aspek transnasional
Post on 05-Aug-2015
39 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Teknologi Informasi merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan
masyarakat sejahtera. Pemanfaatan teknologi khususnya komunikasi dan
informasi yang lazim dikenal dengan istilah ICT (Informasi and Comunications
Technologi ) secara aman, optimal, dan merata.1
Dalam dasawarsa terakhir mempengaruhi segala aspek kehidupan, mulai
dari ekonomi, budaya dan politik. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan
informasi disamping memberi manfaat bagi masyarakat, disisi lain memiliki
peluang untuk digunakan sebagai alat menggunakan kejahatan2.
Tidak dapat dipungkiri hukum berjalan sangat lambat dan sedangkan
teknologi semakin berkembang bahkan selalu berubah dengan cepat. Ketidak
seimbangan antara hukum dan teknologi ini menyebabkan tingkat perbuatan
melawan hukum baik itu kejahatan maupun pelanggaran dalam segala aspek
kehidupan, baik itu ekonomi, budaya dan politik.
Dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi , pesat
pula perkembangan kriminalisasi. Dewasa ini ada berbagai jenis kejahatan baik
dilakukan perorangan maupun oleh Korporasi yang dapat dilakukan dengan
mudah serta menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang cukup besar seperti
Korupsi, Penjualan Narkotika, Psikotropika, Perdagangan senjata gelap dan lain-
lain.
Kejahatan ini biasanya tidak hanya menyangkut satu negara namun
melibatkan negara lain, yang dikenal dengan kejahatan Transnasional. Dalam
kejahatan Transnasional harta kekayaan yang dihasilkan oleh pelaku biasanya
dicuci yang kita kenal dengan money laundering. Berdasarkan pasal 1 angka 1
1 Cahyana Ahmadi, Dampak Teknologi Komunikasi dan Informasi Terhadap Kegiatan Terorisme, Bandung: Tidak ada penerbit, 2003, hlm 1
2 Ibid.,.hlm 1
1
Undang-Undang No.25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
menyebutkan Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehinga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.3
Money Laundering adalah merupakan upaya pelaku kejahatan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang di peroleh
dari tindakan pidana dengan cara memasukan harta kekayaan hasil tindak pidana
kedalam sistem keuangan khususnya dalam sistem perbankan baik didalam
maupun diluar negeri dengan maksud menghindarkan diri dari tuntutan hukum
atas kejahatan yang telah dilakukan dengan mengamankan harta kekayaan hasil
kejahatan dari sitaan aparat hukum4. Dengan bermacam modus Money laundering
dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari hibah, penitipan, pertukaran,
pembayaran hingga pentransferan.
Karena kegiatan pencucian uang telah menjadi kejahatan transnasional,
maka proses pencucian uang oleh para pencuci uang tidak hanya dilangsungkan
terbatas dalam wilayah satu negara tertentu saja, tetapi harus dilakukan keluar dari
wilayah negara dimana uang hasil kejahatan itu diperoleh, yaitu dari kejahatan
yang dilakukan di negara tersebut, dan masuk kedalam wilayah negara lain,
bahkan beberapa wilayah negara lain. Apabila proses pencucian uang berlangsung
hanya terbatas di wilayah negara di mana hasil kejahatan itu diperoleh, maka
tujuan dilakukannya pencucian uang yaitu untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul kegiatan itu dari otoritas penegak hukum, tidak akan
dapat berhasil baik. Hasil kejahatan itu harus dapat diupayakan oleh para pencuci
uang yang bersangkutan menjauh dari sumbernya. Hal itu dilakukan dengan
upaya layering yang merupakan salah satu tahap dari proses pencucian uang.5
3 Da’I Bachtiar, Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang .Pencucian Uang, Jakarta: Tidak ada penerbit, 2003, hlm 1
4 Da’I Bachtiar., Ibid. hlm 1,5 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid , hlm 77
2
Oleh karena pencucian uang telah menjadi kejahatan transnasional yang
prosesnya dilakukan melampaui wilayah negara di mana hasil kejahatan itu
semula diperoleh, maka pemberantasannya hanya mungkin dilakukan dengan
kerja sama yang erat dan terus menerus antara negara-negara di dunia ini melalui
kerja sama internasional. Dalam pelaksanaanya hal itu dilakukan dengan
membentuk berbagai organisasi atau kelompok kerja sama.6
6 Sutan Remy Sjahdeini, Ibid. , hlm 78
3
BAB II
IDENTIFIKASI MASLAH
Untuk membatasi uraian dalam makalah ini, maka akan diidentifikasikan
beberapa permasalahan dari makalah ini adalah :
1. Apa Saja Aspek
Transnasional dalam kejahatan money laundering?
2. Bagaimana Modus Operandi
Tindak Pidana Pencucian Uang ?
4
BAB III
PEMBAHASAN
A. Aspek Transnasional dalam kejahatan money laundering
Tindak pidana pencucian uang tidak hanya dapat dilakukan secara
konvensional, tetapi juga dapat dilakukan melalui penyalahgunaan internet
sebagai salah satu kemajuan teknologi informasi, antara lain melalui layanan
internet banking. Sifat money laundering menjadi universal dan bersifat
transnasional yakni melintasi batas-batas yurisdiksi negara7. Berarti pemahaman
hukum pidana terhadap kejahatan ini tidak lagi terkait dengan asas teritorial suatu
negara saja akan tetapi lebih dari satu hukum nasional yang dilanggar. Uang hasil
dari tindak pidana ini tidak saja disimpan atau dimanfaatkan dalam suatu lembaga
keuangan suatu negara asal, akan tetapi juga dapat ditransfer ke negara lain
dengan berbagai macam cara dan kepentingan, misalnya dengan cara pembayaran
yang dilakukan melalui bank secara elektronik (cyberpayment)8.. Kegiatan
semacam ini melibatkan lebih dari satu hukum pidana nasional. Bank Indonesia
menyebutkan bahwa tindak pidana penyuapan, korupsi, perjudian, pemalsuan
uang merupakan pemicu money laundering. Dengan demikian Money
Laundering.dikatakan sebagai kejahatan transnasional.
Kejahatan transnasional mengandung pengertian bahwa kejahatan tersebut
mengandung unsur asing, maksudnya dalam pelaksanaan kejahatan itu melibatkan
pihak-pihak dari negara lain, yang terkadang merupakan sebuah jaringan
kejahatan termaksud, dengan kata lain kejahatan transnasional bersifat terorganisir
dan merugikan masyarakat internasional. Melihat sifat kejahatan transnasional
tersebut, maka tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan transnasional ini 7 NHT. Siahaan.. Pencucian uang dan Kejahatan Perbankan. Sinar Harapan. Jakarta, 2005, hlm.
103. 8 Ibid. halaman 3
5
tiada lain juga sebuah kejahatan yang termasuk dalam lingkup hukum pidana
internasional.
Hukum pidana internasional sebagai disiplin hukum memiliki dan telah
memenuhi empat unsur sebagai berikut 9:
1. Asas hukum pidana internasional, dapat dibedakan antara asas-asas
hukum hukum yang bersumber pada hukum internasional dan asas-asas
hukum yang bersumber pada hukum pidana nasional. Asas-asas hukum yang
bersumber pada hukum internasional terdiri dari asas-asas yang bersifat umum
seperti pacta sunt servanda dan bersifat khusus seperti yang diungkapkan oleh
Hugo Grotius yaitu asas au dedere au punere yang berarti terhadap pelaku
tindak pidana internasional dapat dipidana oleh negara tempat locus delicti
terjadi dalam batas teritorial suatu negara tersebut atau diserahkan atau
diekstradisi kepada negara peminta yang memiliki yurisdiksi untuk mewakili
pelaku tersebut. Selain itu, terdapat asas au dedere au judicare yang berarti
bahwa setiap negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku
tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk melakukan kerja sama
dengan negara lain dalam menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili
pelaku tindak pidana internasional sebagaimana dinyatakan oleh Bassioni.
Perbedaan kedua asas di atas terletak pada pemahaman dan persepsi
mengenai kedaulatan Negara, namun demikian kedua asas tersebut tidak dapat
dipisahkan dan saling mengisi. Sementara itu, asas-asas hukum pidana
internasional juga bersumber pada asas-asas hukum pidana nasional yaitu
asas legalitas, asas territorial, asas nasionalitas aktif dan pasif, asas
universalitas, asas non retroaktif, asas ne bis in idem dan asas tidak berlaku
surut.
2. Kaidah-kaidah hukum pidana internasional, meliputi semua
ketentuan dalam konvensi-konvensi internasional tentang kejahatan
internasional atau kejahatan transnasional, perjanjian-perjanjian internasional,
baik bilateral maupun multilateral mengenai kejahatan internasional serta
ketentuan lain mengenai tindak pidana internasional.
9 Ibid., hlm. 17
6
3. Proses dan penegakan hukum pidana internasional meliputi
ketentuan hukum internasional mengenai prosedur penegakan hukum pidana
internasional.
4. Objek hukum pidana internasional adalah tindak pidana
internasional yang telah diatur dalam konvensi-konvensi internasional.
Pada perkembangannya, Edward M. Wise, menyatakan bahwa pengertian
hukum pidana internasional bukan merupakan pengertian yang kaku dan pasti
karena dalam pengertian luas meliputi tiga topik sebagai berikut 10:
1. Topik pertama mengenai kekuasaan mengadili dari pengadilan
negara tertentu terhadap kasus-kasus yang mengandung unsur asing, termasuk
diantaranya masalah ekstradisi.
2. Topik kedua mengenai prinsip-prinsip hukum publik internasional
yang menetapkan kewajiban pada negara-negara yang dituangkan dalam
hukum pidana nasional atau hukum acara pidana nasional negara yang
bersangkutan yang bersumber dari konvensi dan perjanjian internasional yang
menyangkut masalah tindak pidana pencucian uang.
3. Topik ketiga mengenai keutuhan pengertian hukum pidana
internasional termasuk instrument-instrumen yang mendukung penegakan
hukum pidana internasional tersebut.
Istilah kejahatan transnasional menunjukan adanya kejahatan yang
sebenarnya bersifat nasional namun mengandung unsur asing atau lintas batas
negara. Kejahatan itu sebenarnya terjadi dalam batas wilayah suatu negara
(nasional), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain,
sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau terkait
dengan kejahatan tersebut. Pada praktiknya terdapat banyak faktor yang
menyebabkan adanya kepentingan lebih dari satu negara dalam suatu kejahatan,
baik pelakunya, korbannya, tempat terjadinya kejahatan atau perpaduan unsur-
unsur tersebut.
Ada beberapa dimensi yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan
bahwa suatu kejahatan itu merupakan kejahatan transnasional, yakni :
10 Ibid., hlm. 36
7
1. Tempat terjadinya kejahatan nasional di luar wilayah negara yang
bersangkutan tetapi menimbulkan akibat dalam wilayahnya, dalam hal ini ada
kepentingan satu negara atau lebih yang terkait dengan kejahatan itu.
2. Korban suatu kejahatan nasional tidak semata-mata dalam wilayah
negara itu sendiri tetapi juga terdapat di wilayah negara lain atau di suatu
tempat di luar wilayah negara.
3. Kejahatan yang terjadi dalam wilayah suatu negara tetapi
pelakunya adalah negara yang bukan warganegaranya.
Selain itu, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi suatu kejahatan sebagai kejahatan transnasional, yaitu tempat
terjadinya kejahatan, kewarganegaraan pelaku dan atau korbannya, korban yang
berupa harta benda bergerak dan atau benda tidak bergerak milik pihak asing,
Perpaduan antara butir 1,2 dan 3, tersentuhnya nilai-nilai kemanusiaan universal,
rasa keadilan dan kesadaran hukum umat manusia
Sementara itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, terdapat beberapa asas yang berkaitan
dengan penerapan hukum pada kejahatan transnasional antara lain : Pasal 2
sampai dengan Pasal 9 KUHP mengenai lingkup berlakunya hukum pidana
terutama Pasal 9 KUHP yang menetapkan bahwa berlakunya hukum pidana
nasional dibatasi oleh ketentuan hukum internasional.
Kejahatan terorganisir adalah suatu jenis kejahatan kerah putih yang
dilakukan oleh para mafia dalam suatu jaringan yang terorganisir rapi pada suatu
organisasi bawah tanah, baik mafia preman maupun mafia intelek yang
melakukan berbagai jenis kejahatan dengan tujuan akhir yaitu mencari uang, baik
dilakukan melalui bisnis gelap atau terang-terangan11. Kejahatan terorganisir
(organized crime) harus dibedakan dengan kejahatan organisasi (organizational
crime), karena yang dimaksud dengan organizational crime adalah kejahatan yang
dilakukan oleh organisasi, baik berbentuk badan hukum atau non badan hukum,
11 Munir Fuady, Bisnis Kotor, Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Citra Adtya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 41.
8
sedangkan organized crime adalah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok
orang yang memiliki kegiatan utama yang berlawanan dengan hukum (pidana)
dengan tujuan mencari keuntungan secara ilegal dengan menggunakan kekuasaan
yang tidak sah, melakukan pemerasan, bahkan manipulasi finansial12. Contoh
kejahatan terorganisir antara lain pencucian uang, mafia pembobolan bank,
peredaran gelap narkoba, dan sebagainya. Oleh karena itu, tindak pidana
pencucian uang juga berkaitan dengan kejahatan terorganisir dan melibatkan
lebih dari suatu negara sehingga dianggap sebagai kejahatan transnasional.
Berbicara mengenai kejahatan transnasional, tentu berkaitan pula dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik
Dalam Masalah Pidana. Pada kasus-kasus yang merupakan kejahatan
transnasional diperlukan adanya kerja sama antarnegara untuk mempermudah
penanganan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan atas suatu masalah pidana yang timbul baik di Negara Peminta
maupun Negara Diminta. Untuk memberikan dasar hukum yang kuat mengenai
kerja sama antarnegara dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana
diperlukan perangkat hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi Pemerintah
Republik Indonesia untuk membuat perjanjian dan melaksanakan permintaan
bantuan kerja sama dari negara asing. Perangkat hukum tersebut berupa undang-
undang yang mengatur beberapa asas atau prinsip, prosedur dan persyaratan
permintaan bantuan, serta proses hukum acaranya. Asas atau prinsip bantuan
timbal balik dalam masalah pidana dalam Undang-Undang di atas didasarkan
pada ketentuan hukum acara pidana, perjanjian antar negara yang dibuat, serta
konvensi dan kebiasaan internasional. Bantuan timbal balik dalam masalah
pidana dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian dan jika belum ada
perjanjian, maka bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik. Undang-
Undang ini tidak memberikan wewenang untuk mengadakan ekstradisi atau
penyerahan orang, penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi
atau penyerahan orang, pengalihan narapidana, atau pengalihan perkara.
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 termaksud
12Ibid, hlm.43.
9
mengatur secara rinci mengenai permintaan bantuan timbal balik dalam masalah
pidana dari Pemerintah Republik Indonesia kepada Negara Diminta dan
sebaliknya yang antara lain menyangkut pengajuan permintaan bantuan,
persyaratan permintaan, bantuan untuk mencari atau mengindentifikasi orang,
bantuan untuk mendapatkan alat bukti, dan bantuan untuk mengupayakan
kehadiran orang.
B. Modus Operandi Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam melaksanakan pencucian uang, modus operandi yang biasa
dilakukan dengan beberapa cara yakni:
1. Melalui kerja sama modal Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa ke luar
negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerjasama modal (Joint
Venture Project). Keuntungan inventasi tersebut harus diinventasikan lagi
dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang
yang sudah bersih karena tampaknya diolah secara legal, bahkan dikenakan
pajak.
2. Melalui agunan kredit Uang tunai diselundupkan ke luar negeri. Lalu
disimpan di bank negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk
lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke Bank Swiss dalam bentuk deposito.
Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan
deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke asal uang haram
tadi.
3. Melalui perjalanan luar negeri Uang tunai ditransfer ke luar negeri melalui
bank asing yang berada di negaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali
dan dibawa kembali ke negara asalnya oleh orang tertentu. Seolah–olah uang
tersebut berasal dari luar negeri.
4. Melalui penyamaran usaha dalam negeri Dengan usaha tersebut maka
didirikanlah perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut
10
berhasil atau tidak, tetapi kesannya uang tersebut telah menghasilkan uang
bersih.
5. Melalui penyamaran perjudian Dengan uang tersebut didirikan usaha
perjudian. Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah. Akan tetapi
akan dibuat kesan menang, sehingga ada alasan asal usul uang tersebut.
Seandainya di Indonesia masih ada lottre atau sejenisnya yang lain, kepada
pemilik uang haram dapat ditawarkan nomor menang dengan harga yang lebih
mahal. Dengan demikian uang tersebut memberikan kesan kepada yang
bersangkutan sebagai hasil kemenangan kegiatan perjudian tersebut.
6. Melalui penyamaran dokumen Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana,
tetapi keberadaannya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau yang
diadakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor,
agar ada kesan uang tersebut sebagai hasil kegiatan luar negeri
7. Melalui pinjaman luar negeri Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan
berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan kembali sebagai pinjaman luar
negeri. Hal ini seakan-akan memberi kesan bahwa pelaku memperoleh
bantuan kredit luar negeri
8. Melalui rekayasa pinjaman luar negeri Uang secara fisik tidak kemana-mana,
tetapi kemudian dibuat suatu dokumen seakan-akan ada bantuan atau
pinjaman luar negeri. Jadi pada kasus ini sama sekali tidak ada pihak
pemberian pinjaman, yang ada hanya dokumen pinjaman yang kemungkinan
besar adalah dokumen palsu.
Didasarkan pada tipologinya dalam perbuatan tindak pidana pencucian
uang terdapat beberapa modus:
1. Tipologi dasar
a. Modus orang ketiga, yaitu dengan menggunakan seseorang untuk
menjalankan perbuatan tertentu yang diinginkan oleh pelaku pencurian
uang, dapat dengan menggunakan atau mengatasnamakan orang ketiga
atau orang lain lagi yang berlainan. Ciri-cirinya adalah orang ketiga
hampir selalu nyata dan bukan hanya nama palsu dalam dokumen, orang
ketiga biasanya menyadari ia dipergunakan, orang ketiga tersebut
11
merupakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hubungannya
dengan pelaku sangat dekat sehingga dapat berkomunikasi setiap saat.
b. Modus topeng usaha sederhana, merupakan kelanjutan modus orang
ketiga, dimana orang tersebut akan diperintahkan untuk mendirikan suatu
bidang usaha dengan menggunakan kekayaan yang merupakan hasil
tindak pidana.
c. Modus perbankan sederhana, dapat merupakan kelanjutan modus pertama
dan kedua, namun juga dapat berdiri sendiri. Disini terjadi
perpindahansistem transaksi tunai yang berubah dalam bentuk cek
kontan, cek perjalanan, atau bentuk lain dalam deposito, tabungan yang
dapat ditransfer dengan cepat dan digunakan lagi dalam pembelian aset-
aset. Modus ini banyak meninggalkan jejak melalui dokumen rekening
koran, cek, dan data-data lain yang mengarah pada nasabah itu, serta
keluar masuknya dari proses transaksi baik yang menuju pada seseorang
maupun pada aset-aset, atau pun pada pembayaran-pembayaran lain.
d. Modus kombinasi perbankan atau usaha, yang dilakukan oleh orang
ketiga yang menguasai suatu usaha dengan memasukkan uang hasil
kejahatan ke bank untuk kemudian ditukar dengan cek yang kemudian
digunakan untuk pembelian aset atau pendirian usaha-usaha lain.
2. Tipologi ekonomi
a. Model smurfing, yakni pelaku menggunakan rekan-rekannya yang banyak
untuk memecah sejumlah besar uang tunai dalam jumlah-jumlah kecil
dibawah batas uang tunai sehingga bank tidak mencurigai kegiatan
tersebut untuk kemudian uang tunai tersebut ditukarkan di bank dengan
cek wisata atau cek kontan. Bentuk lain adalah dengan memasukkan
dalam rekening para smurfing di satu tempat pada suatu bank kemudian
mengambil pada bank yang sama di kota yang berbeda atau disetorkan
pada rekening-rekening pelaku pencucian uang di kota lain sehingga
terkumpul dalam beberapa rekening pelaku pencucian uang. Rekening ini
tidak langsung atas nama pelaku namun bisa menunjuk pada suatu
perusahaan lain atau rekening lain yang disamarkan nama pemiliknya.
12
b. Model perusahaan rangka, disebut demikian karena perusahaan ini
sebenarnya tidak menjalankan kegiatan usaha apapun, melainkan dibentuk
agar rekening perusahaannya dapat digunakan untuk memindahkan
sesuatu atau uang. Perusahaan rangka dapat digunakan untuk penempatan
(placement) dana sementara sebelum dipindah atau digunakan lagi.
Perusahaan rangka dapat terhubung satu dengan yang lain misal saham PT
A dimiliki oleh PT B yang berada di daerah atau negara lain, sementara
saham PT B sebagian dimiliki oleh PT A, PT B, PT C, dan/atau PT D
yang berada di daerah atau negara lain
c. Modus pinjaman kembali, adalah suatu variasi dari kombinasi modus
perbankan dan modus usaha. Contohnya, pelaku pencucian uang
menyerahkan uang hasil tindak pidana kepada A (orang ketiga), dan A
memasukkan sebagian dana tersebut ke bank B dan sebagian dana juga
didepositokan ke bank C. Selain itu A meminjam uang ke bank D. Dengan
bunga deposito bank C, A kemudian membayar bunga dan pokok
pinjamannya dari bank D. Dari segi jumlah memang terdapat kerugian
karena harus membayar bunga pinjaman namun uang illegal tersebut telah
berubah menjadi uang pinjaman yang bersih dengan dokumen yang
lengkap.
d. Modus under invoicing, yaitu modus untuk memasukkan uang hasil tindak
pidana dalam pembelian suatu barang yang nilai jual barang tersebut
sebenarnya lebih besar daripada yang dicantumkan dalam faktur.
e. Modus over invoicing, merupakan kebalikan dari modus under invoicing.
f. Modus over invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang
diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang dijadikan bukti
pembelian (penjualan fiktif) sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah
pelaku pencucian uang.
g. Modus pembelian kembali, dimana pelaku menggunakan dana yang telah
dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia miliki.
3. Tipologi IT
a. Modus E-Bisnis, menggunakan sarana internet.
13
b. Modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate
crime berupa penipuan dan pemalsuan atas dokumen-dokumen transaksi
keuangan.
4. Tipologi hitek Dimana suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema
namun orang-orang kunci tidak saling mengenal, nilai uang relatif tidak besar
tetapi bila dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dikenal
dengan nama modus cleaning dimana kejahatan ini biasanya dilakukan
dengan menembus sistem data base suatu bank.
14
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kejahatan transnasional mengandung pengertian bahwa kejahatan tersebut
mengandung unsur asing, maksudnya dalam pelaksanaan kejahatan itu
melibatkan pihak-pihak dari negara lain, yang terkadang merupakan sebuah
jaringan kejahatan termaksud, dengan kata lain kejahatan transnasional
bersifat terorganisir dan merugikan masyarakat internasional. Melihat sifat
kejahatan transnasional tersebut, maka tindak pidana pencucian uang sebagai
kejahatan transnasional ini tiada lain juga sebuah kejahatan yang termasuk
dalam lingkup hukum pidana internasional.
2. modus operandi yang biasa dilakukan dengan beberapa cara yakni,Melalui
kerja sama modal, Melalui agunan kredit, Melalui perjalanan luar negeri,
Melalui penyamaran usaha dalam, Melalui penyamaran perjudian, Melalui
penyamaran dokumen dan Melalui pinjaman luar negeri
3. Didasarkan pada tipologinya dalam perbuatan tindak pidana pencucian uang
terdapat beberapa modus:
a. Tipologi dasar
1) Modus orang ketiga,
2) Modus topeng usaha sederhana
3) Modus perbankan sederhana
4) Modus kombinasi perbankan atau usaha
b. Tipologi ekonomi
1) Model smurfing
2) Model perusahaan rangka
3) Modus pinjaman kembali
4) Modus under invoicinge.
5) Modus over invoicing
15
6) Modus over invoicing II
7) Modus pembelian kembali,
c. Tipologi IT
a. Modus E-Bisnis, menggunakan sarana internet.
b. Modus scanner
d. Tipologi hitek
16
top related