referat cedera kepala

Upload: vina-nurhasanah

Post on 07-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jkukhgb

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Cedera kepala secara harfiah berarti cedera pada kepala, tetapi pada hakikatnya definisi tersebut tidak sesederhana itu, karena cedera kepala bisa berarti cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan tengkorak, jaringan otak atau kombinasi dari masing-masing bagian tersebut.Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent. Cedera kepala tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius, sekalipun dengan adanya sistem pengobatan modern pada abad 21. Kebanyakan pasien dengan cedera kepala (75-80 %) adalah trauma kepala ringan, sementara sisanya terbagi secara merata antara sedang dan berat.Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.Pada daerah pinggiran (suburban atau rural), kecelakaan kendaraan bermotor terjadi pada lebih dari setengah kasus trauma kepala. Sementara untuk daerah dengan populasi lebih dari 100.000 penduduk, jatuh dan luka penetrasi adalah penyebab yang paling umum. Sedangkan rasio terjadinya trauma kepala antara pria dan wanita adalah 2:1, dan prevalensi terbanyak ditemukan pada usia < 35 tahun.

BAB IIPEMBAHASAN

A. ANATOMI1. Kulit kepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu : Skin atau kulit Jaringan subkutis Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar Pericranium

2. Tulang tengkorak Tulang tengkorak memberikan perlindungan untuk otak dan organ-organ penglihatan, rasa, pendengaran, keseimbangan, dan bau. Terdapat otot-otot yang menggerakkan kepala dan mengontrol ekspresi wajah dan mengunyah.Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii. Kalvarium , tipis pada regio temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dapat dibagi atas 3 fosa yaitu : Fosa anterior, tempat lobus frontalis Fosa media, tempat lobus temporalis Fosa posterior, ruang bagi batang otak bawah dan serebelum

3. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :1) Dura materDura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebutBridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2) Selaput ArakhnoidSelaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebutspatium subduraldan dari pia mater olehspatium subarakhnoidyang terisi olehliquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3) Pia materPia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

4. Otak Otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu:a. CerebrumSerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:1. Lobus frontalisLobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luasyang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.2. Lobus parietalisLobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya.3. Lobus temporalisLobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.4. Lobus OksipitalDibawah lapisan durameter. Cereblum merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input sensori.

b. CereblumTerdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior dibawah lapisan durameter. Cereblum merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input sensori.

c. BrainstemBatang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak tengah midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan sereblum antara otak tengah dan medula, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medula dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula oblomata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.

5. Perdarahan otakOtak disuplai oleh arteri carotis interna dan arteri vetebralis, yaitu dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

6. TentoriumTentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fossa cranii anterior dan fossa cranii media), dan ruang infra tentorial (berisi fossa cranii posterior), mesenfalon (mid brain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak dan berjalan melalui celah lebar tentorium serebelli yang disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadaan herniasi otak, yang umumnya diakibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak.Serabut-serabut parasimpatik yang berfungsi melakukan kontriksi pupil mata, berada pada permukaan nervus okulomotorius. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan akan mengakibatkan dilatasi pupil karena aktivitas serabut simpatik tidak dihambat. Bila penekanan ini terus berlanjut, akan menimbulkan paralysis total okulomotorik yang menimbulkan gejala deviasi bola mata ke lateral dan bawah.Bagian otak besar yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut gyrus uncus. Herniasi uncus juga menyebabkan penekanan traktus pyramidalis yang berjalan pada otak tengah. Traktus pyramidalis atau tractus motorik yang menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu. Tidak jarang, lesi massa yang terjadi menekan dan mendorong otak tengah ke sisi berlawanan pada tepi tentorium serebelli, dan mengakibatkan hemiplegi dan dilatasi pupil pada sisi yang sama dengan hematoma intrakranialnya, sindroma ini dikenal sebagai sindroma lekukan Kernohan.

B. FISIOLOGI1. Tekanan Intra Kranial (TIK)Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan perubahan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. TIK ini merupakan suatu keadaan dinamis yang berfluktuasi secara terus menerus yang dapat berubah sebagai respon terhadap berbagai aktivitas dan proses fisiologis tertentu seperti olahraga, batuk, peregangan, denyut nadi dan siklus pernapasan. Secara klinis TIK bisa diukur langsung dari intraventikuler, intraparenkim, subdural atau epidural dimana dengan pengukuran secara terus menerus dapat diperoleh informasi adanya perubahan fisiologis dan patologis didalam rongga intrkranial. Pengukuran ini dapat bermanfaat dalam penanganan penderita dengan kelainan intrakranial. TIK dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain orientasi sumbu kraniospinal terhadap gravitasi, volume komponen intrakranial, elastan , dan tekanan atmosfer.Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak dan mempengaruhi kesembuhan penderita. Jadi kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak, tetapi justru merupakan masalah utamanya.TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136mmH2O). TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari40mmHg termasuk ke dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala semakin buruk prognosisnya.

Tabel nilai normal tekanan intrakranial (TIK)UsiaNilai Normal (mmHg)

Dewasa< 10-15

Anak-anak3-7

Infants1,5-6

2. Doktrin Monro-KellieKonsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume.

3. Tekanan Perfusi Otak (TPO)Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut: TPO = MAP TIK. Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang tinggi. TPO kurang dari 70 mmHg umunya berkaitan dengan prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala.

4. Aliran Darah ke Otak (ADO)Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/ 100 gr jaringan otak/ menit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/ 100 gr/ menit, aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/ 100 gr/ menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat konstan apabila MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50 mmHg ADO menurun tajam, dan bila MAP > 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikaneksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderitayang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TTIK, harusdikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harusdipean.rtahankan.

C. DEFINISICedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

D. EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.E. PATOFISIOLOGIPada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologi yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Gambar. Coup dan contercoup

F. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Klasifikasi Cedera Kepala

Mekanisme Tumpul

Tajam/Tembus

Kecepatan tinggi (kecelakaan lalu lintas) Kecepatan rendah (jatuh,dipukuli)

Luka tembak Cedera tajam/tembus lainnya

Berat-ringannya cedera Ringan Sedang Berat GCS 13-15 GCS 9-12 GCS 3-8

Morfologi Fraktur tulang Kalvaria Dasar tengkorak Lesi Intrakranial Fokal Difus Depresi/ non depresi Terbuka/tertutup Perdarahan Epidural Perdarahan Subdural Perdarahan Intraserebral Kontusio

1. Menurut mekanisme Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

2. Menurut morfologia. Laserasi Kulit KepalaLaserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

b. Fraktur Tulang Kepala Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi: Fraktur linierFraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar pada permukaan yang lebar dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

Gambar fraktur linier os temporal

Fraktur diastasisFraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematom epidural. Fraktur kominutifFraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. Fraktur depressedFraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.

Fraktur basis kraniiFraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media).

c. Menurut Beratnya CederaGCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala. Penderita dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan, GCS 9-13 termasuk cedera kepala sedang, dan GCS < 8 termasuk cedera kepala berat. Glasgow Coma ScaleNilai

Respon membuka mata (E)Buka mata spontanBuka mata bila dipanggil/rangsangan suaraBuka mata bila dirangsang nyeriTak ada reaksi dengan rangsangan apapun4321

Respon verbal (V)Komunikasi verbal baik, jawaban tepatBingung, disorientasi waktu, tempat, dan orangKata-kata tidak teraturSuara tidak jelasTak ada reaksi dengan rangsangan apapun54321

Respon motorik (M)Mengikuti perintahDengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsanganDengan rangsangan nyeri, menarik anggota badanDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormalDengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormalDengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi654321

Tabel Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain InjuryKlasifikasi

RinganKehilangan kesadaran 36 jamAmnesia post traumatik > 7hariGCS 3-8

1. Lesi intracranialLesi ini diklasifikasikan dalam lesi focal dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi focal : Epidural hematoma Subdural hematoma Kontusio (perdarahan intra cerebral)Sedangkan cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio/ringan, , kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus (CAD).

Epdural HematomaEpidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di temporalparietal dan terjadi akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio frontal, oksipital atau fossa posterior. Perdarahan biasanya berbentuk typically biconvex atau lenticular in shape. prognosis biasanya baik bila di terapi segera.Gejala dan tanda EDH: Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness( LOC) secara singkat. Terjadi lucid interval untuk beberapa jam. Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral.

Subdural hematom Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural ( kira-kira 30% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena bridging yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat juga terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural. Subdural hematom diklasifikasikan menjadi subdural hematom akut (hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 72 jam setelah trauma.Subdural hematom subakut (isodens) antara 4 hari sampai 2 3 minggu, dan subdural hematom kronik bila lebih dari 3 minggu dan kurang dari 3-4 bulan setelah trauma.

Kontusio (perdarahan intra cerebral) Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut

G. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK1. Anamnesis Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan) Keluhan utama, dapat berupa : Penurunan kesadaran Nyeri kepala Anamnesis tambahan : Kapan terjadinya? ( untuk: mengetahui onset) Bagaimana mekanisme terjadinya trauma, bagian tubuh yang terkena dan tingkat keparahannya ? Apakah ada pingsan ? Apakah pernah sadar setelah pingsan ? Apakah ada nyeri kepala, kejang, mual dan muntah ? Apakah ada perdarahan dari telinga, hidung dan mulut ? Riwayat AMPLE : Allergy, Medication (sebelumnya), Past Illness (penyakit penyerta), Last Meal, Event/Environment yang berhubungan dengan kejadian trauma Komplikasi / Penyulit Memakai helm atau tidak (untuk kasus kecelakaan lalulintas) Pingsan atau tidak Ada sesak nafas, batuk-batuk Muntah atau tidak Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut Adanya kejang atau tidak Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta) Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah mendapat penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

2. Pemeriksaan Fisik1) Primary Surveya. Airway, dengan kontrol servikal:Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas bebas. Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - ada obstruksi parsial. Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total. Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara. Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan

b. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru.

Note: Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest, dengan kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada primary survey. Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio paru harus dikenali pada secondary survey Keterangan tambahan : Gejala tension pneumothoraksNyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi, hipotensi, deviasi trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher, hipersonor, sianosis (manifestasi lanjut). Gejala Flail ChestGerak thorax asimetris (tidak terkoordinasi), palpasi gerakan pernafasan abnormal, dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan. Gejala Open pneumothorax:Hipoksia dan hiperkapnia Gejala hematothorax: Nyeri dan sesak nafas Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan. Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain. Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak terdengar atau menghilang.

c. Circulation, dengan kontrol perdarahan 1) Volume darah Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolumik sampai terbukti sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik. Nadi Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan resusitasi segera.2) PerdarahanPerdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada luka.

d. DisabilityEvaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU: A : sadar (Alert) V : respon terhadap suara (Verbal) P : respon terhadap nyeri (Pain) U : tidak berespon (Unresponsive) Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey. Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS : Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah) Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala Tidak ada kriteria cedera sedang-berat Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang) Skor GCS 9-13 (konfusi, letargi, atau stupor) Konklusi Amnesia pasca trauma muntah Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal) Kejang Cedara kepala berat (kelompok risiko berat) Skor GCS 3-8 (koma) Penurunan derajat kesadaran secara progresif Tanda neurologis fokal Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kraniumPenurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak atau trauma langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya.

e. ExposurePenderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap jejas dan luka.

2) Secondary SurveyAdalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi tanda vital. Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belum dilakukan pada primary survey Dilakukan pemeriksaan foto rontgen

BAB IIIPENUTUP

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.Dari total kasus, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.

REFERENSI

American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury.Cedera Kepala dalam American College of Surgeon. Advance Trauma LifeSupport 1997. USA: First Impression. Halaman 196-235.Greenberrg, Mark. S. Handbook of Neurosurgery. 5th ed. Thieme; 2001. 626-679Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrtz Principles of Surgery. 8th ed. McGraw-Hill;2005. 1615-20.Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed. Elsevier Churchill Livingstone;2007. 551-61.24