bab ii tinjauan pustaka a. keluarga 1....
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
1. Pengertian
Pengertian sebuah keluarga adalah yang terdiri dari orang–orang
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang
hidup bersama dalam satu rumah tangga, anggota–anggotanya saling
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, mempunyai peran sosial
dan menggunakan kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa
ciri unik tersendiri (Friedman, 1998). Pengertian keluarga yang lain adalah
dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi dalam perannya masing–masing, menciptakan
serta membedakan kebudayaan (Effendy, 1998).
Ada juga yang mengemukakan pengertian sebuah keluarga
sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
tinggal bersama karena hubungan darah, perkawinan, adopsi atau
perjanjian bersama. Sebagai sebuah sistem keluarga mempunyai pengaruh
yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang
merupakan bagian dari sistem dan menentukan apakah seorang individu
akan berhasil dalam menjalani kehidupannya. Oleh karena itu apabila
dalam keluarga terjadi disfungsi apa saja (penyakit, cidera, perpisahan)
10
yang mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga maka akan
mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan keluarga secara
keseluruhan. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan
erat dan bersifat mandiri dimana masalah seseorang individu
mempengaruhi anggota keluarga dan seluruh keluarga (Effendy, 1998).
Peran keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan
anggota keluarga, terutama pada kuratif (pengobatan). Apabila ada
anggota keluarga yang sakit, keluarga juga yang akan memperhatikan
individu tersebut secara total, menilai, dan memberikan perawatan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan sehat sampai tingkat optimum,
mengingat prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota
keluarga.
2. Tipe keluarga
Tipe Keluarga menurut Effendy (1998) yaitu:
a. Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak–anak.
b. Keluarga Besar (Exstended Family), adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya, nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga Berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
11
d. Keluarga duda / janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation), adalah orang yang menjadi satu
tanpa (Cahabitation), adalah orang yang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
3. Fungsi Keluarga
Keluarga juga mempunyai fungsi–fungsi yang seharusnya
dilakukan agar tercipta keluarga yang bahagia, sejahtera seperti yang
diidamkan semua orang. Fungsi keluarga menurut Effendy (1998)
meliputi:
a. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan pesikososial anggota
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
memenuhi kebutuhan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
12
d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perwatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care
function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
4. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu
dipahami dan dilakukan, meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga
habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan–
perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi,
dan seberapa besar perubahannya.
13
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
untuk memutuskan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan
tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga
sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di
institusi pelayanan keseshatan atau di rumah apabila keluarga telah
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi lingkungan lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga.
Sumber–sumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan, pentingnya hygiene sanitasi, kekompakan
antara anggota keluarga.
14
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi
keluarga
Keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang dapat diperoleh dan
fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga (Suprajitno, 2004)
5. Pemegang Kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam keluarga menurut (Effendy, 1998) yaitu :
a. Patriakal, yang dominan dan pemegang kekuasaan dalam keluarga
adalah di pihak ayah.
b. Matriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga
adalah di pihak ibu.
c. Equalitarian, yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah
dan ibu.
6. Pengambilan keputusan dalam perawatan kesehatan keluarga
Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga,
yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala
keluarga atau anggota keluarga yang dituakan, mereka yang menentukan
masalah dan kebutuhan keluarga.
Dasar pengambilan keputusan tersebut yaitu :
a. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga
b. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing–masing
anggota keluarga
c. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap
keluarga atau anggota keluarga yang bermasalah (Effendy, 1998).
15
B. Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Pengertian sebuah dukungan keluarga merupakan proses yang
terjadi terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan
keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai
hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan
keluarga mengacu pada dukungan–dukungan sosial yang dipandang oleh
anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk keluarga
(dukungan keluarga bisa / tidak digunakan tetapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan bantuan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan
keluarga internal seperti dukungan suami atau istri atau dukungan dari
saudara kandungan dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal
yang didapat dari sahabat, teman dan tetangga bagi keluarga inti
(Friedman, 1998).
2. Jenis Dukungan Keluarga
Terdapat empat jenis atau dimensi dukungan menurut (Friedman,
1998) yaitu:
a. Dukungan Emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi meliputi
ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga
16
untuk memilih tempat pelayanan kesehatan (misalnya umpan balik,
penegasan).
b. Dukungan Penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah (menambah
penghargaan diri).
c. Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan,
waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan
waktu saat mengalami stress.
d. Dukungan Informatif
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar informasi
tentang dunia. Mencakup memberi nasehat, petunjuk–petunjuk,
sarana–sarana atau umpan balik.
Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan
semangat, motifasi, pemberian nasehat dan saran atau mengawasi tentang
pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang
mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari
masyarakat.
17
C. Pelayanan Kesehatan
1. Sarana Pelayanan Kesehatan
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu,
kelompok, masyarakat, lembaga pemerintahan, ataupun swadaya
masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut, dapat dilihat
dari dua aspek, yaitu pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yakni: kuratif (pengobatan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit
atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua aspek,
yakni: preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan
kesehatan itu sendiri).
Untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan.
Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya penyelenggara pelayanan
kesehatan, pada umumnya dibedakan menjadi tiga.
a. Sarana Pelayanan kesehatan primer (primary care)
Sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus–kasus atau penyakit
ringan. Sarana pelayanan kesehatan primer ini adalah sarana yang
paling dekat pada masyarakat, artinya pelayanan kesehatan paling
18
pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya:
puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta, dan sebagainya.
b. Sarana pelayanan kesehatan tingkat dua (secondary care)
Sarana atau pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus–kasus atau
penyakit–penyakit dari sarana pelayanan kesehatan primer. Artinya,
sarana pelayanan kesehatan ini menangani kasus–kasus yang tidak atau
belum bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan
atau keahliannya belum ada. Misalnya puskesmas dengan rawat inap
(puskesmas pusat), rumah sakit kabupaten, rumah sakit tipe D dan C,
dan rumah bersalin.
c. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus–kasus yang tidak dapat
ditangani oleh sarana–sarana pelayanan kesehatan primer dan sarana
kesehatan sekunder. Misalnya rumah sakit propinsi, rumah sakit tipe B
atau A.
Sarana pelayanan kesehatan primer disamping melakukan pelayanan
kuratif, tetapi juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan
promotif. Oleh sebab itu puskesmas khususnya, dikatakan melakukan
pelayanan kesehatan yang komprehensif (preventif, promotif, kuratif,
dan rehabilitatif) (Notoatmodjo, 2003).
2. Mutu Pelayanan
Pemanfaatan pelayanan dipengaruhi oleh mutu pelayanan.
Batasan tentang mutu pelayanan antara lain adalah (Azwar, 1998) :
19
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang
sedang diamati.
b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang jasa, yang
didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau
pemenuhan kebutuhan para pengguna.
d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Mutu pelayanan bersifat multi dimensional. Tiap orang
tergantung dari latar belakangnya dan kepentingan masing–masing dapat
saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Robert dan Prevost (1987) yang dikemukakan oleh
Azwar (1998) bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan
kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi
kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah–tamahan petugas dalam melayani pasien, dan
atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
3. Puskesmas
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional sebagai
pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok (Trihono, 2005).
20
Pemanfaatan puskesmas adalah suatu usaha memanfaatkan
puskesmas dalam pengobatan untuk mengobati anggota-anggota keluarga
yang menderita penyakit atau masalah kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas meliputi
pelayanan:
a. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan jalan memberikan:
1) Penyuluhan kesehatan masyarakat
2) Peningkatan gizi
3) Pemeliharaan kesehatan perseorangan
4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan
5) Olahraga secara teratur
6) Rekreasi
7) Pendidikan seks
b. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat, melalui kegiatan–kegiatan:
1) Imunisasi masal terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil.
2) Pemerikasaan kesehatan secara berkala melalui posyandu,
puskesmas, maupun kunjungan rumah.
21
3) Pemberian vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas
ataupun dirumah.
4) Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.
c. Upaya Kuratif
Upaya Kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota–
anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah
kesehatan, melalui kegiatan–kegiatan:
1) Perawatan orang sakit di rumah (home nursing).
2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari
puskesmas dan rumah sakit.
3) Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu
bersalin dan nifas.
4) Perawatan buah dada.
5) Perawatan tali pusat bayi baru lahir.
Untuk pemberian terapi, diperlukan kolaborasi dengan dokter, perawat
hanya memberikan dan mengawasi penggunaan obat, tetapi tidak
menentukan terapi pasien (Effendy, 1998).
d. Upaya Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita–penderita yang
dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok–kelompok tertentu yang
menderita penyakit yang sama, misalnya Kusta, TBC, Cacat fisik dan
lainnya, dilakukan melalui kegiatan–kegiatan:
22
1) Latihan fisik, bagi yang mengalami ganguan fisik seperti: penderita
kusta, patah tulang dan kelainan bawaan
2) Latihan–latihan fisik tertentu bagi penderita–penderita penyakit
tertentu, misalnya: TBC (latihan napas), penderita stroke melalui
fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat
(Effendy, 1998).
Visi dari puskesmas sesuai dengan yang tertera dalam buku
Pedoman Kerja Puskesmas ialah (Effendy, 1998):
a. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya.
b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
Adapun misi puskesmas ialah melaksanakan enam kegiatan
pokok puskesmas yaitu (Trihono, 2005) :
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan lingkungan
c. Kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana
d. Perbaikan gizi masyarakat
e. Pemberantasan Penyakit Menular
f. Pengobatan
23
4. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan Pelayanan Kesehatan
Perilaku kesehatan seseorang menurut (Notoatmodjo, 2003)
ditentukan oleh:
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya.
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya.
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan.
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan
atau keputusan.
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak.
Teori WHO, 1980 mengemukakan bahwa perilaku seseorang
tatau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh:
a. Pemikiran dan perasaan meliputi pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan dan peniaian terhadap objek.
b. Orang penting sebagai preverensi.
c. Sumber daya meliputi fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai–nilai dan penggunaan sumber–
sumber dalam masyarakat (kebudayaan) (Notoatmodjo, 2003).
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit,
dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak
akan bertindak apa–apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka
diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul
24
berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila sakit
adalah sebagai berikut:
a. Tidak bertindak/kegiatan apa–apa (no action)
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu
kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan
bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya
akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat
memprioritaskan tugas–tugas lain yang dianggap lebih penting
daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa
kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan
kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas
kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas
kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsive, dan sebagainya. Dan
akhirnya alas an takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya,
dan sebagainya.
b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment)
Dengan alasan sama yang telah diuraikan. Alasan tambahan dari
tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah
percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pada
pengalaman–pengalaman yang lalu usaha–usaha pengobatan sendiri
sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan
pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan
25
c. Mengobati pengobatan ke fasilitas–fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy)
Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini
masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan–
pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana,
masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan–
gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatanpun lebih
berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal–hal yang
dianggapnya masih asing. Dukun (bermacam-macam dukun) yang
melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat,
berada di tengah–tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan
pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih
diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan, dan
sebagainya yang masih asing bagi mereka seperti juga pengobatan
yang dilakukan dan obat–obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.
d. Mencari pengobatan dengan membeli obat–obat ke warung–warung
obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang–tukang jamu.
Obat–obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat–obat
yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun
demikian sampai sejauh ini pemakaian obat–obat bebas oleh
masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khusus
mengenai jamu sebagai untuk pengobatan (bukan hanya untuk
26
pencegahan saja) makin tampak peranannya dalam kesehatan
masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
e. Mencari pengobatan ke fasilitas–fasilitas modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga–lembaga kesehatan swsta, yang
dikategorikan kedalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
f. Menacari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).
Dari uraian–uraian di atas, tampak jelas bahwa persepsi
masyarakat terhadap sehat–sakit adalah berbeda dengan konsep kita
dengan sehat–sakit. Demikian juga persepsi sehat–sakit antara kelompok–
kelompok masyarakat pun akan berbeda–beda pula. Persepsi masyarakat
terhadap sehat–sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian
pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas
dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila
persepsi sehat–sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat–sakit
kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan
fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat–sakit masyarakat sudah sama
dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan
akan mereka pergunakan (Notoatmodjo, 2003).
Ada dua faktor yang mempengaruhi pemanfaatan puskesmas :
pengobatan (Notoatmodjo, 2003) :
1. Faktor eksternal
a. Dukungan keluarga
27
b. Kepercayaan
c. Mutu pelayanan kesehatan
d. Perilaku seseorang terhadap pelayanan kesehatan
2. Faktor Internal
a. Motivasi ingin sembuh
b. Tingkat pendidikan
c. Pengetahuan
d. Mendapatkan pelayanan yang memuaskan
D. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Pemanfaatan Puskesmas
dalam Pengobatan.
Keluarga merupakan suatu kelompok yang dapat menimbulkan,
mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah–masalah kesehatan yang
ada dalam kelompoknya sendiri. Hampir setiap masalah kesehatan berawal
sampai ke penyelesaian dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga mempunyai
peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga dan
bukan individu sendiri yang mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan
yang diinginkan. Disamping itu keluarga berperan penting dalam
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan saat anggota keluarga ada yang
sakit. Salah satu tugas keluarga sendiri dibidang kesehatan yaitu
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat bagi
keluarga.
28
Dukungan keluarga sangat diperlukan sesuai dengan tugas keluarga.
Dukungan keluarga merupakan dukungan yang diberikan oleh keluarga
kepada anggota keluarga yang memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan di
puskesmas dalam hal pengobatan. Jenis dukungan keluarga berupa dukungan
emosional. Dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan
informatif. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal
seperti dukungan suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung. Dan
dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal yang didapat dari sahabat,
teman dan tetangga bagi keluarga inti. Mengingat pentingnya dukungan
keluarga dalam memilih tempat pelayanan kesehatan khususnya puskesmas
untuk mengatasi masalah kesehatan (berobat), maka dukungan keluarga
terhadap pemanfaatan puskesmas dalam hal pengobatan sangat berhubungan
atau berkaitan erat (Friedman, 1998).
29
E. Kerangka Teori
Skema 2.1
Faktor Eksternal : 1. Dukungan keluarga
a. Dukungan Emosional b. Dukungan penghargaan c. Dukungan instrumental d. Dukungan Informatif
2. Kepercayaan 3. Mutu Pelayanan Kesehatan 4. Perilaku seseorang terhadap pelayanan
kesehatan Faktor Internal : 1. Motivasi Ingin Sembuh 2. Tingkat Pendidikan 3. Pengetahuan 4. Mendapatkan Pelayanan yang Memuaskan
Kuratif (pengobatan)
Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Preventif (pencegahan)
Promotif (peningkatan kesehatan)
Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.
Kategori: 1. Sering 2. Kadang-kadang 3. Tidak Pernah
Sumber : Effendy (1998), Notoatmodjo (2003)
30
F. Kerangka Konsep
Skema 2.2
Variabel Independent Variabel Dependent
Dukungan Keluarga
Pemanfaatan Puskesmas dalam pengobatan
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent
Variabel Independent berupa dukungan keluarga.
2. Variabel Dependent
Veriabel Dependent berupa Pemanfaatan Puskesmas dalam pengobatan.
H. Hipotesis
Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan puskesmas
dalam pengobatan di Desa Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus.