bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1. gambaran...
Post on 06-Mar-2019
213 Views
Preview:
TRANSCRIPT
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Dusun Sumogawe merupakan salah satu dusun dari 11
dusun yang ada di desa Sumogawe. Warga menyebut dusun
ini dengan sebutan Gondang. Dusun Sumogawe terletak 7 km
dari Salatiga ke arah Kopeng atau Magelang, di dusun ini
dilalui jalan raya utama jalur Salatiga-Magelang, sehingga
transportasi umum di dusun ini tergolong mudah.
Dusun Sumogawe dibagi menjadi 6 RT (Rukun Tetangga),
dengan jumlah penduduk pada bulan Juli 2013 kurang lebih
1167 jiwa, jumlah penduduk laki-laki 615 jiwa, dan penduduk
perempuan sekitar 552 jiwa. Mayoritas penduduk dusun
Sumogawe merupakan penduduk asli daerah setempat dengan
latar budaya Jawa, mata pencaharian mayoritas penduduk
adalah petani, dan tingkat pendidikan mayoritas penduduk
adalah SD. Jumlah penduduk perempuan yang memiliki status
menikah, tinggal dengan suami, dan berusia antara 40 sampai
dengan 60 tahun kurang lebih 112 orang, dengan tingkat
pendidikan SD sekitar 77 orang, SMP 12 orang, SMA 7 orang,
Perguruan Tinggi 9 orang, dan tidak pernah sekolah 7 orang.
52
Pelayanan kesehatan yang ada di desa Sumogawe antara
lain Pos Kesehatan Desa (PKD) yang terletak di dusun Piji,
dokter praktek swasta di dusun Pendingan, perawat praktik
(mantri) yang terletak di dusun Piji, Posyandu ibu dan anak di
setiap dusun, dan beberapa dukun pijat yang sudah
mendapatkan beberapa kali pelatihan dari dinas kesehatan
kabupaten Semarang. Di dusun Sumogawe hanya terdapat
posyandu yang melayani kesehatan balita, ibu hamil dan
program KB, dan 2 dukun pijat. Kegiatan promosi kesehatan
yang pernah diadakan di dusun Sumogawe lebih kepada
kesehatan ibu hamil dan balita, serta pelayanan akseptor KB.
Untuk program promosi kesehatan bagi anak usia sekolah
diadakan di setiap sekolah oleh puskesmas sesuai dengan
agenda kegiatan puskesmas. Program Kesehatan bagi remaja,
kesehatan seksual pasangan usia produktif, dan kesehatan
lansia masih kurang, sehingga pengetahuan penduduk
mengenai kesehatan juga masih terbatas.
53
4.2. Karakteristik Partisipan
Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Partisipan
Kode Usia
(tahun) Pekerjaan Pendidikan
Usia suami (tahun)
Pekerjaan suami
Lama menikah (tahun)
Jumlah anak
(orang)
Lama menopause
(tahun)
P1 48 IRT SMP 56 PNS 24 2 1
P2 57 Petani Tidak
Sekolah 68 Petani 36 2 7
P3 53 IRT SMA 53 Wiraswasta 33 6 3
P4 55 PNS Perguruan
Tinggi 58
Pensiunan PNS
26 3 3
P5 58 IRT SD 68 Petani 41 3 8
P6 57 IRT SD 63 Pensiunan
PNS 40 4 6
P7 54 Petani SD 59 Wiraswasta 37 3 1
P8 48 Pedagang SD 53 Wiraswasta 31 3 1
54
4.3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian merupakan hasil analisis data yang
mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam kepada
partisipan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh 3 tema utama dengan beberapa sub tema yang pada
setiap tema yang menjawab tujuan khusus terkait gambaran
perubahan aktivitas seksual wanita menopause di Dusun
Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang.
Tujuan khusus 1 : Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause di Dusun
Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang
Beberapa hal seperti faktor fisik, faktor hubungan, faktor
gaya hidup, faktor gaya hidup, dan lain-lain dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi kehidupan seksualitas seseorang,
dan pada setiap individu dapat berbeda satu sama lain. Faktor-
faktor tersebut dapat menjadi salah satu hal yang dapat
mengakibatkan perubahan aktivitas seksual seseorang, yang
juga dapat berbeda satu sama lain, terlebih setelah memasuki
usia menopause. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi seksualitas yang diungkapkan oleh partisipan
55
melalui wawancara mendalam, dapat diperoleh gambaran
perubahan aktivitas seksual wanita menopause.
Tujuan khusus 2 : Mengidentifikasi hambatan aktivitas seksual
wanita menopause di Dusun Sumogawe, Desa Sumogawe,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
Dengan mengidentifikasi hambatan aktivitas seksual
wanita menopause baik berupa hambatan internal maupun
hambatan eksternal, tujuan umum penelitian ini akan terjawab
lebih kuat, selain mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual. Hambatan aktivitas seksual
seseorang dapat mempengaruhi bagaimana perubahan
aktivitas seksual orang tersebut.
Berikut skema yang menjelaskan proses analisis data hasil
wawancara mendalam sehingga diperoleh tema yang tersusun
dari kata kunci yang berasal dari pernyataan-pernyataan
bermakna, dikelompokkan menjadi kategori, kemudian
dikelompokkan kembali menjadi sub tema, dan diperoleh tema.
Setiap skema menyusun 1 tema.
56
Skema Tema 1. Gambaran Diri Wanita Menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Sub tema 1.1. Pengetahuan tentang menopause
Pada penelitian ini, delapan partisipan terdiri dari empat
wanita yang memiliki tingkat pendidikan SD, satu orang tidak
pernah bersekolah,satu orang dengan tingkat pendidikan SMP,
satu orang memiliki tingkat pendidikan SMA, dan satu orang
perguruan tinggi. Dengan perbedaan tingkat pendidikan
tersebut juga tidak memberikan pemahaman yang jauh
berbeda. Partisipan mengatakan bahwa tidak mengetahui
Tidak tahu Pengetahuan
sebelum
mengalami
menopause Pengetahuan
tentang
menopause
Wanita berhenti
haid pada usia
lanjut
Pengetahuan
setelah
mengalami
menopause
Wanita yang tidak
subur lagi
Gambaran
diri wanita
menopause
Wanita yang sudah
waktunya berhenti
haid
Menyenangkan
suami
Tujuan
hubungan
seksual
setelah
menopause
Persepsi
tentang tujuan
hubungan
seksual
setelah
menopause
kewajiban
Memenuhi
kebutuhan
Bentuk ungkapan
sayang
57
secara jelas dan lengkap tentang menopause, tetapi menjadi
lebih memahami ketika sudah mengalaminya sendiri.
Berikut jawaban yang diberikan salah satu partisipan
mengenai pengetahuan sebelum mengalami menopause:
“Apa ya, mbak.. Soalnya dulu juga ga pernah mikir bakal ngalami gini. Ga mudeng apa itu. … Ya, kalau yang saya tau, dari yang saya alami ya…. berhenti haid itu wanita yang sudah usia tua, yang sudah habis masa suburnya.” (P6)
“Saya pernah denger mbak, tapi ya cuma pernah denger, kalau, apa itu menopause ga ngerti. …” (P3)
Berikut jawaban partisipan yang menunjukkan
pemahamannya sebelum dan setelah mengalami menopause:
“ya dulu ga terpikir mbak. Tapi ya tau kalo sudah tua nanti pasti akan mengalaminya, tapi ga tau kapan itu.” (tersenyum), hmm… Orang yang berhenti haid itu orang yang sudah lanjut usia mbak. … ya ternyata orang yang berhenti haid itu belum tentu kalo sudah lanjut usia, setua yang saya kira. Ya, nyatanya saya umur 46an kemarin sudah mulai ga haid lagi..” (P1)
Salah satu partisipan juga mengungkapkan
pengetahuannya setelah mengalami menopause seperti di
bawah ini:
“Ya.. wanita itu memang diciptakan mengalami haid dan akan berhenti pada waktunya, nantinya akan berhenti entah itu kapan, setiap orang berbeda..” (P4)
58
Sub tema 1.2. Tujuan Hubungan Seksual setelah Menopause
Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan tujuan
pasangan suami-istri melakukan hubungan seksual setelah
mengalami menopause adalah untuk menyenangkan suami,
sebagai kewajiban, memenuhi kebutuhan, dan sebagai bentuk
ungkapan sayang. Berikut jawaban yang diungkapkan
partisipan:
“… Buat nyenengin suami, kalau yang suaminya masih seger, masih mampu campur sering-sering. Juga melakukan kewajiban suami-istri, mbak….” (P5)
“Melakukan hubungan tu kewajiban mbak, tapi juga kebutuhan, kan kadang karena pengen..hehehehe..” (P6)
“Suami-istri itu punya kewajiban, mbak. Ya itu..hehe. selain itu, itu juga sebagai bentuk cinta kita pada suami.” (P8)
59
Skema Tema 2. Perubahan yang dialami setelah Menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Sub tema 2.1. Perubahan Fisik Wanita Menopause
Partisipan mengungkapkan hal-hal yang hampir sama
mengenai perubahan fisik yang dirasakan. Ungkapan tersebut
seperti yang dikatakan salah satu partisipan berikut ini:
“Yaaa…Sekarang tu mudah capek, mbak. Kaya gampang mau masuk angin gitu, mbak. ngapa-ngapa jadi males karena gampang lesu. Dulu kan enggak.”(P8)
Perubahan
fisik wanita
menopause
Perubahan
fisik yang
dirasakan
Badan mudah
lelah
Lesu, tidak fit
Tidak perlu
memikirkan
kontrol KB
Perubahan
yang dialami
setelah
menopause
Perubahan
psikologi
wanita
menopause
Bebas
beraktivitas dan
beribadah Perubahan
sikap
Menerima diri
secara positif
Menjadi tua
Hubungan
dengan
keluarga
Perubahan
keluarga
setelah
menopause
Tidak
mempengaruhi
kedekatan
dengan keluarga
60
Salah satu partisipan juga mengungkapkan bahwa
partisipan merasa lebih nyaman setelah mengalami
menopause, berikut ungkapannya:
“Kalo saya sih nyaman sekarang, dulu pas menstruasi pegel-pegel terus, tiap bulan mules, sekarang uda ga pernah haid ya malah uda ga pernah mules-mules, jadi bebas.” (P3)
Sub tema 2.2. Perubahan Psikologi Wanita Menopause
Perubahan psikologi wanita menopause ditunjukkan
dengan sikap partisipan dalam menghadapi menopause.
Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa sudah semakin
tua, tetapi masing-masing dapat menyikapinya secara positif,
karena sudah menyadari bahwa sudah waktunya mengalami
menopause, dan bahkan menjadi lebih senang karena sudah
tidak perlu kontrol KB secara rutin, serta dapat melakukan
ibadah sholat lima waktu tanpa halangan. Berikut jawaban
salah satu partisipan:
“Lebih bebas mbak, ya kalau merasa lebih tua itu emang udah umurnya, ya tetep merasa mbak.. tapi jadi bebas, mau sholat ga ada halangan.. Terus hemat juga mbak, ga KB ke bu bidan,…” (P6)
“Yaa…. Kalau tua itu pasti, la wong udah umurnya, … Ya…. bisa lebih menerima diri lah mbak, maksudnya bisa menyadari kalau memang sudah umur segini, sudah waktunya berhenti KB, berhenti haid, uda mulai gampang capek, lalu apa ya mbak,, ga menyalahkan keadaan gitu mbak..” (P5)
61
Sub tema 2.3. Hubungan dengan Keluarga
Hubungan antara partisipan dengan keluarga sangat
dekat, dan menurut semua partisipan kondisi menopause tidak
mempengaruhi kedekatan, dan perhatian dalam keluarga.
Berikut ungkapan salah satu partisipan:
“Keluarga tahu, tetapi juga tidak menjadi masalah, keluarga menerima, yaa.. berjalan kaya biasa saja.” (P4)
Bagi P8, hubungan dengan keluarga sangat erat, bahkan
ketika memutuskan untuk melepas KB karena ingin
mengetahui apakah sudah menopause atau belum, P8
membicarakan dan mengambil keputusan bersama dengan
keluarga. Berikut ungkapannya:
“Tahu, mbak. Saya ngomongin KB, terus keputusan nglepas KB tu juga sama anak perempuan saya, kebetulan kan udah nikah, jadi isa ngobrol-ngobrol bareng. Suami juga waktu itu aku ajak ngobrol tentang keputusan nglepas KB., jadi pasti tahu.” (P8)
62
Skema Tema 3. Perubahan aktivitas seksual setelah
menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Ungkapan
cinta melalui
tindakan
Bercanda,
bermesraan
Mulai enggan
Perubahan
fisik ketika
berhubungan
seksual
Terkadang sakit
Kemaluan kering
dan lama
basahnya
Mudah lelah
Tidak berubah
Frekuensi
hubungan
seksual
Penurunan
frekuensi
hubungan
seksual
Tidak pernah
melakukan
Jarang
melakukan
Mulai berkurang
Ungkapan
cinta melalui
perhatian
Mengingatkan
makan dan
mengingatkan
istirahat
Bentuk ungkapan
cinta kepada
pasangan
Respon
pasangan
Perubahan
aktivitas
seksual
setelah
menopause
Perubahan
ketika
berhubungan
seksual Perubahan
psikologi
ketika
berhubungan
seksual
Tidak mengeluh tanggapan
pasangan
terhadap
perubahan
hubungan
seksual
Memberikan
dukungan
63
Sub tema 3.1. Bentuk Ungkapan Cinta kepada Pasangan
Pada saat wawancara dilakukan, partisipan
mengekspresikan jawaban dengan malu-malu, saat menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan bentuk ungkapan cinta
kepada pasangan. Beberapa partisipan mengungkapkan
bahwa partisipan dan suami masih mengungkapkan cinta dan
kasih sayang dengan cara bercanda, bermesraan dan
bergurau. Seperti jawaban berikut:
“Masih, mbak. Mesra-mesraan masih..ahaha, bercanda-bercanda masih.” (P6)
Salah satu partisipan juga menungkapkan bahwa
perhatian merupakan bentuk ungkapan rasa cinta dan sayang
pada suami, seperti ungkapan berikut:
“… Paling kaya buatin minum, nyiapin makan, ngerokin waktu sakit. Apa lagi ya nduk, yang pasti saya sering mengingatkan bapak jangan sampai kecapekan kalo kerja, namanya uda tua, gampang capek, gampang sakit.” (P2)
Satu dari partisipan juga memberikan jawaban bahwa tidak
pernah lagi mengungkapkan rasa sayang dan cinta kepada
suami, partisipan lebih memilih untuk mengungkapkan sayang
kepada anak-cucu, seperti pernyataan berikut:
“… Uda ga pernah, mbak. Bercanda ya sama cucu. Malu to mbak, udah tua.. Mesranya udah dihabisin, dipuasin waktu muda..hehehehe.” (P5)
64
Sub tema 3.2. Frekuensi Hubungan Seksual
Salah satu perubahan aktivitas seksual yang dialami
partisipan adalah penurunan frekuensi dalam berhubungan
seksual. Beberapa partisipan mengatakan bahwa frekuensi
berhubungan seksual sudah berkurang dibandingkan pada
saat sebelum mengalami menopause. Berikut ungkapan salah
satu partisipan;
“Ya pasti mbak, uda makin tua, ya uda ga kaya dulu, uda berkurang.” (P3)
Salah satu partisipan memberikan jawaban bahwa sudah
tidak pernah melakukan hubungan seksual bahkan sejak masih
usia produktif, berikut jawabannya:
“… saya tu uda ga pernah campur sama sekali sejak anakku laki-laki habis sunat, kalo saya karena uda ga ingin punya anak lagi jadi uda ga minat berhubungan, kalo bapak bilang uda ga pantes, anaknya uda besar-besar, tidur berdua aja jarang-jarang nduk.” (P2)
Sub tema 3.3. Perubahan ketika berhubungan seksual
Perubahan aktivitas seksual pada partisipan juga terlihat
pada ungkapan partisipan tentang perubahan yang dialami
ketika melakukan hubungan seksual. Tiga partisipan
menyatakan masih nyaman dan tidak ada perubahan ketika
melakukan hubungan seksual, seperti ungkapan salah satu
partisipan berikut:
65
Tidak ada, dik, masih nyaman, masih seperti dulu.” (P4)
Salah satu partisipan juga menyatakan bahwa terdapat
perubahan, tetapi tidak menjadi masalah, seperti berikut:
”Ada perubahan, mbak. tapi, saya pikir memang itu yang pasti akan dialami seseorang ketika makin tua. itu loh, kayak kering gitu kalo buat hubungan, lama basahnya.” (P8)
“… Kan, kalo berhubungan jadi kaya gampang capek, gitu mbak. Ga tau kenapa mbak, karena uda mulai tua itu mungkin ya, mbak. Tapi ya masih baik-baik mbak, ga jadi masalah.” (P6)
Lima partisipan lainnya mengatakan terdapat perubahan
yang dialami ketika melakukan hubungan seksual tetapi tidak
menjadi masalah atau hal yang mengkawatirkan dan tetap
melakukan hubungan seksual. Berikut jawaban salah satu
partisipan:
“ga gimana-gimana, mbak, rasanya juga ga berubah. (sambil tersenyum), ya cuma saya sebenarnya mulai enggan, la uda capek sama aktivitas, tapi ga ta bikin masalah, tetep berhubungan.” (P1)
Sub tema 3.4. Respon pasangan
Perubahan yang dialami dalam aktivitas seksual terutama
ketika melakukan hubungan seksual, biasanya mendapatkan
tanggapan dari suami. Seluruh partisipan mengatakan bahwa
suami tidak pernah memberikan tanggapan atau respon dalam
66
perubahan yang dialami ketika berhubungan seksual. Para
partisipan mengatakan bahwa suami tidak mengeluhkan
adanya perubahan, seperti yang diungkapkan salah satu
partisipan berikut ini:
“… Ga pernah ngobrolin kaya itu mbak. Bapak juga udah tua, udah menyadari kalau sudah ga mampu mungkin, udah ga pernah mengeluh juga, mbak. hehehe..” (P5)
Meskipun suami tidak pernah mengeluh, dua dari delapan
partisipan mengatakan bahwa pernah membicarakan dengan
suami tentang perubahan yang dialami ketika melakukan
hubungan seksual, tetapi hal itu tidak merubah kebiasaan, dan
justru memperoleh dukungan dari suami. Berikut
pernyataannya:
“… Ya kalo saya pas sakit, ya saya bilang biar pelan-pelan, gitu.” (P7)
“… bapak juga selalu kasih dukungan, katanya ga usah dipikir, wong emang udah tua, gitu mbak.” (P8)
4.4. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan dalam
penelitian ini berusia antara 48 tahun sampai dengan 58 tahun
dan telah mengalami berhenti haid antara 1 tahun sampai
dengan 8 tahun. Hal tersebut sesuai dengan teori dari
Kusmiran (2011), yang menyatakan bahwa menopause adalah
67
masa berakhirnya siklus menstruasi yang terdiagnosis setelah
12 bulan tanpa periode menstruasi. Secara umum dapat terjadi
pada usia 40 sampai 58 tahun.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh tiga tema
dengan sub tema masing-masing yang bersangkutan. Tema-
tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan khusus
penelitian. Berikut pembahasan mengenai masing-masing
tema yang dihasilkan dari penelitian ini.
a. Gambaran Diri Wanita Menopause
Pada penelitian ini, tema gambaran diri wanita
menopause tersusun dari 2 sub tema, yang
menggambarkan antara lain mengenai bagaimana
pengetahuan wanita menopause, dan bagaimana tujuan
hubungan seksual setelah menopause. Tema ini menjawab
tujuan khusus yang pertama, yakni faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai kesehatan
reproduksi terutama tentang menopause, dan bagaimana
persepsi mengenai tujuan hubungan seksual setelah
menopause termasuk dalam faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual berkaitan dengan konsep
diri, seperti yang dikemukakan Andarmoyo (2012) dalam
68
bukunya yang berjudul “Psikoseksual dalam Pendekatan
Konsep dan Proses Keperawatan”. Andarmoyo
menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi
seksualitas adalah konsep diri. Pandangan individu terhadap
dirinya mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas.
Seseorang yang merasa tidak berdaya, tidak berguna,
merasa harga dirinya rendah, dan kurang percaya diri akan
berdampak negatif terhadap fungsi seksualitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan wanita
sebelum dan sesudah mengalami menopause tidak jauh
berbeda, baik bagi wanita dengan pendidikan rendah atau
berpendidikan tinggi. Sebelum mengalami menopause
wanita kurang memahami tentang istilah ini, tetapi mereka
mengerti bahwa setelah tua haid akan berhenti. Setelah
mengalami menopause, baru menyadari bahwa wanita yang
berhenti haid mengalami beberapa perubahan.
Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kiaonarni (2010), yang
menyatakan bahwa jika tingkat pendidikan kurang maka
tingkat pemahaman tentang menopause pun juga
berkurang.
69
Namun, hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nurwahyuni (2012), dalam hasil
penelitian yang telah dilakukannya disebutkan bahwa
pemahaman yang kurang mengenai menopause, serta
kurangnya informasi, dan penyuluhan atau kegiatan
mengenai menopause bagi wanita, dianggap menjadi hal
yang lumrah dan wajar.
Tujuan melakukan hubungan seksual bagi wanita
menopause dalam penelitian ini diantaranya menjadi
kewajiban, keinginan menyenangkan suami, memenuhi
kebutuhan dan sebagai ungkapan kasih sayang. Pada
dasarnya pemikiran wanita tentang hubungan seksual lebih
berpegang pada norma agama yang menyatakan bahwa
wanita memiliki kewajiban untuk melayani suami, sehingga
wanita menopause cenderung melakukan hubungan seksual
bukan atas keinginan sendiri.
Hal ini sesuai dengan salah satu dimensi seksual
menurut Andarmoyo (2012), yaitu dimensi agama dan etik.
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama
dan etik. Ide pelaksanaan seksual etik dan emosi yang
berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk
pembuatan keputusan seksual, spektrum sikap yang
70
ditunjukkan pada seksualitas di rentang dari pandangan
tradisional tentang hubungan seks hanya dalam perkawinan
sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan
apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang
melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan
konflik internal.
b. Perubahan yang Dialami Wanita Menopause
Tema kedua dalam penelitian ini, menjawab tujuan
khusus pertama, yakni mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause.
Perubahan yang dialami wanita menopause yang telah
dikelompokkan berdasarkan sub tema seperti perubahan
fisik, perubahan psikologi dan perubahan hubungan dengan
keluarga, secara umum dapat menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual seseorang.
Dalam penelitian ini perubahan fisik yang dialami wanita
setelah menopause berupa mudah lelah, badan menjadi
lesu, tidak fit lagi, tidak segar lagi seperti sebelum
mengalami menopause.
Perubahan fisik yang dialami wanita dalam penelitian ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nurwahyuni pada
penelitiannya tahun 2012 yang mengungkapkan bahwa
71
perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi
perubahan organ reproduksi wanita. Perubahan fungsi
indung telur akan mempengaruhi hormon dalam yang
kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita
pada umumnya. Tidak heran apabila kemudian muncul
berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan
organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya.
Pada penelitian ini, perubahan psikologi yang dialami
wanita setelah menopause diketahui berdasarkan pada
perubahan sikap yang telah diungkapkan oleh wanita
menopause. Perubahan sikap tersebut meliputi pandangan
diri setelah mengalami menopause menjadi tua, tetapi pada
umumnya dapat menyikapi dengan menerima secara positif
terhadap kondisi bahwa sudah mengalami menopause.
Wanita menopause juga tidak merasakan kecemasan
karena bagi mereka berhenti haid adalah hal yang wajar
dialami oleh setiap manusia, mereka berpandangan dengan
berhenti haid berarti mereka akan terbebas dari beban untuk
selalu menggunakan alat kontrasepsi setiap bulannya.
Selain itu, wanita menopause menjadi lebih nyaman karena
dapat lebih bebas melaksanakan ibadah tanpa ada
gangguan dan bisa beraktivitas dengan bebas di
masyarakat.
72
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan menurut
Lestary (2010) dalam bukunya “Seluk Beluk Menopause”,
tidak semua wanita akan mengalami gangguan psikologis
dalam menghadapi menopause, seperti kecemasan dan
ketakutan. Jadi, ada juga wanita yang tidak merasakan
adanya gangguan pada kondisi psikisnya. Berat ringannya
stres yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi
menopause sangat dipengaruhi oleh bagaimana
penilaiannya terhadap menopause.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
wanita tidak merasakan adanya pengaruh kondisi
menopause dengan kedekatan keluarga, kedekatan dengan
anak dan suami tetap terjaga dan selalu ada komunikasi
yang baik. Hal ini sangat membantu wanita menopause
untuk beradaptasi terhadap perubahan yang dialami. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wulandari (2009)
dalam penelitiannya, yang mengungkapkan bahwa
hubungan suami istri yang harmonis akan memberikan
ketenangan dan mengurangi beban yang dirasakan karena
pada saat istri menghadapi tekanan dan kesulitan hidup
maka istri membutuhkan suami untuk berbagi,
mendengarkan atau memberikan solusi yang relevan.
73
c. Perubahan Aktivitas Seksual setelah Menopause
Tema ketiga dalam penelitian ini menjawab tujuan khusus
penelitian yang kedua yakni mengidentifikasi hambatan-
hambatan aktivitas seksual wanita menopause. Hambatan
aktivitas seksual teridentifikasi dari sub tema yang
menyusun tema ini, diantaranya bentuk ungkapan cinta
wanita menopause kepada pasangan, frekuensi hubungan
seksual, perubahan ketika berhubungan seksual, dan
respon pasangan. Keempat sub tema tersebut dapat
menjadi hambatan aktivitas seksual baik secara internal
maupun eksternal.
Bentuk ungkapan kasih sayang wanita menopause
kepada pasangan jarang dilakukan dengan ucapan, tetapi
lebih kepada adanya perhatian dan canda gurau dengan
keluarga. Hal ini disebabkan karena wanita menopause
merasa sudah tua dan tidak pantas lagi mengumbar
kemesraan dengan ucapan-ucapan mesra.
Pada hasil penelitian ini, merasa sudah tua menjadi
hambatan aktivitas seksual yang berasal dari diri sendiri
atau hambatan internal psikologi. Dalam teori yang
disebutkan oleh Varney (2004), menyebutkan bahwa
seringkali seseorang yang sudah mengalami menopause
74
sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan
untuk bisa menarik lawan jenisnya. Hambatan internal
psikologik di usia menopause disebabkan karena kurangnya
informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan
fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual masa
menopause, yang sebenarnya dapat diperoleh melalui
program pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas
kesehatan, sehingga mengakibatkan terjadinya kecemasan,
depresi, dan stres saat menghadapi usia menopause.
Perasaan tidak pantas lagi mengumbar kemesraan
dengan ucapan-ucapan mesra, juga menjadi bagian dari
hambatan aktivitas seksual eksternal seperti yang
dikemukakan oleh Azizah (2011), yang menyatakan bahwa
hambatan eksternal merupakan hambatan aktivitas seksual
yang datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan
sosial (mitos negatif), yang menganggap bahwa aktivitas
seksual tidak layak lagi dilakukan setelah mengalami
menopause. Dalam hal ini, aktivitas seksual yang dimaksud
adalah ucapan-ucapan mesra.
Wanita menopause dalam penelitian ini mengungkapkan
bahwa terjadi penurunan frekuensi hubungan seksual.
Diungkapkan oleh wanita menopause, hal ini terjadi karena
75
adanya penurunan kemampuan baik dari diri sendiri maupun
pasangan. Penurunan frekuensi hubungan seksual yang
terjadi disertai dengan perubahan ketika berhubungan
seksual. Perubahan tersebut berupa perubahan fisik ketika
berhubungan seksual, seperti sakit dan nyeri saat
berhubungan, dan vagina kering. Perubahan psikologi
seperti sudah mulai enggan untuk melakukan hubungan
seksual juga terjadi. Hal ini karena kemampuan yang sudah
mulai menurun, keadaan fisik yang sudah mulai mudah
lelah, dan perasaan malu karena sudah tua.
Penurunan kemampuan baik diri sendiri maupun
pasangan tentunya menjadi hambatan dalam aktivitas
seksual sehingga mengalami penurunan frekuensi
melakukan hubungan seksual. Penurunan kemampuan ini
juga menimbulkan perubahan ketika berhubungan seksual,
perubahan fisik dan psikologi yang diungkapkan oleh wanita
menopause dalam penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mahayuni (2007), bahwa
perubahan fisik merupakan variabel yang mempengaruhi
aktivitas seksual wanita.
Aktivitas seksual di usia menopause bagi sebagian
wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktivitas
seksual. Hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual
76
yang berupa kekeringan vagina, dyspareuni (sakit/nyeri
saat bersenggama), berkurangnya elastisitas vagina,
berkurangnya lubrikasi (perlendiran) saat bersenggama.
Penurunan fungsi tersebut akan menimbulkan penolakan
untuk melakukan aktivitas seksual yang pada umumnya
timbul oleh rasa nyeri saat berhubungan seksual,
ketidaknyamanan saat berhubungan seksual yang timbul
karena ketakutan oleh rasa sakit saat bersenggama dan
menurunnya dorongan/hasrat seksual (Northrup, 2006).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Qomariyati
(2013) dalam penelitiannya, yakni bahwa penurunan fungsi
organ reproduksi pada wanita menopause menimbulkan
gejala-gejala yang berpengaruh pada kesehatan reproduksi
khususnya dalam melakukan aktivitas seksual. Perubahan
fisiologis akibat menopause kadang-kadang mengganggu
aktivitas dan gairah seksual pada sejumlah wanita, karena
perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan kegiatan
seksual menjadi kurang menyenangkan.
Wanita menopause dalam penelitian ini cenderung
enggan membicarakan dengan pasangan mengenai
perubahan ketika berhubungan seksual, karena tidak ada
keluhan dari pasangan tentang perubahan hubungan
seksual, tetapi beberapa pasangan juga memberikan
77
dukungan yang baik kepada wanita menopause. Tidak
adanya keluhan dari suami mengakibatkan wanita tidak
melakukan upaya apapun untuk meningkatkan gairah
seksual.
Menurut Spencer, dalam penelitian yang dilakukan
Wulandari (2009), dukungan yang diberikan oleh suami
sebagai orang terdekat dengan istri seperti dukungan
emosional, instrumental, informasi dan penilaian dapat
mengurangi rasa cemas yang dihadapi istri saat memasuki
masa menopause. Menurut Matt & Dean dalam penelitian
yang sama, hubungan pasangan suami istri yang harmonis
akan memberikan ketenangan dan mengurangi beban yang
dirasakan karena pada saat istri menghadapi tekanan dan
kesulitan hidup maka istri membutuhkan suami untuk
berbagi, mendengarkan atau memberikan solusi yang
relevan.
Penelitian yang dilakukan Rohmah (2012) juga
menyimpulkan bahwa konseling pasangan suami-istri
berpengaruh terhadap aktifitas seksual pada wanita
menopause yang meliputi pengetahuan, sikap positif dan
peningkatan tindakan dalam mengatasi perubahan aktifitas
seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilyah
78
Intan tersebut, alangkah baiknya jika pasangan suami-istri
dalam penelitian ini juga melakukan konseling untuk
meningkatkan kualitas kehidupan seksualitas pasangan
menopause.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Andarmoyo
(2012), salah satu dimensi seksual adalah dimensi
sosiokultural. Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan
peraturan kultural yang berada dalam lingkungan
masyarakat. Norma dan peraturan ini akan menjadi batasan
apakah perilaku yang dijalankan bisa diterima di dalam
komunitas kultur tersebut ataupun tidak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan seksual
adalah budaya, nilai dan keyakinan. Jika budaya di wilayah
tempat tinggal wanita menopause membentuk suatu
keyakinan bahwa wanita setelah menopause sudah
sewajarnya mengalami penurunan gairah seksual maka
wanita akan berkeyakinan yang sama. Faktor budaya,
termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas, dapat
mempengaruhi individu. Tiap budaya mempunyai norma-
norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual.
Budaya juga turut berkontribusi dalam menentukan lamanya
berhubungan seksual, cara stimulasi seksual, dan hal lain
terkait dengan kegiatan seksual (Andarmoyo, 2012).
79
4.5. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses pelaksanaan penelitian, didapatkan
beberapa keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Penentuan partisipan pada wanita menopause yang
memiliki tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SD, SMP,
SMA, dan Perguruan Tinggi terbatas, karena wanita usia
menopause di dusun setempat lebih banyak memiliki
tingkat pendidikan SD dan tidak pernah sekolah.
2. Penentuan partisipan dengan kriteria sudah tidak menjadi
akseptor KB terbatas, karena wanita usia lebih dai 50 tahun
masih banyak yang menjadi akseptor KB, dan kader
posyandu tidak memiliki data nama akseptor KB yang
lengkap dan terbaru.
3. Pengetahuan partisipan tentang menopause masih kurang,
sehingga peneliti harus mendalami dan mengajukan
pertanyaan berulang dengan penjelasan.
4. Latar belakang budaya bahwa pembicaraan mengenai
seksualitas adalah hal yang tabu mempengaruhi partisipan
enggan menjawab pertanyaan secara lebih detail, sehingga
penelitian ini kurang mendapat jawaban yang lebih
bervariasi dari setiap partisipan.
top related