bab ii permasalahan krisis tenaga kerja di jepangeprints.umm.ac.id/54604/3/bab ii.pdf · 2019. 11....
Post on 21-Feb-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
27
BAB II
PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANG
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Aging Population, yakni lajunya
pertumbuhan penduduk lansia. Fenomena yang tengah dihadapi oleh pemerintah
Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis
tenaga kerja khususnya dalam bidang kesehatan.
2.1 Fenomena Aging Population di Jepang
Ada banyak sekali negara yang masuk kedalam daftar negara maju di
dunia, salah satunya adalah Jepang. Secara geografis, Jepang berada pada posisi
35o41’LU – 139o46’BT dengan luas wilayahnya yang mencapai kurang lebih
377.944 km2.49 Menjadi salah satu negara maju di dunia yang berasal dari
Kawasan Asia Timur, tentu memiliki banyak sekali hal yang menarik untuk
diperbincangkan. Tidak hanya membahas mengenai kemajuannya didalam sektor
ekonomi dan industri, namun hal-hal terkait sosial politik hingga masyarakatnya
juga menjadi hal yang menarik. Meskipun Jepang telah memiliki label sebagai
salah satu negara maju di Asia Timur bahkan dunia, nampaknya negara tersebut
masih memiliki permasalahan yang cukup signifikan terkait dengan tenaga kerja
di negaranya.
Permasalahan tenaga kerja yang tengah dihadapi oleh Jepang ini agaknya
dilatar belakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah naiknya jumlah
penduduk yang memasuki usia lanjut, hingga berdampak pada naiknya jumlah
49 JAPAN, diakses melalui www.bnp2tki.go.id/read/11941/JAPAN.html (18/08/2019, 08:45 WIB)
28
pekerja yang mendekati usia pensiun dan minimnya jumlah pekerja usia
produktif.50 Sehingga, dengan adanya hal tersebut Jepang terancam akan
mengalami kekurangan tenaga kerja atau krisis tenaga kerja.
Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut di Jepang yang berpengaruh
terhadap sektor ketenagakerjaannya, dipengaruhi oleh tingkat kesuburan
(fertilitas). Tingkat kesuburan (fertilitas) sendiri diartikan sebagai kemampuan
seorang wanita dalam menghasilkan keturunan hidup. Fertilitas berkaitan erat
dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mundur
usia perkawinan maka semakin rendah tingkat fertilitas.51 Tinggi rendahnya
tingkat fertilitas penduduk umumnya berbanding terbalik dengan usia pernikahan
pertama, dimana ketika semakin muda usia pernikahan maka akan semakin tinggi
tingkat fertilitas dan begitu pun sebaliknya.52 Menurut Ida Bagus Mantra, tingkat
fertilitas penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor yang digolongkan kedalam
dua golongan yakni demografi dan non demografi53. Bukan hanya kedua faktor
50 Heryanah, Ageing Population dan Bonus Demografi Kedua di Indonesia, Jurnal Populasi, Vol.
23, No. 2 (2015), Sukabumi: Badan Pusat Statistik, hal. 3, diakses melalui
http://journal.ugm.ac.id/populasi/article/download/15692/10457 (09/06/2019, 12:15 WIB) 51 Lennaris Sinaga, dkk, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat fertilitas di Pedesaan (Studi
pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari), Jurnal Paradigma
Ekonomika, Vol. 12, No. 1 (Januari-Juni 2017), Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Jambi, hal. 42-43, diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/209637-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingkat.pdf
(27/06/2019, 23:05 WIB) 52 Ni Putu Vita Febriyanti, Made Dewi Urmila Sari, Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan
Demografi Terhadap Keputusan Perempuan Menikah Muda di Indonesia, Jurnal Kependudukan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Vol. XIII, No. 2 (Desember 2017), Bali: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, hal. 109, diakses melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/view/39493 (27/06/2019, 23:20 WIB) 53 Dua golongan yang menjadi faktor penentu fertilitas menurut Ida Bagus yakni pertama, faktor
demografi yang mana mencakup perihal struktur penduduk, status perkawinan, usia perkawinan
pertama, dan proporsi penduduk yang kawin. Faktor kedua yakni non demografi yang meliputi
keadaan ekonomi, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, adanya urbanisasi dan juga
industrialisasi.
29
tersebut, bahkan kebudayaan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan
tingkat fertilitas penduduk suatu negara.54
Tingkat fertilitas untuk sebuah negara merupakan sebuah komponen yang
penting, apabila fertilitas menurun maka menurun pula angka kelahiran dalam
suatu negara salah satunya Jepang. Menurunnya jumlah kelahiran bayi di Jepang
yang dipengaruhi oleh fertilitas, kemudian berdampak pada aging population
yang saat ini tengah dihadapi oleh Jepang. Disebutkan bahwa jumlah penduduk
yang memasuki usia lanjut tiap tahun mengalami peningkatan.
Gambar 2. 1 Peningkatan Populasi Usia 65 Tahun ke Atas
Sumber : Population ages 65 and above, total, The World Bank55
54 Op.Cit.
30
Dalam gambar grafik di atas ditunjukkan bahwa jumlah penduduk Jepang
yang berusia 65 tahun ke atas setiap tahun mengalami peningkatan. Jumlah
penduduk lansia terendah keseluruhan (laki-laki dan perempuan) adalah tahun
1960 yakni 5.199.270. Jumlah tersebut setiap tahun mulai meningkat, memasuki
tahun 1990 jumlah penduduk lansia mencapai angka 14.662.174. Setelah tahun
1990 pertumbuhan jumlah penduduk lansia di Jepang semakin meningkat hingga
mencapai angka tertinggi di tahun 2018 yakni total berjumlah 34.763.678 dari
total populasi penduduk Jepang yang ada.56
Dewasa ini aging population tidak hanya terjadi di satu atau dua negara,
namun hampir negara-negara maju di seluruh dunia mengalami aging population
atau populasi yang menua. Naiknya tingkat populasi yang menua ini
menimbulkan konsekuensi-konsekuensi baik dalam bidang ekonomi maupun
sosial, seperti turut meningkatnya angka ketergantungan, masalah pelayanan
publik dalam bidang kesehatan hingga perkembangan ekonomi seperti hal yang
berkaitan dengan tenaga kerja.57 Menurut apa yang tertulis dalam jurnal Alders
dan Broer (2005), struktur usia penduduk menjadi salah satu dari sekian banyak
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan demografi, transisi ekonomi, kualitas
55 The World Bank, Population ages 65 and above, total, diakses melalui
https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.65UP.TO?end=2018&locations=JP&start=1960&typ
e=points&view=chart (22/07/2019, 21:19 WIB) 56 Ibid. 57 Sreenivasarao Vepachedu, Aging Population, National Institutes of Health, Published on 12
February 2019, hal. 1, diakses melalui https://www.researchgate.net/publication/331071071
(27/06/2019, 16:38 WIB)
31
dan mutu atau tingkat kehidupan, kesadaran sosial, kemajuan dalam bidang
kesehatan dan kebijakan mengenai keluarga berencana.58
Sebelum fenomena penurunan jumlah penduduk, menurunnya jumlah
kelahiran hingga aging population melanda Jepang, tercatat dalam sejarah bahwa
Jepang sebelumnya sempat mengalami baby boom59. Generasi baby-boomer
pertama yang dialami Jepang adalah pasca perang di tahun 1949. Pada saat itu
disebutkan, angka kelahiran di Jepang sekitar 2,69 juta kelahiran. Disusul generasi
baby-boomer kedua pada tahun 1970-an, dimana jumlah kelahiran kembali
meyentuh angka 2 juta setiap tahunnya.60
Namun setelah fenomena baby boom tersebut, jumlah populasi di Jepang
mengalami penurunan berikut dengan jumlah kelahiran, dimana tercatat tahun
1984 menurun hingga 1,5 juta. Jumlah tersebut kembali mengalami penurunan
hingga 1,1 juta di tahun 2015 dan turun kembali sebesar 1 juta pada tahun 2016.61
58 Zbigniew Dlugosz, Piotr Razniak, Risk of Population in Asia, Social and Behavioral Sciences,
Vol. 120 (Maret 2014), Polandia: Insitute of Geography, hal. 37, diakses melalui
http://scienedirect.com/science/article/pii/S1877042814016097 (13/06/2019, 21:21 WIB) 59 Baby-boomer merupakan generasi yang lahir di antara tahun 1946-1964, generasi ini merupakan
generasi yang memiliki sifat disiplin tinggi dan pekerja keras, kaku terhadap nilai-nilai, struktur
dan penghargaan, generasi yang begitu menjaga harga diri, merasa berpengalaman namun kurang
mengikuti perkembangan teknologi, dalam Tjitjik Hamidah, Mengenal Kohort: Veteran
Generation, Baby Boomers, Millennials, Gen X & Gen Z, Vol.4, No. 4 (Februari 2018), Fakultas
Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I, diakses melalui https://buletin.k-
pin.org/index.php/arsip-artikel/242-mengenal-kohort-veteran-generation-baby-boomers-
millennials-gen-x-gen-z (20/07/2019, 22:29 WIB). Dalam sumber lain disebutkan bahwa, generasi
baby boom merupakan generasi yang lahir pada era berakhirnya perang dunia kedua, sehingga
perlu penataan ulang kehidupan. Generasi ini disebut sebagai generasi baby boom karena
tingginya kelahiran bayi di era tersebut, dalam Badan Pusat Statistik, 2018, Statistik Gender
Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, Kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statistik, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, hal. 17, diakses melalui
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf
(20/07/2019, 22:45 WIB) 60 The Japan Times, Face Challenges of A shrinking, Aging Population, diakses melalui
https://www.japantimes.co.jp/opinion/2019/01/10/editorials/face-challenges-shrinking-aging-
population/#.XTMGZFQzbIV (20/07/2019, 22:13 WIB) 61 Ibid.
32
Munculnya aging population sebagai faktor yang mendorong penurunan jumlah
penduduk di Jepang saat ini, sejatinya berhubungan erat dengan fenomena
semakin menurunnya jumlah kelahiran bayi. Menurut perkiraan Kementerian
Kesehatan, jumlah penduduk Jepang tahun 2013 menurun sebanyak 244.000
penduduk, dimana jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingakn dengan tahun
sebelumnya.62 Disisi lain, jumlah kelahiran bayi di tahun 2012 tercatat mengalami
penurunan hingga 6.000 kelahiran dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk angka
kematian naik sebesar 19.000 jiwa, apabila dibandingkan dengan tahun 2012.63
Menurut yang tercantum dalam data yang dikeluarkan oleh Biro Statistik
Jepang, pada tahun 2015 sebanyak 26,7% penduduk Jepang adalah mereka yang
telah berusia di atas 65 tahun. Jumlah tersebut diikuti oleh Italia yang memiliki
22,4% penduduk usia lanjut dan kemudian disusul oleh Jerman sebanyak 21,2%.
Dari data tersebut juga dipaparkan prediksi dimana tahun 2050 mendatang 38,8%
penduduk Jepang merupakan penduduk berusia lanjut.64
Menurut data yang diperoleh dari WorldBank, menunjukkan jumlah
penduduk usia produktif yakni usia 15-64 tahun di Jepang mengalami penurunan.
62 Rekor Penurunan Penduduk Jepang, diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/01/140101_jepang_penduduk (20/07/2019, 20:25
WIB) 63 Ibid. 64 Statistical Handbook of Japan 2016 dalam Putri Elsy, Fenomena Tenaga Kerja Asing di Jepang
Dewasa Ini, Outlook Japan: Journal of Japanese Area Studies, Vo. 6, No. 1 (Juni 2018),
Universitas Airlangga, hal. 2, diakses melalui
http://www.outlookjapan.com/index.php/outlookjapan/article/view/23/18 (15/08/2019, 23:12
WIB)
33
Gambar 2. 2. Penurunan Jumlah Usia Produktif
Sumber : Population ages 15-64 (% of total population), The World Bank65
Data pada gambar grafik di atas menunjukkan persentase meningkat dan
menurunnya jumlah penduduk Jepang usia produktif, usia antara 15-64 tahun.
Tercatat di tahun 1960-an jumlah penduduk usia produktif menduduki di tingkat
64,11% kemudian jumlah tersebut perlahan mulai naik hingga mencapai angka
69,03% di tahun 1969. Setelah tahun 1969, perlahan jumlah penduduk usia
produktif di Jepang ini mengalami penurunan hingga di tahun 1977 berjumlah
65 The World Bank, Population ages 15-64% (% of total population), diakses melalui
https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.1564.TO.ZS?end=2018&locations=JP&start=1960&t
ype=points&view=chart (22/07/2019, 20:50 WIB)
34
67,47%, namun kemudian angka tersebut dapat kembali naik hingga mencapai
persentase tertinggi di tahun 1992 yakni sebanyak 69,78%.66
Akan tetapi mengingat fenomena yang saat ini tengah dihadapi oleh
Jepang, nampaknya jumlah penduduk usia produktif terus mengalami penurunan,
berbeda dengan jumlah usia lanjut yang terus menanjak. Bahkan, dalam grafik
tersebut juga tercatat setelah tahun 1992, jumlah usia produktif Jepang terus
menurun hingga tahun 2018 tercatat persentase penduduk Jepang yang berusia
produktif berjumlah 59,68%. Jumlah persentase tersebut merupakan jumlah
terendah yang tercatat dalam rentang waktu mulai tahun 1960 hingga 2018.67
Menurunnya jumlah usia produktif dan meningkatnya jumlah usia non produktif
di Jepang saat ini dialami hampir di seluruh Jepang dan berdampak di hampir
berbagai sektor pekerjaan. Hal tersebut bertolak belakang dengan beberapa tahun
lalu, dimana masyarakat yang telah lanjut usia kebanyakan adalah mereka yang
tinggal di pedesaan, sedangkan penghuni perkotaan adalah mereka yang berusia
produktif.68 Akibat dari hal tersebut Jepang mengalami krisis tenaga kerja yang
hampir terjadi di seluruh sektor pekerjaan.
Munculnya fenomena krisis tenaga kerja yang dilatar belakangi oleh aging
population di Jepang, nampaknya juga dipengaruhi oleh adanya globalisasi atau
masuknya pengaruh negara barat.69 Berbeda dengan Jepang pada saat ini yang
66 Ibid. 67 Ibid. 68 Japan for Sustainability, The Growing Senior Population in Japan's Metropolitan Areas:
Challenges fo Japan, Hints for the World, diakses melalui
https://www.japanfs.org/en/news/archives/news_id036044.html (20/07/2019, 20:04 WIB) 69 Berdasarkan pada tulisan yang terdapat dalam buku Drs. Leo Agung, dimana dalam buku
tersebut tertulis bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat yang terkenal gigih dalam
mempertahankan tradisi dan budaya, termasuk budaya yang melarang wanita yang telah menikah
untuk bekerja, dalam Leo Agung S., Sejarah Asia Timur 2, Yogyakarta, Penerbit Ombak, hal. 130
35
telah mendapatkan pengaruh globalisasi, dimana wanita di Jepang telah berhasil
mendapatkan hak-hak yang sama dengan laki-laki khususnya dalam bidang
pemerintahan, pendidikan hingga kehidupan sosial.70
Masuknya globalisasi ke Jepang bersamaan dengan peristiwa dimana
Jepang untuk pertama kalinya membuka diri bagi dunia luar. Salah bentuk
pengaruh globalisasi tersebut adalah adanya pengaruh feminisme71 didalam
kehidupan masyarakat Jepang. Di jepang, sebenarnya feminisme bukanlah sebuah
pengaruh atau gerakan baru, dimana adanya Gerakan feminisme di Jepang telah
tumbuh sekitar akhir abad ke-19.72 Feminisme merupakan sebuah gerakan yang
mendorong para kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka,
hingga mereka benar-benar mendapatkan kesetaraan yang benar-benar setara
dengan kaum laki-laki. Akibat dari hal tersebut, banyak wanita di Jepang yang
kemudian berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi serta karir yang
cemerlang. Hal ini kemudian mendorong wanita menunda usia menikah atau
70 Sri Dewi Adriani, Pengaruh Paham Feminisme Terhadap Penurunan Populasi Penduduk di
Jepang, Humaniora, Vol. 5, No. 1 (April 2014), Jakarta: Faculty of Humanities, BINUS
University, hal. 350, diakses melalui http://www.neliti.com/publications/167047/pengaruh-paham-
feminisme-terhadap-penurunan-populasi-penduduk-di-jepang (02/07/2019, 22:30 WIB) 71 Feminisme merupakan gerakan kaum perempuan yang menuntut adanya kesamaan dan
membela keadilan mulai dari hak politik, ekonomi bahkan sosial, hingga setara atau sama dengan
kaum laki-laki. Gerakan ini pertama kali muncul di Perancis abad ke-18 lalu menyebar ke benua
lainnya seperti Eropa, Amerika, Afrika termasuk pula Asia. Gerakan feminisme terbagi menjadi
tiga gelombang, pertama yakni liberal yang berbicara mengenai stereotip permpuan yang
dikatakan sebagai makhluk yang lemah dan hanya cocok mengurusi keluarga, radikal yang
berfokus pada bagaimana memperoleh hak-hak politik, sosial berfokus pada penindasan gender
dan kelas, serta marxis mengenai hal yang menyebabkan adanya perbedaan fungsi dan status
perempuan. Gelombang kedua yakni sebagai akibat serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh
ketika Perang Dunia II, tidak diterimanya perempuan dalam masyarakat patriakal. Kemudian yang
ketiga adalah feminisme post modern, multikultural, global dan ekofeminisme, dalam Ibid, 351-
352. 72 Endah H. Wulandari, Gerakan Feminisme Jepang Studi Tentang Gerakan Protes Ketidakadilan
terhadap Perempuan pada Awal Zaman Modern, Wacana, Vol. 5, No. 1 (April 2003), hal. 14,
diakses melalui
http://www.researchgate.net/publication279274287_Gerakan_Feminisme_Jepang_Studi_tentang_
Gerakan_Protes_Ketidakadilan_terhadap_Perempuan_pada_Awal_Zaman_Modern (20/10/2019,
15:45 WIB)
36
menunda memiliki momongan, karena selain tingginya biaya hidup di Jepang,
mereka akan kesulitan membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan.73 Akibat
dari kesetaraan hak yang dimiliki oleh kaum perempuan, maka perempuan di
Jepang tidak sedikit yang memilih untuk terus bekerja hingga pada akhirnya
menunda usia pernikahan. Hal tersebutlah yang kemudian berdampak pada
menurunnya jumlah kelahiran yang kemudian mendorong semakin bertambahnya
jumlah lansia. Dari fenomena tersebut diperkirakan kemungkinan besar jumlah
populasi Jepang akan terus mengalami penurunan hingga 30%, sekitar 87 juta di
tahun 2060 mendatang.74 Penundaan usia pernikahan oleh kaum perempuan di
Jepang, menyebabkan rendahnya tingkat fertilitas yakni sekitar 1,3 anak per
perempuan. Dimana untuk dikatakan subur dan dapat mempertahankan populasi,
memerlukan 2,08.75
Sejauh ini tingkat populasi siap kerja di Jepang mencapai angka
tertingginya pada tahun 1995 dimana jumlah tersebut mencapai 87,33 juta jiwa.
Jumlah tersebut kemudian terus menurun hingga berada di angka 79 juta jiwa
pada tahun 2013. Menurut riset dari The National Institute of Population and
Social Security, populasi siap kerja di Jepang akan terus mengalami penurunan
dari yang berjumlah 67,73 juta di tahun 2030 menjadi 44,18 juta di tahun 2060
mendatang.76 Berdasarkan data lain yang diperoleh dari laman Data Bank,
73 V. Mackie, 2003, Feminism in Modern Japan: Citizenship, Embodiment and Sexuality, UK:
Cambridge University Press, dalam Ibid, hal. 354. 74 Penyebab Populasi Jepang Terus Menurun, diakses melalui http://sukajepang.com/penyebab-
jatuhnya-populasi-jepang/ (20/07/2019, 20:38 WIB) 75 Ibid. 76 Niki Wahyu Sayekti, Kebijakan Terhadap Imigran: Analisis Pada Masa Pemerintahan Shinzo
Abe Periode Ke-2, Kebijakan Jepang Terhadap Tenaga Kerja Imigran, diakses melalui
http://docplayer.info/46448057-Kebijakan-jepang-terhadap-imigran-analisis-pada-masa-
pemerintahan-shinzo-abe-periode-ke-2.html (05/07/2019, 00:50 WIB)
37
Population Estimates and Projections menyatakan bahwa populasi Jepang saat ini
terus menurun hingga 10 tahun mendatang, dimana berarti ini akan menjadi
masalah yang semakin serius bagi Jepang termasuk dalam masalah
perekonomiannya.
Jumlah populasi total di Jepang semakin mengalami penurunan di setiap
tahun, perkiraan total populasi di tahun 2041 populasi Jepang akan berada di
angka 113.316.000 jiwa. Proyeksi ini sudah berada jauh dibawah total populasi
pada tahun 2017 yang berjumlah 126.785.797, meskipun demikian, pada
kenyataannya angka tersebut akan terus menurun. Dalam predikisi tersebut juga
disebutkan jika di tahun 2045 populasi Jepang akan berjumlah sekitar
111.011.000 dan kembali menurun di tahun 2050 menjadi 108.040.000. Hal
tersebut terjadi diperkirakan karena minimnya jumlah kelahiran bayi yang
kemudian menjadi faktor yang melatarbelakangi merosotnya jumlah penduduk
Jepang.77
Meningkatnya jumlah populasi yang menua serta rendahnya jumlah
angkatan kerja berusia produktif menjadikan Jepang benar-benar berada didalam
kondisi gawat tenaga kerja. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Jepang
sebagai negara maju, mendorong tingginya kebutuhan Jepang akan tenaga kerja,
bukan pada sektor lapangan pekerjaannya.78 Dimana hal tersebut merupakan
dampak dari adanya aging population yang tengah mereka hadapi. Dampak aging
population terhadap sektor tenaga kerja di Jepang cukup dirasakan oleh sektor
77 Population Estimates and Projections, diakses melalui
http://databank.worldbank.org/data/source/population-estimates-and-
projections/Type/TABLE/preview/on#advanceDownloadOptions (21/10/2018, 20:10 WIB) 78 Op.Cit.
38
tenaga kerja kelas bawah atau kelas rendah (unskilled workers) seperti sektor
konstruksi, buruh, pegawai toko hingga petugas kebersihan, dimana sektor
tersebut mengalami kekurangan pekerja. Selain akibat adanya aging population,
krisis tenaga kerja di sektor tersebut juga dilatar belakangi akibat adanya sebuah
perspektif baru dari kalangan pemuda di Jepang. Dalam perspektif tersebut
menyatakan keengganan pemuda Jepang masuk dalam sektor pekerjaan kelas
bawah, yang disebut dengan 3K yakni kotor (kitanai), sulit (kitsui), dan berbahaya
(kiken).79 Namun nampaknya, bukan hanya pada sektor unskilled workers yang
merasakan dampak dari aging population, sektor tenaga kerja kelas atas atau
terampil (skilled workers) pun mengalami kekurangan tenaga kerja terutama di
bidang kesehatan.80
2.2 Meningkatnya Kebutuhan Tenaga Kerja Akibat Fenomena Aging
Population
Bagi sebuah negara kehadiran masyarakat merupakan hal yang penting,
dan dianggap sebagai sebuah komponen yang mutlak dimiliki. Dalam sebuah
negara, masyarakat baik kuantitas maupun kualitasnya mampu membantu
mendorong pertumbuhan baik dalam hal politik hingga dalam hal ekonomi.
Sebuah negara dengan masyarakat yang memiliki kualitas baik akan mampu
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan baik pula. Namun bukan berarti
kuantitas masyarakat dalam sebuah negara tidak begitu penting, kuantitas
masyarakat sama pentingnya dengan kualitas masyarakat tersebut untuk saling
79 Ibid. 80 Jepang Butuh 450 Ribu Perawat Untuk Lansia; Siapkah Kita?, diakses melalui
https://www.wawasan.co/news/detail/8027/jepang-butuh-450-ribu-perawat-untuk-lansia-siapkah-
kita (05/07/2019, 01:10 WIB)
39
melengkapi dan mendukung satu sama lain. Pentingnya kuantitas masyarakat
dapat dilihat dari, semakin berkembang suatu negara dengan berbagai sistem
ekonomi di berbagai industrinya tentu akan semakin banyak memerlukan tenaga
sebagai pekerja. Namun, apabila negara tersebut tidak memiliki persediaan
masyarakat khususnya Angkatan usia kerja maka negara tersebut harus mencari
alternatif lain apabila tidak ingin mengalami krisis tenaga kerja.
Seperti halnya yang dialami oleh Jepang, sebagai salah satu negara dengan
ekonomi besar Jepang tercatat memiliki permasalahan dalam bidang
ketenagakerjaannya. Masalah yang ia hadapi tersebut salah satunya adalah
merupakan dampak dari adanya aging population. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa aging population ini merupakan fenomena naiknya jumlah
usia non-produktif yang dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah median penduduk
di suatu wilayah, yang mana peningkatan tersebut merupakan dampak dari
menurunnya tingkat fertilitas.
Berdasarkan sumber, menginjak akhir tahun 2018 tercatat lebih dari 28%
penduduk Jepang masuk dalam klasifikasi usia tua. Para penduduk yang masuk
dalam klasifikasi tersebut merupakan generasi baby boomer, atau mereka yang
lahir di tahun 1946-1964 pasca Perang Dunia II. Dari data yang telah ditunjukkan
oleh PBB yang mewakili negara, proporsi penduduk tua di Jepang adalah yang
tertinggi di dunia. Tingkat tersebut menyaingi Italia yang memiliki persentasi
sebanyak 23,3%, Portugal 21,9% dan juga Jerman 21,7%.81
81 Lebih dari 28 Persen Populasi Jepang Berusia Tua, diakses melalui
https://www.republika.co.id/berita/internasional/asia/18/09/17/pf6zn8377-lebih-dari-28-persen-
populasi-jepang-berusia-tua (21/07/2019, 22:25 WIB)
40
Menjadi negara yang memiliki tingkat penduduk lansia dengan jumlah
yang terus meningkat sebagai dampak dari aging population, nampaknya
membuat Jepang mengalami krisis dalam bidang tenaga kerja. Dimana tercatat
dalam Nikkei Asian Review, Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Jepang mengumumkan bahwa, di tahun 2016 jumlah pekerja di
Jepang berdasarkan kelompok usia sebanyak 270.000 pekerja adalah usia 15-64
tahun, sedangkan jumlah pekerja di atas usia 65 tahun sebanyak 370.000.82
Kondisi yang ada tersebut begitu berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerja
di Jepang era tahun 1968, dimana pada saat itu pekerja produktif di Jepang
mencapai 74,3%.83
Kurangnya pekerja produktif yang dialami oleh Jepang ini ditengarai oleh
aging population yang mereka alami. Kekurangan tenaga kerja tersebut dialami
oleh hampir berbagai sektor, seperti sektror konstruksi, pertanian hingga
pembuatan kapal. Bukan hanya itu, kekurangan tenaga kerja tersebut juga turut
dirasakan oleh sektor kesehatan, begitu pula dengan sektor lain termasuk di
bidang pariwisata.84 Sebagai salah satu negara maju yang mengalami aging
population, pemerintah Jepang memiliki banyak penduduk lansia yang harus
diurus mulai dari segi materi hingga kesehatan. Disebutkan bahwa dimana sekitar
28% penduduk Jepang saat ini adalah penduduk lanjut usia, yang mana hal
tersebut membuat Negara Jepang menjadi negara dengan populasi tua tertinggi di
82 Lapangan Kerja di Jepang Meningkat, Tertinggi Dalam 25 Tahun, diakses melalui
https://ekbis.sindonews.com/read/1175862/35/lapangan-kerja-di-jepang-meningkat-tertinggi-
dalam-25-tahun-1485867681 (05/07/2019, 22:03 WIB) 83 Ibid. 84 Darurat Tenaga Kerja, Jepang Impor Pekerja Asing, diakses melalui
https://internasional.kontan.co.id/news/darurat-tenaga-kerja-jepang-impor-pekerja-asing
(05/07/2019, 21:54 WIB)
41
dunia.85 Bahkan kecepatan pertumbuhan penduduk usia lanjut di Jepang melebihi
tingkat kecepatan pertumbuhan lansia di negara lain seperti Eropa Barat dan
Amerika Serikat.86 Pesatnya pertumbuhan penduduk lansia di Jepang tersebut
mendorong kebutuhan Jepang akan tenaga kerja, berdasarkan survey oleh Recruit
Works Institute bahwa sebanyak 67,9% perusahan di Jepang mampu memenuhi
target rekruitmen mereka, sedangkan 32,1% lainnya gagal memenuhi target.87
Sebagai negara dengan angka harapan hidup tertinggi, guna menyiasati
permasalahan krisis tenaga kerja yang tengah dihadapi, maka pemerintah Jepang
berinisiatif untuk menaikkan jumlah batas usia pensiun. Dari sebuah laman,
kepada Reuters pemerintah Jepang menyatakan bahwa kebijakan perubahan batas
usia pensiun tersebut akan mulai diberlakukan setelah April 2020. kenaikan batas
usia pensiun yakni pegawai negeri sipil dari yang awalnya 60 tahun menjadi 65
tahun, lalu untuk karyawan batas pensiun naik menjadi 70 tahun.88
Selain pegawai negeri sipil dan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan,
krisis tenaga kerja juga dialami oleh toko-toko salah satunya toko kelontong atau
toko serba ada, hingga waralaba semacam Lawson dan lain sebagainya. Toko-
toko tersebut telah berdiri selama puluhan tahun di Jepang, sekitar tahun 1970-an
85 Jepang Jadi Negara dengan Populasi Usia Tua Terbesar di Dunia, diakses melalui
https://news.okezone.com/read/2018/09/17/18/1951618/jepang-jadi-negara-dengan-populasi-usia-
tua-terbesar-di-dunia (05/07/2019, 22:38 WIB) 86 Fitri Rizka Fairuz, Kebijakan Pemerintah Jepang Menerima Tenaga Kerja Filipina di Bidang
Kesehatan Dalam Japan-Philippines Economic Partnership Agreement, diakses melalui
https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/2802/KEBIJAKAN%20PEMERINTAH
%20JEPANG%20MENERIMA%20TENAGA%20KERJA%20FILIPINA%20DI%20BIDANG%2
0KESEHATAN%20DALAM%20JAPAN-PHILIP.pdf?sequence=1&isAllowed=y (06/07/2019,
12:06 WIB) 87 Tsunemi Youhei, Japan’s Labor Shortages in Perspective, dalam Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit. 88 Krisis Tenaga Kerja, Usia Pensiun di Jepang Jadi 70 Tahun, diakses melalui
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/17/141806626/krisis-tenaga-kerja-usia-pensiun-di-
jepang-jadi-70-tahun (21/07/2019, 23:14 WIB)
42
dimana toko-toko tersebut menawarkan akses 24 jam non-stop. Menurut Mitoshi
Matsumoto seorang anggota asosiasi toko serba ada di Jepang menyatakan bahwa,
dengan adanya kondisi keterbatasan tenaga kerja ini maka pemilik toko harus
kewalahan mengoperasikan toko mereka sendiri. Bahkan akibat dari hal tersebut,
tidak sedikit pemegang toko merek waralaba yang membujuk para pemilik merek
guna menutup toko lebih awal, yang artinya mengurangi jam operasional toko.89
Di awal-awal berdirinya, toko-toko serba ini mampu menyediakan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, seiring berjalannya
waktu perlahan toko-toko ini mengalami keterbatasan tenaga kerja sehingga para
pemilik harus mengelolanya sendiri seperti yang dialami oleh Matsumoto.
Menurut seorang analis industri ritel di Jepang, Roy Larke menyampaikan bahwa
sektor-sektor ritel di Jepang tengah mengalami kejenuhan. Larke pun turut
menambahkan mengenai banyaknya toko serba ada yang dimiliki oleh Jepang,
bahkan tidak jarang toko-toko tersebut berdiri bersebelahan.90 Tidak hanya
dialami oleh sektor ritel atau toko-toko serba ada di Jepang, bahkan hampir 40%
perusahaan konstruksi juga penyatakan bahwa mereka sangat kekurangan tenaga
kerja yang mana hal tersebut semaki mengkhawatirkan mengingat sektor tersebut
akan membutuhkan lebih banyak lagi pekerja guna menyiapkan sarana prasarana
menyusul even besar Olimpiade Tokyo 2020 mendatang.91 Seiring bertambahnya
jumlah penduduk usia non produktif atau usia lanjut, maka semakin banyak pula
tenaga produktif yang dibutuhkan oleh Jepang. Kebutuhan akan tenaga kerja
89 Di Jepang, Toko Kelontong Modern 'Krisis' Tenaga Kerja, diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190321142610-92-379433/di-jepang-toko-kelontong-
modern-krisis-tenaga-kerja (21/07/2019, 23:35 WIB) 90 Ibid. 91 Japan Times, More Foreigners Working In Japan, dalam Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit, hal.2
43
tersebut dialami oleh berbagai sektor tidak terkecuali sektor kesehatan. Menyadari
semakin naiknya kebutuhan tenaga perawat dan tenaga kesehatan tersebut,
pemerintah Jepang kemudian mengupayakan untuk dapat menutup kebutuhan
akan tenaga kerja tersebut. Permasalahan krisis tenaga kerja ini menjadi sebuah
topik yang cukup menjadi perhatian pemerintah Jepang dibawah Perdana Menteri
Shinzo Abe.
Dalam hal tersebut pemerintah mencoba untuk melakukan tindakan yang
ditujukan dapat mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi oleh Jepang. Di
awal pemerintahan Shinzo Abe periode kedua yang dimulai tahun 2012, sebelum
benar-benar menggantungkan pada tenaga asing Abe mencetuskan sebuah
kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan ekonomi, dimana
kebijakan yang dikeluarkan oleh Abe disebut sebagai Abenomics.92
Kebijakan Abenomics ini sendiri berasal dari kata Abe dan Economics.
Abenomics ini adalah kebijakan ekonomi sebagai sebuah respon untuk mengatasi
masalah ekonomi di Jepang, pada masa pemerintahan Shinzo Abe.93 Selain untuk
membantu mengatasi permasalah ekonomi yang dialami oleh Jepang, rupanya
kebijakan Abenomics ini juga ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekonomi
internasional antara lain meningkatkan permintaan domestik, mendorong
peningkatan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP), meningkatkan inflasi,
meningkatkan prospek negara melalui daya saing, mereformasi pasar tenaga kerja,
92 Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit, hal. 43 93 Adi Abas, Analisis Implementasi Kebijakan Abenomics di Jepang Tahun 2012-2017, eJournal
Ilmu Hubungan Internasional, Vol, 6, No, 2 (2018), Samarinda: Ilmu Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, hal. 443, diakses melalui
https://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2018/02/ejurnal%20Adi%20Abas%20(02-12-18-05-30-19).pdf (25/07/2019,
22:15 WIB)
44
lalu yang terakhir adalah untuk memperluas kemitraan perdagangan.94 Kebijakan
Abenomics yang dikeluarkan oleh Shinzo Abe ini terdiri dari tiga komponen,
dimana komponen tersebut adalah mengenai kebijakan fiskal, kebijakan moneter,
dan kebijakan struktural. Terkait dengan usaha yang diupayakan pemerintah
Jepang dibawah pemerintahan Shinzo Abe ini merupakan bagian dari kebijakan
struktural. Kebijakan tersebut adalah reformasi pekerja dan womanomics.95
Kebijakan yang telah diupayakan pemerintah Jepang untuk menutup
kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor pekerjaan juga turut dilakukan dengan
adanya pemberlakuan kebijakan pengkaryaan kembali. Kebijakan pengkaryaan
kembali ini merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan
bagi para pekerja senior96 yang telah memasuki usia pensiun, namun masih
memiliki keinginan untuk terus bekerja. Selain itu, kebijakan ini juga merupakan
salah satu upaya untuk menutupi kekurangan akan tenaga kerja.97 Kebijakan
pengkaryaan kembali tersebut mulai diberlakukan sejak April 2013, setelah
diadakannya revisi keputusan tahun 2012. Di dalam revisi tersebut disebutkan
adanya himbauan perpanjangan usia bagi para pekerja agar dapat terus bekerja
hingga melewati umur 60 tahun apabila mereka masih memiliki minat dan
94 Ibid, hal. 450 95 Ibid, hal. 454 96 Pekerja senior yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah para pekerja yang telah memasuki
usia pensiun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, senior adalah 1) lebih
tinggi dalam pangkat maupun dalam jabatan kedinasan, 2) lebih matang dalam hal pengalaman
dan juga kemampuan, 3)lebih tua dalam usia dalam sebuah keluarga, 5) lebih dulu dalam suatu
pekerjaan tugas atau pengalaman, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi
online/daring, diakses melalui https://kbbi.web.id/senior (25/07/2019, 23:10 WIB) 97 Dewi Saraswati Sakariah, Kebijakan Pengkaryaan Kembali Pekerja Senior Jepang Pasca
Pensiun (Sudut Pandang Perusahaan Manufaktur), Izumi, Vol. 4, No. 2 (2015),Semarang:
Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang, Universitas Diponegoro, hal. 32 diakses melalui
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi (25/07/2019, 22:55 WIB)
45
semangat untuk terus bekerja.98 Pengkaryaan kembali yang diberlakukan
pemerintah ini sebenarnya berkaitan dengan minat dari para pekerja senior.
Apabila mengingat pentingnya pekerja senior bagi pertumbuhan ekonomi karena
kurangnya tenaga kerja dari kelompok usia mudan dan usia pertengahan, maka
pemerintah harus memiliki cara guna terus mempertahankan tingkat minat dan
angka partisipasi pekerja senior dalam bidang ketenagakerjaan.99
Meskipun kebijakan pengkaryaan kembali ini bertujuan untuk menutup
kekurangan tenaga kerja, nampaknya rasa khawatir karena semakin bertambahnya
penduduk usia lanjut tetap dirasakan. Hal tersebut dikarenakan semakin hari
peningkatan jumlah penduduk usia lanjut terus bertambah. Salah satu penduduk
Jepang bernama Yuichi Aoki merupakan salah satu dari sekian banyak pekerja
senior yang kembali dipekerjakan menyatakan bahwa :
“Saya diminta untuk mengundurkan diri dari pekerjaan saya
dibidang industri Informasi dan Teknologi (IT) pada saat berusia
55 tahun. Sekarang saya harus bekerja sampai saya berusia enam
puluhan, saya khawatir bagaimana anak-anak saya dan cucu saya
nanti menghadapi Jepang dengan penduduk yang kebanyakan
berusia tua.”100
Dalam sesi wawancara tersebut, Aoiki sendiri tengah menjadi salah satu
pekerja dalam sebuah perusahaan pembongkaran yang berlokasi di Saitama.
Perusahaan yang menaungi dirinya tersebut merupakan milik pencari suaka101
98 Ibid, hal. 33 99 Ibid. 100 Can Japan Survive without immigrants?, diakses melalui
https://edition.cnn.com/2017/08/01/asia/japan-migrants-immigration/index.html (25/07/2019,
23:55 WIB) 101 Pencari suaka adalah mereka yang menyebut diri mereka sebagai pengungsi dengan permintaan
terkait perlindungan yang telah mereka ajukan belum selesai dipertimbangkan, dalam Pencari
Suaka, UNHCR Indonesia, diakses melalui https://www.unhcr.org/id/pencari-suaka (26/07/2019,
00:05 WIB)
46
yang berasal dari Kurdi. Hadirnya perusahaan tersebut nampaknya membantu
Jepang untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja khususnya dalam sektor
kelas bawah atau sektor yang jarang diminati oleh kebanyakan masyarakat
Jepang.102 Selain sektor-sektor seperti konstruksi, pertanian maupun industri,
sektor di Jepang yang saat ini juga membutuhkan pasokan tenaga kerja yang
produktif adalah sektor kesehatan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk usia
lanjut menjadikan jumlah tenaga kesehatan tidak seimbang apabila dibandingkan
dengan jumlah penduduk saat ini.
2.2.1 Menurunnya Tenaga Kesehatan dan Perawat di Dalam Negeri
Jepang
Membahas mengenai kurangnya tenaga kerja produktif yang dialami oleh
Jepang, kekurangan tersebut terjadi hampir di seluruh sektor pekerjaan termasuk
pada sektor kesehatan. Semakin minimnya jumlah usia produktif membuat para
perawat dan tenaga kesehatan kewalahan menangani pasien, ditambah lagi dengan
jumlah penduduk usia lanjut semakin tinggi. Akibat dari hal tersebut, menurut
laporan dalam The All Japan Prefectural and Municipal Workers Union
menyatakan bahwa sering terjadi malpraktek dan tingginya tingkat kelalaian yang
dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan. Hal tersebut berkaitan dengan
perbandingan yang tidak sesuai antara jumlah perawat dan tenaga kesehatan
dengan pasien yang mereka rawat.103
Melonjaknya permintaan perawat dan tenaga kesehatan sebagai dampak
dari aging population tersebut adalah untuk ditempatkan di rumah-rumah sakit
102 Loc.Cit. 103 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.
47
maupun panti jompo guna merawat masyarakat usia lanjut.104 Apabila
berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Aging, estimasi jumlah penduduk
Jepang usia 60 tahun keatas di tahun 2030 terdapat sebanyak 36,67 juta orang.
Dimana jumlah tersebut merupakan sekitar 31,8% dari total keseluruhan populasi
di Jepang, sementara tahun 2050 akan meningkat hingga mencapai 37,64 juta
orang.105
Menghadapi situasi dimana naiknya jumlah penduduk usia lanjut,
minimnya angka kelahiran di waktu yang bersamaan menjadikan Jepang
mengalami kekurangan tenaga kesehatan dan perawat, dimana mereka
membutuhkan kurang lebih 2,53 juta tenaga kesehatan untuk mengurus generasi
baby boomers berusia kisaran 75 tahun terhitung mulai tahun 2025. Jumlah yang
dibutuhkan tersebut masih sama sekali belum tersentuh oleh jumlah tenaga
kesehatan yang telah dimiliki yakni hanya berkisar kurang lebih 2,15 juta, jika
dilihat dari situasi yang tengah dihadapi saat ini. Tentu saja sebuah hal yang
cukup mustahil bagi Jepang untuk memenuhi kekurangan tenaga kesehatan dan
perawat jika hanya mengandalkan pekerja lokal mereka.106
104 Shobichatul Aminah, dkk, Pengiriman Tenaga Perawat dan Careworkers Indonesia ke Jepang
dalam Kerangka Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (EPA), Bakti Budaya, Vol,
1, No. 1 (April 2018), hal. 94, diakses mlalui
https://journal.ugm.ac.id/bakti/article/view/37933/21832 (06/07/2019, 22:29 WIB) 105 Ibid, hal 96. 106 Sachi Takahata, Can Certified Care Workers Become Long-term Settlers?: Case Study of 49
Filipinos nder the Japan-Philippines Economic Partnership Agreement, International Journal of
Japanese Sociology, No. 25 (2016), hal. 28, diakses melalui
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/57297868/Takahata-2016-
International_Journal_of_Japanese_Sociology.pdf?response-content-
disposition=inline%3B%20filename%3DCan_Certified_Care_Workers_Become_Long-t.pdf&X-
Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20190806%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20190806T051136Z&X-Amz-Expires=3600&X-Amz-
SignedHeaders=host&X-Amz-
48
Meningkatnya penduduk usia lanjut mendorong meningkatnya kebutuhan
akan perawat dan tenaga perawat. Dalam laporan Kementerian Kesehatan, Tenaga
Kerja dan Kesejahteraan, tertulis data yang menyebutkan bahwa di tahun 2014
jumlah perawat dan tenaga kesehatan yang dibutuhkan Jepang sekitar 1,4 sampai
1,55 juta orang. Peningkatan kebutuhan akan perawat dan tenaga kesehatan
tersebut tidak dibarengi dengan jumlah perawat dan tenaga kesehatan, justru
banyak masyarakat Jepang yang enggan untuk menjadi perawat, bahkan tidak
sedikit pula perawat dan tenaga kesehatan yang memutuskan untuk berhenti
bekerja dengan alasan rendahnya jumlah gaji yang diterima jika dibandingkan
dengan pekerjaan di sektor lainnya.107
Meningkatnya kebutuhan pemerintah Jepang terhadap tenaga perawat dan
tenaga kesehatan adalah adanya kenaikan yang terus menerus dari penduduk usia
lanjut, sehingga hal tersebut membuat para penduduk usia lanjut ini membutuhkan
seseorang yang dapat merawat dan menemani mereka. Sebelumnya perlu
diketahui bahwa para orang tua di Jepang ini tidak lagi hidup dengan anak-anak
mereka, sehingga mereka membutuhkan orang lain untuk menemani dan merawat
mereka untuk menggantikan peran anak-anak mereka.108
Tingginya jumlah angka usia harapan hidup di Jepang dan sibuknya para
generasi muda di Jepang, membuat banyak anak-anak yang memiliki orang tua
yang telah memasuki usia lanjut, mengirimkan orang tuanya ke panti jompo.
Selain itu, masyarakat yang telah memasuki usia pensiun merupakan tanggung
Signature=801640269a7121719bfb5919e3e2b258ed45fe821cb4b1fe9b213286e11961b9
(15/08/2019, 23:45 WIB) 107 Ibid. 108 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.
49
jawab pemerintah, dimana kehidupan mereka ditanggung dan dibiayai pemerintah
memalui dana atau tabungan pensiun mereka. Hal tersebutlah yang kemudian
mendorong melonjaknya kebutuhan pemerintah Jepang akan perawat dan tenaga
kesehatan.109 Menurut data terbaru tahun 2018 yang tertulis dalam The Japan
Times menyatakan, bahwa melihat kian tingginya populasi lanjut usia di Jepang
khususnya 70 tahun ke atas, maka diperkirakan di tahun 2050 Jepang akan
memerlukan tambahan perawat dan tenaga kesehatan sekitar 340.000 tenaga110.111
Tingginya kebutuhan Jepang terhadap perawat dan tenaga kesehatan,
berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk usia lanjut yang kian
meningkat. Menurut survei yang dilakukan pada tahun 2010 lalu, permintaan
jumlah perawat diprediksi akan meningkat sekitar 6,9% pada tahun 2015 yakni
yang pada awalnya sejumlah 1.404.300 orang naik menjadi 1.500.900 jika
dibandingankan dengan tahun 2011.112 Dalam survei yang dilakukan tersebut juga
dikatakan bahwa kesediaan tenaga kerja perawat pun akan mengalami
peningkatan sebesar 10,2%, dari 1.348.300 di tahun 2011 menjadi 1.486.000 di
tahun 2015. Namun, sekalipun mengalami peningkatan kesediaan tenaga kerja
perawat, jumlah perawat yang akan pensiun juga tidak kalah banyak. Hal tersebut
109 Tia Ayu Sulistyana, Kerjasama Internasional Jepang Dengan Indonesia dan Filipina dalam
Memenuhi Kebutuhan Tenaga Kerja di Jepang, Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Hubungan
Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hal. 39, diakses melalui
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/25932 (07/07/2019, 20:37 WIB) 110 Dalam sumber lainnya menyebutkan bahwa, selain untuk mengisi kekosongan dalam bidang
kesehatan, Jepang membutuhkan sekitar 345.000 tenaga kerja asing guna mengisi sektor-sektor
lain seperti konstruksi, pertanian, pembangunan kapal, perumahan dan termasuk perawat atau
kesehatan dalam lima tahun ke depan, dalam Darurat Tenaga Kerja, Jepang Impor Pekerja Asing,
diakses melalui https://www.google.com/amp/amo.kontan.co.id/news/darurat-tenaga-kerja-jepang-
impor-pekerja-asing (07/07/2019, 21:45 WIB) 111 Ibid. 112 ITPC Osaka, Market Intelligence, Perawat & Care-Worker, 2013, hal. 22, diakses melalui
https://djoen.kemendag.co.id/membership/data/files/4323d3-Martel-ITPC-Osaka-Perawat-%26-
Care-Worker-Final-2013.pdf (08/07/2019, 00:08 WIB)
50
mengingat aging population yang tengah dialami oleh Jepang, sehingga jumlah
penduduk yang memasuki usia lanjut semakin meningkat.113
Tidak jauh berbeda dengan permintaan terhadap tenaga kesehatan yang
mana kian bertambah setiap harinya akibat semakin banyaknya jumlah penduduk
yang memasuki usia lanjut. Dalam sebuah data pada sebuah sumber disebutkan
bahwa Jepang akan mengalami penurunan tingkat fertilitas yang kemudian
mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kelahiran di Jepang yakni sekitar
12,4% dan rendahnya jumlah penduduk yang berusia produktif sebesar 12,3%.
Menurunnya jumlah turut mempengaruhi jumlah penduduk usia lanjut, dimana
dengan adanya penurunan tersebut berarti jumlah penduduk usia pensiun atau usia
lanjut akan bertambah, yang mana berdampak pada peningkatan kebutuhan tenaga
kesehatan dengan persentase 102,9% di periode 2011 sampai 2025.114
Dalam sektor tenaga kerja kesehatan, permasalahan lain yang dihadapi
oleh pemerintah Jepang adalah minimnya jumlah perawat dan tenaga kesehatan
dari dalam negeri.115 Hal tersebut dikarenakan semakin sedikitnya jumlah usia
produktif dan semakin berkurangnya minat masyarakat Jepang di sektor
kesehatan. Mengingat semakin berkurangnya penduduk usia produktif dan
semakin meningkatnya jumlah lansia di Jepang tersebut, nampaknya kebijakan
dalam negeri yang diupayakan oleh pemerintah belum mampu mengatasi
permasalahan yang tengah dihadapi. Untuk itu, pemerintah Jepang kemudian
mempertimbangkan opsi lain yakni penerimaan tenaga kerja asing, dalam hal ini
dititik beratkan kepada tenaga kesehatan. Dimana upaya yang dilakukan oleh
113 Ibid. 114 Ibid, hal. 27. 115 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.
51
pemerintah Jepang adalah mendatangkan perawat dan tenaga kesehatan asing
melalui sebuah kerangka kerjasama dengan Indonesia yakni Indonesia-Japan
Economic Partenership Agreement (IJEPA) serta kerjasama dengan Filipina
dalam kerangka Philippines-Japan Economic Partnership Agreement (PJEPA).
top related