bab ii konsep dasar a. pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl... ·...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu
melakukan atau menyerang orang lain atau lingkungan (Carpenito, 2000).
Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan
perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan
suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
8
B. RENTANG RESPON
Menurut (Yosep, 2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai
suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan
agresif sampai kekerasan. Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
1. Asertif : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi : respons yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu
merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan
merasa kurang mampu.
9
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang
tampak dapat berupa: muka kusam, bicara kasar, menuntut, kasar
disertai kekerasan.
5. Amuk : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangnya Kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
C. PENGKAJIAN
1. Faktor Predisposisi menurut (Kusumawati, Buku Ajar Keperawatan
Jiwa, 2010)
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory; teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud
berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting. Kesatu insting hidup diekspresikan dengan seksualitas;
dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan
agresivitas. Frustation-aggresion theory; teori yang
dikembanngkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi,
bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
10
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai
perilaku agresif, mendukung perilaku pentingnya peran dan
perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh
dari pengalaman tersebut.
1) Kerusaka otak organik, retardasi mental, sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprevation atau injeksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang
mungkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan
harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1997) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya
11
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal
orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton
film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang
tidak menonton film tersebut. Contoh eksternal seorang anak
menunjukkan perilaku agresif setelah melihat seorang dewasa
mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap
sebuah boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana
yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara
yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah
sistem limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekoror kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri,
menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan
12
hendak menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi
kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frotal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interprestasi indera penciuman dan memori).
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonomi, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam
amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
2) Sering mengalami kegagalan.
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising,padat).
2. Faktor Presipitasi menurut (Yosep, Keperawatan Jiwa, 2009)
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila
merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara
psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang. Ketika seseorang merasa terancam mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu baik perawat ataupun klien bersama-sama
mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun
eksternal. Contoh stressor eksternal: serangan secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang
lain. Sedangkan contoh dari stessor internal: merasa gagal dalam
13
bekerja, merasa kehilangan orang dicintai, dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang
mencetuskan terjadinya peerilaku kekerasan terbagi dua, yakni:
a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kurang percaya diri.
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang
berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari
permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga,
konflik interaksi sosial.
(Yosep, 2007)
Peran perawat dalam perilaku kekerasan menurut (Yosep, 2009)
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan memanajemen perilaku agresif, intervensi tersebut
dapat melalui rentang intervensi keperawatan.
14
Strategi preventif strategi antisipasif strategi
pengurungan
Kesadaran diri komunikasi manajemen krisis
Pendidikan klien perubahan lingkungan seclusion
Latihan asertif tindakan psikofarmakologi restrain
Keterangan gambar:
1. Kesadaran diri : perawat harus menyadari bahwa stess yang di
hadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila
perawat tersebut merasa letih, cemas, marah atau apatis maka akan
sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila
perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi yang
dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua
itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran
dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara
masalah pribadi dan masalah klien.
2. Pendidikan klien : pendidikan yang di berikan kepada klien
mengenai cara komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang
tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan
perawat berkomunikasi diharapkan agar klien mau
15
mengekspresikan perasaanya, lalu perawat menilai apakah respon
yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.
3. Latihan asertif : kemampuan dasar interpersonal yang harus di
miliki perawat adalah berkomunikasi langsung dengan setiap
orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan,
sanggup melakukan komplain, dan mengekspresikan penghargaan
yang tepat.
4. Komunikasi : strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif:
Bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara
menghakimi, bicara netral dan dengan cara yang konkrit, tunjukkan
respek pada klien, hindari intensitas kontak mata langsung,
demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan,
fasilitas pembicaraan klien, dengarkan klien, jangan terburu-buru
menginterprestasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawat
tepati.
5. Perubahan lingkungan : unit perawatan sebaiknya menyediakan
berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang dapat
mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan
adaptasi sosialnya.
6. Tindakan perilaku : pada dasarnya membuat kontrak dengan klien
mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa
saja kontribusi perawat selama perawatan.
16
7. Psikofarmakologi : antianxiety dan sedative-hipnotics. Obat-obatan
ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti
lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga
bisa memperburuk simptom depresi.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan trazodone, efektif untuk menghilangkan
agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
Mood stabilizers, penelitian menunjukkan bahwa pemberian
lithium efektif untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus,
pemberiannya untuk menurunkan perilaku agresif yang disebabkan
oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia,
gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal,
bisa meningkatkan perilaku agresif.
Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif
kepada klien dengan kelainan EEGs (electroencephalograms).
Antipsychotic: obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk
perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi,
halusinasi atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obatini
17
dapat membantu, namundiberikan hanya untuk 1-2 minggu
sebelum efeknya dirasakan.
8. Manajemen krisis : bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka
perlu intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan
psikiatrik:
a. Identifikasi pemimpintim krisis. Sebaliknya dari perawat karena
yang bertanggung jawab selama 24 jam.
b. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat dan konselor.
c. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus
menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya selama
penanganan klien.
d. Jauhkan klien lain dari lingkungan.
e. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.
f. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh
klien.
g. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan
untuk kerja sama.
h. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim
harus segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap
melindungi keselamatan klien dengan lingkungan.
i. Berikan obat jika diinstrusikan.
j. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap
klien.
18
k. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis.
l. Proses keejadian dengan klien lain dan staf harus tepat.
m.Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan
lingkungan.
9. Seclusion
Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam,
pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan
dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
Jenis pengekangan mekanik:
a. Carnisoles (jaket pengekang),
b. Manset untuk pergelangan tangan,
c. Manset untuk pergelangan kaki, dan
d. Menggunakan sprei.
10. Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain
mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan
ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan insitusi.
19
Respon terhadap marah dapat diungkapkan menjadi 3 cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang
(Yosep, 2007)
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut (Damaiyanti, 2008)
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Suara tinggi, menjerit, atau berteriak
g. Mengancam secara verbal atau fisik
h. Melempar atau memukul benda / orang lain
i. Merusak barang atau benda
j. Tidak mempunyai kemampuan mencegah / mengontrol perilaku
kekerasan.
20
Lima fase siklus agresif menurut (Videbeck, 2008)
Fase Definisi Tanda, gejala dan perilaku
Pemicu
Eskalasi
Krisis
Pemulihan
Peristiwa terjadi atau keadaan
di lingkungan memunculkan
respons klien, yang sering kali
dalam bentuk kemarahan atau
permusuhan.
Respon klien memperlihatkan
peningkatan perilaku yang
mengindikasikan pergerakaan
menuju kehilangan kembali.
Periode krisis emosional dan
fisik ketika klien kehilangan
kendali.
Klien memperoleh kembali
kendali fisik dan emosional.
Gelisah, ansietas, iritabilitas,
berjalan mondar-mandir, otot
tegang, pernapasan cepat,
berkeringat, suara keras, marah.
Wajah pucat atau kemerahan,
berteriak, bersumpah, agitasi,
mengancam, menuntut,
mengepalkan tangan, gestuali.r
mengancam, menunjukkan sikap
bermusuhan, kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan
masalah atau berpikir jernih.
Kehilangan kendali fisik dan
emosional, melemparkan benda-
benda, menggigit, mencakar,
menjerit, memekik, tidak mampu
berkomunikasi dengan jelas.
Merendahkan suara, ketegangan
oto berkurang, komunikasi lebih
jelas dan lebih rasional, relaksasi
21
Pascakrisis Klien berusaha memperbaiki
hubungan dengan orang lain
dan kembali ke tingkat fungsi
sebelum insiden agresi dan
kembali seperti semula.
fisik.
Menyesal, meminta maaf,
menangis, perilaku menarik diri.
4. Manifestasi Klinik menurut Stuart & Sundeen (1998)
Emosi meliputi jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa
takut, tidak aman, cemas.
Fisik meliputi muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat,
sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Intelektual meliputi mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
Spiritual meliputi keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak
bermoral, kreativitas terhambat.
Sosial meliputi menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
22
5. Mekanisme Koping
Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba
mengatasi perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam
menggunakan mekanisme koping dapat berakibat pada risiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
6. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
Perilaku Kekerasan
23
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Menurut Budi Anna Keliat dkk (2009) intervensi pada diagnosa klien
dengan perilaku kekerasan.
No
DX
Diagnosa
Keperawatan
Rencanana Tindakan KeperawatanIntervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1 perilaku
kekerasan.
1. a. Membina hubungan
saling percaya
Tanda-tanda percaya
kepada perawat:
1. Wajah cerah,
tersenyum.
2. Mau berkenalan.
3. Ada kontak mata.
4. Bersedia menceritakan
perasaan.
Bina hubungan saling percaya
1. Beri salam setiap
berinteraksi.
2. Perkenalkan nama,
panggilan perawat, dan
tujuan perawat berinteraksi.
3. Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap empati,
jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien.
b. Mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan.
1. Klien dapat
mengungkapkan
perasaannya.
2. Klien dapat
mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel atau kesal (diri
sendiri, orang lain,
lingkungan).
1. Beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.
2. Bantu klien dapat
mengungkapkan penyebab
marah.
c. Mengidentifikasi
tanda dan gejala
perilaku kekerasan.
Klien dapat menyimpulkan
tanda dan gejala
kesal/jengkel yang dialami.
1. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan rasa
jengkel/marah yang dialami.
24
2. Simpulkan bersama klien
tanda dan gejala marah.
d. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang dilakukan.
1. Klien dapat
mengungkapkan
perilaku kekerasan
yang dilakukan.
2. Klien dapat bermain
peran dengan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
3. Klien dapat
mengetahui perilaku
kekerasan yang biasa
dilkukan dapat
menyelesaikan
masalah atau tidak.
1. Tanyakan kebiasaan
perilaku kekerasan yang
dilakukan pasien.
2. Beri kesempatan pada klien
untuk bermain peran dengan
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3. Bicarakan dengan klien
apakah perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan dapat
menyelesaikan masalah
yang dihadapi klien.
e. Mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan.
Klien dapat menjelaskan
akibat perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan oleh
klien.
1. Bicarakan akibat/kerugian
dari perilaku kekerasan
yang dilakukan.
2. Bersama klien simpulkan
akibat/kerugian dari
perilaku kekerasan yang
dilakukan klien.
3. Diskusikan dengan klien:
a) Apakah klien mau
mempelajari cara baru
mengungkapkan marah
yang sehat.
b) Jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku
kekerasan yang
diketahui klien.
f. Mengajarkan cara
mengontrol
Klien dapat melakukan
cara mengontrol perilaku
1. Tanyakan pada klien apakah
klien ingin mempelajari cara
25
perilaku kekerasan. kekerasan secara
konstruktif.
baru mengontrol perilaku
kekerasan secara
konstruktif.
2. Berikan pujian jika klien
mengetahui cara yang lain
mengontrol perilaku
kekerasan secara
konstruktif.
3. Diskusikan dengan klien
cara mengontrol perilaku
kekerasan secara konstruktif
:
a. Secara fisik: tari nafas
dalam jika klien sedang
kesal/marah, memukul
bantal/kasur, olah raga
atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b. Secara verbal: katakan
bahwa anda sedang
marah/ kesal/
tersinggung/ jengkel.
c. Secara sosial: lakukan
dalam kelompok cara-
cara marah yang sehat,
latihan asertif, latihan
menejemen perilaku
kekerasan perilaku
kekerasan.
d. Secara spiritual:
anjurkan klien untuk
sembahyang, berdo’a/
ibadah lain: meminta
kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran
g. Melatih klien
cara mengontrol
Klien dapat
mendemonstrasikancara
1. Berikan reinforcement
positif atas keberhasilan dan
26
perilaku
kekerasan fisik I
(nafas dalam) .
mengontrol marah dengan
cara menarik nafas dalam.
usaha klien dalam mencoba
melakukan cara mengontrol
marah dengan menarik
nafas dalam.
2. Motivasi klien untuk
melakukan tarik nafas
dalam sebanyak 5x atau
lebih.
h. Membimbing
pasien
memasukan
kegiatan ke
dalam jadual
harian.
Klien mau memasukan
kegiatan yang telah
dilakukan ke dalam jadual
harian.
1. Motivasi klien untuk
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual harian.
2. Beri reinforcement positif
pada klien setelah
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual harian.
2 .a. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
1. Kilen dapat
menyebutkan dan
mendemonstrasikan
latihan yang diajarkan
sebelumnya.
1. Motivasi klien untuk
menyebutkan dan
mendemonstrasikan
latihan sebelumnya.
2. Beri pujian atas jawaban
yang benar.
b. Melatih klien cara
mengontrol marah
dengan cara fisik II
1. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol marah
dengan cara memukul
bantal atau kasur atau
benda lunak lainnya.
2. Klien merasa lega.
1. Motivasi klien untuk
melakukan cara mengontrol
marah dengan memukul
bantal atau kasur atau benda
lunak lainnya.
2. Anjurkan klien untuk
mengikuti lalu
mempraktikan cara
mengontrol marah
(memukul bantal).
3. Beri reinforcement positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
27
c. Menganjurkan klien
untuk memasukan
kegiatan yang telah
dilakukan ke dalam
jadual kegiatan
harian.
1. Klien bersedia untuk
memasukan kegiatan
yang telah dilakukan
ke dalam jadual
kegiatan harian.
1.Motivasi klien untuk
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
3. a. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
1. Klien dapat
mengungkapkan apa
yang dirasakan.
2. Klien dapat
menyebutkan dan
mendemonstrasikan
kembali latihan
sebelumnya.
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah
dan mendemonstrasikan
kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan yang
dilakukan klien.
b. Melatih cara
mengontrol marah
dengan cara verbal.
1. Klien mau mengikuti
dan mempraktikan apa
yang telah diajarkan.
2. Klien merasa lega.
1. Motivasi klien untuk
mengikuti apa yang telah
diajarkan.
2. Berikan contoh cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan menolak,
mengungkapkan marah
secara verbal. “saya marah
sama kamu”.
3. Beri reinforcement positif
atas tindakan klien yang
benar.
c. Meminta klien
untuk memasukan
kegiatan yang telah
dilakukan ke dalam
jadual kegiatan
harian.
Klien bersedia memasukan
kegiatan yang telah
dilakuakn ke dalam jadual
kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
4.a. Memvalidasi masalah
dan latihan
1. Klien dapat
mengungkapkan apa
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah
28
sebelumnya. yang dirasakan.
2. Klien dapat
menyebutkan dan
mendemonstrasikan
kembali latihan
sebelumnya.
dan mendemonstrasikan
kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan yang
dilakukan klien.
b. Melatih pasien
mengontrol perilaku
kekerasan secara
spiritual (berdoa,
shalat, wudhu).
1. Klien dapat
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
salah satu cara yang
diajarkan. Contoh:
berwudhu.
1.Diskusikan kembali bersama
klien latihan yang telah
diberikan sebelumnya.
2. Bersama klien buat daftar
efektif yang dapat
dilanjutkan pelaksanaannya.
3. Beri pujian atas usaha yang
telah dilakukan.
c. Meminta klien untuk
memasukan kegiatan
yang telah dilakukan
ke dalam jadual
kegiatan harian.
1. Klien bersedia
memasukan kegiatan
yang telah dilakuakn
ke dalam jadual
kegiatan harian.
1.Motivasi klien untuk
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
5.a. Memvalidasi masalah
dan latihan
sebelumnya.
1. Klien dapat
mengungkapkan apa
yang dirasakan.
2. Klien dapat
menyebutkan dan
mendemonstrasikan
kembali latihan
sebelumnya
1. Motivasi klien untuk
mengungkapkan masalah
dan mendemonstrasikan
kembali latihan sebelumnya.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan yang
dilakukan klien.
b. Menjelaskan
cara mengontrol
perilaku
kekerasan
dengan minum
obat.
Klien dapat meminum obat
sesuai aturan dan cara
yang telah diajarkan.
1. Memotivasi klien untuk
menyebutkan kembali
latihan mengontrol perilaku
kekerasan yang telah
diajarkan.
2. Diskusikan bersama klien
29
tentang latihan yang telah
diajarkan sebelumnaya.
3. Ajarkan klien untuk
meminum obat secara
teratur.
4. Beri reinforcment positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
c. Meminta klien untuk
memasukan kegiatan
yang telah dilakukan
ke dalam jadual
kegiatan harian.
Klien bersedia memasukan
kegiatan yang telah
dilakuakn ke dalam jadual
kegiatan harian.
1. Motivasi klien untuk
memasukan kegiatan yang
telah dilakukan ke dalam
jadual kegiatan harian.
2. Beri reinforcement positif
atas tindakan benar yang
dilakukan klien.
1. Sp1k
a. Mendiskusikan
masalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat klien
dengan perilaku
kekerasan.
b. Menjelaskan
pengertian perilaku
kekerasan, tanda dan
gejala serta proses
kejadiannya.
c. Menjelaskan cara
merawat klien
perilaku kekerasan.
1. Keluarga dapat:
- Menjelaskan
perasaannya.
- Menjelaskan cara
merawat klien
perilaku kekerasan.
- Mendemonstrasika
n cara perawatan
klien perilaku
kekerasan.
- Berpartisipasi
dalam perawatan
klien perilaku
kekerasan.
2. Keluarga mengerti dan
menyebutkan kembali
pengertian, tanda dan
gejala, dan proses
terjadinya perilaku
1. Bina hubungan saling
percaya dengan keluarga.
- Salam perkenalan.
- Jelaskan tujuan.
- Buat kontrk.
- Eksplorasi perasaan
keluarga klien.
2. Motivasi keluarga klien
untuk menyetujui dan
mengikuti kontrak.
3. Diskusikan dengan anggota
keluarga tentang:
- Perilaku kekerasan.
- Penyebab perilaku
kekerasan.
- Akibat yang akan terjadi
jika perilaku kekerasan
tidak di tangani.
- Cara keluarga
30
kekerasan. menghadapi perilaku
kekerasan klien.
4. Dorong anggota keluarga
untuk mengikuti cara
merawat klien perilaku
kekerasan.
5. Beri reinforcment positif
pada keluarga.
2. Sp2k
a. Melatih keluarga
mempraktikan cara
merawat klien
perilaku kekerasan.
b. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
pada klien perilaku
kekerasan.
1. Keluarga mampu
mempraktikan cara
merawat klien perilaku
kekerasan.
2. Keluarga mampu
melakukan cara
merawat langsung
klien perilaku
kekerasan.
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam
mempraktikan cara merawat
klien perilaku kekerasan.
2. Motivasi keluarga untuk
mempraktikan cara merawat
klien perilaku kekerasan.
3. Beri reinforcment positif
pada keluarga untuk respon
baik dari anggota keluarga.
3. Sp3k
a. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termasuk minum
obat. (discharge
planning).
b. Menjelaskan follow
up klien sebelum
pulang.
1. Keluarga mampu
membuat jadual
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
secara mandiri.
2. Keluarga mematuhi
jadual yang telah
dibuat untuk
kesembuhan klien.
3. Keluarga mengerti/
memahami follow up
yang telah diarahkan
pada klien.
1. Diskusikan bersama
keluarga dalam membuat
jadual aktivitas di rumah.
2. Motivasi keluarga untuk
membuat dan memenuhi
jadual aktivitas yang dibuat.
3. Beri reinforcment positif.
4. Motivasi keluarga untuk
menerima klien.
5. Diskusikan follow up untuk
keluarga.
2 Harga diri
rendah
1. Klien dapat membina
hubungan saling percaya
1.1 Klien mau
membalas salam, mau
1.1.1 Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non
31
berjabat tangan, menyebut
nama, tersenyum, ada
kontak mata, mengetahui
nama perawat
menyediakan waktu
kontrak, ekspresi wajah
bersahabat
verbal
1.1.2 Perkenalkan diri dengan
sopan
1.1.3 Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan
yang disukai klien
1.1.4 Jelaskan tujuan pertemuan
1.1.5 Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
1.1.6 Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2.1 Klien
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
Kemampuan yang
dimiliki klien
Aspek positif
keluarga
Aspek posiitif
lingkungan yang
dimiliki klien
2.1.1 Diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang
dimiliki klien
2.1.2 Setiap bertemu klien
hindari dari memberi
nilai negatif
2.1.3 Utamakan memberi
pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan
3.1 Klien menilai
kemampuan yang
dapat digunakan
3.1.1 Diskusikan dengan klien
kemampuan yang masih
dapat digunakan selama
sakit
4.Klien dapat (menetapkan)
merencanakan kegiatan
sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
4.1 Klien membuat
rencana kegiatan
harian
4.1.1 Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
penggunaan.
4.1.2 Rencanakan bersama klien
aktifitas yang dapat
dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
a.Kegiatan sendiri
b.Kegiatan dengan bantuan
32
sebagian
c.Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total
4.1.3 Tingkatkan kegiatan yang
sesuai dengan toleransi
kondisi klien
4.1.4 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan
5.Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuannya
5.1 Klien dapat
melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan
kemampuannya
5.1.1 Berikan kesempatan pada
klien untuk mencoba
kegiatan yang telah
direncanakan
5.1.2 Beri pujian atas
keberhasilan klien
5.1.3 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan dirumah.
6.Klien dapat meningkatkan
sistem pendukung yang
ada
6.1 Klien memanfaatkan
sistem pendukung
yang ada di keluarga
6.1.1 Beri pendidikan kesehatan
pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan
harga diri rendah
6.1.2 Bantu keluarga memberi
dukungan selama klien
dirawat
6.1.3 Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan
dirumah