referat cedera kepala

34
REFERAT CEDERA KEPALA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BIDANG Ilmu Penyakit Saraf DI BLU RSUD KOTA SEMARANG Oleh : M Agung Santara, S.Ked 030.09.139 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Upload: malvino-giovanni

Post on 28-Dec-2015

682 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT CEDERA KEPALA

REFERAT CEDERA KEPALA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT

KEPANITERAAN KLINIK

BIDANG Ilmu Penyakit Saraf

DI BLU RSUD KOTA SEMARANG

Oleh :

M Agung Santara, S.Ked

030.09.139

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2014

Page 2: REFERAT CEDERA KEPALA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : M Agung santara

NIM : 030 09 139

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Trisakti Jakarta

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Saraf

Periode Kepaniteraan Klinik : 13 januari 2014 – 15 februari 2014

Judul : Cedera Kepala

Diajukan : Februari 2014

Pembimbing : dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp.S

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : …………………………

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

RSUD Kota Semarang

Mengetahui

Kepala SMF Saraf RSUD Semarang Pembimbing

dr. Dyah Nuraini Widhiana, SpS dr. Dyah Nuraini Widhiana, SpS

i

Page 3: REFERAT CEDERA KEPALA

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga makalah dengan judul “Cedera Kepala” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Kota Semarang periode 13 januari 2014 – 15 februari 2014

Melalui makalah ini penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai “Cedera

Kepala” bagi para pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan harapan dapat

menambah pengetahuan mengenai “Cedera Kepala” dan penanganannya. Dalam penyusunan

referat ini, penulis menghadapi berbagai hambatan, seperti sulitnya memperoleh keakuratan

data dengan melakukan seleksi dari berbagai sumber, serta kurangnya pengalaman penulis

dalam menyusun karya ilmiah.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas bantuan

dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada:

1. Pimpinan beserta staf RSUD Kota Semarang

2. Dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp.S selaku Kepala SMF Ilmu Penyakit Saraf dan

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang

3. Dr. Mintarti, Sp.S, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Kota Semarang

4. Dr. Ganda, selaku residen Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang

5. Perawat dan petugas bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang

6. Seluruh staff medis dan non-medis Bangsal Arimbi, Banowati, Bima, dan Yudistira

RSUD Kota Semarang

7. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Tarumanagara dan Unissula di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang

ii

Page 4: REFERAT CEDERA KEPALA

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut

membantu sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini karena kemampuan

dan pengalaman penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak supaya referat ini dapat

menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi yang membacanya. Penulis mohon maaf apabila

banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.

Semarang, Februari 2014

Penulis

iii

Page 5: REFERAT CEDERA KEPALA

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

BAB II CEDERA KEPALA........................................................................................................2

II.1 Definisi ..................................................................................................................2

II.2 Anatomi...................................................................................................................2

II.3 Aspek fisiologis cedera kepala................................................................................5

II.4 Patofisiologi cedera kepala......................................................................................6

II.5 Klasifikasi cedera kepala.........................................................................................7

II.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................14

II.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................15

II.8 Prognosis.................................................................................................................16

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

iv

Page 6: REFERAT CEDERA KEPALA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapisan kulit kepala............................................................................................2

Gambar 2. Anatomi otak......................................................................................................4

Gambar 3. Contoh Cedera kepala........................................................................................6

Gambar 4. glasgow coma scale...........................................................................................8

Gambar 5. Gambar potongan brain ....................................................................................10

Gambar 6. intraserebral hematom......................................................................................11

Gambar 7. Lefort kalsifikasi.................................................................................................13

v

Page 7: REFERAT CEDERA KEPALA

BAB I

PENDAHULUAN

 

I. Latar Belakang

Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul / tajam

pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.Merupakan salah satu

penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar

karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan

usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah,

disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta rujukan yang terlambat.

Di Indonesia kajadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000

kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit.80 % di

kelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10%termasuk cedera sedang dan 10 % termasuk

cedera kepala berat.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter

mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.

Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup

untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-

pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.Sebagai

tindakan selanjutnya yang penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi

masa yang memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan

CT Scan kepala.

Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan

tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Pragnosis pasien

cedera kepala akan lebih baik  bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.Adapun

pembagian trauma kapitis adalah: Simple head injury, Commutio cerebri, Contusion cerebri,

Laceratio cerebri, Basis cranii fracture.

Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala

ringan, sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala

berat.Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah pernafasan,

peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi,anamnesa dan pemeriksaan

fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera

kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

Page 8: REFERAT CEDERA KEPALA

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.DEFINISI CEDERA KEPALA

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung

atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi

fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain

Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan

bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari

luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan

kerusakankemampuan kognitif dan fungsi fisik (Japardi, 2004).

2.ANATOMI KEPALA

a.Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:

Skin atau kulit

Connective tissue atau jaringan penyambung

Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung

dengan tengkorak 

Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.

Page 9: REFERAT CEDERA KEPALA

Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika

dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal.

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat

laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-

anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan

waktu lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997). 

 

b. Tulang Tengkorak 

Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari

beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya

diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii

berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat

proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa

anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang

bagi bagian bawah batang otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).

c. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan

yaitu :

1) Duramater 

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan

lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat

fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat

pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang

subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai

perdarahan subdural(Japardi, 2004) 

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins dapat mengalami

robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah

vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat

mengakibatkan perdarahan hebat(Japardi,2004).

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang

epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini

dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri

meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Page 10: REFERAT CEDERA KEPALA

2) Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput

arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang

meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut

spatium subdural  dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid  yang terisi oleh

liquor serebrospinalis.Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera

kepala (American college of surgeon,1997)

3) Pia mater 

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana

vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci

yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan

epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia

mater (japardi, 2004)

d. Otak 

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.

Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari

serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon(otak

belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi

emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan

fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.

Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons

Page 11: REFERAT CEDERA KEPALA

bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan

kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardio respiratorik. Serebellum

bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan (American college of

surgeon,1997)

e. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui

foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju  ventrikel IV.

CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang

terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat

granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan

kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa

volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari(Hafidh, 2007).

f. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial(terdiri

dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa

kranii posterior) (japardi,2004)

g. Vaskularisasi

Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat

arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus

Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang

sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara

ke dalam sinus venosus cranialis(japardi,2004).

3. ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a.Tekanan intracranial

Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial yang

selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap

penderita. Tekanan intracranial yangtinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang

mengganggu fungsi otak.TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari

20mmHg dianggap tidak normal. Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala,semakin buruk

prognosisnya (American college of surgeon,1997) 

Page 12: REFERAT CEDERA KEPALA

b.Hukum Monroe-Kellie

Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari

tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah

total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan

serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).Vic = V br+ V csf + V bl (American college of

surgeon,1997)

c.Tekanan Perfusi otak 

Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata mean arterial

presure) dengan tekanan intrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan

memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.(American college of surgeon,1997)

d.Aliran darah otak (ADO)

ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun

sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila ADO sebesar

5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap

(American college of surgeon, 1997).

4. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan

cedera sekunder.Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari

suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras

maupun oleh prosesak selarasi deselarasi gerakan kepala.

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer

yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut

Page 13: REFERAT CEDERA KEPALA

lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang

disebut contrecoup.

Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan

kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)dan

otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan

intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan

dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup) (japardi, 2004)

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul

sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan

neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi.(japardi, 2004)

5. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.

a) Mekanisme cedera kepala Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas

cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya

berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda

tumpul.Sedang cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan

(Bernath,2009). 

b) Beratnya cedera Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma

Scale adalah sebagai berikut :

1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.

2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13

3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

G

Page 14: REFERAT CEDERA KEPALA

c) Morfologi cedera

Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi

intrakranial.

1. Fraktur cranium

Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan

dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau

tertutup.Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan

dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya.

Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan

petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda

tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis

retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis

nervusfasialis (Bernath, 2009) Fraktur cranium terbuka atau komplikata

mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan

otak karena robeknya selaput duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan

dengan segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa

benturan yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang

tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura

ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih

Page 15: REFERAT CEDERA KEPALA

banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko

hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20kali

pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko

hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan20 kali

pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak

mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk  pengamatan

(Davidh, 2009)

2. Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa,walau kedua

bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma

epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atauhematoma intraserebral).

Pasien pada kelompok cedera otak difusa,secara umum, menunjukkan CT scan

normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam

keadaan klinis(Bernath,2009)

 

a. Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk diruang potensial antara

tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa

cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat

robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial,

namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,

hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau

fossa posterior.Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5%

darikeseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selaludiingat saat

menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik

karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsung lama. Keberhasilan pada

penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis penderita

sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya

‘lucid interval´ yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba

meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memang tidak mudah dan

memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf(Harga Daniel, 2009)

Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny,

bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak

ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion ). Batas dengan corteks licin,

Page 16: REFERAT CEDERA KEPALA

densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras

secara intravena sehingga tampak lebih jelas (Gazali,2007). 

b. Hematom Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan

arakhnoid.SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukansekitar 30% penderita

dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara

korteks serebral dan sinus draining . Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi

permukaan atau substansi otak.Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak (American

college of surgeon, 1997)Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural

akuta biasanyasangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma

epidural.Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi

yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagimenjadi

akut dan kronis.

1) SDH Akut

Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula

interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom

seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga

menunjukan adanya hematom subdural(Bernath, 2009).

2) SDH Kronis

Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang

disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola

tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens,

berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya,

gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini

Page 17: REFERAT CEDERA KEPALA

semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens

(Ghazali, 2007)

c. Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu

berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus

frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan

batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas

batasannya. Bagaimanapun,terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun

menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan(parenkim) otak.

Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan

pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang

paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada

sisi benturan (coup) atau pada sisilainnya (countrecoup).Defisit neurologi yang

didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan (Hafidh,

2007)

d. Cedera difus

Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan

deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio

cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun

terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini

Page 18: REFERAT CEDERA KEPALA

sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling

ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa

amnesia.Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang

lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde dan amnesia

antegrad (American college of surgeon, 1997).

Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau

hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan

lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita dapat

timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu.defisit neurologis itu misalnya kesulitan

mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal

sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana pendeerita

mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama ddan tidak diakibatkan oleh suatu

lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan kooma yang dalam

dan tetap koma selama beberapa waktuu.Penderita sering menuunjukan gejala

dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun

bila bertahan hidup.Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom seperti

hipotensi,hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera aksonal difus dan

cedeera otak kerena hipoksiia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan

tersebut sering terjadi bersamaan (American college of surgeon,1997)

Dalam beberapa referensi, trauma maxillo facial juga termasuk dalam bahasan cedera

kepala. Karenanya akan dibahas juga mengenai trauma wajah ini, yang meski bukan

penyebab kematian namun kecacatan yang akan menetap seumur hidup perlu menjadi

pertimbangan.

CEDERA MAXILLOFACIAL

Faktur maxilaris

Fraktur maxilla merupakan cedera wajah yang paling berat, dan dicirikan oleh:

- Mobilitas palatum

- Mobilitas hidung yang menyertai palatum

- Epistaksis

- Mobilitas 1/3 wajah bag tengah

 

Page 19: REFERAT CEDERA KEPALA

 Klasifikasi menurut lefort

1. Lefort I

Fraktur melintang rendah pada maxila yang hanya melibatkan palatum,dicirikan oleh

pergeseran arcus dentalis maxila dan palatum,mal oklusi gigi biasanya bisa

terjadi(Boies, 2002).

2. Lefort II

Fraktur ini dicirikan mabilitas palatum dan hidung end-block, juga epistaksis yang

jelas. Biasanya mal oklusi gigidan pergeseran pllatum kebelakang.Fraktur end-block

pada palatum dan sepertiga tengah wajah tremasuk hidung(Boies, 2002)

3. Lefort III

Merupakan cedera paling berat, dimana perlekatan seluruh rangka wajah

terputus.seluruh komplek zigomatikus menjadi mobile dan tergeser (Boies, 2002)

  Fraktur os zygoma

Fraktur ini sering terbatas pada arcus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai

hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi di daerah arcuszygomaticus.

Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan foto rontgen proyeksi waters, yaitu temporo

oksipital(Boies, 2002)

Page 20: REFERAT CEDERA KEPALA

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Foto polos kepala

Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk

pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan.

Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm,Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus

alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala

fokal neurologis,Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan

mendiagnosa foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan

adanya fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi AP/lateraldan oblique. 

b)CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Indikasi CT Scan adalah :

1. Nyeri kepala menetap atau muntah ± muntah yang tidak menghilang

setelah pemberian obat±obatan analgesia/anti muntah.

2. Adanya kejang ± kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi

intrakranial dibandingkan dengan kejang general.

3. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor ± faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,

febris, dll).

4. Adanya lateralisasi.

5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi

temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.

7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk

mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam setelah

injuri.

c) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

d) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

e) Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

f)X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

g) BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

Page 21: REFERAT CEDERA KEPALA

h) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

i)CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

j)ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intracranial

k)Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial

l)Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

m)Kesadaran (Haryo, 2008)

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk

memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan

umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala

ringan, sedang, atau berat(ariwibowo, 2008).

Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.

Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain

airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan

resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer

sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak

(ariwibowo, 2008).

Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara

lain:

a.Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)

b.Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

c.Penurunan tingkat kesadaran

d.Nyeri kepala sedang hingga berat

e.Intoksikasi alkohol atau obat

f.Fraktura tengkorak

g.Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

h.Cedera penyerta yang jelas

i.Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan 

j. CT scan abnormal(Ghazali, 2007)

Page 22: REFERAT CEDERA KEPALA

Terapi medika mentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana

yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa

pemberian cairan intravena, hiperventilasi,pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat

dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan

operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuro

radiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:

a.volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih

b.dari 20 cc di daerah infratentorial

c.kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

d.tanda fokal neurologis semakin berat

e.terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

f.pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

g.terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.

h.terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan

i.terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

j.terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis (Bernath, 2009)

8.PROGNOSA

Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang

agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita

yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan

dari cedera kepala (American college of surgeon,1997).

Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat

mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.

Page 23: REFERAT CEDERA KEPALA

BAB III

KESIMPULAN

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami

penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya

kerusakan otak yang terjadi.

Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera

primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder

yang terjadi akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari

kerusakan otak primer.Aspek-aspek terjadinya cedera kepala dikelompokan menjadi

beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme cedera kepala, beratnya cedera kepala, dan

morfologinya. Tetapi dari beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk dalam

bahasan cedera kepala, yang walaupun bukan merupakan penyebab kematian namun

merupakan penyebab kecacatan yang akan menetap seumur hidup yang perlu

dipertimbangkan.

Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap,

yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau

lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak

mana yang terkena.

Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara,

penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan

dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma.

Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak

mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami

kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan

fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.

Page 24: REFERAT CEDERA KEPALA

Daftar pustaka

1. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United States

of America: Firs Impression

2. Haryo W et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.Yogyakarta: PustakaCendekia

Press of Yogyakarta

3. David B. 2009. Head Injury.www.e-medicine.com 

4. Boies adam. 2002. Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6. Jakarta: EGC.

5. Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua. Jong W.D. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC

6. Ghazali Malueka. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia.

7. Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif .

SumatraUtara: USU Press.

8. Kluwer wolters. 2009.Trauma and acute care surger. Philadelphia: LippicottWilliams

and Wilkins