bab ii tinjauan teoritis a. supervisi keperawatan
Post on 14-Jan-2022
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Supervisi Keperawatan
1. Pengertian supervisi
Menurut Marquis & Huston (2014), Supervisi diartikan sebagai proses yang
memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara aktif dan positif agar
tujuan organisasi tercapai. Menurut Nursalam (2014), supervisi adalah suatu
proses pemberian berbagai sumber yang dibutuhkan perawat untuk
menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi.
Supervisi klinis adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan
mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (Marquis,
2014), merupakan proses dukungan formal dan pembelajaran profesional
untuk mengembangkan pengetahuan dan kompetensi staf, bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya dan meningkatkan perlindungan keselamatan
konsumen terhadap pelayanan kesehatan di lingkungan klinik yang
kompleks (Royal College of Nursing, 2007).
Dalam supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan dalam
berbagai level seperti ketua tim, kepala ruangan, pengawas, kepala seksi,
kepala bidang perawatan atau pun wakil direktur keperawatan. Sistem
15
supervisi akan memberikan kejelasan tugas, feedback dan kesempatan
perawat pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi menurut Nursalam
(2015), merupakan suatu bentuk dari kegiatan manajemen keperawatan yang
bertujuan pada pemenuhan dan peningkatan pelayanan pada pasiendan
keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan
perawat dalam melaksanakan tugas. Kunci supervisi menurut Nursalam
(2015) meliputi pra (menetapkan kegiatan, menetapkan tujuan dan
menetapkan kompetensi yang akan di nilai), pelaksanaan (menilai kinerja,
mengklarifikasi permasalahan, melakukan Tanya jawab, dan pembinaan),
serta pasca supervisi 3F (fair yaitu memberikan penilaian, feedback atau
memberikan umpan balik dan klarifikasi, reinforcement yaitu memberikan
penghargaaan dan follow up perbaikan).
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa supervisi
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manajer keperawatan kepada
bawahannnya untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas pelayanan
terhadap pasien atau klien. Supervisi klinik adalah bentuk pengarahan,
pendmpingan atau pendidikan non formal yang dilakukan oleh soerang
manajer kepada bawahan untuk melakukan pelayanan keperawatan secara
profesional sesuai dengan keilmuannya.
2. Tujuan supervisi
Tujuan supervisi klinis yaitu meningkatkan kemampuan supervisee (peserta
supervisi) untuk mengembangkan dan mempertahankan kualitas praktik
16
keperawatan secara kreatif yang dilakukan secara kontinu selama supervisee
menjalankan kariernya baik ditatanan klinis, manajemen maupun pendidikan
(National Council for the Professionnal Development of Nursing and
Midwifery, 2008).
3. Manfaat supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik akan diperoleh banyak
manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja peningkatan ini erat kaitannya
dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawaha, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan
dan bawahan.
b. Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja, peningkatan ini erat kaitannya
dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah (Nursalam, 2014).
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, maka sama artinya bahwa
tujuan organisasi telah tercapai dengan baik
4. Orang yang melakukan supervisi
Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, baik dalam
manajemen maupun asuhan keperawatan serta menguasai pilar-pilar
profesionalisme yang diterapkan pada MPKP ataupun SP2KP. Untuk itu
supervisi berjenjang dilakukan sebagai berikut:
17
a. Kepala Bidang Keperawatan melakukan supervisi baik secara langsung
dan tidak langsung melalui Kepala Seksi Keperawatan.
b. Kepala Seksi Keperawatan melakukan supervisi terhadap Kepala
Ruangan, Ketua Tim dan Perawat Pelaksana.
c. Kepala Ruangan melakukan pengawasan terhadap Ketua Tim dan
Perawat Pelaksana.
d. Ketua Tim melakukan pengawasan terhadap Perawat Pelaksana.
Pelaksana supervisi atau supervisor sebaiknya atasan langsung dari yang
disupervisi atau apabila hal ini tidak memungkinkan dapat ditunjuk staf
khusus dengan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas
(Suarli, 2009). Kepala Ruangan melakukan pengawasan terhadap Ketua Tim
dan Perawat Pelaksana.
5. Peran Supervisor dan Fungsi Supervisi
Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan
keseimbangan manajemen pelayanan keperawatan dan manajemen sumber
daya yang tersedia. Tanggung jawab supervisor adalah :
a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan.
b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.
c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan
keperawatan bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
d. Memastikan praktek keperawatan professional dilaksanakan.
e. Manajemen anggaran.
18
6. Teknik supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan teknik langsung dan tidak langsung.
Supervisi langsung adalah supervisi yang dilakukan langsung pada saat
kegiatan berlangsung. Supervisor melihat langsung apa yang dikerjakan oleh
pelaksana dan umpan balik atau arahan dapat diberikan secara langsung
pada saat itu juga. Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan
melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat
langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadi
kesenjangan fakta. Untuk itu diperlukan umpan balik, biasanya diberikan
secara tertulis (Nursalam, 2014).
Proses Supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen pokok, yaitu :
a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan.
b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk
menetapkan pencapaian.
c. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas
asuhan.
Area yang disupervisi adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan oleh perawat Primer dan perawat Associate berdasarkan standar
asuhan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan supervisi dapat
dilaksanakan secara individu maupun secara kelompok yang dikenal dengan
bentuk supervisi
19
7. Cara supervisi
a. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung, dimana supervisor terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan
perbaikan. Proses supervisi meliputi:
1) Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan
keperawatan didampingi oleh supervisor.
2) Selama proses, supervisor dapat memberi dukungan, reinforcement
dan petunjuk.
3) Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi
yang bertujuan untuk menguatkan yang telah sesuai dan memperbaiki
yang masih kurang. Reinforcement pada aspek yang positif sangat
penting dilakukan oleh supervisor.
b. Supervisi tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan.
Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga
mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara
tertulis.
B. Pendokumntasian Keperawatan
1. Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data
yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan
20
keperawatan, tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang
disusun secara sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
moral dan hukum (Ali, 2010). Menurut Asmadi (2010) dokumentasi
merupakan pernyataan tentang kejadian atau aktifitas yang otentik dengan
membuat catatan tertulis. Dokumentasi keperawatan berisi hasil aktivitas
keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien, mulai dari pengkajian
hingga evaluasi.
Pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dokumentasi
keperawatan adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan yang dilakukan
perawat terhadap pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada
pasien, berguna untuk pasien, perawat dan tim kesehatan lain sebagai
tangung jawab perawat dan sebagai bukti dalam persoalan hukum.
2. Tujuan dokumentasi asuhan keperawatan
Berdasarkan penjelasan Ali (2010), menjelaskan tujuan dokumentasi asuhan
keperawatan keperawatan yaitu :
a) Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi
dalam asuhan keperawatan.
b) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau dengan
pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif.
c) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan.
d) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.
21
e) Tersedianya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan penanganan
secara hukum.
f) Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah,
pendidikan, dan penyusun/penyempurnaan standar asuhan keperawatan.
g) Melindungi pasien dari tindakan malpraktek.
3. Manfaat Proses Keperawatan
Ada beberapa manfaat proses keperawatan menurut Ali (2010), Proses
keperawatan bermanfaat bagi pasien, perawat, institusi pelayanan, dan
masyarakat (lingkungan).
a) Manfaat bagi Pasien
Pasien mendapatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif,
dan efisien. Asuhan keperawatan yang diberikan telah diseleksi sesuai
dengan kebutuhan pasien melalui penelusuran data, rumusan
permasalahan yang matang, diagnosis keperawatan yang tepat, rencana
yang terarah, tindakan yang sesuai dengan rencana, dan penilian yang
terus-menerus.
b) Manfaat bagi Tenaga Keperawatan
Proses keperawatan akan meningkatkan kemandirian tenaga keperawatan
dan pelaksanaan asuhan keperawatan dan tidak bergantung pada profesi
lain. Proses ini juga memberi kepuasan yang optimal bagi tenaga
keperawatan yang berhasil dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya.
22
c) Manfaat bagi Institusi
Institusi pelayanan akan merasakan manfaat, antara lain pasien merasa
puas, cepat sembuh dan pelayanan yang bermutu sekaligus merupakan
promosi institusi tersebut. Dengan demikian, pasien meningkat dan
keuntungan pun meningkat. Citra institusi bertambah baik di mata
masyarakat.
4. Model Dokumentasi Keperawatan
Berdasarkan penjelasan Ali (2010), Dokumentasi keperawatan merupakan
dokumentasi yang legal bagi profesi keperawatan. Oleh karena itu,
dokumentasi keperawatan harus memenuhi standar yang telah ditentukan.
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO)
merekomendasikan standar dokumentasi keperawatan yang meliputi :
1) Pengkajian awal dan pengkajian ulang.
2) Diagnosis keperawatan dan kebutuhan asuhan keperawatan pasien.
3) Rencana tindakan asuhan keperawatan.
4) Tindakan asuhan keperawatan yang diberikan atas respon pasien.
5) Hasil dari asuhan keperawatan dan kemampuan untuk tindak lanjut
asuhan keperawatan setelah pasien dipulangkan.
5. Standar Asuhan Keperawatan (SAK)
Ali (2010), mengatakan bahwa standar asuhan keperawatan adalah pedoman
terperinci yang menunjukan perawatan yang diprediksi dan diidentifikasi
dalam situasi yang spesifik. Standar asuhan keperawatan harus menunjukan
asuhan yang menjadi tanggung jawab perawat dalam pemberiannya, dan
23
bukan tingkat ideal asuhan. Standar asuhan keperawatan mengacu kepada
tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Ali (2010), menjelaskan tentang standar asuhan keperawatan dari
Departemen Kesehatan RI dengan SK Direktorat Pelayanan Medik No.
YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang pemberlakuan standar asuhan
keperawatan di Rumah Sakit, yaitu :
1) Standar I : Pengkajian keperawatan
Tahapan pengumpulan data tentang status kesehatan pasien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Data
dapat diperoleh melalui anamnesa, observasi, dan pemeriksaan penunjang
dan kemudian didokumetasikan.
2) Standar II : Diagnosis Keperawatan
Tahapan ini perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan
diagnosa keperawatan, adapun kriteria proses yaitu :
a) Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi
masalah, perumusan diagnosa keperawatan.
b) Diagosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan
tanda/gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (P, E).
c) Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lainnya untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan.
24
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.
3) Standar III : Perencanaan keperawatan
Tahapan ini perawat merencanakan suatu tindakan keperawatan agar
dalam melakukan perawatan terhadap pasien efektif dan efisien.
4) Standar IV : Implementasi
Tahapan ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
5) Standar V : Evaluasi
Tahapan ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
6. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
25
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standa praktik keperawatan dari
ANA (Handayaningsih, 2012).
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasikan, dan
mencatat data-data yang menjelaskan respon tubuh manusia yang
diakibatkan oleh masalah kesehatan. Pencatatan pengkajian keperawatan
bertujuan mengidentifikasi kebutuhan unik pasien dan respon pasien
terhadap masalah/diagnosis keperawatan yang akan mempengaruhi layanan
keperawatan yang akan diberikan, mengonsolidasikan dan
mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber kedalam
sumber yang bersifat umum sehingga pola kesehatan pasien dapat dievaluasi
dan masalahnya dapat teridentifikasi, menjamin adanya informasi dasar
yang berguna yang memberikan referensi untuk mengukur perubahan
kondisi pasien, mengidentifikasi karakteristik unik dari kondisi pasien dan
responnya yang mempengaruhi perencanaan keperawatan dan tindakan
keperawatan, menyajikan data yang cukup bagi kebutuhan pasien untuk
tindakan keperawatan menjadi dasar bagi pencatatan rencana keperawatan
yang efektif (Ali, 2010).
7. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
atau potensial. Diagnosis keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi
26
keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi
akuntabel (NANDA, 2012).
8. Perencanaan (Intervensi)
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga,
dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan
guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Perencanaan merupakan suatu
petunjuk atau bukti tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi
arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Dalam penyusunan rencana tindakan keperawatan perlu keterlibatan
keluarga dan orang terdekat pasien atau pasien untuk memaksimalkan
perencanaan tindakan keperawatan tersebut (Nursalam, 2012).
Menurut Nursalam (2012), tahap perencanaan memiliki beberapa tujuan
penting, diantaranya sebagai alat komunikasi perawat dan tim kesehatan
lainya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang
ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah
27
membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan, merumuskan tujuan,
merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan.
9. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang
efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi.
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama
merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada
tujuan. Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan
reaksi pasien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat-pasien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan (Nursalam, 2012).
10. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
28
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, pasien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment) (Nursalam, 2012).
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data (pembandingan data dengan teori), dan
perencanaan (Nursalam, 2012).
C. Sistem Berbasis Teknologi Informasi Komputerisasi
Komputer mempunyai peran yang penting dalam pengolahan informasi baik
internal maupun eksternal bagi suatu organisasi. Komputer (computer) diambil
dari computare (bahasa Latin) yang berarti menghitung (to compute atau to
reckon). Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang
yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmatika dengan atau tanpa alat
29
bantu tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri
(Susanto, 2009).
a) Manfaat penggunaan komputer didalam Sistem Informasi Manajemen
(SIM).
Penggunaan komputer didalam SIM sangat membantu para pimpinan dalam
proses pengambilan keputusan. Komputer dalam sistem informasi
manajemen dirumuskan sebagai suatu perlengkapan elektronik yang dapat
mengolah data, mampu menerima masukan dan keluaran, memiliki
kecepatan yang tinggi, ketelitian yang tinggi dan mampu menyimpan
instruksi untuk memecahkan masalah. Penggunaan komputer didalam SIM
dapat dikatakan efisien dan efektif apabila: 1) volume data yang diolah
dalam jumlah yang besar; 2) pengolahan data memerlukan perhitungan yang
rumit; 3) pengolahan data berulang-ulang; 4) memerlukan proses
pengolahan data yang cepat; 5) memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi.
Nilai informasi yang dihasilkan dari penggunaan komputer dalam sistem
informasi manajemen menurut Sutabri (2009) adalah: a) availability dapat
diperoleh yaitu mendapatkan informasi yang sebelumnya tidak didapatkan;
b) timelines/ketepatan waktu yaitu informasi yang dihasilkan oleh komputer
dapat diperoleh dalam waktu yang cepat dan tepat; c)
accuracy/ketelitian/akurat yaitu informasi yang dihasilkan komputer lebih
terjamin ketelitiannya; d) completeness/kelengkapan yaitu informasi yang
dihasilkan komputer lebih lengkap dan jelas; e) presentation/penyajian yaitu
30
informasi yang dihasilkan dari proses komputer dapat disajikan menurut
selera pemakai informasi tersebut.
Kemajuan teknologi telah merubah bentuk rekam medis tertulis menjadi
bentuk yang berbasis komputer sehingga semakin banyak lembaga
kesehatan yang menggunakan sistem informasi berbasis komputer untuk
mendukung dan meningkatkan pelayanan. Semakin banyak rumah sakit
yang menggunakan sistem informasi keperawatan untuk membantu
dokumentasi aktifitas keperawatan dan menawarkan sumber daya pengatur
penyampaian pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2009). Akses data
yang mudah merupakan tantangan dalam lingkungan pelayanan kesehatan
terutama jika informasi direkam secara manual pada formulir cetak. Perawat
terpaksa melakukan tinjauan halaman demi halaman untuk mengidentifikasi
faktor yang berpengaruh pada suatu kejadian. Rekaman yang dibuat secara
manual dengan tulisan tangan akan menemukan kesulitan dan membutuhkan
waktu yang lama untuk pencarian, peringkasan dan pembandingan informasi
sehingga akan menemui kesulitan untuk mendapatkan akses informasi yang
tepat waktu.
Insitute of Medicine (Potter & Perry, 2009) menyatakan bahwa cara yang
terbaik untuk menggunakan data dan informasi dalam rangka perbaikan
pelayanan, peningkatan kualitas, penelitian dan pendidikan adalah melalui
teknologi informasi. Teknologi Informasi (IT) adalah manajemen dan proses
31
informasi yang umumnya menggunakan komputer (Potter & Perry, 2009).
Definisi informatika keperawatan menurut ANA adalah sebagai area khusus
yang mengintegrasikan ilmu keperawatan, ilmu komputer dan ilmu
informasi untuk mengatur dan mengkomunikasikan data, informasi dan
pengetahuan dalam praktek keperawatan. Penerapan informatika
keperawatan akan menghasilkan sistem informasi keperawatan yang efisien
dan efektif.
Informatika perawatan kesehatan menurut Blais, Hayes, Kozier & Erb,
(2009) adalah aplikasi teknologi informasi untuk memfasilitasi akuntabilitas,
membantu pengendalian biaya dan meningkatkan kualitas perawatan. Sistem
informasi keperawatan pada saat sekarang dijadikan standar sistem
informasi keperawatan kesehatan terintegrasi yang lebih luas, sebagai
contohnya gambaran dokumentasi keperawatan untuk perawatan
perioperatif dapat menjadi bagian sistem informasi yang lebih luas
mencakup registrasi pasien, program manajemen, pengecekan inventaris,
penjadwalan dan pemulangan pasien.
Peran keperawatan dalam informatika berkembang secara terus-menerus.
Kerja perawat informatika mencakup banyak aspek sistem informasi
termasuk rancangan, pengembangan, pemasaran, pengujian, implementasi,
pelatihan dan evaluasi. Perawat informatika terlibat dalam praktek klinis,
32
pendidikan, konsultasi, penelitian, administrasi dan informatika murni
(Potter & Perry, 2009).
b) Tujuan suatu sistem informasi keperawatan yang efektif menurut (Potter &
Perry, 2009) yaitu:
1) Tujuan pertama adalah sistem informasi keperawatan mendukung fungsi
dan kerja perawat dengan memberikan fleksibilitas penggunaan sistem
untuk meninjau data dan mengumpulkan informasi, memberikan asuhan
keperawatan dan melakukan dokumentasi kondisi pasien.
2) Tujuan kedua adalah sistem informasi keperawatan mendukung dan
meningkatkan praktik keperawatan melalui perbaikan akses informasi
dan alat pengambilan keputusan klinis.
c) Kelebihan Sistem Informasi Keperawatan
Kelebihan Sistem Informasi Keperawatan terhadap praktik keperawatan
menurut Hebda et al., (Potter & Perry, 2009) adalah:
1) Peningkatan waktu bersama pasien.
2) Akses informasi yang lebih baik.
3) Peningkatan kualitas dokumentasi.
4) Penurunan jumlah kesalahan.
5) Penurunan biaya rawat di rumah sakit.
6) Peningkatan kepuasan kerja perawat.
7) Pembentukan data klinis dasar yang sama.
33
D. Perawat
1. Definisi Perawat
Menurut UU RI No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan bahwa perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut UU RI No. 36 tahun
2009 tentang kesehatan, mendefinisikan perawat adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
melakukan upaya kesehatan. Sedangkan menurut keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1239 Tahun 2001, perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam maupu di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
94 Tahun 2001 dalam Simamora, 2009). Perawat pelaksana diruang rawat
adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pelayanan atau asuhan di ruang rawat inap (Depkes RI,
2009).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah
seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dan mempunyai
kemampuan dan kewajiban dalam merawat dan menolong orang yang sakit
atau pasien sesuai dengan bidangnya.
34
2. Fungsi dan Peran Perawat
Menurut Hidayat (2012), dalam melaksanakan keperawatan, perawat
mempunyai fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
a. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien
dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien
dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan
membantu pasiendalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan
yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat
bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau
keluarganya.
c. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat
menerimanya.
d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan
potensi yang ada secara terkoordinasi.
e. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan
keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
f. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau
keluarga agar menjadi sehat.
g. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai
tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan
perawat melakukan tugasnya.
35
Dalam praktik keperawatan, fungsi perawat terdiri dari tiga yaitu sebagai
berikut:
1) Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, yaitu
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis
(pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas
dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan dan kenyamanan, pemenuhan
kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan
aktualisasi diri.
2) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan
atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan
tugas yang diberikan. Hal ini biasanya silakukan oleh perawat spesialis
kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan
pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak
dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun
lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan
bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah
diberikan.
Adapun kewajiban perawat dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014 tentang Keperawatan, Perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan berkewajiban:
36
a. Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai
dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
b. Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
c. Merujuk Pasienyang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya.
d. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar.
e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Pasiendan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.
f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat.
g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di dalam
menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewajiban yang ada.
Kedudukan perawat yang utama adalah sebagai berikut:
1) Pelaksana layanan keperawatan (care provider). Perawat memberikan
layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada
pasien(individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya. Asuhan keperawatan diberikan kepada pasiendi
semua tatanan layanan kesehatan dengan menggunakan metodologi
proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi
oleh etik dan etika keperawatan, serta berada dalam lingkup
wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan ini
merupakan bantuan yang diberikan kepada pasienkarena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta
37
kurangnya kemauan untuk dapat melaksanakan kegiatan hidup
seharihari secara mandiri.
2) Pengelola (manager). Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab
dalam mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan sebagainya) maupun tatanan
pendidikan yang berada dalam tanggung jawabnya sesuai dengan
konsep manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan dapat
diartikan sebagai proses pelaksanaan layanan keperawatan melalui
upaya staf keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan,
pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga/masyarakat.
Dengan demikian, perawat telah menjalankan fungsi manajerial
keperawatan yang meliputi planning, organizing, actuating, staffing,
directing, dan controlling.
3) Pendidik dalam keperawatan. Sebagai pendidik, perawat berperan
mendidik individu, keluarga, masyarakat, serta tenaga keperawatan
dan tenaga kesehatan lainnya. Perawat bertugas memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasiendalam hal ini individu, keluarga,
serta masyarakatsebagai upaya menciptakan perilaku
individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Pendidikan
kesehatan tidak semata ditujukan untuk membangun kesadaran diri
dengan pengetahuan tentang kesehatan. Lebih dari itu, pendidikan
kesehatan bertujuan untuk membangun perilaku kesehatan individu
dan masyarakat. Kesehatan bukan sekadar untuk diketahui dan
disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan. Sebagai sebuah profesi
dan cabang ilmu pengetahuan, keperawatan harus terns melakukan
upaya untuk mengembangkan dirinya. Berbagai tantangan, persoalan,
dan pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan
diselesaikan dengan baik. Salah satunya adalah melalui upaya riset;
Riset keperawatan akan menambah dasar pengetahuan ilmiah
keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien.
38
Praktik berdasarkan riset merupakan hal yang harus dipenuhi
(esensial) jika profesi keperawatan ingin menjalankan kewajibannya
pada masyarakat dalam memberikan perawatan yang efektif dan
efisien
E. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu :
1. Usia
Usia sering kali dikaitkan dengan kemampuan dan keterampilan seseorang
dalam bekerja, selain itu usia juga mempengaruhi fisik dan psikis seseorang
dimana semakin bertambah usia seseorang maka akan cenderung mengalami
perubahan potensi dan produktifitas kerja. Usia produktif dikatakan mulai
dari umur 20 sampai 35 tahun karena pada usia tersebut seseorang identik
memiliki idealisme tinggi dan tenaga yang masih prima (Handoko, 2009).
2. Jenis Kelamin
Pengaruh jenis kelamin dalam melakukan pekerjaan tergantung dari jenis
pekerjaan itu sendiri. Pada pekerjaan yang lebih mengandalkan otot akan
lebih baik menggunakan pekerja laki-laki sedangkan pada pekerjaan yang
lebih mengutamakan keteramilan akan baik menggunakan pekerja
perempuan. Robbins (2009), menyatakan antara pria dan wanita tidak
memiliki perbedaan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, keterampilan
analisis, motivasi dan bersosialisasi.
39
3. Pendidikan
Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional akan
tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai
ilmu keperawatan dan mampu melaksanakan keperawatan secara profesional
kepada masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan dalam lokakarya nasional
tahun 1983 bahwa pendidikan keperawatan telah mulai dibenahi dengan
sistem pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Pengembangan sistem
pendidikan tinggi sangat berperan dalam pengembangan pendidikan
keperawatan secara profesional, teknologi keperawatan serta pembinaan
keprofesian karena pendidikan keperawatan sebagai sarana mencapai
profesionalisme keperawatan (Hidayat, 2009). Pada saat ini berbagai upaya
untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesioal memang
sedang dilakukan dengan mengkonvensikan pendidikan SPK ke jenjang
pendidikan akademi keperawatan (D III keperawatan) dan dari lulusan
akademi keperawatan diharapkan dapat melanjutkan pendidikan ke D IV
keperawatan atau SI Keperawatan (Nursalam, 2009).
4. Lama bekerja
Masa kerja perawat dalam Rumah Sakit di pandang berpengaruh terhadap
kualitas kerja, karena dengan masa kerja yang lebih lama perawat akan
memiliki lebih banyak pengalaman dan keterampilan yang lebih baik dalam
menyelesaikan pekerjaanya. Masa kerja diukur dengan satuan waktu,
misalnya tahun atau bulan. Masa kerja berhubungan dengan waktu kerja
40
seseorang, yaitu segi kuantitas seseorang didalam menjalankan tugasnya
(Tulus, 2009).
F. Teori Keperawatan Marylin Anne Ray
Penelitian ini menggunakan teori keperawatan Marylin Anne Ray, karena didalam
teori Marylin membicarakan tentang caring birokrasi dan salah satu poinnya
adalah teknologi pendokumentasian. Konsep inti adalah sebagai gambaran yang
komplek, terhadap kondisi transkultural, berhubungan dengan proses mencakup
etika dan spiritual yang berhubungan dengan budi dan perilaku yang baik yang
didasarkan atas kasih sayang sebagai respon terhadap suatu kebutuhan,
penderitaan dan keadaan lain.
Falsafah keperawatan menurut Marylin Anne Ray adalah Theory of Bureaucratic
Caring. Menurut Marylin, Faktor teknologi termasuk sumber daya yang harus
dimanfaatkan, seperti penggunaan mesin atau peralatan elektronik untuk menjaga
kesejahteraan fisiologis pasien, tes diagnostik, agen farmasi, pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya ini seperti dalam
hal pendokumentasian asuhan keperawatan di layanan keperawatan. Dari teori ini
juga dikatakan bahwa dengan teknologi praktik dan dokumentasi keperawatan
bisa dilaksanakan dengan baik (Campling & Lopez-Devine, 2011).
43
G. Kerangka Teori
Dari uraian di atas dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Sumber : Ali (2010), Nursalam (2011).
Kinerja Perawat
pelaksana
1. Kompetensi
2. Praktik
3. Sikap
4. Askep
Kelengkapan pendokumentasian
asuhan keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implemnetasi
5. Evaluasi
Supervisi
1. Supervisi klinik
2. Secara langsung
3. Frekuensi
Teknologi
informasi
1. Sarana
prasarana
2. Pelatihan/
orientasi
top related