i10rma

90
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: bachtiar-m-taufik

Post on 07-Aug-2015

62 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: I10rma

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS

DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN,

KABUPATEN SUMEDANG

RANI MAULANASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: I10rma

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa

Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang adalah karya saya

dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir

Skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Rani Maulanasari

NIM I24052151

Page 3: I10rma

RINGKASANRANI MAULANASARI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PengambilanKeputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh: ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI danLILIK NOOR YULIATI.

Pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahun menyebabkanterjadinya lonjakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), menyebabkankelangkaan BBM di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia membutuhkan energialternatif sebagai pengganti BBM. Salah satu energi alternatif yang dapatdigunakan di Indonesia adalah biogas. Penelitian ini bertujuan untuk:(1) Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga;(2) Mengetahui manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna biogasdan nonbiogas; (3) Menganalisis perbedaaan alokasi pengeluaran rumahtanggapengguna biogas dan nonbiogas; dan (4) Menganalisis faktor-faktor yangmempengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap penggunaan biogas.

Disain penelitian ini adalah cross sectional study dan dilaksanakan di DesaHaurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi JawaBarat karena Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa mandirienergi yang memanfaatkan biogas sebagai energi alternatif. Contoh dalampenelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa Haurngombong, sedangkanresponden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh dibagi kedalam dua kelompok,yaitu kelompok pengguna biogas dan nonbiogas dengan pengambilan data secarapurposive sampling pada 30 keluarga di tiap kelompok, sehingga jumlahresponden adalah 60 keluarga.

Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yangberhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji,biogas dan sekam. Pengguna biogas menggunakan biogas (50%), gas elpiji (50%),kayu bakar (25%) dan minyak tanah (1,7%) untuk memasak. Pengguna nonbiogasmenggunakan gas elpiji (50%), kayu bakar (33,3%), minyak tanah (6,7%) dansekam (3,3%) untuk memasak. Energi yang digunakan untuk penerangan adalahlistrik dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrikuntuk penerangan dan biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (6,7%)pengguna biogas.

Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan perencanaan danpelaksanaan keuangan dan energi dibandingkan pengguna nonbiogas. Hal initerjadi karena meskipun suami dan istri memiliki tingkat pendidikan yang rendah,mereka berusaha membiayai pendidikan anaknya hingga ke jenjang yang lebihtinggi.

Alokasi pengeluaran rumahtangga pada pengguna biogas dan nonbiogaspada umumnya sama, perbedaan hanya terletak pada pengeluaran untuk energiyang digunakan untuk memasak. Hampir seluruh pengguna biogas hanyamengeluarkan setengah dari biaya energi yang dikeluarkan oleh penggunanonbiogas. Pengguna nonbiogas membutuhkan gas elpiji dua tabung ukuran 3 kguntuk memasak, pengguna biogas hanya membutuhkan gas elpiji satu tabung.

Page 4: I10rma

ii

Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas karena praktis (3,3%),mudah didapat (40%), memanfaatkan limbah (43,3%), energi tersedia (41,7%),energi lain sukar didapat (13,3%), dan harga terjangkau (10%).

Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik dengan nilai R square 0,713artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengambilan keputusanpenggunaan energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar28,7 persen. Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruhsignifikan (p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas sebesar 1,383 kali.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaranuntuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas.Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk membiayaipendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secaramerata, diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugasdesa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanyapengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatiflainnya. Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif iniagar tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telahmenggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi denganmasyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energialternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada energi minyak.

Guna mengantisipasi kekurangan persediaan energi minyak beberapa tahunbelakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus menggaliinformasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM untukkeperluan sehari-hari. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhanmengenai energi alternatif yang ada di Indonesi kepada masyarakat dengan baik.

Page 5: I10rma

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS

DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN,KABUPATEN SUMEDANG

RANI MAULANASARI

SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen padaDepartemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 6: I10rma

iv

Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,

Kabupaten Sumedang

Nama : Rani Maulanasari

NIM : I24052151

Disetujui,

Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.SiPembimbing I

Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSAPembimbing II

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.ScKetua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Lulus:

Page 7: I10rma

v

UCAPAN TERIMA KASIHPuji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi ini dengan limpahankemudahan-Nya. Satu hal yang disadari penulis, bahwa penyusunan skripsi initidak terlepas dari bantuan moril dan materiil berbagai pihak. Maka dari itupenulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku pembimbing akademik sekaliguspembimbing skripsi dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA sebagaipembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian dan motivasi yangtelah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Megawati Simanjuntak, SP selaku dosen penguji dan dosen pemanduseminar yang telah memberikan saran dan kritik yang berguna dalamperbaikan skripsi ini.

3. Adang, SP MP, selaku Kepala Desa Haurngombong yang telah berkenanmemberikan izin melakukan penelitian dan Komar Purnama selaku ketuakelompok peternak Harapan Sawargi, yang telah membantu memberikaninformasi kepada penulis mengenai masyarakat yang menggunakan biogasserta Masyarakat Desa Haurngombong yang telah berkenan menjadiresponden dalam penyusunan skripsi ini.

4. Papap dan Mama tersayang, atas segala do’a, dukungan, cinta, kasihsayang, pengorbanan dan kesabarannya yang akhirnya mampu menuntunpenulis sekolah hingga perguruan tinggi. Semoga Allah senantiasamelindungi dan menyayanginya. Uu Undang, Uu Oom, Teh Rissa, TehPoppy, dan A Galih atas bantuan dan dukungan selama penulismelaksanakan penyusunan skripsi ini. Adik-adikku tersayang, de Irfan dande Fikri yang selalu memberiku semangat.

5. Sri dan Anne selaku pembahas seminar atas kritik dan sarannya dalamperbaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat Al-Farabi, teman-teman IKK 42 serta Minor Keuangandan Aktuaria atas kebersamaan yang terjalin selama beberapa tahun ini.Semoga silaturahmi ini tidak berakhir sampai disini.Demikian ucapan terimakasih ini penulis sampaikan, semoga Allah

membalasnya dengan segala kebaikan. Amin.Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 8: I10rma

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada

tanggal 21 Oktober 1987 dari ayah Ir. Mochamad Soleh dan ibu Dra. Iyah

Sariyah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Penulis lulus tahun 2005 dari SMAN 1 Cianjur. Tahun 2005 pula penulis

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan tinggi. Tahun

pertama di IPB, penulis diterima di Kelas B 09 Tingkat Persiapan Bersama IPB.

Kemudian pada tahun kedua penulis diterima di mayor Ilmu Keluarga dan

Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Sistem mayor-minor yang diberlakukan

IPB terhitung sejak angkatan 42 membuat penulis memutuskan untuk mengambil

minor Pemodelan Sistem Dinamik dari Departemen Matematika dimulai dari

semester 3 hingga semester 5. Jadwal antara mayor dan minor yang seringkali

bentrok membuat penulis memutuskan untuk pindah minor dari Pemodelan

Sistem Dinamik ke minor Keuangan dan Aktuaria yang juga berasal dari

Matematika sehingga memiliki komposisi mata kuliah yang tidak jauh berbeda.

Semenjak memasuki IPB penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa

Tjianjur (HIMAT). Penulis pernah menjadi sekretaris Malam Keakraban HIMAT,

Bendahara HIMAT, dan pernah pula menjabat sebagai Ketua HIMAT.

Di kegiatan Departemen sendiri, penulis pernah terlibat dalam penyambutan

mahasiswa baru IKK angkatan 43 dengan menjadi anggota Penanggung Jawab

Keluarga Masa Orientasi Mahasiswa Baru IKK (MENTARI) 2007.

Page 9: I10rma

vii

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... viii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xi

PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1Latar Belakang ………………………………………………………… 1Perumusan Masalah …………………………………………………… 4Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5

Tujuan Umum …………………………………………………..... 5Tujuan Khusus ……………………………………………………. 5

Kegunaan Penelitian ………………………………………………….. 6

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...... 7Pengambilan Keputusan ......................................................................... 7Jenis-Jenis Energi ……………………………………………………... 11

Dasar-Dasar Teknologi Biogas ....................................................... 12Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat ... 14Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas ...................... 16Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas ................................ 16

Penggunaan Energi …………………………………………………… 17Prinsip Penggunaan Energi .............................................................. 18Konsumsi Energi dalam Rumahtangga ........................................... 19

Manajemen Keuangan dan Energi .............……………………………. 19Pendapatan ....................................................................................... 20Perencanaan ..................................................................................... 21Alokasi Pengeluaran Rumahtangga ................................................. 22Pelaksanaan ...................................................................................... 24

KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………… 25

METODE PENELITIAN …………………………………………………. 28Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ………………………………... 28Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ………………………………… 28Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 28Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………. 30Definisi Operasional …………………………………………………... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 35Keadaan Umum Lokasi ………..……………………………………… 35

Letak dan Luas Wilayah .................................................................. 35Program DME di Desa Haurngombong ........................................... 36

Karakteristik Keluarga …………………………………………........... 39Usia Suami dan Istri ………………………………………………. 39Pendidikan Suami dan Istri ……………………………………….. 40Pekerjaan Suami dan Istri ………………………………………… 41

Page 10: I10rma

viii

Besar Keluarga ............................................................................... 42Pendapatan per Kapita Keluarga ..................................................... 42Kepemilikan Ternak Keluarga ....................................................... 43Akses Informasi mengenai Energi .................................................. 44Pengetahuan Mengenai Biogas ………………………………….. 46

Manajemen Keuangan dan Energi …………………………………….. 48Perencaaan Keuangan dan Energi ………………………………… 48Pelaksanaan Keuangan dan Energi ……………………………….. 49Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan danEnergi ……………………………………………………………... 50

Perilaku Penggunaan Energi ………………………………………….. 53Energi yang Digunakan Keluarga ………………………............... 53Alasan Penggunaan Energi …………………………………......... 54Lama Penggunaan Biogas ……………………………………….. 56Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas …………. 56Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energimemasak …………………………………………………………. 60

Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi ………………......... 63Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan KeputusanPenggunaan Biogas ………….........................................................

64

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... 68Kesimpulan ……………………………………………………………. 68Saran …………………………………………………………………... 68

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 70

LAMPIRAN ………………………………………………………………. 73

Page 11: I10rma

DAFTAR TABEL

Halaman1 Jumlah penduduk indonesia tahun 1971-2008 ..................................... 1

2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah provinsi jawa barat … 14

3 Jenis dan cara pengukuran data ............................................................ 29

4 Pengkategorian data penelitian …......................................................... 32

5 Sebaran mata pencaharian penduduk desa haurngombong ………….. 36

6 Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di desa haurngombong … 38

7 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri …………………… 39

8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri …… 40

9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri ……………… 41

10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ......................................... 42

11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan ............. 43

12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki .................... 44

13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh ........... 45

14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah infomasi yang diterima ............... 45

15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh …....................... 46

16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai biogas .... 47

17 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan perencanaanmanajemen keuangan dan energi ..........................................................

48

18 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan pelaksanaanmanajemen keuangan dan energi ..........................................................

49

19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi .. 50

20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga ............. 53

21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi …………….. 54

22 Sebaran contoh berdasarkan lama penggunaan biogas ………………. 56

23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaranpangan dan nonpangan per kelompok contoh ……………………….. 58

24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaranpangan dan nonpangan per kelompok contoh ……………………….. 59

25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yangdigunakan untuk memasak ...................................................................

50

26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energimemasak ...............................................................................................

61

Page 12: I10rma

x

27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihanenergi ………………………………………………………………… 63

28 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan perilakupenggunaan biogas ...............................................................................

65

Page 13: I10rma

DAFTAR GAMBAR

Halaman1 Grafik produksi dan konsumsi minyak indonesia tahun 1987-2007 .... 2

2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter .............................. 7

3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model ................................ 10

4 Proses pelaksanaan manajemen ……………………………………… 24

5 Kerangka pemikiran ............................................................................. 27

6 Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas ........................ 38

Page 14: I10rma

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman1 Peta Wilayah Penelitian ……………………………………………… 74

2 Gambaran Wilayah Penelitian ……………………………………….. 75

3 Tahapan Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi ……………………… 76

Page 15: I10rma

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah

populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia

menduduki peringkat 4 setelah Amerika Serikat, sementara populasi terbanyak

dunia berada di Negara China (Fadhilza 2008). Tahun 2005 jumlah penduduk

Indonesia mencapai 218.868.791 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi

238.567.492 jiwa. Artinya dalam kurun waktu tiga tahun terjadi peningkatan

sekitar 2,39 persen pertumbuhan penduduk per tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1971-2008

Tahun Jumlah Penduduk Persentase pertumbuhan penduduk/tahun(%/tahun)

1971 119.208.2291980 147.490.298 2,391990 179.378.946 1,981995 194.754.808 1,662000 205.132.458 1,042005 218.868.791 1,312008 238.567.492 2,91

Sumber:SP (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas (1995, 2005) dalam BPS 2008 dan Fadhilza 2008

Produksi sumberdaya yang tidak sebanding dengan permintaan, sehingga

mengakibatkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikarenakan

meningkatnya populasi tidak diimbangi dengan penambahan sumberdaya

penunjang yang ada. Salah satu contohnya adalah kelangkaan minyak tanah dan

gas elpiji pada akhir tahun 2008. Hal ini dikarenakan konsumsi energi yang terus

meningkat sementara produksinya terus menurun seiring dengan menurunnya

sumberdaya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas alam di muka bumi. Hal ini

akan mengakibatkan kekurangan pasokan sumberdaya energi dikemudian hari

(Gambar 1). Grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa konsumsi BBM

Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 58,2; 53,4 dan

54,4 juta ton. Grafik pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa produksi BBM

Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 53,0; 49,9 dan

47,4 juta ton.

Page 16: I10rma

2

Gambar 1 Grafik produksi dan konsumsi minyak Indonesia tahun 1987-2007Sumber: BP 2008

Sumberdaya yang sangat dibutuhkan oleh manusia itu sebagian besar berasal

dari alam. Misalnya, pangan yang diperoleh dari berbagai tumbuhan di muka

bumi, sandang (pakaian) yang bahan dasarnya berasal dari serat-serat tumbuhan

dan bulu hewan, serta perumahan yang tiang-tiang penyangganya sebagian besar

berasal dari kayu. Selain ketiga kebutuhan pokok tersebut, ada sumberdaya lain

yang dapat dikatakan sebagai kebutuhan pokok, yaitu energi. Hingga saat ini

energi yang digunakan oleh manusia, sebagian besar berasal dari energi yang

tidak dapat diperbaharui, yaitu energi yang berasal dari fosil, mulai dari minyak

bumi, gas alam hingga batubara. Bahan bakar minyak (BBM) dan gas alam ini

adalah sumber utama energi dunia.

Energi digunakan untuk memasak, energi kendaraan bermotor, hingga

terpenuhinya pasokan listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara

(PLN). Kebutuhan manusia terhadap energi saat ini masih bergantung pada

keberadaan BBM dan gas alam. Padahal sumberdaya seperti ini jika terus-

menerus dieksplorasi dari perut bumi, lama-kelamaan akan habis. Sementara

untuk menghasilkannya kembali diperlukan waktu berjuta-juta tahun lamanya.

Oleh sebab itu dibutuhkan sumberdaya lain yang dapat menggantikan fungsi

bahan bakar minyak dan gas alam, sebagai energi alternatif yang dapat

diperbaharui (renewable).

Page 17: I10rma

3

Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi

adalah batubara, panas bumi, aliran sungai, angin, matahari, sampah serta sumber-

sumber lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon jarak, dan energi

biogas. Teknologi biogas merupakan salah satu sumber energi pengganti minyak

bumi (Nandiyanto dan Rumi 2006). Hal yang membuat biogas menarik perhatian

adalah proses pemeliharaan pembangkit biogas yang sederhana dan energi yang

dihasilkan cukup besar (8900 kkal/m3 gas methan murni (Gatra dalam Nandiyanto

dan Rumi 2006). Energi biogas berasal dari berbagai macam limbah organik

seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan yang dapat

dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobic digestion. Proses ini

merupakan peluang besar untuk menghabiskan energi alternatif sehingga akan

mengurangi dampak penggunaan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui.

Pemanfaatan biogas sebenarnya telah lama dirintis Departemen energi dan

sumberdaya mineral (ESDM) dan badan pengkajian dan penerapan teknologi

(BPPT) sejak tahun 1979 dan melibatkan berbagai perguruan tinggi. Hingga tahun

1991 telah terpasang sekitar 172 unit digester dengan berbagai kapasitas, 1-10

meter kubik. Unit itu tersebar di 15 provinsi. Lalu sejak tahun 1992 mulai dirintis

penggunaan digester tipe komunitas berukuran 20 meter kubik untuk 100 orang.

Penerapannya di Rumah Sakit Umum Boyolali dan pesantren di Jombang, Jawa

Timur. Setelah itu dikembangkan instalasi untuk industri berkapasitas 40 meter

kubik (Ekawati 2009).

Desa mandiri energi (DME) adalah desa yang dapat memproduksi sendiri

kebutuhan energinya dan tidak lagi bergantung pada pihak yang lain. Di

Indonesia, terdapat sekitar 70 ribu desa mandiri, dimana 45 persen diantaranya

adalah desa tertinggal. Menurut Menteri energi dan sumberdaya mineral (ESDM),

Yusgiantoro 2007 yang dimaksud desa mandiri energi adalah desa yang dapat

menyediakan energi dari desa itu sendiri, dapat membuka lapangan kerja dan

mengurangi kemiskinan serta memberikan kegiatan-kegiatan yang sifatnya

produktif. Serta ada dua tipe desa mandiri energi, pertama adalah desa mandiri

energi yang dikembangkan dengan nonBBM seperti desa yang menggunakan

mikrohidro, tenaga surya, dan biogas. Kedua adalah desa mandiri energi yang

menggunakan bahan bakar nabati atau biofuel. Total desa mandiri energi yang

Page 18: I10rma

4

terletak di 81 kabupaten berjumlah sekitar 100 desa yang menggunakan biofuel,

dan 40 desa menggunakan nonBBM. Tahun 2008 Presiden meminta untuk

meningkatkan jumlah dari 150 desa mandiri energi ditingkatkan menjadi 200 desa

mandiri energi. Bahkan pada akhir kabinet Presiden ingin meningkatkan lagi

menjadi 2000 desa mandiri energi, masing-masing 1000 desa yang menggunakan

biofuel dan nonBBM1.

Salah satu daerah yang masyarakatnya sudah banyak menggunakan biogas

adalah Desa Haurngombong. penghematan untuk satu contoh desa mandiri energi

dengan pemanfaatan energi biogas adalah Rp 117.000.000,00 per bulan dengan

asumsi pemakaian minyak tanah per KK/ hari rata-rata sekitar 2 liter, dengan

harga minyak tanah dilokasi adalah Rp 3.000,00 dan reaktor biogas yang

terpasang sebanyak 650 unit (UNPAD 2007).

Perumusan Masalah

Harga minyak dunia pada pertengahan 2008 mengalami peningkatan, namun

pada akhir tahun 2008 harga minyak dunia mengalami penurunan drastis.

Penurunan harga minyak ini mengakibatkan kelangkaan minyak dan gas elpiji

hampir diseluruh Indonesia. Hal ini sangat merugikan masyarakat sebagai

konsumen, sehingga menyadarkan banyak pihak untuk mencari energi alternatif

pengganti minyak tanah dan gas elpiji. Beberapa diantaranya ialah briket batu

bara, biogas dari pengolahan kotoran ternak dan manusia serta minyak jarak.

Sumber energi itu cukup murah dan mudah dalam penggunaannya namun

memang belum populer sehingga tidak cukup menarik perhatian masyarakat.

Biogas adalah limbah kotoran sapi yang digunakan sebagai energi alternatif yang

dimanfaatkan untuk memasak dan ampasnya sebagai pupuk organik.

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan, karena tingginya

produksi kotoran dari peternakan sapi seiring dengan perkembangan peternakan

sapi yang kondusif akhir-akhir ini. Disamping itu regulasi di bidang energi seperti

kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium,

minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan energi lain telah mendorong

pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah

lingkungan (Nurhasanah et al 2006).1) MinerggyNews. 2008. Pemerintah Targetkan 2010 ada 2.000 Desa Mandiri Energi.

http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/ ?p=129 [8 April 2009].

Page 19: I10rma

5

Peningkatan kebutuhan susu dan daging sapi di Indonesia saat ini telah

merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi

menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi susu dan

peternakan sapi pedaging melalui kemitraan dengan perkebunan sawit, dan

sebagainya. Kondisi yang demikian sangat mendukung ketersediaan bahan baku

secara kontinu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas. Namun

sampai sekarang perkembangan teknologi biogas masih sangat rendah dan belum

signifikan (Nurhasanah et al 2006). Peningkatan tersebut ditandai dengan

meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79

kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun 2005

(Ditjen Bina Produksi Peternakan 2009 dalam Pranada 2009).

Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

1. Energi apa saja yang digunakan oleh keluarga di Desa Haurngombong dan

bagaimana pemanfaatannya?

2. Bagaimana perbedaan manajemen keuangan dan energi antara keluarga

pengguna biogas dan nonbiogas?

3. Apakah ada perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga antara keluarga

pengguna biogas dan nonbiogas?

4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga dalam

penggunaan biogas?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi keluarga dalam pengambilan keputusan penggunaan energi biogas.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga.

2. Menganalisis manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna

biogas dan nonbiogas.

3. Menganalisis perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga pengguna biogas

dan nonbiogas.

Page 20: I10rma

6

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

keluarga terhadap penggunaan biogas.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna bagi peneliti dalam rangka memperluas pengetahuan

serta wawasan mengenai perilaku penggunaan energi. Hasil penelitian juga

diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat, pemerintah dan swasta

mengenai manfaat penggunaan energi alternatif dalam keluarga. Dengan

demikian, semua pihak lebih peduli dengan penggunaan energi alternatif dan

mendukung terlaksananya program pemanfaatan energi alternatif di lingkungan

tempat tinggalnya.

Page 21: I10rma

TINJAUAN PUSTAKA

Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah membuat pilihan di antara dua alternatif atau lebih.

Proses pengambilan keputusan adalah rangkaian delapan langkah yang mencakup

mengidentifikasi masalah, memilih alternatif dan mengevaluasi efektivitas

keputusan (Gambar 2). Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah. Proses

pengambilan keputusan berawal dengan adanya masalah atau lebih tepat

kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang dikehendaki. Sebelum

sesuatu dapat disebut sebagai masalah, para pengambil keputusan harus sadar

akan masalahnya, tertekan untuk bertindak dan harus mempunyai sumberdaya

untuk bertindak. Maka untuk memulai proses keputusan, masalah itu harus

mampu menimbulkan tekanan terhadap pengambil keputusan untuk bertindak.

Tekanan dapat mencakup kebijakan organisasi, batas waktu, krisis keuangan,

keluhan pelanggan atau anak buah, harapan atasan atau evaluasi kinerja yang akan

dilangsungkan (Robbins dan Coulter 2004).

Gambar 2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter

Evaluasi Efektivitas Keputusan

Implementasi Alternatif

Pemilihan Alternatif

Analisis Alternatif

Penyusunan Alternatif

Alokasi Bobot ke Kriteria

Identifikasi Kriteria Keputusan

Identifikasi Masalah

Page 22: I10rma

8

Langkah kedua adalah mengidentifikasi kriteria keputusan. Setelah

pengambil keputusan mengidentifikasi masalah yang membutuhkan perhatian,

kriteria keputusan yang penting untuk memecahkan masalah tersebut haruslah

diidentifikasi, artinya para pengambil keputusan harus menentukan apa yang

relevan dalam mengambil keputusan (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah ketiga adalah memberi bobot ke kriteria. Kriteria yang

diidentifikasi dalam langkah kedua tidak semuanya sama penting. Oleh karenanya

para pengambil keputusan harus memberi bobot ke butir-butir tersebut untuk

memberinya prioritas yang tepat dalam keputusan itu. Idenya adalah

menggunakan preferensi pribadi pengambil keputusan untuk memberi prioritas

kepada kriteria yang pengambil keputusan identifikasi dalam langkah kedua

dengan memberi bobot ke masing-masing kriteria itu (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah keempat adalah menyusun alternatif. Langkah keempat menuntut

para pengambil keputusan membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat

menyelesaikan masalah itu. Tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengevaluasi

alternatif-alternatif itu, hanya mendaftar saja (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah kelima adalah menganalisis alternatif. Setelah alternatif-alternatif

itu teridentifikasi, pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masing-

masing alternatif itu. Kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif

dievaluasi dengan cara membandingkannya dengan kriteria yang ditetapkan dalam

langkah kedua dan ketiga. Dari perbandingan itu, kekuatan dan kelemahan

masing-masing alternatif menjadi jelas (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah keenam adalah memilih sebuah alternatif. Langkah keenam

merupakan tindakan penting yakni memilih alternatif terbaik dari alternatif yang

dipertimbangkan. Pengambil keputusan telah menentukan semua faktor yang

terkait dalam keputusan itu, meberi bobot dan mengidentifkasi serta menganalisis

alternatif-alternatif yang bisa berhasil. Sekarang pengambil keputusan semata-

mata harus memilih alternatif yang menghasilkan angka paling tinggi dalam

langkah kelima (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah ketujuh adalah mengimplementasikan alternatif terpilih. Meskipun

proses pemilihan itu telah selesai dalam langkah terdahulu, keputusan tersebut

masih dapat gagal jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,

Page 23: I10rma

9

langkah ketujuh membahas upaya melaksanakan keputusan tersebut menjadi

tindakan. Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu kepada orang-

orang yang terpengaruh dan mendapatkan komitmen mereka atas keputusan

tersebut (Robbins dan Coulter 2004).

Langkah kedelapan adalah mengevaluasi efektivitas keputusan. Langkah

terakhir dalam proses pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan

tersebut untuk melihat apakah masalahnya telah terpecahkan (Robbins dan

Coulter 2004).

Dalam memilih dan menentukan alternatif keputusan biasanya ada dua

macam proses, yaitu proses pengambilan keputusan yang rasional dan yang hanya

menggunakan intuisi. Proses pengambilan keputusan yang rasional mencakup

proses berikut ini, yaitu: 1) memahami pentingnya suatu keputusan yang harus

diambil; mengumpulkan informasi dan mempertimbangkan alternatif-alternatif

yang sesuai sebelum menentukan keputusan, pengumpulan berbagai alternatif

keputusan yang sesuai perlu dilakukan; dan 3) memilih alternatif yang tepat

(Guhardja et al 1992). Teori pengambilan keputusan lain berasal dari John A

Howard dan Jagdish N Sheth. Keduanya mengembangkan sebuah model

pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai Howard and Sheth Model

(Gambar 3). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi

produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan

pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor

perbedaan individu konsumen, (c) faktor lingkungan konsumen. Proses keputusan

konsumen terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan, pencarian infomasi, evaluasi

alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen. Pemahaman terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada

pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih baik

(Engel et al 1994).

Page 24: I10rma

10

Gambar 3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model

Istilah kelompok acuan (refence group) didefinisikan sebagai orang atau

kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu.

Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi

perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku

(Engel et al 1994).

Terdapat tiga cara dasar di mana kelompok acuan mempengaruhi pilihan

konsumen, yaitu pengaruh utilitarian, pengaruh ekspresif nilai dan pengaruh

informasi. Pengaruh utilitarian (utilitarian influence), yaitu tekanan yang

diterapkan oleh kelompok acuan kepada individu untuk patuh dengan norma

kelompok. Pengaruh ekspresif nilai (value-expresive influence) adalah tekanan

untuk mengalami asosiasi psikologis dengan suatu kelompok melalui penyesuaian

dengan norma, nilai-nilai atau perilakunya, walaupun tidak berusaha menjadi

anggotanya. Pengaruh informasi (informational influence) adalah pengaruh teman

atau juru bicara, yang konsumen sering terima sebagai pemberian bukti yang

dapat dipercaya dan dibutuhkan megenai realitas (Engel et al 1994).

IMPLIKASIStrategi PemasaranKebijakan Publik

Pendidikan Konsumen

STRATEGIPEMASARAN

PerusahaanPemerintahOrganisasi NirlabaPartai Politik

PERBEDAANINDIVIDU

1. Kebutuhan danMotivasi

2. Kepribadiaan3. Pengolahan

Informasi danPersepsi

4. Proses Belajar5. Pengetahuan6. Sikap

FAKTORLINGKUNGAN1. Budaya2. Karakteristik

Sosial Ekonomi3. Keluarga dan

Rumahtangga4. Kelompok

Acuan5. Situasi

Konsumen

PROSESKEPUTUSAN

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Pembelian dan Kepuasan

Page 25: I10rma

11

Dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan

terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: 1) pengambilan

keputusan konsesus dimana keputusan diambil secara bersama-sama oleh anggota

keluarga; 2) pengambilan keputusan akomodatif dimana keputusan diambil oleh

orang yang dominan berdasarkan pendapat orang yang dominan tersebut; dan 3)

pengambilan keputusan de facto dimana keputusan diambil karena terpaksa

(Guhardja et al 1992).

Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan

suami istri dalam mengambil keputusan. Ada dua pola pengambilan keputusan,

yaitu pola tradisional dan pola modern. Pengambilan keputusan pada pola

tradisional dilakukan oleh suami, sedangkan sang istri hanya sebagai pendukung

dari keputusan. Pengambilan keputusan dalam pola modern dilakukan keluarga

secara bersama-sama dimana ada semacam hak istri tanpa menghilangkan peran

masing-masing (Guhardja et al 1992).

Jenis-Jenis Energi

Energi adalah sumberdaya yang mempunyai potensi untuk melaksanakan

kegiatan, secara ringkas dapat pula dikatakan sebagai sumber tenaga. Dilihat dari

sifat sumbernya energi terdiri atas sumber tenaga yang dapat diperbaharui

(renewable) dan tidak dapat diperbaharui (not renewable) (Guhardja et al 1992).

Energi yang tidak dapat diperbaharui (not renewable) umumnya bersifat

terbatas karena tidak dapat diperbaharui atau ditambah bila telah berkurang atau

habis terpakai, sebagai contoh adalah energi yang berasal dari minyak bumi

(termasuk minyak tanah, bensin, dan solar), gas alam, batubara, nuklir, dan lain-

lain. Permintaan terhadap energi not renewable ini umumnya tidak terbatas,

selama manusia melakukan kegiatan, maka selama itu pula terdapat permintaan

terhadap energi ini, oleh karena itu diberlakukan perlindungan dan pemeliharaan

terhadap penggunaan energi, yang dikenal dengan istilah ”konservasi energi”

(Guhardja et al 1992).

Energi terbaharui berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti sinar

matahari, angin, air yang mengalir, proses biologi, dan gheotermal (Wikipedia

2008), sedangkan menurut Blackburn (1988) sumber-sumber energi terbaharui

yang selalu tersedia adalah panas matahari secara langsung, tenaga air, tenaga

Page 26: I10rma

12

angin, atau energi yang berasal dari fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Energi ini

berbeda dari energi yang berasal dari energi fosil, yang bila telah dibakar akan

habis dan tidak dapat lagi kita pakai.

Energi surya yang juga muncul secara tidak langsung sebagai hujan, angin

atau bahan-bahan organik (biomassa). Biomassa ini dapat langsung digunakan

sebagai energi atau diubah dahulu menjadi energi cair atau gas. Aliran energi

terbaharui nonsurya berasal dari panas yang ada dalam kerak bumi (energi

geotermal) atau dari pergerakan air pasang (Blackburn 1988).

Menurut Prasad (2000) energi renewable di Fiji diantaranya solar, angin,

hydro, dan biomassa. Biomassa ditemukan dengan sangat ekstensif yang

digunakan untuk memasak, pengeringan, dan listrik di pabrik gula.

Dasar-Dasar Teknologi Biogas

Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses

fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup

dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa

diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik

(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang

cocok untuk sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin

menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem

Biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu,

tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam

sistem Biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di

sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal

dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat

mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain

seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara (Anonim 2008).

Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan

masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan

Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan

oleh intial surface absorption test (ISAT) menunjukkan bahwa aktivitas

metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar

8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut

Page 27: I10rma

13

digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut

yang kemudian menghasilkan gas (disebut Biogas). Biogas yang telah terkumpul

di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung

penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya (Anonim 2008).

Pada akhir abad ke-19 telah dilakukan beberapa riset mengenai biogas.

Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan

beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama

Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester

kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor.

Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun

1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara

berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu

ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat

pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO 1981 dalam

Rahman 2005).

Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan

Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit

biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara

dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan

bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa

penyaluran biogas yang terbentuk (Rahman 2005).

Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk

menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas,

mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan

untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas

sebagaimana halnya elpiji (Rahman 2005)

Adapun tahapan pembentukan biogas adalah: a) Buat campuran kotoran

ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas); b) masukan bahan biogas

ke dalam reaktor melalui tempat pengisian, selanjutnya akan berlansung proses

produksi biogas di dalam reaktor; c) Setelah kurang lebih sepuluh hari reaktor

dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya

biogas yang dihasilkan; d) Biogas sudah dapat digunakan sebagai energi untuk

Page 28: I10rma

14

memasak dan penerangan; e) Sekali-sekali reaktor digoyangkan supaya terjadi

penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas,

lakukan juga pada pengisian reaktor; dan f) Pengisian bahan biogas dapat

dilakukan setiap hari setiap pagi dan sore hari (Lampiran 3). Sisa pengolahan

bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor

setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas

tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan

basah maupun kering (Anonim 2008).

Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat

Wilayah Provinsi Jawa Barat yang sangat potensial untuk pengembangan

digester yang menghasilkan energi biogas, yaitu Bandung, Ciamis, Tasikmalaya,

Garut, Cianjur dan Sukabumi, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Kuningan. Adapun

secara garis besar rata-rata spesifikasi digester biogas di Provinsi Jawa Barat dapat

dilihat pada Tabel 2 (Nurhasanah et al 2006).

Tabel 2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah Provinsi Jawa Barat

No. Spesifikasi Keterangan1. Tipe digester 1. Tipe plastik (Kab. Bandung, Garut)

2. Tipe fixed dome (Kab. Bogor, Cianjur)2. Kapasitas 1. untuk 1-2 sapi potong (Bandung)

2. untuk 6 – 12 sapi potong/sapi perah (Bogor)3. Kepemilikan 1. Milik sendiri (peternak) (Bandung)

2. Bantuan Dinas peternakan Kab. Bogor4. Kegunaan 1. Untuk memasak (rumahtangga) (Bandung)

2. Untuk memasak dan penerangan (Bogor)5. Waktu pembangunan digester 1. Tahun 2005 (Bandung)

2. Tahun 2000 (Bogor)6. Sumber biomasa Kotoran sapi potong dan sapi perah

Bila diamati menurut kabupaten yang berkembang saat ini, dapat dilihat

perkembangan biogas pada masing-masing daerah seperti penjelasan berikut ini:

1. Kabupaten Bogor

Perkembangan pengolahan kotoran ternak menjadi energi biogas di

wilayah Kebon Pedes, Kabupaten Bogor sudah cukup baik, karena didukung oleh

instansi pemerintah, yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Disini digester

dikelola oleh kelompok peternak secara mandiri. Masing-masing peternak rata-

rata memiliki 6 sapi, apabila peternak hanya memiliki 1-2 sapi, maka bergabung

dengan tetangganya sehingga satu digester untuk beberapa rumah. Digester

Page 29: I10rma

15

merupakan jenis fixed dome. Gas yang dihasilkan digunakan oleh masyarakat

untuk memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006).

Selain itu di wilayah Cibanteng Ciampea Kabupaten Bogor, juga sudah

ada digester di Pondok Pesantren Darul Fallah yang merupakan hasil kerjasama

antara Ponpes dengan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong,

Tanggerang. Digester ini dibuat untuk kapasitas 10-12 ekor sapi dan jenis disain

fixed dome dengan gas dihasilkan sekitar 6 m³ per hari. Gas yang dihasilkan

digunakan untuk proses memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006).

2. Bandung

Menurut Andreas (2006) dalam Nurhasanah et al (2006) proyek

pengembangan biogas telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, namun

perkembangannya sampai saat ini kurang signifikan, karena masyarakat lebih

memilih energi fosil sebagai energi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya

perawatan dan harga BBM yang cukup murah, sehingga apabila digunakan untuk

keperluan memasak saja hal ini dirasakan kurang manfaatnya, disamping itu untuk

pembuatan digester diperlukan investasi awal yang cukup mahal, sehingga

peternak enggan mengembangkannya. Mempertimbangkan keadaan tersebut

Andreas mencoba membuat digester dengan bahan plastik, ini bertujuan menekan

biaya investasi awal sehingga masyarakat khususnya peternak sapi tertarik untuk

memanfaatkan energi biogas dengan pertimbangan murah dan tersedia bahan yang

semula hanya diperuntukan sebagai pupuk kompos saja. Hasil gas perharinya

dari digester dengan volume reaktor 5.000 liter akan setara dengan 2.5 liter

minyak tanah jadi jumlah perbulannya setara dengan 75 liter minyak tanah.

Sedangkan investasi yang diperlukan untuk pembuatan seperangkat alat biogas

sekitar 1,75 juta rupiah.

Dengan investasi yang cukup murah diharapkan masyarakat akan tertarik

untuk menggantikan bahan fosil ke bahan biogas, namun harapan tersebut juga

kurang direspon oleh masyarakat, karena penggunaan biogas dianggap kurang

praktis dibandingkan dengan bahan fosil yang murah dan mudah didapatkan.

Setelah pemerintah melakukan kebijakan pengurangan subsidi BBM akhir tahun

2005 yang membuat harga bahan fosil meningkat tajam barulah masyarakat

Page 30: I10rma

16

melirik penggunaan bahan biogas. Hal ini terlihat dari permintaan masyarakat

terhadap reaktor biogas tahun 2005 yang cukup besar, yaitu sekitar 200 buah.

Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas

Kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan

rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan

ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan

ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya

menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi

pertaniannya karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai

dan kualitas pupuk yang lebih baik (Anonim 2008).

Menerapkan teknologi baru kepada masyarakat desa merupakan suatu

tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan, pengetahuan dan

wawasan yang mereka miliki. Terlebih lagi pada penerapan teknologi biogas.

Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran lembu bisa menghasilkan api. Selain

itu juga mereka merasa jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan

Biogas. Di Desa Plangkrongan, perlu waktu 2 tahun hanya untuk membangun

sebuah unit biogas percontohan. Metode yang dipergunakan untuk

mensosialisasikan biogas adalah dengan memilih sebuah keluarga sebagai

khalayak sasaran antara (KSA) yang diharapkan menjadi pelopor dan bisa

mengembangkan biogas itu kepada masyarakat sebagai khalayak sasarannya

(Anonim 2008).

Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas

1. Cina

Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, sebanyak

5.000.000 rumahtangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang

banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak

dan manusia serta limbah pertanian (Anonim 2008).

2. India

Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas

Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999,

sebanyak 3.000.000 rumahtangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang

Page 31: I10rma

17

digunakan model sumur tembok dan drum serta dengan bahan baku kotoran

ternak dan limbah pertanian (Anonim 2008).

3. Indonesia

Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, selanjutnya pada tahun 1981

melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun

contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup

berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga

BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih

memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan

ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor

biogas skala kecil (rumahtangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik

siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah (Anonim 2008).

Penggunaan Energi

Bentuk penerapan konservasi energi berupa usaha membatasi pemakaian

energi guna kelangsungan hidup manusia, yang pada akhirnya berdampak pada

lingkungan sekitarnya. Dengan melakukan pembatasan terhadap pemakaian

energi seperti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor dapat menghemat

energi bahan bakar minyak serta dapat mengurangi pencemaran asap kendaraan

bermotor terhadap lingkungan. Sebagai contoh dari pemakaian energi yang

berbentuk pemakaian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, yang demikian padat

seiring dengan laju peningkatan penduduk dan pembangunan telah menyebabkan

permintaan terhadap BBM juga meningkat. Hal ini menyebabkan eksploitasi

terhadap sumber BBM baik di wilayah perairan maupun daratan yang diduga

merupakan sumber BBM, sehingga menyebabkan lingkungan di sekitar turut

berubah dengan adanya pengeboran terhadap sumber BBM, disamping itu

peningkatan volume kendaraan menyebabkan volume asap kendaraan bermotor

juga meningkat, sehingga udara yang dihisap manusia disekitarnya bukan lagi

udara bersih yang layak dihirup sesuai standar kesehatan. Dengan demikian

pemakaian energi berlebihan mempengaruhi bukan saja kualitas lingkungan tetapi

juga kualitas manusianya (kesehatan manusia) (Guhardja et al 1992).

Page 32: I10rma

18

Prinsip Penggunaan Energi

Secara alami setiap kegiatan memerlukan energi untuk menggerakkannya,

dalam hal ini energi merupakan input yang harus selalu ada dalam proses untuk

memperoleh output. Input energi dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik

sumber energi yang ”renewable” maupun ”not renewable”. Sumber energi

renewable merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dalam jangka waktu

relatif pendek, contohnya energi kayu bakar dapat diperbaharui atau ditambah

kuantitasnya melalui penanaman pohon penghasil kayu (Guhardja et al 1992).

Konsumen atau pemakai energi memerlukan biaya untuk memperoleh

energi. Demikian pula dalam upaya konservasi energi diperlukan biaya,

tergantung pada kapasitas usaha konservasi itu sendiri. Bagi Pemerintah Indonesia

khususnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) upaya ini dilakukan dengan

penyuluhan pada masyarakat yang terdiri atas konsumen rumahtangga,

perusahaan, instansi, pabrik/industri skala besar maupun kecil melalui media

massa (televisi, radio, leaflet, poster dan lain-lain) yang berisi pesan untuk

melakukan penghematan penggunaan listrik. Upaya konservasi energi adalah

untuk menjaga lingkungan dari pencemaran, biasanya biaya untuk upaya ini

dikeluarkan pemakai energi sebagai kompensasi atas limbah energi yang

menyebabkan lingkungan tercemar. Oleh karena bumi tidak sanggup untuk

menyerap seluruh polutan (zat yang menimbulkan polusi) maka konsumen

khususnya industri wajib mengawasi pembuangan limbah. Untuk memelihara

lingkungan tersebut, melalui analisa terhadap kadar pencemaran, yang dikenal

sebagai AMDAL (Analisa mengenai dampak lingkungan) (Guhardja et al 1992).

Dalam memacu perkembangan pembangunan di Indonesia, di satu sisi

penggunaan teknologi dan industri merupakan salah satu prasyarat, yang pada sisi

lain memungkinkan adanya cemaran/polutan pada lingkungan guna mengimbangi

hal ini diperlukan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yang biasa disebut

“sustainable development” Emil Salim (1989) dalam Guhardja et al (1992).

Dengan demikian dalam merencanakan penggunaan teknologi dan industri telah

dimasukkan biaya kompensasi terhadap lingkungan (Guhardja et al 1992).

Page 33: I10rma

19

Konsumsi Energi dalam Rumahtangga

Penggunaan energi dalam rumahtangga bervariasi, namun digunakan

sebagai sumber tenaga panas untuk memasak, menghangatkan tubuh, menyetrika

(kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji), sebagai tenaga penerangan (minyak tanah,

listrik), sebagai tenaga pemacu mesin: televisi, radio, kulkas, mobil (listrik,

bensin, solar) (Guhardja et al 1992).

Variasi penggunaan energi tergantung pada pendapatan (tinggi atau rendah),

cuaca (musim dingin, musim panas khusus untuk Negara beriklim empat), harga

energi, besar keluarga dan struktur keluarga (umur), dan lain-lain, bisa juga faktor

sosial budaya; adat (Guhardja et al 1992).

Manajemen Keuangan dan Energi Keluarga

Menurut Guhardja et al (1992) sesuai dengan fungsinya sebagai sumber

tenaga dan sumber penggerak aktivitas, maka sumberdaya energi akan senantiasa

dibutuhkan manusia guna kelangsungan hidup, kesehatan dan kesejahteraan umat

manusia pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan

pengelolaaan terhadap input yang berupa:

a. Pengaturan kebutuhan akan energi, serta mengutamakan kebutuhan

daripada keinginan.

b. Pengaturan standar penggunaan energi, artinya menciptakan gaya hidup

yang tidak boros.

Pengaturan sumberdaya termasuk upaya konservasi energi yang menjaga

kelestarian sumber energi dan lingkungan hidup manusia serta pengaturan

sumberdaya lain misalnya individu yang terlibat(Guhardja et al 1992).

Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur

dari sumber daya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga

menunjukkan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang

dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas

(Guhardja et al 1992).

Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas,

tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian

pendapatan serta pemilikan asset lainnya. Sedangkan di lain pihak, keinginan dan

kebutuhan setiap keluarga dan anggotanya relatif tidak terbatas. Bahkan keinginan

Page 34: I10rma

20

dan kebutuhan akan barang atau jasa dari setiap keluarga dan anggotanya dari

waktu ke waktu selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Pemenuhan dari

keinginan dan kebutuhan dari setiap keluarga dan anggotanya pada dasarnya

merupakan bagian dari tujuan setiap keluarga. Dengan demikian pemanfaatan

sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha

manajemen keuangan yang baik dan efektif. Walaupun manajemen tidak bisa

membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan

penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua

kepala keluarga (Guhardja et al 1992).

Cashflow atau arus kas adalah aliran uang yang mengalir mulai dari kita

mendapatkan uang tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan

mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin. Pengetahuan akan

cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan kacau balau dan

terpantau. Ada sebuah ungkapan yang cukup menarik “tidak peduli keuangan

Anda sedang defisit, yang penting Anda tahu kemana mengalirnya uang tersebut”

(Kiyosaki dan Lechter 2006).

Pendapatan

Pendapatan (income) adalah kegiatan yang bertujuan memasukkan

uang/harta. Biasanya pendapatan dapat diperoleh dari dua aktivitas, yaitu gaji dan

investasi. Gaji diperoleh dari status kita sebagai pegawai/karyawan/

professional/konsultan. Dalam sebuah keluarga gaji ini bisa diperoleh oleh suami

dan istri yang bekerja (Kiyosaki dan Lechter 2006).

Menurut Sumarwan (2003) pendapatan merupakan imbalan yang diterima

oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah.

Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumber

daya material penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan itulah,

konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya.

Hasil Investasi diperoleh dari aktivitas kita dalam mengembangkan

uang/harta dalam berbagai cara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan

berinvestasi yaitu Deposito, Properti, Saham, Hasil Usaha, Reksadana, Obligasi,

Page 35: I10rma

21

dan lain-lain. Seluruh pendapatan kita tersebut biasanya disimpan dalam bentuk

tunai atau di bank/ATM (Kiyosaki dan Lechter 2006).

Perencanaan

Perencanaan didefinisikan sebagai tindakan yang telah diperhitungkan

sebelumnya, dan merupakam realitas dari keputusan-keputusan tentang standar

dan urutan tindakan untuk mencapai tujuan (Guhardja et al 1992). Perencanaan

mencakup kegiatan mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi

menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang

menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan

organisasi. Perencanaan menyangkut hasil (apa yang harus dikerjakan) dan sarana

(bagaimana cara melakukannya). Pengambil keputusan dapat mengidentifikasi

sekurang-kurangnya empat alasan untuk merencana. Perencanaan memberi arah,

mengurangi dampak perubahan, meniminalkan pemborosan dan kegiatan rangkap

dan menjadi standar yang digunakan dalam pengawasan (Robbins dan Coulter

2004).

Perencanaan sering disebut fungsi manajemen primer karena menjadi dasar

bagi semua fungsi lain yang dilakukan para manajer. Rencana adalah dokumen

yang merangkum cara mencapai sasaran dan biasanya menggambarkan alokasi

sumber daya, penyusunan jadwal dan tindakan lain yang diperlukan untuk

mencapai sasaran itu (Robbins dan Coulter 2004). Kegunaan dari perencanaan

adalah a) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan; b) menyelenggarakan

pekerjaan secara terarah untuk mencapai tujuan; c) mengalokasikan sumberdaya

secara efektif dan efisien; dan d) mempermudah evaluiasi/menilai pekerjaan yang

dilakukan (Guhardja et al 1992).

Individu-individu mungkin berbeda dalam keahlian membuat perencaan

karena perbedaan dalam kualitas demografi, orientasi waktu, pandangan ke masa

depan dan kontrol internal atau eksternal. Ciri-ciri rencana, yaitu jelas isinya,

tujuan terinci dengan baik, strandar yang khusus urutan jelas dan realiostik serta

siap untuk disesuaikan apabila ada perubahan selama pelaksanaan

[implementation] (Guhardja et al 1992).

Page 36: I10rma

22

Alokasi Pengeluaran Rumahtangga

Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian

yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran

keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan

menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan

peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994).

Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan

pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan,

perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh

keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Pengeluaran berarti

seluruh kegiatan yang mengakibatkan uang kita berkurang. Dari diagram kita bisa

melihat banyak sekali kebutuhan akan pengeluaran keluarga kita, sehingga bila

tidak diatur dengan baik maka akan membuat keuangan keluarga menjadi kacau

dan bila sudah kronis dapat menuju ke jurang kebangkrutan (Kiyosaki dan Lechter

2006).

Secara umum sebuah keluarga memiliki beberapa pengeluaran seperti

pengeluaran rumahtangga, cicilan utang, premi asuransi, pembantu rumahtangga,

keperluan anak, transportasi, zakat/pajak, hiburan/rekreasi, kegiatan sosial,

fashion, dan sebagainya (Kiyosaki dan Lechter 2006).

Bila kita perhatikan selama ini, kesalahan yang sering dilakukan oleh

kebanyakan keluarga adalah hanya berkutat pada pendapatan yang berasal dari

gaji yang terus-menerus dikuras untuk menutupi pengeluarannya. Sangat sedikit

dari keluarga kita yang mulai melakukan aktivitas-aktivitas investasi sebagai

sumber pendapatan keluarganya. Padahal bila kita rajin melakukan investasi,

maka hasil dari investasi tersebut sebenarnya sudah dapat menutupi segala macam

pengeluaran kita, bahkan bisa jauh lebih besar dari gaji yang kita terima selama

ini (Kiyosaki dan Lechter 2006).

Uraian di atas adalah sebuah kondisi ideal yang selayaknya dicapai oleh

setiap keluarga. Bila keluarga Anda saat ini masih bergantung sepenuhnya pada

aliran pemasukan dari gaji setiap bulan, maka sudah waktunya untuk sedikit demi

sedikit menyisihkan uang Anda agar bisa membuat aliran pemasukan baru yang

berasal dari investasi (Kiyosaki dan Lechter 2006).

Page 37: I10rma

23

Engel (1983) dalam Sumarwan (2003) menyatakan bahwa semakin sejahtera

seseorang, maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli pangan.

Sesuai dengan hukum tersebut BPS (2002) dalam Samon (2005) menyebutkan

bahwa di negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada

rumahtangga adalah pengeluaran untuk pangan. Hal ini berbeda dengan negara

maju yang memiliki persentase pengeluaran rumahtangga terbesar untuk

pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi

dan lainnya. Keadaan ini juga terjadi di rumahtangga.

Pengeluaran keluarga menurut Biro Pusat Statistik (2008) dalam Shinta

(2008) dibedakan atas pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran nonpangan.

Pengeluaran untuk pangan meliputi tindakan konsumsi terhadap bahan pangan

kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buah-

buahan, minyak dan lemak, minuman, serta makanan jadi. Komoditi pangan yang

berpengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula

pasir, telur, tahu, tempe, mie instant dan minyak goreng (BPS 2008 dalam Shinta

2008).

Sementara pengeluaran untuk nonpangan meliputi biaya untuk perumahan,

energi, penerangan, air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama

lainnya. Pengeluaran untuk biaya transportasi, listrik, energi dan perumahan

merupakan kebutuhan yang berpengaruh terhadap pergeseran garis kemiskinan

bukan makanan (BPS 2008 dalam Shinta 2008).

Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga

akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku

tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota

keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya.

Teori ekonomi mengasumsikan bahwa seseorang bertindak secara rasional

dalam mencapai tujuannya dan mengambil keputusan yang konsisten demi tujuan

tersebut. Soembodo (2004) dalam Shinta (2008) mengemukakan beberapa macam

kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup secara wajar, yaitu:

1. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan.

2. Kebutuhan sandang atau pakaian.

Page 38: I10rma

24

3. Kebutuhan papan atau tempat berteduh.

4. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya.

Pelaksanaan

Pelaksanaan (implementing) adalah melaksanakan (actuating) rencana dan

prosedur standar dan urutannya serta pengawasan (controlling) dari kegiatan-

kegiatan, yaitu pengecekan atau pembandingan antara kegiatan pelaksanaan dan

rencana-rencana, jika perlu diadakan penyesuaian standar dan urutan-urutan yang

tercantum dalam perencanaan agar peluang keberhasilan mencapai hasil

meningkat (Guhardja et al 1992). Pengawasan adalah proses memantau kegiatan

untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan seperti yang telah

direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.

Pengawasan itu penting karena merupakan kaitan terakhir dalam fungsi

manajemen. Pengawasan merupakan satu-satunya cara manajer mengetahui

apakah sasaran organisasi itu tercapai atau tidak dengan disertai alasannya.

Kenyataannya manajemen merupakan proses yang berlangsung terus dan kegiatan

pengawasan menyajikan kaitan kembali yang amat penting ke perencanaan

(Gambar 4). Jika para manajer tidak melakukan pengendalian, manajer tidak

mempunyai cara untuk mengetahui apakah sasaran dan rencana manajer itu sesuai

target dan apa tindakan di masa depan yang harus diambil (Robbins dan Coulter

2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan, yaitu: karakteristik

individu, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan karakteristik tugas

(Guhardja et al 1992).

Gambar 4 Proses pelaksanaan manajemen

Perencanaan- Sasaran- Tujuan- Strategi- Perencanaan

Memimpin- Motivasi- Kepemimpinan- Komunikasi- Perilaku individu

dan kelompok

Pengawasan- Standar- Ukuran- Perbandingan- Tindakan

Pengorganisasian- Struktur- Manjer

sumbedayamanusia

Page 39: I10rma

KERANGKA PEMIKIRAN

Pengambilan keputusan adalah suatu proses menetapkan suatu keputusan

yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan fakta, data dan informasi dari

sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan

resiko terkecil, efektif dan efisien, yang akan dilaksanakan pada masa yang akan

datang (Guhardja et al 1992). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau

mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (1)

kegaiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (2)

faktor perbedaan individu konsumen dan (3) faktor lingkungan konsumen

(Sumarwan 2003). Dua dari tiga faktor diatas diamati dalam penelitian ini, yaitu

faktor perbedaan individu konsumen dan faktor lingkungan konsumen.

Dalam proses pengambilan keputusan itu, selain faktor pribadi dan

lingkungan, akses informasi juga sangat penting. Oleh karena itu, dalam penelitian

ini diteliti pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan.

Perbedaan individu konsumen yang diamati dalam hal ini adalah

pengetahuan ibu mengenai biogas, sedangkan faktor lingkungannya adalah

karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga meliputi usia suami dan istri, tingkat

pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan

per kapita per bulan dan pengeluaran untuk energi memasak. Selain karakteristik

keluarga dilihat pula pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan

penggunaan biogas.

Pengambilan keputusan dalam keluarga akan terkait dengan manajemen

sumberdaya keluarga. Sebelum diakukan pengambilan keputusan, biasanya

dilakukan perencanaan-perencanaan terkait dengan keputusan tersebut. Dalam

penelitian ini manajemen sumberdaya keluarga yang diteliti mencakup

perencanaan dan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi. Perencanaan

meliputi jenis energi yang akan digunakan keluarga, jenis pengeluaran yang

dilakukan keluarga dan lain-lain.

Menurut Guhardja et al 1992 faktor yang mempengaruhi perencanaan

keluarga adalah umur, tahapan siklus keluarga (sangat berkorelasi dengan umur),

pengalaman dan pendidikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

manajemen sumberdaya keluarga adalah karakteristik individu, karakteristik

Page 40: I10rma

26

keluarga (siklus hidup keluarga, umur anak-anak, dan besar keluarga),

karakteristik lingkungan serta karakteristik tugas.

Dalam kegiatan keluarga kadang proses pengambilan keputusan diawali

dengan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, baru dilakukan pengambilan

keputusan. Kadang pula dilakukan proses pengambilan keputusan terlebih dahulu,

lalu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan.

Page 41: I10rma

27

Gambar 5 Kerangka Pemikiran

Pengambilan KeputusanPenggunaan Energi

- Biogas- Nonbiogas

Manajemen Keuangan dan Energi(Perencanaan dan Pelaksanaan)

90

Akses Informasi

Karakteristik Keluarga Usia suami dan istri Tingkat pendidikan suami

dan istri Pekerjaan suami dan istri Pengetahuan istri mengenai

biogas Besar keluarga Pendapatan per kapita per

bulan Pengeluaran untuk energi

memasak

Page 42: I10rma

28

METODE PENELITIAN

Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional

study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang bersamaan

pada dua kelompok yang berbeda. Kedua kelompok ini adalah kelompok keluarga

penguna biogas dan nonbiogas. Disain ini digunakan untuk mendapatkan data

yang nyata mengenai alasan pemilihan energi yang digunakan dan alokasi

pengeluaran setiap bulan serta cara-cara pengambilan keputusan untuk kedua hal

tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap masyarakat Desa Haurngombong, Kecamatan

Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Tempat penelitian ini dipilih dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan tempat didasari oleh telah

diketahuinya bahwa Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa

mandiri energi. Bahkan desa ini pernah menjadi juara empat (4) dalam lomba

Desa Mandiri Energi Nasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei -

September 2009.

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa

Haurngombong, sedangkan responden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh

yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu

kelompok pengguna biogas dan kelompok pengguna nonbiogas. Tujuan

pemisahan kelompok ini untuk mengetahui perbedaan penggunaan energi oleh

masyarakat. Pengambilan contoh pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah

minimal yang mengikuti sebaran normal, yaitu 30 orang untuk setiap kelompok

responden, sehingga jumlah responden adalah 60 orang. Pemilihan responden

dengan cara teknik purposive sampling.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data

primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik keluarga meliputi usia suami

Page 43: I10rma

29

dan istri, tingkat pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan

per kapita per bulan, jumlah ternak, akses informasi mengenai biogas, serta

pengetahuan istri tentang biogas; (2) perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan

energi; (3) perilaku penggunaan energi; dan (4) pengeluaran keluarga, meliputi

pengeluaran untuk energi dan nonenergi.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi (1) monografi desa serta (2)

gambaran umum wilayah penelitian. Data sekunder diperoleh dari kantor desa.

Jenis dan cara pengumpulan data yang dikumpulkan dijelaskan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan cara pengukuran data

No Variabel Jenis Data Alat dan Cara Pengukuran

A Data Primer1 Karakteristik Keluarga:

- Usia Istri- Tingkat Pendidikan suami dan istri- Pekerjaan suami dan istri- Pendapatan per kapita per bulan- Besar Keluarga- Jumlah Ternak- Akses informasi mengenai biogas- Pengetahuan istri mengenai biogas

RasioOrdinalNominal

RasioRasioRasioRasioRasio

Kuesioner/ Wawancara

2 Perencanaan dan Pelaksanaan Keuangan danEnergi

Nominal Kuesioner/ Wawancara

3 Perilaku Penggunaan Energi:- Energi yang digunakanBiogasNonbiogas (kayu bakar, listrik, elpiji, minyak

tanah, bensin, sekam)- Penggunaan energi- Lama penggunaan biogas- Alasan penggunaan energi tersebut

Nominal

NominalNominalNominal

Kuesioner/ Wawancara

4 Pengeluaran Keluarga:Pengeluaran panganPengeluaran nonpangan- Pengeluaran energi- Pengeluaran nonenergi

RasioRasioRasioRasio

Kuesioner/ Wawancara

B Data Sekunder1 Monografi desa2 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan editing,

coding, scoring, dan entry data; cleaning dan terakhir data dianalisis dan

diterjemahkan kedalam kalimat. Pengolahan data ini dilakukan dengan

menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service

Page 44: I10rma

30

Solution (SPSS) versi 15. Melalui kedua program ini dilakukan uji sebagai

berikut:

1. Uji Cronbach Alpha untuk mengukur nilai validitas dan reliabilitas pernyataan

yang mengukur tingkat pengetahuan mengenai biogas dan pertanyaan

mengenai perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi.

2. Analisis deskriptif untuk nilai minimum, maximum, rata-rata, dan standar

deviasi.

3. Uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata masing-masing kelompok usia

suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan

per kapita, pengetahuan tentang biogas, jumlah akses informasi, persentase

pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak.

4. Uji Korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel

penelitian.

5. Analisis Regresi Linier

Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Bentuk umum dari

persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:

EXXXXXXXY 77665544332211

Keterangan:Y = Manajemen keuangan dan energiα = konstanta regresi

1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi

7X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)

E = error

Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak.

Bentuk umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:

EDXXXXXXY 17665544332211

Page 45: I10rma

31

Keterangan:Y = pengeluaran untuk energi memasakα = konstanta regresi

1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi

1D = bahan bakar yang digunakan

E = error6. Analisis Regresi Logistik

Uji regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penggunaan biogas. Bentuk umum dari persamaan regresi

logistik tersebut sebagai berikut:

EXXXXXXXep

p

77665544332211

1ln

Keterangan:α = konstanta regresi

1 , 2 ,..., 7 = koefisien regresi

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi (skor)

7X = manajemen keuangan dan energi (skor)

8X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)

Pengkategorian usia mengikuti tahapan usia dari Hurlock 1980, yaitu

dewasa awal untuk usia 18–40 tahun, dewasa madya untuk usia 41–60 tahun, dan

dewasa akhir untuk usia lebih dari 60 tahun.

Kategori pendapatan per kapita dalam penelitian ini disesuaikan dengan

indikator kemiskinan BPS Maret 2009 dimana Pendapatan per kapita kurang dari

sama dengan Rp 175.193 temasuk kategori miskin dan yang lebih dari Rp 175.193

termasuk kategori tidak miskin.

Page 46: I10rma

32

Tabel 4 Pengkategorian data penelitian

VariabelPenelitian

IndikatorJenisData

Kategori Skor Data

Usia Usia Rasio Berdasarkan Hurlock (1980)Dewasa awal : 18 – 40 TahunDewasa madya : 40 – 60 tahunDewasa lanjut : > 60 tahun

Pendidikan Jenjang pendidikan Ordinal Berdasarkan jenjang pendidikan1. Tidak Sekolah2. Tamat SD3. TamatSLTP4. Tamat SLTA5. Perguruan Tinggi

Besar keluarga Jumlah anggota keluarga Rasio Berdasarkan BKKBNKecil : < 4 orangSedang : 5 – 6 orangBesar : >7 orang

Pendapatan perkapita

Pendapatan seluruhanggota keluargadibagi jumlah anggotakeluarga

Rasio Berdasarkan sebaran dataMiskin : < Rp 175.193Tidak Miskin : > Rp 175.193

Aksesinformasi,sumberinformasi

Jumlah sumber informasidan sumber informasi

Rasio Berdasarkan sebaran data

Jumlah ternak Ternak yang dimilikiberikut jumlahnya

Rasio Berdasarkan sebaran data1. Tidak punya2. 1 – 2 ekor3. > 2 ekor

Pengetahuantentang biogas

Pengetahuan tentangbiogas

Rasio Berdasarkan interval kelasRendah : skor 0 – 11Sedang : skor 12 – 16Tinggi : skor 17 – 20

Manajemenkeuangan danenergi

Perencanaan danpelaksanaan keuangan danenergi

Rasio Berdasarkan interval kelasRendah : skor 0-7Sedang : skor 8-14Tinggi : skor 15-20

Perilakupenggunaanenergi

Jenis energi Ordinal Berdasarkan penggunaan biogas0 : tidak menggunakan biogas1 : menggunakan biogas

Pengukuran tingkat pengetahuan dengan 20 pernyataan dihitung dengan

pemberian skor pada setiap pernyataan. Dari 20 pernyataan ini diberi skor satu

untuk jawaban yang benar dan nol untuk jawaban yang salah, sehingga skor total

yang diperoleh responden jika menjawab semua dengan benar adalah 20.

Pengetahuan tentang biogas dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah jika tingkat

pengetahuannya kurang dari 60% dengan skor yang diperoleh 0 – 11, sedang jika

tingkat pengetahuan antara 60-80% dengan skor yang diperoleh 12 – 16, dan

Page 47: I10rma

33

tinggi jika tingkat pengetahuannya lebih dari 80% dengan skor yang diperoleh

17 – 20.

Perencanaan dan pelaksanaan penggunaan energi dan keuangan diukur

dengan 20 pertanyaan yang jawabannya diberi skor nol dan satu. Dari 20

pernyataan ini diberi skor satu untuk yang melaksanakan perencanaan dan

pelaksanaan, nol untuk yang tidak melaksanakan. Perencanaan dan pelaksanaan

penggunaan keuangan dan energi dikategorikan menjadi tiga menggunakan

perhitungan selang interval, yaitu rendah untuk skor 0-7, sedang untuk skor 8-14,

tinggi untuk skor 15-20.

Definisi Operasional

Biogas adalah limbah kotoran sapi yang dapat digunakan sebagai energi alternatif

untuk memasak dan penerangan sedangkan ampasnya dapat dijadikan pupuk

organik.

Alokasi pengeluaran: proporsi pendapatan responden yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Besar keluarga: jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah maupun

tidak yang biaya hidupnya ditanggung oleh keluarga tersebut.

Karakteristik keluarga : karakteristik dari suatu keluarga yang meliputi usia kepala

keluarga, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, total

pendapatan, jumlah anak, dan jumlah ternak.

Tingkat pendidikan: tingkatan pendidikan formal terakhir yang ditempuh kepala

keluarga. Tingkatan pendidikan ini terdiri dari tidak sekolah, tamat SD,

tamat SMP, tamat SMA, tamat PT.

Manajemen keuangan dan energi : pengelolaan keuangan dan energi yang

meliputi perencanaan dan pelaksanaan dalam penggunaan uang dan

penggunaan energi untuk memasak, transportasi dan penerangan.

Pendapatan per kapita: jumlah seluruh uang yang diperoleh keluarga selama satu

bulan terakhir dibagi jumlah seluruh anggota keluarga.

Pengguna biogas: keluarga yang menggunakan biogas sebagai energi utama yang

digunakan untuk memasak dan penerangan.

Pengguna nonbiogas: keluarga yang menggunakan energi selain biogas sebagai

energi utama yang digunakan untuk memasak dan penerangan.

Page 48: I10rma

34

Total pengeluaran keluarga: seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari selama satu bulan terakhir. Pengeluaran

keluarga meliputi pengeluaran pangan dan nonpangan. Pengeluaran

nonpangan terdiri dari pengeluaran energi dan nonenergi

Pengeluaran nonpangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh

kebutuhan nonpangan selama satu bulan terakhir termasuk pengeluaran

energi.

Pengeluaran pangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh

kebutuhan pangan selama satu bulan terakhir.

Pengeluaran energi: biaya yang dikeluarkan keluarga untuk konsumsi energi baik

itu untuk kayu bakar, minyak tanah, gas maupun biogas yang digunakan

untuk memasak, transportasi dan penerangan yang dikeluarkan selama satu

bulan terakhir.

Pengeluaran nonenergi: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh

kebutuhan nonenergi (total pengeluaran nonpangan diluar pengeluaran

energi) selama satu bulan terakhir.

Page 49: I10rma

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaaan Umum Lokasi

Letak dan Luas Wilayah

Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi

Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6o44’-7o83’ Lintang Selatan dan

107o21’-108o21’ Bujur Timur. Kabupaten Sumedang berbatasan dengan

Kabupaten Majalengka di sebelah timur, Kabupaten Garut dan Bandung di

sebelah selatan, Kabupaten Bandung dan Subang di sebelah barat dan Kabupaten

Indramayu dan Majalengka di sebelah utara.

Desa Haurngombong termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pamulihan,

Kabupaten Sumedang. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan adalah 1 km,

dari pusat pemerintahan Kabupaten adalah 14,6 km dan dari Ibukota Provinsi

Jawa Barat adalah 31 km. Secara administratif batas wilayah Desa Haurngombong

adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciptasari, sebelah

timur berbatasan Desa Cilembu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar

Bakti, sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Manik. Desa

Haurngombong mempunyai luas wilayah sebesar 2,19 km2.

Luas wilayah ini ditempati oleh 1.224 kepala keluarga dengan jumlah

penduduk 4.865 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri dari 2.475 penduduk laki-laki

dan 2.387 penduduk perempuan. Desa Haurngombong terdiri dari tiga dusun,

yaitu Simpang, Pangaseran dan Cipareuag. Setiap dusun memiliki masing-masing

dua rukun warga sehingga jumlah RW di Desa Haurngombong adalah 6 RW dan

jumlah Rukun Tetangga di Desa Haurngombong berjumlah 29 RT.

Pekerjaan penduduk Desa Haurngombong beragam, namun pekerjaan yang

paling banyak digeluti adalah bekerja pada sektor pertanian dan peternakan. Tabel

10 menunjukkan bahwa hampir dua per tiga (65,6%) penduduk Desa

Haurngombong bekerja pada sektor pertanian baik menjadi petani maupun

peternak. Pada Tabel 10 pekerjaan sebagai peternak dimasukkan ke dalam

kategori pekerjaan petani. Jenis pekerjaaan penduduk lainnya pada sektor diluar

pertanian seperti pedagang/wiraswasta/pengusaha (9%), karyawan swasta (8,3%),

tukang batu (5,3%), tukang kayu/mebel (3,7%), supir (3,5%), pengrajin (3%),

Page 50: I10rma

36

PNS (0,8%), TNI/Polri (0,1%), penjahit (0,3%), montir (0,3%), dan guru swasta

(0,3%).

Tabel 5 Sebaran mata pencaharian penduduk Desa Haurngombong

No Pekerjaan Jumlah (jiwa) persentase (%)1 Buruh tani 864 38,22 Petani /peternak 621 27,43 Pedagang/wiraswasta/pengusaha 203 9,04 Karyawan swasta 187 8,35 Tukang batu 119 5,36 Tukang kayu 83 3,77 Supir 79 3,58 Pengrajin 69 3,09 PNS 17 0,8

10 Guru swasta 6 0,311 Penjahit 6 0,312 Montir 6 0,313 TNI/Polri 3 0,1

Total 2.263 100

Program DME di Desa Haurngombong

Desa Haurngombong merupakan salah satu desa mandiri energi dengan

energi nonBBM. Desa mandiri energi di Indonesia sendiri ada dua jenis, yaitu

DME yang menggunakan energi nonBBM dan DME yang menggunakan energi

nabati atau biofuel.

Berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Haurngombong Nomor

141/05/SK/DS/2007 tentang disahkannya Desa Harungombong sebagai salah satu

desa mandiri energi (DME). Tujuan dari pelaksanaan program DME di Desa

Haurngombong ini adalah meningkatkan ketersediaan energi alternatif berbasis

biogas sapi perah bagi peternak sapi perah serta anggota masyarakat lainnya di

sentra peternakan sapi perah. DME Haurngombong sangat sesuai untuk

menggunakan energi alternatif biogas karena lebih dari separuh penduduk Desa

Haurngombong adalah peternak.

Berdasarkan SK Kepala Desa Haurngombong nomor 141/05/SK/DS/2007

tertanggal 7 Oktober 2007, maka dibentuklah panitia pembangunan instalasi

biogas Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.

Page 51: I10rma

37

Struktur kepanitiaan ini terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, tim teknis dan

tenaga kerja.

Hasil akhir yang diharapkan dari program DME Haurngombong adalah

terpasangnya instalasi biogas dengan optimal yang digunakan oleh keluarga

peternak maupun nonpeternak. Sementara outcome yang diharapkan adalah

peningkatan jumlah instalasi biogas yang ada akan memberikan kontribusi nyata

bagi penghematan energi minyak sehingga mengurangi pengeluaran rumahtangga,

dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat desa pada masa

yang akan datang.

Peternak memenuhi kebutuhan energi untuk rumahtangga dan kegiatan

usaha dari minyak tanah dan kayu bakar. Kebiasaan masyarakat yang sudah

bertahun-tahun dijalani bahkan telah turun-temurun ini membuat program DME

Haurngombong mengalami hambatan, diantaranya: (1) Sumber informasi tentang

biogas yang masih sangat terbatas mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui

potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas; (2) Instalasi biogas yang dinilai

cukup mahal dan dalam persepsi masyarakat merupakan teknologi yang sulit dan

tidak praktis. Kedua hambatan ini ditanggulangi dengan memanfaatkan pola

pembiayaan bergulir melalui Lembaga Keuangan Mikro

(LKM-Usaha Peternakan) yang sudah ada di kelompok peternak.

Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Haurngombong ini dibagi

menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah peternak yang memiliki lebih

dari dua ekor sapi. Kelompok kedua ialah peternak yang memiliki satu sampai

dua ekor sapi. Pada kelompok pertama, peternak dapat menggunakan biogas

bersama keluarga nonpeternak didekat rumahnya. Kotoran sapi yang diperoleh

digunakan untuk penggunaan instalasi biogas, sedangkan limbah sisa biogas dapat

digunakan sebagai pupuk organik. Instalasi biogas ini dibagi kedalam dua tabung

penyimpan gas. Tabung pertama digunakan sebagai energi untuk memasak,

sedangkan tabung kedua digunakan sebagai energi genset untuk penerangan.

Page 52: I10rma

38

Gambar 6 Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas program DME

Jumlah peternak di Desa Haurngombong berjumlah 182 Rumahtangga.

Peternak ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: Harapan Sawargi, Harapan

Jaya, dan Wargi Saluyu. Jumlah peternak pengguna biogas pada masing-masing

kelompok sebesar 13 persen peternak Wargi Saluyu, 41 persen peternak Harapan

Jaya dan 100 persen peternak Harapan Sawargi. Total peternak sebesar 31,4

persen di Desa Haurngombong yang menggunakan biogas.

Jumlah pengguna biogas terbanyak berada pada kelompok Harapan

Sawargi yang jumlah peternaknya lebih sedikit jika dibandingkan dengan

kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan ketua Kelompok Peternak Harapan

Sawargi adalah pembuat reaktor biogas sehingga peluang anggota kelompok

untuk diajak menggunakan biogas lebih besar. Program Desa Mandiri Energi di

Desa Haurngombong telah berhasil mengajak 94 keluarga untuk menggunakan

biogas. Penjelasan sebaran jumlah peternak dan pengguna biogas dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di Desa Haurngombong

Kelompok PeternakNo KeteranganWargiSaluyu

HarapanJaya

HarapanSawargi

Jumlah

1 Jumlah Peternak (orang) 115 39 28 1822 Jumlah Ternak (ekor) 429 180 117 7863 Pengguna Biogas

a. Peternak (keluarga) 15 16 28 59b. Nonpeternak (keluarga) 10 15 10 35

Jumlah Penguna biogas 25 31 38 94Sumber : Profil Desa Haurngombong 2009

Peternak dengan 1-2ekor sapi

Instalasi Biogas

Peternak dengan > 2ekor sapi

Nonpeternak

Kelompok Peternak

Pengelola Program

Page 53: I10rma

39

Karakteristik Keluarga

Usia Suami dan Istri

Usia suami berkisar antara 28 hingga 60 tahun. Secara keseluruhan lebih

dari separuh suami (51,7) berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya).

Tiga per lima (60%) suami pengguna biogas berada pada kategori dewasa madya.

Sementara pada pengguna nonbiogas lebih dari separuh (56,7%) berada pada

kategori usia dewasa awal (Tabel 7).

Rataan usia suami pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan pengguna

nonbiogas. Rataan usia suami pengguna biogas 43,9 tahun dan nonbiogas 40,8

tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0,068)

[Tabel 7].

Usia istri berkisar antara 23 hingga 54 tahun. Lebih dari separuh (53,3%)

istri pengguna biogas berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya).

Lebih dari tiga per lima (63,3%) istri pengguna nonbiogas berada pada rentang

usia 18-40 tahun (dewasa awal). Berbeda dengan usia suami secara keseluruhan

yang lebih dari separuhnya dewasa madya, lebih dari separuh (55%) usia istri

justru berada pada rentang 18 – 40 tahun (dewasa awal) [Tabel 7].

Rataan usia istri pada pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna

nonbiogas. Rataan usia istri pengguna biogas 40,3 tahun dan nonbiogas 38,9

tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,410)

[Tabel 7].

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri

Biogas Nonbiogas TotalNo Usian % n % n %

Suami1 Dewasa Awal (18 -40 tahun) 12 40 17 56,7 29 48,32 Dewasa Madya (41-60 tahun) 18 60 13 43,3 31 51,7

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 43,9 + 6,9 40,8 + 6,1 42,4 + 6,7

p- value 0,068Istri

1 Dewasa Awal (18-40 tahun) 14 46,7 19 63,3 33 55,02 Dewasa Madya (41-60 tahun) 16 53,3 11 33,3 27 45

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 40,3 + 7,8 38,9 + 5,4 39.6 + 6,7

p- value 0,410

Page 54: I10rma

40

Pendidikan Suami dan Istri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga per lima (63,3%)

suami pengguna biogas menempuh pendidikan hingga tamat SD. Sementara

hampir separuh contoh (43,3%) pengguna nonbiogas menempuh pendidikan

hingga tamat SLTP. Secara keseluruhan separuh suami contoh pengguna biogas

dan nonbiogas (50%) menempuh pendidikan hingga tamat SD (Tabel 8).

Rataan lama pendidikan suami penguna biogas lebih rendah daripada

suami pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan suami pengguna biogas 7,1

tahun dan pengguna nonbiogas 7,7 tahun yang bila dilihat dengan uji beda rataan,

tidak terlihat perbedaan yang signifikan [p=0,443](Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu

Biogas Nonbiogas TotalNo Tingkat Pendidikann % n % n %

Suami1 Tidak Sekolah 2 6,7 2 6,7 4 6,72 Tamat SD 19 63,3 11 36,7 30 50,03 Tamat SLTP 3 10 13 43,3 16 26,74 Tamat SMA 6 20 4 13,3 10 16,7

Total 30 100 30 100 30 100Rataan + SD 7,1 + 3,1 7,7 + 2,9 7,4 + 2,9

p- value 0,443Istri

1 Tamat SD 23 76,7 25 83,3 48 802 Tamat SLTP 4 13,3 3 10 7 11,73 Tamat SMA 3 10 2 6,7 5 8,3

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 7,0 + 1,9 6,7 + 1,7 6,9 + 1,8

p- value 0,532

Lebih dari tiga per empat (76,7%) istri pengguna biogas menempuh

pendidikan hingga tamat SD. Hanya sepuluh persen saja yang menempuh

pendidikan hingga tamat SMA. Sama halnya dengan pengguna biogas, sebagian

besar (83,3%) istri pengguna nonbiogas pun menempuh pendidikan hingga tamat

SD. Jumlah pengguna biogas dan pengguna nonbiogas yang menempuh

pendidikan hingga tamat SD tidak jauh berbeda. Sebagian besar istri (80%)

menempuh pendidikan hingga tamat SD. Hanya sebagian kecil (20%) dari contoh

yang menempuh pendidikan hingga jenjang SLTP dan SMA (Tabel 8).

Page 55: I10rma

41

Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan

dengan pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas 7

tahun sedangkan pengguna nonbiogas 6,7 tahun. Bila dilakukan uji beda rataan

tidak terdapat perbedaan yang signifikan p= 0,532 (Tabel 8).

Pekerjaan Suami dan Istri

Pekerjaan suami beragam, namun secara keseluruhan didominasi oleh

peternak (43,3%). Jenis pekerjaan suami lainnya secara berurutan adalah buruh

tani (18,3%), petani (8,3%), karyawan (8,3%), tukang ojek (8,3%), wiraswata

(6,7%), kuli bangunan (3,3%), PNS (1,7%) dan pensiunan (1,7%). Bila dilihat

pada masing-masing kelompok, sebagian besar (86,7%) pengguna biogas bekerja

sebagai peternak. Hal ini disebabkan oleh sumber utama bahan pembuatan biogas

adalah kotoran sapi. Hanya empat keluarga pengguna biogas saja yang bukan

peternak. Sementara bagi pengguna nonbiogas lebih dari sepertiga (36,7%) suami

bekerja sebagai buruh tani (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri

Biogas Nonbiogas TotalNo Pekerjaann % n % n %

Suami1 Peternak 26 86,7 - - 26 43,32 Petani 1 3,3 4 13,3 5 8,33 Buruh tani - - 11 36,7 11 18,34 Karyawan 1 3,3 4 13,3 5 8,35 Wiraswasta 1 3,3 3 10 4 6,76 Tukang Ojek - - 5 16,7 5 8,37 PNS 1 3,3 - - 1 1,78 Kuli Bangunan - - 2 6,7 2 3,39 Pensiunan - - 1 3,3 1 1,7

Total 30 100 30 100 60 100Istri

1 Karyawan Swasta - - 1 3,3 1 1,72 Buruh tani - - 1 3,3 1 1,73 Wiraswasta 2 6,7 4 13,3 6 104 Tidak bekerja 28 93,3 24 80 52 86,7

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hampir seluruh contoh

(93,3%) pengguna biogas merupakan istri tidak bekerja, dan sebagian besar

contoh (80%) pengguna nonbiogas juga istri tidak bekerja. Secara keseluruhan

Page 56: I10rma

42

sebagian besar contoh (86,7%) adalah istri tidak bekerja. Selain itu, sebagian kecil

contoh bekerja sebagai karyawan swasta (1,7%), buruh tani (1,7%) dan

wiraswasta (10%) (Tabel 9).

Besar Keluarga

Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga berada pada kategori kecil dan

sedang. Tiga per lima (60%) contoh pengguna biogas merupakan keluarga sedang

dengan anggota keluarga antara 5-6 orang, sedangkan lebih dari tiga perempat

(76,7%) contoh pengguna nonbiogas adalah keluarga kecil dengan anggota

keluarga berkisar antara 3-4 orang (Tabel 10).

Rataan besar keluarga pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna

nonbiogas. Rataan penguna biogas 4,7 (5 anggota keluarga) dan rataan pengguna

nonbiogas 4,17 (4 anggota keluarga). Bila digunakan uji t untuk melihat

perbedaan rataan besar keluarga, dapat diketahui terdapat perbedaan yang nyata

[p=0,000] (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Biogas Nonbiogas TotalNo Jumlah AnggotaKeluarga (jiwa) n % n % n %

1 Kecil (< 4 orang) 12 40 23 76,7 35 58,32 Sedang (5-6 orang) 18 60 7 23,3 25 41,7

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 4,70 + 1,05 4,17 + 0,74 4,43 + 0,94

p-value 0,000

Pendapatan per Kapita

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari

pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya

diterima dalam bentuk uang (Sumarwan 2003). Pendapatan per kapita per bulan

keluarga contoh berkisar antara Rp 100.000 – 420.000. Data penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari separuh (53,3%) keluarga pengguna biogas dan

tiga per lima (60%) keluarga pengguna nonbiogas memiliki pendapatan per kapita

per bulan lebih dari Rp 175.193 sehingga mereka tergolong keluarga yang tidak

miskin (Tabel 11).

Page 57: I10rma

43

Rataan pendapatan per kapita pengguna biogas lebih tinggi daripada

pengguna nonbiogas. Rataan pengguna biogas Rp 212.056 sedangkan pengguna

nonbiogas Rp 212.416. Bila rataan pendapatan per kapita diuji dengan uji t, tidak

terlihat perbedaan yang signifikan dengan p=0,986 (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan

Biogas Nonbiogas TotalNo Pendapatan per Kapita(Rp) n % n % n %

1 Miskin (< 175.193) 14 46,7 12 40 26 43,32 Tidak Miskin (>

175.193) 16 53,3 18 60 34 56,7Total 30 100 30 100 60 100

Rataan + SD 212.056 + 89.016 212.416 + 64.739 212.236 + 77.166p- value 0,986

Tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita pengguna biogas

lebih rendah dari pengguna nonbiogas. Hal ini disebabkan oleh pendidikan suami

pengguna biogas yang juga lebih rendah dari suami nonbiogas. Menurut Firdausy

(1999) dalam Puspa (2007) rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang dengan

tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan

rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang yang berpendidikan tinggi.

Kepemilikan Ternak Keluarga Contoh

Ternak yang dimiliki keluarga contoh adalah sapi dan ayam. Telah diketahui

bahwa kotoran sapi mampu menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk

memasak. Oleh karena itu, keluarga yang menggunakan biogas sebagian besar

(86,7%) memiliki sapi. Dari semua pengguna biogas hanya 13,3 persen yang tidak

memiliki sapi. Selain itu, seluruh contoh pengguna nonbiogas tidak memiliki sapi

karena pekerjaannya diluar sektor peternakan (Tabel 12).

Keluarga yang menggunakan biogas tapi tidak memiliki sapi dalam

penelitian ini memperoleh pasokan biogas dari peternak yang memiliki lebih dari

dua ekor sapi. Kepemilikan sapi ini tidak seluruhnya milik pribadi ada beberapa

keluarga yang memilikinya dengan cara ”maro” atau dengan kata lain

kepemilikan sapi tersebut adalah setengah-setengah antara pemilik sapi dan

peternak yang memelihara. Setiap peternak yang menggunakan biogas

mempunyai reaktor dan kompor biogas sendiri, namun pengguna biogas yang

Page 58: I10rma

44

tidak memiliki sapi hanya memiliki kompor biogas yang energi biogasnya

disalurkan melalui pipa paralon (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki

Biogas Nonbiogas TotalNo Jumlah ternakn % n % n %

Sapi1 Tidak Punya 4 13,3 30 100 34 56,72 1 – 2 4 13,3 4 6,73 > 2 22 73,4 22 36,7

Ayam1 Tidak Punya 23 76,7 24 80 47 78,32 1 – 2 - - 4 13,3 4 6,73 > 2 7 23,3 2 6,7 9 30

Kepemilikan hewan ternak selain sapi tidak jauh berbeda antara pengguna

biogas dan nonbiogas. Pada kedua kelompok ini hampir seluruh contoh bukan

pemilik ternak ayam. Hanya sebagian kecil saja yang memelihara ayam sebagai

hewan ternak. Pengguna biogas yang tidak memiliki ayam berjumlah 23 keluarga

(76,7%). Sedangkan pada pengguna nonbiogas empat per lima contoh (80%) juga

tidak memiliki ayam sebagai hewan ternak. Secara keseluruhan total contoh yang

tidak memiliki ayam adalah hampir empat per lima (78,3%) [Tabel 12].

Akses Informasi mengenai Energi

Informasi yang diterima contoh dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok

acuan dan media. Kelompok acuan terdiri dari teman, saudara, tetangga, penyuluh

dan petugas desa. Media terdiri dari koran dan televisi. Informasi mengenai biogas

yang diterima oleh masyarakat Desa Haurngombong kebanyakan berasal dari

saudara (43,3%), tetangga (30%) dan teman (3,3%) yang mengerti akan energi.

Untuk penyuluhan sendiri, bukan merupakan akses informasi utama bagi

masyarakat karena meskipun diadakan penyuluhan mengenai penggunaan gas

elpiji ataupun biogas kebanyakan dari contoh (65%) tidak mengikuti penyuluhan

tersebut. (Tabel 13).

Page 59: I10rma

45

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh (n=60)

Biogas Nonbiogas TotalNo Aksesn % n % n %

Kelompok acuan1 Teman 2 6,7 0 0,0 2 3,32 Saudara 12 40,0 14 46,7 26 43,33 Tetangga 16 53,3 2 6,7 18 30,04 Penyuluh 15 50,0 6 20,0 21 35,05 Petugas Desa 2 6,7 0 0,0 2 3,3

Media6 Koran 3 10,0 0 0,0 3 5,07 Televisi 14 46,7 0 0,0 14 23,3

Keterangan: jawaban dapat lebih dari satu

Akses yang diperoleh contoh berkaitan dengan energi terbatas. Hal ini

dikarenakan media informasi hanya berpusat pada orang-orang yang terlibat

langsung dengan para pengguna dan pemberi informasi. Di lingkungan Desa

Haurngombong, informasi diperoleh dari petugas desa dan panitia pembuat

instalasi biogas di daerah setempat. Namun ternyata tidak semua contoh

mendapatkan informasi terkait energi, terutama energi biogas. Sebagian besar

contoh (41,7%) hanya mendapatkan satu informasi saja, yaitu dari tetangga yang

telah menggunakan biogas (Tabel 14).

Secara keseluruhan rataan jumlah sumber informasi yang diterima contoh

adalah 1,82 atau kurang dari dua sumber. Rataan jumlah informasi berbeda pada

kedua kelompok, yaitu 2,53 untuk pengguna biogas dan 1,10 untuk pengguna

nonbiogas. Bila diuji menggunakan uji t dapat dilihat perbedaan yang nyata

[ p=0,000] (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi yang diterima

Biogas Nonbiogas TotalJumlah sumber informasi yangditerima n % n % n %

0 0 0,0 7 23,3 7 11,71 12 40,0 13 43,4 25 41,72 7 23,3 10 33,3 17 28,34 5 16,7 0 0,0 5 8,35 6 20,0 0 0,0 6 10,0

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 2,53 + 1,63 1,10 + 0,75 1,82 + 1,45

p-value 0,000

Page 60: I10rma

46

Pengetahuan mengenai Biogas

Tingkat pengetahuan mengenai biogas diukur dalam beberapa aspek, yaitu

definisi (2 pertanyaan), bahan biogas dari kotoran ternak (2 pertanyaan), bahan

biogas dari buah dan sayur (5 pertanyaan), manfaat (10 pertanyaan), perawatan

alat (1 pertanyaan), sehingga total pertanyaan ada dua puluh (20).

Tabel 15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh

Biogas Nonbiogas TotalNo Pernyataan

% % %Definisi

1 Biogas adalah gas yang dihasilkan dari kotoran sapi 100 100 1002 Biogas adalah bahan yang tersedia di sekitar rumah 73,3 80 76,7

Bahan biogas dari kotoran ternak3 Kotoran ayam dapat dijadikan energi biogas 0 0 04 Kotoran kambing dapat dijadikan energi biogas 13,3 0 6,7

Bahan biogas dari buah dan sayur5 Selain dari kotoran sapi, biogas dapat dihasilkan dari

ampas tahu 86,7 20 53,36 Sampah kulit pisang dapat dijadikan energi biogas 36,7 20 28,37 Biogas dapat dihasilkan dari sampah sayuran 80 20 508 Sampah kulit nanas dapat dijadikan sebagai energi

biogas 53,3 20 36,79 Sisa pembuatan keripik singkong dapat dijadikan

energi biogas 96,7 40 68,3Manfaat

10 Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas mengurangibau tak sedap dari kotoran sapi 100 80 90

11 Biogas dapat digunakan sebagai energi untuk memasak 100 100 10012 Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi genset yang

digunakan untuk penerangan 100 100 10013 Limbah (sisa) biogas dapat digunakan sebagai pupuk

kompos 80 100 9014 Lingkungan sekitar kandang menjadi lebih bersih

setelah pemanfaatan kotoran sapi 100 80 9015 Energi biogas dapat menggantikan fungsi minyak

tanah, gas elpiji ataupun kayu bakar 56,7 100 78,316 Energi biogas dapat digunakan sebagai pengganti

listrik 60 100 8017 Penggunaan biogas sebagai energi menghemat

pengeluaran keluarga 100 80 9018 Penggunaan kompor biogas dapat mengurangi jelaga

pada alat-alat masak 100 40 7019 Masakan lebih cepat matang setelah menggunakan

biogas 26,7 100 63,3Perawatan Alat

20 Reaktor yang terbuat dari plastik tidak boleh terkenasinar matahari secara langsung 100 80 90

Baik pengguna biogas maupun nonbiogas hanya sedikit yang mengetahui

bahwa biogas dapat dihasilkan dari sampah buah dan sayur. Persentase pengguna

Page 61: I10rma

47

biogas dan nonbiogas yang mengetahui bahwa sampah kulit pisang dapat

dijadikan bahan biogas masing-masing adalah 36 persen dan 20 persen. Selain itu,

hanya empat keluarga (13,3%) pengguna bogas yang mengetahui bahwa kotoran

kambing dapat dijadikan bahan biogas. Sementara seluruh contoh tidak

mengetahui bahwa kotoran ayam dapat digunakan sebagai bahan biogas

(Tabel15).

Tingkat pengetahuan mengenai biogas didasarkan pada penggunaan biogas

di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga

sebagian besar (80%) contoh pengguna nonbiogas menganggap bahwa biogas

hanya dihasilkan dari kotoran sapi. Bagi pengguna biogas, contoh menganggap

sumber informasi mengenai biogas berasal dari tokoh yang mengajak mereka

menggunakan biogas seperti ketua kelompok peternak sapi perah, kepala desa,

dan tokoh-tokoh yang dianggap mengetahui ilmu yang berkaitan dengan biogas.

Secara keseluruhan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan

mengenai biogas menunjukkan bahwa separuh istri (50%) memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi. Sebagian besar (80%) istri pengguna biogas memiliki

tingkat pengetahuan yang tinggi, sementara sebagian besar (80%) istri pengguna

nonbiogas memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan

terkait dengan informasi yang diperoleh (Tabel 16).

Rataan pengetahuan mengenai biogas pengguna biogas lebih tinggi daripada

pengguna nonbiogas. Rataan pengetahuan istri pengguna biogas adalah 14,57 dan

rataan pengetahuan istri pengguna nonbiogas adalah 12,60. Jika dilakukan

pengujian uji rataan terlihat perbedaan yang signifikan dengan [p=0,006]

(Tabel 16).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan tentang biogas

Biogas Nonbiogas TotalNo Kategori

n % n % n %

1 Rendah (0 – 11) 0 24 80 24 402 Sedang (12 – 16) 6 20 0 0 6 103 Tinggi (17 – 20) 24 80 6 20 30 50

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 14,57 + 2,26 12,60 + 2,99 13,58 + 2,81

p- value 0,006

Page 62: I10rma

48

Manajemen keuangan dan energi

Perencanaan manajemen keuangan dan energi

Seluruh contoh tidak melakukan perencanaan untuk pengeluaran pangan,

rokok, pakaian, perumahan, kesehatan, dan keuangan secara keseluruhan. Hampir

seluruh contoh baik pengguna biogas dan nonbiogas tidak melaksanakan

perencanaan. Hanya sebagian kecil yang melakukan perencanaan. Itu pun hanya

pada pengeluaran untuk pendidikan, jenis energi yang digunakan keluarga,

penggunaan energi dan pengeluaran untuk energi (Tabel 17).

Perencanaan keuangan pada keluarga pengguna nonbiogas tidak berbeda

dengan perencanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas. Seluruh contoh

tidak melakukan perencanaan dalam mengatur keuangannya. Hanya terdapat dua

keluarga (6,7%) pengguna nonbiogas yang merencanakan alokasi keuangan untuk

pengeluaran pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan

pengeluaran energi. Perencanaan untuk pendidikan sendiri dilakukan karena anak

dari keluarga contoh sudah menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi

(Tabel 17).

Tabel 17 Sebaran contoh yang melaksanakan perencanaan manajemen keuangandan energi

Biogas Nonbiogas TotalNo Perencanaan Manajemen Keuangan danEnergi n % n % n %

1 Pengeluaran untuk pendidikan- Melaksanakan 8 26.7 2 6.7 10 16.7- Tidak melaksanakan 22 73.3 28 93.3 50 83.3

2 Jenis energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

3 Penggunaan energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

4 Pengeluaran untuk energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

Skor rataan pelaksanaan 1,43 + 1,63 0,27 + 1,01p-value 0,02

Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna

biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan perencanaan.

Biogas 1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value

(0,02) [Tabel 17].

Page 63: I10rma

49

Pelaksanaan manajemen keuangan dan energi

Pelaksanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas dipengaruhi oleh

perencanaan dari manajemen keuangan itu sendiri, sehingga apabila telah

dilakukan perencanaan untuk pengeluaran pendidikan, jenis, penggunaan dan

pengeluaran energi maka pelaksanaannya akan sejalan dengan perencanaannya.

Perencanaan dan pelaksanaan keuangan untuk pendidikan dilakukan oleh hampir

sepertiga (26,7%) pengguna biogas. Begitu pula perencanaan dan pelaksanaan

untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan pengeluaran energi,

hanya dilakukan tiga per sepuluh (30%) pengguna biogas (Tabel 18).

Pelaksanaan keuangan keluarga pengguna nonbiogas sejalan dengan

perencanaan keuangannya. Hal ini dikarenakan semua pelaksanaan keuangan

terjadi jika telah dilakukan perencanaan. Perencanaan dan pelaksanaan keuangan

dilakukan oleh dua keluarga (6,7%) saja. Begitu pula perencanaan dan

pelaksanaan untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan

pengeluaran energi hanya dilakukan 6,7 persen pengguna biogas. Secara

keseluruhan dari 60 keluarga hanya diperoleh 16,67 persen contoh yang

melaksanakan manajemen keuangan dan energi untuk pendidikan dan 18,33

persen contoh yang melakukan manajemen keuangan untuk pengeluaran

pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan dan pengeluaran

energi (Tabel 18).

Tabel 18 Sebaran contoh yang melaksanakan pelaksanaan manajemen keuangandan energi

Biogas Nonbiogas TotalNo Pelaksanaan Manajemen Keuangandan Energi n % n % n %

1 Pengeluaran untuk pendidikan- Melaksanakan 8 26.7 2 6.7 10 16.7- Tidak melaksanakan 22 73.3 28 93.3 50 83.3

2 Jenis energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

3 Penggunaan energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

4 Pengeluaran untuk energi- Melaksanakan 9 30.0 2 6.7 11 18.3- Tidak melaksanakan 21 70.0 28 93.3 49 81.7

Skor rataan pelaksanaan 1,43 + 1,63 0,27 + 1,01p-value 0 ,02

Page 64: I10rma

50

Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna

biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan pelaksanaan. Biogas

1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value (0,02)

[Tabel 18].

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan dan Energi

Manajemen keuangan dan energi yang diteliti adalah perencanaan dan

pelaksanaan saja. Hasil dari uji regresi linier berganda pada Tabel 19

menunjukkan bahwa R2 (0,376) artinya 37,6 persen variabel yang diinput

mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Sisanya dipengaruhi dari

variabel di luar penelitian sebesar 62,4 persen. Variabel yang berpengaruh

signifikan adalah pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah sumber

informasi. Sementara usia istri, tingkat pendidikan istri, besar keluarga,

pendapatan per kapita per bulan dan pengeluaran energi untuk memasak tidak

berpengaruh signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guhardja et al 1992

dimana perencanaan dipengaruhi oleh usia istri dan tingkat pendidikan, sedangkan

pelaksanaan dipengaruhi karakteristik individu (usia istri dan tingkat pendidikan

istri) dan karateristik keluarga (besar keluarga)

Tabel 19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi

Variabel B(tidak

terstandardisasi)

Sig Βeta(terstandardisasi)

Konstanta -4,838 0,190Usia istri (tahun) -5,129x 210 0,304 -0,116

Tingkat pendidikan istri 0,417 0,439 0,087Pengetahuan istri mengenai biogas(skor)

0,442 0,001** 0,422

Besar keluarga (orang) 0,244 0,598 0,078Pendapatan per kapita per bulan(Rupiah)

-1,606x 610 0,764 -0,042

Jumlah sumber informasi (skor) 0,881 0,018** 0,332Pengeluaran untuk energi memasak 4,986x 610 0,962 0,006

R2 0,376** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %

Konstanta sebesar -4,838; artinya jika variabel-variabel independent yang

mempengaruhi nilainya nol (0), maka skor manajemen keuangan dan energi

bernilai -4,838. Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -5,129x 210 ; artinya

Page 65: I10rma

51

jika variabel independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami peningkatan

sebesar satu tahun, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami

penurunan sebesar 5,129x 210 . Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi

hubungan negatif antara usia istri dengan skor manajemen keuangan dan energi.

Semakin tua usia istri, maka semakin menurun skor manajemen keuangan dan

energi (Tabel 19).

Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,417; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami

peningkatan sebesar satu tingkatan, maka skor manajemen keuangan dan energi

mengalami peningkatan sebesar 0,417. Koefisien regresi bernilai positif, artinya

terjadi hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan skor manajemen

keuangan dan energi. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin

meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).

Pengetahuan istri mengenai biogas berpengaruh signifikan (p-value 0,001).

Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas sebesar 0,442; artinya jika

variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai biogas

mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka skor manajemen keuangan dan

energi mengalami peningkatan sebesar 0,442. Koefisien regresi bernilai positif,

artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas dengan

skor manajemen keuangan dan energi. Semakin tinggi pengetahuan istri mengenai

biogas, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi

(Tabel19).

Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,244; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu

orang, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan

sebesar 0,244. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif

antara besar keluarga dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin

besar ukuran keluarga, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan

energi (Tabel 19).

Koefisien regresi variabel pendapatan per kapita per bulan bernilai

-1,606x 610 ; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan

per kapita per bulan mengalami peningkatan sebesar satu rupiah, maka skor

Page 66: I10rma

52

manajemen keuangan dan energi mengalami penurunan sebesar 1,606x 610 .

Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara

pendapatan per kapita per bulan dengan skor manajemen keuangan dan energi.

Semakin besar pendapatan per kapita per bulan, maka semakin menurun skor

manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).

Jumlah sumber informasi berpengaruh signifikan (p-value 0,018). Koefisien

regresi jumlah sumber informasi sebesar 0,881; artinya jika variabel independent

lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami penambahan satu

satuan, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan

sebesar 0,881. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif

antara jumlah sumber informasi dengan skor manajemen keuangan dan energi.

Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin meningkat skor

manajemen keuangan dan energi (Tabel 19).

Koefisien regresi pengeluaran energi untuk memasak sebesar 4,986x 610 ;

artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengeluaran energi untuk

memasak mengalami peningkatan satu rupiah, maka skor manajemen keuangan

dan energi mengalami peningkatan sebesar 4,986x 610 . Koefisien regresi bernilai

positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengeluaran energi untuk memasak

dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin besar pengeluaran untuk

energi memasak yang diperoleh, maka semakin meningkat skor manajemen

keuangan dan energi (Tabel 19). Bentuk persamaan mengenai manajemen

keuangan dan energi sebagai berikut:

56

43212 10606,1244,0442,0417,010129,5838,4 XxXXXXxY

EXxX 7

66 10986,4881,0

Keterangan:Y = Manajemen keuangan dan energi

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi

7X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)

E = error

Page 67: I10rma

53

Perilaku Penggunaan Energi

Energi yang Digunakan Keluarga Contoh

Energi yang digunakan keluarga dalam penelitian ini hanya energi yang

berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.

Energi yang digunakan setiap keluarga untuk memasak ada lebih dari satu energi.

Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji,

biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk

memasak. Jika dilihat menurut kelompok contoh, seluruh pengguna biogas

maupun nonbiogas menggunakan gas elpiji untuk keperluan memasak. Bila dilihat

dari jumlah pengguna kayu bakar, hanya separuh (50%) pengguna biogas dan dua

per tiga (66,7%) pengguna nonbiogas yang menggunakan kayu bakar untuk

memasak. Sementara dibandingkan dengan energi yang lain, penggunaan minyak

tanah untuk memasak relatif sedikit. Hanya satu keluarga (3,3%) pengguna biogas

dan empat keluarga (13,3%) pengguna nonbiogas yang menggunakan minyak

tanah. Selain itu, sekam yang merupakan energi alternatif lain yang ada di Desa

Haurngombong hanya digunakan oleh 6,7 persen pengguna nonbiogas. Dapat

dimengerti bahwa sekam yang hanya digunakan oleh sedikit keluarga dikarenakan

terbatasnya ketersediaan sekam dilingkungan tempat tinggal (Tabel 20).

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga

Biogas Nonbiogas TotalPenggunaan Energin % n % n %

Memasak Minyak Tanah 1 3,3 4 13,3 5 8,3Kayu Bakar 15 50,0 20 66,7 35 58,3Gas Elpiji 30 100,0 30 100,0 60 100,0Biogas 30 100,0 0 0,0 30 50,0Sekam 0 0,0 2 6,7 2 3,3

Penerangan Listrik 30 100,0 30 100,0 60 100,0Biogas 4 13,3 - - 4 6,7

Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik dari PLN

dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrik untuk

penerangan. Sementara biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (13,3%)

pengguna biogas. Hal ini dikarenakan ternak sapi yang dimiliki peternak hanya

sedikit dan tabung penyimpan gas yang dimiliki hanya satu. Padahal agar dapat

Page 68: I10rma

54

memenuhi kebutuhan listrik dari biogas, peternak harus memiliki sapi minimal

enam ekor dan dua tabung penyimpan gas. Satu tabung untuk energi memasak dan

satu tabung lainnya untuk energi penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir

oleh PLN (Tabel 20).

Alasan Penggunaan Energi

Energi yang digunakan keluarga adalah biogas, kayu bakar, minyak tanah,

gas elpiji, listrik dan sekam. Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas

karena praktis (6,7%), mudah didapat (80%), memanfaatkan limbah (86,7%),

energi tersedia (83,3%), energi lain sukar didapat (26,7%), dan harga terjangkau

(20%) [Tabel 21].

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi

Biogas Nonbiogas TotalNo Jenis energi Alasan Penggunaann % n % n %

1 Biogas Praktis 2 6,7 0 0,0 2 3,3Mudah didapat 24 80,0 0 0,0 24 40,0Memanfaatkan limbah 26 86,7 0 0,0 26 43,3Energi tersedia 25 83,3 0 0,0 25 41,7Energi lain sukar didapat 8 26,7 0 0,0 8 13,3Harga terjangkau 6 20,0 0 0,0 6 10,0

2 Kayu bakar Mudah didapat 9 30,0 14 46,7 23 38,3Memanfaatkan limbah 1 3,3 8 26,7 9 15,0Energi tersedia 2 6,7 16 53,3 18 30,0Energi lain sukar didapat 0 0,0 6 20,0 6 10,0Harga terjangkau 0 0,0 18 60,0 18 30,0

3 Minyak Tanah Energi tersedia 1 3,3 4 13,3 5 8,34 Gas Elpiji Praktis 28 93,3 20 66,7 48 80,0

Mudah didapat 25 83,3 30 100,0 55 91,7Energi tersedia 23 76,7 26 86,7 49 81,7Energi lain sukar didapat 7 23,3 26 86,7 33 55,0Harga terjangkau 2 6,7 12 30,0 14 23,4

5 Listrik Praktis 30 100,0 28 93,3 58 96,7Mudah didapat 14 46,7 28 93,3 42 70,0Energi tersedia 16 53,3 24 80,0 40 66,7Harga terjangkau 24 80,0 12 40,0 36 60,0

6 Sekam Harga terjangkau 0 0,0 2 6,7 2 3,3Keterangan : jawaban dapat lebih dari satu

Kayu bakar digunakan untuk memasak oleh pengguna biogas dengan alasan

mudah didapat (30%), memanfaatkan limbah (3,3%), energi tersedia (6,7%).

Sementara pengguna nonbiogas menggunakan kayu bakar dengan alasan mudah

didapat (46,7%), memanfaatkan limbah (26,7%), energi tersedia (53,3%), energi

lain sukar didapat (20%), dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21].

Page 69: I10rma

55

Minyak tanah merupakan energi yang jarang digunakan keluarga. Hal ini

dikarenakan sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji ketersediaan

minyak tanah menjadi langka dan kalaupun ada harganya sekitar Rp 9.000/ liter.

Sehingga minyak tanah hanya digunakan ketika energi tersedia (3,3% pengguna

biogas dan 13,3% pengguna nonbiogas). Jika tidak memiliki minyak tanah,

keluarga menggunakan energi lain [Tabel 21].

Sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji, banyak keluarga yang

mendapatkan bantuan kompor dan tabung gas elpiji. Alasan penggunaan gas elpiji

sebagai energi adalah karena praktis (80%), mudah didapat (91,7%), energi

tersedia (81,7%), energi lain sukar didapat (55%) dan harga terjangkau (23,4%)

[Tabel 21].

Penggunaan listrik sebagai energi untuk penerangan merupakan hal yang

sudah umum. Alasan penggunaan listrik sendiri karena praktis (96,7%), mudah

didapat (70%), energi tersedia (66,7%) dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21].

Selain biogas, energi alternatif lain yang digunakan adalah sekam. Sekam

merupakan limbah dari proses penggilingan padi menjadi beras. Kompor sekam

ini diberi nama kompor SBY. Hal ini didasarkan pada pembuatan kompor yang

bertepatan dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono atau

biasa dipanggil Bapak SBY. Bentuk kompor SBY sendiri mirip tungku untuk

pembakaran ikan/ ayam dengan energi arang. Proses pembakaran dengan kompor

SBY dapat menggunakan sekam maupun serbuk gergaji. Harga satu karung

sekam/ serbuk gergaji sendiri berkisar antara Rp 1.000,00 - Rp 3.000,00. Oleh

karena itu pengguna kompor SBY menggunakannya karena harganya yang

terjangkau (6,7% pengguna nonbiogas). Kompor SBY adalah prioritas kedua

pemerintah desa setelah biogas sebagai energi alternatif nonBBM. Perbedaan

mendasar dalam kelompok sasaran pengembangan energi alternatif ini adalah

biogas untuk masyarakat peternak, sedangkan sekam untuk masyarakat petani

[Tabel 21].

Page 70: I10rma

56

Lama Penggunaan Biogas

Lebih dari tiga per empat contoh (76,7%) pengguna biogas baru

menggunakan biogas antara satu hingga tiga tahun. Hal ini dikarenakan progam

Desa Mandiri Energi di Desa Haungombong baru dimulai tahun 2007. Dari 30

keluarga, hanya 20 persen yang baru menggunakannya selama kurang dari satu

tahun. Pengguna biogas terlama adalah keluarga Ketua Kelompok Peternak

Harapan Sawargi yang merupakan orang yang berperan penting sebagai pelopor

penggunaan biogas di desa ini (Tabel 22).

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan lama pengunaan biogas

No Lama penggunaan Jumlah Pengguna persentase (%)1 < 1 tahun 6 202 1 – 3 tahun 23 76,73 > 3 tahun 1 3,3

Total 30 100

Penggunaan biogas ini hanya terbatas pada penggunaannya untuk memasak

dan penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir oleh PLN, sehingga manfaat

yang sangat terasa adalah ketika terjadi pemadaman bergilir masyarakat tidak

perlu khawatir. Selain itu, penggunaan biogas ini menghemat pembelian gas elpiji

menjadi setengah dari pembelian jika hanya menggunakan elpiji (Tabel 22).

Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas

Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian

yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran

keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan

menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan

peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994).

Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan

pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan,

perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh

keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Sesuai dengan

pernyataan Engel et al (1994) terlihat bahwa pengeluaran untuk pelayanan

Page 71: I10rma

57

kesehatan lebih rendah pada keluarga dengan kelas sosial ekonomi yang lebih

rendah.

Sesuai dengan hukum BPS (2009) menyebutkan bahwa pola kunsumsi

masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran

kebutuhan pangan dibandingkan nonpangan. Sesuai dengan Teori Engel (1983)

dan BPS (2009) persentase alokasi pengeluaran terbesar digunakan contoh untuk

pengeluaran pangan. Lebih dari separuh pengeluaran contoh digunakan untuk

memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan.

Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga

akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan

pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku

tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota

keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya. Sesuai dengan

Mangkuprawira (1985), pengeluaran pangan pada pengeluaran contoh dalam

penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga.

Tabel 23 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan

nonbiogas dengan pengkategorian pangan dan nonpangan. Rata-rata pengeluaran

pangan keluarga pengguna biogas dan nonbiogas yaitu Rp 115.974 (57,8%) dan

Rp 122.177 (59,2%). Rataan alokasi pengeluaran pangan pada kedua kelompok

lebih besar dari pengeluaran nonpangan. Menurut Mangkuprawira (2002) dalam

Firdaus (2008) porsi pengeluaran akan mencerminkan tingkat kesejahteraan

masyarakat. Semakin besar pengeluaran total keluarga hingga mencapai lebih dari

70 persen untuk kebutuhan pangan maka masyarakat termasuk golongan miskin.

Rataan alokasi pengeluaran pangan ini jika diuji rataan kelompok, ternyata

menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata (p=0,623).

Rata-rata pengeluaran untuk membeli pangan nabati pengguna biogas lebih

rendah daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk pangan nabati

seperti sayuran, kacang-kacangan dan lain-lain memberikan hasil uji beda yang

signifikan (p-value=0,095). Pengguna biogas mengeluarkan Rp 18.207 (9,1%) dan

pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 22.483 (10,9%) untuk membeli pangan

nanbati (Tabel 23).

Page 72: I10rma

58

Rata-rata pengeluaran untuk rokok pada pengguna biogas lebih rendah

daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk rokok keluarga

pengguna biogas dan nonbiogas adalah Rp 13.701 (6,8%) dan Rp 4.388 (2,1%).

Rataan pengeluaran rokok ini jika diuji rataan kelompok menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata (p=0,043) (Tabel 23).

Tabel 23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangandan nonpangan per kelompok contoh

Biogas Nonbiogas TotalNo Pengeluaran

Rp % Rp % Rp %p-value

A Pengeluaran pangan1 Pangan pokok 32.653 16,3 34.800 16,9 33.726 16,6 0,3342 Pangan hewani 15.436 7,7 19.407 9,4 17.422 8,6 0,1123 Pangan nabati 18.207 9,1 22.483 10,9 20.345 10,0 0,095*4 Buah-buahan 10.686 5,3 12.178 5,9 11.432 5,6 0,3355 Jajanan 25.292 12,6 28.921 14,0 27.106 13,3 0,3516 Rokok 13.701 6,8 4.388 2,1 9.044 4,4 0,043**Total pengeluaranpangan

115.974 57,8 122.177 59,2 119.076 58,5 0,623

B Pengeluaran nonpangan1 Pakaian 28.089 14,0 30.042 14,6 29.065 14,3 0,5052 Perumahan 222 0,1 0 0,0 111 0,1 0,3213 Kesehatan 10.922 5,4 11.404 5,5 11.163 5,5 0,6244 Pendidikan 21.592 10,8 19.242 9,3 20.417 10,0 0,8105 Komunikasi 2.356 1,2 1.550 0,8 1.953 1,0 0,6086 Energi memasak 4.558 2,3 7.672 3,7 6.115 3,0 0,001**7 Energi nonmasak 16.856 8,4 14.326 6,9 15.591 7,7 0,277Total pengeluarannonpangan

84.594 42,2 84.235 40,8 84.415 41,6 0,976

Total pengeluaran 200.568 100,0 206.412 100,0 203.490 100,0 0,754

* ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 %** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %

Tabel 24 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan

nonbiogas dengan pengkategorian energi dan nonenergi. Rataan alokasi

pengeluaran untuk gas elpiji pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna

nonbiogas. Pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas masing-masing

adalah Rp 4.141 (2,1%) dan Rp 7.139 (3,5%). Bila diuji dengan uji beda rataaan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p=0,000) pada pengeluaran

gas elpiji. Disebabkan perbedaan rataan alokasi pengeluaran untuk pembelian gas

elpiji, maka membuat rataan alokasi pengeluaran untuk pengeluaran energi untuk

memasak.

Rataan pengeluaran untuk energi memasak lebih rendah pada kelompok

pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Pengguna biogas

mengeluarkan Rp 4.558 (2,3%) dan pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 7.672

Page 73: I10rma

59

(3,7%) setiap bulannya untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bila

dibandingkan dengan rataan total untuk energi memasak sebesar Rp 6.115 (3,0%),

rataan kelompok pengguna biogas lebih rendah daripada rataan total, sebaliknya

rataan kelompok pengguna nonbiogas lebih tinggi dari rataan total. Bila dilakukan

uji beda rataan untuk energi memasak masing-masing kelompok ternyata

diperoleh hasil yang signifikan (p-value =0,001) [Tabel 24].

Tabel 24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran energidan nonenergi per kelompok contoh

Biogas Nonbiogas TotalNo Pengeluaran

Rp % Rp % Rp %p-value

A Pengeluaran energiA.1 Pengeluaran energi memasak1 Minyak tanah 417 0,2 500 0,2 458 0,2 0,8992 Gas elpiji 4.141 2,1 7.139 3,5 5.640 2,8 0,000*3 Sekam 0 0,0 33 0,0 17 0,0 0,321Total pengeluaranenergi memasak

4.558 2,3 7.672 3,7 6.115 3,0 0,001*

A.2 Pengeluaran energi nonmasak1 Listrik 14.478 7,2 13.926 6,7 14.202 7,0 0,7232 Bensin 2.378 1,2 400 0,2 1.389 0,7 0,224Total pengeluaranenergi nonmasak

16.856 8,4 14.326 6,9 15.591 7,7 0,277

Total pengeluaranenergi

21.414 10,7 21.998 10,6 21.706 10,7 0,834

B Pengeluaran nonenergi1 Pakaian 28.089 14,0 30.042 14,6 29.065 14,3 0,5052 Perumahan 222 0,1 0 0,0 111 0,1 0,3213 Kesehatan 10.922 5,4 11.404 5,5 11.163 5,5 0,6244 Pendidikan 21.592 10,8 19.242 9,3 20.417 10,0 0,8105 Komunikasi 2.356 1,2 1.550 0,8 1.953 1,0 0,608Total pengeluarannonenergi 63.180 31,5 62.237 30,2 62.709 30,9 0,928Total pengeluaran 84.594 42,2 84.235 40,8 84.415 41,6 0,754

* ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %

Pengeluaran untuk energi (gas elpiji dan minyak tanah) per kapita pada

kedua kelompok contoh berkisar antara Rp 1.340 sampai Rp 24.333. Hampir tiga

per lima pengguna biogas mengalokasikan uang antara Rp 0 hingga Rp 5.000 per

kapita per bulan untuk membeli gas elpiji dan energi yang digunakan memasak

lainnya. Berbeda dengan pengguna biogas, hampir seluruh (86,7%) pengguna

nonbiogas mengalokasikan uang antara Rp 5.001 hingga Rp 10.000 per kapita per

bulan untuk energi yang digunakan untuk memasak (Tabel 25).

Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna nonbiogas lebih tinggi

dari pengguna biogas. Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna

nonbiogas sebesar Rp 7.672 sedangkan pengguna biogas sebesar Rp 4.558. Bila

Page 74: I10rma

60

diuji menggunakan uji rataan, maka terlihat perbedaan yang nyata dengan

p=0,001 (Tabel 25).

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yang digunakanuntuk memasak

Biogas nonbiogas TotalPengeluaran untukmemasak (Rupiah) n % N % N %1 0-5.00 22 73,4 2 6,7 24 20,02 5.001-10.000 6 20,0 26 86,7 32 53,33 10.001-15.000 1 3,3 1 3,3 2 3,34 15.000-20.000 1 3,3 0 0,0 1 1,75 20.001-25.000 0 0,0 1 3,3 1 1,7

Total 30 100 30 100 60 100Rataan + SD 4.558 + 3.333 7.672 + 3.558 6.115 + 3.761

p value 0,001

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan biogas pada keluarga

peternak sapi perah memberikan manfaat yang cukup menghemat pengeluaran

keluarga. Keluarga yang memiliki dua ekor sapi mampu menghemat pembelian

gas elpiji sebesar Rp 14.000, sedangkan peternak yang memiliki lebih dari

sepuluh ekor sapi mampu menghemat hingga Rp 21.000 setiap bulannya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Energi Memasak

Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,346)

artinya 34,6 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengeluaran untuk

membeli gas elpiji, minyak tanah dan sekam. Sisanya dipengaruhi dari variabel di

luar penelitian sebesar 66,4 persen. Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa

pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran energi untuk

memasak (p-value 0,036) [Tabel 26].

Konstanta bernilai 9.334,313; artinya jika varibel-variabel yang diinput

bernilai nol (0), maka pengeluaran untuk energi memasak bernilai Rp 9.334,313.

Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -2,605; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun,

maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 2,605

rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara

Page 75: I10rma

61

usia istri dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tua usia istri, maka

semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).

Tabel 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi memasak

Variabel B (tidakterstandardisasi)

Sig Βeta(terstandardisasi)

Konstanta 9344,313 0,055Usia ibu -2,605 0,968 -0,005Tingkat pendidikan ibu -103,434 0,659 -0,051Pengetahuan istri mengenai biogas -169,598 0,302 -0,127Besar keluarga -285,726 0,636 -0,072Pendapatan per kapita per bulan 0,014 0,036** 0,296Jumlah sumber informasi -838,111 0,120 -0,247Bahan bakar -1414,976 0,217 -0,190R2 0,346

* *) signifikan pada taraf kepercayaan 95 %

Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan istri bernilai -103,433; artinya

jika variabel independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri

mengalami peningkatan satu tingkat, maka pengeluaran untuk energi memasak

mengalami penurunan sebesar 103,433 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif,

artinya terjadi hubungan negatif antara tingkat pendidikan istri dengan

pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka

semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).

Koefisien regresi variabel pengetahuan istri mengenai biogas bernilai

-169,598; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan

istri mengenai biogas mengalami peningkatan satu skor, maka pengeluaran untuk

energi memasak mengalami penurunan sebesar 169,598 rupiah. Koefisien regresi

bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara pengetahuan istri

mengenai biogas dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi

pengetahuan istri mengenai biogas, maka semakin menurun pengeluaran untuk

energi memasak (Tabel 26).

Koefisien regresi variabel besar keluarga bernilai -285,726; artinya jika

variabel independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami

penambahan satu orang, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami

penurunan sebesar 285,726 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya

terjadi hubungan negatif antara besar keluarga dengan pengeluaran untuk energi

Page 76: I10rma

62

memasak. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin menurun pengeluaran

untuk energi memasak (Tabel 26).

Koefisien regresi pendapatan per kapita per bulan sebesar 0,014; artinya jika

variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami

peningkatan satu rupiah, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami

peningkatan sebesar 0,014 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya

terjadi hubungan positif antara pendapatan per kapita per bulan dengan skor

pengeluaran untuk energi memasak. Semakin besar pendapatan per kapita per

bulan, maka semakin meningkat pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).

Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar -838,111; artinya jika

variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami

peningkatan satu satuan, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami

penurunan sebesar 838,111 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya

terjadi hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan pengeluaran

untuk energi memasak. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka

semakin meningkatkan pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26).

Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bentuk

umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut:

54321 014,0726,285598,169434,103605,2313,344.9 XXXXXY

EDX 16 976,414.1111,838

Keterangan:Y = pengeluaran untuk energi memasak

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi

1D = bahan bakar yang digunakan

E = error

Page 77: I10rma

63

Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi

Hampir seluruh pengguna biogas memutuskan menggunakan biogas

berdasarkan keputusan antara suami dan istri. Hal ini dikarenakan sapi biasanya

diurus oleh suami sedangkan yang biasanya memasak adalah istri. Lebih dari

separuh contoh menggunakan kayu bakar dan gas elpiji sebagai energi atas

keputusan dari istri. Hal ini dikarenakan yang biasanya memasak untuk seluruh

keluarga adalah istri. Sementara untuk penggunaan listrik didasarkan pada

keputusan bersama antara suami dan istri. Untuk penggunaan minyak tanah

didasarkan pada ketersediaan energi di lingkungan tempat tinggal, sehingga

penggunaannya diputuskan oleh istri.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihan energi

Biogas Nonbiogas TotalNo Pengambil keputusann % n % n %

1 Biogas (n = 30)- Suami 1 3,3 - - 1 1,7- Istri - - - - - -- Suami dan Istri 29 96,7 - - 29 48,3

2 Kayu Bakar (n = 35)- Suami - -- Istri 1 3,3 18 60 19 31,7- Suami dan Istri 14 46,7 2 6,7 16 26,7

3 Minyak Tanah (n = 5)- Suami - - - - -- Istri 1 3,3 4 13,3 5 8,3- Suami dan Istri - - - - - -

4 Gas Elpiji (n = 60)- Suami - - - - - -- Istri 9 30 24 80 33 55- Suami dan Istri 21 70 6 20 27 45

5 Listrik (n = 30)- Suami - - - - - -- Istri - - - - - -- Suami dan Istri 30 100 30 100 60 100

6 Sekam (n = 2)- Suami - - - - - -- Istri - - 2 6,7 2 3,3- Suami dan Istri - - - - - -

Pengambilan keputusan pemilihan energi ditentukan oleh suami, istri atau

kesepakatan antara suami dan istri. Penggunaan biogas hampir seluruhnya

(96,7%) ditentukan oleh kesepakatan antara suami dan istri. Sementara

penggunaan kayu bakar merupakan keputusan suami dan istri (70%) bagi

pengguna biogas dan keputusan istri saja (60%) bagi pengguna nonbiogas.

Page 78: I10rma

64

Kebanyakan pengguna kayu bakar memutuskan menggunakan kayu bakar atas

keputusan suami dan istri (Tabel 27).

Dari 60 keluarga hanya lima keluarga (8,3%) yang masih menggunakan

minyak tanah. Itu pun jika minyak tanah yang dibutuhkan tersedia. Keputusan

menggunakan minyak tanah ini didasarkan pada keinginan istri (Tabel 27).

Keputusan penggunaan gas elpiji pada pengguna biogas didasarkan pada

keputusan suami dan istri (70%). Sementara penggunaan gas elpiji pada pengguna

nonbiogas didasarkan pada keputusan istri (Tabel 27).

Penggunaan listrik pada pengguna biogas dan nonbiogas didasarkan pada

keputusan bersama antara suami dan istri. Sementara untuk penggunaan sekam

sebagai energi didasarkan pada keputusan istri yang ingin berhemat (Tabel 27).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Biogas

Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,713)

artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi perilaku penggunaan

energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 28,7 persen.

Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruh signifikan

(p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas (Tabel 28).

Konstanta bernilai -15,690; artinya jika variabel-variabel yang dinput

bernilai nol (0), maka nilai penggunaan biogas bernilai e-15,690 atau 1,53x10-7.

Koefisien regresi usia istri bernilai -0,014; artinya jika variabel independent lain

nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun, maka nilai

penggunaan biogas mengalami penurunan sebesar e-0,014 atau 0,986 kali. Koefisien

regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara usia istri dengan

nilai penggunaan biogas. Semakin tua usia istri, maka semakin meningkat

penggunaan biogas.(Tabel 28).

Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,190; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami

peningkatan satu tingkat, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan

sebesar e0,190 atau 1,209 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi

hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan nilai penggunaan biogas.

Page 79: I10rma

65

Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin meningkat penggunaan

biogas (Tabel 28).

Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan energi

Variabel Indikator(0=tidak menggunakan

biogas,1=menggunakan biogas)B Sig Exp (β)

Konstanta (α) -15,690 0,638 0,000Usia Istri (X1) -0,014 0,840 0,986Tingkat Pendidikan Istri (X2) 0,190 0,828 1,209Pengetahuan Istri mengenai Biogas (X3) 0,324 0,089* 1,383Besar Keluarga (X4) 0,286 0,663 1,331Pendapatan per Kapita per Bulan (X5) 0,000 0,658 1,000Jumlah Sumber Informasi (X6) 9,944 0,762 20.820,519Manajemen keuangan dan energi (X7) 0,015 0,922 1,015Pengeluaran untuk energi yang digunakanmemasak (X8)

0,000 0,237 1,000

Nagelkerke R2 0,713* ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 %

Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas bernilai 0,324; artinya

jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai

biogas mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas

mengalami peningkatan sebesar e0,324 atau 1,383 kali. Koefisien regresi bernilai

positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas

dengan nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor pengetahuan istri mengenai

biogas, maka semakin meningkat penggunaan biogas.(Tabel 28).

Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,286; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu

orang, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,286. atau

1,331 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif

antara besar keluarga dengan nilai penggunaan biogas. Semakin besar ukuran

keluarga, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).

Koefisien regresi pendapatan per kapita sebesar 0,000; artinya jika variabel

independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami peningkatan

satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas meningkat tetap karena e0 sama

dengan satu (1) (Tabel 28).

Page 80: I10rma

66

Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar 9,944; artinya jika

variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami

penambahan satu sumber, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan

sebesar e9,944 atau 20.820,519 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi

hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan nilai penggunaan

biogas. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin

meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).

Koefisien regresi manajemen keuangan dan energi sebesar 0,015; artinya

jika variabel independent lain nilainya tetap dan manajemen keuangan dan energi

mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas mengalami

peningkatan sebesar e0,015 atau 1,015 kali. Koefisien regresi bernilai positif,

artinya terjadi hubungan positif antara manajemen keuangan dan energi dengan

nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor manajemen keuangan dan energi,

maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28).

Koefisien regresi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak

sebesar 0,000; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan

pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasaka mengalami

peningkatan satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas tetap karena e0 sama

dengan satu (1) (Tabel 28). Bentuk persamaan regresi logistik mengenai perilaku

penggunaan biogas adalah sebagai berikut:

EXXXXXXXXep

p

87654321 000,0015,0944,9000,0286,0324,0190,0014,0690,15

1ln

Keterangan:

p

p

1ln = bahan bakar yang digunakan

1X = usia istri (tahun)

2X = tingkat pendidikan istri

3X = pengetahuan istri mengenai biogas (skor)

4X = besar keluarga (orang)

5X = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah)

6X = jumlah sumber informasi (skor)

7X = manajemen keuangan dan energi (skor)

8X = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)

E = error

Page 81: I10rma

67

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengguna biogas

dan nonbiogas, kecuali besar keluarga, jumlah sumber informasi yang diperoleh

dan pengetahuan istri mengenai biogas.

Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yang

berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan.

Tidak ada perbedaan dalam penggunaan energi, kecuali penggunaan biogas dan

sekam. Biogas digunakan oleh pengguna biogas dan sekam digunakan oleh

pengguna nonbiogas. Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan

manajemen keuangan dan energi (perencanaan dan pelaksanaan) dibandingkan

pengguna nonbiogas. Alokasi pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas

pada umumnya sama, kecuali terletak pada pengeluaran untuk energi yang

digunakan untuk memasak saja. Alokasi pengeluaran energi untuk memasak pada

pengguna biogas lebih rendah (setengah dari pengguna biogas).

Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik diketahui bahwa besar keluarga,

pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah akses informasi berpengaruh

signifikan terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas.

Saran

Permasalahan akibat dari kekurangan persediaan energi minyak beberapa

tahun belakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus

menggali informasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM

untuk keperluan sehari-hari. Diharapkan penggunaan energi alternatif seperti

penggunaan biogas dan sekam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dengan

baik. Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secara

merata. Diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugas

desa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanya

pengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatif

lainnya.

Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif ini agar

tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telah

menggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi dengan

Page 82: I10rma

68

masyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energi

alternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada bahan bakar minyak.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran

untuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas.

Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk menabung,

membiayai pendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain hal tersebut diatas, diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan

mengenai pengukuran pengetahuan ayah dan ibu mengenai biogas sebagai salah

satu variabel yang mempengaruhi penggunaan biogas. Selain itu, diharapkan ada

penelitian lanjutan yang membandingkan pengambilan keputusan dan alokasi

pengeluaran peternak pengguna biogas dan nonbiogas, serta pengeluaran

pengguna biogas peternak dan nonpeternak.

Page 83: I10rma

69

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal.2007. Optimalisasi CSR untuk Pengembangan Desa Mandiri Energi.[tersambung berkala]. http://afrizal.wordpress.com/2007/09/24/optimalisasi-csr-untuk-pengembangan-desa-mandiri-energi/ [7 Januari 2009].

[Anonim]. 2007. Desa Mandiri Energi. [tersambung berkala]. http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/02/14/1573.html [8 April 2009]

________ A. 2008.Dasar-dasar Biogas. [tersambung berkala]. http://www.scribd.com/doc/5055298/biogas [7 Januari 2009]

________ B. 2008. Energi Alternatif Sudah Saatnya Dipakai. [tersambungberkala]. www.kompas.com [24 November 2008].

Bastian L. 2002. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap terhadap Resikodengan Investasi Keuangan Keluarga. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian.Institut Petanian Bogor.

Blackburn J O. 1988. Enerji Terbarui. Menyongsong Kemakmuran Tanpa EnerjiNuklir dan Batubara. Bambang Suryobroto; penerjemah. Harmanto EdyDjatmiko; Editor. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari TheRenewable Energi Alternative: How the United States and the World CanProsper Without Nuclear Energi or Coal.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk menurut Provinsi.[tersambung berkala]. http://demografi.bps.go.id /versi2/. [19 Februari 2009]

_____. 2009. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2009. No.27/07/32/Th.XI,1Juli 2009. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. [tersambung berkala].http://jabar.bps.go.id/Download_files/pr0709 miskin.pdf [5 Desember 2009].

BP. 2009. BP Statistical Review Full Report Worldbook 2008. [terhubungberkala]. http://www.bp.com/statisticalreview [11 Januari 2009].

Engel JF, Blackwell R D, Miniard P W. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1 EdisiKeenam. F X Budiyanto, penerjemah. Jakarta: Binarupa Akasara.Terjemahan dari Consumer Behaviour.

Fadhilza. 2008. Pondok Tadabbur. Pertumbuhan Penduduk Dunia. [terhubungberkala]. http://www.fadhilza.com/2008/11/tadabbur/pertumbuhan-penduduk-dunia.html [21 November 2008].

[FAPET UNPAD] Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. 2007. DopsiInovasi Tekno-Sosio-Ekonomi Biogas Limbah Peternakan. MenanggulangiPersoalan Energi Melalui Pengembangan Peternakan Ramah Lingkungan.[tersambung berkala]. www.unpad.ac.id [21 November 2008].

Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto D. 1992. Diktat ManajemenSumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan SumberdayaKeluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan SepanjangRentang Kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo; penerjemah. Ridwan Max

Page 84: I10rma

70

Sijabat; Editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari DevelopmentalPsycology. A Life-Span Approach, fifth edition.

Ikawati Y. 2009. Dari Kakus di Petojo untuk Biogas. [tersambung berkala].http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/20/00471182/dari.kakus.di.petojo.untuk.biogas [8 April 2009]

Kiyosaki RT, Lechter SL. 2006. The Cash Flow Quadrant. Panduan Ayah KayaMenuju Kebebasan Financial. Rina Buntaran; penerjemah. Jakarta: PenerbitPT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari The Cashflow Quadrant.

Mangkuprawira S.1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluargadalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga. [Disertasi]. Bogor: ProgramPascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Martono R W A. 2008. Plants Clipping Informations from All Over Media inIndonesia. Bahan Bakar Nabati: at What, and Whose, Costs?. [tersambungberkala]. www.anekaplantasia.cybermediaclips [12 Januari 2008].

Nandiyanto ABD, Rumi F. 2007. Biogas sebagai Peluang PengembanganAlternatif. ISSN: 0917-8376|EdisiVol.8/XVIII/November2006. [tersambungberkala]. http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=199 [8 April 2009].

Nurhasanah A, Widodo T K, Asari A, Rahmarestia E. 2006. PerkembanganDigester Biogas di Indonesia. (Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah).Tanggerang: Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [tersambungberkala].http:ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/NP/perkembangandigester.doc. [7November 2008].

[PEMDA HAURNGOMBONG] Pemerintah Daerah Desa Haurngombong. 2008.Pemanfaatan Biogas Limbah Kotoran Sapi sebagai Sumber Energi Alternatifdalam Rangka Mewujudkan Program Desa Mandiri Energi. Sumedang:Pemerintah Desa Haurngombong.

[PEMDA SUMEDANG] Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. 2009.Geografi Kabupaten Sumedang. [tersambung berkala].http://www.sumedang.go.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=56 [10 Desember 2009].

Pranada MN. 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan.[tersambung berkala]. http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasi-peternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan.html [4 januari 2010]

Prasad S. 2000. Renewable Energi Sources for Rural Areas in Asia and thePasific. Tokyo: Asian Productivity Organization.

Priyono H. 2002. Pemanfaatan Lumpur dan Limbah Padat Industri Tapioka untukProduksi Biogas. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut PertanianBogor.

Priyatno D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Puspa AR. 2007. Kajian Ketahanan Keluarga Petani: Pengambilan Keputusan Istridan Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga. [Skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor.

Page 85: I10rma

71

Rahman B. 2005. Biogas, Sumber Energi Alternatif. [tersambung berkala].http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1123717100&4 [8 April2009].

Robbins SP. Coulter M. 2004. Manajemen Edisi ke 7 Jilid 1. T Hermaya danHarry Slamet; Penerjemah. Bambang Sarwiji; Editor. Jakarta: Indonesia.Terjemahan dari Management, Seventh Edition.

Samon E K T. 2005. Manajemen Keuangan, Alokasi Pengeluaran dan CopingMechanism Keluarga Nelayan dan Petani Tambak. [Skripsi]. Bogor:Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor.

Setiawan A I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Depok: PT. PenebarSwadaya.

Shinta Y. 2008. Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat KesejahteraanMasyarakat Pesisir Kabupaten Indramayu. [Skripsi]. Bogor: FakultasPertanian. Institut Petanian Bogor.

Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen. Teori dan Penerapannya DalamPemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wikipedia. 2008. Energi Terbaharui. [tersambung berkala]. www.wikipedia.com[21 November 2008].

Page 86: I10rma

72

LAMPIRAN

Page 87: I10rma

73

Lampiran 1. Peta Kabupaten Sumedang

Skala 1 cm : 20 km

Pamulihan

Page 88: I10rma

74

Lampiran 2. Gambaran Lokasi Penelitian

Gambar 1 Batas Desa Haurngombong Gambar 2 Kandang sapi yang menggunakansistem biogas

Page 89: I10rma

75

Lampiran 3 Proses pembuatan biogas dari kotoran sapi

Gambar 1 Kotoran sapi dimasukkanke dalam ember

Gambar 2 Kotoran sapi dicampurdengan air dengan perbandingan 1:1

Gambar 3 Kemudian campurankotoran dan air disimpan dalamreaktor sampai menghasilkan biogas.

Gambar 4 Gas yang telah dihasilkandialirkan melalui selang menujuplastik penyimpanan gas yangbiasanya diletakkan di atas kandangsapi.

Page 90: I10rma

76

Gambar 5 Gas yang dihasilkan direaktor dialirkan ke tabungpenyimpan gas melalui selang

Gambar 6 Tabung penyimpan gasbiasanya diletakkan diatas kandangsapi

Gambar 7 Biogas dialirkan ke dalamgenset

Gambar 8 Lampu menyala denganenergi biogas

Gambar 9 Biogas digunakan untukmenyalakan kompor