bab i,2,3 sari
Post on 10-Apr-2016
74 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Sebagai negara agraris, Indonesia sangat menaruh perhatian besar terhadap
perkembangan sektor pertanian. Salah satu cara yang dilakukan untuk mendukung
peningkatan produksi hasil pertanian adalah dengan penyediaan pupuk untuk
pertanian. Seiring dengan perkembangan sektor pertanian, kebutuhan pupuk di
Indonesia juga semakin meningkat. Sebagai solusi dari peningkatan kebutuhan
pupuk nasional, pemerintah membangun pabrik pupuk khususnya pabrik urea
untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri. Rencana pembangun pabrik urea
ini tercantum dalam REPELITA-1(1956-1960), dengan Biro Perancang Negara
sebagai pelaksana. Namun dalam perkembangan selanjutnya proyek
pembangunan pabrik pupuk urea ini dilimpahkan kepada Departemen
Perindustrian dan Pertambangan dengan nama Proyek Pupuk Urea-I. PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang diresmikan pada tanggal 24 Desember 1959 di Palembang
dengan akta notaris Elisa Pondang dan diumumkan pada lembaran Negara
Republik Indonesia No. 46 pada tanggal 17 Juni 1960.
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) pupuk pertama yang didirikan di Indonesia yang berbentuk persero,
dengan PT. Pupuk Indonesia sebagai pemegang saham tunggal. Fokus kegiatan
usaha yang dilakukan oleh PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah produksi
pupuk urea. Kegiatan produksi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dimulai pada
tahun 1963 dengan mulai beroperasinya pabrik pupuk PUSRI-I. Kapasitas
produksi pabrik pupuk urea PUSRI-I sebanyak 100.000 ton/tahun dan 59.400 ton
amoniak per tahun. Walaupun pada akhir tahun 1963 PUSRI-I hanya dapat
memproduksi urea sebanyak 0,7 ton/hari dan amoniak sebanyak 180 ton/hari.
Namun pada tahun 1964 PUSRI-I dapat mencapai produksi sampai dengan
100,4% dari target produksi yang ditetapkan. Untuk mengimbangi kebutuhan
akan pupuk urea yang terus meningkat, PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
1
2
melakukan perluasan pabrik. Perluasan pabrik dilakukan dengan membangun
PUSRI-II pada tahun 1974 dengan kapasitas 380.000 ton/tahun, PUSRI-III pada
tahun 1976 dan PUSRI-IV pada tahun 1977 dengan kapasitas masing-masing
570.000 ton/tahun. Kemudian PUSRI-II dioptimalisasi dan ditingkatkan
kapasitasnya menjadi 552,000 ton per tahun pada tahun 1992. Keseluruhan
konstruksi untuk PUSRI-II, PUSRI-III dan PUSRI-IV dilakukan oleh M.W.
Kellog Overseas (Amonia) dan Toyo Engineering Corporation (Urea).
Sejak tahun 1979, Pusri diberi tugas oleh pemerintah melaksanakan distribusi
dan pemasaran pupuk bersubsidi kepada petani sebagai bentuk Pelaksanaan
Public Service obligation (PSO) untuk mendukung program pangan nasional
dengan memprioritaskan produksi dan pendistribusian pupuk bagi petani di
seluruh wilayah Indonesia.
Pada tahun 1985, operasi pabrik PUSRI-I dihentikan karena usia dan dinilai
tidak efisien lagi. Pada tahun 1990 pabrik PUSRI-I dirombak menjadi pabrik
PUSRI-IB oleh PT. Rekayasa Industri dengan menggunakan teknologi Advanced
Cost and Energy Savings (ACES). PUSRI-IB diresmikan pada tanggal 22
Desember 1994 oleh Presiden Soeharto. PUSRI-IB menggunakan sistem kendali
komputer Disributed Control System. Pabrik PUSRI-IB ini dibangun dengan
kapasitas terpasang 570,000 ton urea per tahun. Dalam rangka meningkatkan
efisiensi pabrik pada tahun 1992 dilakukan program Ammonia Optimization
Project (AOP) dan Urea Optimization Program (UOP) dalam upaya optimasi
produksi pada PUSRI-II, PUSRI-III dan PUSRI-IV. Dengan optimasi tersebut,
produksi amonia PUSRI-II, III, dan IV mengalami peningkatan sebesar 10%
sedangkan produksi urea meningkat sebesar 50% dengan penghematan gas alam
sebanyak 30%. Total kapasitas keempat pabrik yang dimiliki PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang adalah sebesar 1.449 juta ton amoniak/tahun atau 4542
MTPD amoniak, dan 2.262 juta ton urea/tahun atau 1725 MTPD urea.
Pemerintah Indonesia pernah mengalihkan seluruh sahamnya yang
ditempatkan di Industri Pupuk Dalam Negeri dan di PT. Mega Eltra kepada PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang, melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun
3
1997 dan PP nomor 34 tahun 1998, maka PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang, yang
berkedudukan di Sumatera Selatan, pernah menjadi Induk Perusahaan (Operating
Holding) dengan membawahi 6 (enam) anak perusahaan termasuk 2 (dua) anak
perusahaan penyertaan langsung yaitu PT. Rekayasa Industri dan PT. Mega Eltra,
masing-masing perusahaan bergerak dalam bidang usaha, sebagai berikut:
1. PT. Petrokimia Gresik (berdiri 31 Mei 1975), yang berkedudukan di Gresik,
Jawa Timur. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea, ZA, SP-36/SP-18,
Phonska, DAP, NPK, ZK, dan industri kimia lainnya serta Pupuk Organik.
2. PT. Pupuk Kujang (berdiri 9 Juni 1975), yang berkedudukan di Cikampek,
Jawa Barat. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea dan industri kimia
lainnya.
3. PT. Pupuk Kalimantan Timur (berdiri 7 Desember 1977), yang berkedudukan
di Bontang, Kalimantan Timur. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea
dan industri kimia lainnya.
4. PT. Pupuk Iskandar Muda (berdiri 24 Februari 1982), yang berkedudukan di
Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam. Memproduksi dan memasarkan
pupuk Urea dan industri kimia lainnya.
5. PT. Rekayasa Industri (berdiri 11 Maret 1985), yang berkedudukan di Jakarta,
Bergerak dalam penyediaan Jasa Engineering, Procurement & Construction
(EPC) guna membangun industri gas & minyak bumi, pupuk, kimia dan
petrokimia, pertambangan, pembangkit listrik (panas bumi, batu bara, micro-
hydro, diesel).
6. PT. Mega Eltra (berdiri 1970), yang berkedudukan di Jakarta dengan bidang
usaha utamanya adalah Perdagangan Umum dan bergerak dalam bidang
layanan ekspor-impor, pemasok bahan kimia, distributor pupuk, serta
konstruksi.
Namun, pada tahun 2010, dilakukan Pemisahan (Spin Off) dari Perusahaan
Perseroan (Persero) PT. Pupuk Sriwidjaja disingkat PT. PUSRI (Persero) kepada
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang serta telah terjadinya pengalihan hak dan
kewajiban PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero) kepada PT. Pupuk Sriwidjaja
4
Palembang sebagaimana tertuang di dalam RUPS-LB tanggal 24 Desember 2010
yang berlaku efektif 1 Januari 2011 sebagaimana telah dituangkan dalam
Perubahan Anggaran Dasar pada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang melalui Akte
Notaris Fathiah Helmi, SH nomor 14 tanggal 12 November 2010 yang telah
disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM tanggal 13 Desember 2010 nomor
AHU-57993.AH.01.01 tahun 2010.
Sejak tanggal 18 April 2012, Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan PT.
Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) sebagai nama induk perusahaan
pupuk yang baru, menggantikan nama PT. PUSRI (persero). Hingga kini PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang tetap menggunakan brand dan merk dagang Pusri.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 1. Kedudukan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
5
1.2 Lokasi dan Tata letak PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Pabrik PUSRI didirikan kira-kira 7 km dari pusat kota Palembang, tepatnya di
tepi Sungai Musi di daerah Sungai Selayur. Kelayakan itu ditunjang oleh keadaan
geografis Sumatra Selatan yang memiliki kekayaan alam yaitu gas bumi (natural
gas), yang merupakan bahan baku utama yang yang tersedia dalam jumlah yang
cukup banyak. Gas Bell dan Associates dari Amerika memberikan rekomendasi
berdasarkan studi kelayakan untuk membangun Pabrik Pupuk Urea PUSRI I,
dengan kapasitas 1.000.000 ton/tahun.
Kompleks perindustrian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang terletak tepat di
tepi sungai Musi Jl. Mayor Zen. PT PUSRI memiliki luas area total 500 ha. Pada
bagian depan kompleks industri terdapat gedung kantor pusat. Kantor pusat
merupakan kantor staf direksi dan administrasi umum PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang. Di dalam kompleks PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang juga terdapat
fasilitas pendukung berupa kompleks perumahan karyawan yang dilengkapi
dengan rumah sakit, fasilitas olahraga, gedung pertemuan, perpustakaan umum,
rumah makan, dan masjid. Terdapat juga penginapan yang diperuntukkan bagi
tamu PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Lokasi PT. PUSRI dapat dilihat pada
Gambar 2.
6
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 2. Peta Lokasi PT. PUSRI Palembang
7
Penentuan Lokasi ini didasarkan atas beberapa faktor yang mendukung
berhasilnya pendirian pabrik tersebut, yaitu:
1. Tersedianya Bahan Baku
Bahan baku gas alam untuk pembuatan pupuk bisa langsung dari Pertamina
Plaju yang letaknya berdekatan dengan pabrik PT PUSRI beserta sumber gas
alam yang berasal dari Prabumulih.
2. Dekat Sumber Air
Air untuk proses, untuk minum, dan sebagainya setiap hari diambil dari
Sungai Musi yang tidak pernah kering sepanjang tahun.
3. Tenaga Kerja
Lokasi Pabrik berdekatan dengan kota Palembang menjamin terdapatnya
jumlah tenaga kerja yang besar dan berkualitas, baik untuk tenaga kerja
tingkat menengah serta tenaga kerja tingkat ahli.
4. Sarana Transportasi
Fasilitas untuk pengiriman produk Pabrik PUSRI setelah melalui jalur darat
didukung juga dengan adanya suatu dermaga yang terdapat dipinggiran
Sungai Musi. Distribusi pupuk urea dilakukan lewat kapal baik itu pupuk
bentuk curah (bulk) maupun pupuk kantong (in bag).
Luas tanah yang dipergunakan untuk lokasi pabrik adalah 20,4732 hektar
sedangkan luas tanah untuk perumahan karyawan 26,5265 hektar. Di samping
itu sebagai lokasi cadangan disiapkan 41,7965 hektar yang dimaksudkan
untuk persediaan perluasan kompleks pabrik dan perumahan karyawan bila
diperlukan di kemudian hari.
Kompleks perumahan dan kompleks pabrik dibatasi oleh pagar dengan dua
buah gerbang masuk kompleks pabrik yang dijaga oleh aparat keamanan. Empat
buah pabrik terletak berkelompok-kelompok mengelilingi daerah tangki
penyimpanan amonia. Daerah pengantongan dan gudang terletak di pinggiran
sungai Musi. Peletakan gudang dan daerah pengantongan ke arah dermaga
8
bertujuan agar pengangkutan untuk bongkar muat di pelabuhan menjadi lebih
mudah dan memerlukan biaya yang lebih murah. Untuk keperluan bongkar muat,
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang memiliki pelabuhan di tepi sungai Musi. Tata
Letak PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
9
Gambar 3. Tata Letak PT. PUSRI Palembang
Keterangan:
A. Pos satpam 1. Primary reformerB. Kantor utama 2. Secondary reformerC. Lapangan 3. StripperD. Perumahan 4. AbsorberE. Gedung serba guna 5. MetanatorF. Diklat 6. HTSC dan LTSCG. Sekolah 7. ARUH. Kolam 8. HRU, PGRUI. Masjid 9. Molecular sieveJ. Rumah makan 10. Kompresor K. Parkir 11. RefrijerasiL. Tenik proses 12. Reaktor ammoniaM. Dinas K3 13. Seksi penjumputan (recovery)N. Main Lab 14. Seksi purifikasiO. Ammonia storage 15. Seksi kristalisasi dan pembutiran
(prilling) 16. Seksi sintesis ureaP. Kantor 17. Sistem pembangkit listrikQ. Wisma 18. Package boilerR. Lapangan olahraga 19. Waste heat boilerS. Perluasan pabrik 20. Kantor dan pusat kontrolT. Gudang 21. Cooling tower U. Dermaga 22. GMSV. PPU 23. Unit penukar anion, kation dan W. Rumah sakit penukar anion-kation
24. Filter water 25. Sand filter 26. Tangki klarifikasi 27. Kantor instrumentasi
1.3 Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan
1.3.1 Struktur Organisasi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang berbentuk perseroan terbatas (PT) dengan
sistem organisasi line and staff organization, dimana proses manajemen di
PT.PUSRI dilakukan berdasarkan Total Quality Control Management (TQCM)
dengan melibatkan seluruh pimpinan dan karyawan dalam rangka peningkatan
mutu secara kontinyu. Tugas operasional, sesuai dengan SK/DIR/240/2011
10
tanggal 21 Oktober 2011, Pengoperasian PT. Pusri dipimpin oleh dewan direksi
yang terdiri dari direktur utama yang membawahi 4 orang direktur, yaitu:
1. Direktur produksi
2. Direktur keuangan dan pemasaran
3. Direktur Teknik dan Pengembangan
4. Direktur SDM dan umum
Bagan Struktur Organisasi PT. PUSRI yang ditentukan oleh dewan direksi,
yaitu:
1. Direktur, terdiri dari 1 orang Direktur Utama dan 5 orang Direktur.
2. General manager
3. Kepala departemen
4. Manager
5. Superintendent
6. Shift supervisor
7. Foremen senior
8. Karyawan/operator
Dalam pengoperasian pabrik, direktorat yang melaksanakan tugas
operasional adalah Direktorat Produksi. Kompartemen Produksi yang
dibawahinya terdiri atas:
1. Departemen Operasi I
2. Departemen Operasi II
3. Departemen Teknik Produksi
4. Departemen Pemeliharaan
5. Departemen Pemeriksaan Keselamatan dan Lingkungan
6. Serta dinas yang berada langsung di bawah Direktorat Produksi yaitu: Dinas
Administrasi Umum dan Keuangan Produksi
Departemen Operasi I membawahi Dinas Operasi P-IB dan P-II, sedangkan
Departemen Operasi II membawahi Dinas Operasi P-III dan P-IV. Masing-masing
dinas operasi dipimpin oleh Kepala Dinas Operasi yang membawahi bagian-
bagian, yaitu:
11
a. Bagian Ammonia
b. Bagian Urea
c. Bagian Utilitas
d. Shift Supervisor
Setiap bagian dikepalai oleh Kepala Bagian yang dibantu langsung oleh
seorang wakil kepala bagian yang membawahi langsung:
a. Kepala Seksi Shift (Kasi)
b. Kepala Regu / Foreman
c. Koordinator Lapangan (Korlap)
d. Senior Operator
e. Operator Lapangan
Setiap unit pabrik terdapat Supervisor yang berfungsi sebagai koordinator
antar unit pabrik dan penanggung jawab teknis pada sore dan malam hari.
Pembagian jam kerja terdiri dari empat shift grup dimana tiga grup melakukan
shift sedang satunya off. Setiap grup dikepalai oleh Kasi Shift. Pengaturan jam
kerja dari tiap shift adalah:
a. Day shift : pukul 0700 – 1500 WIB
b. Swing shift : pukul 1500 – 2300 WIB
c. Night shift : pukul 2300 – 0700 WIB
Pada day shift, Kepala Bagian bertanggung jawab atas operasi pabrik yang
dipimpinnya sedangkan untuk swing shift dan night shift, seorang Supervisor yang
bertanggung jawab atas pabrik selama shift berlangsung. Bagan Struktur
Organisasi PT Pupuk Sriwidjaja dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Gam
bar 4
. Bag
an S
trukt
ur O
rgan
isas
i PT.
Pup
uk S
riwid
jaja
Pal
emba
ng
Sum
ber:
PT.
PU
SRI,
2014
13
1.3.2 Sistem Manajemen Produksi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Direktur produksi sebagai salah satu komponen penting dalam perusahaan
membawahi beberapa departemen, yaitu:
1. Departemen rendal produksi
2. Departemen pemeliharaan
3. Departemen operasi
4. Departemen pemeriksaan, keselamatan, dan lingkungan hidup (PKL)
Departemen rendal produksi, pemeliharaan, operasi, serta dinas Pueks
berada di bawah kompartemen produksi yang dikepalai oleh seorang kepala
kompartemen yang bertanggung jawab kepada direktur produksi sedangkan
departemen PKL secara struktural langsung berada di bawah Direktorat produksi.
1.3.2.1 Departemen Rendal Produksi
Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen dan membawahi
beberapa dinas, yaitu:
a. Dinas Proses
Dinas ini bertugas untuk mengevaluasi efisiensi dan performa pabrik serta
mengendalikan kualitas bahan baku pembantu untuk operasional pabrik. Dinas ini
mempunyai dua koordinator, yaitu:
1. Koordinator I mengepalai kelompok teknik proses I (proses amoniak).
2. Koordinator II mengepalai kelompok teknik proses II (proses urea dan
utilitas).
Masing-masing kelompok beranggotakan process engineer, sesuai dengan
bagiannya masing-masing, yang bertanggung jawab terhadap proses yang
ditanganinya. Lebih rinci lagi, dinas teknik proses mempunyai beberapa tugas
utama, yaitu:
1. Memonitor dan mengevaluasi kondisi operasi pabrik sehingga dapat
dioperasikan pada kondisi yang optimum.
14
2. Mengendalikan dan mengevaluasi kualitas dan kuantitas hasil-hasil
produksi.
3. Memberikan bantuan yang besifat teknis pada unit-unit terkait.
4. Merencanakan modifikasi peralatan produksi serta tambahan unit produksi
dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktifitas.
5. Memberikan rekomendasi pergantian katalis, resin, dan bahan-bahan
sejenis.
b. Dinas laboratorium
Dinas ini bertugas dalam analisa kontrol serta menentukan dan mengawasi
kualitas produk dan bahan baku. Dinas laboratorium mempunyai 3 orang kepala
bagian, yaitu:
1. Kepala bagian laboratorium kimia analisis
2. Kepala bagian laboratorium kontrol I
3. Kepala bagian laboratorium kontrol II
c. Dinas perencanaan dan pengendalian (Rendal) produksi
Dinas ini bertanggung jawab terhadap kuantitas hasil produksi urea dan
amoniak serta jumlah pemakaian bahan baku dan bahan penunjang lainnya.
1.3.2.2 Departemen pemeliharaan
Departemen ini bertanggung jawab untuk memelihara dan merawat alat-
alat pabrik serta kendaraan yang berhubungan dengan operasional pabrik.
Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen yang membawahi
beberapa dinas, yaitu:
a. Dinas pemeliharaan lapangan I, dibagi menjadi 3 bagian masing-masing,
bagian pemeliharaan lapangan (PemLap) PPU (Pengantongan Pupuk Urea),
bagian Pemlap Pusri IB, dan bagian Pemlap Pusri II.
b. Dinas pemeliharaan lapangan II, terdiri dari bagian pemlap Pusri III dan
pemlap Pusri IV.
15
c. Dinas pemeliharaan listrik dan instrument terdiri dari bagian pemeliharaan
listrik I dan II, bagian pemeliharaan instrument I dan II, dan bagian
pemeliharaan telekomunikasi dan elektronik.
d. Kelompok teknik keandalan, bertugas memelihara alat-alat spesifik yang
memerlukan keandalan khusus dalam perawatannya.
1.3.2.3 Departemen Operasi
Departemen ini bertanggung jawab terhadap koordinasi jalannya produksi,
tugas-tugas utamanya yakni:
a. Mengoperasikan sarana produksi secara optimal dengan mengusahakan
waktu operasi dan faktor produksi setinggi-tingginya, tetapi masih
memperhatikan keselamatan peralatan, personalia dan lingkungan.
b. Menjaga kualitas produksi, bahan baku, material dan peralatan serta bahan-
bahan penunjang sehingga sasaran produksi tercapai dengan tolak ukur
kualitas, produktifitas dan keamanan.
c. Mengganti peralatan pabrik yang pemakaiannya sudah tidak ekonomis.
Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen dan dibantu
oleh beberapa kepala dinas yang ditempatkan di setiap pabrik. Departemen ini
terdiri dari:
- Departemen operasi I, mengkoordinasikan jalannya Pusri IB dan Pusri
II melalui dinas operasi Pusri IB dan Dinas Operasi Pusri II.
- Departemen operasi II, membawahi dinas operasi Pusri III dan Pusri
IV.
Masing-masing kepala dinas yang bertanggung jawab terhadap operasional
pabrik secara keseluruhan dibantu oleh 3 kepala bagian, yakni:
Superintendent operasi amoniak.
Superintendent operasi urea.
Superintendent operasi utilitas.
Serta seorang shift supervisor
16
1.3.2.4 Departemen Pemeriksaan, Keselamatan, dan Lingkungan Hidup
Departemen ini dibantu oleh beberapa dinas yaitu:
a. Dinas pemeriksaan teknik
Terdiri atas:
1. Bagian pemeriksaan teknik lapangan I
2. Bagian pemeriksaan teknik lapangan II
3. Kelompok jaminan teknik
4. Seksi pemeriksaan teknik bengkel
b. Dinas lingkungan hidup
Terdiri atas:
1. Bagian pengendalian pencemaran
2. Bagian pengendalian lingkungan hidup
c. Dinas kebakaran dan keselamatan kerja
Terdiri atas:
1. Bagian penanggulangan kebakaran dan kecelakaan kerja
2. Kelompok teknik keselamatan kerja
3. Bagian hygiene dan pemeriksaan kesehatan
d. Dinas administrasi umum dan keuangan produksi
Terdiri atas:
1. Bagian pengantongan pupuk urea (PPU)
2. Bagian Ekspedisi dan Dermaga Khusus (DerSus)
Selain operator dan karyawan lapangan yang dibutuhkan 24 jam sehingga
jadwal kerjanya dibagi per shift terdapat pula karyawan non shift (pegawai
administrasi) dan jabatan setingkat kepala bagian ke atas dengan jadwal kerja:
17
- Hari senin-kamis: 07.30-16.30 diselingi istirahat pukul 12.00-13.00.
- Hari jumat: 07.30-17.00 diselingi istirahat pukul 11.30-13.00.
- Hari sabtu dan minggu libur.
1.4 Pemasaran
Sebagai bentuk komitmen PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang untuk memenuhi
kebutuhan pupuk urea nasional guna mendukung program pembangunan
pertanian yang ditujukan pada penguatan ketahanan pangan secara nasional, PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang melakukan pendistribusian dan pemasaran dengan
memegang 6 prinsip tepat yaitu: Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Tempat,
Tepat Jenis, Tepat Kualitas dan Tepat Harga.
Pada tahun 1979 PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ditetapkan sebagai
perusahaan yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan penyaluran seluruh
jenis pupuk bersubsidi oleh pemerintah. Baik pupuk yang berasal dari dalam
negeri maupun pupuk impor untuk memenuhi kebutuhan program intensifikasi
pertanian (Bimas/Inmas). Namun setelah pabrik-pabrik pupuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) lainnya berdiri, pada tahun 1997 pemerintah membentuk
Holding BUMN Pupuk di Indonesia dan menunjuk PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang sebagai induk perusahaannya. Kemudian pada tanggal 1 Desember
1998, pemerintah mengeluarkan kebijakan penghapusan subsidi dan tata niaga
seluruh jenis pupuk, baik pupuk yang diproduksi dalam negeri maupun pupuk
impor. Namun kebijakan ini lalu direvisi pada tanggal 14 Maret 2001 melalui
Kepmen Perindag RI No. 93/MPP/Kep/3/2001 yang mengatur kembali tata niaga
pupuk. Kebijakan ini menetapkan bahwa unit niaga produksi dan produsen
melaksanakan penjualan pupuk di lini III (tingkat Kabupaten), sedangkan dari
kabupaten sampai ke tangan konsumen/petani dilaksanakan oleh distributor
(BUMN, swasta, koperasi). Revisi kebijakan distribusi pupuk dilakukan kembali
pada tanggal 11 Februari 2003 melalui Kepmen Perindag No. 70/MPP/2003
tentang tata niaga pupuk yang bersifat rayonisasi. Hal ini berarti PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang tidak lagi bertanggung jawab untuk pengadaan dan
penyediaan pupuk secara nasional tetapi dibagi dalam beberapa rayon.
18
Sarana yang dimiliki PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang untuk mendukung
pendistribusian dan pemasaran pupuk adalah:
a. 8 Unit Kapal Pengangkut Urea Curah
b. 1 Unit Kapal Pengangkut Amoniak
c. 6 Unit Pengantongan Pupuk (UPP) yang terletak di Belawan, Padang,
Cilacap, Surabaya, Ujung Pandang dan Meneng.
d. 595 Unit Gerbong Kereta Api dengan daya angkut rata-rata 30 ton.
e. 23 Kantor Pemasaran PUSRI Daerah (PPD)
f. 180 Kantor Pemasaran PUSRI Kabupaten (PPK)
g. 5 Kantor Perwakilan PUSRI di Produsen Pupuk yaitu:
- PT. Pupuk Kujang
- PT. Iskandar Muda
- PT. Aceh Asean Fertilizer
- PT. Petrokimia Gresik
- PT. Pupuk Kaltim
h. 376 Unit Gudang Persediaan Pupuk.
Dalam melaksanakan penyaluran/pemasaran pupuk dibantu oleh badan usaha
lain yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok penyalur yaitu:
1. KUD Penyalur untuk sektor pangan
2. BUMN untuk sektor perkebunan
3. Swasta untuk sektor perkebunan
Pola distribusi pupuk yang dilakukan PT.PUSRI adalah dengan ‘pipe line
distribution system’ yaitu distribusi pupuk mulai dari produsen/importir sampai ke
tangan konsumen dalam jalur yang tidak terputus, sehingga memungkinkan
PT.PUSRI melaksanakan prinsip ‘distribution pattern’ yakni pendistribusian
pupuk dengan pola yang dapat menekan biaya distribusi seminimal mungkin,
dimana pelaksanaannya dilakukan oleh pusat distribusi yang langsung berada di
bawah pengawasan Direktur Komersial.
19
BAB IIURAIAN PROSES
2.1 Bahan Baku
2.1.1 Bahan Baku Pembuatan Amonia
2.1.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang diperlukan pada proses pembuatan amonia terdiri
atas gas alam, air dan udara.
1. Gas Alam
Komponen utama yang terdapat pada gas alam adalah metana (CH4). Gas
alam yang dibutuhkan oleh PUSRI disuplai oleh Pertamina dari sumur gas di
Prabumulih. Proses pengiriman gas dilakukan melalui pipa bawah tanah berjarak
± 120 km.
Gas alam yang dikirim dari Pertamina ini memiliki spesifikasi seperti yang
ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik dan Komposisi Gas Alam
Komposisi Gas alam Kuantitas SatuanMetana (CH4) 74,95
% mol
Etana (C2H4) 6,77Propana (C3H8) 5,36Iso-Butana (i-C4H10) 0,82Normal-Butana (n-C4H10) 1,08Iso-Pentana (i-C5H12) 0,32Normal-Pentana (n-C5H12) 0,22Heksana (C6H14) 0,18Karbon dioksida (CO2) 10,30Nitrogen (N2) 0
Sumber: Unit Operasi P-1V, 2010
Kebutuhan gas alam untuk keseluruhan pabrik ammonia dan utilitas
diperkirakan mencapai 66,390 Nm3/jam. Gas alam pada battery limit PUSRI-IB
bertekanan 14,4 kg/cm2G dan temperatur 28 °C.
Tabel 2. Sifat Fisik Gas Alam
20
21
No. Komponen Berat Molekul Titik Didih (°F)
Panas Pembakaran (Btu/ft)
123456789
CH4
C2H6
C3H8
i-C2H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
CO2
16,0430,0744,0958,1258,1217,1517,1586,1744,01
-258,7-127,5-43,710,931,182,196,9155,57-164,9
9111631235330943101369837094404-
Sumber : Perry’s Chemical Engineering’s Handbook,1996
Adapun sifat kimia gas alam, yaitu:
1. Tidak berwarna
2. Tidak berbau
3. Mudah terbakar
4. Merupakan campuran hidrokarbon yang terdiri dari 60-90% hidrokarbon
ringan dan hidrokarbon berat serta gas pengotor /inert.
2. Air
Pada pabrik amonia, air digunakan sebagai air umpan boiler (boiler feed
water) dan air pendingin (cooling water). Kebutuhan air umpan boiler dan air
pendingin tersebut masing-masing adalah 4,97 m3/jam dan 0,9 MT/MT NH3.
Kebutuhan kedua jenis air tersebut disediakan oleh unit utilitas. Bahan baku air ini
berasal dari Sungai Musi, yang lokasinya berdekatan dengan PT PUSRI. Jumlah
air Sungai Musi yang digunakan di unit utilitas sebanyak 2000 m3/jam.
Karakteristik dan komposisi air sungai Musi yang diproses di unit utilitas
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik dan Komposisi Air Sungai Musi
22
Komponen Kuantitas SatuanpH 6,5 – 7,5 -Komposisi Ppm
Turbiditas sebagai SiO2 49P alkalinitas sebagai CaCO3 0M alkalinitas sebagai CaCO3 19,4Cl2 sebagai Cl-
Sulfat sebagai SO42-
Amoniak sebagai NH3
Kesadahan Ca2+ sebagai CaCO3
Kesadahan Mg2+ sebagai CaCO3
Besi sebagai FeSilika sebagai SiO2
Padatan tersuspensiPadatan terlarutMaterial organik
3,44,23,95,56,42,0615 - 64426418,7
Tekanan 2,25 Kg/cm2GTemperatur 28,5 oC
Sumber: Utilitas P-1V, 2010
Adapun sifat fisika dan kimia dari air dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat-Sifat Fisik Air
No Sifat Nilai1234567
Titik didihTitik bekuTemperatur KritisTekanan kritisDensitas kritisViskositas pada 200°CPanas laten peleburan
100°C0°C347°C218,4 atm324 kg/m3
0,01002 Poise80 kal/gr
Sumber : Perry’s Chemical Engineering’s Hand Book, 1996
Adapun sifat kimia dari air adalah sebagai berikut:
1. Rumus molekul H2O dan mempunyai berat molekul 18 gr/mol.
2. Merupakan pelarut yang paling umum digunakan.
3. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
4. Mempunyai sifat elektrolit lemah.
23
3. Udara
Udara pada pabrik Pusri digunakan sebagai udara instrumen dan udara
proses. Udara proses digunakan sebagai sumber gas nitrogen dalam pembuatan
amonia. Udara instrumen digunakan untuk keperluan seperti aerasi, udara
campuran dan lainnya. Udara diperoleh dari lingkungan sekitar pabrik. Komposisi
udara yang diambil dari alam disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Udara
Komponen Kuantitas (%mol)Nitrogen (N2) 78,084Oksigen (O2) 20,947Argon (Ar) 0,934
Sumber: Utilitas P-1V, 2011
Jumlah udara instrumen yang digunakan untuk unit amonia sebanyak 5,33
Nm3/jam. Udara instrumen yang diambil dari udara bebas dengan kompresor
memiliki spesifikasi seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Spesifikasi Udara Instrumen
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 7 kg/cmGTemperatur 28 °CKualitas Bebas minyak
Sumber: Utilitas P-1V, 2010
2.1.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses pembuatan ammonia
terdiri atas hidrogen, katalis dan bahan-bahan kimia lainnya.
1. Hidrogen
Hidrogen digunakan untuk keperluan start-up pada PUSRI-IB. Gas ini
disuplai dari PUSRI II, III, dan IV. Tekanan dan temperatur untuk masing-masing
gas tersebut adalah 67 kg/cm2G dan 177oC. Jumlah gas hidrogen yang digunakan
adalah sebanyak 1301,44 Nm3/jam.
24
2. Katalis
Katalis pada pabrik PUSRI hanya digunakan pada pabrik ammonia karena
pada pabrik urea tidak memerlukan katalis dalam reaksinya. Jenis katalis yang
digunakan pada pabrik amonia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis-jenis Katalis pada Pabrik Amoniak
Nama katalis Lokasi penggunaanUnicat DesulfurizerCo-Mo (Cobalt-Molybdenum) HydrotreaterZnO Guard chamberNiO Reformer, metanatorFe3O4 / Cr2O3 HTSCCu / ZnO LTSCBesi berpromotor Konverter amonia
Sumber: Ammonia P-1V, 2006
2.1.2 Bahan Baku Pembuatan Urea
2.1.2.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi urea adalah
amonia cair dan gas karbon dioksida (CO2). Amonia cair merupakan hot product
yang diperoleh dari pabrik amonia, sedangkan gas CO2 juga diperoleh dari pabrik
amonia sebagai keluaran dari stripper CO2.
1. Ammonia Cair
Spesifikasi amonia cair yang digunakan pada pabrik urea disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Spesifikasi Amonia Cair sebagai Bahan Baku Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 20 (min. 18) kg/cm2GTemperatur 25 – 30 oCJumlah 40,7 MT/jam
Sumber: Ammonia P-IV, 2006
25
1. Sifat Fisik
Adapun sifat fisik dari ammonia dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sifat Fisik Ammonia Cair
No Sifat Nilai12345678
9
10
Titik DidihTitik BekuTemperatur KritisTekanan KritisTekanan Uap CairanSpesifik Volume pada 70oCSpesifik Gravity pada 0oCPanas Pembekuan pada 1oCPanas Pembekuan pada 25oCKelarutan dalam air pada 1 atm (% berat)0 oC20 oC60 oCPanas spesifik pada 1 atm0 oC20 oC60 oC
-33,4 oC-77,70 oC133,25 oC1657 psi8,5 atm22,7 ft3/lb0,77-9,37 kkal/mol-11,04 kkal/mol
42,8033,1014,10
0,50090,53170,5029
Sumber: Perry’s Chemical Engineering Hand’s Book. 1996
2. Sifat Kimia
a. Pada suhu kamar (25 oC, 1 atm), ammonia merupakan gas tidak
berwarna yang mempunyai bau tajam (Pringent).
b. Lebih ringan dari udara.
c. Sangat mudah larut dalam air (710 volume NH3 larut dalam 1 volume
air).
d. Apabila terhirup dapat menimbulkan air mata, dalam jumlah yang besar
dapat menyebabkan sesak nafas (Suffocation).
26
2. Gas CO2
Spesifikasi gas karbon dioksida (CO2) yang digunakan pada pabrik urea
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Spesifikasi Gas CO2 sebagai Bahan Baku Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 0,6 kg/cm2GTemperatur 38 oCKomposisi
CO2 (dry basis)H2OBelerang total
98 (min)jenuh1 (maks)
% berat
ppm vol Sumber: Urea P-IV, 2006
Karbon dioksida mempunyai berat molekul 44 gr/mol. Sifat fisika dari CO2
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sifat-Sifat Fisika CO2
No. Sifat Nilai123456
Titik didihTitik beku normalTemperatur kritisTekanan kritisPanas peleburanPanas penguapan
-57,5°C-78,4°C38°C0,6 kal/cm2
1900 kal/ mol6030 kal/mol
Sumber : Perry’s, Chemical Engineering;s Hand Book, 1996
Sifat kimia Karbon Dioksida yaitu sebagai berikut:
1. Pada temperatur kamar (25°C, 1 atm) merupakan gas tidak berwarna,
2. Mempunyai bau dan rasa yang lemah,
3. Tidak beracun dan memiliki efek sesak apabila terhirup (akibat
kekurangan oksigen) serta gangguan terhadap keseimbangan badan,
4. Larut dalam air (pada 15°C, 760 mmHg dengan perbandingan 1 volume
CO2 dalam 1 volume air).
27
2.1.2.2 Bahan Baku Penunjang
1. Kukus (steam)
Spesifikasi kukus yang digunakan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Spesifikasi Kukus Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan (kukus tekanan sedang) 42 kg/cm2GTemperatur (kukus tekanan sedang) 399 oCFouling factor 0,0001 m2 jam oC/kkalJumlah 67,82 MT/jam
Sumber: Utilitas P-IV, 2006
2. Air Demin
Spesifikasi air demin yang digunakan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Spesifikasi Air Demin Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 5,3 kg/cm2GTemperatur 28 oCJumlah 10 MT/jamSiO2 0,05 (maks) PpmTotal padatan terlarut 0,5 (maks) Ppm
Sumber: Urea P-IV, 2005
3. Air Pendingin
Spesifikasi cooling water yang digunakan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Spesifikasi Cooling Water Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 4 kg/cm2GTemperatur 32 oCFaktor fouling 0.0002 m2 jam oC/kkalInhibitor 30-50 PpmpH 6.5 – 7.5Turbidity 3 (maks) PpmTotal hardness 25 (maks) ppm sebagai CaCO3
Warna 10 (maks) sebagai harzen unit
28
Fe 0.1 (maks) PpmCl2 8 (maks) PpmSulfat 10 ppm sbg SO4
Minyak TraceTotal dissolved solid 80 (maks) Ppm
Sumber: Utilitas P-1V, 2006
4. Udara Instrumen
Spesifikasi air pendingin yang digunakan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Spesifikasi Udara Instrumen Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan (di pipa header udara instrumen) 7 kg/cm2GTemperatur 28 oCJumlah 200 Nm3/jamDew point –40 oCKualitas bebas minyakSumber: Utilitas P-IV, 2006
5. Air Umpan Boiler
Spesifikasi air umpan boiler untuk desuperheater dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Spesifikasi Air Umpan Boiler Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 58.1 kg/cm2GTemperatur 113 oCTotal solid 0.25 ppm sebagai CaCO3
Kadar SiO2 0.03 (maks) ppm sebagai SiO2
Konduktivitas elektrik 1 micro ohm/cm Sumber: Utilitas P-IV, 2006
6. Nitrogen
29
Spesifikasi nitrogen sebagai bahan baku disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Spesifikasi Nitrogen yang Digunakan pada Pabrik Urea
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan 4 Kg/cm2GTemperatur 28 oCKomposisi
NOx
O2
10 (maks)300 (maks)
ppmppm
Sumber: Urea P-1V, 2007
7. Listrik
a. Motor
di atas 1500 kW : 3,8 kV, 3 fasa dan frekuensi 50 Hz
di atas 110 kW-1500 kW : 2,3 kV, 3 fasa dan frekuensi 50 Hz
antara 0.5 kW-110 kW : 440 kV, 3 fasa dan frekuensi 50 Hz
di bawah 0.5 kW : 115 atau 250 , 1 fasa dan frekuensi 50 Hz.
Atau 440 kv, 3 fasa dan frekuensi 50 Hz
b. Penerangan
spesifikasinya 220 V, 1 fasa dan frekuensi 50 Hz
c. Sistem Pengontrol
spesifikasinya 110 V, tegangan AC.
d. Instrumentasi
spesifikasinya 110 V, 1 fasa dan frekuensi 50 Hz.
2.2 Proses Produksi
2.2.1 Proses Produksi Amonia
Proses produksi amonia menggunakan proses Kellogg dari Kellogg
Overseas Corporation, USA. Proses pembuatan amonia secara umum terdiri dari
enam tahap utama dan satu tahap utilitas, yaitu:
1. Tahap persiapan gas umpan (feed treating)
2. Tahap produksi gas sintesis (syn gas production)
3. Tahap pemurnian gas sintesis (syn gas purification)
30
4. Tahap sintesis amonia (ammonia synthesis)
5. Tahap pendinginan dan pemurnian produk (refrigerant system)
6. Tahap pengambilan kembali gas gurahan (purge gas recovery)
7. Sistem utilitas pabrik
Sumber: Ammonia P-IV, 2006
Gambar 5. Blok Diagram Pabrik Amonia Pusri IV
1. Tahap Penyiapan Gas Umpan (Feed Treating)
Berdasarkan battery limit, gas alam yang dipasok dari Pertamina UP III
Plaju di-set oleh PUSRI memiliki spesifikasi temperatur pada 28 oC dan tekanan
14,1 kg/ cm2G. Bahan baku gas alam yang diterima dari Pertamina tersebut masih
mengandung beberapa zat yang tidak diinginkan, seperti:
1) Sulfur (anorganik dan organik)
2) Gas CO2
Gas alam tersebut akan melewati Knock Out Drum (Mechanical Filter)
untuk pemisahan partikel padat dengan menggunakan prinsip perbedaan berat
jenis. KO Drum tersebut juga dilengkapi dengan demister yang berfungsi untuk
menangkap cairan berupa buih atau mist yang terkandung dalam umpan gas alam.
Setelah melalui KO Drum, umpan gas alam ini akan terbagi menjadi dua aliran
utama. Pertama, untuk bahan baku produksi gas sintesis yang akan diumpankan
31
ke ammonia converter. Kedua, sebagai bahan bakar (fuel) untuk arch burner,
auxilary boiler dan untuk keperluan produksi steam bertekanan tinggi. Blok
Diagram pada Feed Treating dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 6. Blok Diagram Proses Feed Treating
a. Tahap Penghilangan Sulfur Anorganik
Gas alam dari Pertamina UP III Plaju yang dikirim ke PUSRI masih banyak
mengandung pengotor-pengotor yang tidak diinginkan. Salah satu pengotornya
adalah sulfur anorganik berupa senyawa H2S. Sulfur anorganik tersebut dapat
dihilangkan melalui proses desulfurisasi dengan bantuan katalis dalam sebuah
bejana desulfurizer. Proses desulfurisasi ini sebelumnya menggunakan katalis
sponge iron yang terbuat dari serpihan kayu yang telah dicampur dengan besi
oksida dan larutan soda abu. Namun, katalis ini ternyata memiliki banyak
kekurangan, yaitu:
1. Umur katalis pendek (3 bulan)
2. Pressure drop tinggi
3. Perlu injeksi kaustik (NaOH)
Akibat kekurangan yang dimiliki oleh katalis sponge iron, maka dilakukan
penggantian terhadap katalis tersebut. Katalis desulfurisasi yang menggantikan
katalis sponge iron adalah katalis Unicat. Katalis Unicat ini memiliki beberapa
kelebihan seperti umur katalis yang jauh lebih panjang (2 tahun), pressure drop
32
yang rendah, dan tidak membutuhkan injeksi larutan kaustik (NaOH). Zinc oxide
pada katalis akan bereaksi dengan campuran sulfur dari gas alam membentuk zinc
sulfide. Kondisi ini dijaga pada rentang 27– 40 oC. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut:
ZnO + H2S ZnS + H2O ... (1)
...(1)
b. Tahap H2O Removal
Merupakan tahap penghilangan air di unit Glycol Absorber dengan
menggunakan larutan TEG (Tri-Etylene Glicol). Penghilangan air sengaja
dilakukan agar air tidak mengganggu proses berikutnya yang dapat menyebabkan
penyumbatan karena air yang membeku.
c. Pemisahan HHC (Heavy Hidrokarbon)
Gas alam dari glycol absorber dibagi menjadi dua arus. Arus pertama
masuk kedalam bagian shell heat exchanger dan didinginkan dengan gas alam
bebas HHC. Sementara arus kedua masuk kedalam bagian Tube Heat Exchanger
dan didinginkan dengan HHC cair yang sudah terpisah dengan gas alam. Kedua
arus ini kemudian bergabung kembali dan masuk ke dalam bagian Tube Chiller
untuk didinginkan dengan amonia cair samapi temperaturnya mencapai -180C.
Gas keluar Tube Chiller kemudian masuk ke separator dimana terjadi pemisahan
HHC dan gas alam. Gas alam bebas HHC dimanfaatkan sebagai pendingin di
shell heat exchanger dan HHC cair sebagai pendingin di tube heat exchanger.
Gas alam bebas HHC kemudian dikirim ke CO2 removal, sementara HHC
dipanaskan agar menjadi gas kembali dan dikirim ke Fuel Gas System.
33
d. Tahap Penghilangan Karbon Dioksida (CO2)
Feed gas dihilangkan kandungan CO2-nya melalui proses absorbsi dengan
menggunakan larutan benfield. Gas CO2 ini perlu dihilangkan dari gas alam
karena dapat menjadi racun bagi katalis pada unit reformer, metanator, unit
sintesis dan unit-unit lainnya. Jika gas alam masih mengandung CO2, maka katalis
pada unit-unit tersebut akan cepat terdeaktivasi (rusak) sehingga kinerja katalis
akan menurun.
Proses absorbsi dilakukan di dalam unit absorber. Gas mengalir dari bawah
menara absorber melalui packing bed dan kontak dengan larutan benfield yang
mengalir turun dan akan menyerap gas CO2 yang terkandung di dalam umpan gas.
Reaksi yang terjadi di dalam unit absorber adalah sebagai berikut.
CO2 + H2O H2CO3 ... (2)
H2CO3 + K2CO3 2KHCO3 ... (3)
Pada kondisi desain, larutan benfield yang diinjeksikan melalui distributor
di bagian atas absorber sebanyak 118,8 m3/ jam. Gas yang telah diserap CO2-nya
akan mengalir ke atas melewati deminster dan selanjutnya mengalir ke absorber
overhead separator. Temperatur gas keluar di top absorber sekitar 93,3 oC,
sedangkan temperatur larutan yang mengandung CO2 di bottom tower sekitar 95,6 oC. Larutan benfield yang kaya CO2 akan dibebaskan CO2-nya di stripper
sehingga larutan benfield yang telah di-recovery dapat digunakan kembali.
Rich benfield solution mengalir dari bottom absorber ke stripper, dimana
larutan akan diturunkan tekanannya dari 14,4 kg/ cm2 G menjadi sekitar 2,07 kg/
cm2 G. Sehingga dengan penurunan tekanan ini, CO2 akan terlepas dari larutannya
dan keluar dari puncak stripper. Larutan benfield yang telah dilepas CO2-nya akan
mengalir dari bawah stripper ke feed treating flash tank. Di bagian ini, larutan
akan di-flash secara bertahap (tekanannya menurun) hingga terbentuk sebagian
uap yang selanjutnya akan dikembalikan ke stripper. Sedangkan, sisa larutan lean
benfield yang keluar akan dipompa kembali ke absorber dengan terlebih dahulu
diturunkan temperaturnya di penukar panas.
Kondisi operasi di absorber dijaga pada tekanan tinggi dan temperatur
rendah. Sedangkan kondisi operasi di stripper dijaga pada tekanan rendah dan
34
temperatur tinggi. Hal ini disebabkan proses absorpsi gas berlangsung efektif pada
tekanan tinggi dan temperatur rendah, sedangkan proses pelucutan berlangsung
efektif pada tekanan rendah dan temperatur tinggi.
e. Tahap Penghilangan Sulfur Organik
Untuk memisahkan sulfur organik dalam bentuk merkaptan (RSH, RSR),
senyawa sulfur tersebut harus diubah dahulu menjadi sulfur anorganik dengan
bantuan injeksi syn gas (H2) menggunakan katalis Co-Mo dan ZnO. Sulfur
organik harus dipisahkan pada tahap feed treating karena dapat menjadi racun
katalis pada proses-proses berikutnya. Gas proses ini diumpankan ke Co-Mo/ ZnO
desulfurizer untuk dihilangkan komponen sulfur organiknya. Sebelum
dihilangkan, senyawa sulfur organik harus diubah dahulu menjadi hidrogen
sulfida (H2S) melalui reaksi dengan hidrogen berlebih. Selanjutnya, H2S
direaksikan dengan zinc oxide. Kebutuhan gas hidrogen untuk keperluan
desulfurisasi di-supply dari sebagian aliran gas sintesis yang diperoleh dari
kompresor gas sintesis. Reaksi penghilangan sulfur organik dapat dituliskan
sebagai berikut:
RSH + H2 ⇌ RH + H2S (katalis CoMo) ... (4)
H2S + ZnO ⇌ ZnS + H2O (katalis ZnO) ... (5)
Kedua reaksi tersebut berlangsung di satu unit vessel, yaitu vessel
Co-Mo/ZnO guard chamber yang berisi katalis 7,5 m3 Co-Mo dan 15 m3 ZnO. Di
sini sulfur organik berubah menjadi hidrogen sulfida dan diserap dengan ZnO
membentuk seng sulfida.
2. Tahap Produksi Gas Sintesa (Syn-Gas Production)
Gas proses yang telah diolah di area feed treating diharapkan telah bersih
dari segala pengotor dan hanya mengandung gas metana (CH4) saja. Gas proses
tersebut selanjutnya diproses di area reforming atau area pembuatan gas sintesis
untuk mendapatkan gas sintesis yang dibutuhkan dalam pembuatan amonia, yaitu
gas H2 dan gas N2. Proses pembuatan gas sintesis ini berlangsung dalam dua unit,
35
yaitu unit primary reformer dan unit secondary reformer yang dapat dilihat pada
Gambar 7.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 7. Blok Diagram Tahap Produksi Gas Sintesa
a. Primary Reformer
Sebelum masuk ke primary reformer, campuran gas dijenuhkan terlebih
dahulu dengan menyemprotkan hot condensat. Gas proses yang telah jenuh
bercampur dengan steam selanjutnya akan diumpankan ke unit primary reforming
radiant section dengan steam to carbon ratio sekitar 3,2 untuk dihasilkan gas
sintesis. Primary reformer ini terdiri atas 4 buah baris dengan masing-masing
baris berisi 56 tabung berkatalis nickel oksida. Reaksi steam reforming ini terjadi
pada temperatur 780-820 oC dan secara keseluruhan bersifat endotermis, sehingga
diperlukan pasokan panas dari luar. Panas untuk reaksi tersebut diperoleh dari
hasil pembakaran gas alam dengan Arch Burner yang terletak di daerah radiant
section. Udara yang diperlukan untuk pembakaran dipasok dari Forced Draft
(FD) Fan. Sedangkan, flue gas hasil pembakaran dihisap dengan Induced Draft
Feed Treating
Saturator Primary Reformer
Secondary Reformer
Waste Heat Boiler
Purification
Udara
Steam
36
(ID) Fan dan mengalir di terowongan yang menghubungkan antara radiant
section dengan convection section. Panas yang terbawa gas buang akan ditransfer
ke coil atau heater untuk:
1) pemanasan awal umpan udara yang akan masuk ke secondary reformer,
2) pemanasan awal bahan bakar (fuel) untuk arch burner bari primary
reformer,
3) pemanasan umpan masuk untuk primary reformer,
4) pemanasan gas keluaran kompresor yang akan masuk ke bagian mix tee, dan
5) pembuatan superheated steam yang bertekanan tinggi.
Flue gas yang telah dingin meninggalkan convection section pada
temperatur 115 oC dan keluar melalui cerobong ke atmosfer dengan menggunakan
ID Fan.
Adapun reaksi steam reforming yang terjadi pada primary reformer unit
tersebut adalah:
CH4 + H2O CO + 3H2 – Q ... (6)
CO + H2O CO2 + H2 + Q ... (7)
Variabel operasi reformer yang perlu diperhatikan adalah temperatur,
tekanan, dan steam to carbon ratio.
1) Temperatur
Semakin tinggi temperatur reaksi, maka konversi metan akan semakin
tinggi. Hal ini disebabkan reaksi steam reforming bersifat endotermis.
Berdasarkan azas Le Chatelier tentang kesetimbangan untuk reaksi endotermis.
2) Tekanan
Kenaikan tekanan reaksi akan menyebabkan konversi metan menurun. Hal
ini disebabkan selisih koefisien stoikiometri reaktan dengan produk adalah -2.
Berdasarkan azas Le Chatelier tentang kesetimbangan.
3) Steam to carbon ratio
37
Steam yang diumpankan ke reforming harus cukup agar pembentukan
karbon di katalis tidak terjadi. Kenaikan akan menggeser kesetimbangan ke arah
produk reaksi sehingga konversi metan meningkat, tetapi konsumsi steam dan
kebutuhan fuel gas akan meningkat pula. Dalam operasi, pada umumnya steam to
carbon ratio di dalam gas proses inlet primary reformer berkisar antara 3,2 – 3,4
tergantung pada kondisi di primary reformer, karena pada rasio ini operasi akan
memberikan kinerja yang optimal dan paling ekonomis.
b. Secondary Reformer
Untuk menyempurnakan reaksi steam reforming (pemecahan gas metana
menjadi CO, CO2 dan H2) diperlukan proses lanjutan di secondary reformer. Gas
yang telah mengalami reforming sebagian di primary reformer akan masuk ke
secondary reformer dengan melewati jacket transfer line. Temperatur masuk ke
secondary reformer sekitar 824 oC. Aliran gas ini akan bertemu dengan campuran
steam dan udara di ruang bakar. Sebelum masuk ke secondary reformer, tekanan
dan temperatur udara dinaikkan. Udara ditekan dalam 3 tingkat dan antar tingkat
terdapat pendinginan sehingga air yang terbawa udara akan mengembun dan dapat
dipisahkan. Setelah itu, udara akan dipanaskan di combustion air preheater dan
diumpankan ke secondary reformer.
Reaksi di secondary reformer berlangsung pada temperatur yang lebih
tinggi dari pada di primary reformer, yaitu sekitar 900-1200 oC. Secara
keseluruhan reaksi bersifat endotermis, sehingga memerlukan panas dan
kebutuhan panas untuk berlangsungnya reaksi reforming tersebut dipasok sendiri
dari panas hasil reaksi hidrogen (dari aliran gas) dengan oksigen (dari aliran
udara). Oksigen untuk keperluan reaksi tersebut berasal dari udara yang
diinjeksikan dari discharge compressor. Jumlah udara yang diinjeksikan ke dalam
secondary reformer diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh perbandingan
komposisi H2/N2 yang tertentu dalam gas yang akan dimasukkan ke dalam
ammonia converter (biasanya perbandingan komposisi H2/N2 sekitar 3,0).
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
... (8)2H2 + O2 ⇌2H2O + Q
CH4 + H2O ⇌ 3H2 + CO - Q
CO + H2O ⇌ H2 + CO2 + Q
38
... (9)
... (10)
Reaksi ini menggunakan katalis nickel untuk mempercepat laju reaksi dan
meningkatkan perolehan produk.
Parameter proses dalam secondary reformer adalah hasil reaksi dari
secondary reformer diharapkan memilki kadar methane leak maksimal 0,34 %
mol. Gas proses keluaran secondary reformer memiliki temperatur yang tinggi
(sekitar 1000 oC) sehingga panas yang terbawa gas proses ini dimanfaatkan di dua
unit steam generator untuk menghasilkan superheated steam. Gas proses yang
temperaturnya telah menurun selanjutnya diumpankan ke High Temperature Shift
Converter.
3. Tahap Pemurnian Gas Sintesa (Syn-Gas Purification)
Komponen gas proses yang keluar dari secondary reformer terdiri atas gas
H2, N2, CO, CO2, Ar, dan CH4. Untuk keperluan sintesa amonia, gas yang
diperlukan hanya H2 dan N2. Oleh karena itu, gas CO dan CO2 perlu dihilangkan
karena dapat menjadi racun bagi katalis dalam unit sintesa amonia berikutnya.
Blok diagram pemurnian gas sintesa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 8. Blok Diagram Tahap Pemurnian Gas Sintesa
39
Penghilangan gas CO dan CO2 dilangsungkan dalam shift converter dan
methanator. Kedua gas tersebut dapat diubah menjadi gas metana (CH4) yang
merupakan gas inert yang tidak ikut bereaksi dan tidak merusak katalis. Gas inert
lain selain CH4 adalah gas argon (Ar). Namun, kehadiran gas inert juga harus
dibatasi karena jika gas inert hadir dalam jumlah yang berlebih maka gas tersebut
juga akan dapat menghambat jalannya proses dan mengurangi produk amonia
yang dihasilkan.
a. High Temperatur Shift Converter (HTSC)
Unit HTSC berfungsi sebagai reaktor koncersi CO menjadi CO2 dengan
bantuan katalis Promoted Iron Oxide (Fe3O4/Cr2O3) pada temperatur tinggi
(sekitar 350-420 oC) dengan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
… (11)
HTSC merupakan reaktor unggun tetap berisi katalis besi oksida dengan
volume katalis 66 m3. Tipikal reaksi yang terjadi pada unit HTSC adalah laju
reaksinya cepat tetapi konversinya rendah. Reaksi yang terjadi bersifat
eksotermik dan disebut sebagai reaksi pergeseran gas-air (water-gas shift
reaction) atau reaksi pergeseran CO pada temperatur tinggi (high temperature
shift conversion).
Gas masuk ke bagian atas HTSC melalui sebuah distributor kemudian
dilewatkan melalui katalis dan keluar dari bagian bawah converter. Gas masuk
pada temperatur 365 °C dan tekanan 30 kg/cm2A dan keluar pada temperatur 432
°C. Kehilangan tekanan dalam bejana dijaga tetap 0,4 kg/cm2A dan kandungan
gas CO yang lolos dijaga tidak lebih dari 3,53 % volume.
Gas keluaran HTSC masuk ke shell side HTS effluent WHB untuk
memberikan panas ke air umpan boiler. Setelah meninggalkan WHB gas mengalir
ke LTSC. Aliran antara dilengkapi dengan pembuangan (vent) untuk membuang
kelebihan gas proses.
b. Low Temperatur Shift Converter (LTSC)
CO + H2O ⇌ H2 + CO2 + Q
40
Unit ini berfungsi mengubah CO menjadi CO2 yang belum terkonversi di
unit HTSC dengan bantuan katalis Tembaga Zinc Alumina (Cu/ZnO/Al2O3). Gas
dari HTSC masuk ke LTSC melalui unggun katalis LTS dengan temperatur
masuk 206 °C dan keluar melalui bagian bawah LTS. Aliran ini di bypass pada
saat start up atau pada kondisi darurat melalui line PG-1022-12 untuk
menghindari lolosnya CO yang akan menambah beban di metanator. Temperatur
operasi dijaga pada 206 oC agar tidak terlalu dekat dengan titik embun (dew point)
dari campuran kukus dan gas.
Reaksi ini berlangsung pada temperatur rendah (180-260 oC), bersifat
eksotermis dan konversinya yang cukup tinggi. Reaksi yang terjadi sama dengan
reaksi di HTSC, tetapi disebut reaksi pergeseran CO pada temperatur rendah (low
temperature shift conversion). Parameter operasi di unit LTSC adalah CO leakage
di outlet sebesar 0,29 % volum.
Gas panas yang keluar dari bagian bawah LTSC didinginkan di shell side
LTS effluent/BFW exchanger sebagai sumber panas untuk BFW dari BFW pump.
Dari HE, gas proses mengalir melalui tube side CO2 stripper ejector/steam
generator untuk membangkitkan steam dalam semilean flash tank ejector CO2
stripper.
c. Unit Pemisahan Karbon Dioksida (CO2 Absorber dan Stripper)
Pada prinsipnya, pemisahan CO2 pada unit ini sama dengan pemisahan CO2
di bagian feed treating. Untuk memisahkan CO2 digunakan larutan benfield.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO2 + H2O H2CO3 ... (12)
H2CO3 + K2CO3 2KHCO3 ... (13)
Gas sintesa keluaran dari LTSC dialirkan ke absorber CO2 melalui
distributor internal di bagian bawah menara. Gas mengalir dari bawah ke atas
melalui tiga unggun packing dari slotted ring dan berkontak secara baik dengan
aliran larutan lean dan semilean Benfield yang mengalir dari atas ke bawah.
41
Tabel 18. Susunan Packing didalam Absorber
Bed Jenis Packing Tinggi Unggun (mm)1 Slotted ring (CS,SS) 38 mm 8550; 6002 Slotted ring (600 mm CS, 50 mm SS) 6100; 9003 Slotted ring (600 mm CS, 50 mm SS) 6100; 900
Sumber: Ammonia P-1V, 2009
Larutan lean Benfield masuk pada bagian atas unggun 1. Setiap unggun
pada absorber disangga oleh packing support gas injection plate, liquid
distributor dan hold down grate. Aliran lean dan semilean Benfield dialirkan
melalui sparger dan distributor internal.
Menara absorber dilengkapi dengan demisting pad pada bagian puncak. Gas
keluaran absorber kemudian dialirkan ke produk atas absorber CO2 lalu menuju
KO Drum untuk menghilangkan larutan Benfield yang terbawa oleh gas. Gas
proses akan meninggalkan bagian atas KO Drum dan dilewatkan melalui shell
side metanator feed /effluent exchanger sebelum dimasukkan ke metanator.
Aliran lean dan semilean benfield bertemu di bagian bawah absorber,
dimana ketinggian cairan di dalam absorber dikendalikan dengan LIC. Tekanan
tinggi yang ada pada absorber dimanfaatkan sebagai penggerak turbin hidrolik
untuk memanfaatkan tenaga yang berasal dari aliran benfield kaya CO2. Turbin
hidrolik tersebut berfungsi sebagai penggerak pompa larutan semilean.
Larutan benfield yang sudah digunakan untuk penyerapan dan jenuh dengan
CO2 akan diregenerasi di stripper sehingga larutan benfiled tersebut dapat
digunakan kembali. Jika dibandingkan dengan proses absorbsi, stripping
berlangsung pada tekanan yang lebih rendah yaitu + 1,1 kg/cm2 dan temperatur
yang lebih tinggi + 127 oC. Reaksi proses yang terjadi di stripping adalah sebagai
berikut:
2KHCO3 H2CO3 + CO2 + H2O ... (14)
Larutan benfield yang kaya CO2 kemudian masuk ke CO2 stripper dari
bagian atas. Kolom stripper tersebut berupa kolom packing yang dilengkapi
dengan 3 buah tray, distributor, trap out pan dan akumulator.
42
Tabel 19. Susunan Packing di dalam Stripper
Bed Jenis Packing Tinggi Unggun (mm)1 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 91502 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 6003 Slotted ring (CS,SS) 50 mm 600
Sumber: Ammonia P-1V, 2009
Larutan Benfield yang kaya CO2 dilewatkan melalui unggun 2 dan akan
melepaskan CO2. Uap CO2 kemudian mengalir ke atas sedangkan kondensat yang
terbentuk dikumpulkan dalam trap-out pan yang mengalir ke reboiler kondensat
di CO2 stripper. Ketinggian cairan (level) di bagian bawah stripper dikontrol
dengan LIC.
Sebagian larutan benfield (semilean) ditarik dari trap-out pan yang terletak
di bawah unggun 2 menuju flash tank empat tingkat sambil melepaskan
kandungan CO2-nya. Flash tank ini dilengkapi dengan ejektor untuk mengangkat
gas dengan menggunakan media kukus. Keluaran (discharge) dari semua ejektor
dimasukkan kembali ke stripper di bawah unggun 2. Ketinggian cairan pada flash
tank dikontrol oleh LI.
Larutan semilean benfield ditarik dari keempat tingkat dengan pompa
kemudian masuk ke bagian tengah absorber. Larutan benfield keluar dari unggun
terakhir dan terkumpul di trap-out pan. Larutan benfield yang telah diregenerasi
dikembalikan ke stripper setelah mengalami pertukaran panas di dalam heat
exchanger. Larutan lean benfield yang terkumpul di dasar stripper kemudian
mengalir dan mengalami penurunan temperatur dalam heat exchanger. Larutan
lean benfield yang telah dingin kemudian akan dialirkan kembali ke absorber.
Stripper pada proses CO2 removal system beroperasi pada tekanan 1,1
kg/cm2 di bagian bawah dan 0,9 kg/cm2 di bagian atas. Hilang tekan normal
sebesar 0,18 kg/cm2 yang diukur dan dilengkapi alarm beda tekanan tinggi.
Gas CO2 keluaran dari stripper diharapkan di atas 99%. Kandungan CO dan
CO2 keluaran absorber berturut-turut adalah 0,37 %-mol dan 0,006 %-mol.
a. Metanasi
43
Proses purifikasi yang terjadi pada tahap shift conversion dan CO2 removal
tidak berlangsung sempurna sehingga masih terdapat gas CO maupun CO2 sisa
dalam jumlah kecil. Walaupun demikian, kandungan CO dan CO2 dalam jumlah
kecil ini dapat merusak katalis di Ammonia Converter. Untuk itu, CO dan CO2
perlu diubah menjadi CH4 di Methanator sehingga total CO dan CO2 inlet
Ammonia Converter ≤ 10 ppm. Reaksi metanasi terjadi pada temperatur 280-360 oC dengan menggunakan katalis Nickel Alumina.
Reaksi metanasi berlangsung menurut persamaan reaksi berikut:
... (15)
…(16)
Parameter operasi pada unit metanator dalah konsentrasi CO dan CO2 di
outlet ≤ 10 ppm.
Gas proses dari CO2 absorber, setelah dipanaskan di shell side dari heat
exchanger, masuk ke metanator melalui bagian atas. Gas proses tersebut
kemudian melewati katalis Nickel Alumina lalu keluar dari bagian bawah vessel.
Temperatur di dalam metanator dikendalikan dengan TI. Jika temperatur di
dalam metanator naik terlalu tinggi, maka alarm TAH akan menyala. Bila TAH
menyala, solenoid XY akan menutup control valve untuk menghentikan aliran gas
masuk ke metanator. Secara bersamaan, interlock system akan menutup MOV
untuk menghindari gas lolos melewati XV yang memasuki metanator.
HS yang terdapat di control panel berfungsi untuk mentripkan XY dan
MOV secara manual. HS digunakan untuk membuka dan menutup MOV secara
perlahan. Jika aliran gas masuk metanator terhenti, kenaikan tekanan akan
menggerakkan PIC untuk membuang gas ke atmosfer.
Dari metanator, aliran gas didinginkan di sisi buluh lalu masuk ke sisi
cangkang, kemudian mengalir ke kompresor dari tangki larutan.
4. Tahap Sintesis Amonia
Tahap sintesis amonia merupakan tahap akhir pada pabrik amonia. Pada
tahap ini akan dilakukan proses pembentukan amonia dari N2 dan H2. Amonia di
CO + 3H2 ⇌ CH4 + H2O + Q
CO2 + 4H2 ⇌ CH4 + 2H2O + Q
44
ambil sebagai produk, sedangkan H2 dikembalikan lagi ke syn-loop dan CH4
sebagai tail gas dimanfaatkan untuk fuel. Tahap sintesis amonia terdiri dari tahap
kompresi, chiller, refrigerant loop, KO drum hingga ke ammonia converter.
Tahap sintesis amonia dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 9. Blok Diagram Tahap Sintesis Amonia
a. Tahap Kompresi Gas (Syn-Gas Compression)
Gas proses yang akan disintesis di ammonia converter terlebih dahulu akan
dimampatkan di dalam kompresor gas sintesis. Syn-Gas Compressor mempunyai
dua buah casing dengan pendingin yang terletak di antara dua casing.
Pemampatan gas ini dilangsungkan dalam empat tingkat sehingga tekanan gas
sintesis yang diperoleh sama dengan tekanan operasi di unit sintesis amonia.
Penggerak utama dari syn-gas compressor adalah steam turbine extraction
(gabungan antara back pressure turbine dan condensing turbine). Kompresor
tersebut beroperasi pada kondisi normal speed 10.535 rpm, rate speed 10.622
45
rpm, continuous speed 11.153 rpm dan operation speed pada range 85 – 105 %
dari normal speed (9.029 – 11.153 rpm).
Syn-Gas Compressor terbagi menjadi 2 segmen yaitu Low Pressure Case
Compressor dan High Pressure Case Compressor. Masing-masing segmen
tersebut memiliki dua tingkatan kompresi. Jadi, syn-gas compressor memiliki
empat tingkat kompresi. LP case compressor menerima gas dari suction drum
pada tekanan masuk 32,59 kg/cm2A dan menaikkan tekanan gas di tingkat
pertama menjadi 57,32 kg/cm2A dan 99,85 kg/cm2A di tingkat kedua. HP case
compressor menaikkan tekanan gas menjadi 173,39 kg/cm2A di tingkat ketiga dan
179,31 kg/cm2A di tingkat keempat.
Gas proses keluar dari kompresor tingkat pertama pada temperatur 110,3 oC.
Gas tersebut kemudian didinginkan di water cooler dan masuk ke KO Drum. Gas
proses kemudian diumpankan ke dalam kompresor tingkat kedua untuk
menaikkan tekanannya menjadi 99,85 kg/cm2A. Temperatur gas yang keluar dari
kompresor tingkat kedua mencapai 114,8 oC. Gas proses tersebut kemudian
didinginkan dengan cooling water di dalam dan didinginkan lebih lanjut dengan
ammonia refrigerant hingga mencapai 4,4 oC. Kandungan air yang terkandung di
dalam gas proses dipisahkan di dalam KO Drum. Selanjutnya gas proses
dikeringkan lebih lanjut di dalam molecular sieve dryer.
Gas dingin yang telah kering dimasukkan ke HP case compressor pada
tekanan 98,88 kg/cm2A. Gas tersebut kemudian dikompresi hingga tekanannya
mencapai 173,39 kg/cm2A pada kompresor tingkat ketiga. Gas tersebut kemudian
bercampur dengan gas daur ulang dan dikompresi hingga tekanannya mencapai
179,31 kg/cm2A pada kompresor tingkat keempat.
Syn-gas compressor digerakkan oleh turbin uap dengan menggunakan HP
steam bertekanan 123 kg/cm2G dengan laju 107 ton/jam. Exhaust steam keluaran
turbin uap merupakan MP steam bertekanan 42,2 kg/cm2G dengan laju 35,45
ton/jam ke condensing turbine dan 72,3 ton/jam berupa extraction steam. Laju alir
extraction steam dikendalikan oleh FIC.
Kompresor dan turbin dilengkapi dengan lube/seal oil console, termasuk
lube & oil pump motor, auxiliary lube & seal oil pump turbine, overhead seal oil
46
tank, lube oil filters & coolers, seal oil traps dan degassing tank. Selain itu,
kompresor dan turbin juga dilengkapi dengan sinyal penanda (alarm), yaitu low
oil pressure alarm, auxiliary pump start alarm, high and low seal oil level alarm
dan high filter differential pressure alarm pada lube & seal oil system.
b. Tahap Sintesis Loop
Gas sintesis bertekanan tinggi keluaran dari kompresor akan diumpankan
menuju separator minyak, kemudian melewati penukar kalor yang dilengkapi
dengan bypass untuk mengatur temperatur gas sintesis sebelum masuk ke
ammonia converter. Reaksi sintesis amonia berlangsung menurut persamaan
reaksi berikut:
N2 + 3 H2 2 NH3 + Q ... (17)
Reaktor amonia ini mempunyai dua unggun utama dan catalyst basket yang
dapat dikeluarkan untuk keperluan mengganti atau memuat katalis amonia.
Karakteristik unggun katalis pada ammonia converter ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 20. Karakterisitik Unggun Katalis pada Ammonia Converter
Unggun Volume (m3) Berat (kg) Kedalaman (m)1 9,2 26,055 1,652 11,9 32,408 2,0573 17,6 48,76 2,9474 25,3 68,902 3,689
Sumber: Ammonia P-1V, 2009
Ruang anulus antara silinder catalyst basket dan high pressure shell
merupakan celah untuk gas pendingin shell. Sebagian besar gas umpan dialirkan
melalui HCV melewati anulus dan masuk ke tube side HE untuk dipanaskan
dengan gas panas yang keluar dari unggun pertama. Sedangkan sebagian gas
umpan lainnya dialirkan melalui HIC dengan mem-bypass HE. Aliran gas umpan
yang kedua ini berfungsi untuk mengendalikan temperatur gas proses yang masuk
ke unggun pertama. Gabungan gas sintesa mengalir ke bawah melalui katalis besi.
47
Gas yang telah sebagian bereaksi mengalir melalui grid supporting catalyst dan
masuk ke ruang antara unggun bawah dengan basket wall.
Reaksi yang berlangsung di dalam Ammonia converter ini hanya
menghasilkan perolehan produk amonia sebesar 17 % mol. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan hasil yang banyak, gas yang belum bereaksi di-recycle secara terus-
menerus agar bisa bereaksi kembali. Produk NH3 yang diperoleh berwujud gas
dengan temperatur relatif tinggi (sekitar 450 oC), sehingga panas yang terbawa
produk dimanfaatkan untuk mengolah BFW dan memanaskan gas proses yang
akan masuk ke ammonia converter. Setelah itu, produk amonia akan diolah di
bagian refrigeration system untuk diolah menjadi produk amonia cair yang jauh
lebih murni. Sedangkan gas-gas yang tidak bereaksi/ inert (seperti CH4, Ar, dan
gas lainnya) dibuang secara kontinyu supaya tidak terjadi akumulasi yang dapat
mengganggu proses pada ammonia converter. Gas yang dibuang ini akan diolah
di bagian recovery unit untuk diambil gas-gas yang masih potensial untuk
dimanfaatkan.
5. Tahap Pendinginan dan Pemurnian Produk
Amonia yang terbentuk dalam ammonia converter dipisahkan dari
komponen yang lain dengan cara pendinginan bertahap karena temperatur titik
embun amonia lebih besar dari komponen yang lain, sehingga ammonia akan
mengembun terlebih dahulu dan dapat dipisahkan dari komponen yang lain.
Tahap refrigeration system pada dasarnya adalah mendinginkan gas
keluaran ammonia converter yang diikuti proses pemurnian dengan separator dan
flashing / let down system sehingga diperoleh produk amonia yang murni dan gas-
gas yang terlarut dilepaskan menjadi inert refrigeration.
Terdapat beberapa peralatan di seksi pemurnian produk , diantaranya yaitu
refrigerant flash drum tingkat I, II dan III yang merupakan unit pemisah ammonia
secara bertahap dengan proses pengembunan, Refrigerant receiver yang berfungsi
menampung ammonia yang telah mengembun serta Refrigernt kompressor yang
mempunyai 2 fungsi yaitu untuk menjaga tekanan yang dikehendaki pada
refrigerant flash drum serta untuk menaikkan tekanan uap ammonia menjadi 16,7
48
kg/cm2 sehingga dapat diembunkan dan didinginkan dengan menggunakan
cooling water.
Akumulasi gas-gas inert yang terpisah dari amonia dibuang (purge) dalam
dua tahap, yaitu High Pressure Purge Gas yang dikirim ke pengolahan gas buang
(Purge Gas Recovery Unit - PGRU) dan Low Pressure Purge Gas dikirim ke
Primary Reformer sebagai bahan bakar. Produk Amonia (hot product) dikirim ke
Pabrik Urea sebagai bahan baku pembuatan urea dan sisanya (cold product)
dikirim Tangki Penyimpan Amonia (NH3 Storage).
6. Tahap Pemanfaatan Ulang Gas Gurahan (Purge Gas Recovery)
PGRU merupakan unit yang berfungsi mengolah purge gas dari pabrik
Ammonia, dimana purge gas tersebut masih mengandung NH3 dan H2 yang masih
dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produksi dan efisiensi pabrik.
Tipe proses PGRU yang ada di PT. PUSRI:
1. Cryogenic proses, yang ada di PGRU P-IV; ARU dan HRU pada PUSRI I-B
2. Membran proses, di PGRU P-III
Pada unit PGRU ini, purge gas yang memiliki komposisi design H2: 61,1 %
mol, N2: 20,2 % mol, Ar: 3,79 % mol, CH4: 12,78 % mol dan NH3: 2,13 % mol
diolah dengan proses tersebut di atas menjadi produk sebagai berikut:
1. Produk utama berupa gas kaya H2 dengan kemurnian 75-80% yang
selanjutnya dimanfaatkan kembali ke pabrik Amonia yang diumpankan di
inlet 129-C.
2. Produk samping berupa tail gas/fuel gas dengan komposisi H2 15,29% mol
dan CH4 34,15% mol yang dimanfaatkan untuk tambahan bahan bakar di
primary reformer sehingga diharapkan dapat mengurangi pemakaian gas
bumi sebagi fuel.
3. Amonia, yang merupakan hasil pemisahan di unit recovery PGRU akan
dikirim kembali ke pabrik Urea dan juga digunakan sebagai make up untuk
refrigerant receiver pabrik Amonia.
a. Ammonia Recovery Unit (ARU)
49
Akumulasi gas inert yang dipisahkan (purge gas) dilewatkan ke dalam
ammonia recovery unit (ARU). Tujuan dari proses tersebut adalah untuk
mengambil kembali NH3 yang ikut terbawa di dalam purge gas dari syn-loops dan
purge gas dari refrigeration system.
Akumulasi gas-gas inert yang terpisah dari amonia dibuang (purge) dalam
dua tahap, yaitu high pressure purge gas yang dikirim ke hydrogen recovery unit
(HRU) sebagai bahan baku dan low pressure purge gas yang sudah diambil
kandungan amonianya dikirim ke primary reformer sebagai tambahan bahan
bakar.
Produk amonia (hot product) dikirim ke Pabrik Urea sebagai bahan baku
pembuatan urea dan sisanya (cold product) dikirim ke tangki penyimpan amonia
(NH3 Storage) dan ke chiller.
b. Hydrogen Recovery Unit (HRU)
High pressure purge gas dari ammonia recovery unit (ARU) dikirim ke
hydrogen recovery unit (HRU). Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan
kembali gas H2 yang terikut dari syn-loops purge gas. Proses di HRU tersebut
dilangsungkan di dalam cold box untuk memisahkan H2 dari tail gas (metan,
CH4). Produk H2 yang dihasilkan akan dikirim kembali ke ammonia converter
untuk menambah produksi amonia. Sedangkan tail gas (metan, CH4) yang
dihasilkan sebagai by product dikirim ke primary reformer sebagai tambahan
bahan bakar.
2.2.2 Proses Produksi Urea
Pabrik Urea merupakan pabrik penghasil urea prill dengan menggunakan
bahan baku NH3 dari pabrik amonia dan CO2. Pabrik Urea di-design untuk
memproduksi sebanyak 1725 metrik ton urea prill setiap hari dengan satu train
berdasarkan pada proses ACES (Advanced Cost and Energy Saving). Secara garis
besar, proses pembuatan urea pada PT Pusri mencakup lima seksi utama sebagai
berikut:
1. Seksi sintesa
50
2. Seksi purifikasi/ dekomposisi
3. Seksi kristalisasi dan pembutiran
4. Seksi recovery
5. Seksi pengolahan kondensat proses
Garis besar proses produksi urea pada PUSRI-IV dapat dilihat pada Gambar
10.
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 10. Blok Diagram Pabrik Urea PUSRI-IV
1. Seksi Sintesis Urea
Urea dihasilkan dengan reaksi yang sangat Eksotermis antara NH3 dan CO2
yang akan membentuk Ammonium Karbamat. Selanjutnya ammonium karbamat
secara dehidrasi endotermis akan berubah menjadi urea. Reaksi tersebut
berlangsung dalam sebuah reaktor urea yang beroperasi pada tekanan 175
kg/cm2.G dan temperatur 190oC. Perbandingan mol NH3 terhadap CO2 adalah 4,0
(mol/mol) yang diatur dengan jumlah umpan NH3 cair. Reaktor urea yang
digunakan berupa sebuah bejana tegak lurus dengan 9 baffle plate di dalamnya
untuk menghindari pencampuran balik. Dinding bagian dalam reaktor tersebut
dilapisi dengan stainless steel 316-L urea grade.
Reaksi yang terjadi di dalam reaktor terdiri dari dua tahap:
51
Pembentukan karbamat
2NH3 + CO2 ⇌ NH2COONH4 H = -28,5 kkal/mol … (18)
Dehidrasi
NH2COONH4 ⇌ NH2CONH2 + H2O H = +3,6 kkal/mol … (19)
Selama reaksi berlangsung, jika temperatur operasi telah mencapai
temperatur 190 oC dan tekanan 175 kg/cm2 maka digunakan perbandingan H2O
terhadap CO2 adalah sebesar 0.46, sedangkan perbandingan NH3 terhadap CO2
adalah 4, sehingga akan dicapai waktu tinggal selama 36 menit dan konversi
reaksi sebesar 70%. Setelah mencapai konversi CO2 sebesar 70 %, larutan urea
dari dalam reaktor akan mengalir melalui pipa bagian bawah reaktor dan masuk
ke stripper (2-DA-101) secara gravitasi, laju aliran urea ke stripper diatur untuk
menjaga level larutan dalam reaktor tetap konstan. Batasan level reaktor dijaga
pada angka satu meter diatas garis over flow reaktor untuk menghindari aliran
balik gas CO2 dari stripper ke reaktor.
Stripper berfungsi sebagai pemisah kelebihan NH3 dan menguraikan
amonium karbamat yang tidak terkonversi di larutan sintesis urea melalui
pemanasan yang menggunakan kukus dan CO2 stripping pada tekanan operasi
yang sama. Selama proses dekomposisi, hidrolisis urea menjadi faktor yang perlu
diperhatikan. Reaksi hidrolisis urea adalah sebagai berikut:
NH2CONH2 + H2O ⃗ CO2 + 2NH3 … (20)
Pada bagian atas stripper, larutan urea sintesis dari reaktor akan kontak
dengan gas yang dipisahkan dari bagian bawah melalui sieve trays, dimana
komposisi larutan diatur secara adiabatis untuk membuat proses pelucutan CO2
berlangsung secara efektif. Fungsi tray di bagian atas stripper adalah untuk
memisahkan kelebihan amonia dan mengatur perbandingan mol NH3 terhadap
CO2 dari larutan urea untuk mendapatkan level yang sesuai agar proses pelucutan
dapat terjadi. Di bagian bawah stripper, amonium karbamat dan kelebihan amonia
dalam larutan urea sintesis dipisahkan oleh CO2 stripping dan kukus pemanas
falling film heater. Kukus tekanan sedang tersebut kemudian dijenuhkan dalam
tangki penjenuh / saturated drum, kemudian dimasukkan di sisi tube untuk
memberikan panas yang diperlukan. Kondisi operasi stripper dilangsungkan pada
52
tekanan 175 kg/cm2G dan temperatur 175-180 oC. Tekanan kukus diatur oleh
pengatur tekanan dari tangki penjenuh, sehingga larutan keluar stripper
mengandung 12,5-15,5 % amonia. Gas yang keluar dari bagian atas stripper
kemudian dikirim ke carbamate condenser no 1, 2.
Campuran gas dari bagian puncak stripper dikirim ke karbamat kondenser
no. 1 dan no.2 yang dioperasikan secara pararel. Dalam carbamate condenser, gas
yang keluar dari stripper dicampur dengan larutan carbamate recycle di bagian
atas dan didistribusikan melalui tubes kemudian dikondensasikan dan diserap oleh
larutan absorben. Panas yang terbentuk di karbamat kondenser yang diperoleh
karena adanya pembentukan karbamat dan kondensasi amonia digunakan untuk
menghasilkan kukus tekanan rendah (5,5 Kg/cm2 G) di karbamat no.1 dan untuk
memanaskan larutan urea dari stripper setelah mengalami penurunan tekanan
menjadi 17 kg/cm2.G di karbamat kondenser no. 2. Condenser dioperasikan pada
tekanan 175 Kg/cm2 G dan suhu 175 oC. Gas dan larutan dari bottom condensor
dimasukkan ke reaktor.
Di unit scrubber, amonia dan karbon dioksida yang keluar dari bagian atas
reaktor diserap oleh resikel karbamat dari absorber tekanan tinggi. Tekanan
operasinya sama dengan tekanan di sintesis urea. Temperatur operasi di bagian
atas dan bagian bawah scrubber tidak dapat dinyatakan dengan tepat. Bila
temperatur bagian bawah scrubber tinggi artinya penyerapan NH3 dan CO2 oleh
larutan daur-ulang cukup bagus. Batasan temperatur berkisar antara 175-180 oC
pada scrubber bagian bawah.
2. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran
Pada seksi ini, larutan urea yang sudah bebas dari kandungan karbamat
dikristalkan pada kondisi vakum oleh crystallizer yang terdiri dari 2 bagian.
Bagian atas adalah vacuum concentrator, sedangkan bagian bawah adalah
crystallizer yang dilengkapi dengan agitator. Kristal urea yang dihasilkan pada
seksi ini masih berbentuk bubur urea.
Crystallizer berfungsi untuk membentuk kristal urea melalui penguapan air
dari larutan urea yang jenuh. Air turun melalui barometric leg. Vacuum
53
concentrator dan crystallizer harus dioperasikan sedemikian rupa sehingga slurry
yang keluar dari bawah crystallizer mengandung 30-35% berat kristal urea. Jaket
air bertemperatur tinggi digunakan pada bejana crysrtallizer dan pipa untuk
menghindari terjadinya pembekuan kristal urea pada bejana atau pipa. Air panas
disirkulasikan melalui pompa dari tangki melalui absorber tekanan tinggi, dan
pemanas awal (preheater) amonia. Slurry disirkulasikan dari bagian bawah
crystallizer dengan menggunakan pompa sirkulasi.
Vacuum concentrator dioperasikan pada tekanan 72,5 mmHg dan
temperatur 60 oC. Kondisi ini dipilih untuk menghindari pembentukan biuret yang
berlangsung pada temperatur tinggi (di atas 90oC). Air diuapkan dan larutan urea
yang super jenuh turun ke bawah. Kristal urea yang terbentuk tumbuh menjadi
besar karena adanya kontak dengan larutan urea yang super jenuh. Panas untuk
menguapkan air diambil dari panas sensibel larutan urea yang baru masuk, panas
kristalisasi urea, dan panas yang diambil dari sirkulasi bubur urea ke absorber
bertekanan tinggi. Crystallizer dioperasikan pada tekanan atmosfer dan temperatur
60oC.
Kristal-kristal urea dengan kadar air sekitar 1,9 % dimasukkan ke pengering
terfluidakan. Pengering terfluidakan (fluidized dryer) berfungsi untuk
mengeringkan kristal urea hingga kandungannya kurang dari 0,2% dengan udara
panas lalu masuk ke menara pembutir. Udara untuk pengering terfluidakan
diambil dari forced fan for dryer yang dipanaskan dalam air heater for dryer.
Temperatur udara di aliran masuk tidak boleh lebih dari 120 °C karena dapat
melelehkan kristal urea. Larutan induk yang dipisahkan oleh prethickener dan
centrifuge mengalir ke bawah, masuk ke tangki mother liquor, dipanasi dengan
kukus pemanas melalui tube untuk menghindari kristalisasi, dan dikirim kembali
ke line discharge pompa sirkulasi crystallizer.
Kristal urea kering dikirim ke menara pembutir melalui pipa pneumatic.
Menara pembutir (prilling tower) berfungsi sebagai tempat pembentukan butiran
(prill) urea. Lebih dari 99,8 % kristal urea dikumpulkan di siklon. Tepung Urea
dari Centrifuge sebelum ke Melter di Prilling Tower terlebih dahulu di panasi
dengan udara panas yang ditiupkan dan diisap ke atas. Setiba di Melter, tepung
54
Urea yang 99,68 % dilelehkan memakai Steam Low pada temperatur 138 oC.
Sistem ini didesain dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga temperatur lelehan
urea sedikit diatas titik leleh urea (132,7 oC) dengan tujuan untuk menjaga
pembentukan biuret seminimal mungkin dan menjaga waktu tinggal sekecil
mungkin. Kukus tekanan rendah (5 kg/cm2G) dialirkan ke melter sebagai
pemanasnya.
Lelehan urea dari head tank didistribusikan secara merata ke distributor lalu
turun ke bawah berbentuk hujan dalam menara pembutir. Ketika lelehan urea
turun dari menara pembutir, dari bagian bawah ditiup dengan udara sehingga
hujan urea tersebut membeku (dalam bentuk butiran) selama perjalanan turun ke
bawah. Prill Urea yang terbentuk turun ke bawah melalui belt conveyor yang
berjalan ke PPU (Gudang Pupuk) sebagai produk Urea.
3. Seksi Recovery
Seksi recovery berfungsi untuk menyerap sisa gas CO2 dan NH3 yang keluar
dari unit dekomposisi dengan menggunakan air dan larutan urea di dalam
absorber. Selanjutnya, larutan ini di daur ulang ke reaktor urea. Peralatan utama
di seksi Recovery meliputi High Pressure Absorber (HPA) dan Low Pressure
Absorber (LPA). Sedangkan peralatan lain yang digunakan meliputi washing
column, pompa absorber tekanan tinggi, carbamate boost-up pump, tangki larutan
karbamat dan pompa larutan karbamat.
Proses yang terjadi adalah gas CO2 dan NH3 dari HPD masuk ke HPA B
(bawah), dimana sekitar 70 % gas tersebut akan terserap, sedangkan sisanya akan
terserap di HPA A (atas) dan Washing Column. Media penyerap di Washing
Column berasal dari LPA dan Mother Liquor, sedangkan Media pendingin
meliputi Urea dari Crystallizer; Cold Water dan Hot Water. Sementara itu, gas
CO2 dan NH3 yang berasal dari LPD masuk ke LPA, kemudian diserap dengan
larutan karbamat encer, urea dan air.
4. Seksi Pengolahan Kondensat Proses
55
Pada seksi ini, kondensat proses akan diolah untuk dihilangkan kandungan
amonia dan ureanya. Seksi ini terdiri dari 2 alat utama berupa process condensate
stripper dan urea hydrolizer.
Amonia akan dilucuti dengan menggunakan kukus pada process
condensater stripper. Sedangkan, urea yang terkandung di dalamnya akan
didekomposisi di hydrolizer. Dari bagian bawah process condensate stripper
dihasilkan kondensat yang sudah bebas amonia dan urea. Larutan dari bagian
tengah process condensate stripper yang mengandung urea < 4.300 ppm dikirim
ke hydrolizer untuk dihidrolisis menjadi NH3 dan CO2. Kondisi operasi yang
optimum dari hidrolisa urea adalah pada temperatur 195 oC dan tekanan 26
kg/cm2G. Dari hasil ini, sebanyak 10.000 ppm dikonversi menjadi NH3 dan CO2
menjadi < 10 ppm dengan waktu tinggal sekitar 25 menit.
2.3 Produk
Pupuk urea dan amoniak merupakan produk utama yang dihasilkan PT.
PUSRI. Selain itu, dihasilkan pula produk samping berupa karbon dioksida cair,
dry ice, nitrogen cair, gas nitrogen, oksigen cair dan gas oksigen.
2.3.1 Produk Utama
Produk utama yang dihasilkan oleh PT. PUSRI Palembang adalah pupuk
urea dalam bentuk butiran (prilled). Selain itu produk utama PT. PUSRI
Palembang adalah ammonia cair yang digunakan pada proses pembuatan urea
sebagai bahan baku yang direaksikan dengan CO2. Adapun kapasitas produksi
atau jumlah produk yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Produksi Tahunan Amonia dan Urea PT. PUSRI (dalam MT/year)
PRODUK 2004 2005 2006 2007 2008
Amonia 1.440.150 1.332.050 1.349.970 1.381.150 1.301.990Urea 2.187.550 2.045.860 2.051.250 2.020.760 1.950.130
Sumber: www.pusri.co.id /ina/produksi-tonase-produksi/ , 2011
56
Spesifikasi Urea yang dihasilkan oleh PT. PUSRI Palembang dapat dilihat
dari Tabel 22. Sedangkan spesifikasi dari Amoniak yang dihasilkan di pabrik
amoniak PT. PUSRI Palembang dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini.
Tabel 22. Spesifikasi Urea PT. PUSRI
PRODUK SPESIFIKASI KANDUNGAN KETERANGANUREA Nitrogen 46.0 % Minimum
Biuret 0.5 % MaksimumMoisture 0.5 % MaksimumPrill Size : 6 - 8 US Mesh 95 % Minimumpass 25 US Mesh 2 % MaksimumAppearances :
- White. prilled. free flowing. free from harmful substancesLoading Rate :
- M.Tons per WWDSHEX.UU for Urea in Bags and- 3.500 M.Tons per WWDSHEX.UU for Urea in Bulk
Vessel Draft :- 6.5 meters
Sumber: www.pusri.co.id /ina/urea , 2011
Tabel 23. Spesifikasi Amoniak PT. PUSRI
PRODUK SPESIFIKASI KANDUNGAN KETERANGANAMONIAK NH3 99.5 % Minimum
H2O 0.5 % MaksimumOil 5 ppm MaksimumLoading Facility :
- Loading Rate 300 M.Tons / hr- Vessel LOA permitted 190 meters- Vessel Draft : 6.5 meters maximum- - Type of Vessel : Semi / Full Refrigerated Vessel
Sumber: www.pusri.co.id /ina/amonia , 2011
2.3.2 Produk Samping
Selain menghasilkan produk utama yang berupa urea dan amoniak, PT.
Pusri Palembang juga menghasilkan beberapa produk samping yang bernilai
ekonomis. Produk-produk samping yang dihasilkan oleh PT. Pusri yaitu:
57
a. Amoniak Ekses
b. Nitrogen dan Oksigen Cair
Dalam pabrik pemisah udara (Air Separation Unit) prinsipnya adalah
melakukan fraksionasi terhadap kandungan nitrogen dan oksigen yang terdapat
dalam udara bebas. Kandungan H2O yang terdapat dalam udara tersebut diuapkan
untuk dihilangkan. Dengan titik didih yang berbeda, pada suhu minus 183 derajat
Celcius, Oksigen (O2) mencair dan memisahkan diri dari Nitrogen (N2).
c. CO2 dan es kering (dry ice)
Pabrik ini menggunakan proses dari perusahaan Gases Industriales Buenos Aires,
Argentina dengan kemampuan produksi 55 ton CO2 cair per hari. CO2 cair berasal
dari gas CO2 yang berlebih dari pabrik amoniak yang dikirim ke pabrik CO2 cair.
Setelah gas CO2 dimurnikan, lalu didinginkan pada suhu minus 30oC. Pada
tekanan 15kg/cm2 gas CO2 berubah menjadi cair. CO2 cair umumnya digunakan
dalam industri minuman dan blanket.
2.4 Utilitas
Dalam suatu pabrik kimia unit penunjang/utilitas merupakan unit pendukung
yang bertugas mempersiapkan kebutuhan operasional pabrik ammonia dan urea,
khusunya yang berkaitan dengan penyediaan dalam bahan baku dan bahan
pembantu. Selain itu juga menerima buangan dari pabrik ammonia dan urea untuk
diolah sehingga dapat dimanfaatkan lagi atau dibuang agar tidak mengganggu
lingkungan.
Unit utilitas di PT. Pupuk Sriwidjaja (PT. PUSRI) khususnya pada Dinas
Operasi P-IV terdiri dari:
1. Water treatment
2. Demineralized water treatment
3. Cooling water system
4. Plant Air dan Instrument Air
5. Steam System
6. Electric Power Generation System (EPGS)
58
7. Pusri Effluent Treatment (PET)
8. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
2.4.1 Water Treatment
Sungai musi merupakan sumber utama air yang sering digunakan oleh PT.
PUSRI. Namun, sebelum digunakan air tersebut harus mengalami beberapa
perlakuan agar memenuhi standar yang sudah ditetapkan. Water Treatment Plant
adalah pabrik yang mengolah air sungai menjadi bersih (filtered water). Proses
pengolahan pada Water Treatment meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan
filtrasi. Air bersih (filtered water) yang dihasilkan digunakan untuk make-up
cooling water, bahan baku demin water, air minum dan service water. Blok
diagram water treatment dapat dilihat pada Gambar 11.
59
Sumber:PT. PUSRI, 2014
Gambar 11. Unit Water Treatment PT. PUSRI Palembang
Secara garis besar persyaratan air yang dipakai di pabrik utilitas untuk
Water Treatment adalah sebagai berikut:
1. Bahan Baku (Air Sungai)
Spesifikasi bahan baku air sungai Musi dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Spesifikasi Bahan Baku Air Sungai Musi
Kondisi Operasi Rata-rata MaksimumTekanan (kg/cm2)Temperatur (oC)
-28,5
2,2530
60
Turbidity sebagai SiO2
P alkalinitas sebagai CaCO3
M alkalinitas sebagai CaCO3
Klorin sebagai Cl (ppm)Sulfat sebagai SO4
Ammonia sebagai NH3
Ca Hardness sebagai CaCO3
Mg hardness sebagai MgCO3
Iron sebagai Fe (ppm)Silica sebagai SiO2 (ppm)Suspended solid (ppm)BOD5 (ppm)Organic matter (ppm)Minyak (ppm)Ammonia bebas (ppm)pH
49Nil19,43,44,23,98,56,41,620,5425018,77,72,26,9
7,665Nil38,56,4711,318,413,84,240,19470105307,6
Sumber : Utilitas P-1V, 2006
2. Air Filter
Kualitas air filter yang diinginkan dari proses ini adalah:
1. pH antara 6,5-7,5
2. Turbidity lebih kecil dari 3 ppm
3. Total kation kurang dari 50 ppm equivalent CaCO3
4. Warna maksimum 20 ppm
5. Residual clhorine konsentrasinya harus positif an kurang dari 0,5 ppm.
Spesifikasi water treatment plant meliputi:
1. Kapasitas desain: 1000 m3/jam
2. Normal operasi: 660-720 m3/jam
3. Kondisi operasi
- Sungai musi: memiliki pH 7-9, turbidity 20-80 ppm dan kandungan Sio
10-25 ppm.
- Flouilator, pada pH 5,5-6,2, turbidity < 3,0.
- Filtered Water Storage: pH 7,0-7,5 turbidity < 10 ppm.
Peralatan utama pada proses Water Treatment adalah:
61
1. Pompa sungai (2 buah)
2. Premix-Tank (Flocculator)
3. Clarifier (Floctreactor)
4. Clearwell
5. Pompa Transfer (3 buah)
6. Sand Filter (6 buah)
7. Filter Water Storage
8. Sistem injeksi bahan kimia
9. Pompa make-up Demin Plant (2 buah)
10. Pompa make-up Cooling Water (2 buah)
2.4.2 Demin Water (Air Bebas Mineral)
Air Demin adalah air yang sudah tidak mengandung mineral, baik berupa
kation maupun anion. Air Demin biasanya dipakai sebagai bahan baku pembuatan
uap air. Mineral yang terkandung dalam air diambil dengan cara menggunakan air
pengikat resin pengikat ion. Garam terlarut dalam air berkaitan dalam bentuk ion
positif (cation) dan negatif (anion). Ion-ion tersebut dihilangkan dengan cara
pertukaran ion di alat penukar ion (Ion Exchanger).
Mula-mula air bersih (filtered water) dialirkan ke carbon filter (CF) yang
didalamnya terdapat activated carbon untuk pengikat zat organik dan
penghilangan bau/warna. Dari CF, air mengalir ke cation exchanger yang diisi
resin cation yang akan mengikat cation dan melepaskan ion H+. Selanjutnya air
mengalir ke anion exchanger dimana anion dalam air bertukar dengan ion OH-
dari resin anion.
Air demin kemudian disimpan ditangki penyimpanan (demin water storage).
Setiap periode tertentu, resin yang dioperasikan untuk pelayanan (service) akan
mengalami kejenuhan dan tidak mampu mengikat cation/anion secara optimal,
pengaktifan kembali dengan cara regenerasi. Regenerasi resin dilakukan dengan
proses kebalikan dari operasi service. Resin cation diregenerasi menggunakan
larutan H2SO4, sedangkan resin anion menggunakan larutan NaOH.
Water Demineralizer Unit dapat dilihat pada Gambar 12.
62
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 12. Demin Water Unit PT. PUSRI Palembang
2.4.3 Cooling Water System (Sistem Air Pendingin)
Sistem air pendingin merupakan sistem yang menyediakan air pendingin
dengan kualitas dan kuantitas tertentu yang diperlukan untuk pendinginan proses
di pabrik.
Tipe sistem air pendingin di PUSRI yaitu open recirculating atau sistem air
sirkulasi terbuka, dimana sirkulasi maksudnya air yang telah mendinginkan
proses disirkulasi untuk dipakai kembali dan terbuka maksudnya sistem
berhubungan dengan lingkungan luar.
Keberhasilan dari Cooling water treatment tergantung dari beberapa faktor
yaitu:
63
a. Jenis treatment yang digunakan.
b. Kontrol yang baik terhadap parameter-parameter yang ditetapkan.
c. Adanya pengertian dan penguasaan dari personil yang menangani treatment
tersebut.
Peralatan utama pada sistem air pendingin di PUSRI-1V meliputi:
a. Cooling Tower
b. Basin
c. ID Fan
d. Pompa sirkulasi air pendingin
e. Sistem injeksi bahan kimia
Pada pabrik utilitas PUSRI-1B tipe cooling tower yang digunakan adalah
aliran lawan arah jujut mekanis (counter flow – mechanical draft) sedangkan pada
PUSRI II, PUSRI III, dan PUSRI IV tipe cooling tower yang digunakan adalah
aliran silang jujut mekanis (crossflow – mechanical draft).
Proses pendinginan di cooling tower yang telah menyerap panas proses
pabrik dialirkan kembali ke cooling tower untuk didinginkan. Air dialirkan
kebagian atas cooling tower kemudian dijatuhkan ke bawah dan akan kontak
langsung dengan aliran udara yang dihisap oleh Induced Draft (ID) Fan. Akibat
kontak dengan aliran udara terjadi proses pengambilan panas dari air oleh udara
dan juga terjadi proses penguapan sebagian air dengan melepas panas laten yang
akan mendingikan air yang jatuh ke bawah.
Air yang telah menjadi dingin tersebut dapat ditampung di Basin dan dapat
dipergunakan kembali sebagai cooling tower. Pada proses pendinginan di cooling
tower sebagian air akan menguap dengan mengambil panas laten. Oleh karena itu
harus ditambahkan air make-up dari Water Treatment Plant. Fasilitas pada
cooling water Departement Operasi Pusri IV dapat dilihat pada Gambar 13.
64
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 13. Fasilitas Cooling Water PT. PUSRI Palembang
2.4.4 Pabrik Udara dan Udara Instrument (PA/IA)
Plant Air atau udara pabrik adalah udara bertekanan yang digunakan untuk
berbagai keperluan pabrik. Udara Instrument adalah udara bertekanan yang telah
dikeringkan atau dihilangkan kandungan airnya.
Udara pabrik digunakan untuk udara purging, mesin pengantongan pupuk
(bagging), udara pembersihan area, pengadukan dan peralatan lain seperti
snapper. Sumber udara pabrik secara normal adalah kompresor udara pabrik
ammonia dan sumber tambahan adalah kompresor udara standbly. Tekanan udara
65
pabrik adalah 5 kg/cm2 pada temperatur ambient. Sistem Udara Proses dan Udara
Instrument dapat dilihat pada Gambar 14.
Diagram PA/IA
Steam LS
UdaraInstrumenP = 7 kg/cm2
Udaradari 101-JP= 9 kg/cm2
KOMPRESOR UDARASTANDBY
DRYER-A DRYER-B
INSTRUMENT AIR RECEIVER
Udara PabrikP= 5 kg/cm2
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 14. Sistem Udara Proses dan Udara Instrument PT. PUSRI Palembang
2.4.5 Steam System
Steam (uap air bertekanan), di pabrik umumnya digunakan sebagai
penggerak turbin-turbin yang akan menggerakkan pompa atau kompresor,
pemanas di heater atau reboiler, media stripping. Alat pembangkit steam disebut
boiler. Bahan baku pembuatan steam adalah air bebas mineral (air demin).
Steam yang dihasilkan di pabrik utilitas terdiri dari dua jenis sebagai
berikut:
a. Steam bertekanan menengah (medium steam) dengan spesifikasi:
1. Tekanan : 42 kg/cm2
2. Temperatur : 3900C
3. Dihasilkan dari boiler (WHB dan P, Boiler)
66
b. Steam tekanan rendah (low steam) dengan spesifikasi:
1. Tekanan : 3,5 kg/cm2
2. Temperatur : 1500C
Peralatan penghasil steam adalah boiler. Boiler pada PT. PUSRI khsuusnya
di pabrik utilitas PUSRI-1V terdiri dari dua macam, yaitu:
Waste Heat Boiler (WHB) dan Packed Boiler (PB). Diagram proses waste heat
boiler dan Packed Boiler (PB) dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.
Sumber : PT. PUSRI, 2014
Gambar 15. Diagram proses Waste Heat Boiler (WHB)
67
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 16. Diagram proses Packed Boiler (PB)
WHB memiliki kapasitas (desain) 90 ton/jam, tekanan steam 42,5 kg/cm2,
temperatur steam 400C. Bahan bakar yang digunakan adalah gas alam dengan
sumber panas berasal dari exhaust GTG dan supplemental burner (grid type duct
burner).
Adapun proses pengolahan air umpan boiler yang dimana air demin
sebelum menjadi air umpan boiler harus dihilangkan dulu gas-gas terlarutnya
terutama oksigen dan CO2 melalui proses deaerasi. Oksigen dan CO2 dapat
menyebabkan korosi pada perpipaan dan tube-tube boiler.
Proses deaerasi dilakukan dalam Daerator dalam 2 tahap, yaitu:
1. Mekanis dimana proses stripping dengan steam LS. Proses ini dapat
menghilangkan oksigen sampai 0,007 ppm.
2. Kimia dimana reaksi dengan N2H4 dapat menghilangkan sisa oksigen
(traces) dengan reaksi:
N2H4 + O2 N2 + H2O … (21)
N2H4 juga bereaksi dengan besi:
68
N2H4 + 6Fe2O3 4Fe3O4 + 2H2O + N2 … (22)
Produk steam memiliki 42 kg/cm2 dan temperatur 4000C.
2.4.6 Electric Power Generation System (EPGS)
Dalam penggadaan tenaga listriknya PT. PUSRI mempunyai pembangkit
yang dikelola sendiri. Listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit (GTG) PUSRI
dikonsumsi sendiri oleh Pabrik PUSRI (total 35 MW).
Di PT. PUSRI listrik digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan
motor-motor listrik, penerangan (lampu), peralatan kendali dan instrumentasi,
perlatan bengkel, peralatan perkantoran dan peralatan-peralatan lainnya.
Blok diagram Gas Turbin Generator (GTG) PT. Pusri dapat dilihat pada
Gambar 17. Sistem pembangkit tenaga listrik PT. PUSRI merupakan sistem
pembangkit tersendiri yang terdiri dari dua jenis sistem pembangkit yaitu
pembangkit utama dan pembangkit emergency.
1. Pembangkit Utama
Pembangkit utama berupa Gas Turbine Generator (GTG), Bahan Bakar
GTG berasal dari gas alam yang berfungsi melayani kebutuhan tenaga listrik
utama pabrik, perbengkelan, perkantoran, perumahan dan lainnya. Bahan bakar
GTG berasal dari gas alam dengan spesifikasi 13,8 kV, 50 Hz dan 3 phase.
2. Pembangkit Emergency
Pembangkit emergency terdiri dari emergency diesel generator yang
berfungsi melayani beban-beban yang sangat kritis di pabrik apabila pembangkit
utama mengalami gangguan dan uninteruptible power supply (UPS) yang
berfungsi melayani beban-beban listrik yang tidak boleh terputus supply
listriknya, seperti power supply untuk panel kendali (control room).
69
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 17. Blok Diagram GTG PT. PUSRI Palembang
2.5 Pengelolaan Lingkungan
Pabrik PT. PUSRI menghasilkan limbah yang banyak mengandung zat urea
dan ammonia (dalam bentuk cair maupun gas) yang bersifat racun dan berbahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Karena lokasi pabrik PT. PUSRI di tepi
sungai, penanganan limbah yang kurang baik akan mencemari air Sungai Musi
yang merupakan sumber air bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya. Diagram
Pengolahan Limbah PT Pusri dapat dilihat pada Gambar 18.
70
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 18. Diagram Pengolahan Limbah PT. PUSRI Palembang
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang ada di PT. PUSRI dapat
digolongkan menjadi 3 jenis menurut fasanya yakni limbah cair, gas dan padat.
Limbah padat meliputi katalis bekas yang sudah tidak terpakai lagi dan sampah
domestik. Limbah cair meliputi bocoran-bocoran/ceceran-ceceran zat reaktan dan
produk (fluida proses) dari alat-alat yang ada dan oli bekas yang sudah tidak
terpakai lagi. Sedangkan limbah gas termasuk didalamnya uap amonia, debu urea
dan kebisingan.
71
Menyadari masalah tersebut, PT. PUSRI membangun unit pengolahan limbah
untuk menangani masalah limbah pabrik tersebut. Untuk mengolah limbah cair
digunakan unit pengolahan limbah, Pusri Effluent Treatment (PET) dan Unit
Pengolahan Limbah dengan cara minimalisasi pengolahan air limbah di pabrik
urea (MPAL) dan IPAL. Sedangkan limbah yang berbentuk gas diolah di Purge
Gas recovery Unit (PGRU). Sistem penanganan limbah di PT PUSRI berada
dibawah tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan dibagi tugasnya menurut
fasa limbah yang terlibat, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
A. Penanganan Limbah Cair
Sistem penanganan limbah cair dibagi menjadi dua, yaitu sistem
penanganan tertutup dan sistem penanganan terbuka.
1. Sistem Penanganan Limbah Tertutup
Pada sistem penanganan limbah tertutup, limbah dari sumber-sumber yang
ada dialirkan melalui pipa ke collecting pit yang terdapat pada masing-masing
pabrik. Limbah yang diolah secara tertutup merupakan kategori limbah cair
dengan konsentrasi urea, amonia dan minyak yang tinggi (urea > 10000 ppm, NH3
> 3500 mg/L, dan minyak > 100 ppm). Limbah jenis ini dihasilkan dari overflow
tangki-tangki penyimpanan (misalnya pada tangki karbamat dan dissolving tank),
kebocoran pada pompa, kompresor dan pipa.
Limbah cair yang berasal dari proses produksi akan diolah di Instalasi
Pengolahan Limbah (IPAL). IPAL PUSRI terdiri dari beberapa alat antara lain oil
separator, bak MPAL, ekualisasi, emergency pond, wetland dan kolam aerasi.
Untuk limbah cair yang mengandung minyak dipisahkan di oil separator lalu
masuk ke collecting pit dan akan diolah lebih lanjut di PUSRI Effluent Treatment
(PET).
a. PUSRI Effluent Treatment (PET)
Pengolahan limbah di PET menggunakan prinsip penguraian (hidrolisis) dan
pelucutan (stripping) sehingga dihasilkan off gas yang mengandung CO2 dan NH3,
serta dihasilkan treated water. Off gas hasil pengolahan di PET akan dikirim ke
72
unit urea untuk diproses kembali, sedangkan treated water akan dikirim ke unit
pengolahan limbah secara biologi untuk diolah kembali.
Air limbah yang diolah di PET memiliki spesifikasi sebagai berikut.
Tabel 25. Spesifikasi Air Limbah yang Dikirim ke PET
Spesifikasi Kuantitas SatuanTekanan atmosferikTemperatur 30 – 40 ˚CKomposisi
NH3
Urea30008500
mg/Lmg/L
Laju alir minimum 30 m3/jamLaju alir normal 50 m3/jamLaju alir maksimum 65 m3/jamPengotor berupa minyak 10 ppm (maks)
Sumber: Unit LH, 2006
PT. PUSRI memiliki 2 train sistem pengolahan limbah cair tertutup. Proses
pengolahan limbah cair dengan PET diawali dengan masuknya limbah dari
collecting pit ke separator minyak untuk dipisahkan kandungan minyaknya.
Limbah yang relatif bersih dari minyak (kandungan minyaknya < 5 ppm)
kemudian keluar dari separator menuju ke buffer tank untuk disimpan sementara.
Selanjutnya, limbah akan dikirm ke hydrolizer-stripper dengan terlebih dahulu
melewati preheater.
Unit hydrolizer berupa sebuah kolom yang terbagi menjadi 2 bagian secara
vertikal dimana satu sisi terdapat sieve tray sedangkan sisi yang lainnya kosong.
Pada kedua sisi tersebut, diinjeksikan kukus. Limbah pada buffer tank kemudian
dialirkan ke bagian bawah hydrolizer sisi sieve tray sambil diinjeksikan kukus (42
kg/cm2). Larutan akan menguap dan kandungan urea yang ada pada larutan akan
terhidrolisis menjadi menjadi CO2 dan NH3 pada temperatur 210 oC dan tekanan
24 kg/cm2G. Selanjutnya, gas NH3 dan CO2 keluar dari bagian atas kolom
hydrolizer, sedangkan uap larutan akan mengembun pada bagian atas kolom dan
jatuh ke bawah. Cairan ini akan melewati sieve tray dimana merupakan tempat
terjadinya kontak antara cairan dengan uap larutan yang naik ke atas atau dengan
kukus yang naik ke atas pada sisi kolom lainnya. Larutan dengan kadar urea dan
73
amonia yang rendah akan terkumpul pada bagian bawah sisi kolom yang kosong
untuk kemudian dipompakan ke kolom stripper. Larutan dari hydrolizer
dimasukkan ke unit stripper pada bagian atas bersama dengan larutan reflux dan
dari bagian bawah diinjeksikan kukus bertekanan rendah (7 kg/cm2, 170 oC) yang
naik keatas bersama-sama dengan gas keluaran hydrolizer yang masuk ke stripper
pada ¼ bagian atas. Tekanan dan temperatur dijaga pada 6 kg/cm2G dan 140 oC.
Kolom stripper ini berisi tray-tray untuk memperluas bidang kontak. Sisa
karbamat dan amonia diharapkan sudah terhidrolisis dan teruapkan seluruhnya
ketika larutan mencapai bagian bawah stripper. Larutan ini kemudian didinginkan
dan ditampung pada tangki treated effluent water. Kandungan urea, amonia dan
minyak pada treated water masing-masing 0 ppm, < 5 ppm, dan 0 ppm.
Selanjutnya, treated water didinginkan dengan air pendingin sehingga
temperaturnya turun menjadi 40 oC dan siap diolah kembali di unit pengolahan
limbah secara biologis. Gas-gas yang keluar dari bagian atas stripper kemudian
didinginkan dan ditampung dalam sebuah tangki. Fasa cair hasil pendinginan
tersebut dimasukkan kembali ke dalam stripper sebagai larutan reflux. Sedangkan
fasa gasnya (off gas) tidak terkondensasi dan mengandung NH3 dan CO2 yang
dikirim ke absorber pada tekanan rendah di pabrik urea. Air hasil olahan dapat
dimanfaatkan kembali untuk keperluan domestik maupun dijual keluar. Unit
hydrolizer-stripper dapat mengolah limbah dengan beban 100 m3/ jam.
b. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Pusri dapat dilihat pada Gambar 19.
74
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 19. Blok Diagram IPAL PT. PUSRI Palembang
Air limbah yang masih mengandung ammonia akan masuk ke bak MPAL.
Bak ini berfungsi untuk memisahkan air limbah dengan air bukan limbah seperti
air hujan dan air dari water treatment. Air limbah ini dialirkan dari sumbernya
secara gravitasi dengan sistem tertutup (melalui pipa) menuju bak MPAL. Jika
kandungan ammonia lebih dari 500 ppm, limbah akan masuk ke emergency pond
lalu masuk ke ekualisasi sedangkan jika kandungan ammonia kurang dari 500
ppm maka akan langsung masuk ke ekualisasi untuk dinetralkan menjadi senyawa
ammonium dengan penginjeksian asam sulfat. Uap ammonia dari emergency pond
akan diserap oleh air di unit scrubber, dan air hasil penyerapan diolah di
hydrolizer stripper.
Jika kandungan ammonia kurang dari 500 ppm, limbah masuk ke dalam
ekualisasi lalu limbah akan masuk ke wetland. Wetland menggunakan media
75
eceng gondok untuk menyerap senyawa ammonium yang berfungsi sebagai
nutrien tanaman. Setelah melalui wetland, limbah akan masuk ke kolam aerasi
untuk meningkatkan kandungan oksigen lalu limbah dialirkan ke sungai Musi.
Sistem penanganan limbah terbuka merupakan sistem penanganan limbah
cair yang menggunakan saluran-saluran terbuka/ elokan yang terdapat di areal
pabrik. Limbah cair jenis ini dihasilkan dari air buangan pencucian alat, blow
down, kondensat keluaran steam trap dan limbah rumah tangga pabrik. Selain itu,
tidak tertutup kemungkinan pula adanya limbah-limbah dengan kandungan urea,
minyak, dan amonia tinggi yang seharusnya diolah secara tertutup. amun karena
suatu hal, limbah ini mengalir ke pengolahan limbah sistem terbuka. Sistem ini
juga mengolah treated water hasil olahan PET.
Sistem terbuka memanfaatkan parit-parit yang telah disediakan yang
bermuara pada 2 jalur utama (main sewer). Dua jalur utama tersebut kemudian
mengalir ke kolam limbah (biological pond). Dalam pengolahan sistem terbuka,
kandungan minyak yang ada sebisa mungkin dikurangi sejak awal karena bila
masuk ke kolam limbah sehingga dapat mengurangi keefektifan pengolahan
dengan kolam limbah itu sendiri. Untuk itu, pada beberapa saluran dalam pabrik
dipasang oil skimmer atau alat penangkap minyak. Minyak yang telah berhasil
ditangkap oleh unit ini kemudian ditampung dalam tong untuk selanjutnya
disimpan di bangsal B3. Minyak-minyak ini secara rutin dibeli oleh produsen oli
untuk diregenerasi kembali.
c. Kolam Limbah
Sistem kolam limbah menerapkan proses pengolahan limbah secara
biologis. Proses yang terjadi adalah:
Perubahan/konversi subtansi halus yang tidak mengendap atau larut menjadi
flok biologi.
Penghilangan kebutuhan oksigen biokimia (Biological Oxygen Demand/
BOD) dari limbah oleh bakteri pereduksi BOD.
Konversi amonia dan senyawa lainnya yang mengandung nitrogen menjadi
nitrat oleh bakteri nitrifikasi (seperti nitrosomonas).
76
Kolam limbah dibagi menjadi enam kolam kecil (6 biological pond). Dari
enam kolam kecil tersebut 2 buah dicadangkan untuk menampung flow limbah
bila tiba-tiba melonjak sedangkan 4 buah lainnya dalam keadaan beroperasi.
Empat kolam tersebut terdiri dari tangki pre-sedimentasi, tangki sedimentasi,
tangki aerasi dan kolam darurat (emergency pond).
Proses yang terjadi dalam kolam limbah adalah kontak antara air limbah
yang masuk dengan lumpur biologi yang sudah terbentuk di tangki aerasi yang
mengandung oksigen yang cukup. Kemudian, terjadi pemisahan cairan dan
padatan dimana padatan akan mengendap dan cairan akan dikeluarkan. Lumpur
yang terakumulasi di bak akan digunakan untuk proses biologi berikutnya.
d. Thickener
Lumpur dari kolam limbah dialirkan dengan pompa lumpur menuju ke
thickener dimana konsentrasi dan kepekatan lumpur akan bertambah melalui
proses penghilangan air. Pemekatan lumpur berlangsung dalam sludge blanket
melalui tekanan gravitasi dan pelepasan kandungan air akibat pengadukan lumpur
secara kontinyu. Lumpur dikentalkan dari 0,75 %-berat padatan menjadi 4 %-
berat padatan pada lapisan bawah. Lumpur pekat kemudian di tampung di
penampungan lumpur (sludge reservoir).
e. Filter Press
Lumpur pekat (thickener) di penampungan lumpur dikirim ke filter preas
untuk dipekatkan lagi dan dihilangkan kadar airnya hingga menjadi ampas
padatan (cake). Larutan polimer dari tangki polimer diinjeksikan ke aliran lumpur
umpan filter press. Penambahan polimer bertujuan untuk memperbaiki spesifikasi
ampas filter dengan kandungan padatan 40 %-berat.
B. Penanganan Limbah Padat
Limbah padat yang secara rutin dihasilkan adalah katalis bekas. Katalis-
katalis dengan komponen utama besi dan nikel termasuk dalam golongan bahan
B3 (bahan beracun dan berbahaya) sehingga pengelolaannya harus mengikuti
77
peraturan yang berlaku. Hingga saat ini, disposal dari katalis-katalis tersebut
dilakukan dengan sistem landfill pada daerah green barrier.
Limbah padat yang lain adalah lumpur hasil pengerukan di biological
pond. Sebelum dibuang, lumpur-lumpur ini dikeringkan dahulu pada Sludge
Removal Facilities. Pembuangan lumpur kering ini dilakukan secara landfill pada
daerah green barrier milik PT. PUSRI. Adapun untuk sampah domestik, PT.
PUSRI menyerahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga.
C. Penanganan Limbah Gas
Limbah gas dari PT. PUSRI berasal dari popping uap amonia dari tangki
amonia, sistem perpipaan dan bejana bertekanan, debu urea yang lepas dari
menara pembutir dan kebisingan yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik.
Amoniak memang merupakan unsur pencemar gas yang paling dominan di
PT. PUSRI karena fasanya yang berupa gas pada tekanan atmosfer dan baunya
yang sangat menyengat dan mengganggu, serta berbahaya (mudah terbakar).
Untuk mengatasi hal ini PT. PUSRI telah melakukan pembangunan Purge Gas
Recovery Unit (PGRU), memasang scrubber pada vent dan membuat green
barrier.
BAB IIITUGAS KHUSUS
3.1 Judul
Mengukur nilai pH dan menghitung kadar ammonia dan urea pada outlet
stripper 1 dan inlet Heat Exchanger (HE) di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
3.2 Latar Belakang
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang didirikan pada tanggal 24 Desember 1959
di Palembang Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan salah satu industri besar
dan merupakan pabrik urea pertama di Indonesia. Produksi PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang terus mengalami perkembangan pesat setelah dibangunnya beberapa
pabrik baru sehingga meningkatkan kapasitas hasil produksinya. Produksi perdana
PUSRI dimulai tanggal 16 Oktober 1963 sebesar 180 ton ammonia/hari dan 300
ton Urea/hari. Sampai saat ini PT.PUSRI Palembang sudah memiliki 4 Pabrik
Urea dengan kapasitas 1.149.000 ton ammonia/tahun dan 4 pabrik Urea dengan
kapasitas 2.280.000 ton urea/tahun.
Pada umumnya limbah industri memiliki kompetensi yang kompleks karena
kandungan pada limbah tersebut dan memiliki kadar polutan yang tinggi, yang
sering mengandung mineral-mineral beracun. Limbah dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas. Salah satu bentuk
limbah yang dihasilkan PT. Pupuk Sriwidjaja yaitu limbah cair urea yang
mengandung ammonia dan bahan-bahan organik maupun anorganik.
PT. Pupuk Sriwidjaja merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang menjadi penghasil pupuk urea terbesar di Indonesia dan sebagai konsekuensi
produksinya juga menghasilkan ammonia. Dalam kegiatan operasionalnya tidak
seluruh bahan baku yang diproses seperti limbah cair, limbah padat dan limbah
gas yag berasal dari sisa proses produksi. Jika limbah tersebut tidak dikendalikan
dengan baik maka dapat menimbulkan dampak yang sifatnya merugikan dan pada
78
79
taraf tertentu dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, khususnya pada
lingkungan perairan.
Kerja praktek merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh
setiap mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Melalui
kegiatan kerja praktek ini, mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan
kemampuan akademik yang dimilikinya serta mampu menerapkannya dalam
suatu lembaga atau instansi pemerintahan. Dengan adanya kegiatan kerja praktek
ini, diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan memiliki arahan
mengenai pengolahan limbah.
Kerja praktek ini dapat membuka jalan dengan lembaga-lembaga ilmiah dan
instansi-instansi lain yang bergerak dalam bidang biologi. Perkembangan ilmu
pengetshuan dan teknologi bidang biologi dapat diikuti sebagai bekal untuk terjun
ke masyarakat nanti. Berdasarkan pemikiran yang telah disampaikan, maka PT.
Pupuk Sriwidjaja dipilih sebagai tempat untuk melaksanakan kerja praktek karena
PT. Pupuk Sriwidjaja merupakan salah satu perusahaan industri tempat penerapan
ilmu biologi dalam bidang teknologi.
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia dengan panjang sungai sekitar 750 km dan merupakan sungai
yang terpanjang di Pulau Sumatera. Hingga kini pun Sungai Musi masih menjadi
alternatif jalur transportasi ke daerah tertentu dan untuk kepentingan tertentu.
Beberapa industri yang ada di sepanjang aliran sungai Musi juga memanfaatkan
keberadaan Sungai Musi ini. Perairan umum di Sumatera Selatan memiliki luas
sekitar 2,5 juta hektar, meliputi sungai, danau/waduk, rawa dan perairan tergenang
lainnya.
Penurunan kualitas air Sungai Musi dan anak-anak Sungai Musi ini juga
diakibatkan aktivitas industri di sepanjang DAS Musi yang mengeluarkan limbah
cair maupun limbah padat. Di DAS Musi kawasan kota Palembang sendiri
memiliki 386 industri yang berpotensi mencemari Sungai Musi, untuk itu harus
adanya pemantauan maupun bioindikator terhadap pencemaran suatu perairan.
Beberapa cara dilakukan untuk menurunkan kadar ammonia yang tinggi yang
dihasilkan dari limbah cair di PT. Pupuk Sriwidjaja salah satunya adalah diolah di
80
instalasi pengolahan air limbah yang dikenal Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). IPAL terdiri dari Unit Kolam Equalisasi, Emergency Pond, 3 (tiga) Unit
Stripper, Heat Exchanger (HE), Bak T-06, Wetland dan Kolam Aerasi.
Standar kadar ammonia yang boleh dibuang ke Sungai Musi adalah sebesar 1
ppm. Pada penelitian ini akan dianalisa kadar ammonia dan kadar urea yang
terkandung di dalam limbah cair PT. Pupuk Sriwidjaja yang berlokasi di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Unit Kolam Equalisasi dan Unit Stripper 1.
Dengan dilakukannya penelitian ini dapat diketahui besarnya kadar ammonia dan
kadar urea dalam limbah cair tersebut yang dilakukan dengan metode
spektrofotometer dan upaya penanggulangan penurunan kadar ammonia dan kadar
urea guna mengurangi tingkat toksisitas.
3.3 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah:
1. Dapat mengukur nilai pH pada Outlet Stripper 1 dan Inlet Heat Exchanger
(HE) di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
2. Dapat menghitung kadar ammonia dan urea pada Outlet Stripper 1 dan
Inlet Heat Exchanger (HE) di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
berdasarkan analisa laboratorium dengan alat spektrofotometer U-2900.
3.4 Manfaat
1. Dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang dapat
meningkatan kadar ammonia dan urea dalam limbah cair di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
2. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang industri kimia serta
mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari dibangku perkuliahan untuk
pengamatan lapangan.
3. Memberikan informasi mengenai bahaya dari kadar ammonia dan urea
yang terlalu tinggi terhadap lingkungan terutama di Sungai Musi.
81
3.5 Perumusan Masalah
Bagaimana cara mengukur nilai pH pada limbah cair pada Outlet Stripper 1
dan Inlet Heat Echanger (HE) di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ?
Bagaimana cara menghitung kadar ammonia dan urea pada limbah cair pada
Outlet Stripper 1 dan Inlet Heat Echanger (HE) di Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) ?
3.6. Tinjauan Pustaka
3.6.1 Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi,
limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Menurut Ign Suharto (2011) berdasarkan wujudnya limbah dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Limbah padat, limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah
padat bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang
memindahkannya. Limbah padat ini misalnya sisa makanan, sayuran,
potongan kayu, sobekan kertas, sampah plastik dan logam.
2. Limbah cair, limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair
terlarut dalam air, selalu berpindah dan tidak pernah diam. Contoh limbah
cair adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna pakaian
dan sebagainya.
82
3. Limbah gas, limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas.
Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak
sehingga penyebarannya sangat luas. contoh limbah gas adalah buangan
yang berbahaya bagi lingkungan.
3.6.2 Sifat – Sifat Limbah Cair
Berdasarkan analisa, limbah cair mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Sifat Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat
fisik yang mudah terlihat. Adanya sifat fisik yang penting adalah kandungan zat
padat sebagai estetika, kejernihan, bau, warna, dan temperatur.
2) Sifat Biologi
Pemeriksaaan biologis di dalam limbah cair untuk memisahkan apakah ada
bakteri-bakteri pathogen yang ada dalam air limbah, selain itu untuk menafsir
tingkat kekotoran limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair
merupakan cairan yang tidak digunakan lagi, tetapi tidak berarti bahwa limbah ini
tidak dikelola secara baik karena dapat menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan.
3) Sifat Kimia
Kandungan bahan kimia yang ada di dalam limbah cair dapat merugikan
lingkungan melalui beberapa cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan
oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap
pada penyediaan air bersih. Selain itu dapat berbahaya apabila bahan tersebut
merupakan bahan yang beracun.
Senyawa nitrogen merupakan senyawa yang menjadi parameter yang perlu
diperhatikan dalam limbah cair. Dalam limbah cair itu senyawa nitrogen dapat
terurai menjadi ammonia bebas, NH4, NH3, nitrit dan urea.
83
3.6.3 Pangkat Hidrogen (pH)
Konsentrasi ion H+ dan ion OH- dalam air sangat kecil. Untuk larutan asam
dan basa konsentrasi ion-ion tersebut dapat bergerak dari yang tinggi sampai
dengan yang rendah antara 0 sampai 14. Untuk menyederhanakannya seorang ahli
kimia Denmark, S.P.L. Sorensen pada tahun 1909 menggunakan skala untuk
konsentrasi H+ suatu larutan. Skala ini diberi nama skala pH suatu larutan dapat
ditentukan dengan suatu alat yang disebut pH meter.
Air limbah industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam
mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya
rendah. Perubahan keasaman pada air limbah, baik kearah alkali pH maupun
kearah asam, akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air selain itu,
air limbah yang mempunyai pH rendah. Keasaman adalah kemampuan untuk
menetralkan basa. Keasaman yang tinggi belum tentu mempunyai pH rendah.
Suatu asam lemah dapat mempunyai keasaman yang tinggi artinya mempunyai
potensi untuk melepaskan hidrogen.
Nilai pH air digunakan untuk mengekspresikan kondisi keasaman
(konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai
pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, sedangkan pH 7
adalah kondisi pH netral. pH adalah ukuran derajat keasaman atau kebasaan zat
cair atau larutan. Air yang mempunyai pH antara 6,7-8,6 mendukung populasi
hewan dan tumbuhan dalam air. Dalam jangkauan pH itu pertumbuhan dan
perkembangbiakan hewan dan tumbuhan di air tidak terganggu.
3.6.4 Pengolahan Limbah Cair pada Outlet Stripper 1 dan Inlet Heat
Echanger (HE)
Unit Stripper 1 dan Unit Heat Exchanger (HE) merupakan salah satu bagian
dari sistem pengolahan limbah cair di PT Pupuk Sriwidjaja yaitu Instalasi
Pengolaham Air Limbah (IPAL). Objek dari proyek IPAL ini adalah untuk
menyempurnakan kualitas limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Latar
belakang pelaksanaan Proyek IPAL adalah untuk melaksanakan peraturan
84
Pemerintah mengenai ketentuan Baku Mutu Limbah Cair sesuai dengan ketentuan
Menteri Negara Lingkungan Hidup serta kesepakatan program kali bersih
(PROKASIH) Sungai Musi, yang telah ditandatangani oleh Direksi PT Pupuk
Sriwidjaja dengan Pemda Tk.1 Sumatera Selatan untuk memenuhi persyaratan
Bank Dunia.
Sistem pengolahan limbah ini termasuk ke dalam sistem pengolahan limbah
cair terbuka. Sistem Pengolahan limbah cair ini merupakan kumpulan dari
masing-masing limbah cair tiap pabrik urea Pusri IB, Pusri II, Pusri III dan Pusri
IV yang kemudian dikumpulkan di Minimisasi Pemisahan Air Limbah (MPAL),
Kolam Equalisasi, Unit Stripper 1, 2 dan 3, Heat Exchanger (HE). Pada
kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Unit Stripper 1 dan Unit
Heat Exchanger (HE) sebagai indikator keberhasilan proses pengolahan limbah
cair di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.
3.6.5 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
3.6.5.1 Bak MPAL (Minimalisasi dan Pemisahan Air Limbah)
Bak MPAL terdapat pada pabrik urea yang berfungsi memisahkan air
limbah dengan air bukan limbah seperti air hujan dan air dari water treatment. Air
limbah dari sumbernya dialirkan secara gravitasi dengan sistem tertutup melalui
pipa menuju Bak MPAL yang selanjutnya dipompakan ke Bak Equalisasi dan
unit IPAL.
3.6.5.2 Kolam Equalisasi
Kolam Equalisasi berfungsi untuk menampung limbah yang berasal dari
pabrik urea yang sebelumnya telah ditampung di MPAL pada masing-masing
pabrik urea. Kadar ammonia yang terkandung dalam limbah cair tersebut ± 3000
mg/l atau 3000 ppm dan urea ±9500 ppm. Kolam Equalisasi juga berfungsi untuk
memperkecil tekanan beban sebelum memasuki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Selain itu fungsi dari kolam Equalisasi adalah mengalirkan debit yang
85
konstan air limbah ke unit IPAL, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
dalam mereduksi pencemar yang terkandung dalam air limbah.
3.6.5.3 Unit Stripper
Unit stripper berfungsi untuk melakukan proses stripping limbah cair
dengan cara dipompakan ke bagian top stripper 1. Di dalam stripper 1 air limbah
mengalami proses pelepasan NH3 dari kandungan limbah cair dengan
menggunakan steam yang masuk dari bagian bottom Stripper 1. Steam yang
digunakan pada alat stripper 1, 2 dan 3 adalah jenis Low Steam dengan tekanan
3,5 kg/cm2, sehingga ammonia dapat terlepas dari kandungan air limbah dalam
bentuk gas yang keluar dari bagian top stripper 1, sedangkan bagian cairnya
keluar dari bagian bottom stripper 1 dan terakumulasi dalam KODrum. KODrum
(Knock Out Drum) berfungsi untuk menstabilkan tinggi permukaan air limbah
pada stripper sehingga tidak mengalami guncangan pada saat proses pengolahan
berlangsung. Apabila terjadi guncangan maka kerja pompa tidak efektif.
3.6.5.4 Scrubber
Scrubber berfungsi untuk melakukan penyerapan gas dari stripper 1, 2,
dan 3 dengan air yang di injeksikan ke dalam nya, sehingga ammonia dapat larut
dalam air. Selanjutnya dengan menggunakan sebuah pompa ammonia yang telah
larut dalam air tersebut di kirim ke buffer tank yang ada pada unit Hydrolizer-
Stripper PET (Pusri Effluent Treatment) untuk diolah ke tahap selanjutnya.
3.6.5.5 Heat Exchanger
Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan
panas dari sistem ke sistem lain dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun
sebagai pendingin.
HE (Heat Exchanger) berfungsi untuk menurunkan suhu limbah cair yang
sebelumnya telah di olah dibagian stripper 2 dan stripper 3. Limbah cair yang
keluar dari bagian bottom stripper dan dikumpulkan dalam KODrum, yang
86
kemudian di pompakan memasuki HE (Heat Exchanger) sehingga mengalami
penerunan suhu.
3.6.5.6 Bak T.06
Bak T.06 (Bak Pengumpul) berfungsi untuk menampung limbah cair dari
outlet HE (Heat Exchanger). Hasil olahan dari unit IPAL. Setelah dari bak
pengumpul di kirim dialirkan ke kolam wetland, dan selanjutnya dialirkan ke
kolam aerasi sebelum di buang ke lingkungan Sungai Musi.
3.6.5.7 Pompa-Pompa
Pompa berfungsi untuk mengalirkan limbah cair dari tempat bertekanan
rendah ke tempat tekanan yang lebih tinggi. Untuk mengatasi perbedaan tekanan
ini maka diperlukan pompa sebagai alat penghubung untuk mengalirkan limbah
cair ke unit selanjutnya dengan tekanan tertentu.
3.7 Pemecahan Masalah
1. Studi literatur dari pustaka PT. PUSRI Palembang dan Politeknik Negeri
Sriwijaya Palembang.
2. Orientasi lapangan untuk pengambilan sampel.
3. Analisa sampel di laboratrium PT. PUSRI Palembang.
4. Pengolahan data untuk dapat mengukur nilai pH dan menghitung kadar
Ammonia dan Urea pada hasil pengolahan limbah cair di Inlet Stripper 1 dan
Outlet Heat Exchanger (HE), biasa dilakukan oleh analis bagian lingkungan
hidup PT. Pupuk Sriwidjaja. Dimana, proses analisa ini dimulai dari
pengambilan sampel pada masing-masing titik-titik sampling, hingga proses
analisa di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan selama 5 hari dimulai
dari tanggal 11 Agustus 2014 – 15 Agustus 2014 pada pukul 08.00 WIB dan
14.00 WIB.
87
3.7.1 Pengambilan Sampel
3.7.1.1 Sampling IPAL
Pada proses pengolahan limbah cair di IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah) terdapat tiga titik sampling sebagai bahan baku analisis buangan limbah
cair di PT.PUSRI yaitu pada inlet Bak Equalisasi, outlet Stripper 1 dan inlet Heat
Exchanger (HE). Pengukuran dimasing-masing titik sampling ini dilakukan secara
rutin setiap hari, pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan siang pukul 14.00 WIB.
Pada kesempatan kali ini titik sampling yang diambil hanya dua titik saja yaitu
outlet Stripper 1 dan Heat Exchanger (HE).
Adapun penjelasan masing-masing titik sampling adalah sebagai berikut:
a. Stripper 1
Merupakan titik pengambilan sampel limbah cair dan merupakan outlet
stripper 1 yang telah mengalami pengolahan di unit stripper 1.
b. Heat Exchanger
Sampel ini berasal dari oulet Stripper 1 dimana akan keluar pada outlet Heat
Exchanger (HE).
3.7.2 Analisa Sampel
Untuk menentukan kadar Ammonia dan Urea pada hasil pengolahan air
limbah menggunakan alat spektrofotometer. Tahapan analisa kadar Ammonia dan
Urea ini yaitu dilakukan pembuatan standarisasi untuk mengetahui faktor dan
analisa kadar Ammonia dan Urea dengan rumus:
F =1
n∑ xy−∑ x . ∑ yn∑ x2−¿¿
... (23)
88
3.7.2.1 Pembuatan Blanko dan Standar Ammonia (Kurva Standardisasi)
Alat yang digunakan:
1. Labu ukuran 1000 ml
2. Labu ukuran 100 ml
3. Labu ukuran 50 ml
4. Pipet ukur 1 ml
5. Alat Spectrophotometer U-290
6. Bulb karet
Bahan yang digunakan:
1. Larutan induk NH4Cl
2. Air demin
3. Nessler
Cara kerja:
1. Disiapkan larutan induk NH3N 1000 mg/l. Dengan menimbang 3,82 gr
NH4Cl dan larutkan dengan air demin hingga batas 1000 ml dalam labu
ukur 1000 ml (larutan standar)
2. Diambil 1 ml larutan tersebut, kemudian masukkan labu ukuran 100 ml
dan tambahkan air demin hingga tanda batas.
3. Disiapkan 6 buah labu ukur 50 ml yang sebelumnya telah diisi sedikit air
demin.
4. Dimasukkan masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml larutan standar
(10 mg/l) ke dalam labu ukuran 50 ml yang telah disiapkan.
5. Ditambahkan 1 ml pereaksi nessler ke dalam masing-masing labu ukur
dan encerkan dengan air demin hingga 50 ml. Kemudian kocok hingga
larutan homogeny.
89
6. Dibuat blanko 1 ml pereaksi nessler dalam labu ukur 50 ml
7. Diukur larutan blanko dan larutan standar dengan menggunakan
spectrophotometri U-290 dengan panjang gelombang 460 nm.
8. Dihitung faktor dengan menggunakan rumus pada persamaan 23.
3.7.2.2 Pembuatan Blanko dan Standar Urea (Kurva Standardisasi)
Alat yang digunakan:
1. Labu ukuran 1000 ml
2. Labu ukuran 50 ml
3. Pipet ukur 1 ml
4. Alat Spectrophotometer U-290
5. Bulb karet
Bahan yang digunakan:
1. Larutan induk NH2CONH2
2. Air demin
3. PDAB (Paradymetyl Amino Benzaldehid)
Cara Kerja:
1. Disiapkan larutan induk NH2CONH2 1000 mg/L. Dengan menimbang 1
gr NH2CONH2 dan larutkan dengan air demin hingga batas 1000 ml
dalam labu ukur 1000 ml (larutan standar)
2. Disiapkan 6 buah labu ukur 50 ml yang sebelumnya telah diisi pereaksi
PDAB 10ml.
3. Dimasukkan masing-masing 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml larutan
standar ke dalam labu ukuran 50 ml yang telah disiapkan
4. Dimasukkan air demin ke dalam masing-masing labu ukur dan encerkan
hingga 50 ml. Kemudian kocok hingga larutan homogeny.
5. Dibuat blanko 10 ml pereaksi PDAB dalam labu ukur 50 ml
90
6. Diukur larutan blanko dan larutan standar dengan menggunakan
spectrophotometri dengan panjang gelombang 430 nm.
7. Dihitung faktor dengan menggunakan rumus pada persamaan 23.
3.7.2.3 Pengukuran pH
1. Diambil 100 ml contoh air, dimasukkan ke dalam beaker gelas 100 ml.
2. Dibilas Elektroda dengan air demin.
3. Diukur nilai pH dengan pH meter.
4. Dicatat nilai pH dalam log book.
5. Diulangi untuk sampel yang lainnya.
3.7.2.4 Analisa Kadar Ammonia
1. Disiapkan air demin ± 1/3 di dalam labu ukur 50 ml.
2. Dimasukan sampel dari outlet Stripper 1dan inlet Heat Exchanger (HE)
dan dipipet sebanyak 0,05 ml ke dalam masing-masing labu ukur yang
telah berisi air demin.
3. Ditambahkan 1ml pereaksi Nessler kedalam labu, dan diisi sampai tanda
batas dengan air demin.
4. Dihomogenkan dengan cara dikocok.
5. Diukur absorbansinya dengan alat spectrophotometer U-290 dengan cara
menekan sipping pada panjang gelombang 460 nm.
6. Baca nilai absorbansinya pada monitor alat, dicatat dan dihitung kadar
NH3 – N dengan rumus:
Kadar NH3 = Faktor x Absorbansi x Pengenceran x1000
V Sampel
… (24)
3.7.2.5 Analisa Kadar Urea
1. Dimasukkan larutan pereaksi PDAB sebanyak 10 ml didalam labu ukur 50
ml.
91
2. Dipipet sejumlah sampel dari outlet Stripper 1 dan inlet Heat Exchanger
(HE) sebanyak 0,2 ml (atau hingga terjadi perubahan warna kuning).
3. Diisi dengan air demin hingga tanda batas, dan dikocok sampai homogen.
4. Diukur absorbansinya dengan alat spectrophotometer U-290 dengan cara
menekan sipping pada panjang gelombang 430 nm.
5. Baca nilai absorbansinya pada monitor alat, dicatat dan dihitung kadar
NH2CONH2 dengan rumus:
Kadar Urea = Faktor x Absorbansi x1000
V Sampel … (25)
3.8 Pembahasan
Untuk menghitung kadar Ammonia dan Urea dari proses pengolahan limbah
terutama limbah cair di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Pupuk
Sriwidjaja dapat dilakukan dengan menilai hasil akhir dari pengukuran analisa
laboratorium yang dilakukan rutin setiap harinya selama 5 hari dimulai dari
tanggal 11 Agustus 2014 sampai 15 Agustus 2014. Pengambilan sampel dan
analisis dilakukan dua kali perhari yaitu pukul 08.00 WIB dan pukul 14.00 WIB.
Dari Hasil Analisa pengukuran yang dilakukan dapat diketahui masing-masing
kadar Ammonia dan Urea.
Tabel 26. Kadar Ammonia pada Outlet Stripper 1
Tanggal pH Absorbansi Kadar, mg/L11 Agustus 2014 (Pagi) 8,5 0,05 490,111 Agustus 2014 (Siang) 8,6 0,053 519,50612 Agustus 2014 (Pagi) 8,9 0,057 558,71412 Agustus 2014 (Siang) 8,8 0,051 499,90213 Agustus 2014 (Pagi) 9,0 0,053 519,50613 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,05 490,114 Agustus 2014 (Pagi) 8,6 0,039 382,27814 Agustus 2014 (Siang) 8,2 0,039 382,27815 Agustus 2014 (Pagi) 8,3 0,036 352,87215 Agustus 2014 (Siang) 8,6 0,031 303,862
Sumber: Log book K3LH PT. PUSRI, 2014
92
Tabel 27. Kadar Ammonia pada inlet Heat Exchanger (HE)
Tanggal pH Absorbansi Kadar, mg/L11 Agustus 2014 (Pagi) 6,6 0,064 627,32811 Agustus 2014 (Siang) 8,7 0,056 548,91212 Agustus 2014 (Pagi) 8,9 0,062 607,72412 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,059 578,31813 Agustus 2014 (Pagi) 9,0 0,061 597,92213 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,057 558,71414 Agustus 2014 (Pagi) 8,8 0,044 431,28814 Agustus 2014 (Siang) 8,3 0,044 431,28815 Agustus 2014 (Pagi) 8,3 0,04 392,0815 Agustus 2014 (Siang) 8,5 0,034 333,268
Sumber: Log book K3LH PT. PUSRI, 2014
Tabel 28. Kadar Urea pada outlet Stripper 1
Tanggal pH Absorbansi Kadar, mg/L11 Agustus 2014 (Pagi) 8,5 0,212 70198,60611 Agustus 2014 (Siang) 8,6 0,152 50331,07612 Agustus 2014 (Pagi) 8,9 0,213 70529,731512 Agustus 2014 (Siang) 8,8 0,257 85099,253513 Agustus 2014 (Pagi) 9,0 0,209 69205,229513 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,203 67218,476514 Agustus 2014 (Pagi) 8,6 0,162 53642,33114 Agustus 2014 (Siang) 8,2 0,156 51655,57815 Agustus 2014 (Pagi) 8,3 0,145 48013,197515 Agustus 2014 (Siang) 8,6 0,164 54304,582
Sumber: Log book K3LH PT. PUSRI, 2014
Tabel 29. Kadar Urea pada inlet Heat Exchanger (HE)
Tanggal pH Absorbansi Kadar, mg/L11 Agustus 2014 (Pagi) 6,6 0,203 67218,476511 Agustus 2014 (Siang) 8,7 0,139 46026,444512 Agustus 2014 (Pagi) 8,9 0,192 63576,09612 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,242 80132,37113 Agustus 2014 (Pagi) 9,0 0,194 64238,34713 Agustus 2014 (Siang) 8,9 0,192 63576,09614 Agustus 2014 (Pagi) 8,8 0,145 48013,197514 Agustus 2014 (Siang) 8,3 0,115 38079,4325
93
15 Agustus 2014 (Pagi) 8,3 0,117 38741,683515 Agustus 2014 (Siang) 8,5 0,146 48344,323
Sumber: Log book K3LH PT. PUSRI, 2014
Dari tabel diatas dapat dilihat tinggi rendahnya kadar Ammonia dan Urea
yang diperoleh:
1. Ammonia
- Unit Stripper 1
Kadar ammonia yang diperoleh dari hasil pengolahan limbah tertinggi pada
unit Stripper 1 yaitu pada tanggal 12 Agustus 2014 (pagi) sebesar 558,714
mg/L dengan pH 8,9 dan yang terendah yaitu pada tanggal 15 Agustus 2014
(siang) sebesar 303,862 mg/L dengan pH 8,6.
- Unit Heat Exchanger (HE)
Kadar ammonia yang diperoleh dari hasil pengolahan limbah tertinggi pada
unit Heat Exchanger (HE) yaitu pada tanggal 11 Agustus 2014 (pagi) sebesar
627,328 mg/L dengan pH 6,6 dan yang terendah yaitu pada tanggal 15
Agustus 2014 (siang) sebesar 333,268 mg/L dengan pH 8,5.
2. Urea
-Unit Stripper 1
Kadar urea yang diperoleh dari hasil pengolahan limbah tertinggi pada unit
stripper 1 yaitu pada tanggal 12 Agustus 2014 (siang) sebesar 85099,2535
mg/L dengan pH 8,8 dan yang terendah yaitu pada tanggal 15 Agustus 2014
(pagi) sebesar 48013,1975 mg/L dengan pH 8,3.
- Unit Heat Exchanger (HE)
Kadar urea yang diperoleh dari hasil pengolahan limbah tertinggi pada unit
Heat Exchanger (HE) yaitu pada tanggal 12 Agustus 2014 (siang) sebesar
80132,371 mg/L dengan pH 8,9 dan yang terendah yaitu pada tanggal 14
Agustus 2014 (siang) sebesar 48013,1975 mg/L dengan pH 8,8.
94
Dari data diatas terlihat kenaikan kadar Ammonia dari Stripper 1 menju
Heat Exchanger (HE), pada teorinya kadar Ammonia akan mengalami penurunan
dari Stripper menuju Heat Exchanger (HE). Hal yang mempengaruhi kadar
Ammonia naik adalah adanya KO drum sebelum menuju ke Heat exchanger (HE),
limbah di dalam KO drum memiliki waktu tinggal sehingga menyebabkan
akumulasi kenaikan kadar Ammonia.
3.8.1 Uraian Proses Pengolahan Limbah Cair di Unit Stripper 1 dan Unit
Heat Exchanger (HE)
Unit Stripper 1 dan Unit Heat Exchanger (HE) merupakan suatu rangkaian
peralatan untuk memproses limbah cair terutama NH3 dan urea sehingga
pencemaran yang mungkin ditimbulkan limbah cair tersebut dapat meminimalkan
sekecil mungkin, agar tidak mencemari lingkungan pada saat dibuang ke
lingkungan perairan.
Air limbah yang berasal dari pabrik urea Pusri II, III dan IV dipompakan ke.
kolam equalisasi. Dari kolam equalisasi kemudian dipompakan ke unit stripper 1.
Komposisi air limbah (design) yang akan di olah adalah sebagai berikut:
a. NH3 = ±3000 ppm
b. Urea = ±9500 ppm
Air limbah dari kolam equalisasi yang mengandung ammonia dipompakan
melalui Heat Exchanger (HE) untuk dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu
41oC sebelum masuk ke unit stripper 1. Pompa yang digunakan mempunyai
tekanan ± 6,0 kg/cm2. Pada menara stripper limbah cair di stripping sehingga
terjadi reaksi pelepasan NH3. Di dalam stripper 1 air limbah mengalami proses
stripping dengan menggunakan steam yang diinjeksikan dari bagian bawah
Stripper. Steam yang digunakan pada alat stripper 1, 2 dan 3 adalah jenis Low
Steam dengan suhu ±200oC dan tekanan 3,5 kg/cm2, sehingga ammonia dapat
terlepas dari kandungan air limbah dalam bentuk gas yang keluar dari bagian top
stripper 1, sedangkan bagian cairnya keluar dari bagian bottom stripper 1 dan
terakumulasi didalam KO Drum. KO Drum (Knock Out Drum) berfungsi untuk
95
menstabilkan tinggi permukaan air limbah pada stripper sehingga tidak
mengalami guncangan pada saat proses pengolahan berlangsung. Apabila terjadi
guncangan maka kerja pompa tidak efektif.
Setelah melalui unit stripper 1 bagian cairnya dipompakan masuk ke
stripper 2 dan stipper 3, sehingga mengalami proses yang sama seperti yang
terjadi pada stripper 1. Pada stripper 2 dan 3 juga terjadi pelepasan gas ammonia
dan bergabung dengan pelepasan gas dari unit stripper 1, yang selanjutnya
memasuki scrubber. Scrubber melakukan penyerapan gas dari stripper 1, 2 dan 3
dengan air yang di injeksikan ke dalamnya, sehingga ammonia dapat larut dalam
air. Selanjutnya dengan menggunakan sebuah pompa ammonia yang telah larut
dalam air tersebut di kirim ke buffer tank yang ada pada unit Hydrolizer-Stripper
PET (Pusri Effluent Treatment) untuk diolah ke tahap selanjutnya. Sedangkan
bagian cair dari stripper 2 dan stripper 3 keluar dari bagian bottom stripper dan
dikumpulkan dalam KO Drum, yang kemudian di pompakan memasuki Heat
Exchanger (HE) sehingga mengalami penerunan suhu.
Dari outlet Heat Exchanger (HE) selanjutnya di tampung dalam Bak T.06
(Bak Pengumpul) hasil olahan dari unit IPAL. Setelah dari bak pengumpul
dialirkan ke kolam wetland, dan selanjutnya dialirkan ke kolam aerasi sebelum di
buang ke lingkungan Sungai Musi.
96
Sumber: PT. PUSRI, 2014
Gambar 20. Diagram Blok Pengolahan Limbah Cair di Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL)
3.9 Kesimpulan dan Saran
3.9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan yang telah dijelaskan
sebelumnya, berikut adalah beberapa kesimpulan dari hasil kegiatan yang telah
dilakukan di PT.Pupuk Sriwidjaja Palembang, yakni:
1. Kandungan utama dari limbah cair industri pupuk urea adalah senyawa
nitrogen, yang apabila dibuang langsung ke badan air tentu akan menimbulkan
gangguan, kerusakan dan bahaya serta mempengaruhi ekosistem, oleh sebab
itu, PT. Pupuk Srwidjaja Palembang berupaya untuk melakukan treatment
terhadap limbah yang dihasilkannya.
97
2. Pengolahan limbah cair PT.Pupuk Srwidjaja Palembang dilakukan dengan dua
sistem, yakni Sistem Terbuka dan Sistem Tertutup. Sistem terbuka meliputi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
3. Secara umum, teknologi yang digunakan oleh PT. Pupuk Srwidjaja
Palembang dalam proses pengolahan limbahnya sendiri telah mengikuti proses
pengolahan limbah yang sesuai dengan jenis limbah cair yang dihasilkannya
serta dirasa sudah cukup baik dalam pelaksanaannya.
4. Unit IPAL merupakan suatu rangkaian peralatan untuk memproses limbah cair
terutama NH3 dan urea sehingga pencemaran yang mungkin ditimbulkan
limbah cair tersebut dapat meminimalkan sekecil mungkin, agar tidak
mencemari lingkungan pada saat dibuang ke lingkungan perairan.
5. Besar kecilnya kadar Ammonia dan Urea hasil pengolahan limbah pada titik
sampel di unit kolam equalisasi dan unit stripper 1 tergantung pada limbah
yang dihasilkan dari pabrik Pusri II, Pusri III dan Pusri IV. Semakin besar
limbah yang dihasilkan maka semakin besar pula kadar Ammonia dan Urea
yang dihasilkan.
6. Kadar Ammonia dari Stripper 1 ke Heat Exchanger mengalami kenaikan.
Sedangkan kadar Ureanya mengalami penurunan.
3.9.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis untuk proses pengelolaan limbah cair
pada unit Stripper 1 dan Heat Exchanger khususnya, serta pengelolaan limbah
cair secara umum yang dilaksanakan oleh PT. Pupuk Sriwidjaja sebagai berikut:
1. Peningkatan terhadap efektifitas kerja alat dengan cara pembuatan Line
bypass atau jalur persimpangan menuju Bak T.06 untuk mengantisipasi
jika terjadi kerusakan dan perlu perbaikan pada unit stripper 2 dan 3.
Dengan adanya line bypass proses pengolahan air limbah akan tetap
berlangsung.
98
2. Untuk mengalirkan limbah dari outlet stripper menuju inlet Heat
Exchanger (HE) dibutuhkan sebuah pompa. Saat ini unit kolam equalisasi
hanya memiliki 1 buah pompa. Penambahan pompa pada unit equalisasi
sangat diperlukan, sebagai pompa cadangan yang dapat dioperasikan
sebagai pengganti jika terjadinya kerusakan dengan pompa yang
beroperasi saat ini.
BAB IVPENUTUP
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) pupuk pertama yang didirikan di Indonesia yang berbentuk persero,
dengan PT. Pupuk Indonesia sebagai pemegang saham tunggal. Fokus kegiatan
usaha yang dilakukan oleh PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah produksi
pupuk urea. Kegiatan produksi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang dimulai pada
tahun 1963 dengan mulai beroperasinya pabrik pupuk PUSRI-I. Kapasitas
produksi pabrik pupuk urea PUSRI-I sebanyak 100.000 ton/tahun dan 59.400 ton
amoniak per tahun. Walaupun pada akhir tahun 1963 PUSRI-I hanya dapat
memproduksi urea sebanyak 0,7 ton/hari dan amoniak sebanyak 180 ton/hari.
Namun pada tahun 1964 PUSRI-I dapat mencapai produksi sampai dengan
100,4% dari target produksi yang ditetapkan.
Untuk mengimbangi kebutuhan akan pupuk urea yang terus meningkat, PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang melakukan perluasan pabrik. Perluasan pabrik
dilakukan dengan membangun PUSRI-II pada tahun 1974 dengan kapasitas
380.000 ton/tahun, PUSRI-III pada tahun 1976 dan PUSRI-IV pada tahun 1977
dengan kapasitas masing-masing 570.000 ton/tahun. Kemudian PUSRI-II
dioptimalisasi dan ditingkatkan kapasitasnya menjadi 552,000 ton per tahun pada
tahun 1992. Keseluruhan konstruksi untuk PUSRI-II, PUSRI-III dan PUSRI-IV
dilakukan oleh M.W. Kellog Overseas (Amonia) dan Toyo Engineering
Corporation (Urea).
PT. Pupuk Sriwidjaja merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang menjadi penghasil pupuk urea terbesar di Indonesia dan sebagai
konsekuensi produksinya juga menghasilkan ammonia. Dalam kegiatan
operasionalnya tidak seluruh bahan baku yang diproses seperti limbah cair,
limbah padat dan limbah gas yag berasal dari sisa proses produksi. Jika limbah
tersebut tidak dikendalikan dengan baik maka dapat menimbulkan dampak yang
99
100
sifatnya merugikan dan pada taraf tertentu dapat mengganggu kelestarian
lingkungan hidup, khususnya pada lingkungan perairan.
Pabrik PT. PUSRI menghasilkan limbah yang banyak mengandung zat urea
dan ammonia (dalam bentuk cair maupun gas) yang bersifat racun dan berbahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Karena lokasi pabrik PT. PUSRI di tepi
sungai, penanganan limbah yang kurang baik akan mencemari air Sungai Musi
yang merupakan sumber air bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya
DAFTAR PUSTAKA
Anonimb. 2014. Parameter Pengolahan Air Limbah Industri. http//google.co.idOxygen terlarut atau Disolved Oxygen (DO). Diakses 15Agustus 2014.
Aryandika, Noviani, dkk. 2010. Evaluasi Hasil Analisa Kadar Ammonia dan Urea dalam Limbah Cair Pabrik Pusri IV dan IB. Palembang: PT.Pupuk Sriwidjaja.
PT Pupuk Sriwidjaja. 2014. Instruksi Kerja Analisa Limbah Cair. Palembang: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.
PT Pupuk Sriwidjaja. 2014. Profil Perusahaan. Palembang: PT Pusri Sriwidjaja.
PT Pupuk Sriwidjaja. Sejarah PT PUSRI. (Online) http://www.pusri.co.id/,Diakses 18 Agustus 2014.
http ://pengelolaanlimbah.wordpress.com/category/a-pengertian-limbah/ .
Diakses 14 Agustus 2014.
101
top related