bab 1komunitas
Post on 23-Jan-2016
223 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah
mencapai usia lanjut tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
dihalangi (Stanley, 2006). Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses
penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah fisik, mental,
sosial, ekonomi, dan psikologis. Salah satu masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan perhatian serius pada masa usia lanjut adalah osteoporosis.
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang mempunyai sifat-sifat
khas berupa massa tulang yang rendah disertai mikroarsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan
tulang dan menyebabkan fraktur. Osteoporosis disebut sebagai silent desease
karena proses kepadatan tulang bekurang secara perlahan dan berlangsung secara
progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari disertai tanpa adanya gejala.
Bahkan pasien Osteopororsis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi fraktur
hanya kurang dari 25% (Cosman, 2009). Penderita Osteoporosis beresiko
mengalami fraktur yang meningkatkan beban sosioekonomi berupa perawatan
biaya yang besar. Selain itu juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada
orang lain yang menyebabkan gangguan aktivitas hidup, fungsi sosial, dan
gangguan psikologis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup bahkan sampai
menyebabkan kematian. Resiko kematian bagi pria yang menderita Osteoporosis
sama dengan orang yang menderita kanker prostat. Sedangkan resiko kematian
bagi wanita sama dengan orang yang menderita kanker payudara bahkan lebih
tinggi dari orang yang menderita kanker rahim (Tandra, 2009).
Penyakit kerapuhan tulang ini melanda seluruh dunia dan telah
melumpuhkan jutaan orang. Fakta dari lembaga National Osteoporosis
Foundation di Amerika menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Lebih dari 1.5
juta orang di Amerika menderita tulang patah setiap tahunnya yang diakibatkan
oleh osteoporosis dan hampir 34 juta orang lainnya diperkirakan mengalami
kerendahan densitas tulang (kerapuhan tulang) yang mengakibatkan mereka
berada dalam kondisi terancam menderita osteoporosis (Clupster, 2009).
International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat 20% pasien patah tulang
Osteoporosis meninggal dalam waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya harus
terus berbaring di tempat tidur, sepertiga lainnya harus dapat dibantu untuk dapat
berdiri dan berjalan. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas optimal
(Suryati, A Nuraini, 2006).
Prevalensi Osteoporosis di Indonesia sudah mencapai 19,7%. Berdasarkan
hasil analisis data resiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama
dengan Fonterra Brand Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menyatakan 2
dari 5 orang Indonesia memiliki resiko Osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh
Indonesian White Paper yang dikeluarkan oleh Perhimpunan osteoporosis
Indonesia (Perosi) pada tahun 2007 yaitu Osteoporosis pada wanita yang berusia
di atas 50 tahun mencapai 32,3% dan pada pria di usia diatas 50 tahun mencapai
28,85. Secara keseluruhan percepatan proses penyakit Osteoporosis pada wanita
sebesar 80% dan pria 20% (Minropa, 2013).
Usia bertambah dan tingkat kesegaran jasmani akan menurun. Untuk
mengatasi masalah tersebut, lansia dengan osteoporosis perlu melakukan latihan
kebugaran fisik, salah satunya adalah dengan senam osteoporosis. Pemberian
senam osteoporosis pada lanjut usia dimulai dengan intensitas dan waktu yang
ringan kemudian meningkat secara perlahan-lahan serta tidak bersifat
kompetitif/bertanding. Senam osteoporosis bagi lanjut usia mempunyai manfaat
besar karena dapat meningkatkan kemampuan aerobik yaitu akan meningkatkan
aliran darah dan volume pasokan darah yang membawa oksigen ke organ-organ
tubuh terutama ke organ otak. Hal ini didukung oleh penelitian selama 10 tahun
pada pria lanjut usia berdasarkan data dari Finlandia, Italia dan Belanda oleh
tentang hubungan aktifitas fisik dengan penurunan kognitif. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa penurunan frekuensi, intensitas dan durasi aktifitas akan
mempercepat proses penurunan fungsi kognitif (Karolina, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah ;
1) Bagaimana konsep lanjut usia ?
2) Bagaimana konsep perencanaan promosi kesehatan ?
3) Bagaimana konsep osteoporosis ?
4) Bagaimana konsep senam osteoporosis ?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1) Mengetahui konsep lanjut usia.
2) Mengetahui konsep perencanaan promosi kesehatan.
3) Mengetahui konsep osteoporosis.
4) Mengetahui konsep senam osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian
Lanjut usia adalah suatu proses fisiologis yang tidak dapat
dihindari, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
beradaptasi terhadap stress di lingkungan. Undang-undang nomor
13 Tahun 1998 bab 1 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut
usia, menjelaskan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun keatas (Ferry Efendi, 2009). World Health Organization
(WHO) tahun 2002 membagi golongan lansia menjadi 4 yaitu usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun serta usia sangat tua (very
old) diatas 90 tahun. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
lanjut usia adalah tahapan perkembangan fisiologis yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh beradaptasi terhadap stress,
perubahan dan penurunan di berbagai aspek kehidupannya,
meliputi kemampuan fisik, fungsional serta peran sosialnya di
lingkungannya.
2.1.2 Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Teori biologis menjelaskan jika proses menua menyebabkan
terjadinya perubahan molekuler dan seluler dalam sistem organ
utama serta kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat
untuk melawan penyakit. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya
serangkaian perubahan dalam sistem tubuh, meliputi sistem
sensoris, sistem integumen, sistem muskuloskeletal, sistem
neurologis, sistem kardiovaskuler, sistem pulmonar, sistem
endokrin, sistem renal dan urinaria, sistem gastrointestinal hingga
sistem reproduksi (Stanley, 2006).
a. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga
gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi
tremor (Ferry Efendi, 2009).
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia dapat di
kelompokkan berdasarkan komponen penyusunnya, meliputi :
a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut
merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan
bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan
hambatan dalam melakukan kegiatan setiap harinya.
b. Kartilago, jaringan kartilago pada persendin lunak dan
mengalami granulasi dan akhirnya perukaan sendi menjadi
rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian
menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering
terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibatnya
perubahan itu sendi mengalami peradangan,kekakuan,
nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-
hari.
c. Otot, perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan
morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan penurunan
fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan
kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan
lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan
mobilitas.
d. Sendi, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament
dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan
jaringan periarkular mengalami penurunan daya lentur dan
elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada
kartilago dan kapsula sendi. Sendi kehilangan
fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak
sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan
berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan
aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan
sendi antara lain dengan memberikan tehnik perlindungan
sendi dalam beraktivitas.
2.2 Osteoporosis
2.2.1 Definisi
Osteoporosis memiliki asal kata osteo (tulang) dan porosis
(berlubang). Osteoporosis sering disebut sebagai silent killer oleh
karena terjadi secara diam dan perlahan bahkan tanpa disertai
gejala spesifik. Osteoporosis merupakan gangguan tulang akibat
metabolik, dimana laju resorpsi tulang meningkat dan laju
pembentukan tulang menurun yang berakibat pada penurunan
massa tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat pada tulang
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah keropos sehingga
sangat rentan akan fraktur (Stockslager & Schaeffer, 2008 ;
Wirakusumah, 2007)
2.2.2 Etiologi
a. Osteoporosis primer dapat diklasifikasikan menjadi
(Stockslager & Schaeffer, 2008) :
1. Idiopatik : dapat menyerang anak-anak dan dewasa
2. Tipe 1 (pascamenopouse) : menyerang wanita usia 51
hingga 75 tahun yang merupakan akibat dari hilangnya
perlindungan estrogen terhadap tulang yang menyebabkan
hilangnya tulang trabekular dan beberapa tulang kortikal.
Fraktur vertebra dan pergelangan tangan juga sangat
mungkin terjadi
3. Tipe 2 (senil) : menyerang wanita usia 70 hingga 85 tahun
yang menyebabkan hilangnya tulang trabekular dan
beberapa tulang kortikal yang diikuti fraktur humerus
proksimal, tibia proksimal, leher femural dan pelvis.
b. Osteoporosis sekunder : dapat terjadi sebagai akibat konsumsi
steroid, heparin dan konsumsi alkohol dalam jangka waktu
yang lama. Penyebab lainnya meliputi imobilisasi tulang pada
hemiplegi, malnutrisi, artritis reumatoid, penyakit hati,
malabsorpsi defisiensi vitamin C, intoleransi laktosa,
hipertiroidisme, osteogenesis imperfekta, dan penyakit Chysing
2.2.3 Pencegahan
2.3 Promosi Kesehatan Lansia
a. Konsep Kesehatan lansia
Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen pencegahan
primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi
kesehatan yang optimum sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah
melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan
imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik toksin
dan hal – hal yang membahayakan kesehatan di lingkungan sekitar.
Konsep kesehatan lansia harus ditinjau kembali dalam upaya
merencanakan intervensi promosi kesehatan. Filner dan Williams ( 1997 )
mendefinisikan kesehatan lansia sebagai kemampuan lansia untuk hidup
dan berfungsi secara efektif dalam masyarakat serta untuk menumbuhkan
rasa percaya diri dan otonomi sampai pada tahap maksimum, tidak hanya
terbebas dari penyakit
Secara umum, pelayanan kesehatan untuk lansia memiliki tiga tujuan
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Memperpanjang usia hidup
3. Meningkatkan dan menurunkan penderita ( O’Malley dan Blakeney,
1994 )
2.4 Senam Osteoporosis
a. Prinsip olahraga secara umum pada lansia :
1. Pemanasan harus lebih lama (10-15 menit), gerakan lebih santai,
menggerakkan seluruh sendi dan otot, tetapi pada dasarnya lebih
perlahan dengan beban yang lebih ringan
2. Latihan otot (15-20 menit) untuk meningkatkan kekuatan otot, latihan
dilakukan dengan beban ringan atau tanpa beban tetapi menambahkan
gerakan
3. Latihan aerobic (50-60 menit). Latihan paling sederhana adalah jalan
kaki 3km/jam
4. Pendinginan (10-15 menit)
b. Tujuan Senam
Tujuan senam osteoporosis adalah untuk mengurangi atau melakukan
pencegahan terhadap pengeroposan tulang. Upaya ini perlu dilakukan
secara teratur agara mendapat hasil yang maksimal serta dapat
mengurangi risiko yang mungkin terjadi. Senam osteoporosis dapat
dikatakan senam yang bersifat individual, karena intensitasnya
bergantung pada kemampuan masing-masing orang. Sebelum melakukan
senam ini sebaiknya melakukan konsultasi kepada dokter.
c. Tahap Senam
Ada beberapa tahap dalam senam osteoporosis, yakni pra senam, senam,
dan pasca senam.
1. Pada pra senam dilakukan pemeriksaan riwayat penyakit dan cidera,
tingkat aktivitas fisik, kekuatan dan keseimbangan otot, dan tes
kardiovaskuler meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi.
Penderita hipertensi memiliki keterbatasan untuk melakukan gerakan
tertentu dan tidak diperkenankan menggunakan alat.
2. Pada tahap senam dilakukan dengan posisi duduk di kursi, bisa
menggunakan alat berupa tongkat atau beban, matras pada saat posisi
berbaring. Senam dilakukan pada posisi duduk karena ada bagian
tulang yang mudah rapuh dan patah pada manusia yaitu bagian
pergelangan tangan, tulang belakang, serta paha atas
d. Prinsip Senam Osteoporosis
1. Latihan beban dan latihan daya tahan. Latihan beban terdiri dari
beberapa gerakan yang melatih kekuatan tulang dalam gerakan teratur
namun dinamis. Fungsinya adalah mengembalikan respon saraf dan
tulang sehingga mampu bergerak secara alami. Besarnya beban
tergantung dari kemampuan fisik seseorang secara berbeda.
2. Latihan daya tahan dijalankan dalam bentuk aerobic low impact.
Kemampuan tiap orang berbeda dan harus dikonsultasikan terlebih
dulu sebelum menjalankan senam. Peserta sebaiknya berlatih secara
bertahap untuk menghindari cidera dari gerakan fisik yang berlebih
dan terburu-buru.
3. Pemanasan dilakukan selam 10 menit dengan jalan di tempat atau
duduk, gerakkan bahu, siku, tangan, kaki, lutut, pinggung. Kemudian
lakukan peregangan 5 menit. Lakukan secara lembut, hati-hati, dan
bertahap.
4. Latihan inti sekitar 20 menit merupakan kumpulan gerak bersifat
ritmis atau berirama agak cepat. Utamakan gerakan, tarikan, dan
tekanan pada daerah yang sering mengalami osteoporosis seperti
tulang pungging, paha, panggul, dan pergelangan tangan. Latihan
beban dengan bantal pasir, dumbbell, atau apa saja yang dapat
digenggam dengan berat 800-1000 gram untuk satu tangan.
5. Pendinginan dilakukan dengan mengulangi gerakan peregangan
seperti pada awal pemanasan, dan lakukan gerakan menarik napas dan
buang napas secara teratur. Jika memungkinkan lakukan senam lantai
kira-kira 10 menit yang merupakan gabungan gerakan peregangan,
penguatan, dan koordinasi. Lakukan dengan lembut dan perlahan
dalam posisi nyaman, rileks, dan napas yang teratur.
6. Pasca senam dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi,
pernapasan, dan tekanan darah.
7. Senam osteoporosis sebaiknya dilakukan secara teratur dengan
frekuensi 3-5 kali seminggu. Setiap latihan sekitar 20-50 menit.
Senam dilakukan dengan intensitas rendah kemudian meningkat
bertahap sesuai kemampuan peserta senam. Senam sebaiknya
dikombinasikan dengan olahraga lain secara bergantian, misalnya hari
pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat
jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan ketujuh istirahat.
8. Jalan kaki dapat pula mencegah osteoporosis. Jalan kaki lebih banyak
memberi tekanan pada sumbu tulang. Ketika kita berjalan, tulang
tungkai bawah, tungkai atas, tulang paha dan tulang betis akan saling
bertemu dan mendorong satu sama lain. Sementara itu telapak kaki
akan menjejak lantai dan lututnya tertekan oleh tulang paha.
Kemudian tulang paha akan ditekan tulang panggul, sehingga tulang-
tulang tersebut menjadi lebih padat karena menjadi satu sumbu. Jika
rutin melakukan latihan fisik itu, maka osteoporosis pun bisa dicegah.
Namun jika sudah terkena osteoporosis maka latihan ini akan menjaga
agar kondisi tidak semakin parah.
e. Larangan Latihan
Latihan yang tidak boleh dilakukan penderita osteoporosis :
1. Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko benturan atau pembebanan
berlebih pada tulang punggung karena akan menambah risiko patah
tulang punggung. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobic,
dan jogging
2. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk ke
depan dengan punggung melengkung karena dapat mengakibatkan
cidera ruas tulang belakang. Tidak boleh melakukan sit up, meraih jari
kaki, dll
3. Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki ke
samping atau menyilangkan badan dengan beban karena
meningkatkan risiko patah tulang pinggul
f. Anjuran latihan penderita osteoporosis :
1. Jalan kaki secara teratur 4.5km/jam selama 50 menit, lima kali dalam
seminggu
2. Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat
dumbbell kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan,
dan bahu
3. Latihan meningkatkan keseimbangan dan kesigapan
4. Latihan melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan
dengan duduk di kursi, dengan atau tanpa penahan untuk menguatkan
otot yang menahan punggung agar tetap tegak mengurangi
kemungkinan bungkuk
g. Latihan di rumah
1. Stretching
a. Menundukkan kepala
Duduk di bangku dengan punggung tegak. Letakkan kedua
telapak tangan di belakang telinga. Dorong kepala dengan
bantuan telapak tangan ke bawah hingga otot leher terasa teregang
maksimal. Lakukan gerakan ini perlahan agar tidak cedera dan
tahan 8 hitungan.
b. Mengangkat kepala
Duduk di bangku dengan punggung tegak. Satukan telapak tangan
dan letakkan di bawah bahu. Dorong kepala ke atas secara
perlahan, tahan 8 hitungan
c. Menengokkan kepala ke kanan kiri
Duduk di bangku dengan punggung tegak. Secara perlahan,
tengokkan kepala ke kiri, tahan 8 hitungan, ganti menengok ke
kanan dengan hitungan yang sama.
d. Patahkan leher
Duduk di bangku dengan punggung tegak. Angkat tangan kanan
ke atas dan letakkan di atas kuping kiri. Secara perlahan, patahkan
leher ke kanan dengan bantuan tangan kanan, tahan 8 hitungan.
Kembali ke posisi semula. Lakukan hal yang sama untuk arah kiri
dengan hitungan yang sama pula.
e. Otot Bicep
Duduk di kursi dengan punggung tegak. Lipat tangan kanan ke
samping dalam dan tahan dengan tangan kiri. Dorong secara
perlahan tangan kanan dengan bantuan tangan kiri. Tahan 8
hitungan dan gantilah dengan tangan lainnya.
f. Otot Tricep
Duduk di kursi dengan punggung tegak. Angkat dan lipat tangan
kanan sebatas siku ke belakang dan tahan dengan tangan kiri.
Dorong tangan kanan ke bawah secara perlahan dengan bantuan
tangan kiri hingga otot tricep teras tertarik. Tahan 8 hitungan dan
ganti dengan tangan lainnya.
2. Inti
a. Leg Extension
Duduk di bangku dengan punggung tegak dan gunakan beban pada
pergelangan kaki. Letakkan kedua tangan di atas paha dan angkat kaki
kanan ke atas dengan lutut ditekuk (a).
Lantas luruskan kaki kanan ke depan.(b). Lakukan gerakan 8 kali dan
gantilah dengan kaki lain. Masing-masing gerakan dilakukan
sebanyak tiga set. Target : Lutut.
b. Lower Back Strengthening with Ball
Terlentang di matras dengan kedua kaki diletakkan di atas
stanbility ball, sedangkan kedua tangan lurus di samping tubuh (a).
Secara perlahan angkat pantat dan tahan 8 hitungan, lantas kembali
ke posisi semula (b). Lakukan gerakan ini tiga kali. Target : Otot
Paha Belakang.
c. Leg Curl
Pasang beban pada pergelangan kaki kemudian tengkurap di atas
matras, dengan kaki kiri ditekuk sedikit ke atas. Kedua tangan
disatukan dan letakkan di bawah dagu (a). Angkat dan tekuk kaki
kiri sebatas lutut mendekati pantat. Tahan 8 hitungan dan kembali
ke posisi semula. Ganti dengan kaki lainnya dengan gerakan dan
hitungan yang sama. Lakukan gerakan untuk masing-masing kaki
sebanyak tiga kali. Target: Kekuatan Paha Depan.
d. Leg Press With Rubbe
Duduk di matras dengan punggung tegak. Kaki kiri lurus,
sedangkan kaki kanan ditekuk ke atas dan dikalungkan rubber
berukuran panjang dengan bagian diletakkan pada telapak kaki.
Kedua tangan memegang ujung rubber (a). Luruskan kaki kanan,
tahan 8 hitungan dan kembali ke posisi semula (b). ganti dengan
kaki lain dan lakukan gerakan yang sama serta hitungan yang sama
pula.
e. Back up Free
Tengkurap di matras dengan kedua kaki lurus sejajar lantai dan
dibuka selebar bahu. Tekuk kedua tangan sebatas siku dan dibuka
lebar ke samping dada. Angkat kaki dan tangan secara bersamaan,
tahan 8 hitungan dan kembali ke posisi semula. Lakukan gerakan
ini tiga kali.
f. Inner Thigh with Ball
Duduk di bangku dengan punggung tegak. Letakkan pressure ball
di antara kedua paha. Tekan bola tersebut dengan paha. Lakukan
gerakan ini 8 kali sebanyak 3 set. Target : Otot Paha Dalam
g. Penguatan otot :
Berkonsentrasi pada bagian punggung, bahu, lengan, dan kaki
bagian atas. Jika menggunakan alat-alat senam atau olah raga :
a) Umumnya tidak menggunakan lebih dari dua alat bantu pada
otot yang sama
b) Mulailah dengan satu alat yang diulang 3-12 kali tergantung
kekuatan otot masing-masing peserta
c) Tambahkan beban seringan mungkin
Daftar Pustaka
Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis : Panduan Lengkap agar Tulang Anda
Tetap Sehat. Yogyakarta : B-First.
Karolina, Maha sari. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan
Osteoporosis yang Dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang.
Medan : Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Jurusan Ilmu
Keperawatan. (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14298/1/09E02386.pdf
Minropa, Aida. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Resiko
Osteoporosis Pada Lansia Di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja
Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2013. Padang : Stikes Mercubaktijaya. (Online)
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Tandra, Hans. 2009. Segala Sesuatu Yang harus Anda Ketahui Tentang
Osteoporosis, Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Cosman, F. (2009). Osteoporosis, Panduan Lengkap untuk Kesehatan Tulang
Anda. Jakarta: Bentang Pustaka.
Santoso, H., & Ismail, H. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung
Mulia.
top related