asma bronkial gw
Post on 28-Oct-2015
41 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN SIMULASI KASUS
ASMA BRONKIALE
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Gusti Adhi Affandi I1A001062
Rina Desdwi Utami I1A004014
Irene Sabrina Dawenan I1A005060
Pembimbing
dr. Agung Biworo M. Kes
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN FARMAKOLOGI
BANJARBARU
2009
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang dapat timbul pada berbagai usia, dapat
terjadi pada laki – laki maupun perempuan. Dari waktu ke waktu terlihat
kecendrungan peningkatan penderita ini. Meskipun berbagai obat baru
dikembangkan dan digunakan untuk mengatasi penyakit ini, ternyata di negara
maju angka kematian oleh penyakit ini juga meningkat.
Berbagai definisi ditemukan untuk menyimpulkan sifat dan bentuk
penyakit ini, tetapi kadang – kadang definisi itu tidak bisa menggambarkan
karakteristik penyakit ini secara keseluruhan. Definisi yang disepakati bersama
dalam suatu konsensus internasional para ahli asma menyatakan bahwa asma
adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Pada kelainan ini berperan
berbagai sel inflamasi antara lain sel mast dan eosinofil. Pada individu yang
sensitif inflamasi kronik ini menimbulkan gejala – gejala yang terjadi akibat
obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi dan
sering membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi kronik ini juga
menyebabkanhiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan.
Diagnosis yang tepat dan adekuat serta penentuan derajat beratnya asma
sangat berperan dalam keberhasilan penatalaksanaan penyakit ini.
Penatalaksanaan asma bertujuan mencapai keadaan asma yang terkontrol sehingga
kualitas hidup penderita lebih baik. Asma bronkial kadang – kadang memberikan
1
gejala yang tidak khas dan menyerupai penyakit paru lain. Di samping itu
beberapa penyakit paru dan saluran nafas dapat mempunyai gejala menyerupai
asma. Pengobatan yang adekuat dapat diberikan bila diagnosis dan klasifikasi
berat penyakit yang tepat dapat ditentukan.
I.2 Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini, menyebabkan episode mengi berulang,
sesak napas, dada rasa tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan ataupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.
Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinis untuk anak tidak
praktis, oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi
batasan sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten
dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau
atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri.
2
I.3 Epidemiologi
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi asma
terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti
Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini
semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-
4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi
paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma)
sebanyak 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
3
I.4 Etiologi
Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan
asma, yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain
seperti bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan
bahan kimia, endokrin, serta faktor anatomi dan fisiologi.
1) Alergen
Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:
- Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan
serangan asma banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih
muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah 3 tahun terutama adalah
alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir
kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa
penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan
penyebabnya ini sering menetap, walaupun demikian dapat diprovokasi
tiap 6 bulan.
- Alergen hirup
Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing,
bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai
di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim.
Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di
negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada
4
musim panas, jamur pada musim panas dan gugur.
2) Tungau debu rumah
Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di
dalam debu rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah
penyebab utama penyakit alergi, khususnya asma bronkial, rinitis alergi
dan belakangan ini diduga sebagai penyebab dermatitis atopik.
TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop
pun sulit dilihat tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis
Dermatophagoides pteronyssinus diperlukan suhu sekitar 25-30oC,
dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan untuk jenis D. farinae dapat
bertahan hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%. Populasi
TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun
dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia.
3) Infeksi saluran napas
Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus,
terbanyak respiratory syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil
dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus
terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada
reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan
serangan asma. Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara
bronkiolitis atau sebagai serangan pertama asma. Keduanya bisa
disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang lain.
Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita
5
dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk
berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal.
Infeksi bakteri umumnya jarang ada hubungannya dengan serangan asma.
4) Emosi
Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi
pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus
dapat bersumber dari masalah antara kedua orang tua, antara orang tua
dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.
5) Latihan jasmani
Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA)
dapat terjadi akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari
di udara yang hangat dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2
menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi
setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons
dini), dan pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat
antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang pertama.
6) Faktor lain
- Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair
spray, parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri
kimia yang dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus dan
inflamasi.
- Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat
dihirup, seperti hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin,
6
nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk
bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan
klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek
bakterisid makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.
- Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat
memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab
asma nokturnal.
- Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma
melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang
dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang
perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat
antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam
mefenamat, dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin,
mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan
kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium
benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman.
- Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera
sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat
memperberat asma.
Seringkali faktor pencetus tersebut timbul bersamaan, yang akan
memperkuat mekanisme terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya
mengalami EIA (Exercise Induced Asthma) bila berolahraga pada udara dingin
dan sewaktu serangan influensa. Pada pasien lain serangan asma terjadi akibat
7
alergen tertentu dan sewaktu menderita influenza.
I.5 Patofisologi
Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut:
Gambar 1 : saluran nafas normal (i) dan saluran nafas penderita asma
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
8
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.
I.6 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian
9
obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).
Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya
suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat
menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat .
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa
Derajat asma Gejala Gejala malam
Faal paru
Intermitten Bulanan APE≥80%- G
ejala<1x/minggu.- T
anpa gejala diluar serangan.
- Serangan singkat.
≤ 2 kali sebulan
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80%nilai terbaik.
- Variabiliti APE<20%.
Persisten ringan Mingguan APE>80%- G
ejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.
- Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur
>2 kali sebulan
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE 20-30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%- G
ejala setiap hari.>2 kali sebulan
- VEPprediksi APE
10
- Serangan mengganggu aktifiti dan tidur.
- Membutuhkan bronkodilator setiap hari.
60-80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE>30%.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%- G
ejala terus menerus
- Sering kambuh
- Aktifiti fisik terbatas
Sering - VEP1≤60% nilai prediksi
APE≤60% nilai terbaik
- Variabiliti APE>30%
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak
(PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2)
Asma episodik sering; dan 3) Asma persisten.
Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak
Parameter klinis,
kebutuhan obatdan faal paru
asma
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan
<1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan
Intensitas serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara serangan
Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktifitas
Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
Pemeriksaan Normal ( tidak Mungkin Tidak pernah
11
fisik diluar serangan
ditemukan kelainan)
tergganggu(ditemukan kelainan)
normal
Obat pengendali(anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru(diluar serangan)
PEFatauFEV1>80%
PEFatauFEV1<60-80%
PEVatauFEV<60%
Variabilitas faal paru(bila ada serangan)
Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.Variabilitas >50%
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat.
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek
akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami
serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong
episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti
napas yang dapat menyebabkan kematian.
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus
lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi
dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
12
keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus
diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau
serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis, fungsi faal paru,
laboratoriumRingan Sedang Berat
Ancaman henti napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi :Menangis keras
Bayi :-Tangis pendek dan lemah-Kesulitan menetek/makan
Bayi :Tidakmau makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kataKesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel KebingunganSianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Penggunaan otot bantu respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah napas cuping hidung
Dangkal / hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia Frekuensi napas normal per menit< 2 bulan <602-12 bulan < 501-5 tahun < 406-8 tahun < 30
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Dradikardi Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit2-12 bulan < 1601-2 tahun < 1206-8 tahun < 110
Pulsus paradoksus(pemeriksaannya tidak praktis)
Tidak ada (< 10 mmHg)
Ada(10-20 mmHg)
Ada(>20mmHg)
Tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik
PEFR atau FEV1(%nilai dugaan/%nilai terbaik)Pra bonkodilatorPasca bronkodilator
>60%>80%
40-60%60-80%
<40%<60%, respon<2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%PaO2 Normal (biasanya
tidak perlu diperiksa)
>60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
13
Sumber : GINA, 2006
I.7 Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan
sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing
tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila
dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan
terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada,
bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental
dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak
gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi
kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2
14
dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan
darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi
katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia
I.8 Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang .
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold)
merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari
atau lebih)?
d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olah raga?
15
e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian
obat pelega (bronkodilator)?
f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan
musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya.
Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada
sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga
pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest),
biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
a Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
sianosis
b Palpasi
16
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
c Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
d Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi
ronki
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
e Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi.
f Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
I.9 Diagnosis banding
1) Dewasa
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
17
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis
Emboli paru.
2) Anak
Rinosinusitis
Refluks gastroesofageal
Infeksi respiratorik bawah viral berulang
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran
respiratorik intratorakal
Aspirasi benda asing
Sindrom diskinesia silier primer
Defisiensi imun
Penyakit jantung bawaan
I.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
18
Tujuan :
1) Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
2) Mencegah eksaserbasi akut;
3) Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
4) Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
5) Menghindari efek samping obat;
6) Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
7) Mencegah kematian karena asma.
8) Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara
dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta
apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan
keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma,
yaitu:
1) KIE dan hubungan dokter-pasien
2) Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
3) Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
4) Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
5) Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
19
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah ,
dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
kortikosteroid sistemik.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-
5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral.
Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV
20
(bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan
pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI)
dengan alat bantu (spacer).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma
(pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
1) Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
21
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien
adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
2) Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum
diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga
bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
β2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
22
Pengontrol(Antiinflamasi)
Pelega(Bronkodilator)
Steroid inhalasi
Antileukokotrin
Kortikosteroid sistemik
Agonis beta-2kerjalama
kombinasi steroid dan Agonis beta-2kerjalama
Agonis beta-2 kerja cepat
Antikolinergik
Metilsantin
Kortikosteroid sistemik
Flutikason propionatBudesonide
Zafirlukast
MetilprednisolonPrednison
ProkaterolFormoterolSalmeterol
Flutikason + Salmeterol.Budesonide + formoterol
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
FenoterolIpratropium bromide
TeofilinAminofilinTeofilin lepas lambatMetilprednisolonPrednison
IDTIDT, turbuhaler
Oral(tablet)
Oral(injeksi)Oral
OralTurbuhalerIDT
IDTTurbuhaler
Oral, IDT, rotacap solution
Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi)
IDT
IDT, solutionIDT, solution
OralOral, injeksiOralOral, inhalerOral
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan
bersama dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
24
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain
dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia
yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat
menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan
penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol,
terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 5).
Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma
Tingkatan Asma Terkontrol
Karakteristik Terkontrol TerkonrolSebagian
TidakTerkonrol
Gejala harian Tidak ada (dua kali atau kurang perminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu – waktu dalam seminggu
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu
Gejala nokturnal/gangguan tidur (terbangun)
Tidak ada Sewaktu – waktu dalam seminggu
Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue
Tidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Fingsi Paru (PEF atau FEV1*)
Normal < 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih dalm setahun**)
Sekali dalam seminggu***)
25
Keterangan :
*) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah
5 tahun
**) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah
benar-benar adekuat
***)Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol
Sumber : GINA 2006
I.11 Rujukan Kasus Asma
Dokter umum atau puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi
tertentu ke RS yang memiliki pelayanan spesialistik seperti :
1) Serangan berat
2) Serangan yang mengancam jiwa
3) Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400
mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol).
4) Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll
BAB II
SIMULASI KASUS
II.1. Kasus
26
Anamnesa
An. Erli 9 tahun , pelajar homeschooling setingkat kelas 4 SD, alamat Jalan H.
Hasan Basri RT.17 No.27 Banjarmasin , datang diantar ibunya ke Klinik jam
09.00 pagi dengan sesak nafas. Sesak nafas sejak malam sebelumnya, sehingga
penderita tidak bisa tidur, kalau berbaring tanpa bantal, dada terasa sesak.
Terdengar bunyi saat bernafas. Sejak 2 hari yang lalu pasien flu dan batuk –
batuk, karena sebelumnya kehujanan. Sekarang bersinnya sudah tidak ada, cuma
tinggal batuk berdahak. Ingus dan dahaknya berwarna agak kuning. Badan terasa
agak demam. Pasien seringkali flu apabila cuaca dingin, sedangkan sesak nafas
seperti ini kadang – kadang saja dan biasanya kalau cepat berobat segera sembuh.
Pasien sudah diberi ibu obat Rhinofed tablet dan Dumin tablet.
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg N = 90x/menit RR = 30x/menit T =38,0oC
Kepala : dalam batas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak
ada sianosis, edema concha nasalis.
Thorax : tidak ada retraksi, terdapat wheezing inspirasi dan ekspirasi serta
ronkhi basah kasar di kedua paru.
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Ro foto thorax : jantung dan paru dalam batas normal
Diagnosa
Asma Bronkhiale
27
II.2 Tujuan Pengobatan
Menghilangkan obstruksi saluran nafas segera dengan cara memberikan
bronkodilator
Memperbaiki fungsi paru dan mengurangi reaktivitas jalan nafas dari
infiltrasi sel-sel radang dan mediator inflamasi pada saluran nafas dengan
memberikan antiinflamasi
Terapi penujang yaitu berupa pemberian mukolitik/ekspektoran untuk
mempermudah keluarnya sekret bronkus
Mengurangi simptom lain yang menyertai yaitu demam dengan pemberian
antipiretik
2.3. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat untuk Kasus
No Kelompok Obat Nama Obat
1β-Bloker
(Short acting)Salbutamol, Terbutalin
2Metilxantin
Teofilin
3 Kortikosteroid Deksametason
4Kromoglikat, neodokromil
Disodium kromiglikat
5 Mukolitik/Ekspektoran Ambroxol, Glyseril guaiakolat
6 Antipiretik Ibuprofen
2.4. Perbandingan Kelompok Obat
Kelompok/Jenis Obat
Khasiat/Efek Efek Samping Obat Kontraindikasi
Salbutamol terbutalin
bronkodilatasi Nyeri kepala, pusing, mual, tremor tangan. Pada OD dapat terjadi takikardia, palpitasi,
Hipertiroidisme, insufisisnsi miokard, aritmia, hipertensi, kehamilan dan
28
aritmia dan hipotensi menyusui, manula
Teofilin, aminofilin
bronkodilatasi
- saluran cerna : mual, muntah, nyeri epigastrik, hematemesis dan diare
- SSP : sakit kepala, iritabilitas, gelisah, insomnia, refleks berlebihan, kejang otot,kejang umum tonik klonik
- KV : takikardi, palpitasi, ekstrasistol, muka merah, hipotensi, kegagalan sirkulasi, aritmia ventrikel
- Sal nafas : takipnue- Ginjal : diuresis
meningkat- Kulit : urtikaria- Lain-lain : alopesia,
hiperglikemi, kelainan ADH
Hipersensitivitas terhadap komponen obat termasuk etilindiamin.Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan hati, epilepsy, kehamilan, menyusui
Beklometason budesonid
Anti inflamasi
Bronkospasmus paradoksikal, suara serak, kandidiasis, ruam
Kehamilan, laktasi
Natrium kromoglikat
Anti inflamasiBatuk, bronkospasmus sementara, iritasi tenggorokan
ambroxol, bromheksin
MukolitikIritasi saluran cerna, sakit kepala, urtikaria, tinnitus dna sensitivitas
hipersensitivitas
Glyseril guiakolat
ekspektoranMual, muntah dan mengantuk pada dosis besar
ParasetamolAnalgetik-antipiretik
Rekasi alergi : eritema, urtikaria, demam, lesi pada mukosa. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati
Riwayat hipersensitivitas terhadap parasetamol. Kerusakan hati
IbuprofenAnalgetik-antipiretik
Mual, muntah, diare, eritema kulit dan trombositopenia
Hipersensitivitas dengan ibiprofen, tukak peptik berat dan kehamilan trim.III
29
2.5. Pilihan Obat dan Alternatif Obat Yang Digunakan
Terapi saat serangan akut dan profilaksis serangan asma bronkial
Bronkodilator
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Salbutamol TeofilinBSO (generic, paten, kekuatan)
Generik : SalbutamolBSO : sirup 2mg/5ml Tablet 2 mg,4 mg Inhaler100 mcg/semprotpaten : Ventolin®
BSO : Tablet 2 mg;Sirup 2 mg/5ml, inhaler 100mcg/dosis; Nebules 2,5 mg ;cairan inj 0,5 mg/ml ;Rotacap 200 mcg
Generik : Aminofilin BSO : tablet 100 mg, 200 mg; cairan 105 mg/5ml; suppos 250 mg, 500mgPaten : Theobron®
BSO : kapsul 130 mg; sirup 130 mg/5ml
BSO yang diberikan dan alasannya
Aerosol karena efek bronkodilator yang diinginkan segera.
Kapsul, karena cocok untuk pasien dan tidak ada gangguan menelan
Dosis referensi 100-200 mcg (1 hisapan) 75- 150 mg/ x
Dosis kasus tersebut dan alasannya
100 mcg (1 hisapan), sesuai referensi agar efek terapi tercapai
275- 150 mg/ x, sesuai referensi agar efek terapi tercapai
Frekuensi pemberian dan alasannya
Dapat diulang 1 x setiap 20 menit sampai 1 jam, cukup memadai untuk mengatasi serangan asma ringan dan sedang
3 x sehari, sesuai waktu paruh (8-9 jam)
Cara pemberian dan alasannya
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi tercapai maksimal
Oral, tidak keluhan kesukaran menelan
Saat pemberian dan alasannya
Kapan saja karena tidak diberikan peroral
Sebelum makan karena adanya makanan dalam lambung akan memperlambat absorsi
Lama pemberian dan alasannya
Tergantung derajat asma, pada kasus ini hanya pada saat serangan karena derajat asma masih ringan
Tergantung derajat asma, pada kasus ini hanya selama 3 hari karena derajat asma masih ringan dan hanya bersifat obat simptomatik
Antiinflamasi
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Beklometason dipropionat Na kromoglikatBSO (generic, paten, Generik : beklometason Generik : Na kromoglikat
30
kekuatan) BSO aerosol 42 mcg/semprot Paten : Ventide®
BSO :aerosol mengandung salbutamol 100 mcg dan beklometason 50 mcg/ semprotan
BSO : Paten :Becotide®
BSO : aerosol: 5 mg/semprotan
BSO yang diberikan dan alasannya
Aerosol untuk mengurangi efek samping
Aerosol karena penyerapan secara oral buruk
Dosis referensi 100-400 mcg (1-4 hisapan) 5-10 mg, 4x sehariDosis kasus tersebut dan alasannya
100 mcg/x agar tercapai efek terapi
5 mg/x agar tercapai efek terapi
Frekuensi pemberian dan alasannya
2 kali sehari untuk tercapai efek terapi
4 kali sehari sesuai dengan waktu paruh
Cara pemberian dan alasannya
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi maksimum
Disemprotkan ke tenggorokan
Saat pemberian dan alasannya
Pagi dan sore, sesuai dengan waktu paruh
sesudah makan untuk mengurangi efek samping berupa gangguan sal cerna
Lama pemberian dan alasannya
Tergantung derajat asma. Pada kasus sebenarnya tidak terlalu perlu tapi diberikan untuk memperkuat kerja beta adrenergik jadi hanya saat serangan
Menurut keperluan karena tergantung derajat asma
Mukolitik / ekspektoran
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Ambroxol Glyseril guiakolatBSO (generic, paten) Generik : Ambroxol®
BSO : sirup 15 mg/5ml dan tablet 30 mgPaten : Mucopect®
BSO : sirup 30 mg/5ml, drops 15 mg/ml, tablet 30 mg
Generik : GGBSO tablet 100 mgPaten:Cohistanexpectorant®
BSO : Sirup 50 mg GG, 1 mg chlorpheniramine maleat/5ml,
BSO yang diberikan dan alasannya
Sirup, absorbs lebih cepat dan BSO lebih menyenangkan untuk anak-anak
Sirup, absorbs lebih cepat dan BSO lebih menyenangkan untuk anak-anak
Dosis referensi 5 ml, 2-3x sehari ½ sendok makan, 3-4 x/hariDosis kasus tersebut dan alasannya
5 ml, bila perlu ½ sendok makan,bila perlu
Frekuensi pemberian dan alasannya
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
Cara pemberian dan alsannya
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Saat pemberian dan alasannya
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Lama pemberian 3 hari karena sifatnya simptomatis
3 hari karena sifatnya simptomatis
31
dr. Johny Depp1208/XII2009
Rumah: Praktek: Jln.Kenanga no.4 Bjm Jln. Rambai Padi no.6 BjmTelp (0511) 3366455 Telp (0511) 3349484
Banjarmasin, 20 Juli 2009
R/ Salbutamol Inhaler 100 mcg No. lag I S prn 2dd puff I (sesak)
Acc
S prn 3 dd cth I ac (tussis)
AccR/ Paracetamol syr 120 mg/5 ml 60 ml No.fl I S prn 3 dd cth II ac (febris)
Acc
Pro : An. ErliUmur : 9 tahunAlamat : Jalan H. Hasan Basri RT.17 No.27 Banjarmasin
Antipiretik
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Ibuprofen IbuprofenBSO (generic, paten) Generik : Ibuprofen
BSO tablet 100 mgPaten : Proris®
BSO : tablet kunyah100 mg, kaplet 200 mg,sirup 100mg/5ml, sirup forte 200mg/5ml
Generik : IbuprofenBSO tablet 100 mgPaten : Proris®
BSO : tablet kunyah100 mg, kaplet 200 mg,sirup 100mg/5ml, sirup forte 200mg/5ml
BSO yang diberikan dan alasannya
Sirup, absorbs lebih cepat dan BSO lebih menyenangkan untuk anak-anak
Sirup, absorbs lebih cepat dan BSO lebih menyenangkan untuk anak-anak
Dosis referensi 2-3 sendok teh,3-4 x/hari 2-3 sendok teh,3-4 x/hari Dosis kasus tersebut dan alasannya
2 sendok teh, bila perlu 2 sendok teh, bila perlu
Frekuensi pemberian dan alasannya
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
Cara pemberian dan alsannya
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Saat pemberian dan alasannya
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Lama pemberian 3 hari karena sifatnya simptomatis
3 hari karena sifatnya simptomatis
II.6. Usulan Resep Untxcuk Kasus Tersebut
32
R/ Ambroxol syr 15 mg/5 ml 60 ml No. fl I
II.7 Pengendalian Obat
Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling
efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk
membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah
timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat
olahraga). Salbutamol juga telah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari
sediaan oral (tablet, sirup, kapsul), inhalasi aerosol, inhalasi cair sampai injeksi. Dosis
Salbutamol inhalasi aerosol pada anak umur 9 tahun adalah 100 mcg (1 hisapan)
dan dapat dinaikkan menjadi 200 mcg (2 hisapan) bila perlu. Beberapa keuntungan
penggunaan salbutamol dalam bentuk inhalasi aerosol, antara lain:
1) Efek obat akan lebih cepat terasa karena obat yang disemprotkan/dihisap
langsung masuk ke saluran nafas.
33
2) Karena langsung masuk ke saluran nafas, dosis obat yang dibutuhkan
lebih kecil jika dibandingkan dengan sediaan oral.
3) Efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan sediaan oral
karena dosis yang digunakan juga lebih kecil.
Namun demikian, penggunaan inhalasi aerosol ini juga memiliki kelemahan
yaitu ada kemungkinan obat tertinggal di mulut dan gigi sehingga dosis obat yang
masuk ke saluran nafas menjadi lebih sedikit dari dosis yang seharusnya. Untuk
memperbaiki penyampaian obat ke saluran nafas, maka bisa digunakan alat yang
disebut spacer (penghubung ujung alat dengan mulut).
Kontraindikasi dari obat ini adalah untuk penderita yang hipersensitif terhadap
salbutamol maupun salah satu bahan yang terkandung di dalamnya. Adapun efek samping
yang mungkin timbul karena pamakaian salbutamol, antara lain: gangguan sistem saraf
(gelisah, gemetar, pusing, sakit kepala, kejang, insomnia); nyeri dada; mual, muntah;
diare; anorexia; mulut kering; iritasi tenggorokan; batuk; gatal; dan ruam pada kulit (skin
rush). Untuk penderita asma yang disertai dengan penyakit lainnya seperti:
hipertiroidisme, diabetes mellitus, gangguan jantung termasuk insufisiensi miokard
maupun hipertensi, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat karena penggunaan
salbutamol bisa memperparah keadaan dan meningkatkan resiko efek samping.
Beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh para pengguna salbutamol
untuk mengatasi asma, adalah sebagai berikut:
1) Sebaiknya tidak menggunakan obat ini jika memiliki riwayat alergi
terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain yang terkandung di dalamnya.
34
2) Untuk sediaan inhalasi, kocok dulu sebelum digunakan dan buang 4
semprotan pertama jika menggunakan inhaler baru atau inhaler yang sudah
tidak terpakai selama lebih dari 2 minggu.
3) Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol supaya
tenggorokan dan mulut tidak kering.
4) Jika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka beri
jarak waktu minimal 1 menit untuk setiap hisapan.
5) Simpan obat pada suhu kamar agar stabil (aerosol: 15-25o C; inhalasi cair:
2-25o C dan sirup: 2-30o C)
6) Obat-obat golongan beta blocker, seperti: propanolol, metoprolol, atenolol,
dll bisa menurunkan efek salbutamol.
7) Penggunaan salbutamol dosis tinggi bersamaan dengan kortikosteroid
dosis tinggi akan meningkatkan resiko hipokalemia.
8) Asetazolamid, diuretik kuat dan thiazida dosis tinggi akan meningkatkan
resiko hipokalemia jika diberikan bersamaan dengan salbutamol dosis
tinggi pula.
9) Penggunaan salbutamol bersama dengan obat golongan MAO-inhibitor
(misal: isocarboxazid, phenelzine) bisa menimbulkan reaksi yang serius.
Hindari pemakaian obat-obat golongan ini 2 minggu sebelum, selama
maupun sesudah konsumsi salbutamol.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan
35
intensitas ringan sampai sedang. Untuk anak umur 9 tahun dosis Paracetamol
syrup adalah 10 – 15 ml, 3-4 kali / hari. Yang harus diperhatikan dalam
pemakaian obat ini adalah :
Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal.
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, segera hubungi dokter.
Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol, dapat
mengakibatkan risiko kerusakan fungsi hati.
Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain :
kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa,
bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum paracetamol, segera ke dokter
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjalani pengobatan dengan
paracetamol antara lain, sebelum minum paracetamol, sampaikan ke dokter anda
kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi
paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan
pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit khronis seperti penyakit
hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetamol dapat merusak hati, maka
bila ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan
mempercepat terjadinya kerusakan hati.
Ambroxol berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan
lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi
cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan.
36
Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan Ambroxol.
Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan
demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran
pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali.
Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini mempunyai
toleransi yang baik.
Indikasi penggunaan obat ini adalah gangguan saluran pernafasan
sehubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal baik akut maupun kronis,
khususnya pada keadaan-keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronkitis
kronis, bronkitis asmatis, asma bronkial.
Dosis untuk anak-anak di atas 5 tahun adalah 5ml (1 sendok takaran), 2- 3
kali sehari. Takaran ini cocok untuk pengobatan gangguan saluran pernafasan
akut dan untuk pengobatan awal pada keadaan kronis sampai 14 hari. Pada
pemakaian lebih lama takaran pemakaian bisa diturunkan menjadi separuhnya.
Sirup sebaiknya diminum sesudah makan.
Ambroxol umumnya mempunyai toleransi yang baik. Efek samping ringan
pada saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang. Reaksi alergi jarang
terjadi, beberapa pasien yang alergi tersebut juga menunjukkan reaksi alergi
terhadap preparat lain.
Tidak diketahui adanya kontraindikasi pada pemakaian obat ini. Ambroxol
dapat dikombinasikan dengan obat-obat lain khususnya dengan preparat yang
digunakan sebagai standar pengobatan sindroma bronkitis (kortikosteroid,
bronkospasmolitik dan antibiotika).
37
top related