bangunan bawah , indira novadiani, ft ui, 2017
Post on 25-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
1
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
2
Bangunan Bawah Tanah sebagai Solusi Perkembangan Perkotaan Padat
Indira Novadiani, Teguh Utomo
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424
Tel: +62217863512 Fax: +62217863514
*e-mail: Indira.novadiani@yahoo.com
Abstrak
Tidak bisa dipungkiri, bahwa faktanya kota teruslah berkembang. Populasi manusia selalu meningkat setiap harinya. Akibatnya, dengan lahan yang ada, kota harus dapat menampung kegiatan manusia didalamnya yang terus memiliki kebutuhan yang juga terus meningkat. Hal ini menimbulkan perkotaan haruslah memikirkan solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut, salah satunya dengan pengembangan lahan secara vertikal.
Skripsi ini membahas bagaimana bangunan bawah tanah dapat menjadi solusi bagi permasalahan perkotaan. Berbagai studi literatur akan menjelaskan bagaimana arsitektur bawah tanah terus berkembang, dan berbagai kota telah mengembangkan pembangunannya ke atas maupun ke bawah dengan berbagai pertimbangan. Pada akhirnya perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk memerlukan pemisahan level dalam pembangunan kota tersebut. Kini bangunan bawah tanah di berbagai kota di dunia telah dimanfaatkan dan terus dikembangkan, yang mana telah menjadi salah satu solusi bagi perkembangan perkotaan padat di dunia. Kata Kunci: Ruang bawah tanah, Perkotaan, Vertikal, Kepadatan
Underground Building as a Solution for Solid Urban Development
Abstract
It is undeniable, in fact the city continues to grow. The human population is increasing every day. With the existing conditions, the city must be able to accommodate human activities within which continues to have a need that is also increasing. This creates the right solution to overcome it, wrong with the development of the land.
This thesis discusses how underground buildings can be a solution to urban problems. Various literature studies will explain how underground architecture continues to evolve, and cities have evolved their development up and down with various considerations. In the end the urban population has a population density in the level of development of the city. Now underground buildings in various cities of the world have been exploited and continuously developed, which has become one of the solutions for the world's dense urban development. Keywords: Underground, Urban, Vertical, Density
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
3
Pendahuluan
Pada masa kini, kota-kota besar dengan kepadatan kegiatan tinggi cenderung memanfaatkan
ruang bawah tanah sebagai bagian dari guna lahan perkotaan, baik untuk sarana dan prasarana
kota maupun untuk bangunan gedung (untuk kegiatan manusia). Sebagai contoh salah satu
negara tetangga yang terkenal dengan ruang bawah tanahnya Singapura, negara tersebut
memanfaatkan bawah tanah sebagai konektivitas utama antar wilayah dan bagian kota di
negaranya, yang terkenal dengan Mass Rapid Transit/MRT, dan juga bangunan gedung di bawah
tanah lainnya yang menghubungkan bangunan-bangunan dalam kotanya. Tidak hanya Singapura,
berbagai negara maju di dunia telah mengoptimalkan ruang bawah tanahnya sebagai bagian dari
arsitektur kota dengan segala program ruangnya. Contoh lainnya, kota bawah tanah Montreal
(RÉSO), diklaim sebagai jaringan bawah tanah kota terbesar di dunia karena merupakan ruang
bawah tanah yang membentukjaringan dan melambangkan berbagai pusat perbelanjaan, pusat
niaga, gedung perkantoran, dan stasiun MRT. Bawah tanah disini menjadi pengaruh besar bagi
tata ruang kota negara, serta memiliki fungsi keterhubungan ruang secara optimal.
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Durmisevic (2002) yang mengatakan bahwa
dalam waktu yang relatif singkat, ruang bawah tanah menjadi area penelitian yang penting.
Ruang ini memiliki potensi untuk meningkatkan lingkungan perkotaan dengan menghilangkan
tekanan dari permukaan, meningkatkan mobilitas dengan memperluas jaringan transportasi
umum, mengurangi kebisingan dan meningkatkan kualitas udara, meninggalkan daerah yang
lebih hijau di pusat kota utuh, dan mengurangi jarak dengan konsentrasi yang lebih baik dari
fungsi dan efisien penggunaan ruang.
Skripsi ini akan membahas lebih lanjut mengenai salah satu alternatif pengembangan
perkotaan yaitu dengan adanya ruang bawah tanah, yang akan terfokus pada bangunan sebagai
ruang kegiatan publik manusia yang terbangun pada bawah tanah, dilihat dari aspek
pemanfaatan, karakteristik ruang, serta keterhubungan dengan ruang sekitarnyadan dilihat dalam
konteks perkotaan. Arsitektur dan Ruang Bawah Tanah
Ruang Bawah Tanah
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
4
Francis DK. Ching (2000) menafsirkan pengertian ruang, yaitu merupakan hasil
pengembangan bidang ke segala arah selain dari arah bidang itu sendiri, membentuk tiga dimensi
yang memiliki panjang, lebar dan tinggi. Ruang memiliki wujud padat atau ruang kosong yang
hanya dibatasi bidang-bidang. Selanjutnya, Ching mengklasifikasi ruang berdasarkan
pengembangan bidang horizontal, ke atas maupun ke bawah.
Gambar 1 Pembentukan ruang secara vertikal
Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1, ruang dapat terbentuk dari hasil proyeksi
keatas, kebawah, maupun keduanya. Ruang tersebut dibatasi oleh kejelasan fisik, enclosure yang
terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah. Apabila acuan
pengembangan bidang pembentuk ruang adalah permukaan tanah, itu berarti ruang dapat
diklasifikasikan menjadi ruang atas dan bawah tanah.
Menurut Ronka et al,. (1996) ruang bawah tanah mengacu pada ruang yang terletak di
bawah permukaan tanah. Goel et al (2012) juga menyebutkan bahwa ruang bawah tanah
merupakan ruang yang tercipta pada bawah permukaan tanah. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa ruang bawah tanah merupakan ruang tiga dimensional yang letaknya berada
di bawah permukaan tanah.
Ada beberapa fakta menarik mengenai ruang bawah tanah yang menimbulkan beberapa
pertanyaan dari segi arsitekturnya. Seperti pada tulisan Kennets Labs (2002), ia menyatakan
bahwa desain bawah tanah mungkin mempertanyakan utilitas dan nilai psikologis dari fitur ruang
arsitektural biasa seperti jendela, sinar matahari, akses, dan identitas visual dari bangunan
sebagai objek. Unsur-unsur ini tidak dapat terimplikasi secara jelas, ruang yang sepenuhnya
berada di bawah permukaan tidak dapat memiliki jendela eksterior, dan tidak akan memiliki
bentuk sangat terlihat dalam fungsi bangunan di mana cahaya alami dan pemandangan yang
sangat dihormati (seperti tempat tinggal atau kantor), atau di mana visibilitas dan trotoar banding
vertical
up
down
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
5
adalah pertimbangan penting ekonomi (toko-toko, restoran, dll), bentuk seperti itu tidaklah cocok
untuk program bangunan.
Gambar 2 Gambar potongan bangunan
Dapat terlihat pula pada gambar 2 Bahwa bangunan atas tanah dapat memainkan bentuk
fisik, bukaan, maupun batas luar bangunan, sementara bangunan bawah tanah tidak memiliki
identitas visual bangunan sebagai objek, yang dimaksud disini yaitu gambar (tampak) bangunan,
dan hanya terihat melalui gambar potongan bangunan.
Manfaat Ruang Bawah Tanah
Gambar 3 kedalaman layak untuk pengembangan jenis penggunaan tanah dalam struktur urban
Ronka et al.(1998) menyebutkan dalam bukunya yang membahas ruang bawah tanah,
fungsi ruang atas tanah serta bawah tanah sesuai kedalaman yang layak untuk pengembangan
jenis penggunaan tanah dalam struktur urban (gambar 3). Dapat dilihat dari diagram diatas
bahwa bangunan ada yang seutuhnya berada diatas tanah, ada yang sebagian berada di atas dan
dibawah tanah, serta ada yang seluruhnya berada di bawah tanah. Fungsinya pun beragam, dari
mulai hunian, bangunan sebagai lahan pekerjaan, kegunaan publik, industri, sarana prasarana,
hingga infrastruktur.
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
6
Gambar 4 Fungsi bangunan berupa sarana maupun infrastruktur
Urban Redevelopment Authority (URA) menyebutkan mengenai ruang bawah tanah
dalam portalnya, yang juga sudah di aplikasikan pada beberapa kota di negaranya, Singapura
(dapat dilihat pada gambar diatas). Berikut klasifikasi menurut kedalaman hingga fungsi bawah
tanah secara lebih kompleks (gambar 4):
• 1-3m : Link pejalan kaki bawah tanah, memudahkan untuk menghubungkan
antara bangunan atau jalan-jalan pada kota.
• 1m-10m : Pipa bawah tanah, utilitas bersama perumahan
• 15m-50m : Untuk meningkatkan lingkungan hidup kita, jalan dan kereta api
utama masa depan jaringan, terutama yang akan memotong melalui daerah
terbangun, akan terletak di bawah tanah. Hal ini akan mengurangi dampak
kebisingan dan debu pada rumah.
• 20m-50m : The Deep Tunnel Sewerage System, jaringan terowongan yang
beroperasi pada gravitasi dan mengangkut pembuangan air kotor dan air limbah di
seluruh pulau untuk dua pabrik Reklamasi air terpusat.
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
7
• 100m dan seterusnya : Fasilitas amunisi bawah tanah, menyimpan amunisi dan
bahan peledak.
Perkembangan Ruang Bawah Tanah
Gambar 5 Goa bawah tanah
Ruang bawah tanah pada zaman dahulu dikenal dengan tempat yang menyeramkan, biasa
dipakai sebagai tempat sumber daya alam tersembunyi hingga goa-goa tempat perlindungan,
seperti dapat dilihat pada ilustrasi diatas (gambar 5). Dapat kita ketahui bahwa ruang bawah
tanah merupakan tempat yang gelap, seram, hingga lembab karena terbuat dari tanah yang
memiliki kadar air, serta teksturnya yang beragam. Seiring berkembangnya zaman, ruang bawah
tanah dapat dibentuk menjadi ruang-ruang baru yang memiliki fungsi, juga terus dikembangkan
dalam berbagai hal.
Gambar 6 Ilustrasi Ruang bawah tanah
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
8
Beberapa ilustrasi diatas menggambarkan bagaimana arsitektur ruang bawah tanah yang
dapat dikembangkan secara beragam. Apabila bangunan atas tanah dapat memanfaatkan bentuk
bangunannya sehingga memiliki adanya bukaan sebagai ventilasi udara maupun cahaya, ruang
bawah tanah merupakan ruang yang berbatasan seluruhnya dengan tanah, yang mana tidak bisa
memiliki ventilasi.
Pada kenyataannya, sejak munculnya kota-kota modern, ruang bawah tanah selalu
digunakan, pipa air dan gas distribusi, untuk selokan, pada ruang bawah tanah dan sebagai sistem
kereta bawah tanah. Sekarang, di banyak kota dunia telah mengembangkan ruang bawah tanah.
Kini perkembangan bawah tanah tidak bisa lagi menjadi ad hoc, tetapi harus direncanakan dan
dikoordinasikan, untuk menjadi dorongan yang positif.
Bangunan dan Manusia Menurut R. Chudley dalam Building Construction Handbook (2008), bangunan merupakan
salah satu elemen dalam lingkungan terbangun. Lingkung terbangun ini apabila dilihat pada
gambar 3.1, terdapat elemen-elemen dalam lingkungan, termasuk didalamnya makhluk hidup,
tumbuhan, pohon, perairan, dan lain sebagainya, bangunan merupakan elemen terbangun yang
diciptakan oleh manusia, dan didukung oleh elemen-elemen lain dalam lingkungannya.
Gambar 7 Elemen Eksternal dalam lingkungan
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
9
Gambar 8 Elemen Internal dalam lingkungan
Disini dapat kita ketahui bahwa bangunan merupakan elemen dari sebuah lingkung bangun
eksternal (gambar 7) dimana elemen lain pada lingkung bangun tersebut juga terdapat makhluk
hidup lainnya, pohon, tanah, dan elemen lain yang menjadi satu kesatuan. Sedangkan pada
lingkup internal bangunan (gambar 8), disebutkan elemen lainnya yang berada didalam
bangunan tersebut. Kemudian manusia, ruang-bangunan, dan lingkungan menjadi bagian
kesatuan ekosistem. Sirkulasi yang seimbang antara aktivitas manusia, wujud dan penggunaan
ruang, serta sumber daya akan menghasilkan keseimbangan mikro antara manusia, ruang-
bangunan, dan lingkungan sekitar.
Arsitektur merupakan suatu proses perancangan bangunan atau lingkungan binaan. Joyce
Marcella Laurens (2004) dalam Arsitektur dan Perilaku manusia mengatakan bahwa arsitektur
adalah ruang fisik untuk aktivitas manusia, yang memungkinkan pergerakan manusia dari
satu ruang ke ruang lainnya, yang menciptakan tekanan antara ruang dalam dan ruang luar
bangunan.
Bangunan Bawah Tanah Frederick S. Merritt dalam bukunya Building Design and Construction Handbook (2000)
mengatakan bahwa bagian bangunan yang membentang di atas permukaan tanah disebut
suprastruktur, sedangkan porsi di bawah permukaan tanah disebut substruktur. Bagian-bagian
substruktur yang mendistribusikan beban bangunan ke tanah dikenal sebagai fondasi (gambar 9).
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
10
Gambar 9 Bagian-bagian distribusi bangunan
Dapat kita simpulkan bahwa bangunan bawah tanah merupakan substruktur dari suatu
bangunan, dapat berupa pondasi maupun membentuk ruang tiga dimensional seperti ruang-ruang
pada umumnya.
Gambar 10 Potongan basemen
Ini menunjukkan bahwa ruang pada bangunan dapat diperluas ke atas, maupun bawah
permukaan tanah. Ruang bawah tanah selain berfungsi sebagai substruktur bangunan, dapat juga
difungsikan sebagai ruang bawah tanah, atau yang kita kenal dengan basemen (gambar 10 dan
11). Di luar negeri, pemakaian basemen ini bukan merupakan hal yang asing lagi, namun di
Indonesia basemen lebih sering diaplikasikan pada bangunan umum yang ukurannya besar
seperti hotel, mall, supermarket, gedung perkantoran, dan lain sebagainya. Selain itu di Indonesia
basemen juga lebih sering dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraan atau gudang.
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
11
Gambar 11 Pengembangan Bawah Tanah
Aimee Wright dalam Thesisnya yang membahas bangunan bawah tanah (Connections
Between Ground-Level Public Space and Below-Ground Buildings, 2012), melihat bahwa
bangunan bawah tanah dapat memberikan wawasan baru pada semua aspek arsitektur dan desain
perkotaan. Melebihi fungsi awal sebagai cara untuk mereformasi lingkungan perkotaan yang
sempit dan penuh sesak, ruang bawah tanah sering digunakan untuk program bangunan-
bangunan konvensional.
Bangunan Bawah Tanah dalam Kawasan Perkotaan
Kawasan Perkotaan dan Kependudukan Definisi kota menurut Rapoport dalam Zahnd (1999; 4) adalah suatu permukiman yang
relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari
segi sosial. Dalam UU Penataan ruang No.26 tahun 2007, didefinisikan bahwa kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Dari segi kependudukannya, sering kita dengar yang disebut kota padat penduduk.
Kepadatan sendiri, menurut Greg Clark dan Emily Moir dalam “Density: Drivers, Dividends and
Debates” (2015) mengatakan bahwa Kepadatan atau Densitas mengukur tingkat kekompakan
atau konsentrasi. Dalam konteks perkotaan, biasa didefinisikan dalam hal populasi dan
kepadatan bangunan.
Kepadatan Kota dan Arsitektur Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam
Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
12
tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstradan McFarling, 1978; Stokols dalam
Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia
pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya
(Sarwono, 1992). Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat
kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan
struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman dapat
dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah.
Dari berbagai sumber diatas, dapat disimpulkan bahwa kepadatan yaitu terkait kuantitas
berupa jumlah individu dalam sebuah kawasan. Jika dikaitkan dengan kawasan perkotaan,
kepadatan penduduk tentunya akan membuat kota tersebut juga menjadi padat. Akibatnya akan
berpengaruh pada tata ruang kota tersebut, bagaimana alur yang terbaik yang dapat diaplikasikan
agar kegiatan dalam kota tersebut dapat berjalan secara efisien dan nyaman untuk manusia
berkegiatan sehari-hari.
Wout Broere dalam Urban underground space: Solving the problems of today’s cities
(2015), mengatakan bahwa lingkungan perkotaan di dunia ini terus meningkat. Sejak 2008, lebih
dari setengah dari populasi dunia tinggal di kota-kota dan dunia Populasi diperkirakan akan
meningkat menjadi sekitar 10 miliar orang lebih empat dekade berikutnya. Di dunia, penduduk
pedesaan diproyeksikan untuk tetap stabil dalam periode ini, sementara kenaikan akan terjadi di
daerah perkotaan. Menurut UN dalam World Population Prospects 2007, diperkirakan pada
2050, 70% dari semua orang akan hidup di kota-kota dan penduduk perkotaan di dunia akan
meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan abad sebelumnya.
Menurut Kuswartojo (2005), pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia memang lebih
tinggi dari pada penduduk pedesaan. Pertumbuhan penduduk tertinggi memang terjadi di kota
kota besar, tetapi pertumbuhan tinggi itu umumnya karena luberan kota besar atau karena ada
kegiatan ekonomi yang memuncak. Apapun yang terjadi pertumbuhan penduduk dan
perkembangan aktivitasnya tersebut tidak dapat diikuti oleh pembangunan prasarana maupun
fasilitas perkotaan lainnya. Menurut Shaw (1991), walaupun pertumbuhan penduduk hanyalah
salah satu penyebab, tetapi bila dilihat secara seksama, faktor penduduk dan rumah tangga
merupakan faktor dominan yang menyebabkan ketidak seimbangan dengan lingkungan tersebut.
Faktanya, bahwa kota teruslah berkembang. Populasi selalu meningkat setiap harinya. Hal
ini menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan, kemampuan hidup, serta dan ketegangan
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
13
pada sumber daya dan ruangnya. Ini menunjukkan bahwa kuantitas manusia didalam kota akan
mempengaruhi fasilitas serta pembangunan kota tersebut, terkhusus pada wilayah pusat kota,
yang pastinya menjadi tujuan hidup dari mayoritas penduduk pada Negara tersebut. Ini pada
akhirnya menuntut arsitektur kota tersebut untuk mampu mewadahi fasilitas manusia didalamnya
dengan lahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Pada pembahasan mengenai City Planning dalam buku Strategic Development and use of
Underground Space (1997), disebutkan bahwa dengan meningkatnya urbanisasi, kota terus
bertumbuh. Secara tradisional, kota telah tumbuh dalam dua cara; mereka telah menyebar dan
menjadi lebih padat. Dengan munculnya baja struktural dan lift, pilihan ketiga dalam
pembangunan yaitu membangun keatas (bangunan tinggi, vertikal ke atas). Sekarang ada pilihan
keempat, yaitu membangun bawah.
Perkembangan Bawah Tanah dalam Pembangunan Perkotaan Pada salah satu situs portal berita Amerika news.com.au pada 3 Mei 2015 mengenai kota
bawah tanah yang luar biasa untuk meringankan kepadatan penduduk, disebutkan bahwa
bertambah padatnya penduduk bumi, tapi tak diimbangi dengan luas permukaan, membuat
banyak kota-kota besar menggagas ide radikal untuk mengembangkan dan membangun fasilitas
kotanya di bawah tanah. Pembangunan di bawah tanah ini dipercaya bisa mengatasi masalah
kepadatan, keterbatasan lahan, serta perubahan iklim yang kerap melanda sejumlah kota besar
dunia. Apalagi, hal ini didukung oleh laporan yang dirilis oleh Badan Riset Nasional AS.
Menurut laporan yang terbit pada 2013 tersebut pembangunan fasilitas di bawah tanah
merupakan cara terbaik dalam membangun kota yang berkelanjutan.
Pada news.com.au pada 3 Mei 2015 mengenai kota bawah tanah yang luar biasa untuk
meringankan kepadatan penduduk, dicontohkan 3 kota besar dunia yang sudah memiliki rencana
pembangunan fasilitas kota di bawah permukaan tanah, yaitu Singapura, New York dan London.
Salah satu contoh lain, seperti pada pembahasan The Future: Now Under Construction
dalam artikel Megaproject Management: Lessons on Risk and Project Management from the Big
Dig (2013) yang membahas tentang pembangunan Big Dig menyebutkan bahwa terdapat salah
satu contoh di dunia yang memecahkan masalah perkotaan melalui pemanfaatan ruang bawah
tanah, seperti di kota Boston (AS), dimana jalan setinggi enam jalur diganti oleh delapan sampai
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
14
sepuluh jalan tol bawah tanah, yang disebut Central Artery / Tunnel Project. Jalan tol ini akan
mempercepat lalu lintas ke dan melalui kota, menciptakan hubungan dengan transportasi umum,
menghasilkan udara yang lebih bersih dan di pusat kota Boston menciptakan sekitar 110 hektar
ruang terbuka baru. Dan proyek ini selesai pada tahun 2007.
Gambar 12 sebelum dan sesudah proyek Central Artery Boston
Gambar 12 merupakan ilustrasi pembangunan ruang bawah tanah di boston yang
melihatkan perbedaan sebelum dan sesudah pembangunan. Pada portal Amerika Massachusetts
Department of Transportation Highway Division, dijelaskan bahwa Boston merupakan salah satu
kota di dunia dengan tingkat kemacetan mencapai 10 jam setiap harinya. Hal ini disebabkan
karena jalan tol 6 jalur yang disebut dengan the Central Artery yang tidak sesuai lagi
kapasitasnya. Jalan tol ini semula didesain untuk kapasitas 75.000 kendaraan. Akan tetapi
menjelang tahun 1990’an, kendaraan yang melewati jalan ini mencapai 200.000 kendaraan.
Akibat dari kemacetan ini adalal terganggunya akses jalan arteri menuju bandara.
Gambar 13 Ilustrasi pembangunan Big Dig Boston (denah)
A
B
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
15
Gambar 14 Ilustrasi potongan pembangunan Big Dig Boston
Dari contoh ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang bawah tanah dapat dijadikan solusi
pada masalah perkotaan. Pada ilustrasi denah (gambar 13), dapat terlihat area hijau yang terletak
diantara dua bangunan, yang sebelumnya merupakan 6 jalur transportasi yang mengakibatkan
kedua bangunan tidak dapat saling terhubung oleh manusia secara langsung. Kemudian proyek
ini menghilangkan jalur tol tersebut yang dialihkan ke bawah tanah. Terlihat pada gambar
potongan diatas (gambar 14).
Gambar 14 setelah pembangunan Big Dig Boston
Pembangunan di Boston ini mengakibatkan lahan dengan fungsi awal dapat
dialihfungsikan sebagai ruang terbuka baru (gambar 14), dan jalur transportasi memiliki tempat
lebih efisien dimana tidak terkoneksi langsung dengan bangunan disekitarnya. Rencana ini juga
mendukung sistem transportasi menjadi lebih cepat dan nyaman, serta tidak memakan banyak
lahan pada kota tersebut.
Satu lagi kota yang tidak bisa dilupakan apabila berbicara mengenai pembangunan bawah
tanahnya, yaitu Montreal, Kanada. Pada The Future of Underground dalam thesis Durmisevic
(1999), didalamnya ia membahas Montreal sebagai contoh. Perkembangan ruang bawah tanah
pada Montreal ini dimulai sekitar 35 tahun yang lalu. Kota ini terkenal dengan salah satu kota
indoor terindah di dunia, kotanya terbangun dibawah permukaan tanah dan mencakup
keseluruhan sekitar 30 km koridor, terowongan, dan ruang publik. Bawah tanahnya terintegrasi
Potongan B Potongan A
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
16
dengan baik dengan bangunan di atas tanah, baik secara fungsional maupun struktural. Pada
kasus Montreal ini, lalu lintas tetap di atas tanah dan keseluruhan “kota dalam ruangan” untuk
pejalan kaki diciptakan dibawah tanah.
Pembangunan Bawah Tanah di Indonesia “Jika selama ini pemikiran tentang pemanfaatan ruang bawah tanah di Jakarta berkembang
hanya sebatas pembangunan subway sebagai bagian dari mass rapid transit (MRT), dosen Kajian
Perkotaan Pasca Sarjana Universitas Indonesia Hendricus Andy Simarmata mengatakan,
pemanfaatan sebenarnya bisa dikembangkan untuk menjawab masalah kependudukan di Jakarta
yang sudah overload.” (“Ruang Bawah Tanah, Solusi Kependudukan Jakarta?”, Kompas 14
September 2009)
“Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berencana akan semakin memaksimalkan ruang
bawah tanah untuk proyek-proyek pengerjaan infrastruktur ke depan. Infrastruktur yang
dimaksudnya khusus pada transportasi massal. Menindaklanjuti itu berbagai regulasi juga
rencananya mulai disiapkan.” (“Jokowi Akan Manfaatkan Ruang Bawah Tanah”, Pikiran
Rakyat, 8 Oktober 2015)
Dari dua berita harian diatas, dapat kita ketahui bahwa faktanya di Jakarta saat ini sedang
gencarnya pembangunan ruang bawah tanahnya khususnya dalam hal transportasi massal, Mass
Rapid Transit atau MRT. Ibukota Indonesia saat ini sedang memaksimalkan fungsi ruang bawah
tanah untuk menurunkan permasalahan kepadatan penduduk di Ibukota. Pembangunan ruang
bawah tanah di Indonesia memang belum sepesat kota-kota maju lainnya di dunia, akan tetapi
beberapa pemimpin di Indonesia mulai menyadari adanya ruang bawah tanah yang dapat
dimanfaatkan agar lebih efektif.
Pembangunan Bawah Tanah sebagai Solusi Perkembangan Perkotaan Ken Dobinson et al dalam Underground Space in the Urban Environment Development and
Use (1997) menyebutkan bahwa dengan meningkatnya urbanisasi, kota terus berkembang.
Akibatnya, kota dapat berkembang dengan dua cara, didukung pula teknologi yang semakin
canggih, kota dapat dikembangkan ke atas, dan juga pengembangan ke bawah. Pembangunan
secara vertikal ini merupakan salah satu solusi perkembangan perkotaan apabila lahan tidak lagi
mampu membangun ke samping.
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
17
Gambar 15 Diagram Perbedaan Level
Gambar 16 Diagram Alternatif Pengembangan Perkotaan
Berdasarkan teori dan beberapa contoh yang telah dibahas diatas, dapat disimpulkan bahwa
kota yang penuh pada akhirnya membutuhkan solusi untuk menyebarkan isinya yang padat agar
ruang menjadi lebih efisien. Dapat dilihat juga pada gambar 15, suatu bidang atau dapat juga kita
sebut ruang, apabila memiliki banyak kegiatan diatasnya akan mengalami penumpukan yang
mengakibatkan crossing activity atau kegiatan yang saling bertabrakan. Untuk itu, dengan
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
18
adanya perbedaan level membuat alur kegiatan tersebut dapat di atur agar tidak menubruk dan
penuh. Jika diaplikasikan pada perkotaan, ini dapat diterapkan melalui adanya perbedaan lantai
(ke atas maupun bawah) yang mengatur adanya suatu kegiatan tertentu dalam perbedaan level
melalui lapisan-lapisan (gambar 16), misalnya untuk transportasi, area privat, area hijau, area
komersial, maupun kemungkinan lainnya yang membuat pergerakan kegiatan dapat berjalan
lebih efisien.
Kesimpulan
Meskipun letaknya yang tidak terlihat karena berada dibawah permukaan tanah, ruang
bawah memiliki berbagai potensi sebagai salah satu dari pilihan pengembangan ruang, serta
memiliki manfaat yang cukup luas, salah satunya dalam konteks perkotaan. Secara tutrun-
temurun, kita ketahui bahwa zaman dahulu kala manusia memanfaatkan ruang bawah tanah
sebagai tempat bertinggal, berlindung dari berbagai ancaman, ada pula yang menggunakan ruang
bawah tanah sebagai perlindungan diri dari cuaca ekstrem. Kini ruang bawah tanah teruslah
dikembangkan, bangunan-bangunan seperti basemen hingga ruang penyimpanan juga mulai
digunakan. Seiring berkembangnya zaman, ruang bawah tanah teruslah dikembangkan, bahkan
kini dapat menjadi pusat perbelanjaan, rekreasi, serta akomodasi.
Pada akhirnya, ruang bawah tanah dapat menjadi salah satu alternatif bagi perkembangan
perkotaan padat, yaitu dengan menerapkan perbedaan level, salah satunya dengan pengembangan
ke bawah. Dengan adanya perbedaan level, alur pergerakan dapat diatur dan kota dapat
diciptakan menjadi lebih kompak dan efisien. Kota yang penuh dapat dikondisikan menjadi alur
yang tertib, dengan mempertimbangkan ruang bawah tanahnya, arsitekturnya, segala bangunan
di dalamnya, serta mempertimbangkan aspek lainnya.
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
19
Referensi
Buku
Ching, Francis DK. 2000. Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan Edisi Kedua. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Goel, R. K., Bhawani Singh, & Zhao, Jian. 2012 Underground Infrastucture: Planning, Design,
and Construction. UK:Elsevier.
Ronka, K., Ritola, J., Rauhala, K., 1998. Underground Space in Land-Use Planning. Tunnelling
and Underground Space Technology, Vol. 13, No 1, pp. 39-49
Jurnal
Broere, Wout. 2015. Urban underground space: Solving the problems of today’s cities
Carmody, J and Sterling, R (1993) Underground Space Design— A Guide to Subsurface
Utilisation and Design for People in Underground Spaces. Van Nostrand Reinhold, New
York
Bangunan Bawah …, Indira Novadiani, FT UI, 2017
20
Dobinson Ken, Bovven Rod. 1997. Underground space in the urban environment development
and use, the Warren Centre for Advanced Engineering, the University of Sydney.
Durmisevic, Sanja. 1999. “The future of the underground space”, Cities, Vol.16, No4
Labs, Kenneth. 1989. The Architectural Underground. U.S.A: Vol. 1, pp. 135- 156.
UN, 2007. World Population Prospects: The 2007 Revision. Technical Report. United Nations,
Department of Economic and Social Affairs, Population Division.
Maire, P., Blunier, P., 2006. Underground planning and optimisation of the underground
ressources’combination looking for sustainable development in urban areas. Proc. Going
Underground: Excavating the Subterranean City, Manchester
Situs dan Berita Harian
“Going Underground”. https://www.ura.gov.sg/skyline/skyline12/skyline12-06/article-03.html.
Diakses pada 3 April 2017.
http://www.massdot.state.ma.us. 2013. The Future: Now Under Construction. Megaproject
Management: Lessons on Risk and Project Management from the Big Dig. Diakses pada 17
Mei 2017.
“Ruang Bawah Tanah, Solusi Kependudukan Jakarta?”, Kompas 14 September 2009
“Jokowi Akan Manfaatkan Ruang Bawah Tanah”, Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2015
top related