perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pembelajaran ... filekemampuan kognitif siswa kelas x-6 sma...
Post on 06-Jun-2019
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN
KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6
SMA MTA SURAKARTA
Skripsi
Oleh :
Khoirul Musthofa
K2307034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING
TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN
KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6
SMA MTA SURAKARTA
Oleh :
Khoirul Musthofa
K2307034
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012.
Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe Jigsaw, Aktivitas Belajar,
Kemampuan Kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012.
Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics.
The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner.
From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle. Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Setiap diri adalah da’i, sesuai dengan posisi dan kapasitas masing-
masing pribadi.” (Penulis)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari
sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya
kepada Tuhanmulah engkau berharap. “ (Q.S Al Insyirah: 5-8)
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”. (QS. Al Mujadilah :
11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
1. Bapak dan ibu serta keluarga tercinta atas
segala do’a, kasih sayang dan
pengorbanan yang tercurah untukku dan
atas segalanya bagiku.
2. Kelima adik-adikku tercinta atas
dukungan, senyum dan do’anya yang
memberi motivasi tersendiri bagiku.
3. Seluruh teman-teman pejuang dakwah di
MTA Cabang Jebres 2 yang tak kenal
lelah berjuang dalam medan dakwah
4. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga atas kehendak-Nya penulisan Skripsi
ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan Skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk
bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D.. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si.. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. dan Bapak Drs. Surantoro, M.Si.. Selaku
Koordinator Skripsi Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si.. Selaku Pembimbing I Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Ibu Dyah Fitriana M, S.Si., M.Sc.. Selaku Pembimbing II Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Bapak, Ibu dan Adik yang telah memberikan do’a restu dan dorongan dalam
penyelesaian Skripsi ini.
8. Bapak Drs. Diastono, M.Pd.. Selaku kepala sekolah SMA MTA Surakarta
yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
9. Bapak Djoko Muljanto, S.Pd.. Selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X-6
SMA MTA Surakarta atas bantuannya dalam penelitian.
10. Siswi-siswi kelas X-6 SMA MTA Surakarta terimakasih atas bantuan dan
kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
11. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan
bantuannya.
12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap
semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL…………………………………………................
HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………….........
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………….…………………
HALAMAN PENGESAHAN………………………….….…………….
HALAMAN ABSTRAK ……………………………………..……........
HALAMAN MOTTO ……………………………..….……..………….
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………….….……………….
KATA PENGANTAR ……………………………………………..……
DAFTAR ISI ………………………………..…………………………..
DAFTAR TABEL ………………………..……………………………..
DAFTAR GAMBAR …………….....…………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ………………………….……………………...
BAB I PENDAHULUAN……….…………………………………...
A. Latar Belakang Masalah………….…….………………….
B. Perumusan Masalah……….………….……….…………
C. Tujuan Penelitian ……………….…………………………
D. Manfaat Penelitian…….…………………………….……..
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………….………..
A. Tinjuan Pustaka …………………………………….……..
1. Teori Belajar Kognitif …..…………….…………...........
2. Metode Pembelajaran ………………….…………….…
3. Aktivitas Belajar ……….………………..………….….
4. Penelitian Tindakan Kelas ...............................................
B. Materi Alat-alat Optik ..........................................................
C. Penelitian yang Relevan…………………………………...
D. Kerangka Berfikir ………….……………………………...
E. Hipotesis Tindakan……………....…………………….......
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….……………………...
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xiii
xv
xvii
1
1
6
6
6
8
8
8
13
21
22
31
42
44
45
46
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Tempat Penelitian…………………………………….
2. Waktu Penelitian……………………………………..
B. Subjek dan Objek Penelitian ……………. ….…...………
1. Subjek Penelitian …………………………………….
2. Objek Penelitian ……………………………………..
C. Metode Penelitian ………………………………………...
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ……………………..
1. Data Penelitian ………………………….....................
2. Teknik Pengumpulan Data…………………………...
E. Instrumen Penelitian ……………………….......................
1. Instrumen Penilaian …………………….……………
2. Instrumen Pembelajaran ………………..……………
F. Teknik Analisis Data……………………………………...
G. Prosedur Penelitian ……………………………………….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………..
A. Deskripsi Kondisi Awal ………………………..………...
B. Hasil dan Pembahasan Siklus I ……………...…………...
C. Hasil dan Pembahasan Siklus II ……………....………….
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………...
A. Kesimpulan ………………………………….……………
B. Implikasi ………………...…………………................….
1. Implikasi Teoritis………………………………………
2. Implikasi Praktis……………………………………….
C. Saran ………….…………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………….…………………………………..
LAMPIRAN …………………………………………………………….
46
46
47
47
47
47
48
48
48
49
49
55
56
57
64
64
67
75
84
84
85
85
86
86
88
90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom
Action Research .......................................................................
Waktu Penelitian ......................................................................
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji
Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...........................
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji
Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..........................
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji
Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ........................
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji
Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ......................
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji
Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ..................
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji
Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji
Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...............
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji
Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............
Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siswa .............
Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siswa ..............
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa
pada Kondisi Awal ...................................................................
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi
Awal .........................................................................................
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I .....................................................................................
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
25
46
51
52
53
53
54
54
55
55
56
57
65
67
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..................
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I .......
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan
Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..........................
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa
pada Siklus II ...........................................................................
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II ....................................
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ..............
Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa
pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II ................................
Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada
Siklus I dan Siklus II ................................................................
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan
Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ................
71
72
73
76
78
79
81
81
82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 2.17
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif .....
Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ...........................
Diagram Mata Manusia ............................................................
Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa
menebal ....................................................................................
Lensa Positif Membantu Rabun Dekat ....................................
Lensa Positif Membantu Rabun Jauh ......................................
Penampang Lup .......................................................................
Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi ......................
Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi ...............
Bagian-Bagian Kamera Sederhana ..........................................
Bagian-Bagian Mikroskop........................................................
Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata
Berakomodasi Maksimum .......................................................
Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak
Berakomodasi ..........................................................................
Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang .....................
Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata
Berakomodasi Maksimum .......................................................
Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata
Tak Berakomodasi ...................................................................
Penampang Teropong Prisma ..................................................
Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma
Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas .....................
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Belajar Siswa pada Kondisi Awal ............................................
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada
Kondisi Awal ...........................................................................
17
30
31
33
34
34
35
35
36
37
38
39
39
40
41
41
42
42
45
66
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Belajar Siswa pada Siklus I ......................................................
Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan
Siklus I .....................................................................................
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa
Siklus I .....................................................................................
Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai
Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I .....
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Belajar Siswa pada Siklus II ....................................................
Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan Siklus II ....
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa
Siklus II ....................................................................................
Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai
Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus
II ...............................................................................................
69
72
73
74
77
79
80
82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Daftar Siswa Kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran
2011/2012 …………………………………………………............
Daftar Anggota Kelompok Ahli ………………………………......
Daftar Anggota Kelompok Asal ……………………………….....
Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ……………………..
Sistem Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ………………………...
Format Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ……………....
Aktivitas Belajar Siswa Pada Kondisi Awal ..............................….
Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus I …………….........
Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ………………...
Kisi-kisi Try Out Siklus I ………………………………………....
Soal Try Out Siklus I ……………………………………………...
Kunci Jawaban Try Out Siklus I ………………………………….
Analisis Try Out Siklus I ………………………………………….
Kisi-kisi Try Out Siklus II ………………………………………...
Soal Try Out Siklus II …………………………………………….
Kunci Jawaban Try Out Siklus II ………………………………....
Analisis Try Out Siklus II ………………………………………...
Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus I ……………………………...
Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus II …………………………….
Catatan Lapangan Siklus I & II …………………………………..
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …………………......
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II …………………....
Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ……………………………….....
Lembar Kegiatan Siswa Siklus I …………………………….........
Dokumentasi Proses Pembelajaran ……………………………….
90
91
92
93
94
95
97
99
101
102
103
110
111
114
115
119
120
123
124
125
127
140
150
155
160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012.
Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%. Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe Jigsaw, Aktivitas Belajar,
Kemampuan Kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012.
Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics.
The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner.
From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle. Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat
dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pembelajaran juga
memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah, artinya
pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau
mengemas proses pembelajaran yang selaras dengan tema pelajaran dan karakteristik
anak didiknya (Kholifah, 2009: 124). Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik
dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya
pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan
potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik menurut Suparno
(2007: 2) adalah: (1) siswa yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan
pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan siswa. Dalam belajara Fisika yang
terpenting adalah siswa yang aktif belajar Fisika. Maka semua usaha guru harus
diarahkan untuk membantu dan mendorong siswa mau mempelajari Fisika sendiri.
Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan
dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional cenderung
membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Sardiman,
suatu pembelajaran dikatakan baik jika disadari bahwa belajar merupakan proses
yang bermakna, bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis belaka dan tidak
sekedar rutinitas (2010: 50). Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam
pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada
siswa dengan menarik.
Prinsip belajar dalam kegiatan belajar mengajar apapun menuntut adanya
motivasi. Motivasi merupakan faktor penting dalam proses belajar karena
keberadaannya dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan (Dimyati, 2002: 43). Karena motivasi
belajar dapat menjadi pendorong atau pemantik untuk giat belajar sehingga akhirnya
menjadikan konsep-konsep pembelajaran dapat diterima secara lebih mudah.
Berpijak dari urgensi tersebut maka dalam setiap proses pembelajaran yang
berlangsung perlu dikondisikan terbentuknya situasi dan lingkungan belajar yang
kondusif, yang mampu membangun terciptanya motivasi belajar pada diri siswa.
Dalam pembelajaran Fisika di kelas, misalnya kelas X SMA MTA
Surakarta, guru Fisika masih menerapkan pembelajaran konvensional yang dicirikan
dengan mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi
contoh, mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Kalaupun ada
diskusi terkesan kurang hidup, karena faktor dari kemampun guru sendiri yang
kurang mumpuni dalam mengelola kelas maupun minat siswa terhadap pelajaran
Fisika yang masih rendah. SMA MTA Surakarta merupakan salah satu sekolah
menengah atas swasta yang terakreditasi A di kota Surakarta. Kendati demikian, dari
hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta diperoleh suatu
fakta bahwa tidak semua siswa kelas X memiliki nilai yang bagus dalam mata
pelajaran Fisika dan masih banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam
menerima materi pelajaran Fisika. Selain itu, dalam proses pembelajaran Fisika yang
berlangsung selama ini didominasi dengan metode ceramah sehingga membuat
suasana semakin tidak menarik sehingga mengakibatkan siswa jenuh dengan
pembelajaran yang kurang variatif tersebut. Proses pembelajaran selama ini juga
cenderung "Teacher Centered" sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam
pembelajaran. Model pembelajaran seperti ini menunjukkan bahwa guru masih
menjadi sentral dalam pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan
kemampuannya secara optimal sehingga aktivitas dan partisipasi siswa kurang
berarti. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa.
Dari hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta
dan pengamatan langsung dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang
terjadi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di SMA MTA Surakarta dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dikemukakan sebagai berikut: (1) siswa terlihat merasakan kejenuhan dalam proses
belajar mengajar; (2) kurang optimalnya perhatian dan aktivitas siswa dalam belajar
Fisika. Hasil dari obsevasi awal hanya ada sekitar 30% yang memperhatikan
penjelasan dari guru, itupun sebagian besar adalah yang duduk di barisan depan.
Adapun yang duduk di bagian tengah sampai belakang kebanyakan tidur atau
mencoret-coret buku; (3) kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran
Fisika. Hal ini ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun
menjawab pertanyaan guru. Terbukti dari observasi awal hanya sedikit siswa yang
bertanya, tidak lebih dari 5 anak. Dan ketika guru melontarkan pertanyaan siswa
malah diam; (4) pada umumnya banyak siswa yang masih sulit memahami konsep
Fisika sehingga berakibat kurang maksimalnya nilai akademik siswa. Terbukti dari
hasil nilai semester I, tidak ada satupun siswa yang tuntas. Dengan KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yaitu nilai 70, tapi nilai tertinggi di kelas X-6 adalah 62,5.
Dari berbagai masalah di atas, maka perlu adanya perbaikan kualitas proses
pembelajaran maupun hasil belajar siswa. Sebagai tindak lanjut guna mengatasi
permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian tindakan (action
research) yang berorientasi pada perbaikan kualitas pembelajaran melalui sebuah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR).
Peningkatan atau perbaikan kinerja belajar siswa di kelas, mutu proses pembelajaran,
kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan serta kualitas penerapan
kurikulum, dan pengembangan kompetensi siswa dapat dilaksanakan melalui
Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, Suhardjono & Supardi 2008: 61).
Penerapan metode mengajar yang bervariasi merupakan upaya untuk
meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus salah satu indikator
peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang bervariasi dapat
mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran, meningkatkan kemampuan
siswa untuk berinteraksi sosial dan memperkecil perbedaan yang ada. Metode
mengajar yang baik adalah metode yang mendapatkan hasil belajar yang tahan lama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dapat digunakan dalam kehidupan siswa dan merupakan pengetahuan asli atau
otentik (Sardiman, 2010: 49-50).
Usaha meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan
mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan proses
belajar gotong royong atau belajar kelompok. Pembelajaran yang hanya
mengutamakan individual tidak akan menguntungkan murid ataupun masyarakat.
Maka pada setiap pengajaran hendaknya guru sanggup menciptakan suasana sosial
yang membangkitkan kerja sama diantara murid-murid dalam menerima pelajaran,
agar pelajaran itu lebih efektif dan efisien.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat
pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas
lebih hidup. Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok
diterapkan karena karakteristik teknik Jigsaw ini yang mementingkan keaktifan siswa
serta menuntut kerjasama antar siswa, sehingga siswa benar-benar mengalami proses
pembelajaran. Dengan demikian hasil yang nantinya diperoleh akan lebih membekas
pada pikiran siswa, lebih tahan lama dan merupakan hasil pengetahuan asli yang
didapatkan siswa sendiri.
Metode pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu metode
pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007: 63).
Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem
kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus diterapkan
dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling ketergantungan
positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan
proses kelompok (Lie, 2002: 30). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw
merupakan metode pembelajaran kooperatif yang formatnya siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari + 5 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain (Huda, 2011: 120). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya
yang lain. Dengan demikian, “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi” (Lie, 2002: 68).
Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa siswa yang berasal dari masing-
masing kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari
anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan
mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan
topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal (Huda, 2011:
121).
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative
Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar,
akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan
kemampuan akademik/kognitif siswa.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas dan kecocokan
dengan solusi yang telah dijabarkan secara umum tersebut, dengan maksud untuk
memperbaiki proses pembelajaran yang telah berjalan sehingga didapatkan hasil
belajar yang lebih optimal, maka dirasa perlu diadakan penelitian tindakan kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dengan judul “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE
LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS
DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA
SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa
kelas X-6 SMA MTA Surakarta?
2. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta dengan
menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2. Meningkatkan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA
Surakarta dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi sekolah
a. Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.
b. Pendorong bagi guru kelas lain untuk melaksanakan pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, menyenangkan, gembira dan berbobot.
2. Bagi guru
a. Mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam mata pelajaran Fisika terutama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
mengenai aktivitas belajar Fisika siswa.
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Bagi siswa
a. Menumbuhkan kerja sama serta rasa kebersamaan antar siswa.
b. Meningkatkan aktivitas belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Belajar Kognitif
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Pengertian belajar
menurut Slameto (1995:2), “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pangalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Terdapat banyak sekali teori-teori tentang belajar yang
disampaikan oleh para ahli, antara lain Teori Belajar Kognitif. Teori Belajar
Kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap
orang telah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang.
Teori yang termasuk ke dalam teori kognitif antara lain
a. Teori Perkembangan Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-
anak adalah sebagai berikut:
1). Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. 2). Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. 3). Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama bagi semua anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
4). Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, dan equilibration.5). Ada 3 tahap perkembangan, yaitu: berpikir secara intuitif + 4 tahun, beroperasi secara konkret + 7 tahun, dan berpikir secara formal + 11 tahun (Slameto, 1995:12-13)
Berdasarkan periodesasi perkembangan manusia yang diungkapkan
Cole, siswa SMA di Indonesia rata-rata memiliki usia antara 15 sampai 19
tahun, berada pada masa remaja madya (middle adolescence). Pada masa ini,
umumnya remaja memiliki karakter yang suka bereksperimentasi, suka
bereksplorasi serta cenderung membentuk kelompok dan kegiatan
berkelompok. Oleh karena itu, pembelajaran yang cocok untuk peserta didik
pada usia ini adalah pembelajaran dengan karakteristik utama menekankan pada
kerjasama dalam kelompok.
b. Teori Belajar Penemuan Menurut Bruner
Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang
tapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga
siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sehingga Bruner berpendapat
alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran
tertentu. Didalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap
siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.
Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan
“discovery learning environment”, ialah lingkungan yang mendukung siswa
dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal
atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui yang didalamnya
selalu ada bemacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan.
Menurut Bruner beberapa hal yang dapat dipelajari siswa dari lingkungan
tersebut dapat digolongkan menjadi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
a) Enactive = seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik,
b) Iconic = seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan,
c) Symbolic = seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula. (Slameto, 1995:11-12)
Pembelajaran Fisika pun mencakup ketiga hal tersebut. Enactive,
karena untuk memahami konsep Fisika dengan benar siswa dituntut untuk
melakukan eksperimen-eksperimen, demikian juga menerapkan konsep Fisika
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa benar-benar mengalami dan
menghayati proses pembelajaran Fisika dan menjadikan pembelajaran Fisika
menjadi lebih bermakna. Dengan demikian, proses pembelajaran ini sangat
melibatkan keterampilan motorik. Iconic, karena konsep-konsep dalam materi
Fisika saling terhubung satu sama lain, tidak dapat berdiri sendiri, sehingga
mengajarkan siswa untuk selalu mengingat dan memahami konsep-konsep yang
berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Symbolic, karena memang
karakteristik materi Fisika yang sebagian besar merupakan hitungan kuantitatif,
maka perlu adanya universalisasi dalam bentuk formula-formula atau rumus-
rumus, sehingga memudahkan siswa dalam melakukan hitungan kuantitatif
tanpa mengesampingkan konsep utamanya.
Dalam belajar, hal-hal yang perlu diperhatikan guru menurut Bruner
adalah
1) mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;
2) menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa;
3) menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer hal-hal yang sedang dipelajari;
4) memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengatahui bahwa “ia menemukan jawaban” nya (Slameto, 1995: 12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Secara khusus dalam pembelajaran Fisika, seorang guru hendaknya
dapat menyajikan materi dan mengelola proses pembelajaran sebaik-baiknya.
Materi Fisika yang dianggap oleh kebanyakan siswa sebagai momok, harus
diubah paradigmanya sehingga menjadi pelajaran yang menyenangkan dan
menarik untuk selalu diikuti. Banyak cara yang bisa ditempuh, diantaranya
dengan mengemas cakupan materi Fisika sehingga terstruktur dengan rapi dan
terlihat sederhana yang akan membuat siswa merasa mudah walaupun belum
dipelajari. Hal ini akan menjadi modal utama, karena dengan sendirinya akan
muncul minat pada diri siswa untuk senang dan tertarik untuk belajar Fisika.
Selanjutnya seorang guru perlu mendesain proses pembelejaran sehingga terasa
lebih menyenangkan dengan tanpa meninggalkan esensi dari materi Fisika yang
sedang diajarkan. Bekal seorang guru Fisika yang juga penting adalah
penguasaan terhadap materi yang diajarkan. Agar dalam berjalannya proses
pembelajaran, guru mampu memberikan umpan balik maupun penguatan yang
optimal. Karena akan terasa mengecewakan jika seorang guru Fisika hanya
mampu mengelola pembelajaran dengan baik, namun terlihat bingung ketika
memberikan umpan balik materi kepada siswa.
c. Teori Belajar menurut Gagne
Pendapat Gagne tentang belajar yang dapat dirangkum sebagai berikut:
(1) suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan informasi
verbal, keterampilan intelek dan motorik, kebiasaan dan tingkah laku, dan (2)
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh oleh instruksi
melalui interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan
stimulus dari lingkungan (Slameto, 1995: 12).
Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan,
tapi baru dalam bentuk “sensori-motor coordination”. Kemudian ia mulai
belajar berbicara dan menggunakan bahasa. Kesanggupam untuk menggunakan
bahasa ini penting artinya untu belajar. Tugas pertama yang dilakukan anak
ialah meneruskan “sosialisasi” dengan anak lain, atau orang dewasa, tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pertentangan bahkan unutk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keramahan dan konsiderasi pada anak itu. Tugas kedua adalah belajar
menggunakan simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti:
gambar, huruf, angka, diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual
(membaca, menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat
melakukan tugas ini, berarti ia sudah mampu belajar banyak hal dari yang
mudah sampai yang amat kompleks.
Gagne menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia
dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning”, yang
dirangkum sebagai berikut:
1). Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan.
2). Informasi verbal
Dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatun itu perlu intelegensi.
3). Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan
simbol-simbol.
4). Strategi Kognitif
Merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill)
yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir, kemampuan ini berbeda
dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan dengan dunia luar, dan
tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan
perbaikan terus menerus.
5). Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak
tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain
yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini
belajar tak akan berhasil dengan baik (Slameto, 1995: 14-15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif mempunyai karakteristik
utama yaitu siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai materi akademik.
Dengan demikian, penekanan pada proses pembelajaran dengan pendekatan
kooperatif ini lebih pada kerjasama kelompok, dan pendekatan kooperatif ini
sangat mendukung kelima domains of learning di atas, karena dalam pendekatan
kooperatif ini didalamnya memiliki unsur-unsur: saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi
proses kelompok (Lie, 2002:30).
2. Metode Pembelajaran
Dalam proses belajar-pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar
siswa dapat belajar secara efektif, efisien, dan mengena pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu strategi yang harus dimiliki adalah mampu memilih dan
menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) berpandangan bahwa
“pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruk-
sional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar”. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membuat
program-program belajar mengajar dengan mengupayakan ketersediaan sumber
belajar yang dapat mendukung siswa belajar lebih aktif.
Peran guru dalam pembelajaran dimulai dari membuat desain
instruksional, lalu mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar dan
akhirnya mengevaluasi hasil dari pembelajaran yang telah diselenggarakannya.
Sedangkan peran siswa adalah mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar
yang telah direncanakan. Dengan demikian, amat penting peran guru dalam
mengelola pembelajaran agar terwujud kemampuan mental siswa yang semakin
meningkat dan siswa akan beremansipasi diri sehingga menjadi pribadi yang utuh
dan mandiri (Dimyati&Mudjiono, 2002: 5)
Metode (method) secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang
umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta atau konsep-konsep secara
sistematis. Dalam kegiatan belajar-pembelajaran, metode diperlukan oleh guru
guna kepentingan pembelajaran agar siswa dapat belajar efektif, efisien, dan
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Menurut Slametto (1995:82) “metode adalah
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Jadi
secara umum metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan
mendukung bagi kelancaran proses belajar-pembelajaran dan tercapainya prestasi
belajar yang memuaskan.
Untuk mencapai hal tersebut maka guru harus dapat memilih dan
mengembangkan metode pembelajaran yang tepat, efisien, serta efektif sesuai
dengan materi yang diajarkan. Pemilihan metode yang tepat akan mempengaruhi
kualitas belajar siswa sehingga siswa benar-benar memahami materi yang
diberikan. Penggunaan suatu metode hendaknya dapat menempatkan anak didik
pada keterlibatan aktif belajar, mampu menumbuhkembangkan perolehan hasil
belajar, serta menghidupkan proses pengajaran yang sedang berlangsung.
a. Metode Pembelajaran Kooperatif
Kholifah dan Quthub (2009: 124) mengemukakan bahwa “tidak ada
cara satu pengajaran yang lebih utama daripada cara lain. Namun, yang
menentukan keberhasilannya adalah proses penyampaian dan tema yang akan
diajarkan oleh guru kepada muridnya”. Dalam hal ini guru dituntut untuk
menguasai berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
materi dan siswa. Hal ini sangat relevan dengan tugas seorang guru dalam
mengenali perbedaan individual siswanya. Dalam memilih metode, kadar
keaktifan siswa harus selalu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan
menggunakan beragam metode (multi metode), seperti learning by doing,
learning by listening, dan learning by playing.
Metode yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas harus lebih dikenal dan dipahami untuk dipilih yang paling tepat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah
satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah belajar dengan kerjasama
(Cooperative learning) dalam kelompok kecil yang heterogen.
“Cooperative learning refers to instructional methods in which
students work together in small groups to help each other learn” (Slavin,R.E,
1997: 284). Kebanyakan pelajaran dengan pembelajaran kooperatif mempunyai
karakteristik sebagai berikut: siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai
materi akademik, tim dibuat dari siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang,
dan rendah.
Menurut Stahl (1994) dan Slavin (1993), ada empat langkah-langkah
secara umum dalam pelaksanaan pelajaran kooperatif yaitu: (1) mrancang
rencana program pembelajaran, (2) merancang lembar observasi, (3)
mengarahkan dan membimbing siswa secara individu maupun kelompok
menngenai materi, sikap dan perilaku selama kegiatan belajar, 4) memberi
kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya (Isjoni, 2009: 83-85).
Metode pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan kelompok yang asal-asalan. Pelaksanaan prosedur
pembelajaran kooperatif dengan benar memungkinkan pendidik mengelola
kelas dengan lebih efektif. Lima unsur yang harus diterapkan dalam
pembelajaran gotong royong yaitu : 1) Saling ketergantungan positif; 2)
Tanggung jawab perseorangan; 3) Tatap muka; 4) Komunikasi antar anggota;
dan 5) Evaluasi proses kelompok (Lie, 2002: 30)
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya empat tujuan pembelajaran penting seperti yang dikemukakan
Suparno (2007):
1). Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama kelompok yang memungkinkan siswa belajar satu sama lain. Kemajuan hasil belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
menjadi tujuan utama, sehingga masing-masing siswa mendapatkan hasil positif. 2). Merupakan alternatif terhadap belajar kompetitif yang membuat siswa lemah menjadi minder. Dengan belajar kompetitif, siswa akan sulit maju dan merasa kecil dibandingkan yang pandai. Sedangkan dengan belajar bersama ini justru yang lemah dibantu untuk maju. 3). Memajukan kerjasama kelompok antar manusia. Dengan belajar bersama ini, hubungan antarsiswa semakin akrab dan kerjasama antarsiswa juga akan semakin baik. 4). Bagi siswa-siswa yang mempunyai intelegensi interpersonal tinggi, cara belajar ini sangat cocok dan memajukan. Karena lebih mudah mengkontruksi pengetahuan lewat bekerja sama dengan teman, belajar bersama dengan teman daripada sendirian (hlm. 135).
Sedangkan menurut Ibrahim, et al. (2000) dalam Isjoni (2009: 27-28) pada
dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk
mencapai tiga hal berikut ini, yaitu : a) hasil belajar akademik; b) penerimaan
terhadap perbedaan individu, dan c) pengembangan keterampilan sosial.
Dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, penataan ruang
kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata
sedemikian rupa, sehingga semua siswa bisa melihat guru/ papan tulis dengan
jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berbeda dalam
jangkauan kelompoknya dengan merata. Kemungkinan beberapa model
penataan bangku yang bisa dipakai menurut Kagan (1992) dalam Lie (2002:
52) terlihat pada Gambar 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 2.1. Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif (Sumber: Lie, 2002: 52)
Keterangan:
1) Meja tapal kuda : siswa berkelompok di ujung meja.
2) Meja panjang : Siswa berkelompok di ujung meja.
3) Penataan tapal kuda: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan.
4) Meja laboratorium:
a) Tugas individu,
b) Tugas kelompok dengan membalikkan kursi
5) Meja kelompok: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan
6) Klasikal: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
7) Bangku individu dengan meja tulisnya: penataan terbaik seperti Gambar 1,
no 9 (Lie, 2002: 51).
b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh
Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Slavin, 2008). Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode
Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dapat pula digunakan pada mata
pelajaran IPA, IPS, matematika, agama dan bahasa. Teknik ini cocok untuk
semua kelas/tingkatan (Lie, 2002: 68).
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang menuntut guru harus memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini gar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketereampilan
berkomunikasi (Lie, 2002: 68).
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa ditempatkan
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari + 5 anggota. Setiap
kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi
pelajaran yang akan dipelajari. Dari materi yang diberikan tersebut, masing-
masing siswa/anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
materi tersebut. Lalu masing-masing siswa berkumpul dengan anggota-anggota
kelompok lain yang menerima bagian yang sama untuk berdiskusi. Setelah
selesai, masing-masing siswa kembali ke kelompok semula untuk
menyampaikan hasil diskusinya (Huda, 2011: 120).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi masing-masing siswa
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “Kunci metode Jigsaw ini adalah
interpendensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat
memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat
penilaian” (Slavin, 2008: 237).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama
bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada anggota tim ahli tersebut. Kemudian
siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada
anggota kelompok yang lain tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya
pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok
asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu
dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai
berikut: Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap
siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam
kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam
kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama,
serta menyusun rencana strategi ketika menyampaikan kepada temannya jika
kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok
Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi
pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri
dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5
kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri
dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal
memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok
ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli
maupun kelompok asal.
Deskripsi Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw: (1) setelah siswa
berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan
presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu
kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar
guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah
didiskusikan, (2) guru memberikan kuis untuk siswa secara individual, (3) guru
memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya, (4) materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi
beberapa bagian materi pembelajaran, (5) perlu diperhatikan bahwa jika
menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
3. Aktivitas Belajar
Belajar adalah proses untuk mengubah tingkah laku peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, aktivitas peserta didik merupakan hal yang sangat
penting dan perlu diperhatikan oleh guru agar proses pembelajaran mendapat
hasil yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Sardiman, yaitu tidak ada belajar
kalau tidak ada aktivitas (2010: 95-96). Sehingga dalam belajar harus ada
perbuatan atau aktivitas dari siswa yang menunjang proses belajar.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 31), Aktivitas berarti
keaktifan, kegiatan, kesibukan. Jadi aktivitas belajar siswa adalah setiap
kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Artikel European Communities (2006) mengatakan “Learning Activities are
defined as any activities of an individual organised with the intention to
improve his/her knowledge, skills and competence.” (hlm. 9). Aktivitas belajar
didefinisikan sebagai kegiatan individu yang terorganisir dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi.
Menurut Sardiman, yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas
yang bersifat fisik maupun mental. Kedua aktivitas tersebut saling terkait dalam
belajar (2010: 100). Misalnya saat siswa membaca dalam hal ini melakukan
aktivitas fisik maka mentalnya juga harus mendukung dengan konsentrasi
kepada isi materi yang dibaca.
Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2010: 101):
membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya : 1). Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain. 2). Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3). Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4). Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5). Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6). Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7). Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8). Emosional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Dengan klasifikasi aktivitas di atas menunjukkan bahwa aktivitas
siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam aktivitas
belajar tersebut harus berusaha diciptakan di dalam proses pembelajaran di
kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.
4. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga classroom action
research (CAR) dikutip dari Division of Education, Indiana University, South
Bend, yang mengemukakan: “Classroom Action Research is research designed
to help a teacher find out what is happening in his or her own classroom, and
to use thaht information to take action for future improvement” (Basrowi &
Suwandi, 2008:27). Maknanya bahwa penelitian tindakan kelas adalah
penelitian yang didesain untuk membantu guru mengetahui hal yang
sebenarnya terjadi didalam kelasnya. Informasi ini bermanfaat untuk
menngambil suatu keputusan yang bijak tentang metode yanag tepat digunakan
dalam proses pembelajaran demi peningkatan profesionalisme guru, prestasi
siswa, kelas dan sekolah secara keseluruhan.
Arikunto menerangkan pengertian dari penelitian tindakan kelas
dengan memisahkan tiga kata yang terkandung di dalamnya yaitu “penelitian”,
“tindakan” dan “kelas”. Penelitian menunjuk pada suatu kegiatan mencermati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
suatu obyek dengan menggunakan cara dan aturan metodelogi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu
suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan menunjuk
pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu,
dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok
siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru
yang sama pula. Dengan menggabungkan pengertian ketiga kata yang
terkandung maka dapat disimpulkan penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto,
Suhardjono&Supardi, 2008).
Penelitian tindakan kelas merupakan bagian kecil dan bagian penting
dalam sistem pembelajaran di sekolah. Mohammad Asrori (2007)
mendefinisikan penelitian tindakan kelas, “sebagai suatu bentuk penelitian yang
bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk
memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih
berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik”
(hlm. 6). Sejalan dengan pendapat itu, Rochiati Wiriaatmadja mengatakan
penelitian tindakan kelas adalah tindakan sekelompok guru yang dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran yang dilakukan, dan belajar
dari pengalaman itu sendiri (2005). Jadi dengan penelitian tindakan kelas guru
dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya, supaya pembelajaran
menjadi menyenangkan dan memperoleh hasil yang optimal.
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan
profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik (Arikunto, dkk. 2008:
61). Sedangkan tujuan utama penelitian tindakan kelas menurut Suyanto (1997)
dalam Basrowi dan Suwandi adalah untuk meningkatkan (1) kualitas praktik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pembelajaran di sekolah, (2) relevansi pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan,
dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan (2008: 52).
Penelitian tindakan kelas mempunyai prinsip yang harus diperhatikan.
Penelitian tindakan kelas mempunyai tiga ciri pokok, yaitu a) Inkuiri reflektif,
b) kolaboratif dan c) reflektif, yang dirangkum sebagai berikut:
a. Inkuiri reflektif
PTK berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari-hari
dihadapi, sehingga PTK itu berdasarkan pada pelaksanaan tugas dan
pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Kolaboratif
Dalam pelaksanaan PTK tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti tetapi
harus berkolaborasi dengan guru.
c. Reflektif
PTK lebih menekankan pada proses refleksi terhadap proses dan hasil
penelitian, sehigga penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian
formal yang mengutamakan pendekatan empiris eksperimental (Arikunto,
dkk. 2008: 110).
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian formal. Penelitian
formal bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum.
Penelitian tindakan lebih bertujuan memperbaiki kinerja. Perbedaan antara
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan penelitian yang
lain khususnya penelitian formal disajikan dalam Tabel 2.1.
Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan beberapa model.
Mohammad Asrori (2007: 45-46) mengungkapkan empat model dalam
penelitian tindakan kelas yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom Action Research
No Aspek Penelitian Tindakan Kelas Bukan Tindakan Kelas
1. Dasar
filosofis
Memperbaiki realitas
pembelajaran
Membangun pengetahuan
berdasarkan hasil
penelitian
2. Sumber
masalah
Hasil diagnosis Hasil deduksi-induksi
3. Tujuan
penelitian
Perbaikan proses dan hasil
pembelajaran
Verifikasi dan generalisasi
4. Status
peneliti
Kolaborasi sejawat Sebagai “orang luar”
5. Desain
proses
Bersiklus Linear
6. Sampel
penelitian
Tidak menekankan
keterwakilan terhadap
populasi
Menekankan pentingnya
keterwakilan terhadap
populasi
7. Metode
penelitian
Cenderung fleksibel Standar dan “kaku”
(fixed”
(Sumber: Asrori, 2007: 19)
a. Model Guru Sebagai Peneliti
Pada model ini guru memiliki peran yang paling utama. Guru
terlibat secara langsung dan penuh mulai dari proses perencanaan, tindakan
dan refleksi. Adapun pihak lain yang mungkin juga ikut berkecimpung
didalamnya hanya berperan sebagai tempat konsultasi guru jika terdapat
kesulitan. Bahkan guru sendiri juga yang mencari permasalahan dan
menentukan solusi dari permasalahan tersebut yang akan diselesaikan
melalui PTK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
b. Model Kolaboratif
Pada model ini guru mengajak serempak pihak luar seperti sesama
guru, kepala sekolah maupun peneliti dari perguruan tinggi kependidikan
dan menjadi satu tim merencanakan dan melaksanakan penelitian. Hubungan
antara beberapa pihak diatas adalah bersifat kemitraan artinya, duduk
bersama secara harmonis untuk memikirkan dan menemukan permasalahan
yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas. Dalam proses penelitian
tindakan kelas yang bersifat kolaboratif ini bukan pihak luar semata yang
bertindak sebagai inovator dan pembaharu, tetapi guru juga dapat
melakukannya melalui kerjasama dengan peneliti dari pihak perguruan
tinggi kependidikan. Meski demikian, gurulah yang harus secara aktif
terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian meskipun dibantu peneliti dari
perguruan tinggi kependidikan. Sehingga guru dapat meningkatkan
kualitasnya.
c. Model Simultan Terintegrasi
Pada penelitian tindakan kelas model simultan terintegrasi ini
dipakai untuk memenuhi dua tujuan utama yaitu, untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan praktis dalam pembelajaran dan untuk
menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas.
Pada PTK model ini permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran diteliti
dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar misalnya peneliti dari perguruan
tinggi kependidikan. Adapun guru dilibatkan pada aspek atau langkah
mencobakan tindakan-tindakan dan melakukan refleksi terhadap praktik-
praktik pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru bukanlah sebagai
pencetus gagasan permasalahan yang harus diteliti dikelas dan bukan pula
sebagai inovator, melainkan peneliti yang memegang peranan tersebut.
Sedangkan guru hanya pelaksana tindakan dalam praktik pembelajaran
dikelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
d. Model Administrasi Sosial Eksperimental
Pada PTK model administrasi sosial eksperimental ini guru sama
sekali tidak dilibatkan dalam penelitian, baik mulai dari perencanaan,
pemberian tindakan, observasi, dan refleksi terhadap praktik pembelajaran di
kelas. Tanggungjawab sepenuhnya dipegang oleh pihak luar, misalnya
peneliti dari perguruan tinggi kependidikan. PTK model ini lebih
menekankan pada dampak dari kebijakan dan praktik pebelajaran. peneliti
bekerja atas hipotesis tertentu kemudian melakukan berbagai bentuk tes
melalui kegiatan eksperimen.
Selain model-model diatas, masih ada beberapa model yang lain,
diantaranya: model diagnostik, model partisipan, model empiris dan model
eksperimental. Adapun model penelitian yang ideal menurut Asrori adalah
penelitian yang meskipun diprakarsai oleh fasilitator dari luar, misalnya peneliti
dari perguruan tinggi kependidikan, tapi tetap guru harus yang secara aktif
terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian dalam keseluruhan rangkaian
penelitian, sejak dari awal penelitian sampai pada pelaporan hasilnya (2007:
50). Ini sangat penting agar guru berkembang rasa memiliki penelitian itu
secara mendalam sehingga guru yang bersangkutan dapat berkembang
kemampuan melakukan penelitiannya dan proses pembelajaran yang dilakukan
dapat meningkat kualitasnya. Pada gilirannya, proses pembelajaran yang
berlualitas itu dapat menghasilkan prestasi belajar siswa yang berkualitas pula.
Menurut Asrori ada empat aspek pokok dalam penelitian tindakan
kelas yaitu, (a) Penyusunan rencana, (b) Tindakan, (c) Observasi dan (d)
Refleksi (2007: 52).
a. Penyusunan Rencana
Rencana dalam PTK merupakan tindakan yang terprogram dengan
rapi dan memiliki pandangan jauh kedepan guna memperbaiki dan
meningkatkan kualitas praktik pembelajaran dikelas serta hasil belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Karenanya, penyusunan rencana hendaknya dipikirkan dengan sebaik-
baiknya. Dalam penyusunan rencana tindakan maka perlu memperhatikan
dua hal berikut, yaitu mempertimbangkan resiko yang mungkin muncul baik
yang bersifat material, interaksi sosial, maupun psikologis, dan tindakan
yang akan dilaksanakan hendaknya dapat memungkinkan guru untuk
bertindak secara efektif dalam berbagai keadaan, lebih bijaksana dan hati-
hati.
b. Tindakan
Tindakan merupakan aplikasi nyata dari perencanaan yang telah
dilakukan pada langkah sebelumnya. Secara khusus dalam PTK, tindakan
berarti tindakan guru sebagai peneliti yang secara sadar dan terkendali
melakukan variasi praktik pembelajaran secara cermat dan bijaksana.
Tindakan yang dilakukan guru mengacu pada perencanaan yang telah
disusun sebelumnya. Namun, tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana
yang telah disusun tersebut, karena tindakan yang dilakukan pada
pembelajaran dikelas selalu memunculkan kendala-kendala yang sebagian
muncul secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya, sehingga tidak
terperhitungkan pada saat penyusunan rencana. Dengan demikian, rencana
tindakan harus fleksibel, dinamis dan siap diubah sesuai dengan situasi
pembelajaran nyata yang dihadapi guru. Maka hal yang juga penting dimiliki
oleh seorang guru sebagai peneliti adalah kemampuan untuk mengambil
keputusan secara cepat ketika ditemui kendala yang tidak terduga saat
tindakan dalam praktik pembelajaran dikelas.
c. Observasi
Observasi dalam PTK merupakan kegiatan pengamatan terhadap
proses pembelajaran dikelas untuk memperoleh gambaran secara cermat
tindakan yang sedang dilakukan dan kemudian mendokumentasikan dampak
atau pengaruh dari tindakan tersebut. Objek pokok yang diobservasi adalah
selalu berupa tindakan, pengaruhnya atau dampak tindakan tersebut, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
konteks situasi tempat tindakan itu dilakukan. Hasil observasi diperlukan
sebagai dasar bagi kegiatan refleksi pada saat sekarang dan lebih lagi ketika
putaran atau siklus itu sedang berlangsung. Observasi secara cermat sangat
diperlukan karena tindakan yang dilakukan oleh guru biasanya selalu
dihadapkan kapada berbagai kendala dalam realitas pembelajaran dikelas.
Sebagaimana rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan, rencana observasi
juga harus fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga.
Guru sebagai peneliti hendaknya selalu memiliki catatan khusus untuk
mencatat hal-hal yang terlewatkan dari rencana observasi yang tiba-tiba
muncul dikelas dan tidak terperhitungkan dalam penyusunan rencana
observasi .
d. Refleksi
Refleksi merupakan tindakan berikutnya setelah didapatkan hasil
observasi yang telah terdokumentasikan. Refleksi merupakan kegiatan
mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali suatu
kegiatan atau tidakan yang telah dilakukan sebagaimana yang telah dicatat
dalam observasi. Refleksi dalam PTK berusaha memahami proses dan
permasalahan atau kendala yang muncul dalam tindakan yang dilakukan
selama tindakan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan dari
berbagai sudut pandang. Seorang guru sebagai peneliti hendaknya tidak
melakukan sendiri kegiatan refleksi, namun juga melakukan diskusi dengan
teman sejawat atau peneliti lain dari perguruan tinggi kependidikan agar
didapatkan hasil refleksi yang lebih bagus dan lebih tajam. Refleksi memiliki
fungsi evaluatif, maksudnya dengan refleksi yang telah dilakukan
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dari pengalamannya selama
melakukan tindakan dikelas untuk perbaikan proses pembelajaran pada
siklus berikutnya. Demikian juga refleksi memiliki fungsi deskriptif. Artinya
dengan refleksi tersebut didapatkan gambaran yang lebih hidup dari proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pembelajaran dikelas meliputi situasi, kondisi dan kendala dalam proses
pembelajaran tersebut.
Untuk lebih jelas mengenai tahapan-tahapannya, dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Arikunto, dkk. 2008: 74)
Penelitian tindakan kelas merupakan proses dinamis yang didalamnya
terdapat empat moment yaitu moment siklus-spiral dari perencanaan, tidakan,
observasi, dan refleksi. Peningkatan pemahaman pada tahap-tahap sebelumnya
akan muncul sebagai dasar pemikiran bagi praktik berikutnya. Dasar pemikiran itu
dikembangkan dengan diuji melalui praktik pembelajaran nyata. Setiap proposisi
dalam dasar pemikiran harus dicocokan dengan praktik pembelajaran nyata dan
dengan bagian lain dari dasar pemikiran itu. Selanjutnya pemikiran ini akan
berkembang menjadi prespektif atau sudut pandang yang bersifat kritis terhadap
Permasalahan Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ Pengumpulan Data I
Refleksi I
Perencanaan Tindakan II
Pelaksanaan Tindakan II
Refleksi II Pengamatan/ Pengumpulan Data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Permasalahan baru Hasil refleksi
Apabila permasalahan belum
terselesaikan
Siklus I
Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
praktik pembelajaran dan aspek-aspek yang terkait secara langsung atau tidak
langsung dengan upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran yang ada.
Dengan proses pemikiran yang bersifat siklus-spiral semacam ini, perbaikan dan
peningkatan pembelajaran diharapkan akan berjalan secara dinamis dan
berkesinambungan sehingga dapat tercapai peningkatan hasil belajar siswa
sebagaimana yang diharapkan.
B. Materi Alat-alat Optik
Berikut ini akan dipelajari berbagai alat yang bekerja berdasarkan prinsip
pembiasan dan pemantulan cahaya yang disebut alat optik. Karena prinsip
kerjanya mengacu pada konsep pembiasan dan pemantulan cahaya, maka bagian
utama dari alat optik adalah cermin atau lensa.
1. Mata Manusia
Apabila diamati, ternyata mata terdiri atas beberapa bagian yang
masing-masing mempunyai fungsi berbeda-beda tetapi saling mendukung.
Bagian-bagian mata yang penting tersebut, antara lain, kornea, pupil, iris,
aquaeus humour, otot akomodasi, lensa mata, retina, vitreous humour, bintik
kuning, bintik buta, dan saraf mata.
Gambar 2.3. Diagram Mata Manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a) Kornea. Kornea merupakan bagian luar mata yang tipis, lunak, dan
transparan. Kornea berfungsi menerima dan meneruskan cahaya yang
masuk pada mata, serta melindungi bagian mata yang sensitif di bawahnya.
b) Pupil. Pupil merupakan celah sempit berbentuk lingkaran dan berfungsi
agar cahaya dapat masuk ke dalam mata.
c) Iris. Iris adalah selaput berwarna hitam, biru, atau coklat yang berfungsi
untuk mengatur besar kecilnya pupil. Warna inilah yang Anda lihat sebagai
warna mata seseorang.
d) Aquaeus Humour. Aquaeus humour merupakan cairan di depan lensa mata
untuk membiaskan cahaya ke dalam mata.
e) Otot Akomodasi. Otot akomodasi adalah otot yang menempel pada lensa
mata dan berfungsi untuk mengatur tebal dan tipisnya lensa mata.
f) Lensa Mata. Lensa mata berbentuk cembung, berserat, elastis, dan bening.
Lensa ini berfungsi untuk membiaskan cahaya dari benda supaya terbentuk
bayangan pada retina.
g) Retina. Retina adalah bagian belakang mata yang berfungsi sebagai tempat
terbentuknya bayangan.
h) Vitreous Humour. Vitreous humour adalah cairan di dalam bola mata yang
berfungsi untuk meneruskan cahaya dari lensa ke retina.
i) Bintik Kuning. Bintik kuning adalah bagian dari retina yang berfungsi
sebagai tempat terbentuknya bayangan yang jelas.
j) Bintik Buta. Bintik buta adalah bagian dari retina yang apabila bayangan
jatuh pada bagian ini, maka bayangan tampak tidak jelas atau kabur.
k) Saraf Mata. Saraf mata befungsi untuk meneruskan rangsangan bayangan
dari retina menuju ke otak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.4. Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa menebal
Untuk pemfokusan pada benda jauh, otot akan rileks dan lensa memipih,
sehingga berkas-berkas paralel terfokus pada titik fokus (retina), tampak seperti
pada Gambar 2.4 (a). Untuk pemfokusan pada benda dekat, otot berkontraksi,
menyebabkan lensa mata mencembung sehingga jarak fokus menjadi lebih
pendek, jadi bayangan benda yang dekat dapat difokuskan pada retina, di
belakang titik fokus, tampak seperti pada Gambar 2.4 (b). Kemampuan mata
untuk mencembung atau memipihkan lensa mata ini disebut daya akomodasi.
2. Kacamata
Sekarang dapat timbul pertanyaan, apakah semua mata manusia itu
normal? Ternyata banyak orang yang memiliki titik dekat atau titik jauh yang
tidak sesuai dengan sifat mata normal. Mata yang sifatnya tidak normal
dinamakan mata rabun. Mata yang rabun ini berarti lensa matanya tidak dapat
berakomodasi secara normal.Keadaan mata yang tidak normal dapat dibantu de-
ngan alat yang kita kenal kaca mata. Mata rabun ada tiga jenis yaitu rabun dekat
(hipermetropi), rabun jauh (miopi) dan presbiopi.
Hipermetropi atau rabun dekat disebut juga mata jauh karena hanya dapat
melihat jelas benda-benda yang jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi
maksimum se-cara normal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP > 25
cm). Karena sifat di atas maka setiap melihat benda pada titik baca normal (25
cm) bayangannya akan berada di belakang retina. Untuk mengatasinya
diperlukan lensa positif. Lihat Gambar 2.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 2.5. Lensa Positif Membantu Rabun Dekat
Gambar 2.6. Lensa Positif Membantu Rabun Jauh
Miopi atau rabuh jauh disebut juga mata dekat karena hanya dapat
melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini tidak dapat berakomodasi
minimum secara normal. Titik jauh matanya kurang dari jauh tak hingga
(PR<~). Karena sifat tersebut maka mata miopi yang digunakan untuk melihat
benda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina. Untuk
melihat benda jauh tak hingga maka mata ini dapat dibantu dengan kacamata
lensa negatif. Lihat Gambar 2.6.
Presbiopi disebut juga mata tua yaitu mata yang titik dekat dan titik
jauhnya telah berubah. Titik dekat-nya menjauh dan titik jauhnya mendekat.
Berarti mata presbiopi tidak bisa melihat benda dekat maupun jauh dengan
jelas. Mata yang memiliki sifat seperti ini men-galami miopi maupun
hipermetropi. Cara menanganinya adalah menggunakan kaca mata rangkap.
Dari penjelasan di atas dapat dituliskan sifat-sifat mata presbiopi adalah:
PP > 25 cm, PR < ~, tidak bisa melihat benda jauh maupun dekat, dan
penyelesaiannya merupakan gabungan miopi dan hipermetropi
3. Lup
Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri atas sebuah lensa
cembung. Lup digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar nampak lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar 2.7. Penampang Lup
Gambar 2.8. Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi
besar dan jelas. Ada 2 cara dalam menggunakan lup, yaitu dengan mata
berakomodasi dan dengan mata tak berakomodasi.
Pada saat mata belum menggunakan lup, benda tampak jelas bila
diletakkan pada titik dekat pengamat (s=sn) sehingga mata melihat benda
dengan sudut pandang α. Pada Gambar 2.8 (b), seorang pengamat
menggunakan lup dimana benda diletakkan antara titik O dan F (di ruang I) dan
diperoleh bayangan yang terletak pada titik dekat mata pengamat (s'=sn).
Karena sudut pandang mata menjadi lebih besar yaitu β, maka mata pengamat
berakomodasi maksimum.
Untuk mata normal dan berakomodasi maksimum, bayangan yang
terbentuk berada pada jarak baca normal (sn) yaitu 25 cm. Oleh karena itu,
perbesaran bayangan pada lup dapat dituliskan � =��
� , karena s' = 25 cm,
maka perbesarannya menjadi � =��
�. Lup terbuat dari sebuah lensa cembung,
sehingga persamaan lup sama dengan persamaan lensa cembung.
Untuk mata berakomodasi maksimum s' = -25 cm (tanda negatif (-)
menunjukkan bayangan di depan lensa) sehingga diperoleh:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 2.9. Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi
dengan, M adalah perbesaran bayangan, dan f adalah jarak fokus lup. Adapun
sifat bayangan yang dihasilkan lup adalah maya, tegak, dan diperbesar.
Menggunakan lup untuk mengamati benda dengan mata berakomodasi
maksimum cepat menimbulkan lelah. Oleh karena itu, pengamatan dengan
menggunakan lup sebaiknya dilakukan dengan mata tak berakomodasi (mata
dalam keadaan rileks). Menggunakan lup dengan mata tak berakomodasi dapat
diperoleh bila benda diletakkan pada titik fokus lup (s = f).
Untuk mata tak berakomodasi, bayangan terbentuk di tak terhingga (s'= f)
sehingga perbesaran bayangan yang dibentuk lup untuk mata tak berakomodasi
adalah sebagai berikut.
Pada kehidupan sehari-hari, lup biasanya digunakan oleh tukang arloji,
pedagang kain, pedagang intan, polisi, dan sebagainya.
4. Kamera
Kamera adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan bayangan
fotografi pada film negatif. Biasanya kamera digunakan untuk mengabadikan
kejadian-kejadian penting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Komponen-komponen dasar kamera adalah lensa, kotak ringan yang
rapat, shutter (penutup) untuk memungkinkan lewatnya cahaya melalui lensa
dalam waktu yang singkat, dan pelat atau potongan film yang peka. Gambar
2.10 menunjukkan desain atau diagram sebuah kamera sederhana. Ketika
shutter dibuka, cahaya dari benda luar dalam medan pandangan difokuskan oleh
lensa sebagai bayangan pada film. Film terdiri dari bahan kimia yang peka
terhadap cahaya yang mengalami perubahan ketika cahaya menimpanya. Pada
proses pencucian, reaksi kimia menyebabkan bagian yang berubah menjadi tak
tembus cahaya sehingga bayangan terekam pada film. Benda atau film ini
disebut negatif, karena bagian hitam menunjukkan benda yang terang dan
sebaliknya. Proses yang sama terjadi selama pencetakan gambar untuk
menghasilkan gambar “positif” hitam dan putih. Film berwarna menggunakan
tiga bahan celup yang merupakan warna-warna primer.
Untuk memperoleh hasil pemotretan yang bagus, lensa dapat digeser
maju mundur sampai terbentuk bayangan paling jelas dengan jarak yang tepat,
kemudian tekan tombol shutter.
5. Mikroskop
Mikroskop adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda kecil
agar tampak jelas dan besar. Mikroskop terdiri atas dua buah lensa cembung.
Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan
lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop yang
memiliki dua lensa disebut mikroskop cahaya lensa ganda.
Gambar 2.10. Bagian-Bagian Kamera Sederhana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Karena mikroskop terdiri atas dua lensa positif, maka lensa
objektifnya dibuat lebih kuat daripada lensa okuler (fokus lensa objektif lebih
pendek daripada fokus lensa okuler). Hal ini dimaksudkan agar benda yang
diamati kelihatan sangat besar dan mikroskop dapat dibuat lebih praktis (lebih
pendek). Benda yang akan amati diletakkan pada sebuah kaca preparat di depan
lensa objektif dan berada di ruang II lensa objektif (fobj < s < 2fobj). Hal ini
menyebabkan bayangan yang terbentuk bersifat nyata, terbalik dan diperbesar.
Bayangan yang dibentuk lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler.
Untuk memperoleh bayangan yang jelas, Anda dapat menggeser lensa
okuler dengan memutar tombol pengatur. Supaya bayangan terlihat terang, di
bawah objek diletakkan sebuah cermin cekung yang berfungsi untuk
mengumpulkan cahaya dan diarahkan pada objek. Ada dua cara dalam
menggunakan mikroskop, yaitu dengan mata berakomodasi maksimum dan
dengan mata tak berakomodasi.
Penggunaan mikroskop dengan mata berakomodasi maksimum
menyebabkan bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif harus terletak di
ruang I lensa okuler (antara Ook dan fok ). Hal ini bertujuan agar bayangan akhir
yang dibentuk lensa okuler tepat pada titik dekat mata pengamat. Lukisan
bayangan untuk mata berakomodasi maksimum disajikan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11. Bagian-Bagian Mikroskop
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Secara matematis perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi
maksimum ditulis sebagai � =����
���× �
��
���+ 1� atau � =
����
���× �
��
���+ 1�.
Adapun panjang mikroskop (tubus) dapat dinyatakan � = �′�� + ���.
Adapun penggunaan mikroskop dengan mata tak berakomodasi, maka
lensa okuler harus diatur/digeser supaya bayangan yang diambil oleh lensa
objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler. Lukisan bayangan untuk mata tak
berakomodasi dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Perbesaran bayangan pada mata tak berakomodasi dapat ditulis sebagai
����
���× �
��
���� atau � =
����
���× �
��
����. Dan panjang mikroskop (jarak tubus) dapat
dinyatakan � = �′�� + ���.
6. Teropong Bintang
Teropong bintang adalah teropong yang digunakan untuk melihat atau
mengamati benda-benda langit, seperti bintang, planet, dan satelit. Nama lain
teropong bintang adalah teropong astronomi. Setiap teropong diharapkan dapat
Gambar 2.12. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Berakomodasi Maksimum
Gambar 2.13. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak Berakomodasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
digunakan untuk melihat bayangan dengan cara berakomodasi minimum,
sehingga pembentukan bayangan oleh teropong bintang dapat dilihat seperti
pada Gambar 2.14.
Perhatikan Gambar 2.14, teropong bintang terdiri dari dua lensa. Sinar
dari benda (bintang) di jauh tak hingga akan dibiaskan menuju fokus lensa
objektif. Kemudian oleh lensa okuler akan dibentuk bayangan di jauh tak
hingga lagi (akomodasi minimum) yang memiliki sifat : maya, terbalik,
diperbesar.
Dari Gambar 2.14 juga dapat dilihat bahwa panjang teropong atau jarak
antara dua lensanya memenuhi � = ��� + ���.
Perbesaran bayangan yang terbentuk oleh teropong pada akomodasi
minimum memenuhi � =���
���.
7. Teropong Bumi
Teropong medan digunakan untuk mengamati benda-benda yang jauh di
permukaan bumi. Teropong bumi terdiri atas tiga lensa cembung, masing-
masing sebagai lensa objektif, lensa pembalik, dan lensa okuler. Lensa
pembalik hanya untuk membalikkan bayangan yang dibentuk lensa objektif,
tidak untuk memperbesar bayangan.
Lensa okuler berfungsi sebagai lup. Karena lensa pembalik hanya untuk
membalikkan bayangan, maka bayangan yang dibentuk lensa objektif harus
terletak pada titik pusat kelengkungan lensa pembalik. Lensa okuler juga dibuat
lebih kuat daripada lensa objektif. Teropong bumi atau medan sebenarnya sama
Gambar 2.14. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dengan teropong bintang yang dilengkapi dengan lensa pembalik. Pembentukan
bayangan pada teropong bumi dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut pada saat
mata berakomodasi maksimum.
Sifat bayangan yang dibentuk teropong medan adalah maya, tegak, dan
diperbesar. Perbesaran bayangan pada mata berakomodasi maksimum dapat
dinyatakan sebagai � =���
��� . Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai
� = ��� + 4����� + ���.
Untuk mata tak berakomodasi, lensa okuler digeser sedemikian rupa
sehingga fokus lensa okuler berimpit dengan titik pusat kelengkungan lensa
pembalik (fok = 2fpemb). Pembentukan bayangan dapat dilihat pada Gambar
2.16.
Pembesaran bayangan pada saat mata tak berakomodasi dapat dinyatakan
sebagai � =���
���. Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai � = ��� +
4����� + ���.
8. Teropong Prisma
Teropong bumi dan teropong panggung memang tidak bisa dibuat praktis.
Untuk itu, dibuat teropong lain yang fungsinya sama tetapi sangat praktis, yaitu
Gambar 2.15. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Berakomodasi Maksimum
Gambar 2.16. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Tak Berakomodasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
teropong prisma. Disebut teropong prisma karena pada teropong ini digunakan
dua prisma yang didekatkan bersilangan antara lensa objektif dan lensa okuler
sehingga bayangan akhir yang dibentuk bersifat maya, tegak, dan diperbesar.
Objektif dan okuler merupakan lensa konvergen. Prisma memantulkan
berkas dengan pantulan internal sempurna dan memendekkan ukuran fisik alat
tersebut, dan juga berfungsi untuk menghasilkan bayangan tegak. Satu prisma
membalikkann kembali bayangan pada bidang vertikal, yang lainnya pada
bidang horizontal.
C. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian tindakan kelas terdahulu yang mendukung penelitian ini
diantaranya diungkapkan oleh Huda (2011: 305) yang menyatakan:
Berdasarkan review yang dilakukan oleh Newman dan Thompson (1987), ada sekitar 27 penelitian (yang melibatkan 37 perbandingan antara kelompok kooperatif dan kelompok kontrol) yang berusaha mengidentifikasi pengaruh metode-metode pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian siswa SMP
Gambar 2.17. Penampang Teropong Prisma
Gambar 2.18. Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dan SMA. Dari 37 perbandingan yang dilakukan, 25 diantaranya (68%) menemukan metode pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap pencapaian siswa (dengan level minimal signifikansi 0.5) .
Adapun penelitian lain yang lebih khusus pada teknik pembelajaran
Jigsaw dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif dan aktivitas siswa yang
dilakukan oleh Sayidah Latifah menunjukkan bahwa: 1) penerapan pendekatan
kontekstual dengan model strategi pembelajaran tipe Jigsaw dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran, (a) keaktifan siswa dalam bertanya di akhir
putaran mencapai 43,47%, (b) keaktifan siswa berinteraksi dalam kelompok
mencapai 78,26%, (c) keaktifan siswa dalam menjawab atau memberikan
tanggapan pada akhir putaran mencapai 52,17%, (d) keaktifan siswa dalam
mengerjakan soal di depan kelas pada akhir putaran mencapai 43,47%, dan (e)
keaktifan siswa dalam mengerjakan soal diskusi di buku catatan pada akhir
putaran mencapai 91,3%. 2) peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika yang ditunjukan
dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar dan nilai rata-rata siswa.
Ketuntasan belajar siswa mencapai 86,95% dan nilai rata-rata siswa pada akhir
putaran mencapai 65,22%.
Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Efi dengan membandingkan
hasil belajar yang dilakukan dengan Jigsaw dan dilakukan dengan STAD. Hasil
penelitian itu menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) gain dengan teknik
Jigsaw adalah 3,14, lebih tinggi dibandingkan dengan STAD yang hanya 2,68.
Adapun penelitin yang dilakukan oleh Marvin Lew, Debra Mesch, David
W. Johnson dan Roger Johnson (1986: 229) dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif menghasilkan, “The results indicate that positive goal interdependence
with both collaborative-skills and academic group contingencies promoted the
most positive relationships with nonhandicapped classmates, most frequent
engagement in cooperative skills, and the highest achievement.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Gelu Maftei dan Muza
Maftei (2011: 1610), setelah menerapkan teknik Jigsaw mereka menyatakan,
“Observations of physics lessons with a view to applying modern teaching
methods – assessment, shows no doubt, that students interest in physics classes
and school in general has increased significantly. Students participate more
actively in class, doing practical work with the teacher..The Jigsaw method must
to be used, its success will be guaranteed.”
Data di atas memperlihatkan bahwa penelitian tersebut berhasil
menunjukkan adanya perbaikan dalam hal peningkatan kemampuan kognitif dan
aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Oleh karena itu, maka perlu diteruskan penelitian kolaborasi antar guru dalam satu
mata pelajaran atau antara guru dengan dosen atau peneliti dari LPTK dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas demi perbaikan pada mutu pembelajaran di
kelas.
D. Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang banyak digunakan di sekolah menengah adalah
pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher centered).
Pelaksanaan pembelajaran dengan model konvensional, membuat siswa kurang
aktif, dan guru tidak bisa menganalisis daya tangkap atau pemahaman siswanya
secara individu. Maka dari itu, diperlukan model yang bisa menarik perhatian
siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa.
Selaras dengan judul penelitian yang diambil, yaitu pembelajaran Fisika
dengan cooperative learning tipe Jigsaw untuk mengoptimalkan aktivitas dan
kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta maka dapat
digambarkan kerangka berpikir seperti Gambar 2.19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Gambar 2.19. Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan perumusan masalah dan kesesuaiannya dengan karakteristik
solusi yang diterapkan tersebut di atas, maka hipotesis tindakan dirumuskan
sebagai berikut: ”Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
akan meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa di kelas X-6
SMA MTA Surakarta dalam proses pembelajaran Fisika.”
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Guru masih menggunakan model pembelajaran
konvensional
Aktivitas belajar dan kemampuan kognitif
siswa rendah
Menerapkan salah satu model pembelajaran inovatif yaitu Pembelajaran Kooperatif (Cooperatve Learning)
Diduga melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar siswa
Siklus Menerapkan salah satu model Pembelajaran
Kooperatif yaitu tipe Jigsaw
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA MTA Surakarta yang beralamat di
Jln. Kyai Mojo, Semanggi, Pasarkliwon, Surakarta pada kelas X-6 semester
genap Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret
Tahun Pelajaran 2011/2012. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya disajikan
pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1. Waktu Penelitian
No 2011 2012
DES JAN FEB MAR APR MEI
TAHAP PERSIAPAN
1
2
3
TAHAP PELAKSANAAN
4
5
TAHAP PENYELESAIAN
6
7
Keterangan nomor:
1. Survey ke sekolah
2. Permohonan ijin penelitian
3. Penyusunan instrumen
4. Uji coba instrumen
5. Pengambilan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
6. Analisis data
7. Penyusunan laporan
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta
semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 karena di kelas tersebut ditemukan
adanya permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran khususnya
pada mata pelajaran Fisika. Jumlah siswa Kelas X-6 pada semester genap
Tahun Ajaran 2011/2012 adalah 32 siswa.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kemampuan kognitif yang menunjukkan
kualitas hasil belajar siswa dan aktivitas belajar yang menunjukkan kualitas
proses belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta pada semester genap
Tahun Pelajaran 2011/2012.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat aspek utama
yang saling berkaitan, yaitu: 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi,
dan 4) refleksi. Keempat aspek itu dihubungkan sebagai suatu siklus dan akan
dijelaskan dalam prosedur penelitian.
Penelitian tindakan kelas dilakukan menggunakan model kolaboratif
antara guru dengan peneliti. Guru dan peneliti duduk bersama secara harmonis
untuk memikirkan dan menemukan permasalahan yang diteliti dalam penelitian
tindakan kelas, penentuan rencana tindakan perbaikan dan pelaksanaan penelitian.
Berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan guru maka tugas guru dan peneliti
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peneliti pada penelitian ini bertugas sebagai pelaksana tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2. Guru pada penelitian ini bertugas sebagai observer atau pengamat. Selain itu
dalam penelitian tindakan kelas ini melibatkan seorang rekan peneliti untuk
membantu observasi.
Berdasarkan observasi awal dirancang suatu tindakan untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Untuk memperoleh hasil yang maksimal pada penelitian
ini dilakukan dalam siklus, jika satu siklus belum memperoleh hasil yang
diharapkan, maka dilanjutkan siklus berikutnya yang disesuaikan dengan hasil
refleksi pada siklus sebelumnya.
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data yang dikumpulkan yaitu daftar nilai ulangan/tes siswa dan data
hasil observasi aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Fisika
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Data penelitian
berupa data hasil observasi dengan berpedoman pada lembar observasi
aktivitas siswa dan juga nilai kognitif siswa pada saat kondisi awal, lalu nilai
pada tes siklus 1 dan tes siklus 2.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pada saat observasi awal, pengumpulan data dilakukan dengan
beberapa cara untuk mengetahui kondisi awal siswa dan menemukan
permasalahan yang terjadi di kelas ketika pembelajaran berlangsung.
Diantaranya dengan teknik wawancara baik dengan guru maupun dengan
siswa. Wawancara dengan guru dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait
dengan kondisi siswa baik prestasi, semangat belajar siswa, gambaran umum
proses pembelajaran dan juga materi yang sedang diajarkan. Adapun
wawancara dengan siswa dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan
minat siswa terhadap proses pembelajaran, pandangan siswa dengan metode
pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan harapan siswa terhadap
pembelajaran yang diminati. Selain teknik wawancara, juga dengan teknik
pengamatan langsung saat proses pembelajaran berjalan untuk mengetahui
secara langsung kondisi pembelajaran dalam kelas. Kemudian, digunakan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
teknik kajian dokumentasi terhadap arsip nilai Fisika siswa untuk mengetahui
kondisi kognitif siswa pada pelajaran Fisika.
Lalu pada saat penelitian di kelas berlangsung, data-data yang
dibutuhkan dikumpulkan melalui teknik tes, baik pada saat kondisi awal, siklus
I maupun siklus II, guna mengetahui perkembangan kemampuan kognitif siswa
pada siklus berikutnya. Selain itu, digunakan juga teknik pengamatan berupa
observasi dengan berpedoman pada format lembar observasi untuk
mendapatkan data terkaitnkondisi aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Dari data-data yang telah terkumpul, selanjutnya dilakukan pengkajian
terhadap dokumentasi atau arsip-arsip tersebut untuk kemudian dilakukan
analisis terhadap data-data tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen
penilaian dan instrumen pembelajaran.
1. Instrumen Penilaian
Dalam penelitian ini, dilakukan dua jenis penilaian, yaitu penilaian
proses pembelajaran berupa penilaian terhadap aktivitas siswa dan penilaian
hasil belajar siswa yang lebih khusus penilaian terhadap kemampuan kognitif
siswa. Dengan demikian, penilaian terhadap proses pembelajaran siswa
diperoleh dari kajian dokumentasi terhadap data-data pada aktivitas belajar
siswa, sedangkan penilaian terhadap hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan
hasil tes pada tiap siklus.
Lembar observasi siswa ini diberikan untuk diisi pengamat/observer
selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar ini berisi indikator yang
diamati dan kode nomor siswa setiap kelompok. Langkah langkah pembuatan
lembar observasi aktivitas belajar siswa adalah:
1) Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan :
a) Menentukan aspek yang diukur
b) Menentukan indikator dari aspek yang diukur
2) Menentukan sistem penilaian untuk mengetahui nilai aktivitas setiap siswa
dengan bantuan pakar pendidikan dan dosen pembimbing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3) Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa
dilakukan dengan validitas isi oleh pakar pendidikan dan dosen
pembimbing.
Adapun kisi-kisi lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan
sistem penilaian aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada Lampiran 5.
Untuk penilaian kemampuan kognitif Fisika, menggunakan bentuk tes
objektif. Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari :
a) Membuat kisi-kisi soal tes berdasarkan silabus
b) Menyusun soal tes
c) Mengadakan uji coba tes (try Out)
d) Menganalisis butir soal, meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran,
dan daya pembeda
Tes objektif tersebut terdiri dari 30 butir soal. Sebelum tes digunakan
untuk mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi persyaratan tes
yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya
pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan pada siswa yang telah
memperoleh pelajaran Fisika materi alat-alat optik yaitu siswa kelas X-1 SMA
MTA Surakarta. Alasan mengambil kelas tersebut adalah karena seluruh
siswanya laki-laki dan semuanya tinggal di asrama putra, sehingga tidak
mungkin ada kebocoran soal tes kepada siswa kelas X-6 yang menjadi subjek
penelitian, mengingat semua siswa kelas tersebut siswa adalah perempuan dan
tinggal di Asrama Putri.
Analisis butir soal yang dilakukan meliputi beberapa hal berikut ini:
1) Uji Validitas
Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas butir.
Validitas butir suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh
sebutir soal. Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan
adalah pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda ini skor terhadap
jawaban setiap soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Pada
bentuk soal pilihan ganda ini, skor terhadap jawaban setiap soal hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
terdiri atas angka 1 dan 0. Perhitungan validitas instrumen kognitif dicari
dengan rumus sebagai berikut.
γpbi = �����
�� �
p
q
dengan:
pbi = koefisien korelasi biserial
Mp = mean skor dari subjek yang menjawab benar, item yang dicari
validitasnya
Mt = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta tes)
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi subjek yang menjawab benar item soal
= siswaseluruhjumlah
benarmenjawabyangsiswajumlah
q = proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)
Kriteria validitas item soal dikatakan valid apabila pbi ≥ tabel
(Suharsimi Arikunto, 2006:76)
Ringkasan hasil uji validitas soal kognitif siklus I setelah dilakukan
tryout dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sedangkan analisis hasil uji validitas
soal kognitif siklus I dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 13.
Tabel 3.2 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I
Jenis Soal Jumlah Soal Kriteria
Valid Invalid
Kognitif 30 30 0
Ringkasan hasil uji validitas soal siklus II setelah dilakukan tryout
dapat dilihat pada Tabel 3.3. Sedangkan analisis hasil uji validitas soal
kognitif siklus II dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II
Jenis Soal Jumlah Soal Kriteria
Valid Invalid
Kognitif 30 30 0
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas berarti kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan
memenuhi kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulang-
ulang pada subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang
relatif tidak mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas
tes, dalam penelitian ini digunakan rumus Koder Richardson (KR) yang ke
20 atau KR-20, yaitu:
r11 =
2
2
1 S
pqS
n
n
dengan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab benar item soal
= siswaseluruhjumlah
benarmenjawabyangsiswajumlah
q = proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)
pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item soal
S = standar deviasi dari tes (Suharsimi Arikunto, 2006: 98)
Kriteria dari uji reliabilitasnya, adalah sebagai berikut:
0,91 – 1,00 = sangat tinggi
0,71 – 0,90 = tinggi
0,41 – 0,70 = cukup
0,21 – 0,40 = rendah
Negatif – 0,20 = sangat rendah (Masidjo, 1995: 233)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dengan mempertimbangkan kriteria uji reliabilitas diatas, hasil uji
coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif siklus I dan siklus II
terangkum dalam Tabel 3.4 dan 3.5. Hasil uji coba reliabilitas instrumen
soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran
13 dan siklus II pada Lampiran 17.
Tabel 3.4. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I
Jenis soal Jumlah Soal Reliabilitas Kriteria
Kognitif 30 0,879 Tinggi
Tabel 3.5 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II
Jenis soal Jumlah Soal Reliabilitas Kriteria
Kognitif 30 0,893 Tinggi
3) Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan
siswa yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang
menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D).
Untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item tes, digunakan
rumus:
D = B
B
A
A
J
B
J
B = PA - PB
dengan: D = daya pembeda
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda:
0,00 ≤ D < 0,20 adalah jelek
0,20 ≤ D < 0,40 adalah cukup
0,40 ≤ D < 0,70 adalah baik
0,70 ≤ D < 1,00 adalah baik sekali (Suharsimi Arikunto, 2006:218)
Hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif
siklus I yang dilakukan terangkum dalam Tabel 3.6. Sedangkan hasil uji
coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus II yang
dilakukan terangkum dalam Tabel 3.7. Hasil uji coba daya pembeda
instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17.
Tabel 3.6. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I
Jenis Soal Jumlah
Soal
Kriteria
Jelek Cukup Baik Baik Sekali
Kognitif 30 6 19 5 0
Tabel 3.7. Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II
Jenis Soal Jumlah
Soal
Kriteria
Jelek Cukup Baik Baik Sekali
Kognitif 30 4 19 7 0
Dari Tabel 3.6, untuk instrumen yang memiliki daya beda rendah
dicek kembali keterbacaannya dan dikonsultasikan pada pakar pendidikan.
4) Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran
suatu item tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Indeks Kesukaran (P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf
kesukaran memadai, artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur taraf kesukaran masing-
masing soal adalah:
P = Js
B
dengan:
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal benar
Js = jumlah seluruh siswa peserta tes
Adapun indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut:
0,00 ≤ P < 0,30 adalah sukar (soal tidak dipakai)
0,30 ≤ P < 0,70 adalah sedang (soal dipakai)
0,70 ≤ P < 1,00 adalah mudah (soal dipakai) (Suharsimi Arikunto,
2006: 210)
Hasil uji coba taraf kesukaran instrumen soal penilaian kognitif
siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 3.8 dan 3.9. Hasil uji taraf
kesukaran untuk instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci
dapat dilihat pada Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17.
Tabel 3.8 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I
Jenis soal Jumlah Soal Taraf Kesukaran Soal
Sukar Sedang Mudah
Kognitif 30 2 13 15
Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II
Jenis soal Jumlah Soal Taraf Kesukaran Soal
Sukar Sedang Mudah
Kognitif 30 2 15 13
2. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1) Silabus
Berisi tentang rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi untuk penialian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
2) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran ini berisi tentang rincian
kegiatan pembelajaran yang lebih rinci. Pembuatan RPP ini disusun dengan
tujuan agar dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan dapat berjalan dan
terstruktur dengan baik.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal
sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena dapat membantu
dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang berlangsung di
dalam kelas yang diteliti.
Analisis kuantitatif dari data yang telah berhasil diperoleh dari hasil
observasi pada setiap siklus dalam pelaksanaan tindakan kelas dianalisis secara
diskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan
yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kegiatan analisis tersebut meliputi:
1. Aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan pelaksanaan siklus. Aktivitas
belajar yang dimaksud adalah aktivitas yang ditetapkan pada penelitian ini.
2. Hasil tes kemampuan kognitif siswa di akhir tiap siklus.
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila target yang telah direncanakan
pada penelitian ini tercapai. Target penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan
guru dengan memperhatikan kondisi awal kelas yang dijadikan subjek penelitian.
Adapun untuk target dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.10 dan 3.11.
Tabel 3.10 Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siwa
Indikator Cara Penilaian Ketercapaian
Tercapainya nilai minimal
aktivitas siswa yaitu 60 =
∑ siswa yang lulus
∑ jumlah siswax100%
75%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 3.11 Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siwa
Indikator Cara Penilaian Ketercapaian
Tercapainya nilai batas tuntas
(KKM) > 70 =
∑ siswa yang tuntas
∑ jumlah siswax100%
70%
G. Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam
penelitian dari awal sampai akhir secara urut. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini
dilaksanakan dalam suatu siklus yang terdiri dari, 1) perencanaan tindakan, 2)
tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Apabila sudah dilaksanakan satu siklus
tetapi belum menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan atau telah
ada perbaikan namun belum mencapai target, maka kegiatan penelitian
dilanjutkan pada siklus kedua dan seterusnya sehingga dapat memperoleh hasil
sesuai indikator. Sebelum siklus dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan
persiapan.
Berikut ini pemaparan langkah-langkah yang dilakukan dari awal
samapai akhir penelitian tindakan kelas.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari rangkaian kegiatan sebelum
dilaksanakannya penelitian tindakan kelas, kegiatan-kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Permohonan ijin kepada kepala SMA MTA Surakarta untuk melakukan
penelitian tindakan kelas.
b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal mengenai kegiatan belajar
mengajar khususnya pada mata pelajaran Fisika di SMA MTA Surakarta
c. Permohonan kerjasama dengan guru mata pelajaran Fisika dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas.
d. Berunding dengan guru mata pelajaran Fisika kelas X untuk membicarakan
keadaan secara umum kelas yang diampunya. Berdasarkan referensi dari
guru kelas maka dipilih kelas X-6 sebagai subjek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Tahap Awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah observasi untuk mengamati
kondisi siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini
dilakukan untuk mendapatkan data terkait aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 13, 19 dan 20 Januari
2012.Tahap selanjutnya, peneliti diminta oleh guru untuk mengajar secara
langsung mata pelajaran Fisika di kelas X-6 dengan tujuan agar siswa terbiasa
dengan peneliti sebagai pengajar. Peneliti mengajar menggunakan model
pembelajaran yang sama dengan guru pengampu mata pelajaran Fisika.
a. Perencanaan Tindakan
1) Guru menyusun rencana serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan
dalam bentuk RPP dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional seperti yang biasa guru lakukan.
2) Peneliti menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi aktivitas
belajar siswa.
b. Tindakan
Menerapkan model pembelajaran konvensional berdasarkan RPP
yang dibuat sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu :
1) Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2012 dengan
materi dinamika gerak
2) Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2012 dengan
materi dinamika gerak
3) Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2012 dengan
materi dinamika gerak
c. Observasi
Melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada
pertemuan kedua dan ketiga dengan menggunakan lembar observasi
aktivitas siswa.
d. Refleksi
Melaksanakan refleksi terhadap hasil pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan dengan model pembelajaran konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3. Tahap Siklus I
a. Perencanaan Tindakan
1) Peneliti dan guru menetapkan tindakan fokus penelitian yang harus
dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang telah ditetapkan.
Adapun tindakan yang disepakati adalah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Sedangkan fokus penelitian adalah kemampuan
kognitif dan aktivitas belajar siswa.
2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan
dalam bentuk RPP dan LKS.
3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi
aktivitas belajar siswa.
b. Tindakan
1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dilaksanakan dalam tiga kali
pertemuan, yang dijelaskan sebagai berikut:
a) Pertemuan pertama siklus I
Dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2012 di kelas X-6 SMA MTA
Surakarta. Pada pertemuan pertama ini digunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Siswa secara heterogen diatur ke dalam delapan
kelompok dengan jumlah anggota 4 siswa setiap kelompok. Kelompok
ini disebut sebagai Kelompok Ahli. Setiap anggota kelompok diberikan
nomor sebagai identitas. Kemudian guru membagikan satu paket LKS
pada setiap kelompok yang berisi pembahasan tentang beberapa macam
alat optik yaitu mata, kacamata, kamera dan lup. Kemudian guru
memberikan presentasi singkat tentang materi pemantulan dan
pembiasan cahaya sebagai prasyarat konsep, dan meteri ini merupakan
pengulangan dari materi yang sudah siswa pelajari dulu saat duduk di
SMP. Lalu, ketika masuk pada pembahasan tentang macam-macam alat
optik tersebut, guru membimbing siswa untuk membagi empat materi
tersebut kepada masing-masing kelompok. Setelah terbagi kemudian
guru memandu siswa melakukan diskusi terkait dengan materi masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
masing kelompok ahli. Siswa dibebaskan mengambil referensi dari
buku-buku yang ada di dalam perpustkaan tersebut dengan batasan
keluasan materi sebagaimana yang tercantum dalam LKS. 45 menit
pertama masing-masing siswa mendiskusikan materi siklus I sesuai
bagiannya dalam kelompok ahli masing-masing, sehingga satu materi
alat optik didiskusikan oleh 2 kelompok. Pembahasan dalam diskusi
hanya sebatas pada bagian-bagian dan fungsi serta cara kerja dari
masing-masing alat optik mata, kacamata, kamera dan lup. Lalu pada
45 menit kedua siswa kembali dibagi lagi secara heterogen kedalam
delapan kelompok baru yang dinamakan sebagai Kelompok Asal.
Anggota dalam kelompok asal ini diambilkan dari satu siswa dari
masing-masing kelompok ahli, sehingga didapatkan anggota dalam
kelompok asal ini merupakan perwakilan dari kelompok ahli, artinya
dalam satu kelompok asal terdapat satu ahli alat optik mata, satu ahli
alat optik kacamata, satu ahli alat optik kamera dan satu ahli alat optik
lup. Pada kelomok asal ini masing-masing siswa mempresentasikan
hasil diskusinya dari kelompok ahli masing-masing secara bergantian,
mulai dari ahli mata, ahli kacamata, ahli kamera dan yang terakhir ahli
lup. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan dari materi
yang telah dibahas pada tatap muka ini.
b) Pertemuan kedua siklus I
Dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2012. Pembelajaran dilakukan
dengan mode yang sama yaitu menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Kegiatan pertemuan kedua ini persis
sebagaimana dalam pertemuan pertama namun untuk pembahasan
gambar pembentukan bayangan, sifat bayangan dan penentuan
perbesaran bayangan pada masing-masing alat optik mata, kacamata,
kamera dan lup. Siswa mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu
mempresentasikannya dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru
memberikan penguatan dari materi yang telah dibahas pada tatap muka
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
c) Pertemuan ketiga siklus I
Dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2012. Setelah semua proses
diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan
evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam
diskusi, yaitu untuk materi alat optik mata, kacamata, kamera dan lup.
Hasil penilaian dari evaluasi ini untuk pertimbangan pemberian
penghargaan terhadap kelompok dan siswa berprestasi.
2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi
langsung pada setiap pertemuan.
3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir
siklus.
4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif
tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.
c. Observasi
Melakukan pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap
pertemuan menggunakan lembar observasi siswa.
d. Refleksi
Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan
hasil observasi pada siklus I.
4. Tahap Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
1) Peneliti dan guru membuat perencanaan tindakan berdasarkan hasil
refleksi pada siklus I. Tindakan tetap menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dengan beberapa perbaikan pada pelaksanaannya.
2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan
dalam bentuk RPP dan LKS.
b. Tindakan
1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada
siklus II ini terdiri dari dua pertemuan yang dijelaskan sebagai berikut :
a) Pertemuan pertama siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2012 pada bab yang masih sama
namun dengan alat optik yang berbeda. Pelaksanaan pembelajaran masih
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan
kelompok yang sama dengan harapan siswa sudah terbiasa dengan teman
satu kelompoknya. Siswa yang pandai dalam kelompok itu diharapkan
dapat membantu teman yang kesulitan dalam memahami materi.
Pada awal pertemuan siklus kedua ini, guru menyampaikan garis besar
materi yang akan dipelajari pada siklus II ini. Lalu sebagaimana pada
siklus I, pada siklus II ini siswa kembali diajak untuk melakukan diskusi
terkait materi yang dipelajari selanjutnya, yaitu pada alat optik
mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma.
Diskusi pada tingkat kelompok ahli lalu dilanjutkan presentasi dari hasil
diskusi tersebut ke dalam kelompok asal. Batasan pembahasan pada tatap
muka ini hanya pada bagian-bagian, fungsi serta cara kerja dari masing-
masing keempat alat optik tersebut. Lalu pada akhir tatap muka ini, guru
memberikan penguatan dari matei pembahasan yang baru saja dipelajari.
b) Pertemuan kedua siklus II
dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2012. Pada pertemuan ini, masih
dengan teknik Jigsaw sebagaimana pada pertemuan pertama, namun
untuk pembahasan yang berbeda, yaitu untuk pembahasan gambar
pembentukan bayangan, sifat bayangan, menentukan perbesaran
bayangan serta jarak antar lensa pada masing-masing alat optik
mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma. Siswa
mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu mempresentasikannya
dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan
dari materi yang telah dibahas pada tatap muka ini.
c) Pertemuan ketiga siklus II
Dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2012. Setelah semua proses
diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan
evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam
diskusi, yaitu untuk materi alat optik mikroskop, teropong bintang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
teropong bumi dan teropong prisma. Hasil penilaian dari evaluasi ini
untuk pertimbangan pemberian penghargaan terhadap kelopok dan siswa
berprestasi.
2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi
langsung pada setiap pertemuan.
3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir siklus.
4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif
tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.
c. Observasi
Melakukana pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap
pertemuan menggunakan lembar observasi siswa.
d. Refleksi
Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan
hasil observasi pada siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan dengan melakukan
pengamatan saat pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta
berlangsung serta bardasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, diketahui
bahwa guru terbiasa memakai model konvensional dalam menyampaikan materi
pelajaran. Model konvensional yang dimaksud yaitu hanya dengan mengandalkan
metode ceramah kemudian diperkuat dengan latihan-latihan soal. Ketika latihan-
latihan soal, guru meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Namun ketika
tidak ada siswa yang mengerjakan, entah karena tidak bisa atau karena enggan
atau alasan yang lain, akhirnya guru sendiri yang mengerjakan. Terkesan kurang
ada usaha dari guru untuk mengkondisikan agar siswa yang mencari atau
menemukan jawabannya sendiri. Proses pembelajaran seperti itu nampaknya
kurang dinikmati siswa, terlihat dari sikap siswa yang ditunjukkan terkesan tidak
bersemangat, kurang aktif serta cuek terhadap pelajaran, sehingga banyak siswa
yang tidak memperhatikan. Tercatat dari pengamatan selama 45 menit dari 32
siswa di kelas tersebut hanya 13 siswa yang mendengarkan atau sekitar 40,625%,
itupun sebagian besar adalah siswa yang duduk di bagian depan. Selebihnya ada
siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja, ada yang mencoret-coret kertas,
ada pula yang malah mengobrol dengan teman satu meja. Hal itu cukup
menggambarkan bahwa siswa mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran.
Selain itu, optimalisasi penggunaan media juga sangat kurang. Di setiap
ruang kelas di sekolah tersebut sebenarnya telah dilengkapi fasilitas LCD, namun
hanya sesekali dipakai. Begitu juga di kelas X-6 tersebut, selama pengamatan
bahkan tidak sekalipun guru Fisika menggunakan LCD.
Tahap selanjutnya setelah mengadakan pengamatan terhadap metode
pembelajaran yang dipakai oleh guru Fisika, peneliti diminta oleh guru untuk
mengajar dulu di kelas tersebut dengan tujuan agar siswa terbiasa dengan peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
sebagai pengajar sebelum pengambilan data. Adapun pembelajaran ini dilakukan
sebanyak tiga tatap muka.
Adapun hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran pada tahap awal ini disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal
No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata (%) Obs.1 Obs.2
1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan 68,75 62,50 65,63
2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 68,75 62,50 65,63 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan
guru 53,13 28,13 40,63 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari
guru 6,25 9,38 7,81 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 9,38 9,38 9,38 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 0,00 31,25 31,25
7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 0,00 40,63 40,63
8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 0,00 12,50 12,50
9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 0,00 37,50 37,50 10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 0,00 34,38 34,38 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 0,00 25,00 25,00 12 Siswa mengemukakan pendapat 0,00 6,25 6,25
Dalam bentuk diagram, Tabel 4.1 dapat pula disajikan dalam bentuk
diagram batang pada Gambar 4.1.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan diagram batang pada Gambar 4.1 dapat dilihat
bahwa aktivitas siswa yang menonjol hanya pada aktivitas melihat guru,
mendengarkan penjelasan guru lalu mencatatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
proses pembelajaran adalah bersifat teacher centered atau pembelajaran yang
berpusat pada guru, sedangkan aktivitas lain yang menuntut keaktifan siswa
belum begitu tampak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Gambar 4.1. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Pada pengamatan pertama, untuk indikator nomor 6 sampai 12 bernilai 0,
karena dalam pembelajaran tidak ada pembelajaran kelompok, sehingga aktivitas
kelompok juga tidak ada. Kemudian pada pengamatan yang kedua guru
melakukan pembelajaran kelompok. Namun, aktivitas-aktivitas belajar ini hanya
didominasi siswa-siswa yang tergolong pandai saja, belum merata pada semua
siswa.
Selama melakukan pengamatan, ditemukan beberapa hal negatif yang
terjadi selama pembelajaran, diantaranya kondisi pembelajaran yang terkesan
kurang nyaman. Pembelajaran teacher centered , karena yang terlihat hanya guru
yang aktif di depan kelas dan beberapa siswa tertentu saja, membuat suasana
pembelajaran tampak monoton dan siswa cenderung pasif, akibatnya aktivitas
belajar siswa rendah. Beberapa siswa malah tampak asyik bercanda dengan
temannya atau bermain sendiri untuk menghindari kebosanan, tanpa ada teguran
yang berarti dari guru.
Berdasar rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa
pada tahap awal ini diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar
>60 hanya berjumlah 4 siswa atau hanya berkisar 12,5% saja dari jumlah
seluruh siswa di kelas tersebut. Selebihnya, yaitu sejumlah 28 siswa atau sekitar
87,5% memiliki aktivitas < 60. Hasil rekapan tersebut disajikan pada Tabel 4.2.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
65,
63
65,
63
40,
63
7,8
1
9,3
8
31,
25 40,
63
12,
50
37,
50
34,
38
25,
00
6,2
5
Ke
terc
apai
an d
ala
m %
Indikator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel 4.2. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Aspek yang
dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)
Aktivitas Belajar
Siswa
Nilai ≥ 60 4 12,5
Nilai < 60 28 87,5
Tabel 4.2 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar
4.2.
Gambar 4.2. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal
Sedangkan kondisi kognitif diperlihatkan dengan melakukan kajian
dokumentasi terhadap arsip nilai UAS I (Ujian Akhir Semester I). Kondisi
kognitif pada kelas X-6 ini tergolong rendah, terbukti dengan mencermati nilai
UAS pada kelas ini yang memperlihatkan dengan batas ketuntasan minimum nilai
70 tenyata hanya 6 siswa yang tuntas atau sekitar 18,75% dari total 32 siswa
dalam kelas tersebut.
B. Hasil dan Pembahasan Siklus I
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan, maka diputuskan
untuk mengadakan upaya perbaikan pada proses pembelajaran Fisika yang
ditekankan pada solusi terhadap permasalahan terkait dengan aktivitas belajar dan
kemampuan kognitif siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah dengan
Nilai <6087,5%
Nilai >6012,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal itu dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan aspek aktivitas belajar siswa dan kemampuan kognitif
siswa. Pada pelaksanaannya peneliti bertindak sebagai pengajar dan dibantu
observer, yaitu seorang mahasiswa pendidikan Fisika FKIP UNS, sedangkan guru
Fisika bertindak sebagai fasilitator.
Pada awal pertemuan pertama siklus I ini, siswa dibagi ke dalam delapan
kelompok. Adapun daftar kelompok bisa dilihat pada Lampiran 2. Pembagian
kelompok ini didasarkan pada tingkat kemampuan siswa dengan pertimbangan
nilai siswa pada semester 1. Tahap awal yang dilakukan oleh guru adalah terlebih
dahulu memberi gambaran tentang model pembelajaran yang digunakan dan garis
besar materi yang akan dipelajari.
Ketentuan kelompok adalah setiap kelompok terdiri dari 4 siswa.
Pemberian nama kelompok adalah dengan huruf abjad kapital yaitu A, B, C, D, E,
F, G dan H. Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan ini
dilengkapi dengan media LKS yang disusun sedemikian rupa sehingga menuntut
siswa untuk bekerjasama dan saling membagi tugas antar anggota kelompoknya.
Pengamatan terkait aktivitas belajar siswa dilakukan melalui observasi
langsung pada proses pembelajaran di kelas X-6. Pengamatan dilakukan oleh
seorang observer dengan bantuan lembar observasi aktivitas belajar siswa yang
berisi 12 indikator. Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada siklus I
dapat dilihat pada Lampiran 8. Sedangkan persentase ketercapaian tiap indikator
disajikan pada Tabel 4.3.
Dalam penelitian ini pengamatan langsung dibantu oleh seorang
observer, hal ini dilakukan agar hal-hal penting yang mungkin tidak teramati oleh
guru tetap tercatat dengan bantuan observer.
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I
pada Tabel 4.3 digambarkan dalam bentuk diagram batang, hasilnya dapat dilihat
pada Gambar 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 4.3. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata
(%) Pert.I Pert.II 1 Siswa memperhatikan selama guru
memberikan penjelasan 87,50 87,50 87,50 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 87,50 87,50 87,50 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan
guru 87,50 81,25 84,38 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari
guru 25,00 28,13 26,56 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 21,88 28,13 25,00 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 84,38 93,75 89,06
7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 81,25 81,25 81,25
8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 15,63 18,75 17,19
9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 71,88 87,50 79,69 10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 62,50 59,38 60,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 65,63 68,75 67,19 12 Siswa mengemukakan pendapat 28,13 40,63 34,38
Gambar 4.3. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
87,50 87,50 84,38
26,56 25,00
89,0681,25
17,19
79,69
60,9467,19
34,38
KET
ERC
AP
AIA
N d
ala
m %
INDIKATOR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Pada Tabel 4.3 dan diagram batang pada Gambar 4.3 sebenarnya
menunjukkan bahwa mayoritas indikator sudah tercapai dengan baik, namun pada
indikator nomor 4, 5, 8 dan 12 tergolong masih rendah. Rendahnya indikator pada
nomor-nomor tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran
yang terkait dengan aspek oral, emosi dan motorik belum maksimal. Hal itu
terlihat dari masih sedikitnya siswa yang bertanya kepada guru, dan juga belum
begitu tampak suasana aktif dalam diskusi kelompok, karena siswa masih terkesan
sangat canggung dalam memberikan tanggapan atau bertanya saat diskusi
kelompok berlangsung. Hal ini mengindikasikan kemampuan oral dan emosi yang
belum begitu terbentuk dalam diri siswa. Dengan demikian, tugas guru pada
siklus selanjutnya untuk lebih banyak memberikan umpan yang dapat memancing
keaktifan siswa agar siswa terbiasa mengasah kemampuan oralnya dan
membentuk emosi yang tumbuh diantara anggota kelompok. Selain itu,
kemampuan motorik juga belum tumbuh secara maksimal. Banyak siswa yang
masih terpaku pada satu buku, padahal di perpustakaan banyak buku referensi lain
yang sebenarnya bisa digunakan. Siswa juga tidak berinisiatif mencari referensi
lain selain buku, misalnya dari internet. Sehingga antar siswa kurang bisa saling
melengkapi materi dan juga kurang dalam pengembanganya.
Pada awal kegiatan pembelajaran siklus I beberapa catatan negatif yang
muncul diantaranya, terjadi kegaduhan pada saat proses pembelajaran berlangsung
terutama saat pembagian kelompok dan perpindahan tempat. Selain itu, ketika ada
hal-hal yang ditertawakan suasana juga menjadi gaduh. Dengan demikian,
ramainya kelas bukan karena diskusi tapi gaduh karena sebab-sebab yang lain.
Iklim diskusi juga belum begitu tampak, karena ada beberapa siswa yang malah
berdiskusi dengan anggota kelompok lain di dekatnya dan ada juga kelompok
yang masih terlihat kaku. Mekanisme juga tidak berjalan baik, sehingga walaupun
terkesan diskusi cukup hidup namun kurang efektif dan hasilnya juga tidak
maksimal, sehingga pengerjaan LKS membutuhkan waktu yang lebih lama.
Keberadaan observer juga berpengaruh, terbukti ketika observer mendekati
sebuah kelompok, maka anggota kelompok tersebut pura-pura aktif atau malah
ada beberapa kelompok yang didekati malah diam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan pada
Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 berbentuk diagram batang apabila dibandingkan
dengan kondisi awal disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I
No Indikator Kondisi
Awal (%)
Siklus I
(%)
Peningkatan
(%)
1 Siswa memperhatikan selama guru
memberikan penjelasan 65,63 87,50 21,87
2 Siswa mendengarkan penjelasan dari
guru 65,63 87,50 21,87
3 Siswa mencatat materi yang
disampaikan guru 40,63 84,38 43,75
4 Siswa berani menanggapi penjelasan
dari guru 7,81 26,56 18,75
5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 9,38 25,00 15,62
6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan
semangat 31,25 89,06 57,81
7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan
masalah 40,63 81,25 40,62
8 Siswa mencari sumber-sumber untuk
memecahkan masalah 12,50 17,19 4,69
9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 42,19
10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 34,38 60,94 26,56
11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 25,00 67,19 42,19
12 Siswa mengemukakan pendapat 6,25 34,38 28,13
Mencermati Tabel 4.4, diperoleh keterangan bahwa selalu terjadi
peningkatan pada setiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus I
dibandingkan dengan kondisi awal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memberikan efek positif terhadap aktivitas belajar siswa. Peningkatan yang cukup
signifikan adalah terjadi dalam aktivitas pembelajaran kelompok seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ditunjukkan pada indikator nomor 6, 7, 9 dan 11. Siswa mulai bersemangat ketika
pembelajaran kelompok didesain dengan inovatif dan teratur. Siswa juga
termotivasi untuk bekerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah,
melakukan diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Perbandingan persentase
ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa dapat juga disajikan dalam diagram
batang pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I
Berdasarkan rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa
pada siklus I diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar > 60
jumlahnya sama dengan siswa yang nilai aktivitas belajarnya < 60, yaitu masing-
masing sebanyak 16 siswa atau berbagi 50%. Hasil rekapan tersebut disajikan
pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I
Aspek yang
dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)
Aktivitas Belajar
Siswa
Nilai ≥ 60 16 50
Nilai < 60 16 50
Tabel 4.5 dapat disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar 4.5:
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
65,
63
65,
63
40,
63
7,8
1
9,3
8
31,
25 40,
63
12,
5
37,
5
34,
38
25
6,2
5
87,
5
87,
5
84,
38
26,
56
25
89,
06
81,
25
17,
19
79,
69
60,
94 67,
19
34,
38
Ke
terc
apai
an d
ala
m %
Indikator
Kondisi Awal Siklus I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Gambar 4.5. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
Mencermati hasil yang diperoleh pada siklus I ini, diperlihatkan bahwa
sudah terjadi peningkatan aktivitas belajar dibandingkan dengan kondisi awal.
Namun, masih belum mencapai target yang direncanakan yaitu sebesar 75%.
Sehingga perlu diadakan tindakan lebih lanjut ke siklus berikutnya, yaitu siklus II
sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari siklus I sampai target tercapai
sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Pada akhir pembelajaran siklus I dilakukan evaluasi kemampuan kognitif
siswa. Hasilnya 25% dari seluruh siswa kelas X-6 mencapai batas tuntas dan
dinyatakan lulus. Sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 75% dengan nilai
batas ketuntasan minimum di kelas X-6 SMA MTA Surakarta untuk pelajaran
Fisika adalah 70. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 18. Jika
dibandingkan dengan kondisi awal, diperlihatkan bahwa kemampuan kognitif
siswa meningkat sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I
Aspek Persentase Ketercapaian Peningkatan
Kondisi Awal Siklus I
Persentase Ketercapaian Nilai
Kemampuan Kognitif
18,75% 25% 6,25%
Nilai >6050%
Nilai <6050%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 4.6 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I
Berdasarkan data-data hasil refleksi dan observasi, selanjutnya peneliti
dan guru bersepakat tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut
tersebut adalah :
a. Menekankan proses pembelajaran yang mendukung peningkatan pada
indikator aktivitas yang masih rendah.
b. Mengarahkan dan membimbing siswa untuk mengadakan belajar kelompok di
luar kelas, misalnya di asrama atau di perpustakaan.
c. Memberi petunjuk kepada siswa yang pandai dari tiap kelompok agar
membimbing anggota kelompoknya yang masih kurang dalam penguasaan
materi ketika belajar kelompok di luar kelas.
d. Memberikan umpan yang lebih banyak sehingga siswa terpancing untuk
terbiasa bertanya atau mengungkapkan pendapat.
e. Mengarahkan siswa untuk lebih aktif mencari referensi-referensi yang dapat
mendukung penguasaan materi
f. Meningkatkan kerjasama kelompok dengan menekankan kembali tugas
masing-masing anggota dalam kelompoknya
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00Kondisi Awal
18,75%
Siklus I25%
Ke
terc
apai
an d
ala
m %
Tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
C. Hasil dan Pembahasan Siklus II
Mempertimbangkan hasil refleksi siklus I, maka dilakukan perencanaan
pelaksanaan tindakan pada siklus II yang difokuskan pada perbaikan dan
penyempurnaan terhadap kendala-kendala yang terdapat pada siklus I. Adapun
tindakan perbaikan dan penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan
memberikan penekanan kepada siswa untuk lebih memaksimalkan belajar
kelompok di asrama dengan dipimpin oleh siswa yang paling pandai dalam
kelompok tersebut. Sehingga ketika pembelajaran di kelas bisa lebih efektif dalam
diskusi kelompok asal. Selain itu, siswa lebih diarahkan lagi untuk lebih aktif
mencari referensi-referensi yang mendukung materi. Adapun untuk lebih
membiasakan siswa dalam mengasah oralnya, maka diberikan umpan-umpan yang
lebih banyak.
Dari pengamatan observer dengan mencermati data yang terisikan pada
lembar observasi aktivitas dan catatan lapangan pada siklus II ini sudah
mengalami peningkatan dibandingkan kondisi siklus I. Aktivitas siswa sudah
semakin alami, artinya tidak lagi terpengaruh oleh keberadaan observer. Diskusi
di kelas juga sudah semakin terkondisikan, yaitu lebih teratur dan lebih
prosedural. Namun, masih ada beberapa siswa yang bertanya dengan anggota
kelompok lain yang didekatnya dan sedikit siswa masih ada yang cerita dengan
temannya tetapi masih mampu diatasi oleh guru. Kelompok yang masih kelihatan
pasif selalu didekati guru untuk diarahkan dan diberi umpan-umpan agar lebih
aktif.
Observasi dilakukan dengan bantuan seorang observer. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak teramati langsung oleh guru selama
aktivitas proses belajar mengajar. Data hasil observasi langsung merupakan data
yang akurat yang dapat dijadikan acuan untuk proses pembelajaran selanjutnya.
Observer dalam melakukan tugasnya dipandu dengan format lembar observasi
aktivitas belajar siswa yang terdiri dari 12 indikator. Hasil observasi yang telah
dilaksanakan selama siklus II ini disajikan dalam Tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel 4.7. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II
No Indikator Pertemuan (%) Rata-rata
(%) I II
1 Siswa memperhatikan selama guru
memberikan penjelasan 93,75 93,75 93,75 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 93,75 93,75 93,75 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan
guru 87,50 96,88 92,19 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari
guru 28,13 40,63 34,38 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 37,50 34,38 35,94 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan
semangat 93,75 93,75 93,75 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan
masalah 84,38 90,63 87,50 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk
memecahkan masalah 25,00 34,38 29,69 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 81,25 81,25 81,25
10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 84,38 87,50 85,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 84,38 90,63 87,50 12 Siswa mengemukakan pendapat 56,25 65,63 60,94
Diagram yang menggambarkan ketercapaian indikator aktivitas belajar
siswa pada siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Tabel 4.7 dan diagram batang pada Gambar 4.7 menunjukkan persentase
ketercapaian tiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus II yang dihitung
berdasarkan jumlah siswa kelas X-6. Adapun rekap hasil observasi aktivitas
belajar siswa pada siklus II disajikan pada Lampiran 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Gambar. 4.7. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan tetap dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak dua kali
pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran di siklus II ini pada dasarnya adalah untuk
memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran pada siklus II berdasarkan hasil
refleksi siklus I yang didiskusikan dengan guru pengampu. Secara umum
pembelajaran siklus II ini telah terlaksana dengan baik dan sesuai rencana.
Buktinya telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan siklus I.
Berikut ini disajikan tabel perbandingan ketercapaian indikator aktivitas
belajar siswa antara siklus I dan siklus II.
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semua indikator aktivitas belajar siswa
selalu meningkat dibandingkan dengan siklus I. Walaupun masih ada indikator
yang tergolong rendah pada siklus II ini, yaitu indikator nomor 4, 5 dan 8, namun
tetap terjadi peningkatan dari siklus I.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
93,75 93,7592,19
34,38 35,94
93,75
87,50
29,69
81,2585,94 87,50
60,94
KET
ERC
AP
AIA
N d
ala
m %
INDIKATOR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Tabel 4.8. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II
No Indikator Siklus (%) Peningka
tan (%) I II
1 Siswa memperhatikan selama guru
memberikan penjelasan 87,50 93,75 6,25
2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 87,50 93,75 6,25
3 Siswa mencatat materi yang disampaikan
guru 84,38 92,19 7,81
4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari
guru 26,56 34,38 7,81
5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 25,00 35,94 10,94
6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan
semangat 89,06 93,75 4,69
7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan
masalah 81,25 87,50 6,25
8 Siswa mencari sumber-sumber untuk
memecahkan masalah 17,19 29,69 12,50
9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 79,69 81,25 1,56
10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 60,94 85,94 25,00
11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 67,19 87,50 20,31
12 Siswa mengemukakan pendapat 34,38 60,94 26,56
Diagram batang yang menggambarkan Tabel 4.8 disajikan pada Gambar
4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Gambar 4.8. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II
Hasil rekap pengolahan data yang diambil dari lembar observasi aktivitas
belajar siswa pada siklus II diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas
belajar lebih dari atau sama dengan 60 ada 27 siswa atau sekitar 84,375% dari
jumlah seluruh siswa kelas X-6 yaitu 32 siswa. Adapun sisanya sejumlah 5 siswa
atau sekitar 15,625% memiliki nilai aktivitas belajar dibawah 60. Hasil rekapan
disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
Aspek yang
dinilai Kategori Jumlah siswa Persentase (%)
Aktivitas Belajar
Siswa
Nilai ≥ 60 27 84,375
Nilai < 60 5 15,625
Tabel 4.9 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie seperti pada
Gambar 4.9.
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
87,
50
87,
50
84,
38
26,
56
25,
00
89,
06
81,
25
17,
19
79,
69
60,
94
67,
19
34,
38
93,
75
93,
75
92,
19
34,
38
35,
94
93,
75
87,
50
29,
69
81,
25
85,
94
87,
50
60,
94
Ke
terc
apai
an d
ala
m %
Indikator
Siklus I Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Gambar 4.9. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari lembar observasi pada semua
siklus, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai aktivitas belajar siswa pada
siklus II dibandingkan pada siklus I. Dan persentase nilai aktivitas belajar siswa
pada siklus II ini juga sudah memenuhi target, karena terdapat sekitar 84,375%
dari total jumlah seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan
60. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada aspek aktivitas belajar siswa
dari proses pembelajaran sampai pada siklus II ini telah memenuhi target yang
direncanakan. Perbandingan nilai aktivitas siswa tiap indikator pada kondisi awal,
siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 4.10.
Adapun persentase ketercapaian nilai aktivitas belajar siswa baru bisa
mencapai target setelah selesai proses pembelajaran siklus II sebagaimana yang
ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II
dibandingkan dengan target awal sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.11,
maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
pada pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran
2011/2012.
Nilai >6084,375%
Nilai <6015,625%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Tabel 4.10. Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II
No Indikator Kondisi
Awal (%)
Siklus I
(%)
Siklus II
(%)
1 Siswa memperhatikan selama guru
memberikan penjelasan 65,63 87,50 93,75
2 Siswa mendengarkan penjelasan dari
guru 65,63 87,50 93,75
3 Siswa mencatat materi yang disampaikan
guru 40,63 84,38 92,19
4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari
guru 7,81 26,56 34,38
5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal
yang kurang jelas 9,38 25,00 35,94
6 Siswa menempatkan dirinya kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan
semangat 31,25 89,06
93,75
7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan
masalah 40,63 81,25 87,50
8 Siswa mencari sumber-sumber untuk
memecahkan masalah 12,50 17,19 29,69
9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 81,25
10 Siswa memperhatikan selama temannya
presentasi 34,38 60,94 85,94
11 Siswa mendengarkan penjelasan dari
temannya 25,00 67,19 87,50
12 Siswa mengemukakan pendapat 6,25 34,38 60,94
Tabel 4.11. Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II Aspek Persentase Ketercapaian
Target Siklus I Siklus II
Persentase Ketercapaian Nilai
Aktivitas Belajar Siswa
75% 50% 84,375%
Adapun untuk evaluasi kemampuan kognitif siswa didapatkan hasil
bahwa sebanyak 23 siswa atau sekitar 72% dari jumlah seluruh siswa kelas X-6
telah mencapai batas tuntas, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 9 siswa atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
sekitar 28% dari jumlah seluruh siswa di kelas tersebut belum mencapai batas
tuntas. Batas ketuntasan minimum yang diberlakukan untuk mata pelajaran Fisika
adalah nilai 70. Jika dibandingkan kemampuan kognitif siswa pada kondisi awal,
lalu pada siklus I dan siklus II tampak pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Aspek Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Persentase Ketercapaian
Nilai Kemampuan
Kognitif
18,75% 25% 72% Meningkat
53,25%
Data pada Tabel 4.12 dapat pula disajikan dalam diagram batang berikut:
Gambar 4.10. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II ini
sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.12 dan diagram batang pada Gambar 4.10
yang menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dan telah mencapai
target, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
Kondisi Awal18,75%
Siklus I25,00%
Siklus II72,00%
Ke
terc
apai
an d
ala
m %
Tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal
diantaranya: (1) observer yang hanya 2 orang saja dimungkinkan tidak dapat
merekam kegiatan atau aktivitas siswa secara keseluruhan; (2) teramati beberapa
kali siswa memunculkan suatu indikator aktivitas belajar, tapi hanya tercatat
sekali dalam lembar aktivitas; (3) indikator dalam lembar observasi aktivitas
belajar siswa hanya memuat aktivitas yang positif saja, tidak memuat aktivitas
yang negatif, sehingga tidak dapat menggambarkan aktivitas siswa secara
menyeluruh, baik aktivitas yang positif maupun aktivitas yang negatif; (4) soal
ulangan akhir semester yang dijadikan acuan dalam mengetahui kondisi awal
kognitif siswa tidak dianalisis terlebih dahulu validitas, reliabilitas, daya beda
maupun taraf kesukaranya, sehingga belum bisa dipastikan kebenarannya dalam
menggambarkan kondisi kognitif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Fisika Siswa
Penelitian ini menghasilkan data bahwa dengan menerapkan tindakan
yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selalu terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Fisika. Melalui
kegiatan siswa berupa diskusi dalam kelompok asal maupun kelompok ahli,
memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
gagasan/ide/pendapatnya, sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa diminta untuk aktif mencari dan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. Alhasil, siswa lebih
antusias dan aktif dalam pembelajaran, bahkan tidak hanya di dalam kelas, tapi
juga di luar kelas. Demikian juga terlihat dalam lembar observasi aktivitas
belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari
12,5% pada kondisi awal menjadi 50%. Namun, hasil ini belum memenuhi
target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan
pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih
kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang
kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa
menjadi 84,375%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prosentase
ketuntasan pada nilai aktivitas belajar siswa pada rangkaian proses
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dan
akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan demikian
penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6
SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.
2. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif Siswa
Penelitian ini menghasilkan data bahwa selalu terjadi peningkatan
kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran Fisika. Tindakan pertama
dilakukan dengan membimbing siswa untuk membahas materi yang ditekankan
melalui diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan langkah ini
terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 18,75% pada tahap
awal menjadi 25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat
jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 70%. Maka pada tindakan kedua
dilakukan banyak perbaikan, diantaranya dengan pembimbingan dan
penekanan untuk melakukan belajar kelompok di luar kelas, terutama di
asrama. Selain itu, juga penekanan pada optimalisasi pemanfaatan sumber
belajar yang tersedia, baik dari buku maupun internet. Langkah ini memberikan
pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti
ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini
meningkat tajam menjadi 72%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
prosentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian
proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe
Jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan
demikian, penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penguatan
hasil penelitian sebelumnya, dasar pengembangan penelitian selanjutnya serta
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah-
langkah penggunaan model pembelajaran inovatif pada mata pelajaran Fisika
di SMA. Serta dapat digunakan untuk menghasilkan kualitas pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
yang optimal dengan melibatkan peran aktif bersama antara sesama siswa,
guru, orang tua dan pihak sekolah yang lain guna meningkatkan aktivitas
belajar dan kemampuan kognitif siswa.
2. Implikasi Praktis
Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar Fisika
untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa dalam
proses pembelajaran Fisika.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan refleksi yang telah dilakukan, dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Hendaknya guru dapat menyajikan materi Fisika dengan model-model
pembelajaran yang inovatif sehingga siswa merasa tidak bosan, senang dan
semangat dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, guru harus lebih cermat lagi
dalam memilih metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
materi. Lebih jauh lagi, hendaknya guru melanjutkan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan mendiagnosis permasalahan lain yang dirasakan guru
selama proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Bagi Peneliti
a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis sedapat mungkin
menganalisis kembali terlebih dahulu perangkat pembelajaran yang telah
dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi waktu,
fasilitas pendukung dan karakteristik siswa yang ada pada sekolah tempat
penelitian tersebut dilakukan.
b. Peneliti lain lebih mencermati lagi lembar observasi aktivitas belajar siswa
yang digunakan. Hendaknya tidak hanya memuat aktivitas yang positif saja,
namun juga memuat aktivitas yang negatif, sehingga pengamatan lebih
menyuluruh pada setiap aktivitas siswa. Selain itu lebih cermat lagi dalam
melakukan pengamatan, sehingga siswa yang memunculkan suatu indikator
aktivitas belajar secara berulang tetap tercatat semuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
c. Dalam melakukan pengamatan tidak hanya menggunakan 2 observer saja,
namun hendaknya lebih banyak lagi, sehingga semua hal yang terjadi
selama pembelajaran tercatat seluruhnya secara maksimal. Atau dengan
menggunakan perekam CCTV untuk mendapatkan hasil yang lebih
maksimal.
d. Soal-soal untuk menguji kemampuan kognitif siswa termasuk yang
digunakan untuk melihat kondisi awal siswa hendaknya dianalisis terlebih
dahulu validitas, reliabilitas, daya beda dan taraf kesukarannya.
e. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian
selanjutnya dengan memberikan variasi menggunakan media pembelajaran
yang lain (misalnya LCD, Internet) untuk melihat efeknya terhadap ativitas
belajar siswa.
top related