higiene vs penyakit kulit.docx
Post on 03-Jan-2016
121 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia
beriklim tropis sehingga mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun jamur.
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang
terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Selain itu penyakit kulit juga dapat muncul akibat kurangnya higiene diri dan sanitasi
lingkungan.
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
subjeknya yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Higiene dan sanitasi tidak
dapat dipisahkan satu sama lain karena erat kaitannnya.
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Proses perjalanan
suatu penyakit terjadi dimulai sejak adanya gangguan keseimbangan antara penyakit,
manusia, dan lingkungan sehingga dapat terjadi suatu kesakitan termasuk penyakit kulit.
Penyakit infeksi kulit banyak ditemukan di kalanagan penduduk di daerah beriklim
panas dan lembab dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Umumnya penderita
penyakit kulit ini banyak ditemukan pada anak-anak dari pada orang dewasa
Sikap seseorang dalam melakukan higiene personal dipengaruhi oleh sejumlah faktor
antara lain: Budaya, Status sosial ekonomi, Agama, Tingkat pengetahuan dan perkembangan
individu, Status kesehatan, Kebiasaan, dan Cacat jasmani.
Bila higiene dan sanitasi lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan
lingkungan, maka kemungkinan terjadinya penyakit kulit relatif kecil.
1
BAB II
INFEKSI JAMUR
Penyakit Kulit karena Jamur
Penyakit kulit karena jamur ini biasanya disebut sebagai mikosis. Jamur
menimbulkan penyakit dan menjadi patogen terhadap manusia ila disertai adanya
faktor predisposisi dan faktor pencetus. Faktor predisposisi tersebut antara lain adalah
kelembaban karena keringat atau lingkungan yang panas, iritasi oleh baju, orang sakit
yang berbaring lama, friksi lipatan kulit pada oran gemuk, imunitas rendah baik
karena penyakit (DM, kurang gizi) maupun karena pengobatan (kortikosteroid,
sitostatik).
Mikosis dapat diklasifikasikan menjadi mikosis profunda dan superficialis.
Mikosis superfisialis dibagi menjadi dua yaitu dermatofitosis (Tinea) dan
nondermatofitosis (ptiriasis versicolor, kandidosis).
a. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan
golongan jamur dermatofita berfilamen (Trychophyton, Mycrosporum,
Epydermophyton). Disebut juga sebagai tinea, ringworm, kurap, teigne.
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke
dalam jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhan jamur
dengan pola radial pada stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit sirsinar
dengan batas yang jelas an meninggi yang disebut ringworm.
Lokasi dermatofitosis dibagi berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu
tinea kapiis (skalp, rambut, alis, bulu mata), tinea korporis (badan), tinea kruris
(genitokrural sampai bokong, pubis, paha atas medial), Tinea manum (tangan dan
telapak tangan), tinea pedis (kaki dan telapak kaki), dan tine unguium (kuku).
Gambaran klinis berviaiasi bergantung pada lokasi kelainan, respon imun
seluler pasien terhadap penyebab, serta jenis spesies dan galur penyebab. Morfologi
khas yaitu kelainan yang berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi
(polimorfi), bagian tepinya lebih aktif. Gejala lainnya adalah adanya rasa gatal.
2
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH
dengan bahan yang diambil dari kerokan kulit, rambut dan kuku yang ditetesi KOH
20% kemudian dilihat dibawah miksroskop. Pada sediaan kulit dan kuku yang terluha
adalah hifa sebagai dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora
berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada sediaan
rambut yang dilihat adalah mikrospora dan makrospora. Spora dapat tersususn di luar
rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks).
Gambar 6. Pemeriksaan KOH dermatofita dengan mikroskop
Pengobatan pada tinea bertujuan untuk menyembuhkan penyakit (ditandai
dengan hilangnya gejala klinis dan pemeriksaan mikologi negetif), mencegah
perkembangan penyakit menjadi kronis, dan mencegah kekambuhan. Strategi
pengobatan meliputi:
1. Diagnosis yang tepat
2. Menghilangkan atau mencegah faktor predisposisi
3. Menghilangkan sumber penularan baik dari manusia, hewan, tanah maupun benda
di sekeliling yang mengandung elemen jamur.
4. Pemilihan obat yang tepat. Obat yang biasa diberikan baik secara sistemik maupun
topikal seperti griseofulvin, golongan azol (ketokonazol), dan derivat alilamin
(terbinafin)
3
Gambar 7. Dermatofitosis
Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa dari
jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.
Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor sempurna. Begitu, transmisi
dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan Epidermophyton floccosum
yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak menimbulkan keluhan selama
beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain, biasanya di kulit.
Tinea unguium (dermatophytic onycomicosis, ringworm of the nail)
Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering menyebabkan tinea
unguium.
Dermatofita jenis unguium digolongkan menjadi dua bagian utama: (1). Superficial white-
onycomycosis yang menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku. (2). Invasif,
subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti dengan menetapnya
infeksi pada dasar kuku. Onycomycosis subungual distal adalah bentuk umum dari
4
onycomycosis dermatofita. Jamur menyerang bagian distal bantalan jari yang menyebabkan
hiperkeratosis dari bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan lempeng
kuku.
Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari bagian lateral kuku dan sering
menyebar melibatkan semua lempeng kuku. Pada onycomycosis subungual proximal jamur
menginvasi kebawah kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada bagian distal karena
spot yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian meluas ke lempeng
kuku.
Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh
yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam
bentuk yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan
bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan
bentuk klinis tersering di Indonesia.
Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum
menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T
mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum,
menyebabkan suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih
cenderung untuk menjadi kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi oleh T
mentagrophytes sering dihubungkan dengan suatu presentasi klinis merah, menyebabkan
peradangan akut.
Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T. interdigitale
dan E. floccosum.
Tinea kapitis
5
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan
kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk
tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan
pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur dan
menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch, yang pada klinik
tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood terlihat
fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit, melampaui batas dari gray patch
tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini biasanya disertai tanda
peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.
2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa
pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya. Kelainan ini
menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi
tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam.
Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik dan psoriasis
(Siregar, 2005).
Tinea korporis
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas terdiri
dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah
biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
6
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat sebagai lesi dengan
tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et
korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan
tinea unguium.
3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan
menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses
ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-
lingkaran berskuama yang kosentris.
4. Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus.
Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai
ukuran. Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat
terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas.
Bila tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak.
Berlainan dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh
pada usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga
spesies dermatofita yang menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton
violaceum, dan microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat
kebersihan, umur, dan ketahanan penderita penderita.
2.1 Definisi Higiene & Sanitasi
Higiene personal adalah upaya yang dilakukan individu dalam memelihara kebersihan
dan kesehatan dirinya baik secara fisik maupun mental. Sanitasi adalah usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Higiene & Sanitasi
7
Tidak ada dua orang yang sama dalam melakukan perawatan kebersihan diri karena
manusia itu unik. Sikap seseorang dalam melakukan higiene personal dipengaruhi oleh
sejumlah faktor antara lain:
1. Budaya
Kepercayaan budaya individu dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan higienis.
Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan saat individu sakit ia
tidak boleh dimandikan karena akan memperparah penyakitnya.
2. Status sosial ekonomi
Untuk melakukan higiene personal yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang
memadai, misalnya kamar mandi, peralatan dan perlengkapan mandi (sampo, sabun
mandi, sikat gigi, pasta gigi). Semua membutuhkan biaya. Masyarakat juga harus
menentukan apakah dapat menyediakan bahan-bahan tersebut dan juga menentukan
apakah produk-produk tersebut merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang
digunakan oleh mereka. Dengan kata lain bahwa sumber keuangan individu akan
berpengaruh pada kemampuannya mempertahankan higiene personal yang baik.
3. Agama
Agama juga berpengaruh pada keyakinan individu dalam melaksanakan kebiasaan
sehari-hari. Misalnya agama islam diperintahkan untuk mejaga kebersihan karena
kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini akan mendorong individu untuk
mengingat pentingnya kebersihan diri bagi kelangsungan hidup.
4. Tingkat pengetahuan dan perkembangan individu
Pengetahuan tentang pentingnya higiene personal dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktek higiene seseorang. Penting untuk diketahui bahwa berbekal
pengetahuan tidak cukup bila tidak dibarengi dengan motivasi individu/ masyarakat
untuk memelihara higiene personal. Kedewasaan seseorang akan memberikan
pengaruh tertentu pada kualitas orang tersebut, karena pengetahuan penting dalam
meningkatkan status kesehatan individu. Misalnya: agar terhindar dari penyakit kulit
kita harus mandi dengan bersih setiap hari.
5. Status kesehatan
Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kesehatan individu. Individu
akan semakin lemah yang pada akhirnya jatuh sakit.
6. Kebiasaan
8
Berhubungan dengan kebiasaan individu dalam menggunakan produk-produk
tertentu, keinginan serta pilihan mereka dalam melakukan perawatan diri dan
bagaimana cara melakukan higiene personal. Misalnya: pasien DM harus berhati-hati
menjaga kakinya agar tetap bersih sehingga terhindar dari resiko infeksi. Kebiasaan
tidur beramai-ramai dalam satu kamar tidur atau terlalu padat penghuni adalah
kebiasaan tidak baik dalam rumah, karena dapat menularkan penyakit dengan cepat.
Biasanya bila salah seorang menderita batuk dan pilek maka semua yang tidur
bersama-sama dengan orang tersebut akan tertular sakit batuk dan pilek. Penyakit-
penyakit lain yang dapat menular akibat tidur ramai-ramai yaitu sakit mata, kulit,
batuk darah (TB).
7. Cacat jasmani
Kondisi cacat jasmani dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk
melakukan perawatan diri secara mandiri.
2.3
9
BAB III
PERENCANAAN
Upaya pencegahan terjadinya infeksi jamur khususnya tinea capitis et corporis saya sudah melakukan penyuluhan dan topik yang saya angkat adalah indikator PHBS
Rumah sehat
Memiliki sebuah rumah yang sehat serta membuat nyaman bagi seluruh pemilik dan
anggota keluarga tentunya akn menjadi dambaan dan impian bagi setiap keluarga. Karena
dengan adanya rumah yang telah memenuhi kriteria rumah sehat akan bisa meningkatkan
derajat kesehatan seluruh anggota keluarga yang ada dalam rumahnya.
Karena rumah yang telah mempunyai ciri rumah yang sehat akan bisa juga termasuk
dalam cara mencegah penularan penyakit dalam lingkungan kehidupan sebuah keluarga.
Karena kehidupan dalam rumah adalah sebuah kehidupan yang banyak dilalui dengan
aktifitas sehari-hari oleh seluruh anggota keluarga.
Rumah yang tidak sehat dan juga perilaku tidak sehat dapat menyebabkan dan
menularkan penyakit bagi penghuninya, seperti sakit batuk-batuk, pilek, sakit mata, demam,
sakit kulit, maupun kecelakaan.
Gambar 1. Rumah Sehat
Sebelum kita membangun rumah, tentunya kita juga memikirkan bagaimana tata letak
rumah yang sehat dalam setiap bagiannya, baik itu dalam segi ruangan tamu, ruangan kamar
yang sehat, bagaimana menciptakan dapur yang sehat, kamar mandi yang sehat serta semua
lingkungan rumah agar bisa membuat suasana yang menyenangkan dan menyehatkan bagi
seluruh anggota keluarga yang mendiaminya.
10
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tempat tinggal yang kita diami dan
tinggali memenuhi syarat dan kriteria rumah sehat serta jauh dari segala hal yang berkaitan
dengan penyakit maka berikut ini adalah hal yang perlu dilakukan :
1. Ventilasi Sirkulasi Pertukaran Udara Lancar. Udara yang bersih adalah hal yang
penting yang harus ada dalam sebuah rumah yang sehat. Karena kebutuhan pokok
manusia salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan oksigen yang baik dan ini bisa
kita dapatkan dan penuhi bila rumah kita memiliki ventilasi yang baik serta cukup
untuk pertukaran udara. Dan ini juga termasuk dalam hal pemenuhan syarat rumah
sehat yang harus dimiliki sebuah tempat tinggal untuk keluarga.
2. Kebersihan Rumah. Kita ketahui bersama bahwa kebersihan adalah sebagian dari
iman dan kebersihan adalah juga merupakan pangkal kesehatan. Sehingga bila kita
mengidamkan sebuah tempat tinggal yang sehat tentunya harus bisa memenuhi
standar bersih dan sehat bagi sebuah rumah. Sistem bangunan yang dimiliki tersebut
bisa memungkinkan agar rumah bisa menjadi bebas kotoran, debu, asap serta
kontaminan lainnya yang bisa berefek terhadap kesehatan.
3. Persediaan Air Bersih Yang Tercukupi. Kebutuhan pokok manusia yang lainnya
adalah pemenuhan kebutuhan akan air bersih. Sehingga rumah sehat juga diharapkan
mempunyai sarana dan prasana dalam penyediaan air bersih yang mencukupi untuk
kebutuhan seluruh anggota keluarga.
4. Lingkungan Rumah Yang Aman. Lingkungan tempat tinggal dan juga lingkungan
masyarakat tempat kita tinggal perlu juga memenuhi syarat dan standar keamanan
yang baik. Bila kaitannya dengan rumah maka ketika akan membangun sebuah rumag
perlu dipikirkan konsep rumah yang aman dan sehat pula. Rumah hendaknya
dibangun dengan bentuk, fungsi, dan peralatan yang aman bagi seluruh penghuni
keluarga. Konsep ergonomis di setiap piranti hendaknya juga dipikirkan dengan baik
dan matang pula. Sisi keamanan rumah dan juga kemananan lingkungan adalah faktor
yang penting, demi menghindari terjadinya kecelakaan di dalam maupun di sekitar
rumah.
5. Sanitasi Rumah Yang Baik. Yang satu ini tak boleh pula kita lupakan. Perlu pula kita
berkonsultasi bagaimana cara menciptakan sebuah sanitasi yang sehat dan baik bagi
sebuah rumah tempat tinggal kita. Baik itu menyangkut mengenai sistem
pembuangan, sarana pembuangan limbah keluarga, adanya tempat sampah yang
memenuhi standar kesehatan dan sebagainya.
11
Jamban sehat
Penimbangan
Cuci bersih oleh ibunya
Pemeriksaan ke dokter
12
BAB IV
PELAKSANAAN
ke dokter
- Edukasi mengingatkan indikator PHBS, rumah sehat- Pemantauan gizi buruk PMT- Progresivitas penyakit- Bila diperlukan PMT, apa yang sesuai
13
BAB V
MONITORING
Ibu belum membersihkan jamur
Pengambilan keputusan
Resiko rujuk
Ternyata progresifitas penyakit sampe infeksi sekunder, gizi buruk menetap
14
-
dan penimbangan informasi rumah sehat
Penimbangan
15
2.3 Penyakit Kulit
Penyakit pada kulit merupakan penyakit yang menginfeksi kulit baik yang di
sebabkan oleh mikroorganisme maupun nonmikroorganisme. Penyakit kulit karena
mikroorganisme dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun parasit. Penyakit kulit
nonmikroorganisme dapat disebabkan karena alergi maupun karena kontak dengan bahan
iritan tertentu.
2.2 Ujud Kelainan Kulit
Banyak bentuk berbeda dari lesi diuraikan dalam status dermatologis yang
menentukan penyakit spesifik. Hal ini dapat dibagi dalam bentuk yang tidak merusak kulit
(lesi primer) dan bentuk yang merusak kulit (lesi sekunder).
A. Lesi Kulit Primer
a. Makula
Hal ini merupakan perubahan dalam warna kulit. Mereka bervariasi dalam
ukuran dan bentuk, dan tampak sebagai pewarnaan pada kulit. Makula dibentuk
dari :
2. Deposit pigmen dalam kulit, misalnya frekles.
3. Keluarnya darah kedalam kulit, misalnya petekie.
4. Dilatasi permanen dari pembuluh kapiler, misalnya nevi.
5. Dilatasi sementara dari pembuluh darah kapiler, misalnya eritema.
b. Papula
Terdapat elevasi yang dapat diraba dari kulit yang bervariasi diameternya
dari sekitar 1-5 mm. Permukaan dapat tajam, bulat atau datar. Mereka terletak
superficial dan dibentuk dari proliferasi sel atau eksudasi cairan ke dalam kulit.
c. Nodul
Ini serupa dengan papula tetapi terletak lebih menonjol. Mereka bervariasi
dalam ukuran dan biasanya lebih besar dibandingkan papula. Contoh dari nodul
subkutan adalah nodul rematisme akut.
d. Vesikel
Vesikel merupakan lepuh kecil yang dibentuk dengan akumulasi cairan
dalam epidermis ; mereka biasanya diisi dengan cairan serosa dan ditemukan pada
anak-anak yang menderita eksema.
16
e. Bula Atau Pustula
Bula merupakan vesikel besar yang mengandung serum, pus atau darah.
Mereka ditemukan misalnya pada pemfigus neonatorum.
f. Urtika/gelegata
Gelegata merupakan elevasi sementara kulit yang disebabkan oleh edema
dermis dan dilatasi kapiler sekitarnya. Biasanya berkaitan dengan respon alergi
terhadap bahan asing.
Gambar 3. Lesi kulit Primer
B. Lesi Kulit Sekunder
a. Skuama
Skuama merupakan lapisan tanduk dari epidermis mati yang menumpuk
pada kulit yang dapat berkembang sebagai akibat perubahan inflamasi. Keadaan
ini ditemukan pada psoariasis.
b. Krusta
Ini terbentuk dari serum, darah atau nanah yang mengering pada kulit.
Masing-masing dapat dikenal dengan warna berikut : merah kehitaman (krusta
darah), kuning kehitaman (krusta nanah), berwarna madu (krusta serum).
c. Fisura
Ini merupakan retakan kecil yang meluas melalui epidermis dan
memaparkan dermis. Mereka dapat terjadi pada kulit kering dan pada inflamasi
kronik.
17
d. Ulkus
Ulkus merupakan lesi yang terbentuk oleh kerusakan lokal dari seluruh
epidermis dan sebagian atau seluruh korium di bawahnya.
Gambar 4. Lesi kulit Sekunder
2.3 Penyakit Kulit Mikroorganisme
Penyakit kulit karena mikroorganisme dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
maupun parasit.
A. Penyakit Kulit karena Bakteri
Penyakit kulit karena bakteri ini biasanya disebut sebagai pioderma. Pioderma
adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus,
Streptococcus, atau oleh keduanya. Faktor yang menjadi predisposisi penyakit kulit
ini adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh ataupun adanya
penyakit lain di kulit sehingga terjadi kerusakan epidermis yang memudahkan
terjadinya infeksi.
Pioderma ini diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Pioderma primer
terjadi pada kulit normal, misalnya impetigo, furunkel, folikulitis, eritrasma, selulitis,
limfangitis, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS), dll. Pioderma sekunder
terjadi pada kulit yang sebelumnya telah mengalami kelainan, misalnya dermatitis
impetigenisata, skabies impetigenisata, dll.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi
dan kultur berikut tes resistensi. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat leukositosis.
Kultur dan tes resistensi dilakukan pada kasus-kasus kronis dan sukar sembuh.
Penatalaksanaan pada pioderma ini secara umum dapat dilakukan dengan
menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang baik. Selain itu dapat
diberikan medikamentosa berupa antibiotik (amoksisilin, ampisilin) dan antihistamin
(CTM, ceterizine, loratadin).
18
Gambar 5. Penyakit Kulit karena Bakteri (Pioderma)
a. Nondermatofitosis
Penyakit jamur nondermatofitosis meliputi ptiriasis versicolor dan kandidosis yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Ptiriasis versicolor
Ptiriasis versicolor adalah penyakit jamur superfisial kronik berupa
bercak berskuama halus berwarna putih dapat kemerahan maupun coklat
sampai hitam, trutama meliputi badan dan kadang dapat menyerang ketiak,
lipat paha, lengen, tungkai atas, leher, muka, dan kulit kepala yang berambut.
Istilah lain dari penyakit ini adalah panu, kromofitosis. Jamur penyebab
penyakit ini adalah Malassezia furfur.
19
Gambar 8. Ptiriasis Versicolor
Kelainan kulit terlihat sebagai bercak yang berfloresensi bila dilihat
dengan lampu wood, biasanya asimtomatik atau kadang terasa gatal ringan.
Floresensi lesi kulit adalah berwarna kuning keemasan. Pada pemeriksaan
sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat hifa pendek
dan spora bulat berkelompok (spagethy and meatball appearance).
Pengobatan dapat diberikan secara sistemik (ketokonazol) maupun
topikal (suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losio atau sampa yang
dipakai 3x seminggu).
2. Kandidosis
Kandidosis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candida dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit,
kuku, bronki atau paru, kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis
atau meningitis.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Penyebab tersering adalah Candida albicans
yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang
normal.
Faktor predisposisi terjadinya penyakit ini adalah daya tahan tubuh
yang lemah yang dapat disebabkan oleh faktor endogen (kehamilan,
kegemukan, iatrogenik, endokrinopati, DM, penyakit kronik, umur orang tua
dan bayi, imunologik) maupun faktor eksogen (iklim panas, kelembaban,
kebersihan kulit, kontak dengan penderita).
Manifestasi klinis dari penyakit ini tergantung pada lokasi yang
terkena. Kandidosis pada selaput lendir dapat berupa thrush, perleche,
20
vulvovaginitis, maupun balanitis.kandidosis kutis dapat bertupa kandidosis
intertriginosa (lipatan kulit seperti ketiak, lipat paha, lipat payudara, sela jari,
glans penis), perianal, generalisata, paronikia, dan diaper rash (ruam popok).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan
dengan KOH 10%, dapat terlihat gambaran sel ragi, blatospora, atau hifa
semu.
Penatalaksanaan pada kandidosis ini ialah dengan menghindari atau
menghilangkan faktor predisposisi serta memberikan medikamentosa baik
topikal (larutan ungu gentian, salep nisatatin, amfoterisin B, mikonazol)
maupun sistemik (tablet nisatatin, ketokonazol, itrakonazol).
B. Penyakit Kulit karena Parasit
Penyakit Kulit karena parasit salah satu diantaranya adalah skabies. Skabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau
Sarcoptes scabiei varian hominisI dan produknya. Faktor yang berperan dalam
penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, higiene perorangan yang
buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, perilaku yang tidak bersih dan sehat,
serta kepadatan penduduk.
Secara morfologik Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x
250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 –
200 mikron. Siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
antara 8-12 hari. Yang jantan mati setelah kopulasi, yang betina menggali terowongan
di stratum korneum dan bertelur, setelah 3-5 hari menetas menjadi larva, dan 2-3 hari
kemudian menjadi nimfa (jantan dan betina).
Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular baik dari
manusia ke manusia maupun dari hewan ke manusia dan sebaliknya.. Penyakit ini
dapat ditularkan secara langsung melalui kontak kulit dengan kulit misalnya berjabat
tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung
melalui benda, misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut yang dipakai
bersama
Patogenesis kelainan kulit yang disebabkan tungau skabies dan garukan gatal
akibat sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau kurang lebih sebulan setelah
21
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul, vesikel, urtika, dll. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder.
Gambar. Skabies sela jari
Ada 4 tanda cardinal untuk mendiagnosis penyakit skabies. Diagnosis dapat
dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut ini : (Handoko, R, 2005) :
i. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
ii. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
iii. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule,
ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
iv. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
22
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Obat yang dapat dikapai
diantaranya gammexane, permetrin 5%.
C. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah kelainan kulit yang sering terjadi pada bayi dan anak,
yang biasa ditandai oleh rasa gatal, penyakit sering kambuh, dan distribusi lesi yang
khas. Dermatitis atopik ini penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk di antaranya
faktor genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.
Biasanya gejala dan tanda pada dermatitis atopik mulai timbul ketika usia 6
bulan, jarang sebelum usia 8 minggu. Umumnya dermatitis atopi sering mengalami
kekambuhan, jarang sembuh 100%. Sebagian besar dermatitis atopi dapat sembuh
dengan bertambahnya umur tetapi dapat juga menetap sampai usia dewasa.
Gambar. Dermatitis Atopi
Bentuk klinis dari dermatitis atopik terbagi atas:
Bentuk infantil (2 bulan – 2 tahun)
Nama awam adalah eksema susu. Kelainan kulit berupa eritema berbatas
tegas, dapat disertai papulpapul dan vesikel-vesikel miliar. Biasa mengenai
daerah kedua pipi, tangan dan kaki.
Bentuk anak (3 – 10 tahun)
Merupakan kelanjutan dari bentuk infantil. Kulit tampak lebih kering (xerosis)
yang bersifat kronik dan mengenai daerah fleksura antekubiti (lipat lengan),
poplitea (lipat paha), tangan kaki dan periorbita.
Bentuk dewasa (13 – 30 tahun)
23
Kelanjutan dari bentuk infantil dan anak. Lesi selalu kering dan terdapat
likenifikasi (kulit menjadi tebal dan keras). Distribusi ialah di tengkuk serta
daerah fleksura antekubiti (lipat lengan), poplitea(lipat paha).
Gambar. Lokasi dermatitis atopi sesuai usia
Dari anamnesis pasien, dapat ditanyakan kebiasaan menggaruk (pruritus), eksema
pada wajah dan ekstensor pada bayi, likenifikasi fleksural (dewasa), dermatitis kronik atau
kronik residif. Selain itu, ada beberapa hal yang biasanya dihubungkan dengan dermatitis
atopi. Yaitu tanyakan stigmata atopi pada pasien atau keluarganya (asma, rinitis alergi,
dermatitis atopik), infeksi kulit, xerosis, fisura periaurikular, IgE reaktif (peningkatan kadar
di serum, RAST dan uji kulit positif), dan gambaran lain (katarak subkapsular anterior).
Untuk mencari faktor atopi dapat dilakukan uji kulit alergen atau uji IgE spesifik.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan dermatitis atopi yaitu alergi saluran
napas dan infeksi kulit oleh kuman S. aureus dan H. Simplex.
Identifikasi faktor pencetus dan menghindarinya, termasuk alergen makanan dan
inhalan .Antihistamin sedatif diberikan untuk menghilangkan rasa gatal di malam hari,
tetapi bila terdapat gejala saluran napas atau urtikaria konkomitan dapat digunakan
antihistamin non sedatif Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi sekunder Mencegah
kekeringan kulit dengan menjaga hidrasi dan pemakaian emolien, hindari pemakaian
sabun yang bersifat basa . Pada kasus yang berat, pemberian kortikosteroid lokal secara
sistemik dapat diberikan, namun harus diperhatikan efek sampingnya dan diberikan
jangka pendek (4 hari).
D. Dermatitis Kontak
24
Dermatitis merupakan penyakit kulit dengan gejala subjektif pruritus. Obyektif
tampak inflamasi eritema, vesikel, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-tanda
polimorfi tersebut tidak selalau timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif
dan menjadi kronis. Penyebab dernatitis kadang tidak diketahui. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein,bakteri dan
fungi. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Reaksi alergi terjadi atas
dasar interaksi antara antigen dan antibodi.
Gejala subjektif berupa tanda radang akut terutama pruritus (sebagai pengganti
dolor). Selain itu terdapat juga kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), pembengkakan
(edema) dan gangguan fungsi kulit (fungsiolesa).
Gejala objektif biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorf yang
dapat timbul secara serentak atau berturut-turut.
Dermatitis kontak ialah dermatitis karena kontaktan eksternal, yang menimbulkan
fenomen sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan). Berikut ini adalah perbedaan dermatitis
kontak iritan dan alergi:
25
Tabel 1. Perbedaan Dermatitis kontak Iritan & Alergi
Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
Penyebab Iritan primer Alergen kontak
Permulaa
n
Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik
Lesi Batas lebih jelas
Eritema sangat jekas
Batas tidak begitu jelas
Eritema kurang jelas
Uji tempel Sesudah ditempel 24 jam, bila
iritan diangkat, reaksi akan segera
Bila sesudah 24 jam bahan alergen
diangkat, reaksi menetap atau meluas
berhenti
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia
beriklim tropis sehingga mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun jamur.
Selain itu penyakit kulit juga dapat muncul akibat kurangnya higiene diri dan sanitasi
lingkungan.
Penyakit infeksi kulit banyak ditemukan di kalanagan penduduk di daerah beriklim panas
dan lembab dengan higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Umumnya penderita
penyakit kulit ini banyak ditemukan pada anak-anak dari pada orang dewasa
Sikap seseorang dalam melakukan higiene personal dipengaruhi oleh sejumlah faktor
antara lain: Budaya, Status sosial ekonomi, Agama, Tingkat pengetahuan dan
perkembangan individu, Status kesehatan, Kebiasaan, dan Cacat jasmani.
Bila higiene dan sanitasi lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan,
maka kemungkinan terjadinya penyakit kulit relatif kecil.
3.2 Saran
Menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan supaya terhindar dari penyakit
kulit
Dilakukan penyuluhan tentang higine dan sanitasi untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
2. Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010. Dermatofitosis dalam Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2007. Skabies dalam Ilmu penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
4. Harahap M. 2000. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani, W, Setiowulan, W. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.
6. Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed, ,Jakarta:
Meidian Mulya Jaya.
7. Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies and Pediculosis. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill.
8. http://blog.wahyu-winoto.com/2012/02/ciri-ciri-rumah-yang-baik-dan-sehat.html
28
top related