan bergulir melalui Lembaga Keuangan Mikro
(LKM-Usaha Peternakan) yang sudah ada di kelompok peternak.
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Haurngombong ini dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah peternak yang memiliki lebih
dari dua ekor sapi. Kelompok kedua ialah peternak yang memiliki satu sampai
dua ekor sapi. Pada kelompok pertama, peternak dapat menggunakan biogas
bersama keluarga nonpeternak didekat rumahnya. Kotoran sapi yang diperoleh
digunakan untuk penggunaan instalasi biogas, sedangkan limbah sisa biogas dapat
digunakan sebagai pupuk organik. Instalasi biogas ini dibagi kedalam dua tabung
penyimpan gas. Tabung pertama digunakan sebagai energi untuk memasak,
sedangkan tabung kedua digunakan sebagai energi genset untuk penerangan.
38
Gambar 6 Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas program DME
Jumlah peternak di Desa Haurngombong berjumlah 182 Rumahtangga.
Peternak ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: Harapan Sawargi, Harapan
Jaya, dan Wargi Saluyu. Jumlah peternak pengguna biogas pada masing-masing
kelompok sebesar 13 persen peternak Wargi Saluyu, 41 persen peternak Harapan
Jaya dan 100 persen peternak Harapan Sawargi. Total peternak sebesar 31,4
persen di Desa Haurngombong yang menggunakan biogas.
Jumlah pengguna biogas terbanyak berada pada kelompok Harapan
Sawargi yang jumlah peternaknya lebih sedikit jika dibandingkan dengan
kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan ketua Kelompok Peternak Harapan
Sawargi adalah pembuat reaktor biogas sehingga peluang anggota kelompok
untuk diajak menggunakan biogas lebih besar. Program Desa Mandiri Energi di
Desa Haurngombong telah berhasil mengajak 94 keluarga untuk menggunakan
biogas. Penjelasan sebaran jumlah peternak dan pengguna biogas dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di Desa Haurngombong
Kelompok PeternakNo KeteranganWargiSaluyu
HarapanJaya
HarapanSawargi
Jumlah
1 Jumlah Peternak (orang) 115 39 28 1822 Jumlah Ternak (ekor) 429 180 117 7863 Pengguna Biogas
a. Peternak (keluarga) 15 16 28 59b. Nonpeternak (keluarga) 10 15 10 35
Jumlah Penguna biogas 25 31 38 94Sumber : Profil Desa Haurngombong 2009
Peternak dengan 1-2ekor sapi
Instalasi Biogas
Peternak dengan > 2ekor sapi
Nonpeternak
Kelompok Peternak
Pengelola Program
39
Karakteristik Keluarga
Usia Suami dan Istri
Usia suami berkisar antara 28 hingga 60 tahun. Secara keseluruhan lebih
dari separuh suami (51,7) berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya).
Tiga per lima (60%) suami pengguna biogas berada pada kategori dewasa madya.
Sementara pada pengguna nonbiogas lebih dari separuh (56,7%) berada pada
kategori usia dewasa awal (Tabel 7).
Rataan usia suami pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan pengguna
nonbiogas. Rataan usia suami pengguna biogas 43,9 tahun dan nonbiogas 40,8
tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0,068)
[Tabel 7].
Usia istri berkisar antara 23 hingga 54 tahun. Lebih dari separuh (53,3%)
istri pengguna biogas berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya).
Lebih dari tiga per lima (63,3%) istri pengguna nonbiogas berada pada rentang
usia 18-40 tahun (dewasa awal). Berbeda dengan usia suami secara keseluruhan
yang lebih dari separuhnya dewasa madya, lebih dari separuh (55%) usia istri
justru berada pada rentang 18 – 40 tahun (dewasa awal) [Tabel 7].
Rataan usia istri pada pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna
nonbiogas. Rataan usia istri pengguna biogas 40,3 tahun dan nonbiogas 38,9
tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,410)
[Tabel 7].
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri
Biogas Nonbiogas TotalNo Usian % n % n %
Suami1 Dewasa Awal (18 -40 tahun) 12 40 17 56,7 29 48,32 Dewasa Madya (41-60 tahun) 18 60 13 43,3 31 51,7
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 43,9 + 6,9 40,8 + 6,1 42,4 + 6,7
p- value 0,068Istri
1 Dewasa Awal (18-40 tahun) 14 46,7 19 63,3 33 55,02 Dewasa Madya (41-60 tahun) 16 53,3 11 33,3 27 45
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 40,3 + 7,8 38,9 + 5,4 39.6 + 6,7
p- value 0,410
40
Pendidikan Suami dan Istri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga per lima (63,3%)
suami pengguna biogas menempuh pendidikan hingga tamat SD. Sementara
hampir separuh contoh (43,3%) pengguna nonbiogas menempuh pendidikan
hingga tamat SLTP. Secara keseluruhan separuh suami contoh pengguna biogas
dan nonbiogas (50%) menempuh pendidikan hingga tamat SD (Tabel 8).
Rataan lama pendidikan suami penguna biogas lebih rendah daripada
suami pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan suami pengguna biogas 7,1
tahun dan pengguna nonbiogas 7,7 tahun yang bila dilihat dengan uji beda rataan,
tidak terlihat perbedaan yang signifikan [p=0,443](Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu
Biogas Nonbiogas TotalNo Tingkat Pendidikann % n % n %
Suami1 Tidak Sekolah 2 6,7 2 6,7 4 6,72 Tamat SD 19 63,3 11 36,7 30 50,03 Tamat SLTP 3 10 13 43,3 16 26,74 Tamat SMA 6 20 4 13,3 10 16,7
Total 30 100 30 100 30 100Rataan + SD 7,1 + 3,1 7,7 + 2,9 7,4 + 2,9
p- value 0,443Istri
1 Tamat SD 23 76,7 25 83,3 48 802 Tamat SLTP 4 13,3 3 10 7 11,73 Tamat SMA 3 10 2 6,7 5 8,3
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 7,0 + 1,9 6,7 + 1,7 6,9 + 1,8
p- value 0,532
Lebih dari tiga per empat (76,7%) istri pengguna biogas menempuh
pendidikan hingga tamat SD. Hanya sepuluh persen saja yang menempuh
pendidikan hingga tamat SMA. Sama halnya dengan pengguna biogas, sebagian
besar (83,3%) istri pengguna nonbiogas pun menempuh pendidikan hingga tamat
SD. Jumlah pengguna biogas dan pengguna nonbiogas yang menempuh
pendidikan hingga tamat SD tidak jauh berbeda. Sebagian besar istri (80%)
menempuh pendidikan hingga tamat SD. Hanya sebagian kecil (20%) dari contoh
yang menempuh pendidikan hingga jenjang SLTP dan SMA (Tabel 8).
41
Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan
dengan pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas 7
tahun sedangkan pengguna nonbiogas 6,7 tahun. Bila dilakukan uji beda rataan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan p= 0,532 (Tabel 8).
Pekerjaan Suami dan Istri
Pekerjaan suami beragam, namun secara keseluruhan didominasi oleh
peternak (43,3%). Jenis pekerjaan suami lainnya secara berurutan adalah buruh
tani (18,3%), petani (8,3%), karyawan (8,3%), tukang ojek (8,3%), wiraswata
(6,7%), kuli bangunan (3,3%), PNS (1,7%) dan pensiunan (1,7%). Bila dilihat
pada masing-masing kelompok, sebagian besar (86,7%) pengguna biogas bekerja
sebagai peternak. Hal ini disebabkan oleh sumber utama bahan pembuatan biogas
adalah kotoran sapi. Hanya empat keluarga pengguna biogas saja yang bukan
peternak. Sementara bagi pengguna nonbiogas lebih dari sepertiga (36,7%) suami
bekerja sebagai buruh tani (Tabel 9).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri
Biogas Nonbiogas TotalNo Pekerjaann % n % n %
Suami1 Peternak 26 86,7 - - 26 43,32 Petani 1 3,3 4 13,3 5 8,33 Buruh tani - - 11 36,7 11 18,34 Karyawan 1 3,3 4 13,3 5 8,35 Wiraswasta 1 3,3 3 10 4 6,76 Tukang Ojek - - 5 16,7 5 8,37 PNS 1 3,3 - - 1 1,78 Kuli Bangunan - - 2 6,7 2 3,39 Pensiunan - - 1 3,3 1 1,7
Total 30 100 30 100 60 100Istri
1 Karyawan Swasta - - 1 3,3 1 1,72 Buruh tani - - 1 3,3 1 1,73 Wiraswasta 2 6,7 4 13,3 6 104 Tidak bekerja 28 93,3 24 80 52 86,7
Total 30 100 30 100 60 100
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hampir seluruh contoh
(93,3%) pengguna biogas merupakan istri tidak bekerja, dan sebagian besar
contoh (80%) pengguna nonbiogas juga istri tidak bekerja. Secara keseluruhan
42
sebagian besar contoh (86,7%) adalah istri tidak bekerja. Selain itu, sebagian kecil
contoh bekerja sebagai karyawan swasta (1,7%), buruh tani (1,7%) dan
wiraswasta (10%) (Tabel 9).
Besar Keluarga
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga berada pada kategori kecil dan
sedang. Tiga per lima (60%) contoh pengguna biogas merupakan keluarga sedang
dengan anggota keluarga antara 5-6 orang, sedangkan lebih dari tiga perempat
(76,7%) contoh pengguna nonbiogas adalah keluarga kecil dengan anggota
keluarga berkisar antara 3-4 orang (Tabel 10).
Rataan besar keluarga pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna
nonbiogas. Rataan penguna biogas 4,7 (5 anggota keluarga) dan rataan pengguna
nonbiogas 4,17 (4 anggota keluarga). Bila digunakan uji t untuk melihat
perbedaan rataan besar keluarga, dapat diketahui terdapat perbedaan yang nyata
[p=0,000] (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Biogas Nonbiogas TotalNo Jumlah AnggotaKeluarga (jiwa) n % n % n %
1 Kecil (< 4 orang) 12 40 23 76,7 35 58,32 Sedang (5-6 orang) 18 60 7 23,3 25 41,7
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 4,70 + 1,05 4,17 + 0,74 4,43 + 0,94
p-value 0,000
Pendapatan per Kapita
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari
pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya
diterima dalam bentuk uang (Sumarwan 2003). Pendapatan per kapita per bulan
keluarga contoh berkisar antara Rp 100.000 – 420.000. Data penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh (53,3%) keluarga pengguna biogas dan
tiga per lima (60%) keluarga pengguna nonbiogas memiliki pendapatan per kapita
per bulan lebih dari Rp 175.193 sehingga mereka tergolong keluarga yang tidak
miskin (Tabel 11).
43
Rataan pendapatan per kapita pengguna biogas lebih tinggi daripada
pengguna nonbiogas. Rataan pengguna biogas Rp 212.056 sedangkan pengguna
nonbiogas Rp 212.416. Bila rataan pendapatan per kapita diuji dengan uji t, tidak
terlihat perbedaan yang signifikan dengan p=0,986 (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan
Biogas Nonbiogas TotalNo Pendapatan per Kapita(Rp) n % n % n %
1 Miskin (< 175.193) 14 46,7 12 40 26 43,32 Tidak Miskin (>
175.193) 16 53,3 18 60 34 56,7Total 30 100 30 100 60 100
Rataan + SD 212.056 + 89.016 212.416 + 64.739 212.236 + 77.166p- value 0,986
Tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita pengguna biogas
lebih rendah dari pengguna nonbiogas. Hal ini disebabkan oleh pendidikan suami
pengguna biogas yang juga lebih rendah dari suami nonbiogas. Menurut Firdausy
(1999) dalam Puspa (2007) rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang dengan
tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan
rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang yang berpendidikan tinggi.
Kepemilikan Ternak Keluarga Contoh
Ternak yang dimiliki keluarga contoh adalah sapi dan ayam. Telah diketahui
bahwa kotoran sapi mampu menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk
memasak. Oleh karena itu, keluarga yang menggunakan biogas sebagian besar
(86,7%) memiliki sapi. Dari semua pengguna biogas hanya 13,3 persen yang tidak
memiliki sapi. Selain itu, seluruh contoh pengguna nonbiogas tidak memiliki sapi
karena pekerjaannya diluar sektor peternakan (Tabel 12).
Keluarga yang menggunakan biogas tapi tidak memiliki sapi dalam
penelitian ini memperoleh pasokan biogas dari peternak yang memiliki lebih dari
dua ekor sapi. Kepemilikan sapi ini tidak seluruhnya milik pribadi ada beberapa
keluarga yang memilikinya dengan cara ”maro” atau dengan kata lain
kepemilikan sapi tersebut adalah setengah-setengah antara pemilik sapi dan
peternak yang memelihara. Setiap peternak yang menggunakan biogas
mempunyai reaktor dan kompor biogas sendiri, namun pengguna biogas yang
44
tidak memiliki sapi hanya memiliki kompor biogas yang energi biogasnya
disalurkan melalui pipa paralon (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki
Biogas Nonbiogas TotalNo Jumlah ternakn % n % n %
Sapi1 Tidak Punya 4 13,3 30 100 34 56,72 1 – 2 4 13,3 4 6,73 > 2 22 73,4 22 36,7
Ayam1 Tidak Punya 23 76,7 24 80 47 78,32 1 – 2 - - 4 13,3 4 6,73 > 2 7 23,3 2 6,7 9 30
Kepemilikan hewan ternak selain sapi tidak jauh berbeda antara pengguna
biogas dan nonbiogas. Pada kedua kelompok ini hampir seluruh contoh bukan
pemilik ternak ayam. Hanya sebagian kecil saja yang memelihara ayam sebagai
hewan ternak. Pengguna biogas yang tidak memiliki ayam berjumlah 23 keluarga
(76,7%). Sedangkan pada pengguna nonbiogas empat per lima contoh (80%) juga
tidak memiliki ayam sebagai hewan ternak. Secara keseluruhan total contoh yang
tidak memiliki ayam adalah hampir empat per lima (78,3%) [Tabel 12].
Akses Informasi mengenai Energi
Informasi yang diterima contoh dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok
acuan dan media. Kelompok acuan terdiri dari teman, saudara, tetangga, penyuluh
dan petugas desa. Media terdiri dari koran dan televisi. Informasi mengenai biogas
yang diterima oleh masyarakat Desa Haurngombong kebanyakan berasal dari
saudara (43,3%), tetangga (30%) dan teman (3,3%) yang mengerti akan energi.
Untuk penyuluhan sendiri, bukan merupakan akses informasi utama bagi
masyarakat karena meskipun diadakan penyuluhan mengenai penggunaan gas
elpiji ataupun biogas kebanyakan dari contoh (65%) tidak mengikuti penyuluhan
tersebut. (Tabel 13).
45
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh (n=60)
Biogas Nonbiogas TotalNo Aksesn % n % n %
Kelompok acuan1 Teman 2 6,7 0 0,0 2 3,32 Saudara 12 40,0 14 46,7 26 43,33 Tetangga 16 53,3 2 6,7 18 30,04 Penyuluh 15 50,0 6 20,0 21 35,05 Petugas Desa 2 6,7 0 0,0 2 3,3
Media6 Koran 3 10,0 0 0,0 3 5,07 Televisi 14 46,7 0 0,0 14 23,3
Keterangan: jawaban dapat lebih dari satu
Akses yang diperoleh contoh berkaitan dengan energi terbatas. Hal ini
dikarenakan media informasi hanya berpusat pada orang-orang yang terlibat
langsung dengan para pengguna dan pemberi informasi. Di lingkungan Desa
Haurngombong, informasi diperoleh dari petugas desa dan panitia pembuat
instalasi biogas di daerah setempat. Namun ternyata tidak semua contoh
mendapatkan informasi terkait energi, terutama energi biogas. Sebagian besar
contoh (41,7%) hanya mendapatkan satu informasi saja, yaitu dari tetangga yang
telah menggunakan biogas (Tabel 14).
Secara keseluruhan rataan jumlah sumber informasi yang diterima contoh
adalah 1,82 atau kurang dari dua sumber. Rataan jumlah informasi berbeda pada
kedua kelompok, yaitu 2,53 untuk pengguna biogas dan 1,10 untuk pengguna
nonbiogas. Bila diuji menggunakan uji t dapat dilihat perbedaan yang nyata
[ p=0,000] (Tabel 14).
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi yang diterima
Biogas Nonbiogas TotalJumlah sumber informasi yangditerima n % n % n %
0 0 0,0 7 23,3 7 11,71 12 40,0 13 43,4 25 41,72 7 23,3 10 33,3 17 28,34 5 16,7 0 0,0 5 8,35 6 20,0 0 0,0 6 10,0
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 2,53 + 1,63 1,10 + 0,75 1,82 + 1,45
p-value 0,000
46
Pengetahuan mengenai Biogas
Tingkat pengetahuan mengenai biogas diukur dalam beberapa aspek, yaitu
definisi (2 pertanyaan), bahan biogas dari kotoran ternak (2 pertanyaan), bahan
biogas dari buah dan sayur (5 pertanyaan), manfaat (10 pertanyaan), perawatan
alat (1 pertanyaan), sehingga total pertanyaan ada dua puluh (20).
Tabel 15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh
Biogas Nonbiogas TotalNo Pernyataan
% % %Definisi
1 Biogas adalah gas yang dihasilkan dari kotoran sapi 100 100 1002 Biogas adalah bahan yang tersedia di sekitar rumah 73,3 80 76,7
Bahan biogas dari kotoran ternak3 Kotoran ayam dapat dijadikan energi biogas 0 0 04 Kotoran kambing dapat dijadikan energi biogas 13,3 0 6,7
Bahan biogas dari buah dan sayur5 Selain dari kotoran sapi, biogas dapat dihasilkan dari
ampas tahu 86,7 20 53,36 Sampah kulit pisang dapat dijadikan energi biogas 36,7 20 28,37 Biogas dapat dihasilkan dari sampah sayuran 80 20 508 Sampah kulit nanas dapat dijadikan sebagai energi
biogas 53,3 20 36,79 Sisa pembuatan keripik singkong dapat dijadikan
energi biogas 96,7 40 68,3Manfaat
10 Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas mengurangibau tak sedap dari kotoran sapi 100 80 90
11 Biogas dapat digunakan sebagai energi untuk memasak 100 100 10012 Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi genset yang
digunakan untuk penerangan 100 100 10013 Limbah (sisa) biogas dapat digunakan sebagai pupuk
kompos 80 100 9014 Lingkungan sekitar kandang menjadi lebih bersih
setelah pemanfaatan kotoran sapi 100 80 9015 Energi biogas dapat menggantikan fungsi minyak
tanah, gas elpiji ataupun kayu bakar 56,7 100 78,316 Energi biogas dapat digunakan sebagai pengganti
listrik 60 100 8017 Penggunaan biogas sebagai energi menghemat
pengeluaran keluarga 100 80 9018 Penggunaan kompor biogas dapat mengurangi jelaga
pada alat-alat masak 100 40 7019 Masakan lebih cepat matang setelah menggunakan
biogas 26,7 100 63,3Perawatan Alat
20 Reaktor yang terbuat dari plastik tidak boleh terkenasinar matahari secara langsung 100 80 90
Baik pengguna biogas maupun nonbiogas hanya sedikit yang mengetahui
bahwa biogas dapat dihasilkan dari sampah buah dan sayur. Persentase pengguna
47
biogas dan nonbiogas yang mengetahui bahwa sampah kulit pisang dapat
dijadikan bahan biogas masing-masing adalah 36 persen dan 20 persen. Selain itu,
hanya empat keluarga (13,3%) pengguna bogas yang mengetahui bahwa kotoran
kambing dapat dijadikan bahan biogas. Sementara seluruh contoh tidak
mengetahui bahwa kotoran ayam dapat digunakan sebagai bahan biogas
(Tabel15).
Tingkat pengetahuan mengenai biogas didasarkan pada penggunaan biogas
di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga
sebagian besar (80%) contoh pengguna nonbiogas menganggap bahwa biogas
hanya dihasilkan dari kotoran sapi. Bagi pengguna biogas, contoh menganggap
sumber informasi mengenai biogas berasal dari tokoh yang mengajak mereka
menggunakan biogas seperti ketua kelompok peternak sapi perah, kepala desa,
dan tokoh-tokoh yang dianggap mengetahui ilmu yang berkaitan dengan biogas.
Secara keseluruhan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan
mengenai biogas menunjukkan bahwa separuh istri (50%) memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi. Sebagian besar (80%) istri pengguna biogas memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi, sementara sebagian besar (80%) istri pengguna
nonbiogas memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan
terkait dengan informasi yang diperoleh (Tabel 16).
Rataan pengetahuan mengenai biogas pengguna biogas lebih tinggi daripada
pengguna nonbiogas. Rataan pengetahuan istri pengguna biogas adalah 14,57 dan
rataan pengetahuan istri pengguna nonbiogas adalah 12,60. Jika dilakukan
pengujian uji rataan terlihat perbedaan yang signifikan dengan [p=0,006]
(Tabel 16).
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan tentang biogas
Biogas Nonbiogas TotalNo Kategori
n % n % n %
1 Rendah (0 – 11) 0 24 80 24 402 Sedang (12 – 16) 6 20 0 0 6 103 Tinggi (17 – 20) 24 80 6 20 30 50
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 14,57 + 2,26 12,60 + 2,99 13,58 + 2,81
p- value 0,006
48
Manajemen keuangan dan energi
Perencanaan manajemen keuangan dan energi
Seluruh contoh tidak melakukan perencanaan untuk pengeluaran pangan,
rokok, pakaian, perumahan, kesehatan, dan keuangan secara keseluruhan. Hampir
seluruh contoh baik pengguna biogas dan nonbiogas tidak melaksanakan
perencanaan. Hanya sebagian kecil yang melakukan perencanaan. Itu pun hanya
pada pengeluaran untuk pendidikan, jenis energi yang digunakan keluarga,
penggunaan energi dan pengeluaran untuk energi (Tabel 17).
Perencanaan keuangan pada keluarga pengguna nonbiogas tidak berbeda
dengan perencanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas. Seluruh contoh
tidak melakukan perencanaan dalam mengatur keuangannya. Hanya terdapat dua
keluarga (6,7%) pengguna nonbiogas yang merencanakan alokasi keuangan untuk
pengeluaran pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan
pengeluaran energi. Perencanaan untuk pendidikan sendiri dilakukan karena anak
dari keluarga contoh sudah menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Tabel 17).
Tabel 17 Sebaran contoh yang melaksanakan perencanaan manajemen keuangandan energi
Biogas Nonbiogas TotalNo Perencanaan Manajemen Keuangan danEnergi n % n % n %
1 Pengeluaran untuk pendidikan- Melaksanakan 8 26.7 2 6.7 10 16.7- Tidak melaksanakan 22 73.3 28 93.3 50 83.3
2 Jenis energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
3 Penggunaan energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
4 Pengeluaran untuk energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
Skor rataan pelaksanaan 1,43 + 1,63 0,27 + 1,01p-value 0,02
Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna
biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan perencanaan.
Biogas 1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value
(0,02) [Tabel 17].
49
Pelaksanaan manajemen keuangan dan energi
Pelaksanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas dipengaruhi oleh
perencanaan dari manajemen keuangan itu sendiri, sehingga apabila telah
dilakukan perencanaan untuk pengeluaran pendidikan, jenis, penggunaan dan
pengeluaran energi maka pelaksanaannya akan sejalan dengan perencanaannya.
Perencanaan dan pelaksanaan keuangan untuk pendidikan dilakukan oleh hampir
sepertiga (26,7%) pengguna biogas. Begitu pula perencanaan dan pelaksanaan
untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan pengeluaran energi,
hanya dilakukan tiga per sepuluh (30%) pengguna biogas (Tabel 18).
Pelaksanaan keuangan keluarga pengguna nonbiogas sejalan dengan
perencanaan keuangannya. Hal ini dikarenakan semua pelaksanaan keuangan
terjadi jika telah dilakukan perencanaan. Perencanaan dan pelaksanaan keuangan
dilakukan oleh dua keluarga (6,7%) saja. Begitu pula perencanaan dan
pelaksanaan untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan
pengeluaran energi hanya dilakukan 6,7 persen pengguna biogas. Secara
keseluruhan dari 60 keluarga hanya diperoleh 16,67 persen contoh yang
melaksanakan manajemen keuangan dan energi untuk pendidikan dan 18,33
persen contoh yang melakukan manajemen keuangan untuk pengeluaran
pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan dan pengeluaran
energi (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran contoh yang melaksanakan pelaksanaan manajemen keuangandan energi
Biogas Nonbiogas TotalNo Pelaksanaan Manajemen Keuangandan Energi n % n % n %
1 Pengeluaran untuk pendidikan- Melaksanakan 8 26.7 2 6.7 10 16.7- Tidak melaksanakan 22 73.3 28 93.3 50 83.3
2 Jenis energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
3 Penggunaan energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
4 Pengeluaran untuk energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7
Skor rataan pelaksanaan 1,43 + 1,63 0,27 + 1,01p-value 0 ,02
50
Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna
biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan pelaksanaan. Biogas
1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value (0,02)
[Tabel 18].
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan dan Energi
Manajemen keuangan dan energi yang diteliti adalah perencanaan dan
pelaksanaan saja. Hasil dari uji regresi linier berganda pada Tabel 19
menunjukkan bahwa R2 (0,376) artinya 37,6 persen variabel yang diinput
mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Sisanya dipengaruhi dari
variabel di luar penelitian sebesar 62,4 persen. Variabel yang berpengaruh
signifikan adalah pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah sumber
informasi. Sementara usia istri, tingkat pendidikan istri, besar keluarga,
pendapatan per kapita per bulan dan pengeluaran energi untuk memasak tidak
berpengaruh signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guhardja et al 1992
dimana perencanaan dipengaruhi oleh usia istri dan tingkat pendidikan, sedangkan
pelaksanaan dipengaruhi karakteristik individu (usia istri dan tingkat pendidikan
istri) dan karateristik keluarga (besar keluarga)
Tabel 19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi
Variabel B(tidak
terstandardisasi)
Sig Βeta(terstandardisasi)
Konstanta -4,838 0,190Usia istri (tahun) -5,129x 210 0,304 -0,116
Tingkat pendidikan istri 0,417 0,439 0,087Pengetahuan istri mengenai biogas(skor)
0,442 0,001** 0,422
Besar keluarga (orang) 0,244 0,598 0,078Pendapatan per kapita per bulan(Rupiah)
-1,606x 610 0,764 -0,042
Jumlah sumber informasi (skor) 0,881 0,018** 0,332Pengeluaran untuk energi memasak 4,986x 610 0,962 0,006
R2 0,376** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %
Konstanta sebesar -4,838; artinya jika variabel-variabel independent yang
mempengaruhi nilainya nol (0), maka skor manajemen keuangan dan energi
bernilai -4,838. Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -5,129x 210 ; artinya
51
jika variabel independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami peningkatan
sebesar satu tahun, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami
penurunan sebesar 5,129x 210 . Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi
hubungan negatif antara usia istri dengan skor manajemen keuangan dan energi.
Semakin tua usia istri, maka semakin menurun skor manajemen keuangan dan
energi (Tabel 19).
Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,417; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami
peningkatan sebesar satu tingkatan, maka skor manajemen keuangan dan energi
mengalami peningkatan sebesar 0,417. Koefisien regresi bernilai positif, artinya
terjadi hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan skor manajemen
keuangan dan energi. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin
meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).
Pengetahuan istri mengenai biogas berpengaruh signifikan (p-value 0,001).
Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas sebesar 0,442; artinya jika
variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai biogas
mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka skor manajemen keuangan dan
energi mengalami peningkatan sebesar 0,442. Koefisien regresi bernilai positif,
artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas dengan
skor manajemen keuangan dan energi. Semakin tinggi pengetahuan istri mengenai
biogas, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi
(Tabel19).
Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,244; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu
orang, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan
sebesar 0,244. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif
antara besar keluarga dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin
besar ukuran keluarga, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan
energi (Tabel 19).
Koefisien regresi variabel pendapatan per kapita per bulan bernilai
-1,606x 610 ; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan
per kapita per bulan mengalami peningkatan sebesar satu rupiah, maka skor
52
manajemen keuangan dan energi mengalami penurunan sebesar 1,606x 610 .
Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara
pendapatan per kapita per bulan dengan skor manajemen keuangan dan energi.
Semakin besar pendapatan per kapita per bulan, maka semakin menurun skor
manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).
Jumlah sumber informasi berpengaruh signifikan (p-value 0,018). Koefisien
regresi jumlah sumber informasi sebesar 0,881; artinya jika variabel independent
lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami penambahan satu
satuan, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan
sebesar 0,881. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif
antara jumlah sumber informasi dengan skor manajemen keuangan dan energi.
Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin meningkat skor
manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).
Koefisien regresi pengeluaran energi untuk memasak sebesar 4,986x 610 ;
artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengeluaran energi untuk
memasak mengalami peningkatan satu rupiah, maka skor manajemen keuangan
dan energi mengalami peningkatan sebesar 4,986x 610 . Koefisien regresi bernilai
positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengeluaran energi untuk memasak
dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin besar pengeluaran untuk
energi memasak yang diperoleh, maka semakin meningkat skor manajemen
keuangan dan energi (Tabel 19). Bentuk persamaan mengenai manajemen
keuangan dan energi sebagai berikut:
56
43212 10606,1244,0442,0417,010129,5838,4 XxXXXXxY
EXxX 7
66 10986,4881,0
Keterangan:Y = Manajemen keuangan dan energi
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi
7X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
E = error
53
Perilaku Penggunaan Energi
Energi yang Digunakan Keluarga Contoh
Energi yang digunakan keluarga dalam penelitian ini hanya energi yang
berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.
Energi yang digunakan setiap keluarga untuk memasak ada lebih dari satu energi.
Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji,
biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk
memasak. Jika dilihat menurut kelompok contoh, seluruh pengguna biogas
maupun nonbiogas menggunakan gas elpiji untuk keperluan memasak. Bila dilihat
dari jumlah pengguna kayu bakar, hanya separuh (50%) pengguna biogas dan dua
per tiga (66,7%) pengguna nonbiogas yang menggunakan kayu bakar untuk
memasak. Sementara dibandingkan dengan energi yang lain, penggunaan minyak
tanah untuk memasak relatif sedikit. Hanya satu keluarga (3,3%) pengguna biogas
dan empat keluarga (13,3%) pengguna nonbiogas yang menggunakan minyak
tanah. Selain itu, sekam yang merupakan energi alternatif lain yang ada di Desa
Haurngombong hanya digunakan oleh 6,7 persen pengguna nonbiogas. Dapat
dimengerti bahwa sekam yang hanya digunakan oleh sedikit keluarga dikarenakan
terbatasnya ketersediaan sekam dilingkungan tempat tinggal (Tabel 20).
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga
Biogas Nonbiogas TotalPenggunaan Energin % n % n %
Memasak Minyak Tanah 1 3,3 4 13,3 5 8,3Kayu Bakar 15 50,0 20 66,7 35 58,3Gas Elpiji 30 100,0 30 100,0 60 100,0Biogas 30 100,0 0 0,0 30 50,0Sekam 0 0,0 2 6,7 2 3,3
Penerangan Listrik 30 100,0 30 100,0 60 100,0Biogas 4 13,3 - - 4 6,7
Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik dari PLN
dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrik untuk
penerangan. Sementara biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (13,3%)
pengguna biogas. Hal ini dikarenakan ternak sapi yang dimiliki peternak hanya
sedikit dan tabung penyimpan gas yang dimiliki hanya satu. Padahal agar dapat
54
memenuhi kebutuhan listrik dari biogas, peternak harus memiliki sapi minimal
enam ekor dan dua tabung penyimpan gas. Satu tabung untuk energi memasak dan
satu tabung lainnya untuk energi penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir
oleh PLN (Tabel 20).
Alasan Penggunaan Energi
Energi yang digunakan keluarga adalah biogas, kayu bakar, minyak tanah,
gas elpiji, listrik dan sekam. Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas
karena praktis (6,7%), mudah didapat (80%), memanfaatkan limbah (86,7%),
energi tersedia (83,3%), energi lain sukar didapat (26,7%), dan harga terjangkau
(20%) [Tabel 21].
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi
Biogas Nonbiogas TotalNo Jenis energi Alasan Penggunaann % n % n %
1 Biogas Praktis 2 6,7 0 0,0 2 3,3Mudah didapat 24 80,0 0 0,0 24 40,0Memanfaatkan limbah 26 86,7 0 0,0 26 43,3Energi tersedia 25 83,3 0 0,0 25 41,7Energi lain sukar didapat 8 26,7 0 0,0 8 13,3Harga terjangkau 6 20,0 0 0,0 6 10,0
2 Kayu bakar Mudah didapat 9 30,0 14 46,7 23 38,3Memanfaatkan limbah 1 3,3 8 26,7 9 15,0Energi tersedia 2 6,7 16 53,3 18 30,0Energi lain sukar didapat 0 0,0 6 20,0 6 10,0Harga terjangkau 0 0,0 18 60,0 18 30,0
3 Minyak Tanah Energi tersedia 1 3,3 4 13,3 5 8,34 Gas Elpiji Praktis 28 93,3 20 66,7 48 80,0
Mudah didapat 25 83,3 30 100,0 55 91,7Energi tersedia 23 76,7 26 86,7 49 81,7Energi lain sukar didapat 7 23,3 26 86,7 33 55,0Harga terjangkau 2 6,7 12 30,0 14 23,4
5 Listrik Praktis 30 100,0 28 93,3 58 96,7Mudah didapat 14 46,7 28 93,3 42 70,0Energi tersedia 16 53,3 24 80,0 40 66,7Harga terjangkau 24 80,0 12 40,0 36 60,0
6 Sekam Harga terjangkau 0 0,0 2 6,7 2 3,3Keterangan : jawaban dapat lebih dari satu
Kayu bakar digunakan untuk memasak oleh pengguna biogas dengan alasan
mudah didapat (30%), memanfaatkan limbah (3,3%), energi tersedia (6,7%).
Sementara pengguna nonbiogas menggunakan kayu bakar dengan alasan mudah
didapat (46,7%), memanfaatkan limbah (26,7%), energi tersedia (53,3%), energi
lain sukar didapat (20%), dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21].
55
Minyak tanah merupakan energi yang jarang digunakan keluarga. Hal ini
dikarenakan sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji ketersediaan
minyak tanah menjadi langka dan kalaupun ada harganya sekitar Rp 9.000/ liter.
Sehingga minyak tanah hanya digunakan ketika energi tersedia (3,3% pengguna
biogas dan 13,3% pengguna nonbiogas). Jika tidak memiliki minyak tanah,
keluarga menggunakan energi lain [Tabel 21].
Sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji, banyak keluarga yang
mendapatkan bantuan kompor dan tabung gas elpiji. Alasan penggunaan gas elpiji
sebagai energi adalah karena praktis (80%), mudah didapat (91,7%), energi
tersedia (81,7%), energi lain sukar didapat (55%) dan harga terjangkau (23,4%)
[Tabel 21].
Penggunaan listrik sebagai energi untuk penerangan merupakan hal yang
sudah umum. Alasan penggunaan listrik sendiri karena praktis (96,7%), mudah
didapat (70%), energi tersedia (66,7%) dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21].
Selain biogas, energi alternatif lain yang digunakan adalah sekam. Sekam
merupakan limbah dari proses penggilingan padi menjadi beras. Kompor sekam
ini diberi nama kompor SBY. Hal ini didasarkan pada pembuatan kompor yang
bertepatan dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono atau
biasa dipanggil Bapak SBY. Bentuk kompor SBY sendiri mirip tungku untuk
pembakaran ikan/ ayam dengan energi arang. Proses pembakaran dengan kompor
SBY dapat menggunakan sekam maupun serbuk gergaji. Harga satu karung
sekam/ serbuk gergaji sendiri berkisar antara Rp 1.000,00 - Rp 3.000,00. Oleh
karena itu pengguna kompor SBY menggunakannya karena harganya yang
terjangkau (6,7% pengguna nonbiogas). Kompor SBY adalah prioritas kedua
pemerintah desa setelah biogas sebagai energi alternatif nonBBM. Perbedaan
mendasar dalam kelompok sasaran pengembangan energi alternatif ini adalah
biogas untuk masyarakat peternak, sedangkan sekam untuk masyarakat petani
[Tabel 21].
56
Lama Penggunaan Biogas
Lebih dari tiga per empat contoh (76,7%) pengguna biogas baru
menggunakan biogas antara satu hingga tiga tahun. Hal ini dikarenakan progam
Desa Mandiri Energi di Desa Haungombong baru dimulai tahun 2007. Dari 30
keluarga, hanya 20 persen yang baru menggunakannya selama kurang dari satu
tahun. Pengguna biogas terlama adalah keluarga Ketua Kelompok Peternak
Harapan Sawargi yang merupakan orang yang berperan penting sebagai pelopor
penggunaan biogas di desa ini (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan lama pengunaan biogas
No Lama penggunaan Jumlah Pengguna persentase (%)1 < 1 tahun 6 202 1 – 3 tahun 23 76,73 > 3 tahun 1 3,3
Total 30 100
Penggunaan biogas ini hanya terbatas pada penggunaannya untuk memasak
dan penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir oleh PLN, sehingga manfaat
yang sangat terasa adalah ketika terjadi pemadaman bergilir masyarakat tidak
perlu khawatir. Selain itu, penggunaan biogas ini menghemat pembelian gas elpiji
menjadi setengah dari pembelian jika hanya menggunakan elpiji (Tabel 22).
Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas
Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian
yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran
keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan
menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan
peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994).
Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan
pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan,
perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh
keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Sesuai dengan
pernyataan Engel et al (1994) terlihat bahwa pengeluaran untuk pelayanan
57
kesehatan lebih rendah pada keluarga dengan kelas sosial ekonomi yang lebih
rendah.
Sesuai dengan hukum BPS (2009) menyebutkan bahwa pola kunsumsi
masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran
kebutuhan pangan dibandingkan nonpangan. Sesuai dengan Teori Engel (1983)
dan BPS (2009) persentase alokasi pengeluaran terbesar digunakan contoh untuk
pengeluaran pangan. Lebih dari separuh pengeluaran contoh digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan.
Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga
akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku
tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota
keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya. Sesuai dengan
Mangkuprawira (1985), pengeluaran pangan pada pengeluaran contoh dalam
penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga.
Tabel 23 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan
nonbiogas dengan pengkategorian pangan dan nonpangan. Rata-rata pengeluaran
pangan keluarga pengguna biogas dan nonbiogas yaitu Rp 115.974 (57,8%) dan
Rp 122.177 (59,2%). Rataan alokasi pengeluaran pangan pada kedua kelompok
lebih besar dari pengeluaran nonpangan. Menurut Mangkuprawira (2002) dalam
Firdaus (2008) porsi pengeluaran akan mencerminkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Semakin besar pengeluaran total keluarga hingga mencapai lebih dari
70 persen untuk kebutuhan pangan maka masyarakat termasuk golongan miskin.
Rataan alokasi pengeluaran pangan ini jika diuji rataan kelompok, ternyata
menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata (p=0,623).
Rata-rata pengeluaran untuk membeli pangan nabati pengguna biogas lebih
rendah daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk pangan nabati
seperti sayuran, kacang-kacangan dan lain-lain memberikan hasil uji beda yang
signifikan (p-value=0,095). Pengguna biogas mengeluarkan Rp 18.207 (9,1%) dan
pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 22.483 (10,9%) untuk membeli pangan
nanbati (Tabel 23).
58
Rata-rata pengeluaran untuk rokok pada pengguna biogas lebih rendah
daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk rokok keluarga
pengguna biogas dan nonbiogas adalah Rp 13.701 (6,8%) dan Rp 4.388 (2,1%).
Rataan pengeluaran rokok ini jika diuji rataan kelompok menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata (p=0,043) (Tabel 23).
Tabel 23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangandan nonpangan per kelompok contoh
Biogas Nonbiogas TotalNo Pengeluaran
Rp % Rp % Rp %p-value
A Pengeluaran pangan1 Pangan pokok 32.653 16,3 34.800 16,9 33.726 16,6 0,3342 Pangan hewani 15.436 7,7 19.407 9,4 17.422 8,6 0,1123 Pangan nabati 18.207 9,1 22.483 10,9 20.345 10,0 0,095*4 Buah-buahan 10.686 5,3 12.178 5,9 11.432 5,6 0,3355 Jajanan 25.292 12,6 28.921 14,0 27.106 13,3 0,3516 Rokok 13.701 6,8 4.388 2,1 9.044 4,4 0,043**Total pengeluaranpangan
115.974 57,8 122.177 59,2 119.076 58,5 0,623
B Pengeluaran nonpangan1 Pakaian 28.089 14,0 30.042 14,6 29.065 14,3 0,5052 Perumahan 222 0,1 0 0,0 111 0,1 0,3213 Kesehatan 10.922 5,4 11.404 5,5 11.163 5,5 0,6244 Pendidikan 21.592 10,8 19.242 9,3 20.417 10,0 0,8105 Komunikasi 2.356 1,2 1.550 0,8 1.953 1,0 0,6086 Energi memasak 4.558 2,3 7.672 3,7 6.115 3,0 0,001**7 Energi nonmasak 16.856 8,4 14.326 6,9 15.591 7,7 0,277Total pengeluarannonpangan
84.594 42,2 84.235 40,8 84.415 41,6 0,976
Total pengeluaran 200.568 100,0 206.412 100,0 203.490 100,0 0,754
* ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 %** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %
Tabel 24 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan
nonbiogas dengan pengkategorian energi dan nonenergi. Rataan alokasi
pengeluaran untuk gas elpiji pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna
nonbiogas. Pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas masing-masing
adalah Rp 4.141 (2,1%) dan Rp 7.139 (3,5%). Bila diuji dengan uji beda rataaan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p=0,000) pada pengeluaran
gas elpiji. Disebabkan perbedaan rataan alokasi pengeluaran untuk pembelian gas
elpiji, maka membuat rataan alokasi pengeluaran untuk pengeluaran energi untuk
memasak.
Rataan pengeluaran untuk energi memasak lebih rendah pada kelompok
pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Pengguna biogas
mengeluarkan Rp 4.558 (2,3%) dan pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 7.672
59
(3,7%) setiap bulannya untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bila
dibandingkan dengan rataan total untuk energi memasak sebesar Rp 6.115 (3,0%),
rataan kelompok pengguna biogas lebih rendah daripada rataan total, sebaliknya
rataan kelompok pengguna nonbiogas lebih tinggi dari rataan total. Bila dilakukan
uji beda rataan untuk energi memasak masing-masing kelompok ternyata
diperoleh hasil yang signifikan (p-value =0,001) [Tabel 24].
Tabel 24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran energidan nonenergi per kelompok contoh
Biogas Nonbiogas TotalNo Pengeluaran
Rp % Rp % Rp %p-value
A Pengeluaran energiA.1 Pengeluaran energi memasak1 Minyak tanah 417 0,2 500 0,2 458 0,2 0,8992 Gas elpiji 4.141 2,1 7.139 3,5 5.640 2,8 0,000*3 Sekam 0 0,0 33 0,0 17 0,0 0,321Total pengeluaranenergi memasak
4.558 2,3 7.672 3,7 6.115 3,0 0,001*
A.2 Pengeluaran energi nonmasak1 Listrik 14.478 7,2 13.926 6,7 14.202 7,0 0,7232 Bensin 2.378 1,2 400 0,2 1.389 0,7 0,224Total pengeluaranenergi nonmasak
16.856 8,4 14.326 6,9 15.591 7,7 0,277
Total pengeluaranenergi
21.414 10,7 21.998 10,6 21.706 10,7 0,834
B Pengeluaran nonenergi1 Pakaian 28.089 14,0 30.042 14,6 29.065 14,3 0,5052 Perumahan 222 0,1 0 0,0 111 0,1 0,3213 Kesehatan 10.922 5,4 11.404 5,5 11.163 5,5 0,6244 Pendidikan 21.592 10,8 19.242 9,3 20.417 10,0 0,8105 Komunikasi 2.356 1,2 1.550 0,8 1.953 1,0 0,608Total pengeluarannonenergi 63.180 31,5 62.237 30,2 62.709 30,9 0,928Total pengeluaran 84.594 42,2 84.235 40,8 84.415 41,6 0,754
* ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %
Pengeluaran untuk energi (gas elpiji dan minyak tanah) per kapita pada
kedua kelompok contoh berkisar antara Rp 1.340 sampai Rp 24.333. Hampir tiga
per lima pengguna biogas mengalokasikan uang antara Rp 0 hingga Rp 5.000 per
kapita per bulan untuk membeli gas elpiji dan energi yang digunakan memasak
lainnya. Berbeda dengan pengguna biogas, hampir seluruh (86,7%) pengguna
nonbiogas mengalokasikan uang antara Rp 5.001 hingga Rp 10.000 per kapita per
bulan untuk energi yang digunakan untuk memasak (Tabel 25).
Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna nonbiogas lebih tinggi
dari pengguna biogas. Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna
nonbiogas sebesar Rp 7.672 sedangkan pengguna biogas sebesar Rp 4.558. Bila
60
diuji menggunakan uji rataan, maka terlihat perbedaan yang nyata dengan
p=0,001 (Tabel 25).
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yang digunakanuntuk memasak
Biogas nonbiogas TotalPengeluaran untukmemasak (Rupiah) n % N % N %1 0-5.00 22 73,4 2 6,7 24 20,02 5.001-10.000 6 20,0 26 86,7 32 53,33 10.001-15.000 1 3,3 1 3,3 2 3,34 15.000-20.000 1 3,3 0 0,0 1 1,75 20.001-25.000 0 0,0 1 3,3 1 1,7
Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 4.558 + 3.333 7.672 + 3.558 6.115 + 3.761
p value 0,001
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan biogas pada keluarga
peternak sapi perah memberikan manfaat yang cukup menghemat pengeluaran
keluarga. Keluarga yang memiliki dua ekor sapi mampu menghemat pembelian
gas elpiji sebesar Rp 14.000, sedangkan peternak yang memiliki lebih dari
sepuluh ekor sapi mampu menghemat hingga Rp 21.000 setiap bulannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Energi Memasak
Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,346)
artinya 34,6 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengeluaran untuk
membeli gas elpiji, minyak tanah dan sekam. Sisanya dipengaruhi dari variabel di
luar penelitian sebesar 66,4 persen. Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa
pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran energi untuk
memasak (p-value 0,036) [Tabel 26].
Konstanta bernilai 9.334,313; artinya jika varibel-variabel yang diinput
bernilai nol (0), maka pengeluaran untuk energi memasak bernilai Rp 9.334,313.
Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -2,605; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun,
maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 2,605
rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara
61
usia istri dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tua usia istri, maka
semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).
Tabel 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi memasak
Variabel B (tidakterstandardisasi)
Sig Βeta(terstandardisasi)
Konstanta 9344,313 0,055Usia ibu -2,605 0,968 -0,005Tingkat pendidikan ibu -103,434 0,659 -0,051Pengetahuan istri mengenai biogas -169,598 0,302 -0,127Besar keluarga -285,726 0,636 -0,072Pendapatan per kapita per bulan 0,014 0,036** 0,296Jumlah sumber informasi -838,111 0,120 -0,247Bahan bakar -1414,976 0,217 -0,190R2 0,346
* *) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %
Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan istri bernilai -103,433; artinya
jika variabel independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri
mengalami peningkatan satu tingkat, maka pengeluaran untuk energi memasak
mengalami penurunan sebesar 103,433 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif,
artinya terjadi hubungan negatif antara tingkat pendidikan istri dengan
pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka
semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).
Koefisien regresi variabel pengetahuan istri mengenai biogas bernilai
-169,598; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan
istri mengenai biogas mengalami peningkatan satu skor, maka pengeluaran untuk
energi memasak mengalami penurunan sebesar 169,598 rupiah. Koefisien regresi
bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara pengetahuan istri
mengenai biogas dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi
pengetahuan istri mengenai biogas, maka semakin menurun pengeluaran untuk
energi memasak (Tabel 26).
Koefisien regresi variabel besar keluarga bernilai -285,726; artinya jika
variabel independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami
penambahan satu orang, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami
penurunan sebesar 285,726 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya
terjadi hubungan negatif antara besar keluarga dengan pengeluaran untuk energi
62
memasak. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin menurun pengeluaran
untuk energi memasak (Tabel 26).
Koefisien regresi pendapatan per kapita per bulan sebesar 0,014; artinya jika
variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami
peningkatan satu rupiah, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami
peningkatan sebesar 0,014 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya
terjadi hubungan positif antara pendapatan per kapita per bulan dengan skor
pengeluaran untuk energi memasak. Semakin besar pendapatan per kapita per
bulan, maka semakin meningkat pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).
Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar -838,111; artinya jika
variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami
peningkatan satu satuan, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami
penurunan sebesar 838,111 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya
terjadi hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan pengeluaran
untuk energi memasak. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka
semakin meningkatkan pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).
Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bentuk
umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:
54321 014,0726,285598,169434,103605,2313,344.9 XXXXXY
EDX 16 976,414.1111,838
Keterangan:Y = pengeluaran untuk energi memasak
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi
1D = bahan bakar yang digunakan
E = error
63
Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi
Hampir seluruh pengguna biogas memutuskan menggunakan biogas
berdasarkan keputusan antara suami dan istri. Hal ini dikarenakan sapi biasanya
diurus oleh suami sedangkan yang biasanya memasak adalah istri. Lebih dari
separuh contoh menggunakan kayu bakar dan gas elpiji sebagai energi atas
keputusan dari istri. Hal ini dikarenakan yang biasanya memasak untuk seluruh
keluarga adalah istri. Sementara untuk penggunaan listrik didasarkan pada
keputusan bersama antara suami dan istri. Untuk penggunaan minyak tanah
didasarkan pada ketersediaan energi di lingkungan tempat tinggal, sehingga
penggunaannya diputuskan oleh istri.
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihan energi
Biogas Nonbiogas TotalNo Pengambil keputusann % n % n %
1 Biogas (n = 30)- Suami 1 3,3 - - 1 1,7- Istri - - - - - -- Suami dan Istri 29 96,7 - - 29 48,3
2 Kayu Bakar (n = 35)- Suami - -- Istri 1 3,3 18 60 19 31,7- Suami dan Istri 14 46,7 2 6,7 16 26,7
3 Minyak Tanah (n = 5)- Suami - - - - -- Istri 1 3,3 4 13,3 5 8,3- Suami dan Istri - - - - - -
4 Gas Elpiji (n = 60)- Suami - - - - - -- Istri 9 30 24 80 33 55- Suami dan Istri 21 70 6 20 27 45
5 Listrik (n = 30)- Suami - - - - - -- Istri - - - - - -- Suami dan Istri 30 100 30 100 60 100
6 Sekam (n = 2)- Suami - - - - - -- Istri - - 2 6,7 2 3,3- Suami dan Istri - - - - - -
Pengambilan keputusan pemilihan energi ditentukan oleh suami, istri atau
kesepakatan antara suami dan istri. Penggunaan biogas hampir seluruhnya
(96,7%) ditentukan oleh kesepakatan antara suami dan istri. Sementara
penggunaan kayu bakar merupakan keputusan suami dan istri (70%) bagi
pengguna biogas dan keputusan istri saja (60%) bagi pengguna nonbiogas.
64
Kebanyakan pengguna kayu bakar memutuskan menggunakan kayu bakar atas
keputusan suami dan istri (Tabel 27).
Dari 60 keluarga hanya lima keluarga (8,3%) yang masih menggunakan
minyak tanah. Itu pun jika minyak tanah yang dibutuhkan tersedia. Keputusan
menggunakan minyak tanah ini didasarkan pada keinginan istri (Tabel 27).
Keputusan penggunaan gas elpiji pada pengguna biogas didasarkan pada
keputusan suami dan istri (70%). Sementara penggunaan gas elpiji pada pengguna
nonbiogas didasarkan pada keputusan istri (Tabel 27).
Penggunaan listrik pada pengguna biogas dan nonbiogas didasarkan pada
keputusan bersama antara suami dan istri. Sementara untuk penggunaan sekam
sebagai energi didasarkan pada keputusan istri yang ingin berhemat (Tabel 27).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Biogas
Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,713)
artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi perilaku penggunaan
energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 28,7 persen.
Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruh signifikan
(p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas (Tabel 28).
Konstanta bernilai -15,690; artinya jika variabel-variabel yang dinput
bernilai nol (0), maka nilai penggunaan biogas bernilai e-15,690 atau 1,53x10-7.
Koefisien regresi usia istri bernilai -0,014; artinya jika variabel independent lain
nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun, maka nilai
penggunaan biogas mengalami penurunan sebesar e-0,014 atau 0,986 kali. Koefisien
regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara usia istri dengan
nilai penggunaan biogas. Semakin tua usia istri, maka semakin meningkat
penggunaan biogas.(Tabel 28).
Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,190; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami
peningkatan satu tingkat, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan
sebesar e0,190 atau 1,209 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi
hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan nilai penggunaan biogas.
65
Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin meningkat penggunaan
biogas (Tabel 28).
Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan energi
Variabel Indikator(0=tidak menggunakan
biogas,1=menggunakan biogas)B Sig Exp (β)
Konstanta (α) -15,690 0,638 0,000Usia Istri (X1) -0,014 0,840 0,986Tingkat Pendidikan Istri (X2) 0,190 0,828 1,209Pengetahuan Istri mengenai Biogas (X3) 0,324 0,089* 1,383Besar Keluarga (X4) 0,286 0,663 1,331Pendapatan per Kapita per Bulan (X5) 0,000 0,658 1,000Jumlah Sumber Informasi (X6) 9,944 0,762 20.820,519Manajemen keuangan dan energi (X7) 0,015 0,922 1,015Pengeluaran untuk energi yang digunakanmemasak (X8)
0,000 0,237 1,000
Nagelkerke R2 0,713* ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 %
Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas bernilai 0,324; artinya
jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai
biogas mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas
mengalami peningkatan sebesar e0,324 atau 1,383 kali. Koefisien regresi bernilai
positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas
dengan nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor pengetahuan istri mengenai
biogas, maka semakin meningkat penggunaan biogas.(Tabel 28).
Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,286; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu
orang, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,286. atau
1,331 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif
antara besar keluarga dengan nilai penggunaan biogas. Semakin besar ukuran
keluarga, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).
Koefisien regresi pendapatan per kapita sebesar 0,000; artinya jika variabel
independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami peningkatan
satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas meningkat tetap karena e0 sama
dengan satu (1) (Tabel 28).
66
Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar 9,944; artinya jika
variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami
penambahan satu sumber, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan
sebesar e9,944 atau 20.820,519 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi
hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan nilai penggunaan
biogas. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin
meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).
Koefisien regresi manajemen keuangan dan energi sebesar 0,015; artinya
jika variabel independent lain nilainya tetap dan manajemen keuangan dan energi
mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas mengalami
peningkatan sebesar e0,015 atau 1,015 kali. Koefisien regresi bernilai positif,
artinya terjadi hubungan positif antara manajemen keuangan dan energi dengan
nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor manajemen keuangan dan energi,
maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).
Koefisien regresi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak
sebesar 0,000; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan
pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasaka mengalami
peningkatan satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas tetap karena e0 sama
dengan satu (1) (Tabel 28). Bentuk persamaan regresi logistik mengenai perilaku
penggunaan biogas adalah sebagai berikut:
EXXXXXXXXep
p
87654321 000,0015,0944,9000,0286,0324,0190,0014,0690,15
1ln
Keterangan:
p
p
1ln = bahan bakar yang digunakan
1X = usia istri (tahun)
2X = tingkat pendidikan istri
3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)
4X = besar keluarga (orang)
5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)
6X = jumlah sumber informasi (skor)
7X = manajemen keuangan dan energi (skor)
8X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
E = error
67
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengguna biogas
dan nonbiogas, kecuali besar keluarga, jumlah sumber informasi yang diperoleh
dan pengetahuan istri mengenai biogas.
Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yang
berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.
Tidak ada perbedaan dalam penggunaan energi, kecuali penggunaan biogas dan
sekam. Biogas digunakan oleh pengguna biogas dan sekam digunakan oleh
pengguna nonbiogas. Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan
manajemen keuangan dan energi (perencanaan dan pelaksanaan) dibandingkan
pengguna nonbiogas. Alokasi pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas
pada umumnya sama, kecuali terletak pada pengeluaran untuk energi yang
digunakan untuk memasak saja. Alokasi pengeluaran energi untuk memasak pada
pengguna biogas lebih rendah (setengah dari pengguna biogas).
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik diketahui bahwa besar keluarga,
pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah akses informasi berpengaruh
signifikan terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas.
Saran
Permasalahan akibat dari kekurangan persediaan energi minyak beberapa
tahun belakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus
menggali informasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM
untuk keperluan sehari-hari. Diharapkan penggunaan energi alternatif seperti
penggunaan biogas dan sekam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dengan
baik. Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secara
merata. Diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugas
desa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanya
pengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatif
lainnya.
Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif ini agar
tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telah
menggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi dengan
68
masyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energi
alternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada bahan bakar minyak.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran
untuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas.
Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk menabung,
membiayai pendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain hal tersebut diatas, diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai pengukuran pengetahuan ayah dan ibu mengenai biogas sebagai salah
satu variabel yang mempengaruhi penggunaan biogas. Selain itu, diharapkan ada
penelitian lanjutan yang membandingkan pengambilan keputusan dan alokasi
pengeluaran peternak pengguna biogas dan nonbiogas, serta pengeluaran
pengguna biogas peternak dan nonpeternak.
69
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal.2007. Optimalisasi CSR untuk Pengembangan Desa Mandiri Energi.[tersambung berkala]. http://afrizal.wordpress.com/2007/09/24/optimalisasi-csr-untuk-pengembangan-desa-mandiri-energi/ [7 Januari 2009].
[Anonim]. 2007. Desa Mandiri Energi. [tersambung berkala]. http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/02/14/1573.html [8 April 2009]
________ A. 2008.Dasar-dasar Biogas. [tersambung berkala]. http://www.scribd.com/doc/5055298/biogas [7 Januari 2009]
________ B. 2008. Energi Alternatif Sudah Saatnya Dipakai. [tersambungberkala]. www.kompas.com [24 November 2008].
Bastian L. 2002. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap terhadap Resikodengan Investasi Keuangan Keluarga. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian.Institut Petanian Bogor.
Blackburn J O. 1988. Enerji Terbarui. Menyongsong Kemakmuran Tanpa EnerjiNuklir dan Batubara. Bambang Suryobroto; penerjemah. Harmanto EdyDjatmiko; Editor. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari TheRenewable Energi Alternative: How the United States and the World CanProsper Without Nuclear Energi or Coal.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk menurut Provinsi.[tersambung berkala]. http://demografi.bps.go.id /versi2/. [19 Februari 2009]
_____. 2009. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2009. No.27/07/32/Th.XI,1Juli 2009. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. [tersambung berkala].http://jabar.bps.go.id/Download_files/pr0709 miskin.pdf [5 Desember 2009].
BP. 2009. BP Statistical Review Full Report Worldbook 2008. [terhubungberkala]. http://www.bp.com/statisticalreview [11 Januari 2009].
Engel JF, Blackwell R D, Miniard P W. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1 EdisiKeenam. F X Budiyanto, penerjemah. Jakarta: Binarupa Akasara.Terjemahan dari Consumer Behaviour.
Fadhilza. 2008. Pondok Tadabbur. Pertumbuhan Penduduk Dunia. [terhubungberkala]. http://www.fadhilza.com/2008/11/tadabbur/pertumbuhan-penduduk-dunia.html [21 November 2008].
[FAPET UNPAD] Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. 2007. DopsiInovasi Tekno-Sosio-Ekonomi Biogas Limbah Peternakan. MenanggulangiPersoalan Energi Melalui Pengembangan Peternakan Ramah Lingkungan.[tersambung berkala]. www.unpad.ac.id [21 November 2008].
Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto D. 1992. Diktat ManajemenSumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan SumberdayaKeluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan SepanjangRentang Kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo; penerjemah. Ridwan Max
70
Sijabat; Editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari DevelopmentalPsycology. A Life-Span Approach, fifth edition.
Ikawati Y. 2009. Dari Kakus di Petojo untuk Biogas. [tersambung berkala].http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/20/00471182/dari.kakus.di.petojo.untuk.biogas [8 April 2009]
Kiyosaki RT, Lechter SL. 2006. The Cash Flow Quadrant. Panduan Ayah KayaMenuju Kebebasan Financial. Rina Buntaran; penerjemah. Jakarta: PenerbitPT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari The Cashflow Quadrant.
Mangkuprawira S.1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluargadalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga. [Disertasi]. Bogor: ProgramPascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Martono R W A. 2008. Plants Clipping Informations from All Over Media inIndonesia. Bahan Bakar Nabati: at What, and Whose, Costs?. [tersambungberkala]. www.anekaplantasia.cybermediaclips [12 Januari 2008].
Nandiyanto ABD, Rumi F. 2007. Biogas sebagai Peluang PengembanganAlternatif. ISSN: 0917-8376|EdisiVol.8/XVIII/November2006. [tersambungberkala]. http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=199 [8 April 2009].
Nurhasanah A, Widodo T K, Asari A, Rahmarestia E. 2006. PerkembanganDigester Biogas di Indonesia. (Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah).Tanggerang: Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [tersambungberkala].http:ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/NP/perkembangandigester.doc. [7November 2008].
[PEMDA HAURNGOMBONG] Pemerintah Daerah Desa Haurngombong. 2008.Pemanfaatan Biogas Limbah Kotoran Sapi sebagai Sumber Energi Alternatifdalam Rangka Mewujudkan Program Desa Mandiri Energi. Sumedang:Pemerintah Desa Haurngombong.
[PEMDA SUMEDANG] Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. 2009.Geografi Kabupaten Sumedang. [tersambung berkala].http://www.sumedang.go.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=56 [10 Desember 2009].
Pranada MN. 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan.[tersambung berkala]. http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan.html [4 januari 2010]
Prasad S. 2000. Renewable Energi Sources for Rural Areas in Asia and thePasific. Tokyo: Asian Productivity Organization.
Priyono H. 2002. Pemanfaatan Lumpur dan Limbah Padat Industri Tapioka untukProduksi Biogas. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut PertanianBogor.
Priyatno D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Puspa AR. 2007. Kajian Ketahanan Keluarga Petani: Pengambilan Keputusan Istridan Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga. [Skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor.
71
Rahman B. 2005. Biogas, Sumber Energi Alternatif. [tersambung berkala].http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1123717100&4 [8 April2009].
Robbins SP. Coulter M. 2004. Manajemen Edisi ke 7 Jilid 1. T Hermaya danHarry Slamet; Penerjemah. Bambang Sarwiji; Editor. Jakarta: Indonesia.Terjemahan dari Management, Seventh Edition.
Samon E K T. 2005. Manajemen Keuangan, Alokasi Pengeluaran dan CopingMechanism Keluarga Nelayan dan Petani Tambak. [Skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor.
Setiawan A I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Depok: PT. PenebarSwadaya.
Shinta Y. 2008. Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat KesejahteraanMasyarakat Pesisir Kabupaten Indramayu. [Skripsi]. Bogor: FakultasPertanian. Institut Petanian Bogor.
Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen. Teori dan Penerapannya DalamPemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wikipedia. 2008. Energi Terbaharui. [tersambung berkala]. www.wikipedia.com[21 November 2008].
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Peta Kabupaten Sumedang
Skala 1 cm : 20 km
Pamulihan
74
Lampiran 2. Gambaran Lokasi Penelitian
Gambar 1 Batas Desa Haurngombong Gambar 2 Kandang sapi yang menggunakansistem biogas
75
Lampiran 3 Proses pembuatan biogas dari kotoran sapi
Gambar 1 Kotoran sapi dimasukkanke dalam ember
Gambar 2 Kotoran sapi dicampurdengan air dengan perbandingan 1:1
Gambar 3 Kemudian campurankotoran dan air disimpan dalamreaktor sampai menghasilkan biogas.
Gambar 4 Gas yang telah dihasilkandialirkan melalui selang menujuplastik penyimpanan gas yangbiasanya diletakkan di atas kandangsapi.
76
Gambar 5 Gas yang dihasilkan direaktor dialirkan ke tabungpenyimpan gas melalui selang
Gambar 6 Tabung penyimpan gasbiasanya diletakkan diatas kandangsapi
Gambar 7 Biogas dialirkan ke dalamgenset
Gambar 8 Lampu menyala denganenergi biogas
Gambar 9 Biogas digunakan untukmenyalakan kompor
top related