contoh anemia
Post on 19-Feb-2016
221 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Anemia pada Ibu Hamil
Anemia pada Ibu Hamil
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia Gizi
Anemia gizi lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena pada masa ini terjadi
peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk mendukung perubahan-perubahan
fisiologis selama hamil.
1. Pengertian
Menurut Beck (1995:196) mengatakan anemia gizi adalah keadaan dimana kadar
hemoglobin dalam darah lebih rendah dari normal, akibat kekurangan satu macam
atau lebih zat-zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan darah (misalnya: zat besi,
asam folat, vitamin B12) tanpa memandang kekurangan tersebut. Sarwono
Prawirohardjo (2002:281) mengemukakan anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu
dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gram% pada trimester 1 dan 3 atau kadar 11
gr%
Sumber : Kuliah Gizi Kesehatan Masvarakat (STIKes. Respati Tasikmalaya)
3. Gejala
Tanda dan gejala yang terjadi akibat anemia menurut Sarwono Prawirohardjo
(2002:282) adalah sebagai berikut :
a. Keluhan lemah
b. Pucat
c. Mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal (perlu dicurigai anemia
defisiensi)
d. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi
4. Penyebab
Menurut Beck (1995:197) mengatakan bahwa anemia gizi disebabkan karena
beberapa hal yaitu menu makanan sehari-hari kurang mengandung zat besi,
penyerapan zat besi didalam usus kurang baik atau terganggu, infestasi atau infeksi
parasit / infeksi yang lain, kemampuan menampung zat besi menurun atau kebutuhan
zat besi meningkat. Menu makanan sehari-hari yang meliputi pola makan terdiri dari
frekuensi makan, jumlah makanan, jenis makanan dan pemilihan makanan.
Faktor lain yang mempengaruhi kehamilan menurut penelitian Suarna (2004:22-23)
dan Waliman (2005:15-20) yaitu biomedis ibu yang meliputi umur ibu, paritas, umur
kehamilan, jarak kelahiran dan penyakit ibu.
5. Akibat Anemia Kehamilan
Akibat yang akan terjadi pada anemia kehamilan menurut Manuaba (2001:51-52) :
a. Hamil Muda (trimester pertama)
1) Abortus
2) Missed abortus
3) Kelainan congenital
b. Trimester kedua
1) Persalinan prematur
2) Perdarahan antepartum
3) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
4) Asphixia intrauterin sampai kematian
5) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
6) Gestosis dan mudah terkena infeksi
7) IQ rendah Dekompensaio kordis-kematian ibu
c. Saat inpartu
3) Gangguan his primer dan sekunder
4) Janin lahir dengan anemia
5) Persalinan dengan tindakan tinggi :
a). Ibu cepat lelah
b). Gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
d. Pascapartus
1). Atonia uteri menyebabkan perdarahan
2). Retensio plasenta :
a) Plasenta adhesive
b) Plasenta akreta
c) Plasenta inkreta
d) Plasenta perkreta
3) Perlukaan sukar sembuh
4) Mudah terjadi febris peurperalis
5) Gangguan involusi uteri
6) Kematian ibu tinggi :
a) Perdarahan
b) Infeksi peurperalis
c) Gestosis
B. Pola Makan
Pola makan sebelum hamil asal makan saja untuk mengisi perut yang lapar, tapi pada
saat hamil kebiasaan ini sebaiknya ditinggalkan. Pola makan yang sehat bukan saja
dalam pemilihan jenis makanan, termasuk juga jadwal.
Didaerah pedesaan, sebagian besar makanan yang dikonsumsi, berasal dari sumber-
sumber yang tinggi kandungannya seperti serelia/umbi-umbian. Jadi sejumlah
makanan harus dimakan untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Pemilihan makanan beraneka ragam. Studi tentang kelompok makanan yang
diperlukan untuk pembinaan gizi baik dan pola makanan yang representatif untuk
Indonesia, Filipina dan Muangthai memperlihatkan bahwa penduduk Asia Tenggara
akan mendapat manfaat dari peningkatan konsumsi lemak dan minyak, dan makan
lebih banyak kacang-kacangan, sayur-sayuran temtama yang berdaun hijau tua dan
berwarna kuning tua, beberapa kali dalam satu minggu.
1. Pola Makan Untuk Ibu Hamil
Zat gizi juga diperlukan selama ibu mengandung, baik untuk pertumbuhan organ
reproduksi ibu yang kuat maupun pertambuhan janin. Pertumbuhan janin dan
kesehatan janin hampir sama sekali tergantung pada penyediaan zat gizi dari tubuh
ibu yang hamil.
Ibu hamil membutuhkan zat gizi lebih banyak daripada yang diperlukan sebelum
hamil. Seringkali di Asia Tenggara, ibu yang hamil tidak cukup makan makanan yang
kaya akan protein. Studi tentang pola makan di Indonesia menunjukan bahwa
makanan pokok merupakan penghasil kalori terbesar dari jumlah yang dimakan.
Protein diperoleh terutama dari bahan nabati. Sayuran merupakan penyerta menu
sehari-hari tetapi konsumsinya sangat bervariasi Banyak pantangan terhadap
makanan yang dijumpai dalam masa kehamilan, yaitu beberapa jenis ikan, sayuran
dan buah-buahan tertentu, daging kambing dan sebagainya untuk ibu.
Pola makan yang akan dibahas disini adalah pola makan untuk ibu hamil yang
meliputi frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan dan pemilihan makanan.
2. Frekuensi Makan
Ibu hamil harus sering makan untuk memenuhi kebutuhan makanan karena ibu hamil
makan untuk dua orang, yaitu dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya. Makan 1
sampai 2 piring lebih banyak dari sebelum hamil, makan 4 sampai 5 kali sehari
(Depkes dan Kesos RI, 2000:15 ).
Patuhi jadwal makan, yaitu makan makanan bergizi 3 kali sehari pada waktu yang
tepat, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam, dan 2 kali makan makanan
selingan (Kasdu, Meilisari, Purwaningsih dalam Info Lengkap Kehamilan dan
Persalinan, 2001:95).
3. Jenis Makanan
Jenis makanan berpengaruh dalam pemilihan macam lauk pauk untuk memperoleh
keadaan gizi yang baik. Pengetahuan dasar tentang cara menyusun makanan sehari
(menu) yang seimbang sangat diperlukan guna mendapat variasi dengan harga yang
terjangkau tetapi memenuhi selera. Untuk memperoleh gizi yang baik tersebut, tidak
perlu suatu pola makan tertentu yang harus ditaati, namun dengan diversifikasikan
menu, taraf gizi baik akan dapat dicapai.
4. Jumlah Makanan
Kebutuhan fisiologi sewaktu hamil ialah energi, protein dan zat besi yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta pertambahan besar organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Dengan demikan dapat
dimengerti bahwa selama kehamilan kebutuhan makanan meningkat.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan per orang per hari khusus
untuk ibu hamil disederhanakan dalam bentuk ukuran rumah tangga yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2.2 Kebutuhan Makanan I bu Hamil Sehari-hari
Jenis makanan Jumlah
Nasi/Pengganti
Lauk Hewani
Lauk Nabati
Sayuran
Buah-buahan 4-5 ½ Piring
4-5 Potong
2-4 Potong
2-3 Mangkok
3 Potong
Sumber : Depkes dan Kesos RI (2000:7)
5. Pemilihan Makanan
Pemilihan makanan yang dimakan harus beraneka ragam dan bervariasi. Semakin
bervariasi bahan makanan yang dikonsumsi, maka pemenuhan kebutuhan zat gizi
semakin baik. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari tergantung pada pemilihan
makanan yang dapat mempengaruhi kandungan zat gizi makanan yang masuk
kedalam tubuh ibu hamil. Oleh karena itu, ibu hamil harus memakan makanan yang
merupakan sumber dari zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh meliputi sumber
karbohidrat, sumber protein, sumber lemak, sumber mineral terutama zat besi dan
sumber vitamin terutama vitamin C. Untuk sumber-sumber bahan makanan akan
dibahas di gizi seimbang dalam kehamilan.
C. Kategori Pola Makan
Pola makan pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi tiga katagori, yaitu
rendah, sedang dan tinggi dengan tingkatan absorpsi zat besi masing-masing 5%
(FAO/WHO, 1989).
Pola menu yang tergolong rendah absorpsi zat besinya (5%), menrpakan pola menu
yang hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan dan sedikit
Vitamin C. Sebaiknya menu makanan ini lebih banyak terdiri dari bahan makanan
yang mengandung fitat, serat, poliphenol, bekatul dan lain-lain, yang menghambat
absorpsi zat besi. Tipe makanan ini merupakan ciri spesitik yang bisa dikonsumsi
oleh keluarga-keluarga dengan sosio-ekonomi rendah seperti di negara-negara
berkembang.
Menu makanan yang tergolong bioavailabilitas zat besi sedang, biasanya terdiri dari
nasi, roti, umbi-umbian atau jagung, sayur-sayuran, dan buah-buahan, serta sering ada
daging atau ikan atau ayam, walaupun jumlahnya tidak banyak. Menu makanan yang
tergolong rendah dapat ditingkatkan menjadi sedang asalkan ada bahan makanan
hewani didalamnya. Demikian pula menu makanan yang tinggi bioavailabilitas zat
besinya dapat berubah menjadi sedang kalau secara rutin meminum atau memakan
bahan makanan yang banyak mengandung zat inhibitor seperti teh atau kopi.
Penilaian pola makan biasanya menggunakan riwayat diet 24 jam. Untuk lebih
lengkap, dapat dinilai konsumsi makanan seseorang selama lebih dari tiga hari atau
selama satu minggu (Kozer, 1991 : 1008).
D. Gizi Seimbang dalam Kehamilan
Masa kehamilan terdapat perubahan pada selunrh tubuh wanita, khususnya pada alat
genitalia internal dan eksternal juga pada payudara. Sehingga dapat menunjang
perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Hormon Samatomammotropin,
estrogen dan progesterone mempunyai Perubahan yang terdapat pada wanita hamil
antara lain sebagai berikut (Mata Kuliah Asuhan Kebidanan I STIKes. Respati
Tasikmalaya) :
1. Sistem Metabolisme
Pada wanita hamil Basal Metabolic Rate (BMR) meninggi, system endokrin juga
meningkat dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya. BMR mengingkat hingga 15-
20% yang umumnya ditemukan pada triwulan terakhir.
Keseimbangan asam alkali sedikit mengalami penurunan dari 155 mEq perliter
menjadi 145-147 mEq perliter yang disebabkan hemodilusi darah dan kebutuhan
minera yang diperlukan janin. Kalori yang dibutuhkan untuk itu diperoleh terutama
dari pembakaran hidrat khususnya sesudah kehamilan 20 minggu ke atas.
Protein diperlukan sekali dalam kehamilan badan, alat kandungan mamae dan untuk
janin. Maka dari itu perlu diperhatikan agar wanita hamil memperoleh cukup protein
selama hamil. Diperkirakan 1 gram protein setiap kg BB dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Hormon Somatomammotropin mempunyai peranan dalam pembentukan lemak dan
mamae. Kadar kolesterol meningkat sampai 350 mg atau lebih per 100 mg.
Kalsium yang dibutuhkan janin untuk pembentukan tulang¬-tulangnya sebesar 30-40
gram. Ini terjadi terutama dalam trimester terakhir. Makanan tiap harinya
diperkirakan telah mengandung 1,5 sampai 2,5 gram kalsium. Diperkirakan 0,2-0,7
gram kalsium tertahan dalam badan untuk keperluan semasa hamil sehingga cukup
untuk pertumbuhan janin, tanpa menggangu kalsium ibu.
2. Darah dan Pembekuan Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas 2 bagian. Bahan inter seluler adalah
cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur¬unsur padat, yaitu sel
darah. Beberapa perubahan peredaran darah:
a. Volume darah
Volume darah sernakin meningkat dimana jumlah serum darah lebih besar dari
pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran darah (hemodilusi),
dengan puncaknya pada umur kehamilan 32 minggu. Serum darah (volume darah)
bertambah sebesar 25-30%, sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
b. Sel Darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi pertumbuhan
janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan
volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Jumlah
leukosit meningkat sampai 10.000 per ml dan produksi trombosit pun meningkat.
Dengan hemodilusi dan anemia fisiologis maka laju endap darah semakin tinggi.
Protein darah dalam bentuk albumin dan gammaglobulin dapat menurun pada
triwulan pertama sedangkan fibrinogen meningkat pada post partum dengan
terjadinya hemokonsentrasi dapat terjadi tromboplebitis.
3. Pernafasan
Pada kehamilan terjadi perubahan system respirasi untuk dapat memenuhi kebutuhan
O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar
pada umur kehamilan 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan
kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20-25%
dari biasanya.
4. Persyarafan
Inervasi Pelvis
a. Inervasi pada otot-otot superficial dasar pelvis plexus
Inervasinya berasal dari segmen ketiga dan keempat sakralis dan plexus pudendus.
b. Inervasi otot-otot profundal dasar pelvis
Inervasinya berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat, nervus sakralis kelima
dan nervus coxygeus melewatinya tetapi tidak menginervasinya.
c. Inervasi dari corpus perinealis
Diinervasi dari cabang-cabang perineal nervus pundendus
d. Inervasi dari uterus
Syaraf-syaraf uterus dipengaruhi oleh serat syaraf simpatis maupun parasimpatis
menuju ke ganglion cervicale dari frenkenhauser yang terletak di pangkal ligamen
sacrouternum. Kontraksi pada dinding uterus bersifat autonom, tidak memerlukan
rangsangan syaraf pusat hanya mengkoordinar kontraksi.
E. Zat Gizi dan Sumber Zat Gizi untuk Ibu Hamil
Selama kehamilan, terjadi perubahan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Perubahan metabolisme ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil yang
meningkat dan kebutuhan janin yang sedang tumbuh dan berkembang. Oleh karena
itu tubuh ibu hamil membutuhkan lebih banyak hampir semua zat gizi dibanding
dengan wanita tidak hamil. Adapun kebutuhan zat gizi dan sumber zat gizi untuk ibu
hamil menurut Dini Kasdu, Mila, Meiliasari dan Retno Purwaningsih dalam Info
Lengkap Kehamilan dan Persalinan (2001:86-92) sebagai berikut :
1. Kebutuhan Karbohidrat
Zat gizi ini penting untuk memenuhi gizi seimbang. Karbohidrat berfungsi sebagai
sumber energi.
Menurut Glade B. Curtis MD., EAACOG dalam Your Pregnancy Afier 30 Years
menyebutkan, bahwa tidak ada satu rekomendasipun yang mengatur berapa
sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun, beberapa ahli gizi
sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat.
Jadi, ibu hamil membutuhkan karbohidrat sekitar 1.500 kalori.
Bahan makanan yang merupakan sumber karbohidrat adalah serelia (padi-padian) dan
produk olahannya, juga kentang, umbi dan jagung. Namun, karena tidak semua
sumber karobhidrat baik, maka ibu hamil harus bisa memilih yang tepat. Misalnya
sumber karbohidrat yang perlu dibatasi adalah gula dan makanan yang mengandung
banyak gula, seperti cake, dan permen. Sedangkan karbohidrat yang sebaiknya
dikonsumsi adalah karbohidrat kompleks yang terdapat pada roti gandum, kentang,
serelia atau padi-padian yang tidak digiling. Jenis ini mengandung serat dan cukup
kalori. Karbohidrat dapat melindungi protein terhadap pembakaran menjadi energi.
Mengkonsumsi cukup karbohidrat kompleks dapat mencegah sembelit.
2. Kebutuhan Protein
Protein penting untuk ibu dan bayinya. Karena protein berfungsi sebagai pembentuk
jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Tambahan protein
tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin, yaitu pertumbuhan jaringan otak, otot,
kulit, rambut, kuku dan perkembangan janin. Selain itu protein juga dibutuhkan untuk
pembentukan semua bahan pengatur, seperti hormone dan enzim - enzim ibu dan
janin. Oleh karena itu ibu hamil disarankan untuk memperoleh tambahan protein
minimal sebanyak 12 gram per hari dari kebutuhan sebelum hamil, yaitu sekitar 6O
gam/hari.
Bahan makanan sumber protein hewani adalah daging sapi, ikan, unggas, bahan
makanan sumber protein nabati adalah kacang-kacangan seperti tahu, tempe, oncom
dan selai kacang mengkonsumsi bahan makanan kaya protein secara bervariasi.
Selain itu karena protein yang berasal dari ternak juga kaya dengan lemak, maka
seimbangkan asupan protein hewani dan nabati. Pilih bahan makanan protein hewani
yang berlemak rendah.
3. Kebutuhan I,emak
Lemak dibutuhkan tubuh terutama untuk membentuk energi dan serta perkembangan
system syaraf janin. Oleh karena itu, ibu hamil tidak boleh sampai kurang
mengkonsumsi lemak tubuh. Sebaliknnya, bila asupannya berlebih dikhawatirkan
berat badan ibu hamil akan meningkat tajam. Keadaan ini akan menyulitkan ibu
hamil sendiri dalam menjalani kehamilan dan pasca persalinan. Karena itu ibu hamil
dianjurkan makan makanan yang mengandung lemak tidak lebih dari 25% dari
seluruh kalori yang dikonsumsi selrari. Bila hal ini sudah dilakukan maka sebenarnya
sudah dapat memenuhi kebutuhan lemak tubuhnya. Pilihan jenis lemaknya yaitu yang
mengandung asam lemak esensial (ALE). Lemak ini tidak dapat dibuat tubuh dan
harus diperoleh dari makanan. Asam lemak esensial adalah asam lemak linoleat, yaitu
suatu asam lemak tidak jenuh, Omega 3. Turunan asam lemak Omega 3 adalah DHA
(Asamdokosaheksaenoat) yang mempunyai peran penting antara lain pada tumbuh
kembang jaringan syaraf dan retina. Sedangkan bahan makanan sumber asam lemak
Omega 3 antara lain kacang-¬kacangan dan hasil olahannya, serta jenis ikan laut
lainnya, terutama ikan laut dalam. Asam lemak esensial lainnya adalah asam lemak
Omega 6. Turunan asam lemak Omega 6 adalah asam arakhidonat yang penting
untuk otak janin dan jaringan lainnya. Bahan makanannya antara lain kacang-
kacangan, biji-bijian dan hasil olahannya.
4. Kebutuhan Vitamin
a. Vitamin A
Vitamin A berfiungsi untuk membantu proses pertumbuhan sel dan jaringan tulang,
mata, rambut, kulit dan organ dalam, dan fungsi rahim. Sumbernya adalah kuning
telur, ikan dan hati. Sumber provitamin A atau karoten adalah wortel, labu kuning,
bayam, kangkung, dan buah-buahan berwarna kemerah-merahan.
b. Vitamin B
Vitamin BI (Tiamin), B2 (Riboflavin), dan B3 (Niasin) dibutuhkan untuk membantu
metabolisme energi. Vitamin B6 dibutuhkan oleh tubuh untuk membantu mengatasi
mual dan muntah. Vitamin B12 penting bagi perkembangan sistem syaraf janin dan
pematangan sel darah merah. Sumber vitamin B adalah hasil ternak dan hasil
olahannya, seperti daging, hati, telur, keju, susu, kacang-kacangan dan sayur-sayuran.
c. Vitamin C
Asupan vitamin C dapat mencegah anemia berperan dalam pembentukan kolagen
interseluler dan proses penyembuhan luka. Selain itu untuk membangun kekuatan
plasenta, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan stres, sarta membantu
penyerapan zat besi. Vitamin ini dibutuhkan setiap hari dan hanya sedikit disimpan
dalam tubuh.
Ibu hamil membutuhkan vitamin C sebanyak 70 mg perhari. Sumber vitamin C
adalah buah dan sayuran segar, antara lain jeruk, kiwi, pepaya, bayam, kol, brokoli
dan tomat.
5. Mineral
a. Kalsimn
Kalsium dibuthkan untuk pembentukan tulang dan bakal gigi janin yang dimulai
sejak usia kehamilan 8 minggu. Ibu hamil membutuhkan kalsium 2 kali lipat sebelum
hamil, yaitu sekitar 900 mg. Sumber kalsium adalah susu dan produk susu lainnya,
seperti keju, yoghurt, teri, udang kecil, dan kacang-kacangan.
b. Zat Besi
Zat besi bagi ibu hamil penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah
merah, sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat-zat gizi yang
sangat dibutuhkan ibu hamil. Selain itu jika asupan zat besi sejak awal kehamilan
cukup baik maka janin akan menggunakannya untuk kebutuhan tumbuh kembannya.
Asupan zat besi ini harus ditambah selama hamil sebanyak 20 mg per hari.
Kekurangan zat besi sejak sebelum hamil dan tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu
hamil menderita anemia. Untuk memenuhi kekurangan tersebut ibu hamil harus
memenuhi kebutuhan zat besinya yaitu sekitar 45-50 mg/hari. Kebutuhan itu dapat
dipenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi seperti daging berwarna merah, hati,
ikan, kuning telur, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, tempe, roti dan serelia.
Besi nonheme yang harus dikonsumsi bersama buah-buahan yang mengandung
vitamin C untuk meningkatkan penyerapan.
F. Biomedis Ibu
1. Umur
Menurut penelitian Waliman (2005:15) umur seorang perempuan yang sedang hamil
sebaiknva tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun
atau yang lebih dari 35 tahun beresiko tinggi untuk hamil. Kesiapan seorang
perempuan untuk hamil atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam 3 hal,
yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental, emosi dan psikologi dan kesiapan sosial-
ekonomi. Secara umum seorang perempuan disebut slap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun, ketika tubuhnya
berhenti tumbuh sehingga usia 20 tahun dapat dijadikan pedoman kesiapan fisik.
Remaja dimungkinkan untuk menikah pada usia dibawah 20 tahun sesuai dengan
Undang-Undang Perkawinan No.l Tahun 1979, yang menyebutkan minimal usia
menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 18 tahun. Tetapi perlu
diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun, sedang dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum berkembang secara
maksimal, sehingga perlu dipertimbangkan hambatan yang akan terjadi antara lain :
Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya terenasuk kontrol
kehamilan. Ini berdampak pada meningkamya resiko kehamilan. Bahaya yang
ditimbulkan diantaranya adalah anemia. Selain itu tingginya resiko anemia pada
golongan umur ini
Shutter Stock
KOMPAS.com — Anemia pada kehamilan masih sering dijumpai di Indonesia.
Keadaan ini memang dapat disebabkan oleh adanya anemia sebelum kehamilan
karena anemia pada perempuan, termasuk perempuan muda, masih cukup tinggi.
Namun, anemia juga bisa terjadi akibat kehamilan.
Kehamilan dapat menimbulkan anemia karena saat hamil terjadi peningkatan volume
darah sehingga sel darah merah relatif menjadi lebih rendah. Selain itu, berkurangnya
asupan makanan karena mual dan muntah serta risiko perdarahan pada waktu
persalinan juga akan meningkatkan risiko anemia.
Jika hemoglobin pada kehamilan trimester pertama di bawah 11 g/dL dan pada
trimester kedua dan ketiga di bawah 10 g/dL, itu sudah dianggap anemia. Pengaruh
keadaan anemia terhadap kehamilan bergantung pada derajat anemia.
Jika anemia ringan, mungkin pengaruhnya hampir tak ada. Namun, jika hemoglobin
di bawah 6 g/dL, ibu akan merasa lekas lelah, bahkan dapat terjadi gangguan fungsi
jantung. Secara rutin biasanya pada kehamilan perlu diperiksa hemoglobin sehingga
dapat dilakukan terapi. Penyebab anemia pada kehamilan yang sering adalah karena
kurang besi.
Gejala anemia pada ibu hamil sama seperti anemia yang dialami orang dewasa, yaitu
ibu menjadi tidak fit; lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L). Ibu hamil juga menjadi
sering pusing, mata berkunang-kunang, bahkan sampai pingsan, mudah mengantuk,
sesak napas, daya tahan tubuh menurun, dan mudah jatuh sakit.
Anemia sebaiknya tidak dibiarkan saja karena akibatnya bisa fatal, baik pada ibu
maupun janinnya. Risiko yang terjadi antara lain keguguran, kelahiran prematur,
persalinan lama, perdarahan pasca-melahirkan, bayi lahir dengan berat rendah, hingga
kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan.
Sayangnya, banyak ibu hamil kurang mengonsumsi zat besi, padahal zat besi dapat
dipenuhi dari komposisi makanan yang bergizi dan seimbang. Untuk mencegah
terjadinya anemia, biasanya dokter akan memberikan suplemen zat besi dengan asam
folat. Namun, kalau sampai terjadi anemia berat, penanganan seperti transfusi darah
mungkin saja diperlukan, tergantung dari bagimana kasusnya.
23 Desember 2008
ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. DEFINISI ANEMIA
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang
kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas.
Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal
kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar
wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan
tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar
hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari
10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai
dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum
Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding
Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat
yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat
besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut
maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil,
masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
B. PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara.
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron.
C. ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.
D. GEJALA KLINIS
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang
menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala
penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-
kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah
disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas.
E. DERAJAT ANEMIA
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil,
didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu
normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl).
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil
adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi
14.00 mg/dl.
Klasifikasi anemia yang lain adalah :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.
F. DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA KEHAMILAN
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak
cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan
frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal,
angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang
anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur),
gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis),
gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan
stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian peri¬natal, dan lain-lain)
G. PENGOBATAN ANEMIA
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar
tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet
besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya
cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk
menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang
lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan
dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan
ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya
H. PENCEGAHAN ANEMIA
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan
asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat
diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat
besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan
kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa
zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada
sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi.
Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin
banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe
minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya
menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan
agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun.
Bahaya Anemia pada Kehamilan
Anemia dalam kehamilan ialah suatu kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah
11 gr % terutama pada trimester I dan trimester ke III atau kadar Hb ( style="color:
rgb(255, 0, 0);")
PENYEBAB
Anemia pada Kehamilan disebabkan meningkatnya kebutuhan zat besi untuk
pertumbuhan janin.
· Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil
· Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
· Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat
persalinan sebelumnya dan menstruasi.
GEJALA
Pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh
dan gangguan penyembuhan luka.
DAMPAK ANEMIA
Abortus, lahir prematur, lamanya waktu partus karena kurang daya dorong rahim,
pendarahan post – partum, rentan infeksi, rawan dekompensasi cordis pada penderita
dengan Hb kurang dari 4 g – persen.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan shock bahkan kematian ibu saat
persalinan, meskipun tak disertai pendarahan
Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi pada usia sangat muda serta cacat
bawaan.
DIAGNOSA
Diagnosis Anemia pada ibu hamil biasanya ditegaskan dan dapat diketahui melalui
pemeriksaan darah atau kadar hemoglobin (Hb)
ANEMIA PADA WANITA HAMIL
Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai 30%,
sel darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia pada
kehamilan cukup tinggi 10% – 20%
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu
janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan
pertama sesudah lahir.
BESI (Fe)
Merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu
sebanyak 3 – 5 gram
FUNGSI BESI (Fe)
Besi merupakan bagian dari Haemoglobin yg berfungsi sebagai alat angkut oksigen
dari paru – paru ke jaringan tubuh. Dengan berkurangnya Fe, sitesis Haemoglobin
berkurang dan akhirnya kadar haemoglobin akan menurun.
KEKURANGAN ZAT BESI
Hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, Kematian janin,
abortus, cacat bawaan, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Anemia pada bayi yang
dilahirkan, lahir prematur, Pendarahan, rentan infeksi.
ANGKA KECUKUPAN BESI (Fe)
Bayi : 3–5mg
Balita : 8–9mg
Anaksekolah : 10mg
Remaja laki–laki : 14–17mg
Remaja perempuan : 14–25mg
Dewasa laki–laki : 13mg
Dewasa perempuan : 14–26mg
Ibu hamil : +20mg
Ibu menyusui : +2mg
PENANGANAN
Selain terapi obat penanganannya dapat dilakukan dengan terapi diet. Untuk
memenuhi asupan zat besi, tingkatkan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi (Fe)
misalnya makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua.
Defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia, tetapi apabila prevalensi anemia
tinggi, defisiensi besi biasanya dianggap sebagai penyebab yang paling dominan.
Pertimbangan itu membuat suplementasi tablet besi folat selama ini dianggap sebagai
salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia. Anemia
dapat diatasi dengan meminum tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD). Kepada
ibu hamil umumnya diberikan sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama
90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan
60 miligram besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Pada beberapa orang, pemberian
preparat besi ini mempunyai efek samping seperti mual, nyeri lambung, muntah,
kadang diare, dan sulit buang air besar. Agar tidak terjadi efek samping dianjurkan
minum tablet setelah makan pada malam hari.
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) kurang dari normal. Selama hamil, volume
darah bertambah sehingga penurunan konsentrasi sel darah merah dan hemoglobin
yang sifatnya menengah adalah normal.
Selama kehamilan, diperlukan lebih banyak zat besi (yang diperlukan untuk
menghasilkan sel darah merah) karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan
dirinya sendiri. Jenis anemia yang paling sering terjadi pada kehamilan adalah anemia
karena kekurangan zat besi, yang biasanya disebabkan oleh tidak adekuatnya jumlah
zat besi di dalam makanan.
Anemia juga bisa terjadi akibat kekurangan asam folat (sejenis vitamin b yang
diperlukan untuk pembuatan sel darah merah). Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan darah yang menentukan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin
dan kadar zat besi dalam darah. Anemia karena kekurangan zat besi diobati dengan
tablet besi. Pemberian tablet besi tidak berbahaya bagi janin tetapi biasa
menyebabkan gangguan lambung dan sembelit pada ibu, terutama jika dosisnya
tingggi.
Wanita hamil dianjurkan untuk minum tablet besi meskipun jumlah sel darah merah
dan kadar hemoglobinnya normal, agar yakin bahwa mereka memiliki zat besi yang
cukup untuk janin dan dirinya sendiri. Anemia karena kekurangan asam folat diobati
dengan tablet folat. untuk wanita hamil yang menderita anemia sel sabit,
pengobatannya masih bersifat kontroversial, kadang perlu dilakukan transfusi darah.
Gejala dan Cara Mengatasi Anemia Pada Anak dan Ibu Hamil
Gejala dan Cara Mengatasi Anemia Pada Anak dan Ibu Hamil. Penyakit Anemia atau
kurang darah dapat menyebabkan 5L (letih, lesu, lemah, lelah dan lunglai). Beberapa
gejala anemia pada anak dan ibu hamil yang perlu diketahui, dan juga efek anemia.
Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin yang berada dibawah normal sesuai umur
dan jenis kelamin. Pada anak dan ibu hamil, penyebab terbesarnya adalah kekurangan
zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul pembentuk hemoglobin.
Berikut gejala-gejala 5L yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan anemia :
- sering pusing
- telinga mendenging
- penglihatan berkunang-kunang
- cepat letih, sempoyongan
- mudah tersinggung
- berhenti menstruasi, libido berkurang
- gangguan saluran pencernaan, organ limpa membesar
- scleraikterik
- nadi lemah tapi cepat atau hipotensi ortostatik
Berikut gejala-gelala tersendiri Anemia karena kekurangan zat besi :
* Pika, suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan. Seperti: es batu, kotoran
atau kanji.
* Keilosis, bibir pecah-pecah.
* Glositis, Iritasi lidah.
* Keilonikia, kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
Berikut efek anemia, diantaranya :
* Mengganggu fungsi kognitif maupun perkembangan psikomotor.
* Menurunkan potensi pertumbuhan.
* Menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
* 5L (letih, lesu, lemah, lelah dan lunglai).
* Memperlambat pertumbuhan cabang sel otak (dendrit), sehingga hubungan antara
sel otak menjadi kurang kompleks dan pemrosesan informasi di otak menjadi lambat.
* Terganggunya proses mielinisasi, padahal proses ini sangat penting untuk kecepatan
hantaran dan pemrosesan informasi di otak.
* Gangguan metabolisme di hipokampus (pusat kendali emosi).
* Rawan terhadap serangan infeksi.
Sedangkan efek anemia pada ibu hamil, dapat menyebabkan:
* Rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat
pasokan oxygen.
* Meningkatkan frekuensi komplikasi saat hamil dan melahirkan.
* Pendarahan antepartum (pendarahan pada kehamilan diatas usia 20 minggu).
* Pendarahan postpartum (pendarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah
melahirkan)
* Produksi ASI rendah.
Singkatnya, kekurangan zat besi pada anak bisa mengakibatkan berbagai gangguan,
seperti :
- pendengaran,
- penglihatan,
- sulit konsentrasi,
- hiperaktif (sulit mengendalikan diri dan interaksi),
- gangguan emosi,
- gangguan memori dan
- rendahnya kecerdasan.
Bagaimanakah cara mencegah dan mengatasi Anemia?
* Untuk mencegah anemia pada bayi, Anda cukup memberikan ASI eksklusif
(menyusui hingga bayi berusia 6 bulan, atau dilanjutkan sekurang- kurangnya hingga
2 tahun.)
* Jika pada orang dewasa, Cukupi kebutuhan Zat besi dan gizinya.
Berikut makanan yang mengandung zat besi :
- Kelompok lauk-pauk (daging sapi, telur dll.).
- Kelompok Zat tepung (gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah/ putih
dan ketan hitam).
- Kelompok sayuran (kacang-kacangan, jambu mete muda, daun kecipir dll.)
- Kelompok Buah (kurma, apel, jambu, pepaya, belimbing, alpukat, nangka, salak dan
srikaya.
- Makanan berserat lainnya.
* Jangan berlebihan mengonsumsi teh.
Karena zat tanin yang terkandung dalam teh terbukti dapat menghambat penyerapan
zat besi dalam usus.
* Pemberian suplemetasi zat besi dapat diberikan sejak dini, mulai dari anak berusia 6
bulan – 3 tahun. Atau lebih baik lagi, bila ibu hamil mengonsumsi zat besi untuk
perkembangan otak janin & darahnya.
Itulah tips mengetahui gejala, penyebab, efek, pencegahan dan mengobati anemia
yang semoga bermanfaat. Untuk menghindari anemia bisa dimulai membiasakan pola
hidup sehat dan bersih. Dengan mengetahui gejala dan cara mengatasi Anemia pada
Anak dan Ibu Hamil, anda bisa terhindar dari penyakit Anemia. Selamat mencoba.
klipingku.com. Capedeh..
Epidemiologi Anemia pada Ibu Hamil
Posted by ahyar on October 31, 2010
EPIDEMIOLOGI ANEMIA PADA IBU HAMIL
Ayu Andriyani Achmanagara| Sigit Priyanto
LATAR BELAKANG
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil
tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu
hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).
Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia
dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil
kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari
80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet
Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun
2008) (Depkes, 2008).
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan
penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab
sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali
dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan.
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel)
oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya
dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu
(host). Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin
kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi
pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL
sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dL
(Lee,2004). Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan
hemoglobin bertambah 19%.
Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut
dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah
(hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada
pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan. Namun, pada
trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah
terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi
ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin
B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi
ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil.
Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar.
Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju
fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan
gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan
vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa,
takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi
hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman,
2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan
abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan
prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR,
mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan
menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .
PERIODE PREPATHOGENESIS DAN PATHOGENESIS
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini
terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara
patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi
atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan
meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah
dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat
serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi
diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang
menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati,
limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan
kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan
hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi
mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam
Yilmaz et al, 2007).
Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi
anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia
hipoplastik dan anemia hemolitik. Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia
makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin
B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran
eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis
(Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan
menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul,
tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai
fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Manifestasi klinis anemia diantaranya adalah:
Tanda
Takikardi
Hipotensi
Hemoglobin kurang dari 11 gr/dL
Gejala
Cepat lelah
Sering pusing
Malaise
Anoreksia
Nausea dan vomiting
Palpitasi
Pucat pada kulit dan mukosa
Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan
kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak pada kehamilannya,
janinnya, persalinannya dan bayi nantinya. Yang berdampak pada kehamilan seperti
abortus dan partus imatur, yang berdampak pada janinnya adalah dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, gangguan pertumbuhan janin. Yang berdampak pada
persalinannya yaitu partus lama, perdarahan, inertia uteri. Sedangkan, yang
berdampak pada bayi nantinya adalah kelainan/ kecacatan, asfiksia, infeksi (Soeprono
dalam Amiruddin et al, 2007) .
PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
Peran perawat dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri
dari tiga(3) yaitu:
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel
dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan
ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi
faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998
dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, perawat komunitas dapat berperan
sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa asupan bahan
makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah selama 90
hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil.
Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan (Junadi, 2007).
Selain itu, perawat juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai sumber
berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
Perawat dapat menjadi fasilitator atau penghubung dengan pihak terkait mengenai
penyediaan tablet tambah darah kepada ibu hamil. Selain itu, sebagai fasilitator
perawat dapat mengaktifkan kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu
(jika belum ada) sebagai tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan
kesehatan. Perawat juga dapat menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi
keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu
hamil untuk mencegah terjadinya anemia.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap
pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya
gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat
dilakukan oleh perawat komunitas diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya
melakukan skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk
mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk
dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan
terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan
melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, perawat dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal ini, perawat dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor,
edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Sebagai penemu kasus dan peneliti,
perawat dapat menggambarkan dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di
suatu daerah, sehingga datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka
penanganan terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, maka
perawat sebagai care giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral dan
parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk
diberikan transfusi (jika anemia berat).
Sebagai edukator, konselor dan motivator, perawat dapat memberikan pengarahan
dan motivasi kepada ibu hamil dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada
komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin. Perawat juga dapat memotivasi
kader untuk dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di
wilayahnya.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang
lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit,
mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier
pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar hemoglobin tetap
dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin,
mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil,
tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan
yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini, perawat dapat berperan sebagai care
giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.
KARAKTER TRIAS EPIDEMIOLOGI
Trias epidemiologi terdiri dari host, agen dan lingkungan.
Host
Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang
terdiri dari:
Umur
Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini
didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja
memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai
35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena
pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika
hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada
riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan
pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
Kelompok etnik
Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam
memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal
ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi
Keadaan Fisiologis
Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan
volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe
yang lebih banyak untuk eritropoesis.
Keadaan imunologis
Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan
dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik.
Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari
seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel
darah merah.
Kebiasaan
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya
adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak.
Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat
pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu
hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil
yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
Sosial ekonomis
Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan
pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan
mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan
pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang
memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam
mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan.
Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia
kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding
dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih
rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn,
2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil
menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil
mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia
pada ibu hamil (Omoniyi, Stayhorn, 2005).
Agen
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
Unsur gizi
Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam
folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe
yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
Kimia dari dalam dan luar
Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan
obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan
peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta
dan eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum
tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002
dalam Yilmaz et al, 2007).
Faktor faali/ fisiologis
Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan
peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal
tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
Lingkungan
Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi. Kondisi
sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian
anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang
adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara
rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia. Jika lingkungan komunitas
menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka
pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil
terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi
kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
Kesimpulan
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel)
oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya
dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu
(host).
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini
terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara
patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi
atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta.
Jika penyebab yang terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan
manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah
yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase
kesembuhan, kecacatan atau kematian. Keparahan dari penyakit yang dialami akan
ditentukan oleh faktor agent, host dan lingkungan.
Diperlukannya penangangan yang tepat terhadap faktor lingkungan (fisik, biologis
dan sosial ekonomi), terlebih faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan
dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil.
Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan
memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan
kecil terjadi anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Adebisi, Omoniyi, Gregory Stayhorn. 2005. Anemia in Pregnancy and Race in the
United States:Blacks at Risk. Dimuat dalam Jurnal Health Services Research: volume
37 no. 9, hal. 655-662, Oktober 2005.
Amiruddin, Ridwan, Ermawati Syam, Rusnah, Septi Tolanda, Irma Damayanti. 2007.
Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia (Evidenced Based). Diakses
tanggal 17 September 2010. http://ridwanamiruddin.wordpress.com
Basu, Samar K. Anemia in Pregnancy. Diakses tanggal 17 September 2010.
http://delhimedicalcouncil.nic.in
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses tanggal 18
September 2010. http://www.depkes.go.id
Junadi, Purnawan. 2007. Jalan Cerdas menuju Sehat. Diakses tanggal 18 September
2010. http://www.litbang.depkes.go.id
Lee, Rae Lynne. 2004. Iron Deficiency Anemia. Diakses tanggal 17 September
2010.http://www.cdph.ca.gov
Yilmaz, Ercan, Umit Korucuoglu, Arzu Acar, Nuray Bozkurt, Aydan Biri. 2007.
Aplastic Anemia and Pregnancy: Case Report. Dimuat dalam jurnal Perinatal Journal:
volume 15, tanggal 1 April 2007.
Anemia pada Ibu Hamil
Sabtu, 30 Januari 2010 | 12:26 WIB
Shutter Stock
KOMPAS.com — Anemia pada kehamilan masih sering dijumpai di Indonesia.
Keadaan ini memang dapat disebabkan oleh adanya anemia sebelum kehamilan
karena anemia pada perempuan, termasuk perempuan muda, masih cukup tinggi.
Namun, anemia juga bisa terjadi akibat kehamilan.
Kehamilan dapat menimbulkan anemia karena saat hamil terjadi peningkatan volume
darah sehingga sel darah merah relatif menjadi lebih rendah. Selain itu, berkurangnya
asupan makanan karena mual dan muntah serta risiko perdarahan pada waktu
persalinan juga akan meningkatkan risiko anemia.
Jika hemoglobin pada kehamilan trimester pertama di bawah 11 g/dL dan pada
trimester kedua dan ketiga di bawah 10 g/dL, itu sudah dianggap anemia. Pengaruh
keadaan anemia terhadap kehamilan bergantung pada derajat anemia.
Jika anemia ringan, mungkin pengaruhnya hampir tak ada. Namun, jika hemoglobin
di bawah 6 g/dL, ibu akan merasa lekas lelah, bahkan dapat terjadi gangguan fungsi
jantung. Secara rutin biasanya pada kehamilan perlu diperiksa hemoglobin sehingga
dapat dilakukan terapi. Penyebab anemia pada kehamilan yang sering adalah karena
kurang besi.
Gejala anemia pada ibu hamil sama seperti anemia yang dialami orang dewasa, yaitu
ibu menjadi tidak fit; lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L). Ibu hamil juga menjadi
sering pusing, mata berkunang-kunang, bahkan sampai pingsan, mudah mengantuk,
sesak napas, daya tahan tubuh menurun, dan mudah jatuh sakit.
Anemia sebaiknya tidak dibiarkan saja karena akibatnya bisa fatal, baik pada ibu
maupun janinnya. Risiko yang terjadi antara lain keguguran, kelahiran prematur,
persalinan lama, perdarahan pasca-melahirkan, bayi lahir dengan berat rendah, hingga
kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan.
Sayangnya, banyak ibu hamil kurang mengonsumsi zat besi, padahal zat besi dapat
dipenuhi dari komposisi makanan yang bergizi dan seimbang. Untuk mencegah
terjadinya anemia, biasanya dokter akan memberikan suplemen zat besi dengan asam
folat. Namun, kalau sampai terjadi anemia berat, penanganan seperti transfusi darah
mungkin saja diperlukan, tergantung dari bagimana kasusnya.
ANEMIA PADA IBU HAMIL
Diarsipkan di bawah: Jurnal — rofiqahmad @ 12:59 am
Oleh: Sohimah *
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang
dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau
kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang
disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan
murah.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut
adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.
Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro,
2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja
jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut
Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi
hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda.
KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya
yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero
glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar
Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60
mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per
oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum
dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan
dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb
dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan
ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi
digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg
lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100
kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan
2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan
dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg
sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali
karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat
diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel
darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan
retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang
lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-
kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi
kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat
penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi
hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
EFEK ANEMIA PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS
Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu
diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat
mengakibatkan: Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada
kehamilan trimester II dapat menyebabkan: Persalinan prematur, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai
kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik
primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan
tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat
menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi
febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.
SIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat
meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian
bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus
mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi
hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
kehamilan muda.
* Sohimah, S.ST : Staf Pengajar Prodi DIII Kebidanan STIKES Al-Irsyad
KEPUSTAKAAN
Manuaba, I.B.G.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notobroto. 2003. Insiden Anemia. http://adln.lib.unair.ac.id. diperoleh 24 Februari,
2006.
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Kurangnya mengkonsumai zat besi atau rendahnya kadar zat besi pada makanan,
merupakan faktor utama penyebab anemia pada ibu hamil. Padahal, saat seorang
perempuan hamil dan seiring bertambahnya usia kehamilan, semakin tinggi pula
kebutuhan zat besi.
Itulah kenapa pada perempuan hamil, risiko anemia tetap tinggi. Sebagian gambaran
bisa kita lihat kebutuhan zat besi ibu hamil setiap trimesternya berbeda-beda.
Pada trimester pertama kebutuhan zat besi sekitar 1 mg/hari.
Pada trimester kedua kebutuhan zat besi meningkat menjadi 5 mg/hari.
Pada trimester ketiga kebutuahn zat besi meningkat lagi menjadi 115 mg/hari.
Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan, Unicef, dan Institut Pertanian Bogor
diperoleh data bahwa zat besi pada ibu hamil yang menyebabkan angka anemia ibu
hamil, ternyata terkait pula dengan kondisi sosial budaya yang berkembang di
masyarakat. Misalnya saja hal yang tabu untuk mengkonsumi makanan tertentu,
kekurangan air dan kurangnya persediaan pangan.
Anemia terutama pada ibu hamil akibatnya akan sangat mengerikan. Anemia pada
ibu hamil bisa menyebabkan keguguran, perdarahan sebelum dan waktu melahirkan,
berat bayi lahir rendah, bahkan bisa menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi.
Data angka kematian ibu di Indonesia sampai sekarang masih tinggi yaitu sekitar 343
per seratus ribu kelahiran hidup. Atau dengan kata lain setiap seratus ribu perempuan
yang melahirkan dalam satu tahun, berakhir dengan kematian sebanyak 343 orang
perempuan. Dan menurut informasi dari Direktorat Kesehatan Keluarga, yang
menjadi penyebab tingginya angka kematian itu adalah anemia.
Itulah sebabnya, menanggulangi anemia pada ibu hamil merupakan bagian utama dan
tidak bisa dipisahkan dari program perbaikan gizi masyarakat.
Tanda-Tanda Anemia
Gejala-gejala seperti lelah, lemah, nafsu makan berkurang bahkan hilang sama sekali,
sakit kepala pada saat bangkit dari duduk, bibir dan kuku terlihat pucat, sesak napas,
atau selaput lendir terlihat pucat, adalah tanda bahwa seseorang menderita anemia.
Untuk memastikan bahwa gejala-gejala tersebut memang tanda terserang anemia –
terutama pada ibu hamil – segeralah memeriksakan diri kepada petugas kesehatan
sebelum gejala-gejala tersebut bertambah parah. Dengan lebih cepat ditangani, maka
risiko paling buruk pun bisa segera dihindari.
Dalam penanggulangan anemia, terutama dengan memperhatikan risiko yang
diakibatnya, maka anemia pada ibu hamil sejauh ini mendapat prioritas utama.
Setelah itu, barulah perempuan yang telah melahirkan terutama dalam rentang masa
nifas. Berikutnya adalah kepada balita. Sejauh ini, angka penderita anemia balita ini
cukup tinggi, sekitar 55,5%.
Usia anak sekolah atau anak-anak dengan rentang usia 6-12 tahun adalah prioritas
selanjutnya. Angka penderita anemia pada usia anak sekolah ini berkisar antara 24-
35%, sedangkan pada remaja putri pada rentang usia 12-18 tahun dan wanita usia
subur juga mendapat perhatian serius terutama dalam mempersiapkan kehamilan.
Tujuh dari 10 Wanita Hamil Terkena Anemia
Oleh Admin pada 19 Nov, 2008 Komentar 2
Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi. Studi
mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta, Tangerang, Jambi,
dan Kudus – Jawa Tengah membuktikan hal itu. Dilaporkan, anemia menurunkan
produktivitas 5 – 10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per minggu. Anemia yang
menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita rentan terhadap penyakit,
sehingga frekuensi tidak masuk kerja meningkat. Maka benarlah bila disimpulkan,
anemia defisiensi zat besi sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang.
Namun, menurut penelitian lain, produktivitas dapat ditingkatkan sampai 10 – 20%
setelah pekerja mendapat suplemen zat besi.
Pembentuk sel darah merah
Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah
(hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat
gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi
yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya,
terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan
masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan Hb.
Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu
makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina
tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang – terutama bila bangkit dari
duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita
tampak pucat. Kalau anemia sangat berat, dapat berakibat penderita sesak napas,
bahkan lemah jantung.
Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh ini berperan penting dalam berbagai
reaksi biokimia, di antaranya memproduksi sel darah merah. Sel itu sangat diperlukan
untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Sedangkan oksigen penting
dalam proses pembentukan energi agar produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak
cepat lelah.
Zat besi juga unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, agar kita tidak
mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb kurang dari 10
g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula.
Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi
fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi diperkirakan lebih dari
4.000 mg, dengan sekitar 2.500 mg ada dalam hemoglobin. Di dalam tubuh sebagian
zat besi (sekitar 1.000 mg) disimpan di hati berbentuk ferritin. Saat konsumsi zat besi
dari makanan tidak cukup, zat besi dari ferritin dikerahkan untuk memproduksi Hb.
Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara dengan
10 – 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada pangan hewani
lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1 –
6%.
Wanita lebih rentan
Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan mencegah
berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur penyerapan zat besi
sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi kekurangan
dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi.
Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya mereka
yang karena aktif, amat sibuk, dan punya keterbatasan waktu, tidak bisa mengikuti
pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi.
Kemungkinan lain adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis,
misalnya hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi,
adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing tambang, malaria,
tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC).
Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet yang
berpantang telur, daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu sumber zat besi
yang mudah diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian cenderung mudah
menderita anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan
tidak teratur tanpa kualitas makanan seimbang.
Demikian pula pengidap gangguan penyerapan zat besi dalam usus. Ini bisa terjadi
karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi,
teh, atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
Wanita, terutama, perlu memberi perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada saat
remaja mengalami haid di masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan zat gizi cukup
seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat menstruasi ia harus
kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang dikeluarkan pria.
Pada wanita dewasa dengan berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat saluran
pencernaan dan kulit atau kehilangan basal berjumlah 0,5 – 1,0 mg per hari, atau
umumnya sekitar 0,8 mg per hari. Sedangkan jumlah zat besi yang hilang karena
haid, pada 95% populasi adalah 1,6 mg per hari. Sehingga jumlah zat besi yang
hilang akibat haid ditambah kehilangan basal menjadi sekitar 2,4 mg per hari pada
95% populasi.
Tak heran bila wanita cenderung menderita kekurangan zat besi karena hilangnya zat
itu di kala haid tiap bulan tanpa diimbangi asupan makanan yang cukup mengandung
zat besi. Kehilangan zat besi lewat haid pada wanita biasanya konstan, tetapi
bervariasi jumlahnya di antara kaum wanita. Dapat dimengerti bila beberapa wanita
perlu zat besi lebih banyak daripada wanita lain.
Penyebab lain adalah kecenderungan wanita berdiet karena ingin mempertahankan
bentuk tubuh ideal, tanpa mempertimbangkan jumlah zat gizi penting yang masuk,
terutama zat besi.
Selain menstruasi, kondisi rawan lain adalah saat hamil dan menyusui. Anemia
adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita hamil. Prevalensi
anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, atau 7 dari 10 wanita hamil
menderita anemia.
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak
terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua
hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini
ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah
merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat
melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat
melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat
kebutuhan kondisi tidak hamil.
Pada banyak wanita hamil, anemia gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan yang
tidak memenuhi syarat gizi dan kebutuhan yang meningkat. Selain itu, kehamilan
berulang dalam waktu singkat. Cadangan zat besi ibu yang belum pulih akhirnya
terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya.
Jadi, kebutuhan zat besi untuk tiap wanita berbeda-beda sesuai siklus hidupnya.
Wanita dewasa tidak hamil kebutuhannya sekitar 26 mg per hari, sedangkan wanita
hamil perlu tambahan zat besi sekitar 20 mg per hari.
Saat menyusui, meski biasanya wanita tidak mengalami haid, ibu tetap kehilangan zat
besi dan kalsium melalui ASI. Selain kehilangan basal normal sekitar 0,8 mg,
kehilangan zat besi melalui ASI mencapai sekitar 0,3 mg per hari. Maka, ibu
menyusui butuh tambahan zat besi 2 mg per hari serta kalsium 400 mg per hari.
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka
kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya
kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen.
Selain itu, hewan percobaan yang bunting dan kekurangan zat besi melahirkan anak-
anak dengan daya tahan rendah terhadap infeksi. Penyebabnya, sel fagosit yang
bertugas menangkal bakteri infeksi tak berfungsi maksimal.
Perhatikan pola makan
Penanggulangan anemia – terutama untuk wanita hamil, wanita pekerja, dan wanita
yang telah menikah prahamil – sudah dilakukan secara nasional dengan pemberian
suplementasi pil zat besi. Malah ibu hamil sangat disarankan minum pil ini selama
tiga bulan, yang harus diminum setiap hari. Penelitian menunjukkan, wanita hamil
yang tidak minum pil zat besi mengalami penurunan cadangan besi cukup tajam sejak
minggu ke-12 usia kehamilan.
Sayangnya, cara ini memberikan efek seperti mual, diare, dan lainnya. Maka,
alternatifnya adalah mengkonsumsi makanan yang diperkaya dengan zat besi,
misalnya berbentuk susu atau roti.
Suplemen tablet besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil dan
anemia berat misalnya. Penderita anemia ringan sebaiknya tidak menggunakan
suplemen besi, lebih tepat bila mereka mengupayakan perbaikan menu makanan.
Misalnya, dengan meningkatkan konsumsi makanan yang banyak mengandung zat
besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom,
kedelai, kacang hijau), sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk),
dan buah-buahan (jeruk, jambu biji, pisang). Perhatikan pula gizi makanan dalam
sarapan dan frekuensi makan yang teratur, terutama bagi yang berdiet.
Biasakan pula menambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi
seperti vitamin C, air jeruk, daging, ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi
penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari.
Berkonsultasilah dengan dokter bila anemia berkaitan dengan kesehatan, misalnya
infeksi, penyakit kronis, atau gangguan pencernaan.
Popularity: 36%
Kata kunci pencarian:
anemia pada ibu hamil, anemia kehamilan, anemia pada kehamilan, ANEMIA IBU
HAMIL, akibat anemia pada ibu hamil, prinsip diet pada ibu hamil dengan anemia,
Hb normal ibu hamil, makanan mengandung zat besi, anemia pada ibu hamil di
indonesia, diet ibu hamil dengan anemia, gambar anemia, GAMBAR ANEMIA
PADA IBU HAMIL, diet pada ibu hamil dengan anemia, penyebab anemia pada ibu
hamil, prinsip diet ibu hamil dengan anemia, kebutuhan oksigen pada ibu hamil, zat
besi untuk ibu hamil, makanan mengandung zat besi tinggi, zat besi pada ibu hamil,
makanan zat besi, prevalensi anemia pada ibu hamil, pengaruh anemia pada ibu
hamil, anemia dalam kehamilan, pengaruh anemia terhadap kehamilan, hb normal
pada ibu hamil, prinsip diet pada ibu hamil dengan obesitas, anemia ringan pada ibu
hamil, IBU HAMIL DENGAN ANEMIA, jumlah ibu hamil di indonesia, makanan
tinggi zat besi
top related