bab ii tinjauan pustaka a....
Post on 04-Feb-2018
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa:
- Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami
perubahan hidropili (Prof. Dr. Sarwono, 1997)
- Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis
langka vaskularisasi dan edematis.
(Prof. Dr. Sarwono, 1997)
- Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai
dengan:
a. Degenerasi kritis dari villi disertai pembengkakan hidrofik
b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin
c. Proliferasi jaringan trofoblastik
(Ben-Zion, 1994)
- Mola hidatidosa adalah tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan
abnormal dimana fetus tidak ditemukan tetapi hanya gelembung dan jaringan
saja. Gelembung-gelembung tersebut sebenarnya adalah villi chorialis yang
berisi cairan sehingga tegang dan berbentuk buah anggur. Kehamilan normal
yang bersamaan dengan penyakit ini mungkin ditemukan walaupun jarang.
(Rustam E. Harahap, 1997)
- Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil
konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi
korealis disertai dengan degenerasi hidrofik.
(Saifudin, 2000)
B. Macam-macam Mola Hidatidosa
Dalam obstetric William edisi 17, Mola hidatidosa terbagi menjadi dua
yaitu:
1. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis
diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-
beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang
besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut.
Struktur histologinya mempunyai sifat:
a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma villi
b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak
c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam
d. Tidak terdapat janin dan amnion
2. Mola hidatidosa partialis
Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau
setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa
partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya lambat, sedangkan
villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang berperan dalam
sirkulasi fito placenta, jarang. Hiperflasi trofoplas hanya lokal tidak
menyeluruh (Jacobs, 1982).
C. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna.
Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan
sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Organ eksterna
Gambar organ reproduksi eksterna wanita
a. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak
di permukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis
tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutheon).
Mons pubis berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan
seks. Kulit mons pubis mengandung kelenjar keringat yang khusus dan
sekresi kelenjar tersebut memberikan aroma yang khas.
b. Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang ditutupi
kulit memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis sampai
sekitar satu inchi dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm,
tebal 1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara
kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali
jaringan di bawahnya, sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka
lebar. Labia mayora berlanjut menjadi mons pubis, di bagian superior
bersatu menjadi perineum di bagian posterior, sedangkan pada daerah
medial bergabung menjadi komisura posterior.
Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Di bawah kulitnya
terdapat jaringan ikat padat yang kaya akan serabut elastin dan jaringan
lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian di bawah
kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia,
pada jaringan lemak ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai
akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma. Labia
mayora berfungsi sebagai Pelindung karena kedua bibir ini menutupi
lubang masuk vagina sementara bantalan lemaknya bekerja sebagai
bantal.
c. Labia minora
Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung
atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora merupakan dua
buah lipatan tipis kulit yang terletak di sebelah dalam labia mayora.
Labia minora adalah lipatan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat
lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi
oleh epitel gepeng berlapis dengan banyak tonjolan papilla, tidak
ditemukan folikel rambut namun banyak terdapat folikel sebasea dan
kadang-kadang terdapat kelenjar keringat.
d. Klitoris
Klitoris adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silinder, erektil dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini
menonjol ke bawah diantara kedua ujung labia minora.
Klitoris terdiri dari : glans, korpus dan dua buah krura. Glans terdiri dari
sel-sel berbentuk fusiformis dan pada korpust terdapat 2 korpora
kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos. Krura
bentuknya tipis dan panjang berawal di permukaan inferior ramus
iskiopubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus pubis
membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan
dalam keadaan ereksi sekalipun posisinya sangat berlipat karena tarikan
labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju
liang vagina.
e. Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil,
sampai ke belakang dibatasi perineum.
f. Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora
dilateral dan memanjang dari klitoris diatas sehingga fouchet di bawah.
Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari
urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat enam buah
lubang uretra, vagina, 2 kelenjar saluran kelenjar bartholini dan
kadangkala terdapat duktus dari kelenjar parauretral atau disebut juga
duktus skene. Disekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor
yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak di bawah otot konstriktor
vagina dan kadangkala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus
vestibularis.
g. Introitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia
minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara
(hymen).
h. Selaput dara (hymen)
Lubang hymen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat kadang berupa
banyak lubang kecil dan dapat berupa celah atau berumbai tidak
beraturan. Hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin.
Sisanya disebut kurunkula mirtiformis. Hymen imperforata merupakan
keadaan dimana liang vagina tertutup sama sekali dan mengakibatkan
retensi kotoran saat menstruasi.
i. Orifisum uretra eksterna (lubang kemih)
Dua per tiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding depan
vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada
garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm di bawah arkus pubis, letaknya dekat
dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol berkerut-
kerut.
j. Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan
menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.
2. Organ internal
Gambar Organ Reproduksi Interna Wanita
a. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke
atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina
memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm.
Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari
uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ
kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Dinding vagina terdiri atas empat lapisan:
1) Lapisan epitel gepeng berlapis, pada lapisan ini tidak terdapat
kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk
memberikan kelembaban.
2) Jaringan konektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik
3) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler
4) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik
menjulur ke dalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar
yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi empat bagian:
fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara
kandung kemih di anterior dan rectum di posterior.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm
pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan
antara 50-70 gram sedangkan pada yang belum pernah melahirkan
beratnya 80 gram atau lebih (Langlois, 1975).
Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi
berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
2) Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3
lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama
sebagai janin berkembang.
3) Servik uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di
bawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama
terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh
darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan
lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar serviks tersumbat
dapat terbentuk kista retensi berdiameter beberapa millimeter yang
disebut folikel nabhotian.
Secara histologik uterus terdiri atas:
a) Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri
Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa
yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan
dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran
endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium
terdiri dari epitel permukaan, kelenjar, dan jaringan mesenkim antar
kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah.
Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel
kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina
berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini
menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga
uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar
uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan
ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Menurut Schwalm
dan Dubrauszky, 1966 banyaknya serabut otot pada uterus sedikit
demi sedikit berkurang kearah kaudal, sehingga pada serviks otot
hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan
terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar,
namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot di serviks.
c) Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis
dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah:
1) Ligamentum kardial sinistra et dextra (mackenrodt)
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus
tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks
dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri
uterina.
2) Ligamentum sakro uterinum sinitra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak
bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan,
kearah os sacrum kiri dan kanan.
3) Ligamentum rotundus sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi
dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan.
4) Ligamentum latum sinistra at dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi data, berjalan dari uterus
kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Dibagian
dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinitra at
dextra).
5) Ligamentum infudibula pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari
arah infudibulum ke dinding pelvis. Didalamnya terdapat urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica.
Istmus adalah bagian uterus antara servik dan corpus uteri
diliputi oleh peritoneum visceral yang mudah sekali digeser dari
dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka uterina.
Uterus diberi arah oleh arteri uterina sinitra et dextra yang
terdiri dari ramus eksenden dan desenden. Pembuluh darah yang
lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinitra et
dextra. Inversasi uterus terdiri atas sistem saraf simpatis,
parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini
berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal
dari saraf sacral 2, 3, dan 4. Dan selanjutnya memasuki pleksus
frankenhauser. Yang dari sistem simpatis masuk ke dalam rongga
panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta
dan promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus
frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi inervasi pada
miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan
parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik
menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi sedangkan parasimpatik
mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
c. Tuba falopi
Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum
mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup
oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa.
Tuba falopi terdiri dari:
a. Pars interstisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus.
b. Pars ismika
Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
c. Pars ampularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi.
d. Pars infudibulum
Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai
fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur
untuk kemudian menyalurkan ke dalam tuba.
d. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan
sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3
cm, dan tebal 0,6-1 cm. Setelah menapouse ovarium sangat kecil.
Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan
menempel pada lakukan dinding lateral pelvis diantara iliaka eksternal
yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica waldeyer.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Saat lahir ovarium wanita normal mengandung
sangat banyak ovum primordial (primitif). Diantara interval selama masa
usia subur (umumnya setiap bulan), satu atau lebih ovum matur dan
mengalami ovulasi. Ovarium yang merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid (estrogen, progesteron dan endrogen) dalam jumlah
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal.
D. Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri,
penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang
mungkin menjadi penyebab adalah:
1. Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau
gangguan dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
3. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal).
4. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada
ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih
kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk
atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan
penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman
atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
E. Patofisiologi
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan
molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan
normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua
sering terlihat perubahan sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat
sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama
berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut
gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan
gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada
wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah
abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang
lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara
khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada
kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara
plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula
sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta
dengan disertai dengan janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda
emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi.
Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa
diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi
segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.
Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan
kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya
mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme
yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan
Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus
kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti
halnya pada kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar
estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin mengalami
peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek
mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah
varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih
merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).
6. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum
mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan
sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari mola hidatidosa meliputi :
1. Perdarahan berulang yang biasanya berwarna coklat dan terjadi diantara
masa-masa haid yang semestinya ada jika penderita tersebut tidak hamil.
2. Nausea dan vomitus sering lebih hebat jika dibandingkan dengan kehamilan
biasa. Kadang-kadang terasa mulas ada karena uterus sering berkontraksi,
febris mungkin pula ditemukan walaupun tidak terdapat infeksi.
3. Muka penderita mungkin agak cekung dengan warna lebih kemerahan jika
dibandingkan dengan keadaan umumnya (muka mola). Kadang-kadang muka
tersebut begitu menyolok sehingga dengan cepat pikiran kita tertuju kepada
mola hidatidosa. Karena telah terjadi anemia, nadi penderita akan lebih cepat
dari biasanya, tetapi walaupun anemia tidak nyata, sering nadi penderita akan
lebih cepat dari pada biasa dan ini ada hubungannya dengan fungsi kelenjar
gondok yang hiperaktif. Tekanan darah mungkin pula meningkat dan
kemudian disusul oleh albuminuria dan edema (tanda-tanda pre eklamsia).
Hal ini sering berhubungan dengan pembesaran uterus yang cepat.
4. Pembesaran uterus melebihi ukuran kehamilan yang semestinya ditemukan
pada kira-kira 50% dari kasus. Pada 50% lainnya, besarnya uterus mungkin
sama atau bahkan lebih kecil dari semestinya. Kista lutein mungkin
ditemukan tetapi tidaklah patognomonik untuk mola hidatidosa, karrna
keadaan demikian mungkin pula ditemukan pada kehamilan biasa atau
keadaan lain.
5. Pada palpasi balottemen tidak teraba dan bunyi jantung fetus tidak terdengar.
Dengan alat ultrasonic yang menggunakan sistem Doppler, aliran darah fetus
tidak terdengar tetapi terdengar bunyi yang frekuensinya sesuai dengan
frekuensi aorta dan dicampuri oleh bising-bising bernada rendah, halus dan
kasar.
6. Pada pemeriksaan USG akan menunjukkan gambaran yang khas seperti
sarang tawon tanpa disertai adanya janin.
7. Kadar koreonik dan gonadotropin serum yang sangat tinggi pada hari ke-100
atau lebih sesudah periode menstruasi terakhir.
8. Pre eklamsia dan eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
G. Penatalaksanaan
Berhubung dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi
ganas maka terapi bagi wanita yang masih menginginkan anak maka setelah
diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan
disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan
kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola
dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk
menentukan ada tidaknya metastase di tempat tersebut. Setelah mola dilahirkan
dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba uteri. Kista
ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri.
Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut:
1. Perbaikan umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai pendarahan memerlukan transfusi
sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap evakuasi jaringan
mola dapat diikuti pendarahan. Hingga persiapan darah menjadi program
vital pada waktu mengeluarkan mola dengan kuretase dipasang infus dan
uteronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat mengurangi perdarahan.
2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa
a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa
Dilakukan dengan vakum curettage yaitu alat penghisap listrik yang kuat
hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan alat
listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi
perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali dengan
interval satu minggu.
b. Histerektomi
Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) paritas diatas 3 maka
penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi.
3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika
Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi
korio korsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan
profilaksis dengan sitostatika metotrexate atau aktinomicyn D. Pengobatan
profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.
4. Pengawasan lanjut
Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas. Penentuan
kadar kuantitatif HCG sub unit beta dilakukan tiap minggu.
H. Pengkajian Fokus
1. Sirkulasi
Hipertensi
Perdarahan
2. Integritas ego
Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat
3. Makanan / cairan
Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi
(penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin).Diabetes
dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan pola makan (misal anoreksia
nervosa, bulimia, atau obesitas).
4. Keamanan
Infeksi (misal penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi pelvis).
Adanya gangguan kejang, derajat/metode kontrol. Pemajanan bermakna pada
radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal rubella, toksoplasmosis,
sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS dan PHS lain),
infeksi pascanatal (misal meningitis, ensefalitis), kekurangan stimulasi/nutrisi
pascanatal. Presentasi bokong (khususnya pada anensefali).
5. Seksualitas
Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester pertama,
kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom. Trauma kelahiran
atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasi.
Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau menotropins (pergonal).
6. Interaksi sosial
Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah/menyalahkan diri
sendiri dan atau pasangan yang membawa gen detektif.
7. Penyuluh / pembelajaran
Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetik atau
penyimpangan keturunan (misal sel sabit, fribrosis, kistik, hemofilia,
phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea
Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung,
diabetes alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental,
kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolik bawaan dari lahir
(misal penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs).
Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal Black African,
Mediteranian, Ashkenazi Jewish). Penggunaan obat (alcohol, obat bebas,
diresepkan, atau obat jalanan, obat antikonvulsan).
I. Pathways
Sumber : Irene M. Bobak, RN, MS PhD, FAAN, Kapita Selekta Kedokteran, 1992
Infeksi
Defisiensi makanan
Genetik
Defisiensi protein
Hamil
Perubahan hormonal (estrogen meningkat) HCG
meningkat
Mual muntah
Resiko defisit volume cairan
Perdarahan vagina
Anemia Intoleransi aktivitas
Resiko tinggi infeksi
Kekurangan volume cairan
Syok hipovolemik
Kontraksi otot uterus
Nyeri
Hiperemesis gravidarum
Mual muntah
Nafsu makan menurun
BB menurun
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Kehamilan mola hidatidosa
Penambahan BB berlebihan
Oedem HT Proteinuria
Pre eklamsia
Resiko kejang
Resiko injuri
Nyeri kepala
Kurang pengetahuan
Cemas Gangguan perfusi
jaringan serebral
J. Prioritas Keperawatan
1. Mengevaluasi status klien/janin
2. Mempertahankan volume cairan sirkulasi
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan dukungan emosional pada klien/pasangan
5. Memberikan klien/pasangan informasi tentang kemungkinan implikasi
hemoragi jangka pendek dan panjang dari hemoragi
K. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler
berlebihan ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekuensi nadi, penurunan
urine.
Kriteria hasil : mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan
cairan.
Intervensi :
- Evaluasi, laporkan, dan cacat jumlah serta sifat kehilangan darah
Rasional : perkirakan kehilangan darah membantu membedakan
diagnosa.
- Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava
manuver koitus.
Rasional : perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas
peningkatan tekanan atau abdomen atau orgasme (yang meningkatkan
aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan.
- Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang
Rasional : menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak
- Catat tanda-tanda vital (TTD, nadi, RR, suhu)
Rasional : membantu menentukan beratnya kehilangan darah
- Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen
Rasional : membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil
dari peristiwa hemoragi
2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai
dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi
simpatis
Kriteria hasil : melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau
perilaku yang menunjukkan ketakutan
Intervensi :
- Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau
pasangan
Rasional : memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa
yang terjadi
- Pantau respon verbal dan non verbal klien/pasangan
Rasional : menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami
klien/pasangan
- Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif
Rasional : meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri
- Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan
sebanyak mungkin
Rasional : menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu
mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut
- Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala
Rasional : pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginam
yang abnormal
Kriteria hasil : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Intervensi :
- Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina
Rasional : kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb,
meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi
- Catat masukan / keluaran urine, catat berat jenis urine
Rasional : penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran
urine
- Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah
Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang
mengancam hidup
- Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah
Rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak
bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit
- Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan
cairan atau syok
- Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental
Rasional : mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan
infeksi
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan kontraksi otot/dilatasi servik ditandai
dengan melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi
Kriteria hasil : melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
Intervensi :
- Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri
Rasional : membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan
- Kaji stress psikologis klien/pasangan dan respon emosional terhadap
kejadian
Rasional : ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat ketidaknyamanan
- Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa
nyeri
Rasional : dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan
karenanya mereduksi ketidaknyamanan
- Kolaborasi untuk tindakan curettage bila diindikasikan
Rasional : untuk menghilangkan nyeri
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak
mengenal sumber-sumber informasi
Kriteria hasil : mengungkapkan dalam istilah sederhana, patofisiologi dan
implikasi situasi klinis
Intervensi
- Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragie
Rasional : Memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep dan
dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan
- Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan kesalahan konsep
Rasional : memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi
masalah-masalah dan kesempatan untuk mulai mengembangkan
ketrampilan koping.
- Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek dan jangka panjang
dari keadaan perdarahan
Rasional : memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi
- Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan
evaluasi dan tindakan tambahan
Rasional : kadar HCG harus dipantau selama 1 tahun setelah pengeluaran
mola hidatidosa
top related