epistemologi tafsir sufi (studi terhadap tafsir al-sulami...
Post on 11-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EPISTEMOLOGI TAFSIR SUFI
(Studi terhadap Tafsir al-Sulami> dan al-Qushayri>)
Disertasi
Oleh:
Arsyad Abrar
12.3.00.0.05.01.0045
Pembimbing:
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
KONSENTRASI TAFSIR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Allah Swt,
Tuhan semesta alam. Berkat rahmat dan ‘inayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan penulisan disertasi ini sesuai dengan apa yang
diharapkan. Demikian juga, shalawat dan salam penulis sampaikan
kepada panutan sekalian alam, Nabi Muhammad Saw.
Setelah melalui pengkajian dan pembahasan dengan literatur dan
referensi yang ada, pada akhirnya penulisan disertasi ini telah dapat
diselesaikan dengan dengan baik. Disertasi yang mengkaji tema
penafsiran sufi ini mencoba menguraikan data-data tentang otoritas
penafsiran sufi, dan menguatkan bahwa sufi dengan penafsiran
Alqurannya memiliki otoritas dalam penafsiran Alquran.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.; Direktur Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Masykuri
Abdillah, MA. Para Asisten Direktur, yaitu: Prof. Dr. Didin Saepuddin,
MA, dan Dr. J.M. Muslimin, MA. Serta seluruh staf pengajar Jakarta,
terkhusus Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Suwito, MA dan Dr.
Yusuf Rahman, MA penulis ucapkan terima kasih atas kesempatan
untuk belajar dan menimba ilmu, memberikan arahan dan motivasi
selama masa perkuliahan. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh
karyawan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah banyak membantu sehingga menjadikan proses perkuliahan lancar
dan nyaman.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingginya kepada
pembimbing, yaitu Prof. Dr. Yunsril Ali, MA dan Prof. Dr. H. Ahmad
Thib Raya, MA yang telah banyak membantu penulis memberikan saran
dan arahan dalam penulisan dan penyelesaian disertasi ini ditengah
aktivitas mereka sebagai dosen tetap Fakultas Syariah dan Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah serta dosen
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang ikut
memberikan kritik dalam ujian-ujian sebelumnya. Hal yang sama juga
penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA, Prof. Dr.
Kautsar Azhari Noer, MA dan Prof. Dr. Abdul Hadi WM, MA, sebagai
iv
penguji yang telah memberikan banyak masukan dan kritikan yang
bermanfaat untuk penelitian ini menjadi lebih baik.
Rasa cinta, kasih sayang dan ucap syukur dihaturkan kepada
Papa Drs. H. Bakhtiar Effendi dan Mama Yunidar Jamal, BA, yang
dengan penuh kasih sayang terus memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis untuk senantiasa berkreasi menuntut ilmu sejak kecil
hingga saat ini, dan senantiasa mendoakan penulis dalam setiap untaian
doa mereka untuk keselamatan penulis dunia dan akhirat. Kebahagian
yang sempurna adalah menjadi apa yang diharapkan oleh kedua orang
tua. Semoga ini menjadi amal saleh.
Special Thanks untuk penyeru kebaikanku dan buah hati
tercinta, dengan kebaikan dan ketulusan hatinya jualah disertasi ini
dapat diselesaikan pada waktu yang tepat. Terimakasih atas segala hal
yang telah dicurahkan, berupa perhatian, semangat dan tak kenal lelah
untuk selalu mengingatkan dan memberikan saran selama disertasi ini
dalam proses penelitian.
xi
ABSTRAK
Disertasi ini membuktikan bahwa tafsir Alquran yang diterapkan oleh
sebagian kelompok sufi memiliki dasar yang berasal dari Alquran dan Sunnah. Sufi
dalam tafsir Alquran juga memiliki epistemologi sendiri yang memberikan sikap
legal dalam tafsir. Penelitian ini juga menguatkan bahwa tafsir Alquran yang
dilakukan oleh kelompok sufi memiliki relasi yang rasional, yang pada dasarnya
tidak bertentangan dengan Alquran itu sendiri.
Penelitian ini sejalan dengan apa yang diuraikan oleh Machasin (2005),
‘Abd al-Rah}i>m Ah}mad al-Zaqah (2007). Menurut mereka konsep sufi pada saat ini
merupakan kontemplasi dari syariat dan tasawuf. Sufi tidak lagi identik dengan
pemahaman yang tidak benar dan banyak melakukan praktek bid’ah. Penelitian ini
mendukung pendapat Alexander D. Knysh (2007), yang menyimpulkan bahwa
‚interpretasi sufi merupakan suatu hasil dari proses pembacaan Alquran yang tidak
terputus selama bertahun-tahun dalam rangka meng-ekstrak (istinbath) makna yang
tersembunyi.
Adapun perbedaan dengan akademik lainnya adalah menolak apa yang
diuraikan oleh Michael A.Sells, dalam Early Islamic Mysticism: Sufi, Qur’an, Mi’raj, Poetic and Theological Writings. Ia menyimpulkan bahwa pola tafsir sufi
itu cenderung pada sastra. Dengan kata lain, tafsir sufi hanya menghasilkan sebuah
karya sastra dalam bentuk puisi, syair dan yang sejenisnya. Penelitian ini juga tidak
sependapat dengan hasil temuan Annabel Keeler dalam ‚Sufi Tafsir as a Mirror:
al-Qushayri the murshid in his lat}a>’if al-isha>rat‛, yang menyimpulkan bahwa tafsir
sufi utamanya adalah merefleksikan kapasitas spiritual, tingkat iluminasi. Secara
umum ia menilai bahwa konsep tafsir sufi memiliki orientasi doktrin, wawasan
spiritual dan tempramen.
Sumber utama dalam penelitian ini adalah kitab H}aqa>’iq al-Tafsi>r, yang
ditulis oleh Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n al-Sulami> dan kitab Lat}a>’if al-Isha>ra>t, yang
merupakan karya al-Qushayri>. Sumber sekunder untuk melengkapi penelitian ini
adalah karya tulis yang dinilai memiliki relevansi terhadap penulisan ini.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif-komparatif analitis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif-analitis, oleh
karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai penguat adalah
studi pemikiran tokoh dengan pendekatan sosio historis. Penggunaan pendekatan
ini ditujukan untuk menganalisis tiga unsur kajian, yakni: (1) mengkaji teks itu
sendiri, (2) akar-akar historis secara kritis serta latarbelakang yang kontroversial,
dan (3) kondisi sosio-historis yang melingkupinya. Dengan pendekatan historis
akan tampak pola keragaman (diversity), perubahan (change), dan kesinambungan
(continuity). Pendekatan filosofis dalam penelitian ini ditujukan untuk
menjelaskan struktur dasar dari pemikiran al-Sulami> dan al-Qushayri>.
xiii
ABSTRACT
This dissertation proves that the quranic interpretation which
applied by some Sufis has authority in the interpretation. This
dissertation also intend to confirms that the quranic interpretation
which were performed by Sufi group has a rational relation, and it is not
contradict with the Koran itself. The method of interpretation Sufi will
produce a good interpretation.
This research agrees with opinions of Machasin (2005), and
'Abd al-Rahim Ahmad al-Zaqah (2007). According to them,
understanding of Sufi is the contemplation of law and Sufism. Sufi is
not identical to bad understanding and invent acting. Furthermore, this
research also supports Alexander D. Knysh opinion’s (2007). He
concludes that the sufi interpretation is a result of the process of reading
the koran for years in order to extract (istinba>t}) hidden meaning.
This research reject the idea of Michael A.Sells, in the Early Islamic Mysticism: Sufi, Qur'an, Mi'raj, poetic and Theological Writings. He concluded that the pattern of the mystical interpretation
tends to literature. In other words, the interpretation of Sufi only
produce a literary work in the form of poetry. This study also disagrees
with the findings of Annabel Keeler in "Sufi Commentary as a Mirror:
al-Qushayri the Murshid in his lat} a> 'if al-isha> rat" ,who concluded that
the main Sufi interpretation is reflection of spiritual capacity, level of
illumination. In general, she considered that the interpretation of the
sufi concept have doctrine orientation, spiritual insight and
temperament. The major sources of discussion in this study are the book
H}aqa> 'iq al-Tafsi>r, which was written by Abu> Abd al-Rah}ma> n al-Sulami>
and Lat}a>' if al-Isha> ra> t, al-Qushayri’>s tafsir. The secondary sources are
the papers that have relevance with this writing.
In this research the writer uses descriptive-analytical method,
and socio-historical approach. The use of this approach is intended to
analyze three elements of the study, namely: (1) examine the text itself,
(2) the historical roots critical and controversial background, and (3)
socio-historical conditions surrounding it. With a historical approach
would seem pattern diversity (diversity), change (change), and
continuity (continuity).
xv
التجريد أيدت ىذه الرسالة على أن . ىذه الرسالة تثبت أن التفسري الصويف ىو أحد من التفاسري ادلعتربة
و تفسري الذي يتبع من خالل طريقة . التفسري الصويف لو عالقة عقالنية، ال يتعارض مع القرآن نفسو .الصوفية سوف ينتج تفسري شامال
و من وجهة . Abd al-Rah}i>m Ah}mad (2007)‘، و Machasinنص على ذلك .Alexander Dيدعم رأي . يتضمن الشريعة و التصوف نظرىم، تعاليم الصوفية يف ىذا الوقت ىو
Knysh( 2007) وخيلص إىل أن التفسري الصويف ىو نتيجة من عملية قراءة القرآن اليت ال تنقطع ، لسنوات من أجل انتزاع ادلعىن اخلفي
وخلص اىل امنا منط . ، يف كتابتو Michael A. Sells نتائج ىذه الدراسة قد ردت فكرة. و التفسري الصويف ينتج سوى العمل األديب يف شكل الشعر وما شابو ذلك.التفسري الصويف مييل إىل األدب
أنو خلص : التعليق الصوفية باعتبارىا مرآة" يف Annabel keleerختتلف ىذه الدراسة أيضا على نتائج بشكل عام، اعترب أن مفهوم . إىل أن التفسري الصويف الرئيسي ىو انعكاس لقدرة روحية، ومستوى اإلضاءة
.تفسري الصوفية لو عقيدة التوجو والبصرية الروحيةادلصدر الرئيسي يف ىذا البحث ىو حقائق التفسري ، الذي كتبو أبو عبد الرمحن السلمي وكتاب
.و أما ادلصادر الثانوية فهي الورقة اليت قيمت دعم كتابة ىذه السطور.لطائف اإلشار ا ت، للقشرييالنهج ادلتبع يف ىذه الدراسة ىو هنج االجتماعي . طريقة يف ىذا البحث الوصفي ادلقارن
دراسة النص (1): وادلقصود من استخدام ىذا النهج لتحليل العناصر الثالثة من الدراسة، وىي. والتارخيي. الظروف االجتماعية والتارخيية احمليطة بو (3)اجلذور التارخيية اخللفية احلرجة وادلثرية للجدل، و (2)نفسو،
. مع ادلنهج التارخيي ويبدو تنوع منط، والتغيري، واالستدامة
xvii
Pedoman Transliterasi
Pedoman alih aksara Arab ke Latin merujuk kepada pedoman
transliterasi Library of Congress.
Pedoman Transliterasi Arab-Latin:
{d = ض ’ = ء {t = ط B = ب {z = ظ T = ت ‘ = ع Th = ث gh = غ J = ج f = ف {h = ح q = ق Kh = خ k = ك D = د l = ل Dh = ذ m = م R = ر n = ن Z = ز h = ه S = س w = و Sh = ش y = ي {s = ص
Vokal dan Diftong:
Vokal pendek a = َ i = ِ u = ُ
Vokal panjang a> = ْا i> = يْا u> = وْا
Diftong ay = َيْا aw = َوْا
xix
DAFTAR ISI
EPISTEMOLOGI TAFSIR SUFI
(Studi terhadap Tafsir al-Sulami> dan al-Qushayri>)
KATA PENGATAR .......................................................................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ............................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................... vii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................... ix
ABSTRAK ......................................................................................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................................................ xvii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... xix
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................................................................ 15
1. Identifikasi Masalah ....................................................................................................... 15
2. Pembatasan Masalah ...................................................................................................... 16
3. Perumusan Masalah........................................................................................................ 16
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...................................................................................... 16
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 19
E. Kegunaan Penelitian ............................................................................................................. 20
F. Metodologi Penelitian .......................................................................................................... 20
1. Sumber Data Penelitian ................................................................................................. 20
2. Sifat dan Jenis Penelitian ............................................................................................... 21
3. Metode Penelitian .......................................................................................................... 22
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................................... 22
BAB II
DISKURSUS ESOTERIK DALAM TAFSIR ALQURAN .............................................................. 25
A. Historisitas Tafsir Sufi ......................................................................................................... 26
B. Kerangka dan Alur Perdebatan Tafsir Sufi .......................................................................... 46
C. Pemahaman Makna Tafsir Batin Alquran ............................................................................ 56
BAB III
PENGARUH AJARAN SUFI DALAM KONSTRUK TAFSIR ...................................................... 63
A. Al-Sulami> dan al-Qushayri> dalam Perspektif Akademis...................................................... 63
B. Pendekatan Isha>ri> dalam Tafsir ............................................................................................ 71
C. Takwil dan Tafsir dalam Perspektif Sufi ............................................................................. 84
BAB IV
DIALEKTIKA DAN PROBLEMATIKA TAFSIR .......................................................................... 93
A. Tendensi Sufi dalam Memahami Alquran ............................................................................ 95
1. Konsep al-Sulami> terhadap Teks Alquran ..................................................................... 104
2. Formulasi Tafsir al-Qushayri> ......................................................................................... 110
B. Struktur Bahasa dan Pemaknaan ‘Ulu>m al-Qur’a>n .............................................................. 114
C. Corak Sufi Sebagai Kritikan Orientasi Fikih ....................................................................... 117
BAB V
APLIKASI PEMAHAMAN SUFI DALAM TAFSIR ALQURAN ................................................. 125
A. Operasional Tafsir al-Sulami dan al-Qushayri ..................................................................... 125
B. Komparasi Tafsir al-Sulami> dan al-Qushayri>. (Arti dan Peran Teks. Kajian terhadap Surah
al-Fatihah) ............................................................................................................................. 147
xx
C. Isyarat dan Simbol. Telaah terhadap Huruf al-Muqat}t}a‘ah ................................................. 174
D. Tafsir Sufi dalam Konsep Ajaran Tasawuf .......................................................................... 181
1. Taubat ............................................................................................................................ 181
2. Sabar ............................................................................................................................... 184
3. Tawakal .......................................................................................................................... 185
4. Ridha .............................................................................................................................. 187
E. Validitas Tafsir Sufi ............................................................................................................. 189
1. Teori Koherensi .............................................................................................................. 190
2. Teori Korespondensi ...................................................................................................... 192
3. Teori Pragmatisme ......................................................................................................... 193
BAB VI
PENUTUP ......................................................................................................................................... 195
A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 195
B. Implikasi Penelitian .............................................................................................................. 196
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 199
INDEKS ............................................................................................................................................. 219
GLOSARI .......................................................................................................................................... 225
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perdebatan tentang tafsir sufi berawal dari cara pandang
dan perbedaan para akademisi dalam memahami problematika
tafsir yang dilakukan oleh kaum sufi. Setidaknya perdebatan ini
telah melahirkan dua kelompok besar. Satu kelompok menanggapi
dengan penolakan, bahwa sejatinya tafsir sufi tersebut bukan
sebagai sebuah produk tafsir. Sisanya memberikan tanggapan
positif dengan memberikan ruang untuk melakukan pengkajian
yang lebih mendalam.1
Tafsir sufi bermula dari berkembangnya paham tasawuf.
Keberadaan tafsir sufi ini merupakan antitesis dari tafsir fikih
yang memahami Alquran dengan menggunakan pendekatan
hukum. Pada tahapan proses, tafsir sufi melampaui tafsir fikih
dengan menggunakan pendekatan batin (isha>ri>) yang lebih
menimbangkan penggunaan hati. Dengan bahasa yang sederhana
tafsir sufi ini merupakan kritikan terhadap tafsir fikih.2
Pembelajaran tasawuf yang memasuki dimensi tafsir
Alquran, dengan tegas ingin menggambarkan bahwa Alquran pada
dasarnya memiliki sisi batin dalam tafsir, yang mana maknanya
tidak lari dari teks ayat.3 Begitu juga dalam keyakinan sufi,
Alquran mengandung makna batin berorientasi esoteris-sufi yang
terdapat dalam setiap ayat, melampaui bacaan yang tidak terbaca
(qira>’ah ma> la yuqra), makna yang tidak tersurat (al-maskut ‘anhu)
1Di antaranya adalah Alexander D. Knysh. ‚Esoterisme Kalam Tuhan:
Sentralitas al-Qur’an dalam Tasawuf‛. Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. 1
Januari 2007. Lihat juga, John Kaltner, Introducing The Qur’an: For Today Readers (Minneapolis: Fortress Press, 2011), 7.
2Hasan Hanafi. ‚Signifikansi Tafsir Sufi Bagi Spiritualitas Islam
Kontemporer‛, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. Januari 2007, 204. 3Nasaruddin Umar, ‚Apa itu Wahdatul Wujud [Bagian 3]‛, Republika.
Jumat, 31 Mei 2013.
2
dalam ayat Alquran yang dikenal dengan ‘Ilm isha>rah.4 Lebih
lanjut, menurut para sufi, menafsirkan Alquran berdasarkan
analisis kebahasaan saja tidak cukup dan hal itu baru memasuki
pada makna teks ayat, yang mana menurut sufi itu merupakan
badan akidah, sedangkan tafsir sufi menempati posisi ruhnya.5
Praktik tafsir sufi pada dasarnya berjalan beriringan dengan
awal kemunculan tasawuf. Menurut Taufiq Tawil, yang dikutip
oleh Cecep Alba, esensi ajaran tasawuf awal muncul pada abad
pertama dan kedua Hijriah, yang sangat identik dengan faham
asketisme. Pada abad ke 3 Hijriah, tasawuf mulai membicarakan
latihan spritual yang dapat membawa manusia semakin dekat
kepada Tuhannya. Pada abad ketiga dan keempat ini, tasawuf
memiliki fungsi sebagai cara untuk mensucikan jiwa dan
menghasilkan makrifat dengan jalan kashf dan isyra>q. Pada zaman
ini, lahir karya-karya tasawuf yang menggambarkan orientasi
tasawuf. Di antaranya, yaitu: al-Luma>‘, karya al-T}u>si>, Risa>lah al-Qushayriyyah, karya imam al-Qushayri>, al-Ta‘a>ruf li> Madhhab Ahl at-Tas}awwuf karya al-Kala>badhi ( w. 990 H) dan T}abaqa>t al-S}u>fiyyah karya al-Sulami>. (w. 412 H))
6
Salah satu kekeliruan di antara kalangan sarjana Alquran
dalam memberikan penilaian terhadap tafsir sufi adalah tidak
adanya sikap terbuka untuk memahami kajian tafsir sufi lebih
mendalam. Pada dasarnya, bila dikaji secara mendetail, tafsir sufi
memiliki sumber penguat yang berasal dari Alquran. Meskipun
terkadang tafsir sufi dalam kasus tertentu tidak sesuai dengan
makna lahiriah, akan tetapi hal tersebut bukan merupakan
4Aik Iksan Anshori, Tafsir Isha>ri: Pendekatan Hermeneutika Sufi
Tafsir Shaikh ‘Abd al-Qa>dir al-Jila>ni (Ciputat: Referensi, 2012), 1. Lihat juga,
al-Sarra>j al-Tu>si, al-Luma’ fi Ta>rikh al-Tasawuf al-Isla>mi> (Beirut: Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyah, 2001), 100. 5Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta:
LkiS, 2012), 22. 6Cecep Alba, ‚Pola Tafsir Al-Qur’an Ibnu ‘Arabi: Studi Analisis
Metodologis terhadap Tafsir yang bercorak Tasawuf , Tafsir al-Qur’an al-Karim
Ibnu ‘Arabi‛. Disertasi pada Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2004, 3-4.
3
kekeliruan, selama makna lahir tersebut mendapatkan pembenaran
menurut kaidah bahasa Arab.7
Hal senada diuraikan oleh al-Jili (w. 805 H/ 1405 M)
sebagaimana yang dikutip oleh Yunasril Ali, bahwa Alquran
memiliki tiga tingkatan pengetahuan dan ajaran di dalamnya,8
yaitu:
a. Pengetahuan dan ajaran yang harus disampaikan kepada
umat secara umum. Pengetahuan dan ajaran yang demikian
disebut syariat. Yaitu pengetahuan dan ajaran yang bersifat
formal
b. Pengetahuan dan ajaran yang hanya disampaikan kepada
umat secara selektif kepada orang-orang tertentu saja. Hal
ini yang dikenal dengan ilmu hakikat, yaitu ajaran batiniah
yang menjadi inti dari syariat
c. Pengetahuan dan ajaran yang harus dirahasiakan, yaitu
yang berkaitan dengan rahasia-rahasia ketuhanan.
Pengetahuan ketiga ini hanya dimiliki oleh orang-orang
tertentu yang melihat sesuatu dengan al-kashf al-ila>hi>.
Jika kita melihat uraian di atas tentang tiga bagian pokok
tersebut, maka tafsr sufi ini berada pada tingkatan yang kedua.
Karena menggunakan aspek batin yang menjadi isyarat untuk
mendapatkan pengetahuan. Penjelasan di atas memiliki kesamaan
dengan apa yang dikutip oleh Ami>n al-Khu>li> (w. 1385 H), yang
dijadikan referensi oleh Sunarwato, bahwa khazanah intelektual
Islam terbagi ke dalam tiga hal. Yaitu:
a. Ilmu yang matang dan final, yaitu ilmu nahwu dan ilmu ushul.
b. Ilmu yang matang tapi belum final, yaitu ilmu fikih dan ilmu
hadis.
7Oman Fathurrahman, Ith}a>f al-Dhaki>. Tafsir Wahdatul Wujud bagi
Muslim Nusantara ( Jakarta : Mizan, 2012), 77. 8Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Perkembangan Konsep Insan Kamil
Ibn ‘Arabi oleh al-Ji>li> (Jakarta: Paramadina, 1997 ), 169.
4
c. Ilmu yang belum matang dan belum final, yaitu ilmu bayan dan
ilmu tafsir.9
Tafsir isha>ri> – dalam konteks memahami makna Alquran -
memiliki dasar yang kuat dalam sejarah tafsir. Ini bukan
merupakan hal yang baru dalam Alquran. Alquran sendiri juga
mendorong kita melakukan tafsir dan memahaminya. Lebih lanjut
Alquran juga memberikan informasi pada kita bahwa Alquran
memiliki dimensi zahir dan dimensi batin.10
Dalam satu riwayat diceritakan bagaimana sahabat Nabi
Saw berbeda pendapat dalam memahami atau menafsirkan satu
ayat. Ayat tersebut adalah QS. al-Nas}r [110]: 1.11
Di antara
sahabat ada yang memahami ayat tersebut dengan mengikuti apa
yang ada pada zahir ayat. Dengan pemahaman bahwa ayat tersebut
merupakan perintah Allah untuk senantiasa bertahmid dan
memohon ampunan. Adapun sahabat nabi yang lain memahami
bahwa ayat tersebut merupakan isyarat bahwa ajal nabi Saw
sudah sangat dekat. Ini menunjukan bahwa tidak semua sahabat
memahami apa yang ada di belakang teks ayat. Hanya sebagian
orang tertentu saja yang bisa memahami makna batin Alquran.12
Di waktu yang berbeda, respon yang dimunculkan ‘Umar
Ibn al-Khat}t}a>b pun demikian, ketika mendengar telah turunnya
9Sunarwoto, ‚Nasr Hamid Abu Zayd dan Rekonstruksi Studi-studi
Al-Qur’an dalam Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya, ed. Syahiron
Syamsuddin (Yogyakarta: Islamika, 2003 ), 103. 10
Muh}ammad H}usein ad-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000 ), 261. Menurut ad-Dhahabi salah satu bukti adanya
makna batin (esoteris) bagi Alquran adalah ketidakpahaman orang-orang kafir
dalam memahami apa yang tersirat dalam Alquran. Mereka hanya sekedar
melihat apa yang ada dalam teks ayat, tapi tidak memahami secara baik maksud
dan tujuan Allah dari ayat tersebut. Maksud dan tujuan inilah yang menurut ad-
Dhahabi adalah makna batin Alquran. Muhammad Husein ad-Dhahabi, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000 ), 262.
11
ا الَّل ِإا َذ اْص َذ ْص ُرا ِإ َذ ا َذ اَذا َذ ْص ُر
12Muh}ammad H}usein ad-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000 ), 263.
5
QS. al-Maidah (5): 3,13
ia pun menangis, karena ia memahami
tidak ada yang datang setelah mencapai kesempurnaan kecuali
kekurangan. Kondisi ‘Umar ini berbeda dengan sebagian sahabat
lainnya yang berbahagia ketika mendengar ayat ini. 14
Pembahasan tentang tafsir sufi Alquran menjelaskan bahwa
telah terjadinya pergeseran epistem dalam tafsir Alquran.
Perubahan ini bisa saja dipelopori atau dipengaruhi oleh kondisi
lokal dan bahkan politik dari setiap mufasir. Dengan kata lain kita
mesti menyikapi produk tafsir sebagai organisme yang hidup dan
berkembang.15
Ada banyak tipe dalam hal ini. Sebagian sarjana
menyikapi Alquran sebagai sebuah kitab kontemporer yang mesti
diselaraskan dengan kondisi zaman melalui pendekatan linguistik,
semiotika, sejarah dan lain sebaginya. Sehingga melahirkan sebuah
kesimpulan bahwa Alquran pada dasarnya lahir sebagai jawaban
terhadap realita sosial di mana Alquran diturunkan.16
Sebagian
lagi menyikapi Alquran sebagai produk yang hadir di tengah
masyarakat yang sedang dalam masa peralihan dan hilangnya
wujud kepribadian suatu masyarakat, komunitas dan suatu bangsa
secara umum. Di tengah kondisi seperti itu, Alquran telah menjadi
manifestasi dari perwujudan kehendak Allah di bumi,
menampilkan dirinya dalam bentuk lisan manusia, agar manusia
paham terhadap apa yang dikehendaki oleh Allah. Ini menunjukan
bahwa manusia memiliki peran sebagai yang memberikan
pemahaman terhadap Alquran tersebut.17
Bila demikian, hal ini akan mengarah pada suatu hasil akhir
bahwa Alquran akan sangat identik dengan warna dan kebutuhan
13 مَذادِإيًن افَذمَذنِإا ااَذكُرمُرا ْلْصِإسْصَلَذ يتُر ا َذرَذضِإ ا ِإعْصمَذِتِإ اعَذلَذيْصكُرمْص ا َذأَذْتْصَذمْصتُر ادِإينَذكُرمْص ااَذكُرمْص مَذلْصتُر اْصي َذوْصمَذاأَذكْصيمٌرا ارَذ ِإ افَذ ِإ َّلا الَّل َذا َذ ُرورٌر اْلِإِإ ْصٍة ا ُر َذ َذ ِإ ٍة ا َذْصمَذ َذ ٍةا َذي ْص َذ ا ِإ ضْص ُر َّل
14
Muh}ammad Jama>l al-Di>n al-Qa>simi>, Tafsi>r al-Qa>simi> Mah}a>sin al-Ta’wi>l (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah, 1997), 41.
15M. Jamil, ‚Pergeseran Epistemologi Dalam Tradisi Tafsir Al-
Qur’an‛, Jurnal Ilmiah Abadi Ilmu, Vol. 4, No.1 Juni 2011, 469. 16
M. Hilaly Basya, ‚Mendialogkan Teks Agama dengan Makna Zaman:
Menuju Transformasi Sosial‛,Al-Huda, Vol. III, No. 11. 2005, 11. 17
Nasaruddin Umar, ‚Menimbang Hermeneutika‛ . Jurnal Studi Al-Qur’an. Vol. 1, No. 1, Januari 2006, 41.
6
lokalitas dan kasus tertentu. Tidak hanya itu, perbedaan kondisi
dan waktu yang sangat jauh, memaksakan tafsir Alquran
melahirkan pergerakan yang sangat signifikan. Setidaknya ada dua
faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Faktor pertama, bersifat
eksternal, yang terdiri dari pengaruh politik, lingkungan, budaya
dan sosial. Kedua, yaitu faktor internal, yaitu faktor paradigma
sang pemikir dan faktor teks itu sendiri.18
Sehingga hal ini
melahirkan pembacaan dan peradaban yang baru untuk tafsir
Alquran itu sendiri.
Hal yang sama juga telah digagas dan dipertegas oleh Nas}r
H}a>mid Abu> Zayd, yang mengkaji keterkaitan wahyu dengan
budaya masyarakat Arab. Kajian tersebut menghasilkan sebuah
pandangan bahwa Alquran merupakan tindakan Tuhan yang selalu
berkaitan dengan realitas. Oleh karena itu, Alquran telah berubah
menjadi sebuah teks profan sebagaimana teks-teks lainnya.
Sehingga bisa dibaca dan dipahami dengan menggunakan
pendekatan apa pun.19
Salah satu isu dalam tema tafsir Alquran adalah
pembicaraan tentang tesktual dan kontekstual tafsir Alquran.
Kedua pendekatan dalam memahami Alquran tersebut menurut
Yusuf Rahman, menjadi pembeda antara kelompok muslim salafi
dengan muslim progresif. Muslim salafi condong menggunakan
pendekatan tekstualitas dalam memahami Alquran. Sebaliknya
kelompok muslim progresif lebih memilih pendekatan kontekstual
dalam memahami Alquran.20
Kontekstual lebih rincinya mengandung dua makna.
Pertama, bagian dari teks atau pernyataan yang menyelimuti kata,
atau bagian tertentu yang menentukan maknanya. Kedua, adalah
‚di mana suatu peristiwa itu terjadi‛. Hal tersebut menunjukan,
bahwa kontekstual tersebut memiliki relasi dengan konteks.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman kontekstual
18
M.Sadik, ‚Alquran Dalam Perdebatan Pemahaman Tekstual dan
Kontelstual‛, Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.1 April 2009, 53. 19
Aksin Wijaya, ‚Relasi Alquran dan Budaya Lokal‛, Hermenia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Vol. 4, No. 2 Juli-Desember 2005, 236.
20Yusuf Rahman, ‚Tafsir Tekstual dan Kontekstual terhadap al-
Qur’an dan Hadis (Kajian terhadap Muslim Salafi dan Muslim Progresif)‛,
Journal of Qur’an and hadith Studies, Vol. 1, No. 2, 2012, 297.
7
tersebut adalah pemahaman teks yang dikuatkan dengan penilaian
terhadap situasi dan kondisi ketika teks tersebut muncul,
disamping menggunakan pendekatan kebahasaan.21
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa pembacaan
atau tafsir Alquran secara kontekstual adalah suatu proses tafsir
Alquran yang tidak terkurung dalam pembahasan bahasa semata.
Melainkan dengan menguatkan tafsir tersebut dengan kondisi dan
berbagai situasi yang dinilai sejalan dan memiliki relasi yang
terjadi. Sehingga akan menjadikan sebuah teks (nas ayat) menjadi
lebih hidup dan seoalah-olah berada dalam kehidupan masyarakat.
Alquran adalah sebuah pedoman dan petunjuk yang ada
dalam bentuk bacaan.22
Oleh karena itu, untuk mendapatkan
makna yang mendekati kebenaran, diharuskan memiliki beberapa
komponen yang otoritatif untuk mendapatkan pesan Alquran yang
menjadi inspirasi majunya suatu peradaban. Alquran berbeda
dengan kitab-kitab samawi sebelumnya. Alquran memiliki ruang
bebas bicara untuk mendapatkan pengertian yang mengarah pada
kebenaran. Ruang tersebut adalah tafsir.23
Meskipun demikian,
bukan berarti tafsir tersebut, akan bisa dilakukan sesuka hati dan
keinginan. Sarjana muslim klasik telah memagari kode etik
tertentu dalam rangka memberikan bingkai dan arahan tafsir
Alquran. Sehingga hal ini menjadi suatu seni membaca Alquran
21
M.Sadik, ‚Alquran Dalam Perdebatan Pemahaman Tekstual dan
Kontelstual‛, Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.1 April 2009, 53. 22
Nur al-Di>n ‘Itr, ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Damaskus: Mat}ba‘ al-S}aba>h,
1996), 10. 23
Tafsir ini berasal dari bahasa Arab, dengan asal kata fa-sa-ra. Secara
bahasa memiliki pengertian al-iba>nah, al-kashf dan al-iz}ha>r. Ketiga kata
tersebut bila kita beri pemahaman dalam bahasa Indonesia menjadi penjelasan,
penyingkapan dan pemunculan. Dengan demikian tafsir dapat dipahami
sebagai suatu upaya penyingkapan suatu maksud dari teks atau lafaz yang sulit
dipahami. Adapun tafsir secara istilah adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji
cara berdialog dengan teks Alquran, indikator-indikatornya, hukum-hukum dan
kandungan yang ada di dalamnya. Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>hi>th fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Riya>d}: Dar al-Rashi>d, tth), 333. Defenisi yang lain menyebutkan bahwa
tafsir Alquran adalah suatu disiplin ilmu yang membahas segala hal yang
berkaitan dengan Alquran yang ditinjau dari sisi dalalahnya, untuk disesuaikan
dengan kehendak Allah, sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Kha>lid
‘Uthma>n al-Sabt, Qawa>‘id at-Tafsi>r Jam‘an wa Dira>sah (Kairo: Dar Ibn ‘Affa>n,
2001), 29.
8
bagi para sarjana muslim dalam memunculkan pesan dan makna
kehendak Tuhan dalam Alquran.24
Hal tersebut kiranya yang
menjadi kendala terhadap laju diterimanya tafsir sufi. Yang
cenderung keluar dari main stream tafsir.25
Satu hal yang sering diabaikan adalah bahwa tafsir sufi ini
merupakan tafsir yang juga berlandaskan pada Alquran dan
Sunnah. Menurut catatan Seyyed Hosein Nasr, Alquran selain
sebagai sumber hukum, ia juga merupakan jalan atau t}ari>qah. Nabi
Saw merupakan figur dan sumber penting dalam kehidupan para
sufi. Adapun sosok nabi merupakan jiwa yang disinari oleh Allah
sebagaimana diwahyukan di dalam Alquran, sehingga tepat sekali
dikatakan bahwa wahyu Alquran adalah sumber tasawuf.26
Alquran merupakan sumber inspirasi dalam setiap tindakan
muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai teks suci kiranya
adalah hal yang wajar jika ketergantungan terhadap Alquran
sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
muslim saat ini. Banyak kalangan yang tertarik untuk mempelajari
Alquran, tidak hanya muslim yang memberikan ketertarikan untuk
mendalami Alquran. Kalangan luar juga memiliki semangat yang
sama dalam memberikan perhatian serius terhadap segala polemik
yang muncul atau yang terinspirasi dalam permasalahan Alquran.27
24
Secara umum istilah tafsir lebih dominan dan popular sebagai suatu
proses untuk memahami Alquran. Yang berisikan tentang cara mengurai
bahasa, konteks dan pesan-pesan yang terkandung dalam teks atau nash kitab
suci. Syahiron Syamsuddin [Ed], Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya
(Yogyakarta: Islamika, 2003), xxi. 25
Menurut Hasan Hanafi, pengaruh kekuasan memberikan kontribusi
dalam perkembangan tafsir sufi ini. Setiap penguasa akan mempertahankan
pemikiran yang mampu menopang masa jayanya. Bilamana hal tersebut telah
menjadi ancaman, maka itu akan segera disingkirkan. Melihat uraian tersebut,
maka adanya suatu indikasi bahwa potret tafsir sufi telah mengalami tekanan
dari penguasa. Hal ini lebih disebabkan karena, sifat dan out put tafsir sufi,
cenderung mengutamakan kehidupan akhirat dari pada dunia. Hasan, Hanafi.
‚Signifikansi Tafsir Sufi Bagi Spiritualitas Islam Kontemporer‛, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. Januari 2007. 204.
26Seyyed Hossein Nasr, ‚Al-Qur’an Sebagai Fondasi Spiritualitas
Islam‛ dalam Islamic Spirituality Foundations. Seyyed Hossein Nasr (Ed), ter.
Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 2002), 10. 27
Sebut saja seperti Ignaz Goldziher dalam Die Richtungen der Islamidchen Koranauslegung, , Richard C. Martin dalam Understanding the
9
Meminjam istilah Goldziher, bahwa tafsir pada tahap awal telah
melahirkan tafsir idiologis atau aliran. Hal ini logis, karen tidak
semua kalangan mendapatkan legitimasi dalam menafsirkan
Alquran sehingga, mereka yang pakar dan memiliki wewenang
menjadikan faksi-faksi dalam tafsir Alquran.28
Tafsir–tafsir esoteris terhadap Alquran pada dasarnya
disatukan melalui prinsip simbolisme, sebagaimana dipahami
dalam pengertian tradisionalnya. Bahkan, simbolisme berfungsi
sebagai kata kuci untuk semua itu sehingga tafsir-tafsir itu bisa
juga disebut sebagai ‚tafsir-tafsir simbolis‛. Proses tafsir simbolis
ini selanjutnya dikenal sebagai takwil, yang secara teknis
bermakna hermeneutika simbolis dan spiritual.29
Makna batin
menjadi kunci dalam tafsir esoteris ini. Makna batin Alquran
adalah makna yang terkandung di dalam teks ayat, yang menjadi
apa yang dimaksudkan oleh Allah. Adapun zahir Alquran adalah
apa yang diturunkan melalui lisan Arab, yang bisa langusng
dipahami oleh orang Arab yang tersusun dengan kata-kata.30
Tafsir sufi memiliki dua kategori. Pertama ditinjau dengan
melalui pemahaman teologis, yakni definisi yang diuraikan oleh
Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang masih selektif dan memberikan
batasan yang masih dipengaruhi oleh tradisi Sunni. Kedua,
pemahaman secara tematik taksonomis, yaitu dengan melakukan
peninjauan subtansi pemikiran dalam lintasan sejarah yang
berkaitan dengan perkembangan tafsir sufi.31
Dalam proses tafsir ditemukan adanya tiga faktor yang
tidak bisa dipisahkan dan saling memiliki keterkaitan. Hal tersebut
Quran in Text dan Context , Richard Bell dalam The Alquran Translated, with a Critical Rearrangement of The Surah, John Burton dalam The Collection of The Al-Quran. Serta masih banyak para orientalis yang kajiannya terhadap
Alquran cukup menarik untuk ditelaah ulang. 28
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir Dari Aliran Klasik Hingga Modern,
ter. M. Alaika Salamullah dkk (Yogyakarta: eLSAQ, 2006), 3. 29
Abdurrhman Habil, ‚Tafsir-Tafsir Tradisional Al-Qur’an‛ dalam
Islamic Spirituality Foundations. Seyyes Hossein Nasr (Ed), ter. Rahnmani
Astuti (Bandung: Mizan, 2002), 33. 30
Muh}ammad H}useyn ad-Dhahabi, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000 ), 265. 31
Aik Iksan Anshori, Tafsir Ishari. Pendekatan Hermeneutika Sufi Tafsir Shaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani, 31.
10
adalah, dunia pengarang, dunia teks, dan dunia pembaca. Selain
ketiga faktor di atas, keberadaan konteks juga mempunyai peran
yang penting dalam memahami peristiwa turunnya wahyu. Sebab
ayat-ayat Alquran tidak akan dapat dimengerti dengan baik
kecuali dengan memperhatikan realitas yang melatar
belakanginya. Indikasi ini muncul dengan konsep asba>b al-nuzu>l dan na>sikh wa al mansu>kh yang telah menjadi pembicaraan khusus
dalam studi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. 32
Alquran secara utuh telah mengandung tiga hal penting.
Pertama adalah terkait dengan teks Alquran itu sendiri. Kedua,
berkaitan dengan pembaca sekaligus penafsir. Ketiga, adalah
audien yang menjadi objek ketika Alquran telah melewati proses
tafsir.33
Ketiga kandungan yang ada dalam pembelajaran atau
tafsir Alquran tersebut, pada akhirnya akan memiliki pengaruh dan
tujuan yang berbeda. Hal tersebut adalah suatu fenomena yang
wajar, mengingat sifat dasar dari Alquran tersebut adalah
melahirkan relativisme dengan batasan-batasan yang disepakati.
Dalam pengertian luas, sufisme dapat dideskripsikan
sebagai interiorisasi dan intensifikasi dari keyakinan dan praktik
Islam. Berbagai kecaman ditujukan pada sufisme. Tidak sedikit di
antara yang menjadi penyebab ini berupa pengaruh sosial dan
politik para guru sufi, yang sering mengancam kekuasaan serta
hak-hak istimewa para ahli hukum dan bahkan penguasa.34
Tidak
dapat diingkari bahwa sufi sebagai gerakan dan ajaran memiliki
pengaruh yang kuat. Ini dibuktikan dengan tawaran dari kalangan
sufi terkait dengan perspektif teologis jauh lebih atraktif bagi
bagian terbesar mayoritas muslim dibandingkan kalam, yang
merupakan kajian akademis dengan dampak praktis yang kecil
32
Akhmad Muzakki, ‚Kontribusi Semiotika Dalam Memahami
Bahasa Alquran‛, Islamica, Vol. 4 No.1, September 2009, 35. 33
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ibn Taymiyah, bahwa ada tiga
hal yang mesti diperhatikan ketika ingin menafsirkan Alquran. Pertama adalah
siapa yang mengatakan, kedua kepada siapa dituturkan, ketiga ditujukan
kepada siapa. Muzairi, ‚Hermeneutik Dalam Pemikiran Islam‛ dalam
Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya. Syahiron Syamsuddin (Ed),
(Yogyakarta: Islamika, 2003), 62. 34
Hasan Hanafi. ‚Signifikansi Tafsir Sufi Bagi Spiritualitas Islam
Kontemporer‛, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. Januari 2007.
11
terhadap kebanyakan orang.35
Apabila kalam dan fikih sangat
didominasi oleh peran akal untuk menetapkan kategori-kategori
dan distinksi-distinksi, otoritas sufi bergantung pada fakultas jiwa
yang lain untuk menjembatani kesenjangan dan membuat jalinan.36
Tafsir sufi atau sufi masih menyisakan pro dan kontra di
kalangan para pakar. Sebagian ada yang menerima, sisanya
menolak dengan alasan yang diskriminatif. Tafsir Alquran selalu
identik dengan tafsir eksoterik. Suatu tafsir yang hanya mengkaji
aspek luar tafsir. Hal ini yang telah menjadi tradisi kuat dalam
tafsir Alquran. Bahkan hegemoni tafsir eksoterik ini, kerap
menjadi penghambat bagi kalangan atau pemikiran lain yang
memiliki cara pandang berbeda. Yaitu menelaah pesan-pesan
Alquran melalui sisi esoterik, makna batin dari Alquran.
Penolakan terhadap sufi ditengarai karena adanya
penyimpangan dalam praktik keagamaan yang menjadi ritualitas
sufi. Sufi terkesan sebagai kelompok yang mengusung pemahaman
tradisional dan menjauhi dunia. Said Nursi memiliki pandangan
yang berbeda dalam hal ini. Ia menawarkan satu alternatif yang
menurutnya didasarkan pada Alquran dalam meniti jalan sufisme,
tanpa menafikan adanya cara-cara yang lain. Hal ini ia namakan
dengan h}aqi>qa. Menurutnya sufisme harus dipraktikkan dalam
bingkai dan tanpa meninggalkan syariah, karena syariah bukanlah
sisi luar dari Islam , tapi merupakan satu sistem utuh yang
mencakup inner dan sekaligus outer aspect dari Islam.37
Tafsir sufi adalah tafsir yang memiliki perbedaan mencolok
dengan tafsir lainnya. Hal ini disebabkan oleh perangkat dalam
tafsir sufi ini mengacu pada ilmu tasawuf yang para mufasirnya
merupakan seorang sa>lik dalam kesufian.38
Nasaruddin Umar
menempatkan tafsir sufi ini sebagai takwil. Karena takwil pada
35
Hasan Hanafi. ‚Signifikansi Tafsir Sufi Bagi Spiritualitas Islam
Kontemporer‛, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. Januari 2007. 36
Muh}ammad Ibn T}ayyi>b, Isla>m al-Mut}asawwifah (Damaskus: Dar al-
Tali’ah, 2007), 39. 37
Machasin, ‚Bediuzzaman Said Nursi and the Sufi Tradition‛ Al-Jami’ah Vol. 43, No.1, 2005, 2.
38Syarif, ‚Persepektif Interaksi Antar Penganut Agama: Analisis
Komparatif Tafsir Fikih dan Tafsir Sufi‛ (Disertasi di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), 59-60.
12
dasarnya merupakan bagian dari tafsir. Dinamakan takwil karena
proses pemahamannya lebih mendalam daripada sekedar
menafsirkan Alquran.39
Adapun nama lain dari tafsir sufi ini adalah tafsir isha>ri>.
Satu hal yang menjadi keistimewaan dalam tafsir sufi adalah,
bahwa para sufi (penafsir) menafsirkan Alquran dengan
menggunakan mata batin (bas}i>rah) dan insting, berbeda dengan
kebanyakan mufasir yang memfokuskan memahami Alquran
melalui indera dan akal.40
Muh}ammad H}usayn ad-Dhahabi>
menggolongkan bahwa tafsir isha>ri> ini merupakan bagian dari
tafsir sufi. Ia membagi tafsir sufi ke dalam dua bagian besar.
Pertama adalah tafsi>r s}u>fi al-naz}ari> dan kedua adalah tafsi>r s}u>fi al-isha>ri>.41
Seringkali kita terjebak dalam memahami tafsir sufi ini
dengan menyamakannya kepada satu bentuk tafsir yang mirip
dengan tafsir isha>ri>, yaitu tafsir batiniah. Perbedaan yang
mencolok antara kedua tafsir ini, pertama, tafsir batiniah lahir
dari agama majusi. Kedua, tafsir batiniah lebih meyakini makna
batin yang ada dalam Alquran. Dalam perkembangannya,
pemahaman kelompok batiniah hanya menafsirkan Alquran
dengan mendalami makna batin saja tanpa didasarkan dengan
pengetahuan ijtihad, kecuali hanya dengan keinginan mereka
semata.42
Secara definitif tafsir isha>ri> ini dapat dikategorikan ke
dalam bentuk pentakwilan ayat-ayat Alquran yang berbeda dengan
apa yang tampak pada zahirnya.43
Hal tersebut dilakukan dengan
adanya tuntunan isyarat-isyarat yang didapatkan melalui proses
39
Nasaruddin Umar. ‚Kontruksi Takwil Dalam Tafsir Sufi dan Syiah.
Sebuah Studi Perbandingan‛. Jurnal Studi Al-Qur’an. Vol. 2, No.1, 2007, 39. 40
Fais}al Bari>r ‘Aun Al-Tas}awwuf al-Isla>mi> at-T}ari>q wa Rija>l (Maktabah Sa‘id Ra‘fat Jami‘ah ‘Ayn al-Shams, 1983), 17.
41Muh}ammad H}usayn ad-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000 ), 251. 42
T. Mairizal, ‚Tafsir Dengan Pendekatan Isyari: Kajian Terhadap
Kitab Haqaiq at-Tafsir Karya Abu ‘Abdirrahman As-Sulami‛ (Tesis di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 47. 43
Mukhtar al-Fajja>ri, Hafariya>t fi al-Ta’wi>l al-Isla>mi> Dirasah al-Maja>l al-Ma’rifi al-Us}u>li> al-Awwa>l li> Tafsi>r al-Su>fi> (Yordania: ‘Alam al-Kutb al-
Hadith, 2008), 443.
13
suluk. Hasil dari tafsir ini bisa saja dikompromikan dengan makna
teks ayat.44
Ini menjadi sebuah rumusan dari tafsir isha>ri> atau
tafsir sufi ini, yaitu sebuah tafsir dengan tidak meninggalkan salah
satu dari dua tafsir yang ada. Tidak meinggalkan makna batin,
tidak pula mengabaikan teks ayat. Yang terjadi pada dasarnya
adalah ‚crossing over‛ yakni menyebrang dari yang satu kepada
yang lain, dari makna lahir ke rahasia.45
Penelitian ini secara serius ditulis untuk menanggapi
pendapat yang mengatakan, bahwa tafsir sufi adalah tafsir Alquran
yang irasional dan tidak layak dijadikan rujukan dalam
menafsirkan Alquran.46
Dalam menjawab kritikan tersebut,
diperlukan media untuk dijadikan sebagai bahan kajian. Di antara
karya tafsir sufi yang lahir pada generasi awal-awal sufi, setelah
masa al-Tustari (w. 283 H) yang diklaim sebagai karya pertama
terkait tafsir sufi adalah H{aqa>’iq al-Tafsi>r, ditulis oleh Abu> ‘Abd
al-Rah{ma>n al-Sulami>.(w. 412 H)47
dan Lat}a>’if al-Isha>ra>t, yang
ditulis oleh al-Qushayri> (w. 465 H ).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini menitik
beratkan fokus kajian untuk mendalami epistemologi tafsir sufi.
Adapun yang dimaksud dengan ‚Epistemologi Tafsir Sufi‛ adalah
penelitian yang menjelaskan tentang hakikat tafsir sufi, serta
bagaimana validitas dan metode tafsir Alquran yang diterapkan
dalam tafsir sufi. Khususnya dalam karya tafsir yang ditulis oleh
al-Sulami> dan al-Qushayri>.
Secara lebih sistematis, keinginan penulis untuk meneliti
epistemologi tafsir sufi studi terhadap H}aqa>‘iq al-Tafsi>r karya al-
Sulami> dan Lat}a>’if al-Isha>ra>t, karya al-Qushayri> dilatari oleh
beberapa alasan. Alasan utama adalah dalam pengamatan penulis,
penjelasan atau tafsir Alquran yang dilakukan oleh para sufi,
44
Muh}ammad Husayn ad-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000 ), 261. 45
Mulyadhi Kartanegara, ‚Tafsir Sufi Tentang Cahaya‛ Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.1, No. 1 Januari 2006, 31.
46Annabel Keeler. ‚Sufi Tafsir as a Mirror: al-Qushayri the Murshid in
his Lat}a>’if al-Isha>rat‛, Journal Of Qur’anic Studies Iqra>’ Bismi Rabbika. Vol. 8,
Issue 1, 2006, 5. 47
Alexander D. Knysh, ‚Esoterisme Kalam Tuhan: Sentralitas al-
Qur’an dalam Tasawuf‛. Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. 1 Januari 2007, 76.
14
merupakan tafsir sufi yang sama sekali tidak menanggalkan sisi
rasional. Pola tafsir sufi yang diterapkan oleh kedua tokoh di atas
mengarah pada kombinasi antara tafsir yang tidak mengabaikan
syariah dan tafsir yang dihasilkan melalui riyadah (pelatihan
spiritual) sufi. Dengan kata lain, tafsir sufi ini sama sekali tidak
mengabaikan teks ayat dan tidak pula mengabaikan makna yang
terkandung di dalam ayat. Sebagai contoh apa yang dijelaskan
oleh al-Sulami dalam menafsirkan makna ibadah, (dalam surah al-
fatihah) baginya ibadah kepada Allah haruslah disertai dengan niat
yang tulus, yaitu memutuskan segala bentuk keinginan dan tujuan
dalam beribadah.48
al-Qushayri> pun memiliki pandangan yang
sama, bahwa sejatinya ibadah itu merupakan sikap patuh dan
tunduk dengan mengerahkan segala kemampuan. Karena dengan
ibadah itu, maka akan menjadi mulia seorang hamba.49
Penelitian ini mengkaji tentang pola-pola dan corak tafsir
Alquran yang diterapkan oleh sebagian kelompok sufi, dan
membuktikan bahwa hal tersebut memiliki otoritas dalam tafsir.
Selain itu juga membuktikan bahwa tafsir Alquran yang dilakukan
oleh kelompok sufi memiliki relasi yang rasional, yang pada
dasarnya tidak bertentangan dengan Alquran itu sendiri. Dengan
kata lain, penelitian ini mengungkap adanya pergeseran
epistemologi, dan sisi lain dalam wilayah tafsir yang selama ini
dianggap sebagai sebuah upaya dan kreativitas suci dalam
memahami Alquran. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
terkait hal di atas, di sini penulis melakukan fokus pembahasan
dengan judul ‚Epistemologi Tafsir Sufi. (Studi terhadap Tafsir al-
Sulami> dan al-Qushayri>)‛. Objek kajian dalam penelitian ini
adalah kitab H}aqa>’iq al-Tafsi>r, yang ditulis oleh Abu> Abd al-
Rah}ma>n al-Sulami> (w. 412 H) dan kitab Lat}a>’if al-Isha>ra>t, yang
merupakan karya al-Qushayri>.(w. 465 H)
Pemilihan kedua tokoh tersebut sebagai bahan kajian
dalam penelitian ini memiliki beberapa alasan. Hal yang pertama
adalah kedua tokoh ini merupakan tokoh sufi yang tergolong
kedalam generasi awal, sehingga adalah hal yang tepat untuk
48
al-Sulami>, H}aqa>’iq al-Tafsi>r (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah, 2001),
Jilid 1, 36. 49
al-Qushayri>, Lat}a>’if al-Isha>ra>t (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyah,
2007), Jilid 1, 12.
15
mengkaji pemikiran sufi dengan merujuk kepada generasi pertama
paham sufi itu lahir. Alasan kedua, baik al-Sulami> dan al-Qushayri>
memiliki karya tafsir, namun meski keduanya hidup pada saat
yang hampir bersamaan, corak dan model tafsir yang ditampilkan
berbeda. Adapun faktor terakhir yang mendorong kajian ini
penting untuk dilakukan adalah pada zaman di mana al-Qusahyri>
hidup merupakan zaman kebangkitan kedua kekuatan keagamaan,
yaitu keagamaan yang diusung oleh para sufi, dan para ahli fikih.
Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan banyak perdebatan terkait
siapa yang lebih berhak untuk memegang peran dalam hal
keagamaan.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dalam banyak literatur, kajian ini –tafsir sufi- yang fokus
untuk membaca asal usul dan arah tafsir Alquran al-Sulami> dan al-
Qushayri>, memiliki beberapa persoalan yang banyak yang layak
untuk dipertanyakan. Beberapa hal tersebut antara lain;
a. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan melahirkan wacana
sufi dalam tafsir Alquran
b. Apakah ada pengaruh mazhab tertentu dalam tafsir Alquran
yang dihasilkan pendekatan sufi
c. Apakah tafsir Alquran yang dihasilkan melalui perenungan sufi
saat ini dipengaruhi oleh pembacaan kontekstual Alquran
d. Apakah Tafsir Alquran yang dihasilkan melalui perenungan sufi
saat ini didominasi oleh pemahaman tekstual
e. Sejauh mana relasi pemikiran para sufi ikut memberikan
pengaruh terhadap perkembangan tafsir sufi yang terjadi dalam
kelompok keagamaan Islam
16
2. Pembatasan Masalah
Untuk menjadikan pembahasan dalam penelitian ini lebih
baik dan fokus dengan tema dan sumber permasalahan. Maka
dalam hal ini penulis memberikan batasan masalah. Adapun yang
menjadi batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menguraikan faktor apa saja yang menjadi landasan utama
dalam tafsir sufi
b. Menjelaskan arah dan wilayah yang menjadi sasaran dalam
tafsir al-Sulami> dan al-Qushayri>
c. Memberikan uraian terhadap kasus-kasus tafsir Alquran yang
dihasilkan oleh narasi dan nalar kritik tafsir sufi
d. Menjelaskan sisi orisinal tafsir Alquran yang mengandung
pemahaman tasawuf tertentu dalam pemikiran al-Sulami> dan
al-Qushayri>
e. Menjelaskan epistemologi tafsir sufi yang dilakukan oleh al-
Sulami> dan al-Qushayri>.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
hakikat epistemologi tafsir sufi, khususnya dalam tafsir yang
ditulis oleh al-Sulami> dan al-Qushayri>?
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Selanjutnya pada kajian terdahulu ini, penulis dalam hal ini
secara umum membagi dua buah betuk kajian terdaulu. Pertama
adalah yang mewakili kajian tentang pergeseran epistemologi
tafsir Alquran. Kedua adalah kajian yang banyak mendalami seluk
beluk dan orientasi tafsir sufi yang menjadi objek kajian.
Perkawinan antara dua sumber itu, menurut hemat penulis akan
menjadikan penelitian ini semakin berwarna dan kaya akan
wacana.
17
Adapun tulisan yang berkaitan dengan pengkajian tafsir
sufi antara lain adalah: ‚Perspektif Interaksi Antar Penganut
Agama (Analisis Komparatif Tafsir Fikih dan Tafsir Sufi ), karya
ini ditulis oleh Syarif. Tulisan ini merupakan disertasi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Inti dari tulisan ini
adalah memberikan gambaran serta batasan tentang tafsir sufi dan
tafsir fikih. Yang paling penting dalam tulisan ini adalah
memberikan penawaran solusi konflik dengan menggunakan
pendekatan tafsir sufi. Titik lemah dalam tulisan ini adalah belum
matangnya contoh-contoh serta aplikasi dari tafsir sufi tersebut.
Selanjutnya adalah apa yang diuraikan oleh Machasin,
dalam ‚Bediuzzaman Said Nursi and the Sufi Tradition‛ Al-Jami’ah Vol. 43, No.1, 2005. Menurutnya, konsep sufi pada saat
ini adalah kontemplasi dari syariat dan tasawuf. Sufi tidak lagi
identik dengan pemahaman yang kolot dan banyak melakukan
praktik bid’ah. Kesimpulan tersebut ditemukan dalam mendalami
pemahaman dan aplikasi tasawuf Sa’id Nursi. Pendapat ini sejalan
dengan Sayyid Muh}ammad ‘Abd al-Qadi>r Aza>d, ‚al-Tas}awwuf
kama> Yus}awwiruhu al-Kita>b wa al-Sunnah‛ fi A‘ma>l Multaqi> al-Tas}awwuf al-Isla>mi> al-‘Alami (1995), yang menyimpulkan bahwa
secara praktik, tasawuf dan pola pemahamannya telah menjadi
tradisi yang kuat pada zaman sahabat nabi.
Adapun yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,
penulis temukan dalam ‚Tafsir Dengan Pendekatan Isyari (Kajian
Terhadap Kitab Haqaiq at-Tafsir Karya Abu ‘Abdirrahman as-
Sulami [325-412H]), T. Mairizal menyimpulkan bahwa tafsir
isyari adalah sebuah tafsir yang dapat dipertahankan
kebenarannya. Meskipun menggunakan isyari sebagai sebuah
pendekatan memahami Alquran, tidak serta merta menjadikan
tafsir isyari sama dengan tafsir batiniah. Bahkan adakalanya, tafsir
isyari juga merujuk pada Alquran dan Hadis.
Tafsir Ishari Pendekatan Hermeneutika Sufi Tafsir Shaikh ‘Abd al-Qa>dir al-Jila>ni>, (2012) yang ditulis oleh Aik Iksan Anshori
memberikan ruang untuk mendalami apa yang dimaksud dengan
tafsir sufi. Ia menyimpulkan bahwa tafsir isha>ri> pada dasarnya
adalah legal selama tidak resistensi dan mematuhi kaidah tafsir
18
Alquran.50
Akan tetapi yang menjadi pertanyaan bagi penulis
adalah sikap dari pengarang buku ini yang masih memposisikan
tafsir isha>ri> sebagai produk yang diletakkan tidak sejajar dengan
tafsir konvensional pada umumnya. Di sini terlihat, hasil
penelitian ini belum memberi ruang yang kuat, hanya memberi
dasar untuk menjadikan tafsir isha>ri> sebagai suatu alternatif lain.
Abdurrahman Habil (1997) dalam ‚Tafsir-tafsir Esoteris
Tradisional Al-Qur’an‛ menjelaskan bahwa tafsir sufi memiliki
landasan yang kuat berasal dari Alquran dan Sunnah. Menurutnya
unsur-unsur pembacaan simbolis Alquran ini dapat ditemukan
dalam Alquran sendiri. sesungguhnya tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa prinsip-prinsip tafsir esoteris-simbolis atas
Alquran terjewantahkan di dalam Alquran itu sendiri. Dengan
demikian Alquran adalah tafsir paling pertama dan dengan
sendirinya, paling baik atas dirinya.51
Adapun Annabel Keeler dalam ‚Sufi Tafsir as a Mirror: al-
Qushayri the murshid in his lat}a>’if al-isha>ra>t‛ menyimpulkan
bahwa tafsir sufi utamanya adalah merefleksikan kapasitas
spiritual, tingkat iluminasi. Secara umum ia menilai bahwa konsep
tafsir sufi memiliki orientasi doktrin, wawasan spiritual dan
tempramen.52
Satu hal yang diabaikan oleh Keeler Annabel dalam
penelitiannya ini adalah sisi rasionalitas tafsir sufi. Sehingga
sebagai peneliti ia juga larut dengan objek yang ia kaji.
Berbeda dengan Annabel Keeler dan Michael A.Sells.
Alexander D. Knysh, dalam ‚Esoterisme Kalam Tuhan:
Sentralitas al-Qur’an dalam Tasawuf‛. (2007), menyimpulkan
bahwa ‚interpretasi sufi merupakan suatu hasil dari proses
pembacaan Alquran yang tidak terputus selama bertahun-tahun
dalam rangka meng-ekstrak (istinbath) makna yang
50
Aik Iksan Anshori, Tafsir Isha>ri Pendekatan Hermeneutika Sufi Tafsir Shaikh ‘Abd Qa>dir al-Jila>ni> (Ciputat: Referensi, 2012), 190.
51 Seyyed Hossein Nasr [ed], Ensiklopedi Tematis Spritualitas Islam ,
ter. Rahmani Astuti (Bandung : Mizan, 2002), 35-36. 52
Annabel Keeler, ‚Sufi Tafsir as a Mirror: al-Qushayri the murshid in
his lat}a>’if al-isha>rat‛ Journal Of Qur’anic Studies Iqra>’ Bismi Rabbika. Vol. 8.
Issue 1 2006, 200.
19
tersembunyi.‛53
. Penelitian ini sangat membantu dalam
memberikan pijakan bahwa tafsir sufi memiliki dimensi rasional
yang sangat kuat. Adapun isha>ri> yang sering diperdebatkan
merupakan hasil dari rasional tafsir sufi yang dilakukan sejak
lama. Hal yang sama juga dibuktikan oleh ‘Abd al-Rah}i>m Ah}mad
al-Zaqah, dalam ‚al-Ittija>h al-Isha>ri> fi Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m
Mafhu>muhu, wa Nash’atuhu, wa Adillatuhu, wa Shuru>t}uhu, wa
D}awa>bit}uhu‛, al-Majallah al-Urduniyah fi Dira>sah al-Isla>miyah,
Vol. 3, No.1 2007.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah penelitian ini mencoba untuk mengurai bagian
terpenting dari tafsir sufi, yaitu berkaitan dengan sisi epistemologi
yang secara mendalam mengkaji sumber, metode, karakterisitik
tafsir sufi yang dilakukan oleh al-Sulami> dan al-Qushayri>.
D. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan dalam penelitian ini, sehingga
penelitian ini memang benar-benar layak dan menarik untuk dikaji
lebih lanjut dan komprehensif. Tujuan tersebut antara lain adalah;
untuk memberikan penjelasan tentang epistemologi dan corak
tafsir Alquran sufi dalam pemikiran al-Sulami> dan al-Qushayri>.
Menguraikan beberapa elemen-elemen yang ada
berdasarkan fakta, bahwa di dalam pembacaan Alquran telah
terjadi pergeseran epistemologi tafsir. Membuktikan bahwa
semangat dari tafsir sufi adalah semangat spiritual Alquran yang
selalu mengedepankan simbol dan pemaknaan yang berbeda,
namun tidak bertentangan dengan Islam. Terakhir, penelitian ini
ditujukan untuk membuktikan bahwa tafsir Alquran yang ada
dalam kelompok tertentu untuk beberapa kasus, dilatarbelakangi
oleh kepentingan dan landasan filosofis-politik. Sekaligus
menguatkan adanya sisi lokalitas dalam tafsir Alquran.
E. Kegunaan Penelitian
53
Alexander D. Knysh, ‚Esoterisme Kalam Tuhan: Sentralitas al-
Qur’an dalam Tasawuf‛. Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol.2, No. 1 Januari 2007.
20
Ada dua bentuk kegunaan dalam penelitian ini. kegunaan
pertama adalah yang bersifat umum. Kedua adalah yang bersifat
khusus. Adapun kegunaan penelitian ini yang bersifat umum
adalah menjadikan penelitian ini sebagai salah satu solusi dalam
memahami beragamnya tafsir Alquran. Serta diharapkan
penelitian ini mampu memberikan gambaran tentang tafsir sufi,
khususnya melalui pengkajian terhadap hasil pemikiran al-
Qushayri> dan al-Sulami>, serta diharapkan mampu membangun cara
pandang yang baik dan obyektif. Adapun kegunaan penelitian ini
secara khusus adalah memberikan wawasan dan cara pandang baru
terhadap fenomena tafsir Alquran.
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yang menitik
beratkan kajian terhadap objek penelitian melalui penelusuran
buku-buku dan litertatur yang ada. Adapun sumber utama yang
menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah kitab H}aqa>’iq al-Tafsi>r, yang ditulis oleh Abu> Abd al-Rah}ma>n al-Sulami> dan kitab
Lat}a>’if al-Isha>ra>t, yang merupakan karya al-Qushayri>. Sedangkan
sumber sekunder adalah karya tulis yang dinilai mendukung
penulisan ini, serta karangan yang berkaitan dengan tafsir sufi, dan
yang mendukung penelitian ini secara umum.
2. Sifat dan Jenis Penelitian
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini
bagian dari penelitian kajian pustaka. Fokus penelitian lebih
tertuju dengan tulisan-tulisan dan hasil penelitian ilmiah yang
mengkaji sufi, tasawuf, dan pemahaman mereka terhadap Alquran.
Untuk menguji keberadaan data-data yang didapatkan, di sini
penulis menggunakan teori the history of idea . Teori ini membagi
tahapan perkembangan tafsir pada tiga tahapan. Pertama dikenal
dengan istilah era formatif. Kedua periode ini dikenal dengan
sebutan era afirmatif dan bentuk yang terakhir dari teori ini
21
menghasilkan periode tafsir yang dikenal disebut dengan periode
reformatif. Teori the history of idea dalam penelitian ini berguna
untuk menelisik corak perkembangan tafsir yang berbeda pada
setiap generasinya. Dengan demikian, hal ini mampu memberikan
banyak informasi yang baik untuk melihat cikal bakal serta hal-hal
yang ikut memberikan peran dalam pertumbuhan tafsir sufi.
Selain menggunakan teori di atas, penulis juga
menggunakan teori hermenutika dialogis sebagai alat bantu untuk
memahami tindakan dan aktifitas mufasir dalam melakukan tafsir
Alquran. Hermenutika dialogis ini merupakan teori hermeneutika
yang digagas oleh Hans Georg Gadamer (1900-2002). Alasan
digunakan teori ini dikarenakan teori ini memberikan cara pandang
untuk menilai sejauh mana obyektivitas dan subyektivitas mufasir
dalam menafsirkan Alquran. Secara umum teori ini membantu
dalam hal menilai sejauh mana pengarang, dalam hal ini adalah
mufasir terpengaruh oleh tradisi yang ada di sekitarnya. Dalam
teorinya, Gadamer menyimpulkan bahwa eksistensi manusia selalu
bersifat situasional. Teori ini juga memberikan kontribusi dalam
meninjau latar belakang mufasir. Karena berdasarkan teori ini,
seseorang yang melakukan tafsir pada dasarnya telah memiliki
pemahaman yang akan dibangun. Itu juga yang pada akhirnya
melahirkan dialektika antara penafsir dengan yang ditafsirkan.54
3. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah
deskriptif-komparatif analitis. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode deskriptif-analitis, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai penguat adalah studi
pemikiran tokoh dengan pendekatan sosio-historis. Pendekatan
historis-filosofis model strukturalisme genetic55 dan pendekatan
54
Lihat, Hans Gadamer, Truht and Method (New York: the Seabury
Press, 2009), 251, 266. Lihat juga, Irsyadunnas, Hermeneutika Feminisme Dalam Pemikiran Tokoh Islam Kontemporer (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2013), 28-31. 55
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Reka Sarasin, 1996), 164-165.
22
filosofis. Penggunaan pendekatan ini ditujukan untuk menganalisis
tiga unsur kajian, yakni: (1) mengkaji teks itu sendiri, (2) akar-
akar historis secara kritis serta latar belakang yang kontroversial,
dan (3) kondisi sosio-historis yang melingkupinya. Dengan
pendekatan historis akan tampak pola keragaman (diversity),
perubahan (change), dan kesinambungan (continuity). Sedangkan
dengan pendektan filosofis ditujuan untuk menampakan struktur
dasar dari pemikiran al-Sulami> dan al-Qushayri>. Menelusuri
struktur fundamental ini yang menjadi ciri pendekatan filosofis.56
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih rincinya dan terarahnya penelitian ini, di sini
akan dijelaskan secara umum sistematika penulisan atau
penelitian. Adapun gambaran dari sistematika penulisan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab pertama dalam penelitian ini berisikan tentang
pendahuluan yang sebagaimana lazimnya berkaitan tentang; latar
belakang masalah, permasalahan, penelitian terdahulu yang
relevan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua dalam penelitian ini menjelaskan tentang
pemetaan wilayah literatur tafsir sufi. Meliputi kajian asal-usul
dan perkembangan kaum sufi, yang dimulai pada abad 2 hingga 5
Hijriah. Dalam bab ini juga menjelaskan signifikansi spritual
Alquran, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan
pembacaan esoteris Alquran. Hal ini dirasa perlu untuk
memperkenalkan apa yang dimaksud dengan tasawuf, sufi dan
esoteris tersebut. Sehingga tidak terjadi kekeliruan ketika
membedakan antara tafsir sufi dan tafsir batin. Bab dua ini
sekaligus membantah temuan yang mengatakan bahwa tafsir sufi
hanya memiliki orientasi spiritual yang meninggalkan sisi rasional
dalam tafsir Alquran. Pada bab dua ini ditutup dengan kritikan
para pengkaji Islam dan orientalis tentang problematika tafsir sufi.
Bab ketiga dalam disertasi ini menjelaskan potret
keagamaan al-Sulami> dan al-Qushayri> sebagai objek utama dalam
56
Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 285.
23
pembahasan ini. Oleh karena itu bab ini mengkaji tentang biografi
al-Sulami> dan al-Qushayri>, dimulai dari latar belakang kehidupan
keluarganya, jenjang pendidikan, karya-karya tulisnya, sosio
kultural atau kondisi masyarakat sekitar dan prestasi apa saja yang
pernah ia dapatkan. Ini perlu diuraikan karena memberikan kita
informasi terkait corak sufi yang dipahami oleh keduanya, yang
mana juga berpengaruh pada kualitas tafsirnya. Pada bab ini juga
dijelaskan berbagai polemik terkait kritik metodologi tafsir yang
diterapkan oleh al-Qushayri> dan al-Sulami>. Lebih ditekankan
pembahasan tentang aspek tafsir sufi yang merupakan berbasis
esoteris dan takwil. Dalam bab ini juga dijelaskan kembali faktor-
faktor yang menumbuhkan subjektif spiritual sufi, yang
melahirkan simbol-simbol dalam tafsir dan pemahaman. Ini
dianggap perlu karena akan memberikan banyak informasi terkait
asal-usul dan formasi tafsir sufi.
Bab empat memberikan penjelasan tentang dialektika dan
problema tafsir sufi yang dilakukan oleh al-Sulami> dan al-
Qushayri. Kajian ini meliputi pembahasan konsep dan formulasi
tafsir, yang diikuti dengan faktor-faktor pendukung dalam tafsir
sufi, seperti berapa besar pengaruh dan penerapan ulum al-Quran
dalam tafsir sufi. Ini penting dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang lebih tentang esensi dari tafsir sufi.
Bab kelima merupakan penjelasan tentang titik temu
antara tafsir sufi al-Sulami> dan al-Qushayri>. Perbedaan metodologi
di antara keduanya juga menjadi fokus dalam bab ini. Hal ini
penting untuk melacak sejauh mana peran dan kontribusi tasawuf
dalam tafsir keduanya. Pada akhir bab akan dijelaskan tentang
aplikasi tafsir sufi.
Bab keenam ini merupakan bab penutup. Menjelaskan
tentang kesimpulan dari hasil penelitian ini. Serta memberikan
penjelasan agar penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut,
dalam bab ini juga dilengkapi dengan saran.
top related