cedera kepala
Post on 21-Dec-2015
19 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
CEDERA KEPALA BERAT
A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila
GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada
penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga
tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
“X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi
maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
1
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
2
Cidera Kepala TIK - Oedem
- Hematom
Respon Biologi Hypoxemia
Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder
Komotio
Kontutio
Lateratio Kerusakan Sel Otak
Gangguan Autoregulasi Rangsangan Simpatis Stress
Aliran Darah Keotak Tahanan Vaskuler Katekolamin
Sistemik & TD Sekresi Asam Lambung
O2 Ggan Metabolisme Tek. Pemb.Darah Mual, Muntah
Pulmonal
Asam Laktat Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi Kurang
Oedem Otak Kebocoran Cairan Kapiler
Ggan Perfusi Jaringan Oedema Paru Cardiac Out Put
Cerebral
Difusi O2 Terhambat Ggan Perfusi Jaringan
Gangguan Pola Napas Hipoksemia, Hiperkapnea
3
Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan
C. MEKANISME CEDERA KEPALA
Cedera Kepala Primer-Komotio, Kontutio,
Laserasi Cerebral
Cedera Kepala Sekunder-Hipotensi, Infeksi General,
Syok, Hipertermi, Hipotermi, Hipoglikemi
Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK
Nyeri Intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung
Kerusakan / Penekanan Sel Otak
Local / DifusKomotio CerebriKontutio CerebriLateratio Cerebri
Penurunan ADO2, VO2, CO2,
Peningkatan Katekolamin, Peningkatan Asam Laktat
Gangguan kesadaran / Penurunan GCS Edema Cerebri
Gangguan Seluruh Kebutuhan Dasar
(Oksigenasi, Makan, Minum, Kebersihan Diri,
Rasa Aman, Gerak, Aktivitas Dll
Gangguan Sel Glia / Gangguan Polarisasi
Kejang
Resiko Trauma
4
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia
maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
1. Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih
dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang
terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan tulang
kepala, jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal A.H , 1999).
2. Dynamic loading
Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya
yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut
bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera kepala
dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal A.H , 1999).
a. Impact Injury
Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan
kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang
lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan
kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi.
Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi : Pada cidera kulit kepala (SCALP)
meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum.
Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete,
Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom
epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio
serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial,
Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan ,
1998).
b. Lesi akselerasi – deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang
lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara tulang
kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih
rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak
lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat
tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena
pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara
jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial
5
berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra
coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya
terikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri,
Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).
D. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus
temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala
Muntah
Hemiparesis
Dilatasi pupil ipsilateral
Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
Penurunan nadi
Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,
berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh
darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
6
Hemiplegia kontra lateral
Dilatasi pupil
Perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Intracerebral
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh
darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Hemiplegia kontra lateral
Dilatasi pupil
Perubahan tanda-tanda vital
4. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral
Kaku kuduk
E. PENANGANAN PERTAMA KASUS CEDERA KEPALA
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang
telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa
sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi
Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997). Pada pemeriksaan airway
usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan
muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah
gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala yang
tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak
disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan
7
saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan
intubasi dan support pernafasan.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan
frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak
ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan
pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi
vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm
Hg akan menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa
tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit. Pada
pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan
resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per menit dengan infus
cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang
dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala
meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan kesadaran
pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan
besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa
adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar
baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia. Setelah
fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan
sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT
Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS ,
1997).
Glasgow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara
kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis,
somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu
pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala
kesadaran secara glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka
mata, Reaksi verbal, Reaksi motorik.
1). Reaksi membuka mata
Reaksi membuka mata Nilai
Membuka mata spontan 4
8
Buka mata dengan rangsangan suara 3
Buka mata dengan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1
2). Reaksi Verbal
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4
Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3
Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2
Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1
3). Reaksi Motorik
Reaksi Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila
GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada
penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga
tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi
nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan
intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
9
Indikasi foto polos kepala
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan
kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi
indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus
alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap,
Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi
foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut
tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto
polos posisi AP/lateral dan oblique.
Indikasi CT Scan
Indikasi CT Scan adalah :
(1) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.
(2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
(3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
(4) Adanya lateralisasi.
(5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
(6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
(7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
(8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS) meliputi :
(1) Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).
(2) Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).
(3) Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang, pupil
anisokor).
10
(4) Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di
UGD dan telah diberikan obat analgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak
ada perbaikan.
(5) Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.
(6) Klinis adanya tanda – tanda patah tulang dasar tengkorak.
(7) Luka tusuk atau luka tembak
(8) Adanya benda asing (corpus alienum).
(9) Penderita disertai mabuk.
(10) Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,
gangguan faal pembekuan.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit tidak
ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit
oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di
pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini
harus segera ke rumah sakit misalnya : mual – muntah, sakit kepala yang menetap,
terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang, Gelisah.
Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam
dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).
F. PENANGANAN DAN PERAWATAN
1. Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 – 15 meliputi :
1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose
cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan
edema serebri)
2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah dicoba
minum sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).
3). Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal
selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian duduk penuh
dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS 15).
4). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti : Citicholine,
dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.
11
5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari
cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur –
angsur berkurang sampai 48 jam pertama.
2. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15° –
30°) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial
turun.
2). Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.
3). Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada
perbaikan dapat diberikan vasopressor.
4). Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30
CC/KgBB/24jam.
5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan
yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk
memberikan makanan yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 cc
Dextrose 5%. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari
atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat
tinggi (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak
terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini
akan ditingkatkan secara perlahan – lahan sampai didapatkan volume 2000 cc/24
jam dengan kalori 2000 Kkal. Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral
lebih cepat pada penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman
di dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk
kedalam system portal.
6). Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya
statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri dan kanan
setiap 2 jam.
7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh langsung
diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan masking
efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita
gelisah dapat terjadi karena nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh,
12
Tempat tidur yang kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock,
Febris.
Transpor Oksigen
Sebagaimana yang diuraikan oleh beberapa peneliti (MacLean, 1971, Peitzman,
1987, Abrams, 1993 mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar yakni:
1. Sistim pernafasan yang membawa O2 udara alveoli, kemudian difusi masuk
kedalam darah.
Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen berkaitan dengan
hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma. Gangguan oksigenansi menyebabkan
berkurangnya oksigen didalam darah (hipoksemia) yang selanjutnya akan menyebabkan
berkurangnya oksigen jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya, dibedakan 4 jenis hipoksia
sesuai dengan proses penyebabnya :
1). Hipoksia – hipoksik : gangguan ventilasi-difusi
2). Hipoksia – stagnan : gangguan perfusi/sirkulasi
3). Hipoksia – anemik : anemia
4). Hipoksia – histotoksik : gangguan pengguanaan oksigen dalam sel (racun
HCN, sepsis).
Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.
Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O2) menurut rumus Nunn-Freeman
(MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah :
Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)
Hb = kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi O2 = saturasi oksigen dalam hemoglobin
(%)
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau 1,39
pO2 = tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg
0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.
2. Sistim sirkulasi yang membawa darah berisi O2 ke jaringan
Perubahan-perubahan hemodinamik sebagai kompensasi yaitu: nadi meningkat
(takikardia), kekuatan kontraksi miokard meningkat, vasokonstriksi di daerah arterial
reaksi takikardia terjadi segera. Tujuh puluh lima persen volume sirkulasi berada di
daerah vena. Vasokonstriksi memeras darah dari cadangan vena kembali ke sirkulasi
efektif. Vasokonstriksi arterial membagi secara selektif aliran untuk organ prioritas (otak
13
dan jantung) dengan mengurangi aliran ke kulit, ginjal, hati, usus. Vasokonstriksi yang
berupaya mempertahankan tekanan perfusi (perfusion pressure) untuk otak dan jantung,
menyebabkan jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR, pada saat yang sama
oksigenasi koroner sedang menurun. Vasokonstriksi yang berlebihan di daerah usus
dapat menyebabkan cedera iskemik (iscemic injury), translokasi kuman menembus usus
dan masuknya endotoksin ke sirkulasi sistemik (Kreimeier 1990 dan 1992; Hartmann,
1991). Takikardia dan vasokonstriksi sudah berjalan dengan cepat melalui respons
baroreseptor dan katekolamin. Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena
menyebabkan EDV menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah jantung
adalah volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan. Hubungan antara curah
jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan Stroke Volume (SV) adalah sebagai
berikut:
CO = f x SV
SV : dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR
EDV : volume ventrikel pada akhir diastole
C : contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)
SVR : Systemic Vascular Resistance
VR : Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam keadaan normal
VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)
Ca O2 : kandungan oksigen darah arterial.
3. Sistim O2-Hb dalam eritrosit dan transpor ke sel jaringan
Eritrosit mendapat oksigen dari difusi yang terjadi di kapiler paru. Dinamika
oksigen dalam eritrosit ditunjukkan oleh kurva disosiasi oksigen-hemoglobin (Lentner,
19984; Odorico, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada organ vital (otak,
jantung) diisyaratkan bhwa kadar Hb harus > 9 sampai 10 gr %. Bila kadar Hb kurang
dari 9 gr % masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan peningkatan curah jantung
dan pelepasan lebih banyak oksigen ke jaringan (Odorico, 1993; Rotondo, 1993).
14
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan
klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
1. B 1 :Breathing : Sistem Pernapasan /Respirasi
Perubahan pola napas (apnea, hiperventilasi), napas berbunyi, stridor, ronchi
dan wheezing.
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani ,
hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
15
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya
COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakan dinding dada.
Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid
sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang
purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;
sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang
berada di luar.
Parameter pada ventilator
Volume Tidal
Normal : 10 - 15 cc/kg BB.
16
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi
penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan
ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume
tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 - 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure
2. B 2 : Bleeding : Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
1. Irama jantung : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler
2. Distensi Vena Jugularis
3. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
4. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi
ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada
pasien gangguan katup atau CHF.
5. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
6. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi
akibat adanya hipoksia miokardial.
7. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima
kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran
17
ventrikel pasien hipoksemia kronis.
8. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
3. B 3 : Brain : Sistem Persyarafan/Neurologik
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /
pembauan. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)
perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,
pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi,
desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan. Wajah
menyeringai, merintih.
1. Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari
ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat pada tabel berikut.
RESPON KETERANGAN NILAI
Buka mata (Eye) Spontan
Terhadap
panggilan
Terhadap nyeri
Tak berespon
E 4
E 3
E 2
E 1
Respon Motorik terbaik Sesuai perintah
Melokalisasi
Menarik
M 6
M 5
M 4
18
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tak berespon
M 3
M 2
M 1
Respon Verbal Orientasi
Bingung
Pembicaraan kacau
Pengeluaran
bunyi- bunyian
yang tidak
mengandung arti.
Tak berespon
V 5
V 4
V 3
V 2
V 1
2. Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
3. Sensorik- motorik pada ekstremitas.
4. Refleks pupil :
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan
atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik,
heroin
19
4. B 4 : Bladder : Sistem Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria.
O : bab / bak inkontinensia / disfungsi..
Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
Distesi kandung kemih
5. B 5 : Bowel : Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada
lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat
terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan
nasotrakeal.
Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan
memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga
terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab
lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres,
hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi
antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.
Nyeri
Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
20
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
Mual dan muntah.
6. B 6 : Bone : Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan
(ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
Trauma / injuri kecelakaan
Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang
kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan, lelah, kaku dan hilang keseimbangan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat
pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator
dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien
yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal
akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi.
Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan
pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Psiko Sosial / Interaksi.
21
S : Perubahan tingkah laku / kepribadian
O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
Afasia, distarsia
Tingkat kecemasan:
Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator dapat terjadi akibat
tindakan intubasi, penggunaan respirator dan kebisingan yang dihasilkan oleh
alat-alat disekitar pasien.
Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan komunikasi pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam doa
kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit / pemasangan ventilator
dengan tujuan mengurangi kecemasan atau rasa takut yang berlebihan.
22
4. Pemeriksaan Penujang
- CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
- MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
- Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
- Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
- X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
- BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
- PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
- CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
- ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
- Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
- Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
23
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga
sebagai sumber informasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Ketidakefektifan pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan odem otak
4. Intoleran aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam
pemberian tidal volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x
lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
24
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan
ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm
karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau
masalah terhadap tube.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan
yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang
tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
25
- Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal
dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan
refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan
tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
- Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran
dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang
irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
- Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
- Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin
dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
- Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakrania.
- Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
- Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti
osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan
udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan
edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk
menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian
oksigen otak.
26
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
- Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang
dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
- Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata
dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang
harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah
infeksi dan keindahan.
- Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus
dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
- Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga.
Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di
ruangan.
- Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
27
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan
meningkat.
Rencana tindakan :
Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan
dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk
menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk
daerah yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan
memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8
jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam
dengan menggunakan H2O2.
28
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing
Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
29
30
top related