makalah cedera kepala

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan olehNational Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas, 2006). Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian 1

Upload: nuris-zaman

Post on 28-Dec-2015

103 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

LLM

TRANSCRIPT

Page 1: makalah cedera kepala

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit

gawat darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should be despaired of,

nor so trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala

yang perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan

yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma

kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga

merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan

kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan olehNational Trauma Project di

Islamic Republic of Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu

sebanyak 78,7% trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma

kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009).

Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma

kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas, 2006). Angka kematian

trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu

sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun ke atas,

kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika

yang mangalami trauma kepala akibat terjatuh (CDC, 2005). Menurut Kraus (1993), dalam

penelitiannya ditemukan bahwa anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala

akibat terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih

tua cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.

Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh

(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Pejalan kaki yang mengalami tabrakan

kendaraan bermotor merupakan penyebab trauma kepala terhadap pasien anak-anak bila

dibandingkan dengan pasien dewasa (Adeolu, Malomo, Shokunbi, Komolafe dan Abio,

2005). Estimasi sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan

yang tidak fatal akibat kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).

1.2 Rumusan Masalaah

1

Page 2: makalah cedera kepala

1.2.1 Bagaimana definisi cedera kepala ?

1.2.2 Bagaimana etiologi cedera kepala?

1.2.3 Bagaimana klasifikasi cedera kepala ?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi cedera kepala ?

1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis cedera kepala?

1.2.6 Bagaimana insidensi cedera kepala ?

1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan cedera kepala ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Mempelajari cedera kepala dan asuhan keperawatan cedera kepala

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui definisi cedera kepala

2) Untuk mengetahui etiologi cedera kepala

3) Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala

4) Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala

5) Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala

6) Untuk mengetahui insidensi cedera kepala

7) Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala

2

Page 3: makalah cedera kepala

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau

tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).

Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio

(gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya

subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).

Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara anatomis otak

dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan tentorium (helm) yang

membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).

Cedera kepala : Dapat bersifat terbuka (menembus melalui dura meter)  atau 

tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura). Cedera  kepala terbuka

memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak (Corwin J.Elizabeth;

2005 : 175) 

Jadi cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala  terjadi baik secara langsung

bersifat terbuka atau tertutup yang dapat terlihat meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan

juga otak sehingga dapat mengakibatkan gangguan  fungsi  neurologis, fungsi fisik, kognitif,

psikososial, bersifat temporer atau permanen.

2.2 Etiologi

Hampir semua cedera otak traumatik disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, akibat

peristiwa yang berhubungan dengan aktivitas olehraga, dan akibat tindakan kekerasan.

Penyebab yang paling sering dari cedera kepala tertutup adalah kecelakaan lalu lintas,

dimana hal ini meliputi cedera yang terjadi pada penumpang kendaraan bermotor, pejalan

kaki, pengendara motor, dan pengendara sepeda. Penyebab yang lainnya adalah akibat

terjatuh. Cedera akibat luka tembak merupakan penyebab utama dari cedera kepala penetrasi

di Amerika Serikat dan terhitung sebanyak 44% dari semua kasus cedera kepala. Dewasa

muda merupakan orang yang paling sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas (umur 5-64

tahun), tetapi populasi ini memiliki sedikit insiden dari lesi massa intrakranial. Sedangkan

pasien berumur tua (65 tahun atau lebih) paling sering mengalami cedera akibat terjatuh dan

memiliki insiden yang tinggi dari lesi massa intrakranial. Intoksikasi alkohol dan obat-

3

Page 4: makalah cedera kepala

obatan lainnya merupakan faktor yang signifikan sebagai penyebab cedera dan tersebar

hampir sama pada semua kelompok umur, kecuali pada umur sangat muda dan sangat tua. 3,

5, 8, 9

Tabel 1 Penyebab cedera kepala 3

Jenis cedera Mekanisme

Coup dan countrecoup Objek yang membentur bagian depan (coup) atau bagian

belakang (countrecoup) kepala; objek yang membentur

bagian samping kepala (coup atau countrecoup); kepala

yang mengenai objek dengan kecepatan rendah

Hematom ekstradural Kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, kecelakaan saat olahraga

Hematom subdural Kecelakaan lalu lintas atau terjatuh, khususnya pada orang

berusia tua atau orang dengan penyalahgunaan alkohol yang

kronik

Perdarahan

intracerebral

Kontusi yang disebabkan oleh gaya dengan kekuataan yang

besar, biasanya akibat kecelakaan lalu lintas atau terjatuh

dari jarak yang jauh

Fraktur campuran Objek yang mengenai kepala dengan kekuatan yang besar

atau kepala yang membentur objek dengan sangat kuat;

fraktur tulang temporal, fraktur tulang occipital, dampak ke

arah atas dari vertebra cervical (fraktur dasar tulang

tengkorak)

Cedera penetrasi Misil (peluru) atau proyektil yang tajam (pisau, pemecah es,

kapak, baut)

Cedera aksonal difus Kepala yang sedang bergerak dan membentur permukaan

yang keras atau objek yang sedang bergerak membentur

kepala yang dalam kondisi diam; kecelakaan lalu lintas (saat

4

Page 5: makalah cedera kepala

kerja atau pejalan kaki); gerakan kepala memutar

2.3 Klasifikasi

Cedera kepala secara umum dikelompokkan menjadi trauma tertutup (tumpul)

dan trauma terbuka (penetrasi). 3

1. Trauma kepala nonpenetrasi

Trauma kepala nonpenetrasi atau trauma kepala tertutup, merupakan akibat dari

cedera tumpul. Tidak ada penetrasi benda asing pada dura (dura masih intak), meskipun

dapat terjadi laserasi dura akibat terjadinya fraktur tulang tengkorak, dan jaringan otak

tidak terpapar dengan lingkungan luar. Trauma tumpul lebih sering terjadi dan meliputi

benturan kepala pada permukaan yang keras, atau objek berkecepatan tinggi yang

mengenai kepala.. Trauma tumpul dapat mengakibatkan baik cedera otak fokal maupun

cedera aksonal difus. 1, 3

2. Trauma kepala penetrasi

Saat terjadi penetrasi pada dura, maka akan menimbulkan paparan dari isi

tengkorak pada lingkungan luar, dimana terjadi trauma terbuka, yang mengakibatkan

cedera otak fokal. Cedera kepala penetrasi dihubungkan dengan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi. Diperkirakan, tingkat mortalitas setiap tahun adalah sekitar

2,4/100.000 orang di Amerika Serikat, dimana nilai ini dipengaruhi oleh umur, ras, dan

jenis kelamin. Cedera kepala penetrasi semakin meningkat frekuensinya dan sekarang ini

terhitung sebanyak 15% kematian akibat cedera kepala. Peluru dan fragmen tulang yang

masuk ke intrakranial dapat menyebabkan terjadinya gelombang getaran dan cedera

kavitasi yang dapat menimbulkan destruksi yang luas. Terjadinya destruksi jaringan

dihubungkan dengan koagulopati konsumtif dan vasospasme, yang selanjutnya dapat

memperberat cedera. Tingkat mortalitas melebihi 60%, dan diantara orang yang berhasil

bertahan, 10% diantaranya tetap dalam kondisi vegetatif dan memiliki ketidakmampuan

(disabilitas) yang berat. 1, 3, 7

Cedera kepala penetrasi dapat disebabkan oleh mekanisme trauma yang berbeda.

Trauma dapat disebabkan oleh proyektil yang memiliki kecepatan tinggi atau rendah.

Cedera lainnya dapat meliputi luka tusukan, cedera akibat terkena panah, cedera senjata

5

Page 6: makalah cedera kepala

di industri dan cedera akibat penggunaan mesin bor. Pada cedera otak yang disebabkan

oleh objek dengan kecepatan rendah, kerusakan hanya terbatas pada adanya disrupsi

jaringan secara langsung. Kadang-kadang tidak terjadi hilangnya kesadaran. Pada cedera

yang disebabkan oleh misil, cavitasi dapat terbentuk di sepanjang jalur misil, dan

tergantung pada ukuran dan kecepatan misil, maka disrupsi dari jaringan otak di

sekitarnya kadang-kadang dapat menyebar dan sifatnya berat. Baik cedera penetrasi

dengan kecepatan tinggi maupun rendah dapat menyebabkan disrupsi dari kulit, tulang

tengkorak, dan selaput otak, sehingga dapat memudahkan kontaminasi cairan

cerebrospinal atau otak dengan mikroorganisme infektif. 1, 4

2.4 Jenis-jenis cedera kepala

1. Fraktur tengkorak

Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan

tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan

otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh

pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur

tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius

karena les dapat keluar melalui fraktur ini.

2. Cedera otak dan gegar otak

Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak

dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan

oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan

suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat

pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya

beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang

menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran

pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang

konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.

Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.

3. Komosio serebral

6

Page 7: makalah cedera kepala

Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio

umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama

beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan

amnesia atau disonentasi.

4. Kontusio cerebral

Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan

kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema

cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan

meningkatkan mortabilitas (45%).

5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )

Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)

diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang

menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda

diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi

karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.

6. Hemotoma subdural

Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan

oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan

aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat

putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut,

subakut atau kronik.

- hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi

kontusio atau lasersi.

- Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai

pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.

- Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada

lansia.

7. Hemotuma subaradinoid

Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid

dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka.

Sering kali bersifat kronik.

7

Page 8: makalah cedera kepala

8. Hemorasi infracerebral.

Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih

pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan

akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.

2.5 Patofisiologi dan Woc

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera

primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat

langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu

benda keras maupun oleh proses akselerasi – deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme

cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan

oleh adanya benturan pada tulag tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada

daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.

Akselerasi deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak

dan kasar saat terjadi trauma, perbedaan densisitas antar tulang tengkorak (substansi solid)

dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan

intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan

dalam tengkorak pada tempat yag berlawanan dari benturan (contrecoup)

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yag

timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan,  iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi

2.6 Manifestasi klinis

Berdasarkan anatomis

1.   Gegar otak (comutio selebri)

a.   Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran

b.   Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit

c.   Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah

d.   Kadang amnesia retrogard

2.   Edema serebri

a.   Pingsan lebih dari 10 menit

8

Page 9: makalah cedera kepala

b.   Tidak ada kerusakan jaringan otak

c.   Nyeri kepala, vertigo, muntah

3.   Memar otak (kontusio selebri)

a.   Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi

dan derajad

b.   Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan

c.   Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)

d.   Penekanan batang otak

e.   Penurunan kesadaran

f.    Edema jaringan otak

g.   Defisit neurologis

h.   Herniasi

4.   Laserasi

a.   Hematoma Epidural

“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan

periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan

penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):

1). kacau mental → koma

2). gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi

3). pupil isokhor → anisokhor

b.   Hematoma subdural

1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena

aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura

3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan

4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

5). perluasan massa lesi

6). peningkatan TIK

7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang

8). disfasia

c.   Perdarahan sub arachnoid

9

Page 10: makalah cedera kepala

1). Nyeri kepala hebat

2). Kaku kuduk (Rizal Kurniadi : 2012)

2.7 Komplikasi

1)    Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat menyertai cedera

kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala terbuka. Pada perdarahan diotak,

tekanan intrakranial meningkat, dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera

otak sekunder.Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat

menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

2)    Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi da tetap ada.

(Corwin J Elizabeth ; 2009 : 246)

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor

mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis

(disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi

iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan

glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan

glukosa yang lebih rendah.

Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial yang meninggi

disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi

usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat dilakukan dengn cara menurunkan

PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah

metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan

intubasi endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat intermitten iatrogenic paralisis

Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien – klien yang koma untuk mencegah

terjadinya PaCO2 yangmeninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah

peningkatan tekanan intrakranial.

Penatalaksanaan konservatif meliputi:

1)     Bedrest total

2)     Observasi tanda – tanda vital  (GCS dan tingkat kesadaran)

3)     Pemberian obat – obatan

10

Page 11: makalah cedera kepala

(a).  Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai

dengan berat ringannya trauma.

(b). Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

(c).  Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa

40 % atau gliserol 10 %.

(d). Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidazole

4)    Makanan atau cairan

Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa – apa, hanya cairan

infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan),

2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

5)    Pada trauma berat

Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan

cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari – hari pertama (2 – 3 hari)

tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua,

dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka

makanan diberikan melalui nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian protein

tergantung dari nilai urenitrogennya.

(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)

11

Page 12: makalah cedera kepala

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a)    Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin

(banyak laki – laki, karena sering ngebut – ngebutan dengan motor tanpa pengaman

helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah

sakit, nomor register, diagnosis medis.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat

kesadaran.

b)  Riwayat penyakit saat ini

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh

dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat

kesadaran menurun (GCS >15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris

atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan,

adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan

perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien tidak sadar)

tentang penggunaan obat – obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang sering terjadi

pada beberapa klien yang suka ngebut – ngebutan.

c)   Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera

kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat –

obat       antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, konsumsi alkohol

berlebihan.

d)  Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes

melitus.

12

Page 13: makalah cedera kepala

e)   Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien

terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam

keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu

timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah

(gangguan citra diri)

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk

berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan kllien

merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.

f)    Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dan pengkajian anamnesis.

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan

fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan terarah dan dihubungkan dengan keluhan –

keluhan dari klien.

Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga

terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa

Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing

( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada

jalan napas.

Blood:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada

pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang

akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan

intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan

bradikardia, disritmia).

Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak

13

Page 14: makalah cedera kepala

akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,

sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan

hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka

dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan

masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian

lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan

kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,

disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

Blader

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,

ketidakmampuan menahan miksi.

Bowel

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin

proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan

terganggunya proses eliminasi alvi.

Bone

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang

lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau

ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya

hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula

terjadi penurunan tonus otot.

3.2 Diagnosa

14

Page 15: makalah cedera kepala

a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan desak ruang

sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral

hematoma , subdural hematoma dan epidural hematoma.

b.    Ketidakefektifan  pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat

pernapasan diotak, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak optimal

karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan

ventiltor.

c.    Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum

peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder, akibat nyeri dan keletihan, adanya

jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.

d.    Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan

refleks spasme otot sekunder.

e.    Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman terhadap konsep diri,

takut mati, ketergantungan pada alat bantu, perubahan status kesehatan/ status ekonomi/

fungsi peran, hubungan interpersonal/ penularan

3.3 Intervensi

a.    Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari

kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,

subdural hematoma, dan epidural hematoma.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.

Kriteria hasil:

Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS : 4, 5, 6,tidak

terdapat papiledema, TTV dalam batas normal

Intervensi:

Mandiri:

1)    Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi

jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/     Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda –

tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan

pembedahan

2)    Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.

15

Page 16: makalah cedera kepala

R/     suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi

ditandai dengan tekanan darah sistemik penurunan dari autoregulator. Kebanyakan

merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan

peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan

darah intrakranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, disritmia,

dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

3)    Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.

R/     Reaksi pupil dan pergerakan kembali

         dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak

terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial (okulomotorik) yang

menunjukan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukan keseimbangan antara

parasimpatis dan simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi

dari saraf kranial II dan III.

4)    Monitor temperatur da pengaturan suhu lingkungan .

R/     Panas merupakan refleks dari hipotalamus. peningkatan kebutuhan metabolisme dan

O2 akan menunjang TIK/ICP (intrakranial pressure).

5)    Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari

penggunaan batal yang tinggi pada kepala.

R/     Perubahan kepada salah satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada venajugularis

dan menghambat aliran darah ke otak (menghambat drainase pada vena serebral),

untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

6)    Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R/     Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsagan

kumulatif.

7)    Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,

lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah  dan suasana/pembicaraan yang tidak

gaduh.

R/     Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons

psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.

8)    Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver.

16

Page 17: makalah cedera kepala

R/     Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga menghindari

peningkatan TIK.

9)    Bantu klien jika batuk, muntah

R/     Aktivitas ini dapat meningkatan intrathorak/tekanan dalam thoraks dan tekanan

dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan TIK.

10)Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku

R/     Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan

refleks nyeri dimana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal,

nyeri yang tidak menurundapat meningkatkan TIK.

11)Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika

digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/     Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan TIK.

12)Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab akibat TIK

meningkat.

R/     Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi

kecemasan.

13)Observasi tingkat kesadaran GCS

R/     Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan

lokasi dan perkembangan penyakit.

Kolaborasi:

1)    Pemberian O2 sesuai indikasi.

R/     Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral, volume

darah, dan menaikkan TIK

2)    Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intrakranial.

R/     Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila kemungkinan terdapat

tanda – tanda defisit neurologis yang menandakan peningkatan intrakranial.

3)    Berikan cairan intravena sesuai indikasi

R/     Pemberian cairan mungkin diiginkan untuk mengurangi edema serebral,

peningkatan minimum pada pembuluh darah , tekanan darah dan TIK.

4)    Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya : manitol, furoslide

17

Page 18: makalah cedera kepala

R/     Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan

mengurangi edema serebral dari TIK

5)    Berikan steroid contohnya : Dexamethason,

methylprenidsolon.

R/     Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.

6)    Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein

R/     Mungkin diindikasikan nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK tetapi digunakan

dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.

7)    Berikan antipiretik, contohnya : asetaminofen.

R/     Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang

diinginkan.

8)    Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin, LED

R/     Membantu memberikan informan tentang efektivitas pemberian obat.

 

b.    Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,

kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak meksimal karen trauma, dan

perubahan perbandingan O2 dan CO2,kegagalan ventilator.

                  Tujuan:

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah intervensi, adanya peningkatan, pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil:

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas –

gas pada paru, adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.

                  Intervensi:

1)    Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik

kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

         R/        Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada

sisi yang tidak sakit.

2)    Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-

tanda vital.

18

Page 19: makalah cedera kepala

         R/        Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat

stres fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya terjadinya syok

sehubungan dengan hipoksia.

3)    Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru – paru.

         R/        Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.

4)    Pertahankan perilaku tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan

pernapasan lebih lambat dan dalam.

         R/        Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan

sebagai ketakutan/ansietas.

5)    Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan jangan mematikan alarm.

R/        Ventilator yang memiliki alarm yang biasa dilihat dan didengar misalnya alarm

kadar oksigen, tinggi/ rendahnya tekanan oksigen.

6)    Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu –

waktu dapat digunakan.

         R/        Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi

pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.

7)    Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba – tiba berhenti

         R/        Melatih klien untuk mengatur napas, seperti napas dalam, napas pelan, napas

perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan

fungsi dari sistem pernapasan.

8)    Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin. Pengecekan konsentrasi oksigen,

memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis

batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal volume (10 – 15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer

         R/        Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan perawat dalam

memberikan tindakan pada penyakit primer setelah menilai hasil diagnostik dan

menyediakan sebagai cadangan.

9)    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

a)    Pemberian antibiotik.

b)    Pemberian analgesik.

c)    Fisioterapi dada.

19

Page 20: makalah cedera kepala

d)    Konsul foto thoraks.

R/   Kolaborasi dengan tim kesehatan lainuntuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien

atas pengembangan parunya.

 

c.    Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada

trakea, peningkatan sekresi sekret dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat

nyeri dan keletihan.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.

Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas

sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret disaluran

pernapasan.

                  Intervensi:

1)    Kaji keadaan jalan napas

         R/        Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus,

perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi dari endotracheal/ tracheostomy tube

yag berubah.

2)    Evaluasi pergerakan dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral)

         R/        Pergerakan dada yang simeteris dengan suara napas yang keluar dari paru – paru

menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat

dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara

napas seperti ronkhi atau wheezing.

3)    Monitor letak posisi endotrakeal tube, beri tanda batas bibir. Letakkan tube secara hati –

hati dengan memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan

mengatur posisi tube.

         R/        Endotracheal tube dapat saja masuk kedalam bronkhus kanan, menyebabkan

obstruksi jalan napas keparu – paru kanan dan mengakibatkan klien mengalami

pneumothoraks

4)    Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari ventilator karena tekanan

yang tinggi, pengeluaran sekret melalui endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya

bunyi ronkhi.

20

Page 21: makalah cedera kepala

         R/        Selama intubasi klien mengalami refleks batuk yang tidak efektif, atau klien akan

mengalami kelemahan otot-otot pernapasan (neuromuskular/neurosensorik),

keterlambatan untuk batuk. Semua klien tergantung dari alternatif yag dilakukan

seperti mengisap lendir dari jalan napas.

5)    Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau

lebih. Gunakan kateter penghisap yag sesuai, cairan fisiologis steril. Berikan oksigen 100

% sebelum dilakukan penghisapan dengan ambubag (hiperventilasi).

         R/        Pengisapan lendir tidak selamnya dilakukan terus -menerus, dan durasinya pun

dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia

6)    Anjurkan klien teknik batuk selama pengisapan seperti waktu bernapas panjang, batuk

kuat, bersin jika ada indikasi.

         R/        Batuk yang efektif dapat mengeluarkan

                     sekret dari saluran napas.

7)    Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap 2 jam)

         R/        Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru – paru, mengurangi

resiko atelektasis.

8)    Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.

         R/        Membantu pengeceran sekret, mempermudah pengeluaran sekret.

9)    Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat penumpukan

sekret disaluran pernapasan.

         R/        Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien

terhadap rencana terapeutik.

10) Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk pengontrolan batuk.

         R/        batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, dapat

menyebabkan frustasi

11)Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin

R/        memungkinkan expansi pun lebih luas

12)Lakukan pernapasan diafragma

         R/        pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan ventilasi alveolar.

13)Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan, lahan keluarkan sebanyak

mungkin melalui mulut.

21

Page 22: makalah cedera kepala

         R/        meningkatkan volume udara dalam paru, mempermudah pengeluaran sekresi

sekret

14) Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek

dan kuat.

         R/        pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan batuk klien.

15)Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

         R/        sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus

yang mengarah pada atelektasis.

16)Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi

yang adekuat, meningkatkan masukan cairan 1000-1500cc/hari bisa tidak ada

kontraindikasi.

         R/        untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mukosa pada saluran napas

bagian atas

17)Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

         R/        higene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau

mulut.

18)Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.

1)    Pemberian ekpektoran

2)    Pemberian antibiotik

3)    Fisioterapi dada

4)    Konsul foto thoraks

        R/ ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi kndisi klien

pengembangan parunya.

19)Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase, perkusi / penepukan.

         R/        mengatur ventilasi segment paru – paru sekret.

20)Berikan obat – obat bronkhodilator sesuai indikasi seperti aminophilin, meta-protereno

sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosal).

         R/   mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle / bronchospasme.

 

d.    Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang

22

Page 23: makalah cedera kepala

Kriteria hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat

mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.

Intervensi:

1)    Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakoloni dan non invasif.

         R/        pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah

menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri

2)     Ajarkan relaksasi.Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat

menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

         R/        Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan

terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya.

3)    Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

         R/        mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

4)    Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman

misalnya ketika tidur belakangnya dipasang bantal kecil.

         R/        istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan

kenyamanan.

5)    Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri  dan menghubungkan berapa lama nyeri

akan berlangsung.

         R/        pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat

membantu mengembangkan kepatuhan klien  terhadap rencana terapeutik.

6)    Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien,30 menit setelah pemberian obat

analgesik untuk mengkaji efektifitasnya serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan

selam 1 – 2 hari.

         R/        pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk

mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan : intervensi yang tepat.

7)     Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesik.

         R/        analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

 

e.    Cemas atau takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman terhadap konsep diri,

takut mati/ketergantungan pada alat bantu/ perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi

peran, hubungan interpersonal.

23

Page 24: makalah cedera kepala

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

Kriteria Hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang sehat

kepada perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan

perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi, klien dapat mencatat

penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien dapat rileks dan tidur/istirahat

dengan baik.

                Intervensi : Mandiri.

1)    Identifikasi persepsi klien untuk menggambarkan tindakan sesuai situasi

                    R/        menegaskan batasan masalah individu dan pengeruhnya selama diberikan

intervensi.

2)    Monitor rspon fisik seperti : Kelemahan, perubahan tanda vital gerakan yang berulang-

ulang, catat kesesuaian respons verbal dan non verbal selama komunikasi.

                    R/        digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran/ konsentrasi, khususnya

ketika melakukan komunikasi verbal.

 

 

3)    Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.

                    R/        Memberikan kesempata untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan

mengurangi cemas yang berlebihan.

4)    Akuilah situasi yang membuat cemas dan takut. Hindari perasaan yang tak berarti seperti

mengatakan semuanya akan menjadi baik.

                    R/        Memvalidasi situasi yang nyata tanpa mengurangi pengaruh emosional.

5)    Identifakasi/ kaji ulang bersama klien / keluarga tindakan pengaman yang ada seperti

kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan suctioa emergency. Diskusikan arti dari bunyi

alarm.

                      R/      membesarkan/menentramkan hati klien untuk membantu menghilangkan cemas

yang tak berguna, mengurangi konsentrasi yang tidak jelas, dan menyiapkan

rencana sebagai respons dalam keadaan darurat.

6)    Cetak reaksi dari klien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusika

perasaannya/konsentrasi dan harapan masa depan.

24

Page 25: makalah cedera kepala

                     R/       Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya

dapat di sampaikan kepada klien.

7)    Identifikasi kemampuan koping klien/keluarga sebelumnya dan mengontrol

pengguanaannya.

                    R/        Memfokuskan perhatian pada sendiri dapat meningkatkan pengertian dalam

penggunaan koping.

8)    Demonstrasikan/anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi seperti mengatur

pernapasan, menuntun dalam berkhayal, relaksasi progresif.

                    R/        pengaturan situasi yang aktif dapat mengurangi perasaan yang tak berdaya.

9)    Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampua individu seperti menulis,

menonton tv dan keterapilan

                     R/       sejumlah keterampilan baik secara sendiri maupun dibantu selama pemasangan

ventilator dapat membuat klien merasa berkualitas dalam hidupnya.

Kolaborasi

Rujuk ke bagian lain guna penanganan selanjutnya.

        R/        mungkin dibutuhkan untuk  membantu jika klien/ keluarga tidak dapat

mengurangi cemas atau ketika klien membutuhkan alat yang lebih canggih.

( Arif Muttaqin ; 2008 : 288-297 )

25

Page 26: makalah cedera kepala

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara anatomis otak

dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan tentorium (helm) yang

membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).

mengakibatkan gangguan  fungsi  neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,

bersifat temporer atau permanen.

26

Page 27: makalah cedera kepala

DAFTAR PUSTAKA

Kurniadi Rizal.2012 Asuhan Keperawatam klien dengan cedera kepala

.http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-klien-

dengan-cidera.html. Diakses tanggal 24 Agustus 2012, pukul 12.00

THERESIA MAGDALENA.2O11.Asuhan keperawatan dengan cedera

kepala.http://dionchagi.wordpress.com/2011/10/25/karya-tulis-ilmiah-asuhan-

keperawatan-pada-pasien-g-dengan-cedera-kepala-di-ruang-perawatan-bedah. Diakses

tanggal 30 Januari 2011, Pukul 21.45

27