desain pembelajaran sebagai suatu sistem
Post on 22-Jul-2015
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan tenaga pengajar
yang melaksanakan tugas mengajar dan kegiatan warga belajar yang
melaksanakan kegiatan belajar. Kegiatan pengajar dan kegiatan warga belajar
berada pada suatu konteks interaksi belajar mengajar.
Proses belajar mengajar sebagai suatu sistem yang komponennya bekerja
sama sejak kegiatan awal sampai dengan kegiatan berakhir. Menurut pandangan
manajemen proses belajar mengajar meliputi tiga kegiatan, yakni Model desain
instruksional, pelaksanaan instruksional, dan pelaksanaan penilaian pengajaran.
Tahap desain instruksional menjadi pola penentu bagi tahap kegiatan
pelaksanaan dan tahap kegiatan penilaian. Dengan kata lain, desain yang baik
memungkinkan menciptakan suatu kegiatan yang baik, dan kegiatan yang baik
memungkinkan menciptakan hasil penilaian yang baik. Betapa pun baiknya suatu
desain instruksional belum menjamin terjadi suatu kegiatan yang baik, apalagi
mencapai suatu hasil yang baik. Kendatipun demikian, dapat diprediksi bahwa
dengan adanya desain instruksional yang baik akan membimbing pelaksana dalam
mencapai suatu tujuan instruksional yang baik.
Instruksi lebih mungkin menjadi efektif jika direncanakan untuk
melibatkan para siswa dalam kegiatan yang memfasilitasi pembelajaran. Dengan
menggunakan prinsip-prinsip desain instruksi, guru dapat memilih, atau
merencanakan dan mengembangkan kegiatan terbaik untuk membantu siswa
belajar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Desain Instruksional Sebagai Suatu Sistem
Istilah sistem telah digunakan secara luas dan dan secara umum berarti
benda, peristiwa, kejadian atau cara yang terorganisasi yang terdiri atas bagian-
bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian tersebut secara bersama-sama
berfungsi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa
suatu benda atau peristiwa baru disebut system bila memenuhi empat kriteria
secara serentak, yaitu : pertama, dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, kedua setiap bagian tersebut mempunyai fungsi secara bersama, ketiga
seluruh bagian itu melakukan fungsi secara bersama. Keempat fungsi bersama
yang dilakukannya mempunyai suatu tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai oleh
fungsi dari satu atau beberapa bagian saja darinya.
Kadang-kadang kita merasa kata sistem hanya tepat untuk benda atau
peristiwa yang besar atau prosedur yang mempunyai ruang lingkup luas, mesin tik
hanyalah bagian dari administrasi keuangan, karena itu ia hanya sebuah sub
system. Peredaran darah hanyalah sebuah sub sisitem dari system tubuh manusia.
Demikian pula lemari es yang merupakan salah satu bagian dari pabrik
pengalengan ikan dan pesawat televise sebagai bagian dari system
telekomuniukasi.
Bila pola berfikir di atas diikuti secara konsisten, administrasi keuangan
pun belum dapat disebut sebagai suatu system karena ia hanya salah satu bagian
dari administrasi secara keseluruhan di suatu kantor. Demikian pula manusia
sebagai subsistem dari masyarakat desa tempat tinggalnya. Kalau begitu,
administrasi atau masyarakat desa tempat tinggalnya. Kalau begitu, administrasi
atau masyarakat desa adalah suatu system, sedangkan yang lebih kecil dari itu
disebut subsistem.
Lebih luas dari suatu sisitem adala suprasistem. Administtrasi umum
hanyalah bagian dari pengelolaan suatu kantor yang berstatus suprasistem. Sistem
3
sosial masyarakat desa adalah bagian dari suprasistem masyarakat suatu
kecamatan. Sistem telekomunikasi adalah bagian dari suprasistem komunikasi.
Batas subsistem, sistem dan suprasisitem tergantung kepada tempat
kedudukan anda atau di manan anda mendapatkan diri. Bila anda sedanag
mengajar didepan kelas tau mempelajari cara mengajar, kegiatan instruksional
dapat anda tempatkan sebagai suatu sisitem, sedangkan penyelenggaran tes
sebagai subsisitem, dan pengelolaan program pendidikan di lembaga anda bekerja
sebagai suprasistem.
Demikian pula, bila anda menempatkan diri sebagai seorang ahli
antropologi budaya yang bekerja di suatu provinsi. Kebudayaan suku bangsa di
provinsi tempat anda bekerja dapat dipandang sebagai suatu sistem. Sedangkan
kebudayaan di suatu desa di dalam daerah provinsi tersebut dinamakan
subsisitem, dan kebudayaan bangsa Indonesia disebut suprasistem. Btas lingkup
sistem ditentukan ditentukan oleh orang yang memandangnya. Seseorang melihat
batas itu dari tempat ia berdiri.
Setiap sisitem menerima masukan dari suprasistem berupa bahan mentah,
tenaga, atau sumber daya. Masukan itu diolah dalam sistem dan kemudian
menghasilkan keluaran yang dikembalikan lagi kepada suprasistem berupa produk
barang dan atau pelayan. Karena itu, bila suatu sisitem tidak berfungsi, misalnya
disebabkan tidak mendapat masukan dari suprasisitem atau tidak dapat mengolah
masukan tersebut sehingga tidak menghasilkan keluaran seperti yang diinginkan,
sistem itu perlu diganti atau diperbaiki. Filbeck (1974, p. 21) melukiskan model
sisitem secara umum dalam diagram yang tampak dalam gambar.
Gambar 1. Model Sistem Secara Umum
4
Filbeck melukiskan sisitem sebagai lingkaran besar yang berada di tengah. Di
dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran kecil sebagai subsistem yang salaing
berhubungan atau berintegrasi dalam menjalankan fungsinya.
Hubungan antara dua susbsisitem mungkin berbeda dengan hubungan
antara dua subsistem yang lain. Subsisitem B dan D yang dilukiskan dengan dua
anak panah timbal balik, misalnya terjadi antara bagian administrasi dan
perpustakaan. Bagian administrasi member biaya dan tenaga kerja, sedangkan
bagaian perpustakaan memebrikan data tantang daftar buku yang diperlukan,
kebutuhan tenga kerja dan ruangan perpustakaan kepada bidang administrasi
untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keoutusan.
Hubungan anta subsistem A dan C dilukiskan dengan satu anak panah.
Subsistem A, misalnya bagian pengembangan kurikulum, memberikan data
kepada subsisitem C, misalnya bagian produksi media, utnuk dijadikan dasar
dalam mengembangkan media yang tepat guna.
Masukan yang diterima dari suprasisitem dilukiskan dengan anak panah
besar di sisi kiri dan keluaran yang dikembalikan kepada suprasistem dilukiskan
sebagai anaka panah besar pula di sebelah lingkaran sisitem.
Dari konsep sistem berkembang bebrapa terminology yang berkaitan, yaitu
pandangan sisitem (system view), pendekatan sisitem (system approach), analisis
sistem ( sisitem analysis) dan sintesa sisitem (system synthesisi). Pandangan
sistem adalah kebiasan orang dalam memandang benda atau peristiwa dalam
hidup sebagai suatu sistem. Bila pdangangan sisitem ini diterapkan dalam
memcahkan masalah, proses pemecahan masalah itu disebut pendekatan sistem.
Dalam proses tersebut terlibat kegiatan memecah suatu sistem menjadi beberapa
subsistem dengan subsisitem yang lain. Kegiatan ini disebut analisis sitem. Denga
analisis sistem kita tidak saja dapat mengidentifikasi subsistem menjadi bagian
bagian suatu sistem, tetpi juga mengidentifikasi fungsi setiap sisitem serta kaitan
subsisitem yang satu dengan yang lain dalam menjalankan fungsi bersama.
Dengan analisis sistem dapat pula diidentifikasi subsisitem amana yang tidak
berfungsi dengan baik sehingga perlu diganti atau diperbaiki.
5
Di samping analisis sisitem, dalam pendekatan sistem terlibat pula sintesis
sistem yang merupakan kegiatan memadukan, menambahkan, atau
mengkombinasikan subsisrtem baru kepada subsistem yang telah ada sehingga
menimbulkan sistem baru. Filbeck menggambarkan dalam bentuk bagan kaitan
antara konsep sisitem, pandangan sisitem, pendekatan sisitem, analisis sistem dan
sintesis sistem seperti dalam gambar.
Hasil penerapan pendekatan sistem dalam memecahkan masalah
isntruksional adalah sistem instruksional yang efektif dan efisien. Demikian pula
penerapannya dalam proses pengembangan instruksional dapat menghasilkan
suatu sistem instruksional (Twelker, Urbach dan Buck, 1972). Bentuk nyata dari
sisitem instruksional itu adalah suatu set bahan kita terhadap desain instruksinal.
Hamereus (1968) menyatakan bahwa desain instruksional adalah
“syatematic process of bringing relevant goal into effective learning activity”.
Definisi ini menyetakan bahwa desain instrtuksional merupakan proses sistematik
untuk memungkinkan tujuan umum dicapai melalui proses belajar yang efektif.
Proses yang sisitematik itu dimulai dengan rumusan tujuan umum.
Ahli lain, Gustafon (1997) menyatakan bahwa deain instruksional adalah
‘a process for improving the quality instruction’. Definisi ini menekankan maksud
dari proses desain instruksional yang pada akhirnya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Buhl (1975) dalam Reigeluth, C M., Bunderson, C. Victor dan Merril M.
David (1978) mengatakan bahwa desain instruksional adalah “ A set of activities
aimed at improving the conditions of learning for students’. Definisi ini melihat
desain instruksional sebagai rangkaian kegaiatan yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kondisi-kondisi belajar agar dapat membantu pesrta didik.
“Instructional Design Means more than leterally creating instrumentation.
It is associated with the broader concept of analyzing human performance
problem systematically, identifying the root causes of those problems, considering
various solutions to addres the root causes, and and implementing the solutions in
ways designed to minimize the unintended consequences of corrective action”,
6
kata Rothwel and Kazanas (2004, p. 3). Mereka berpendapat bahwa desain
instruksional lebih dari menciptakan intrumentasi atau alat tetapi lebih terkait
dengan konsep lebih luas tentang penganalisasian masalah kinerja manusia secara
sistematik. pengidentifikasian akar penyebab masalah-maslah tersebut dan
pelaksanaan pemecahan masalah dengan cara yang dirancang untuk meminilkan
akibat yang tidak diharapkan dari tindakan perbaikan.
Definisi ini sangat panjang karena menunjukkan keluasan lingkup kehiatan
dan kompleksitas desain instruksional. mereka memandang desain instruksional
dari segi proses awal sampai akhir dalam pemecahan masalah kinerja manusia
sehingga menjadi solusi yang efektif untuk menghasilkan kinerja yang
diharapkan. Dalam prose situ termasuk mempertimbangkan berbagai alternative
pemecahan masalah yang berbasisikan berbagai akar penyebabnya.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa desain
instruksional adalah suatu proses sistematis, efektif dan efisien dalam
menciptakan sisitem instruksional untuk memecahkan masalah belajar atau
peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian kegiatan pengidentifikasian
maslah, pengembangan dan pengevaluasian.
Istilah “desain instrksional” acapkali dipadankan dengan “desain
pembelajaran” atau “perancangan pembelajaran’. Penggunaan istilah-istilah itu
dapat dipertukarkan sepanjnag pengertiannya tetap mengacu pada terminolgi
teknis asalnya, instructional design.
Beberapa istilah yang berkaitan erat dengan desain istruksional antara lain
learning, yang menurut Rebert M. Gagne (1985) “is a change in human
disposition or capability that persists over a period of time and is not simply
ascribable to processes of growth”. Definisi ini memandang belajar berbagai hasil
bukan proses. Hasil tersebut berkenaan dengan perubahan pada kapabilitas
manusia yang secara tetap terjadi sepanjang periode tertentu dan bukan karena
kebetulan sebagai akibat dari proses perkembangan diri.
Istilah lain yang berkaitan dengan desain instruksional adalah performance
atau kinerja. Seperti haknya learning, performance merupakan tujuan akhir dari
7
pembelajaran. Kinerja menurut Rothwell dan Kazanas (2004, p. 5) adalah “the
achievement of result, the outcomes (ends) to which purposeful activities (Means)
is directed”. Kinerja menurut mereka adalah produk akhir dari kegiatan yang
dilakukan oleh manusia berdasarkan kapabilitas yang dimilikinya.
Pembelajaran, istilah lain yang acapkali terkait dengan desain
instruksional, merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari bagian-bagian
dengan fungsi masing-masing dan secara bersama berbentuk satu kesatuan dengan
satu fungsi mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya.
Apabila salah satu bagian di dalamnya tidak berfungsi dengan beik, tujuan
instruksional yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai dengan baik pula. Karena
itu, pembelajaran memenuhi sifat sisitem.
Beberpa istilah penting yang kait mengait mulai dari pembentukan konsep
sisitem sampai menjadi pendekatan sisitem dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut.
Gambar 2. Pengembangan Keterampilan Sistem
Gambar tersebut menunjukkan bahwa proses pendekatan sisitem yang
digunakan dalam pemecahan maslah dimulai dari studi terhadap system yang ada
yang menghasilkan hal-hal yang bersifat psitif dan negatif tentang fungsi suatu
sisitem yang sudah ada, baik secara keseluruhan maupun per subsistem. Hasil
studi tersebut membentuk konsep system pada diri individe yang melakukan studi
8
dan sekaligus mempengaruhi perseposinya terhadap dunia khususnya lingkungan
sisitem tersebut. Konsep system ini dipahami menjadi pandangan system (system
view) yang membuat individu bersangkutan selalu memandang bahwa setiap
masalahtidak pernah berdiri sendiri. melainkan terkait berbagai factor lain yang
berada di sekitarnya.
Kebiasaan menerapkan pendangan system dalam pemecahan masalah
menciptakan pendekatan system (system analysis) dan sintesis system ( System
synthesis). keduanya berfungsi dalam pemecahan suatu masalah. Penggunaan
pendekatan system ditandai dengan teridentifikasinya berbagai kemungkinan
penyebab dan berbagai kenungkinan solusi sebelum terpilih salah satu solusi yang
diperkirakan paling efektif dan efisien.
Penggunaan pendekatan sisitem dalam kegiatan isntruksional berkembang
lebih pesat setelah munculnya teknologi instruksional sejak awal tahun 1960-an.
Sebagai ilmu, bidang kajian dan profesi, teknologi instruksional berkembang
terus. Selain komponen pengajar, pengajar, peserta didik dan fasilitas, kegiatan
instruksional dianalisis menjadi subsistem-subsisitem sebagai berikut: tujuan
isntruksional, tes, strategi instruksional, bahan instruksional, dan evaluasi. Oleh
karena itu, untuk memecahkan masalah isntruksional kita perlu menguji fungsi
setiap subsisitem tersebut melalui analisis system. Hasil analisis ini memberi
petunjuk subsisitem yang perlu diganti atau diperbaiki. Langkah lain adalah
mensintesis system baru dengan cara mengintegrasikan berbagai subsisitem baru
untuk mewujudkan suatu sisitem yang lebih baik.
Untuk mengembangkan sisitem instruksional yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan para pemangku kepentingan pendidikan muncul suatu teknologi yang
disebut desain instruksional yang merupakan bagian dari teknologi instruksional.
Pada dasarnya desain isntruksional merupakan proses mengidentifikasi subsistem
yang satu dengan yang lain, mengembangkan fungsi setiap subsistem, mensintesis
semua subsistem yang ada di dalamnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian
mengevaluasi fungsinya sebgai suatu system keseluruhan.
9
Secara sederhana, bagan pendekatan sisitem dalam desain isntruksional
tampak sebagai berikut.
Pendekatan system dalam dunia pendidikan sebenarnya merupakan digusi
dari pendekatan system yang semula digunakan oleh pengembangan sisitem
persenjataan pada angkatan bersenjata amerika serikat. Dari sana pendekatan
system mejalar ke bidang insdustri untuk memproduksi komoditi mereka sebelum
menyebar ke biodang-bidang lain termasuk pendidikan.
Penerapan pendekatan sisitem dalam sunia pendidikan dapat diarahkan
kepada berbagai tujuan tergantung kepada maslah yang akan dipecahkan. Hasil
penerapan pendekatan sisitem itu dapat berupa pelayanan administrasi, pelayanan
registrasi atau pengadaan bahan pembelajaran berbasis computer. Hasil
pendekatan sisitem pada akhirnya terarah kepada pencapaian dan peningkatan
kualitas hasil belajar pesrta didik.
Bagan pendekatan sisitem yang sedrhana seperti yang telah digambarkan
di atas akan berkembang lebih kompleks apabila digunakan untuk pemecahan
masalah, tergantung pada kompleksitas masalah dan besar-kecilnya lembaga
pendidikan. Walaupun demikian, prinsip yang digunakan untuk menyusun system
instruksional tersebut sama.
B. Penggunaan Desaian Instruksional
Pengembangan instruksional adalah terminology yang berkembang kurang
lebih lima puluh tahun yang lalu. Penerapannya di Indonesia mulai popular pada
permulaan 1970 dengan penggunaan Prosedur Pengembangan SistemInstruksional
Mengidentifikasi Mengembangkan Mengevaluasi
Formatif
Merevisi
10
(PPSI), khususnya dalam mengiringi kurikulum 1975 lebih menonjol pada tingkat
SD dan SMP tetapi juga di perguruan tinggi dan lembaga diklat baik yang berada
di bawah departemen maupun yang berstatus swasta. Tenaga-tenaga pengajar,
pelatih, pengembangan krikulum dan juga tenaga-tenaga khusus memberikan
perhatian yang lebih besar terhadaap kegiatan desaian instruksiona l.
Untuk mempertajam pemahaman tentang desain instruksional ada baiknya
ditambahkan pendapat berbagai ahli lan sebagai berikut:
Clarence Schauer (1971) dalamReigeluth, C.M, Bunderson, C. Victor dam
MerrilM.David (1978) menyebutnya sebagai perencanaan secara akal sehat untuk
mengidentifikasikan masalah belajar dan mengusahakan pemecahan masalah
dengan menggunakan rencana terhadap pelaksanaan evaluasi, ujicoba, umpan
balik, dan hasinya.
AT & T atau American Telephone & Telegraph (1985), mendefenisikan
desain instruksional sebagai suatu resep dalam menyusun peristiwa dan kegiatan
yang diperlukan untuk memberikan petunjuk untuk mencapai tujuan. AT & T
dipandang sebagai salah satu perusahaan telephone dan telegraf yang mempunyai
system pengembangan program latihan yang paling maju. Organisasi ini
membaagi proses pengembangan instruksional menjadi dua tahap yaitu proses
desain untuk menghasilkan cetak biru dan proses pengembanggan yang
menggunakan cetak biru.
Reigeluthdan AT & T tampaknya sejalan dan memunculkan diskusi cukup
panjang, dalam praktik tidak pernah terjadi bahwa kegiatan desain hanya berhenti
pada dihasilkannya cetak biru tetapi sampai pada tahap memproduksi dan tahap
memfalidasi program tersebut.
Bila diperhatikan model desaini instruksional karangan Dick, Carey &
Carey (2009) atau karangan Gagne (1979), merupakan dua model dari dua tokoh
kuat dalam bidang tersebut, proses desaininstruksional mereka sama panjangnya
dengan proses pengembangan instruksional.
11
Pengembangaan instruksional dan desainin struksional yaitu suatu proses
sistematis megidentifikasi masalah, mengembangkan strategi dan bahan
instruksional, serta mengevaluasi efektivitas dan efesiennya dalam mencapai
tujuan instruksional. Pengembangan instruksional atau desain istruksional adalah
proses sistematis dalam mencapai tujuan instruksonal secara efektif dan efisien
melalui pengi dentifikasi masalah, untuk menentukan hal-hal yang harus direvisi.
Kedua defenisi tersebut mengandung pengertian yang sama yaitu :
1. Tujuan atau hasil akhir desain instruksional adalah satu set produk
instruksional yang eektif dan efisien dalam mencapai tujuan instruksional.
Satu set produk ini disebut pula system instruksional.
2. Proses desain instuksional dimulai dengan mengidentifikasi masalah
dilanjutkan dengan mengembangkan strategi dan bahan instruksional,
kemudian diakhiri dengan mengevaluasi efektivitas dan efisiensinya.
Proses evaluasi di sini termasuk kegiatan revisi.
C. Berbagai Model Desain Pembelajaran
Penggunaan pendekatan sistem dalam desain instruksional telah
menghasilkan berbagai model. Tidak semua model itu serupa. Sebagian sesuai
untuk digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih luas, sebagian kecil
sesuai untuk pemecahan masalah yang lebih sempit, yaitu di suatu lembaga yang
mempunyai kondisi khusus. Berikut ini disampaikan lima model yang
tergolongpaling awal (tahun 1960-an) dan digunakan, baik oleh pengaragnya
sendiri maupun oleh orang lain. Perbandiangan kelima model ini diturunkan dari
karya Twelker, Urbach, dan Buck (1972). Judul dan pengarang kelima model
yang tergolong sebagai pendahulu tersebut tanpak dalam daftar berikut ini.
12
Tabel 1 Daftar Lima Buah Pendekatan Sistem dalam Pendidikan
No. Judul Pengarang Tahun
1. System Approach For Education (SAFE) Corrigan 1966
2 Michigan State university Instructional
System development model
Barson 1967
3 Project MINERVA Instructional System
Design
Tracey 1967
4 Teaching Research System Hamreus 1968
5 Banathy Instructional Development System Banathy 1968
Berikut ini disampaikan langkah-langkah dari setiap model tersebut.
1. SAFE Model
a. Tahap I, Analisis Sistem (Apa)
1. Menilai kebutuhan;
2. Menentukan tujuan misi;
3. Menentukan persyaratan misi;
4. Menentukan hambatan;
5. Menentukan profil misi dan peryratan dan hambatan;
6. Melakukan analisis fungsional tentang persyratan dan hambatan;
7. Melakukan analisis tugas dan persyaratan dan hambatan;
8. Melakukan analisis metode & alat dan persyaratan dan hambatan;
9. Membuat keputusan final tentang meneruskan atau berhenti;
b. Tahap II, Sintesis Sistem (Bagaimana)
1. Mengidentifikasi strategi perencanaan masalah;
2. Mendesain pengelolaan/rencana pelaksanaan untuk setiap alternatif;
3. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan efisiensi biaya;
4. Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan yang mempunyai
keefektifan biaya yang optimal;
5. Menyusun rencana validasi atau tes lapangan (metode/media) seduai
kebutuhan;
13
6. Implementasi/pengelolaan penggunaan rencana pelaksanaan;
7. Mengevaluasi penampilan (proses dan prduk);
8. Merevisi untuk mencapai prestasi yang dipersyaratkan.
2. The Michigan State Model, (Barson, 1967)
a. menetukan tujuan pendidikan umum, perguruan tinggi, fakultas, jurusan,
mata kulliah;
b. Mulai;
c. Mengumpulkan data masukan;
d. Menentukan prilaku awal dan akhir;
e. Mengembangkan rasional untuk ujian awal dan akhir;
f. Mengombinasikan seluruh data masukan;
g. Mengembangkan contoh pengajaran untuk isi pelajaran tertentu;
h. Memilih bentuk informasi yang representative;
i. Rencanakan strategi;
j. Menentukan alat transmisi berdasarkan hasil pemilihan bentuk informasi;
k. Mengumpulkan, mendesain, memproduksi media yang telah ditentukan;
l. Merampungkan;
m. Tes lapangan dengan kelompok peserta didi;
n. Mengidentifikasikan dan memperbaiki kesalahan;
o. Mengembangkan instru,ment evaluasi dengan menggunakan data
mahasiswa dan informasi media berdasarkan hasil pengembangan
rasioanal untuk ujian awal dan akhir (langkah 5);
p. Penerapan pada mata kuliah berdasarkan hasil langkah 15 dan 14;
q. Evaluasi dan mengulang kembali untuk memperbaiki sebagai mana
diperlukan.
3. Project MINERVA Models
a. Pengumpulan data pekerjaan;
b. Mengidentifikasi persyaratan pelatihan;
c. Merumuskan tujuan penampilan;
d. Menyusun tex penampilan
14
e. Memilih isi mata pelajaran;
f. Memilih strategi isntruksional;
g. Memproduksi bahan instruksional;
h. Melaksanakan kegiatan instruksional;
i. Melaksanakan dan menganalisis tes;
j. Mengevaluasi bahan instruksional;
k. Tindak lanjut lulusan.
Keterangan
Model Minerva sesuai untuk pengemabnagn diklat
4. Teaching Reserch System
a. Tahap I, Pendefinisian dan pengembangan dan Pengelolaan Sistem
1) Mengidentifikasi masalah instruksional;
2) Menentukan dan memilih staf pendukung;
3) Menentukan control pengelolaan;
4) Berdasarkan butir 2) dan 3) mengidentifikasi populasi peserta didik;
5) Berdasarkan butir 2) dan 3) mengumpulkan bahan pengajaran;
6) Berdasarkan butir 2) dan 3) menganalisis context isntruksional.
b. Tahap II, Analisis Desain
1) Mengidentifikasi tujuan prilaku;
2) Menyususn pengukur penampilan;
3) Berdasarkan butir 1) menetukan tujuan-tujuan khusus;
4) menyusun pengukur penampilan khusus;
5) Berdasarkan butir 3) mengidentifikasi jenis belajara;
6) Menentukan kondisi belajar;
7) Berdasarkan butir 5) menentukan penyesuaian terhadap pekerjaan
individual;
8) Menentukan bentuk kegiatan instruksional.
c. Tahap III, Pengembangan dan Penilaian
1) Pengemabnag psotiva instrksional;
2) Review teknis dan komunikasi;
15
3) Berdasarkan butir 1) melakukan uji coba prototype;
4) Meyelenggarakan tes penampilan;
5) Berdasarkan butir 5) mengidentifikasi hasil uji coba;
6) Menganalisis tes;
7) Berdasarkan butir 5) mengidentifikasi sistem instruksional:
8) Mengulang kembali.
5. The Banathy Model (Bela H. Banathy, 1968)
a. Tahap I, Analisis dan Perumusan Tujuan
1) Maksud sistem;
2) Spesifikasi tujuan;
3) Tes acuan patokan.
b. Tahap II, Analisis dan Perumusan tugas-tugas Belajar
1) Menentukan tuas-tugas belajar;
2) Menilai kompetensi masukan;
3) Melakuakan tes masukan;
4) Mengidentifikasi dan larakterisasi tugas-tugas belajar yang actual.
c. Tahap III, Desain Sistem Ttersebut
1) Analisis funsi, isi, dan urutan;
2) Analisis komponen;
3) Distribusi fungsi antar komponen;
4) Penjadwalan.
d. Tahap IV, Implementasi dan Kontrol Kualitas
1) Latihan sistem;
2) Tes sistem;
3) Pelaksanaan;
4) Mengevaluasi dengan menggunakan tes acuan patokan;
5) Mengubah untuk meningkatkan.
Kterangan:
Setiap atahap dihubungkan oleh garis umpan balik.
16
Kelima model pendekatan sistem tersebut dapat dibandingkan dari segi
pentahapan prosesnya. TIga tahap yang akan digunakan sebagai dasar
perbandiangan adalah:
Tahap pertama, Definisi Masalah dan Organisasi, meliputi tiga langkah,
yaitu :
a. Idenfikasi Masalah;
b. Analisis Latar (Setting);
c. Organisasi Pengelolaan.
Tahap Kedua, Analisis dan Pengembangan Sistem, meliputi tiga langkah
pula, yaitu:
a. Identifikasi Tujuan;
b. Penentuan Metode;
c. Penentuan Prototipe.
Tahap Ketiga, Evaluasi, Meliputi tiga langkah sebagai berikut:
a. Melaksanakan tes atau uji coba;
b. Menganalisis hasil uji coba;
c. Implementasi atau uji coba ulang.
Marilah kita mulai memperbandingkan kelima model tersebut langkah
demi langkah.
1. Tahap pertama, Definisi Masalah dan Organisasi, meliputi tiga langkah.
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi maslah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang
dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan antara
kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutuhan (needs). Bila
kesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau
diselesaikan. Kebutuhan yang besar dan ditetapkan untuk diatasi itu disebut
maslah, sedangkan kebutuha yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau
seterusnya diabaikan. I amrupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai
maslah. Hasil akhir dari identifikasi maslah adalah perumusan tujuan umum.
17
Bila kita perhatikan, bahasa yang digunakan kleima model diatas berbeda,
tetapi maksudnya sama. Perbandingan istilah yang dimisalkan oleh kelima model
tersbut sebagai berikut :
Tabel 2 perbandinagn istilah untuk meyatakan identifikasi masalah
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
Mendefinisikan masalah instruksional
Menentukan tujuan pendidikan umum: perguruan
Tinggi, Fakultas, Jurusan, Mata kuliah.
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Menilai kebutuhan;
2) Menentukan tujuan misi;
3) Menentukan persyaratan penempilan
(Performance) misi;
4) Menentukan hambatan;
5) Menentukan profil misi;
6) melakukan analisis fungsional;
7) Melakukan analisis tugas;
8) Melakuakan analisis metode dan alat;
9) Membuat keputusan kelayakan final (terus atau
berhenti);
Mengumpulkan data pekerjaan
Maksud sistem
b. Analisis Latar
Analisis latar meliputi kegiatan menentukan karakteristik pesrta didik dan
sumber belajara yang tersedia untuk digunakan dalam pemecahan masalah . Apa
bahsa yang dipergunakan oleh kelima model diatas?
18
Tabel 3 Perbandingan istilah untuk menyatakan analisis latar
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Mengidentifikasi populasi pesrta didik;
2) Mengumpulkan bahan pelajaran yang relevan;
3) Menganalisis context intruksional;
Mengumpulkan data masukan
Mengidentifikais strategi alternatif pemecahan
maslah
Mengumpulkan datapekerjaan
1) Menilai kompetensi masukan;
2) Tes masukan
c. Organisasi Pengeloalaan
kegiatan yang termsauk Organisasi Pengelolaan cukup luas, yaitu
meliputi:
1. Pendefinisian tugas dan tanggung jawab yang diperlukan.
2. Pembentukan jaringan berkomunikasi untuk mengorganisasikan
pengumpulan dan pendistribusian informasi kepada tim pengembangan;
3. Pembentukan rencana proyek dan prosedur control.
Kegiatan pengembangan instruksioanal untuk sklala luas seperti skala
nasional, regional, pperguruan tinggi atau lembaga, biasanya dilaksanakan oleh
suatu organisasi formal yang membagi tugas dan tanggung jawab setiap anggota
tim dengan jelas agar kegiatan pengembangan instruksioanal tersebut sejauh
mungkin terhindar dari hambatan atau kegagalan. Marilah kita lihat kembaloi
19
kelima model yang kita bandingkan masing-masing dan terminology apa yang
mereka gunakan untuk menjelaskan pengertian organisasi pengelolaan ini.
Tabel 4 perbandingan istilah untuk menyatakan organisasi pengelolaan
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Menentukan dan memilih staf pendukung
2) Menentukan control pengelolan
Tidak ada
Mendesain pengelolaan atau rencana pelaksanaan
setiap alternatif
Tidak ada
Tidak ada
2. Tahap Kedua, Analisis dan pengembangan Sistem
Hasil kegiatan tahap pertama, Defu=inisi Masalah dan Organisasi,
memberikan arah kepada atim atau pengembang instruksional untuk memulai
kegiatan tahap kedua, yaitu tahap Analisis dan Pengembanagan sistem. Tahap ini
meliputi tiga langkah, yaitu: identifikasi tujuan, penentuan etode dan pembuatan
prototype.
a. Identifikasi Tujuan
tujuan adalah apa yang akan dapat dikerjakan oleh pesrta didik setelah
menyelesaikan proses belajar. Tujuan ini haruslah bermanfaat bagi pesrta didik. Ia
berbentuk prilaku pesrta didik yang dapat diukur. Tujuan ini kemudian diuraikan
menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik.
20
Selanjutnya, tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang logis. Atas dasar tujuan
inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan kepada pesrta didik kelak.
Kelima model yang kita bandingkan menggunakan istilah yang berbeda
untuk menggambarkan pengertian tujuan tersebut.
Tabel 5 Perbandingan istilah untuk menyatakan identifikasi tujuan
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Mengidentifikasi tujuan perilaku (behavioral
objectives)
2) Menentukan tujuan misi
Menentukan secara spesifik perilaku awal dan akhir
Menentukan tujuan misi
Merumuskan tujuan penampilan
Spesifikasi tujuan
Bila kita perhatikan dengan cermat, kata tujuan yang digunakan kellima model
tersebut bervariasi. Ada yang menggunakan istilah tujuan yang menunjukkan
perilaku (behavioral objective), tujuan penampilan (performance objective), atau
tujaun saja (objective) untuk pengertian yang sama.
b. Penentuan Metode
Penentuan metode dan media isntruksional sangat penting untuk
memungkinkan pesrta didik mencapai tujuan instruksional Metode yang
diidentifikasikan dapat lebih dari satu, atau beberapa alternatif metode, karena
dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak efektif sehingga
perlu diganti dengan metode lain.
21
Istilah yang digunakan para ahli bervariasi. Ada yang menggunakan istilah
metode isntruksional untuk pengertian cara lain dan alat0alat yang digunakan
dalam kegiatan isntruksional, ada pula yang memisahkan pengertian metode dan
media sevagai cara dan alat transmisi. Sebagian lagi menggunakan istilah strategi
isntruksional untuk menggantikan kata metode dan media tersebut.\
Berbagai istilah digunakan oleh kelima model yang kita bandingkan
tampak sebagai berikut:
Tabel 6 Perbandingan istilah untuk meyatakan metode
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
1) Mengidentifikasi tipe belajar;
2) Menentukan kondisi belajar;
3) Menentukan penyesuaian terhadap perbedaan
individual;
4) Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional.
1) Merencanakan strategi
2) Mengembangkan contoh pengajaran untuk isi
pelajaran tertentu;
3) Memilih bentuk informasi yang refresentatif;
4) Menentuka alat transmisi.
1) Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan
yang mempunyai keefektifan biaya optimal
2) Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan
keuntungan biaya;
3) Memilih pengelolaan atau rencana pelaksanaan
yang mempunyai efektivitas biaya yang paling
optimal.
1) Memilih isi mata pelajaran;
2) Memilih strategi instruksioanal.
22
Banathy
1) Menentuka tugas-tugas belajar;
2) Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas
belajar actual;
3) Menganalisis fungsi;
4) Menganalisis komponen;
5) Pendistribusian;
6) Penjadwalan.
c. Pembuatan Prototipe
Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan
barang yangs sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini mpula dimulai
pengembangan desain evaluasi dan permulaan reviu teknis terhdap sistem tersebut
oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk mengukur perilaku
pesrta didik, baik sebelum maupun setelah uji coba nanti.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelima model yang kita
bandingkan tampak dalam tabel di bawah ini.
Tabel 7 Perbandingan istilah untuk menyatakan pembuatan prototipe
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
1) Mengembangkan prototipe isntruksional;
2) Menyusun alat pengukur penampilan;
3) Menyusun alat pengukur penampilan khusus;
4) Reviu teknis dan komunikasi.
1) Mengumpulkan, mendesain, dan memproduksi
media yang telah ditentukan;
2) Mengembangkan rasional untuk tes awal dan
akhir;
3) Mengembangkan instrument evaluasi dengan
infromsai tentang peserta didik dan media.
23
SAFE
Project MINERVA
Banathy
Tidak spesifik
1) Memproduksi bahan instruksional;
2) Menyusun tes penampilan.
Tes acuan patokan
3. Tahap ketiga, Evaluasi, meliputi tiga langkah sebagai berikut:
Tahap akhir dari suatu proses pengembangan instruksional adalah
evaluasi. Hasilnya akan menjadi dasar pengambilan keputusan tentang dua hal,
yaitu : seberapa baik prototipe instruksional dalam mencapai tujuan, dan bagian
mana yang masih lemah sehingga perlu direvisi serta bagaimana merevisinya?
Banyak ahli pengembangan isntruksional berpendapat bahwa evaluasi
merupakan dasar dalam pendekatan sistem, sehingga tanpa evaluasi yang
memadai seluruh proses pengembangan isntruksional itu kehilangan maknanya.
Tahap evaluasi meliputi tiga langkah sebagai berikut : pelaksanaan uji
coba prototipe, analisis hasil dan implementasi/penggunaannya kembali.
a. Uji Coba Prototipe Injstruksional
Uji coba prototipe biasanya mengambil bentuk-bentuk di bawqah ini:
1) Uji coba pengembangan untuk melihat komponen yang perlu direvisi;
2) Uji coba vaildasi untuk melihat seberapa jauh pesrta didik mencapai
tujuan instruksional;
3) Uji coba lapangan untuk menentukan apakah pengajar dan peserta didik
lain dapat menggunakan bahan-bahan tersebut.
Berbagai sitilah dan langkah digunakan oleh pengembang instruksional
untuk melaksanakan uji coba prototipe ini.
24
Tabel 8 Perbandingan istilah untuk menyatkan uji coba peototipe
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Uji coba prototipe
2) Menyelenggarakan tes penampilan;
Tes lapangan dengan kelompok pesrta didik
1) Menyusun rencana validasi atau tes lapangan
(metode/alat/media) sepeti diperlukan;
2) Implementasi/memantau pengelolaan dan rencana
pelaksanaan;
3) Mengevaluasi penampilan.
1) Melaksanakan kegiatan isntruksional;
2) Melaksanakan dan menganalisis tes
1) Latihan sistem;
2) Tes sistem.
b. Analisis Hasil
Analisis hasil merupakan tigga jenis kegiatan, yaitu: pertama, tabulasi dan
memproses data evaluasi. Kedua, menentukan hubungan antara metode yang
digunakan, hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, menafsirkan
data. Kualitas revisi yang akan dibuat tergantung kepada implementasi ini.
Kelima model yang kita perbandingkan menggunakan istilah yang berbeda
sepeti tampak dalam tabel berikut.
25
Tabel 9 Perbandingan istilah untuk meyatakan analisis hasil
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
1) Menganalisis hasil uji coba;
2) Menganalisi tes;
Tidak spesifik
Evaluasi penampilan (proses dan produk)
Mengevaluasi kegiatan instruksional
Mengevaluasi
c. Implementasi uji coba ulang
Berdasarkan interpretasi data hasil uji coba revisi dilakukan dari revisi
kecil sampai revisi total. Akhirnya, keputusan harus diambil untuk mengakhiri uji
coba ulang kemudian mengimplementasikannya.
Kelima model yang kita bandingkan menggunakan beranekara ragam
istilah umtuk menyatakan hal tersebut.
Tabel 10 Perbandingan istilah untuk menyatakan implementasi/uji coba ulang
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Michigan State University
Instructional System
Development Model
SAFE
Memodifikasi sistem isntruksional
1) Mengidentifikasi letak dan mengoreksi
kelemahan;
2) Mengevaluasi dan mengulang kembali untuk
memperbaiki sebagaimana diperlukan.
Merevisi untuk mencapai prestasi yang didinginkan
26
Project MINERVA
Banathy
Tertuang untuk mencapai prestasi yang diinginkan
Mengubah untuk memperbaiki
Bila anda perhatikan perbandingan kelima model diatas, ternyata di
samping istilah-istilah yang mereka gunakan tidak sama, urutan langkah-langkah
yang mereka tempuh juga tidak selalu sama.
Ini menunjukkan bahwa proses pengembangan instruksional itu tidak
terdiri atas urutan langkah-langkah yang baku, atau yang tidak dapat ditawar lagi.
Yang ada dan sudah baku adalah model dasar untuk pengembangan isntruksional,
yaitu mengidentifikasi, mengembangkan serta mengevaluasi & merevisi.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model-model pengembangan atau desain instruksional semakin lama
semakin banyak, karena setiap ahli dan setiap institusi cenderung menciptakan
model sendiri sesuai dengan kebutuhan isntitusi yang akan menggunakannya dan
kebutuhan populasi sasaran. Dalam 50 tahun terakhir sampai tahun 2011 semua
model itu pada dasarnya meliputi pengertian proses desain, proses pengembangan,
proses evaluasi formatif sehingga dihasilkan sistem instruksional, termasuk bahan
tersebut oleh berbagai pihak terkait, terutama pesrta didik, pengajar dan
penyelenggara pendidikan. Dengan bahan isntruksional dapat dilaksanakan sesuai
dengan tujuan secara efektif dan efisien. Pada garis besarnya setiap model dapat
dibagi dalam tiga tahap, yaitu: tahap definisi, tahap analisis dan pengembangan
sistem, dan tahap evaluasi. setiap tahap terdiri dari beberapa langkah.
Perbedaan antar model yang atu dengan yang lain terletak pada empat
faktor yaitu:
1. Tingkat penggunaanya sepeti tingkat institusi dan tingkat mata pelajaran;
2. Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah;
3. Jumlah langkah pada setiap tahap;
4. Lengkap tidaknya konsep dan prinsip yang digunakan.
Smua model desain instruksional itu sepakat dalam enam hal, sebagai
berikut:
1. Desain instruksional selalu mulai dari perumusan tujuan instruksional
umum yang berisi kompetensi yang diharapkan dicapai oleh pesrta didik
pada akhir pembelajran.
2. Perumusan tujuan instruksional umum dianalisis atau dijabarkan menjadi
tujuan isntruksional khusus melalui suatu proses yang disebut dengan
28
analisis instruksional. Proses analisis sepeti acap kali diabaikan oleh
praktisi pemebelajaran.
3. Penulisan tujuan isntruksional khusus berdasrkan hasil analisis
instruksional yang berisi kompetensi-kompetensi khusus yang belum
dikuasai oleh peserta didik. penentuan batas anatara kompetensi khusus
yang belum dikuasai dengan yang sudah dikuasai pesrta didik dilakkukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Membuat daftar hasil analisis instruksional dalam bentuk bagan yang
salaing berkaitan.
b. Menentukan kompetensi khusus yang telah dikuasai pesrta didik
sebelum mengikuti pembelajaran melalui tes perilaku awal (entering
behavior test).
c. Menentukan garis batas antara A dan B yang disebut garis perilaku
awal (enetering behavior line).
4. Menulis tes atau alat penilaian hasil belajar berdasarkan tujuan
isntruksional umu dan tujuan instruksional khusus. hal ini berbeda dengan
kebanyakan praktisi pemebelajaran yang menulis tes berdasarkan isi
pembelajaran dan melakukannya pada akhir pembelajaran, bukan sebelum
mulai pembelajaran.
5. Menentukan strategi instruksional yang meliputi urutan langkha-langkah
isntruksional, urutan ini instruksional metode dab media & alat
isntruksional serta alokasi waktu sebagai dasar untuk menyusun bahan
istruksional. Kebanyakan praktisi pemebelajaran tidak membuat strategi
isntruksional dan langsung membuat bahan isntruksional berdasarkan
daftar isi intruksional.
6. Evaluasi formatif dilakuakan untuk memvalidasi prototipe sistem
instruksional yang terdiri dari bahan isntruksional dan pedoman serta
panduan pelaksanaan kegiatan isntruksional. Kebanyakan praktisi
mengabaikan pelaksanaan evaluasi formatif dan melaksanakan tes di
tengah-tengah kegiatan isntruksional. Tes semacam itu mereka sebut tes
foramtif.
29
Pada garis besarnya model yang digunakan dalam buku ini yaiut model
pengembangan isntruksional (MPI), sejalan dengan model yang lain pada
umumnya, Ia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip belajar dari instruksiomnal
yang dapat digunakan baik untuk pembelajaran tatap muka maupun pendidikan
jarak jauh. Model tersebut terdiri atas tiga tahap dan setiap tahap terdiri beberapa
langkah.
Tahap pertama, definisi, terdiri dari tiga langkah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan isntruksional
umum;
2. Melakukan analisis instruksional;
3. Mengidentfifikasi perilaku dan karakteristik awal pesrta didik.
Tahap kedua, analisis dan pengembangan prototipe sistem, terdiri dari
empat langkah sebagai berikut:
1. Menulis tujuan instruksional;
2. Menulis alat penilaian hasil belajar;
3. Menyusun strategi isntruksional;
4. Mengembangkan bahan instruksional.
Tahap ketiga, melaksanakan evaluasi formatif yang terdiri dari tiga
langkah sebagai berikut.
1. Penelaahan oleh apakr dan revisi;
2. Evaluasi oleh 1-3 pesrta didik dan revisi;
3. Uji coba dalam skala terbatas yang melibatkan sekelompok kecil pesrta
didik, pengajar dan sarana terbatas penunjang diikuti dengan revisi;
Uji coba lapangan sepeti keadaan yang sebenarnya dengan melibatkan semua
komponen dalam sistem sesungguhnya.
MPI dimaksudkan untuk digunakan pada skla luas seperti merancang
program studi dan skla kecil seperti tingkat mata kuliah, mata pelajaran, kursus
dan sesi. Keahlian mendesain isntruksional ini diperlukan oleh dosen dan
30
pengelola program studi, atau widyaswara dan pengelola diklat, serta guru dan
pengelola sekolah yang bermaksud mengembangkan sistem isntruksional secara
sistematik, efektif dan efisien.
31
DAFTAR PUSTAKA
Banthy, Bela H. (1986). Instructional Syaytem. Belmont, California: Fearon
Publishers.
Branch, Robert Maribe. (2009). Instructional Design: The ADDIE Approach,
New York: Springer
Carey W. Dick, and Carey, L & Carey J. O. (2009). The Systematic Design of
Instruction. New Jersey: Pearson
Filbeck, Robert. (1974). Systems in Teaching and Learning. Lincoln, Nebraska:
Professional Educators Publications, Inc.
Gagne, Robert M., and Brings, L.J. (1979). Princple of Instructinal Design, New
York: Holt, Rinheart and Winston.
Gagne, Robert M. (1985). The Conditions of Learning and Theory of Instruction.
Japan: CBS College Publishing.
Gustafon, K.L., & Branch, R (1997). Survey of Instructional Development
Models. Syracause, NY: ERIC Clearinghouse on Information an
Technology, Syracuse University.
Hamreus, D. (1968). The System Approach to Instructional Development.
Monmoth, Oregon: ERIC Document Reproduction Service.
Keller, John M. (2009). Motivational Design for Learning and Performance: The
ARCS Model Approach. New York: Springer.
Maudiarti, Santi, Suma M., Anggiearanidipta dan Prawiradilaga, Dewi Salma
(2007). Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Pribadi, Benny A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat
32
Reigeluth, C. M., Bunderson, C. Victor Merrill, M. David. (1978). “What is the
Design Science of Instruction” dalam Joumal of Intructional Development.
1, (2)
Rothwell, Wiliam J., and Kazanas, H.C. (2004). Mastering the Instructional
Design Process: A Systematic Approach. San Francisco: Pfeiffer.
The AT&T – Communications Learning and Development Organizations (1985).
Instructional Design Alternatives. Somerset, New Jersey: AT&T-C.
Twelker, Paul A., Urbach, Floyd D., & Buck, James E. (1972). The Systematic
Development of Instruction. Stanford: ERIC Clearinghouse on Media and
Technology.
top related