analisis manajemen pengadaan alat berat …sttnlampung.ac.id/files/jurnal ti 01.pdf · sistem...
Post on 01-Feb-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS MANAJEMEN PENGADAAN ALAT BERAT DENGAN METODE CONTINUOUS
ORDER QUANTITY
DI PT. RINDANG TIGA SATU PRATAMA LAMPUNG
Andri Yulian
Abstrak
Pengadaan persediaan spare part alat berat pada departemen logistik PT. Rindang Tiga Satu Pratama Lampung
memiliki tujuan utama yaitu untuk mengantisipasi kuantitas kebutuhan permintaan agar ekonomis dan tepat waktu.
Sistem pengadaan persediaan di perusahaan ini belum optimal. Hal ini dapat dilihat belum adanya penggunaan
metode perencanaan bahan baku sehingga pengadaan belum tertata dengan baik dan biaya persediaan bahan belum
minimum.
Metode economic order quantity (EOQ) adalah metode yang dapat dipergunakan baik untuk barang-barang yang
dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan minimum yang selalu
harus ada dan siap tersedia didalam gudang yang dimaksudkan mengantisipasi bila sewaktu-waktu perusahaan
mengalami kekurangan bahan dalam proses produksi. Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah posisi
persediaan yang ditentukan sebagai batas untuk melakukan pemesanan ulang.
Setelah melakukan perhitungan dapat diketahui jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) sebesar 41 satuan dan
pemesanan kembali (reorder point) dilakukan pada saat posisi stock persediaan pada gudang sebesar 24 satuan.
Frekuensi pengadaan pesanan dalam satu tahun dapat dilakukan sebanyak 6 kali pemesanan dengan jarak 60 hari
kerja.
Sistem persediaan dengan metode pemeriksaan terus-menerus (continuous review system) merupakan metode
persediaan yang tepat untuk diterapkan pada sistem persediaan PT. Rindang Tiga Satu Pratama yang berhubungan
dengan persediaan yang bersifat rutin, karena sistem ini secara umum mempertimbangkan tingkat pemakaian yang
tidak pasti.
Kata Kunci : manajemen persediaan, continuous economic order quantity,
continuous review system
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Setiap perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya tidak akan terlepas dari permasalahan logistik.
Mengendalikan permasalahan logistik atau dikenal dengan manajemen logistik adalah bagaimana
mengelola aliran pengadaan persediaan baik material, suku cadang dan peralatan lainnya untuk memenuhi
kebutuhan produksi maupun pemeliharaan.
PT. Rindang Tiga Satu Pratama merupakan sebuah perusahaan yang bergerak pada penjualan dan
pemeliharaan alat-alat berat seperti eksavator, forklift dan sebagainya. Dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya perusahaan ini tidak terlepas dari persoalan logistik baik penjualan alat berat maupun
pemeliharaannya.
Dalam hal pemeliharaan alat-alat beratnya perusahaan melalui bagian logistik terlebih dahulu melakukan
pemesanan spare part atau suku cadang untuk kegiatan perawatan dan perbaikan alat-alat beratnya dari
luar propinsi Lampung.
Untuk melakukan pemesanan suku cadang alat berat faktor yang harus diperhatikan adalah waktu
menunggu (lead time) karena transportasi pengiriman spare part melalui jalan darat maka membutuhkan
waktu yang cukup lama dan harus memperhatikan faktor cuaca yang kadangkala terjadi sehingga sering
mengganggu kelancaran distribusi spare part.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut apakah
pengadaan alat berat dan suku cadang oleh bagian logistic PT. Ridang Tiga Satu Pratama sudah optimal
dengan metode continuous economic order quantity ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengantisipasi kuantitas kebutuhan permintaan alat berat
b. Menghitung kuantitas pesanan yang ekonomis persediaan alat berat kepada pemasok agar dapat
dikirim tepat waktu.
c. Menentukan titik pesanan kembali pada saat persediaan harus ada sesuai kebutuhan alat berat pada
saat tertentu.
2. Landasan Teori
2.1. Pengertian Persediaan
Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber
daya organisasi yang disimpan dalam antisipasi terhadap pemenuhan permintaan. Ini meliputi persediaan
bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan pembantu atau pelengkap dan
komponen lain yang menjadi keluaran produk perusahaan (Handoko, 2008).
Sedangkan menurut Hendra Kusuma (2009) persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang
akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk
dijual kembali dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.
2.2. Jenis – Jenis Persediaan
Menurut Assauri (1998) Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut dalam
urutan pengerjaan produk yaitu :
a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)
Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa
diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang tersebut.
b. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)
Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain yang
secara langsung di assembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c. Persedian Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)
Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu
kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian daribarang jadi.
d. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process)
Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi akan tetapi masih diproses lebih lanjut
sehingga menjadi barang jadi.
e. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)
Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan
kepada distributor, pengecer atau langsung dijual ke pelanggan.
2.3. Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Metode EOQ adalah metode yang dapat dipergunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun
yang diproduksi sendiri. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang
meminimumkan persediaan dan biaya kebalikan nya pemesanan persediaan.
Rumus biaya pemesanan per tahun (ordering cost) :
OC = S / (D/Q)
Dimana :
D = Besar laju permintaan (demand rate) dalam unit per tahun
S = Besar setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per
Pesanan
C = Biaya per unit dalam rupiah per unit
Rumus biaya pengelolaan persediaan per tahun (Carrying Cost)
CC = i . c . (Q/2)
Dimana :
i = Biaya pengelolaan (carrying cost)adalah persentase terhadap nilai
persediaan / tahun.
Q = Ukuran paket pesanan (lot size) dalam unit
TC = Biaya total persediaan dalam rupiah pertahun.
Maka total biaya persediaan adalah :
TC = S . (D/Q) + i . c . (Q/2)
Model EOQ tersebut dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini terpenuhi yaitu :
a. Permintaan akan produk konstan, seragam dan diketahui (deterministik)
b. Harga/unit produk konstan
c. Biaya simpan/unit/tahun konstan
d. Biaya pesan/order konstan
e. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang diterima konstan
f. Tidak terjadi kekurangan barang / back order.
2.4. Metode Pencatatan Persediaan
Metode pokok pencatatan persediaan barang dagang dibedakan sebagai berikut :
a. First In First Out (FIFO)
Metode ini menganggap bahwa barang-barang yang lebih dulu masuk gudang harus dikeluarkan terlebih
dulu. Penentuan harga pokok barang adalah barang yang pertama dibeli.
b. Last In First Out (LIFO)
Metode LIFO adalah metode penilaian persediaan yang terakhir masuk diasumsikan akan keluar atau
dijual pertama kali.
c. Metode Average
Metode ini menganggap bahwa penentuan harga barang adalah rata-rata pembelian barang yang berbeda
waktunya.
2.5. Manajemen Persediaan
Menurut M. Sayuti (2008) manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga disatu
pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi material dapat ditekan
secara optimal.
Menurut Lalu Sumayang (2003) model-model penentuan jumlah dan kapan pemesanan dilakukan yaitu :
a. Metode jumlah pemesanan ekonomis / EOQ
b. Metode sistem pemeriksaan terus-menerus (continuous review system)
c. Metode pemeriksaan periodik (periodic review system)
3. Metodologi Penelitian
3.1. Definisi Operasional
Metode sistem terus-menerus (continuous review system) diharapkan dapat menjadi input yang
bermanfaat bagi perusahaan guna mencari solusi atas sejumlah permasalahan yang timbul dari pengadaan
persediaan spare parts pada departemen logistik. Dengan ini perusahaan diharapkan mampu mengatur
strategi yang tepat tentang kebijakan persediaan.
3.2. Teknik Analisis Data
Alat analisa yang digunakan untuk menguji data yang ada adalah dengan metode pemeriksaan terus-
menerus (continuous review system) , menetapkan persediaan pengaman (safety stock), titik pemesanan
ulang (reorder point), dan jumlah pemesanan ekonomis (economic order quantity).
Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan minimum yang selalu harus ada dan siap tersedia
didalam gudang yang dimaksudkan mengantisipasi bila sewaktu-waktu perusahaan mengalami
kekurangan bahan dalam proses produksi. Rumus yang digunakan adalah :
B = Z σL
Dimana :
Z = Jumlah simpanan baku dari mean yang dibutuhkan untuk
memenuhi tingkat layanan.
σL = Simpangan baku sebaran peluang DL
Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah posisi persediaan yang ditentukan sebagai batas untuk
melakukan pemesanan ulang.
Rumus yang digunakan adalah :
R = DL + B
Dimana :
R = Titik pemesanan kembali
DL = Permintaan rata-rata selama masa tunggu
B = Persediaan pengaman
Pemesanan ekonomis (economic order quantity) digunakan dalam menentukan jumlah barang yang akan
dipesan untuk setiap kali pemesanan serta jumlah biaya pengadaan bahan-bahan. Rumus yang digunakan
adalah :
Q = √ 2 . S . D
(I . C + i . C)
Dimana :
Q = Jumlah pesanan ekonomis
S = Biaya pemesanan per pesanan/ biaya set up
D = Jumlah bahan yang diminta selama setahun
I = Biaya penahanan persediaan
I = Biaya modal
C = Harga pembelian
4. Pembahasan
Dari hasil analisis kebutuhan permintaan atas suku cadang alat berat tahun 2015 maka rata-rata
pemakaian sebagai berikut :
Rata-rata pemakaian = ΣXi
N
= 24 + 14 + 17 +……. + 23
12
= 204
12
= 17 satuan
Deviasi standar = √ Σ (Xi – U)2
N
= √ (24 – 17)2 + (14 – 17)2 +…….+ (23 – 17)2
12
= √320
12
= √ 26,66 = 5,16
Faktor keamanan untuk tingkat layanan 90% = 1,29
Jadi persediaan pengaman = 5,16 x 1,29 = 6,765 dibulatkan 7 satuan
Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah :
Rumus yang digunakan adalah :
R = DL + B
R = 17 + 7 = 24 satuan
Maka perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali pada saat persediaan tersedia sebesar 24 satuan.
Jumlah pemesanan ekonomis (economic order quantity) adalah :
Q = √ 2 . S . D
(I . C + i . C)
Q = √ 2 . (13.747.000) . (230)
(5.630.000) . (0,212)
Q = √ 1.678,92
Q = 40,97 dibulatkan 41.
Dari perhitungan didapatkan bahwa EOQ yang optimal adalah 41 satuan. Sedangkan frekuensi
pemesanan dapat dihitung dengan rumus :
Frekuensi pemesanan = D / EOQ
= 230 / 41
= 5,69 dibulatkan 6
Jika diasumsikan dalam satu tahun terdiri dari 360 hari kerja maka jarak waktu antara tiap pemesanan
adalah :
Jarak waktu pemesanan = Jumlah hari kerja per tahun
Frekuensi pemesanan
Jarak waktu pemesanan = 360
6
Jarak waktu pemesanan = 60 hari
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan perhitungan dapat diketahui jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) sebesar 41 satuan
dan pemesanan kembali (reorder point) dilakukan pada saat posisi stock persediaan pada gudang sebesar
24 satuan. Frekuensi pengadaan pesanan dalam satu tahun dapat dilakukan sebanyak 6 kali pemesanan
dengan jarak 60 hari kerja.
Sistem persediaan dengan metode pemeriksaan terus-menerus (continuous review system) merupakan
metode persediaan yang tepat untuk diterapkan pada sistem persediaan PT. Rindang Tiga Satu Pratama
yang berhubungan dengan persediaan yang bersifat rutin, karena sistem ini secara umum
mempertimbangkan tingkat pemakaian yang tidak pasti.
Dengan adanya jumlah pemesanan ekonomis (EOQ), pemesanan kembali (reorder point), frekuensi
pengadaan pesanan dan pengamanan persediaan (safety stock) maka tingkat persediaan akan selalu
terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofyan, 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Handoko, T, Hani. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta.
Hendra Kusuma. 2009. Manajemen Produksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
M. Sayuti. 2008. Analisis Kelayakan Pabrik. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama. Salemba Empat.
Jakarta.
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI BETON
DENGAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL
PADA PT. SANG BIMA RATU LAMPUNG
Anjoni
Abstrak
Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preventif (pencegahan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas
produk atau jasa terjadi dengan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menerapkan metode pengendalian kualitas statistik untuk
meminimalkan kerusakan produk pada PT. Sang Bima Ratu Lampung dan besarnya jumlah produk yang dapat
ditoleransi sehingga mampu meminimalkan total biaya kualitas.
Dalam penelitian ini metode statistik yang dipergunakan adalah metode peta kendali dengan batas pengawasan atas
(UCL) dan batas pengawasan bawah (LCL). Dari perhitungan dengan metode peta kendali diperoleh batas atas
sebesar 3,1% dan batas bawah sebesar 2,1%. Dengan melihat batasan pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas
bawah LCL maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas di PT. Sang Bima Ratu Lampung telah berjalan
dengan baik.
Kata Kunci : pengendalian kualitas, peta kendali.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kualitas produk yang baik akan sangat menentukan harga jual dari produk atau jasa tersebut sementara
dilain pihak konsumen menginginkan kualitas pada harga produk yangterjangkau sehingga hal ini
memberikan tantangan bagi perusahaan untuk menekan biaya produksi dengan mengurangi tingkat
kerusakan produk yang dihasilkan seminimal mungkin.
Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preventif (pencegahan) dan dilaksanakan sebelum
kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi. Permasalahan dalam pengendalian kualitas adalah
menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat
memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.
Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan denganbaik atau belum oleh
perusahaan maka analisis yang digunakan diantaranya analisis bagan pengendalian. Analisis ini dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana menerapkan
metode pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) untuk meminimumkan kerusakan
produk pada PT. Sang Bima Ratu Lampung.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan laporan ini data yang digunakan adalah data produksi tahun 2014 dan pemecahan
masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalkan kerusakan produk.
2. Landasan Teori
2.1. Dasar-Dasar Perakitan
Perakitan adalah proses penggabungan dari beberapa bagian komponen untuk membentuk suatu
konstruksi yang diinginkan. Proses perakitan untuk komponen-komponen yang dominan terbuat dari
pelat-pelat tipis dan pelat tebal ini membutuhkan teknik-teknik perakitan tertentu yang biasanya
dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
a. Jenis bahan pelat yang akan dirakit
b. Kekuatan yang dibutuhkan untuk konstruksi perakitan
c. Pemilihan metode penyambungan yang tepat
d. Pemilihan metode penguatan pelat yang tepat
e. Penggunaan alat-alat bantu perakitan
f. Toleransi yang diinginkan untuk perakitan
g. Keindahan bentuk
h. Ergonomis Konstruksi
i. Finishing
2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Konstruksi Beton
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan konstruksi beton yaitu :
1. Kandungan semen
2. Kandungan air
3. Campuran air dan bahan material semen atau faktor air semen (FAS)
4. Agregat (pasir dan koral)
2.3. Jenis – Jenis Pengendalian Kualitas
Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :
a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas yang berkenaan
dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan yang akan diproses.
b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan terhadap barang hasil
produksi untuk menjamin agar produk jadi tidak mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk
sedikit.
Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya dengan metode control chart. Metode
tersebut digunakan untuk mengetahui rata-rata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi. Menurut Agus Ahyari (2000) tujuan pengendalian kualitas adalah :
1. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen
2. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin
3. Agar dapat memproduksi tepat pada waktunya.
Statistic quality control atau pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang
digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk serta
proses dengan menggunakan metode-metode statistik.
2.4. Alat – Alat Kendali Mutu Statistik
Ada 8 dimensi kualitas yaitu :
1. Performansi atau prestasi dari fungsi yang diperlihatkan produk
2. Sifat-sifat khusus dan menarik minat (feature) yang menjadikan suatu produk unik bila dibandingkan
dengan produk sejenis dari produsen lain.
3. Keandalan, kemampuan produk untuk tidak rusak dalam masa kerjanya
4. Kecocokan dengan standar industry.
5. Kemudahan diperbaiki jika terjadi kerusakan
6. Daya tahan produk terhadap waktu
7. Keindahan penampilan
8. Persepsi konsumen
Beberapa alat / tools / metode yang banyak digunakan dalam pengendalian mutu antara lain :
1. Lembar periksa (check sheet)
2. Histogram
3. Diagram Pareto
4. Diagram Sebab Akibat
5. Peta Kendali (control chart)
6. Diagram pencar
7. Stratifikasi
8. Peta control
2.5. Peta Kendali (control chart)
Peta kendali adalah peta yang digunakan untuk mempelajari bagaimana proses perubahan dari waktu ke
waktu. Data diplot dalam urutan waktu. Peta kendali selalu terdiri atas 3 (tiga) garis horizontal yaitu :
1. Garis pusat (centre line) garis yang menunjukkan niali tengah (mean) atau nilai rata-rata dari
karakteristik kualitas yang di plot kan pada pete kendali.
2. Upper Control Limit (UCL), garis diatas garis pusat yang menujukkan batas kendali atas.
3. Lower Control Limit (LCL), garis dibawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Cara membuat peta kendali adalah :
1. Menentukan apa yang diukur
2. Mengumpulkan data
3. Memetakan data
4. Menghitung batas-batas kendali
3.Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Sang Bima Ratu Lampung pada departemen quality control yang beralamat
dijalan Lintas Sumatera Km 20 Tarahan Kabupaten Lampung Selatan.
3.1. Metode Statistic Quality Control
Untuk analisis menggunakan peta kendali ada beberapa hal yang dilakukan yaitu mencari rata-rata
kerusakan, menentukan standar deviasi dan menentukan batasan pengawasan.
Rumus menghitung rata-rata kerusakan adalah :
P = X
N
Dimana :
P = rata-rata kerusakan produk
X = jumlah produk rusak
N = jumlah produk di observasi
Rumus menentukan standar deviasi adalah :
Sp = √ P . (1 – P)
N
Dimana :
P = rata-rata kerusakan produk
Sp = standar deviasi / penyimpangan
N = jumlah produk di observasi
Rumus menentukan batas pengawasan adalah :
1. Batasan Pengawasan Atas / Upper Control Limit (UCL)
UCL = P + 3 . Sp
2. Batasan Pengawasan Bawah / Lower Control Limit (LCL)
LCL = P – 3 . Sp
3.2. Penentuan Kualitas Peta Kendali
Penentuan kualitas pada peta kendali adalah :
1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih dalam batas normal yaitu
terletak antara batasan pengawasan atas (UCL) dan batasan pengawasan bawah (LCL).
2. Apabila kerusakan produk berada diatas garis UCL maka perusahaan akan mengalami kerugian yang
dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi dan jika jumlah kerusakan produk dibawah LCL maka
perusahaan akan memperoleh keuntungan / laba besar dikarenakan kerusakan produknya sedikit.
4.Pembahasan
Dari data-data yang ada diketahui :
a. Jumlah produk yang diperiksa = 96.500 unit
b. Jumlah produk yang rusak = 2.531 unit
Maka persentase kerusakan adalah :
P = X
N
P = 2.531
96.500
P = 0,026
P = 2,6%
N rata-rata = 96.500
12
N rata-rata = 8041,67
Standar deviasi (penyimpangan)
Sp = √ P . (1 – P)
N
Sp = √ 0,026 (1 – 0,026)
8041,67
Sp = √ 0,0000031
Sp = 0,0017746
Batasan Pengawasan Atas / Upper Control Limit (UCL)
UCL = P + 3 . Sp
UCL = 0,026 + 3 . (0,0017746)
UCL = 0,026 + 0,0053238
UCL = 0,031
UCL = 3,1%
Batasan Pengawasan Bawah / Lower Control Limit (LCL)
LCL = P – 3 . Sp
LCL = 0,026 – 3 . (0,0017746)
LCL = 0,026 – 0,0053238
LCL = 0,021
LCL = 2,1%
5.Penutup
5.1. Kesimpulan
Dari perhitungan dengan metode peta kendali diperoleh batas atas sebesar 3,1% dan batas bawah sebesar
2,1%. Dengan melihat batasan pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah LCL maka dapat
disimpulkan bahwa pengendalian kualitas di PT. Sang Bima Ratu Lampung telah berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari, 2000. Manajemen Produksi, BPFE UGM, Yogyakarta
Fandi Tjiptono, 1995. Total Quality Management. Andi Offset. Yogyakarta.
Kusuma H. 2001. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit ANDI Yogyakarta.
Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Yamit, Z. 1999. Manajemen Persediaan. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN
METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA PT. LOUIS DREYFUS COMMODITIES
LAMPUNG
Dede Rusmanto
Abstrak
Pengawasan untuk menjaga mutu maupun kuantitas minyak kelapa sawit merupakan suatu keharusan bagi
perusahaan yang bergerak dibidang ini. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit
yaitu kandungan air, kotoran, asam lemak bebas (ALB), warna dan bilangan peroksida, titik cair kandungan
gliserida, plastisitas, refining loss dan supreadability.
Dari peta kendali X dan peta kendali R untuk kadar asam lemak bebas terdapat data yang out of control yaitu untuk
peta kendali X pada data ke 1, 2, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 26 dan 28. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula
data yang out of control yaitu data ke 24 dan ke 27.
Dari peta kendali X dan peta kendali R untuk kadar air terdapat data yang out of control yaitu untuk peta kendali X
pada data ke 10, 11, 13, 16 dan 29. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu data
ke 15 dan ke 20. Dari peta kendali X dan peta kendali R untuk kadar kotoran terdapat data yang out of control yaitu
untuk peta kendali X pada data ke 8, 10, 13, 18, 23, 26 dan 29. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula data
yang out of control yaitu data ke 8, 10 dan 20. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia
(karyawan), faktor mesin dan faktor metode kerja.
Kata Kunci : out of control, asam lemak bebas, peta kendali.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pengawasan untuk menjaga mutu maupun kuantitas minyak kelapa sawit merupakan suatu keharusan
bagi perusahaan yang bergerak dibidang ini. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu minyak
kelapa sawit yaitu kandungan air, kotoran, asam lemak bebas (ALB), warna dan bilangan peroksida, titik
cair kandungan gliserida, plastisitas, refining loss dan supreadability.
Untuk mengetahui pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan baik atau belum oleh perusahaan maka
analisis yang digunakan diantaranya analisis peta kendali (control chart). Analisis ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi.
Berdasarkan uraian singkat tersebut maka tema yang diambil adalah pengendalian kualitas produk dengan
metode statistical quality control pada PT. Louis Dreyfus Commodities (LDC) Lampung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana penerapan sistem pengendalian kualitas untuk meminimalkan kerusakan produk?
b. Berapa jumlah produk cacat yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimalkan total biaya
kualitas?
1.3. Batasan Masalah
Dalam tulisan ini permasalahan dibatasi pada :
a. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalkan kerusakan produk
dan menentukan total biaya minimum
b. Data yang di analisis adalah data produksi tahun 2014.
2. Landasan Teori
2.1. Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil)
Proses pengolahan minyak kelapa sawit secara umum sebagai berikut :
a. Loading Ramp
Setelah buah disortir dimasukkan kedalam ramp cage yang berada diatas rel lori.
b. Sterilizer
Sterilizer adalah proses perebusan dalam suatu bejana dengan tujuan untuk mematikan enzyme,
mengurangi kadar air dalam buah, memudahkan lepasnya berondolan dari tandan, melunakkan sehingga
memudahkan proses pelumatan dan pengepresan.
c. Thresser
Setelah perebusan tandan buah segar (TBS) yang telah masak diangkut ke thresser dengan menggunakan
hoisting crane. Pada stasiun ini TBS yang telah direbus siap untuk dipisahkan antara berondolandan
tandannya. Dengan menggunakan putaran TBS dibanting sehingga berondolan lepas dan masuk kedalam
conveyor dan elevator untuk didistribusikan ke rethresser untuk pembantingan kedua kalinya.
d. Stasiun Press
Berondolan yang masuk kedalam conveyor didistribusikan ke digester. Digester adalah tangki silinder
tegak yang dilengkapi pisau-pisau pengaduk dengan kecepatan putaran 25 – 26 rpm sehingga berondolan
dapat dicacah didalam tangki ini.
e. Stasiun Pemurnian
Minyak yang berasal dari stasiun press masih banyak mengandung kotoran yang berasal dari daging buah
seperti lumpur, air dan lain-lain. Untuk mendapatkan minyak yang memenuhi standar maka perlu
dilakukan pemurnian yang meliputi sand trap tank, vibrating screen, crude oil tank, oil tank, purifier,
vacuum dryer, sludge oil tank, sludge centrifuge, fat pit dan storage tank.
f. Stasiun Kernel
Pada stasiun ini dilakukan aktivitas permisahan serabut dari nut, pemisahan inti dari cangkangnya dan
juga pengeringan inti. Peralatan yang digunakan di stasiun ini antaralain, cake breaker conveyor,
depericarper, nut silo, ripple mill, claybath dan kernel silo.
2.2. Pengertian Pengendalian Kualitas
Kualitas adalah keseluruhan karakteristik produk dan jasa pemasaran, rekayasa, pembuatan dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan
yang mencakup kemudahan perawatan, kemudahan dalam penggunaannya, desain yang baik, harga yang
ekonomis, daya tahan dan ketersediaan produk tersebut.
2.3. Alat – Alat Pengendalian Mutu
Beberapa alat / tools / metode yang banyak digunakan dalam pengendalian mutu antara lain :
1. Lembar periksa (check sheet)
2. Histogram
3. Diagram Pareto
4. Diagram Sebab Akibat
5. Peta Kendali (control chart)
6. Diagram pencar
7. Stratifikasi
8. Peta control
2.4. Peta Kendali (control chart)
Peta kendali adalah peta yang digunakan untuk mempelajari bagaimana proses perubahan dari waktu ke
waktu. Data diplot dalam urutan waktu. Peta kendali selalu terdiri atas 3 (tiga) garis horizontal yaitu :
1. Garis pusat (centre line) garis yang menunjukkan niali tengah (mean) atau nilai rata-rata dari
karakteristik kualitas yang di plot kan pada pete kendali.
2. Upper Control Limit (UCL), garis diatas garis pusat yang menujukkan batas kendali atas.
3. Lower Control Limit (LCL), garis dibawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Cara membuat peta kendali adalah :
1. Menentukan apa yang diukur
2. Mengumpulkan data
3. Memetakan data
4. Menghitung batas-batas kendali
2.5. Diagram Sebab Akibat
Menurut Heizer dan render (2004) pembuatan diagram sebab akibat umumnya dimulai dengan 4 (empat)
kategori yaitu material, mesin/peralatan, manusia dan metode. Ke empat kategori ini sering disebut
sebagai 4M yang merupakan penyebab. Penyebab masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori.
3.Metodologi Penelitian
Dalam laporan ini metode statistical quality control yang digunakan adalah:
a. Peta Kendali
Peta kendali yang digunakan adalah peta kendali Xbar digunakan untuk proses yang memiliki karakteristik
yang bersifat kontinu. Peta ini menggambarkan variasiharga rata-rata dari data yang diklasifikasikan
dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini data dikelompokkan berdasarkan satuan waktu hari dimana
data ini diambil.
Peta kendali yang digunakan berikutnya adalah peta kendali R untuk menggambarkan rentang data dari
suatu sug grup yaitu data terbesar dikurangi adat terkecil.
b. Menghitung X rata-rata dan R rata-rata
Perhitungan X rata-rata adalah
X = Σ Xi
g
dimana :
X = jumlah rata-rata dari nilai rata-rata sub grup
Xi = nilai rata-rata sub grup ke i
g = jumlah sub grup
Perhitungan R rata-rata adalah
R = Σ Ri
g
dimana :
R = jumlah rata-rata dari nilai rata-rata sub grup
Ri = nilai rata-rata sub grup ke i
g = jumlah sub grup
c. Menentukan Batas Kontrol
Menentukan batas kontrol untuk peta X adalah :
Batas Kontrol Atas (BKA) = X + A2 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X – A2 . R
Dimana :
A2 = Nilai koefisien
R = Selisih harga X maks dan X min
Menentukan batas control untuk peta R adalah :
Batas Kontrol Atas (BKA) = D4 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = D3 . R
Dimana D3 dan D4 adaalah nilai koefisien.
4.Pembahasan
Dalam tulisan ini metode statistik yang digunakan adalah peta kendali X dan peta kendali R untuk
menentukan kualitas kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air dan kadar kotoran.
4.1. Peta Kendali X dan Peta Kendali R untuk kadar asam lemak bebas (ALB)
Dari data-data yang ada didapatkan sebagai berikut :
Peta kendali X untuk asam lemak bebas
Batas Kontrol Atas (BKA) = X + A2 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 3,50 + 1,023 . 0,44
Batas Kontrol Atas (BKA) = 3,50 + 0,45351
Batas Kontrol Atas (BKA) = 3,95%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X – A2 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 3,50 – 1,023 . 0,44
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 3,50 – 0,45351
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 3,05%
Peta kendali R untuk asam lemak bebas
Batas Kontrol Atas (BKA) = D4 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 2,574 . 0,44
Batas Kontrol Atas (BKA) = 1,13857%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = D3 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0 . 0,44
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0%
Dari peta kendali X dan peta kendali R terdapat data yang out of control yaitu untuk peta kendali X pada
data ke 1, 2, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 26 dan 28. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula data yang
out of control yaitu data ke 24 dan ke 27.
4.2. Peta Kendali X dan Peta Kendali R untuk kadar air
Dari data-data yang ada didapatkan sebagai berikut :
Peta kendali X untuk kadar air
Batas Kontrol Atas (BKA) = X + A2 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,36 + 1,023 . 0,18
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,55%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X – A2 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0,36 – 1,023 . 0,18
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0,18%
Peta kendali R untuk kadar air
Batas Kontrol Atas (BKA) = D4 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 2,574 . 0,18
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,4676%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = D3 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0 . 0,18
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0%
Dari peta kendali X dan peta kendali R terdapat data yang out of control yaitu untuk peta kendali X pada
data ke 10, 11, 13, 16 dan 29. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu
data ke 15 dan ke 20.
4.3. Peta Kendali X dan Peta Kendali R untuk kadar kotoran
Dari data-data yang ada didapatkan sebagai berikut :
Peta kendali X untuk kadar kotoran
Batas Kontrol Atas (BKA) = X + A2 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,04 + 1,023 . 0,02
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,06%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X – A2 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0,04 – 1,023 . 0,02
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0,02%
Peta kendali R untuk kadar kotoran
Batas Kontrol Atas (BKA) = D4 . R
Batas Kontrol Atas (BKA) = 2,574 . 0,02
Batas Kontrol Atas (BKA) = 0,05079%
Batas Kontrol Bawah (BKB) = D3 . R
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0 . 0,02
Batas Kontrol Bawah (BKB) = 0%
Dari peta kendali X dan peta kendali R terdapat data yang out of control yaitu untuk peta kendali X pada
data ke 8, 10, 13, 18, 23, 26 dan 29. Sedangkan untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of
control yaitu data ke 8, 10 dan 20.
4.4. Diagram Sebab Akibat
a. Faktor Manusia
Karyawan memiliki peran penting terhadap mutu produk yang dihasilkan. Kedisiplinan dan ketelitian
merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan dibagian laboratorium dalam pengujian kadar asam
lemak bebas, kadar kotoran dan kadar air CPO.
b. Faktor Mesin
Perawatan secara berkala terhadap mesin produksi jarang dilakukan dan penanganan mesin yang
mengalami kerusakan seringkali terlambat. Hal ini mengganggu aktivitas proses produksi.
c. Faktor Metode Kerja
Kualitas metode kerja juga menentukan hasil CPO yang diproduksi. Proses ini dipengaruhi oleh bahan
baku TBS, setingan mesin serta penampungan sementara hasil produksi. Ketika kadar asam lemak bebas
tidak sesuai maka dengan segera pihak laboratorium melaporkan kebagian produksi untuk mengecek
setingan mesin agar tetap menjaga kadar asam lemak bebas.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Hasil analisis peta kendali X dan peta kendali R diketahui bahwa tingkat pencapaian mutu CPO yang
dihasilkan belum sepenuhnya tercapai. Dari hasil pemeriksaaan kadar asam lemak bebas, kadar air dan
kadar kotoran masih terdapat sejumlah produk yang berada diluar batas persyaratan mutu dan
penyimpangan kualitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia (karyawan), faktor
mesin dan faktor metode kerja.
5.2. Saran
Saran yang diberikan untuk pihak perusahaan adalah :
a. Dalam penyortiran bahan baku TBS perusahaan sebaiknya lebih teliti dalam melakukan pembelian
bahan baku.
b. Areal penyimpanan lebih diperhatikan lagi dalam hal kebersihannya termasuk sampah sisa produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari. 2000. Manajemen Produksi. BPFE UGM. Yogyakarta.
Fandi Tjiptono. 1995. Total Quality Management. Andi Offset. Yogyakarta.
Heizer and Render. 2008. Principles of Operations Management. Prentice Hall. New York.
Heizer and Render. 2008. Operations Management. Prentice Hall. New York.
Indriyo Gitosudarmo. 1993. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi. BPFE UGM. Yogyakarta.
ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA TERHADAP TARGET PELAYANAN DENGAN
METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING (STUDI KASUS PADA PT. TASPEN (PERSERO) CABANG LAMPUNG)
Esti Ratna Sari
Abstrak
Selain produktivitas unsur terpenting lainnya yang berhubungandengan tenaga kerja adalah menentukan jumlah
tenaga kerja sesuai dengan beban dan bidang pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan perusahaan dapat
meningkatkan produksinya sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Didalam perencanaan tenaga kerja ini selain jumlah tenaga kerja dan produktivitas perlu dipertimbangkan juga
beban kerja. Ini berarti jika tenaga kerja diberi beban kerja yang berlebihan bukan berarti tenaga kerja tersebut
produktivitas kerjanya tinggi mungkin sebaliknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penentuan mengenai jumlah
beban kerja untuk tenaga kerja.
Dari hasil analisis didapatkan rata-rata persentase tingkat absensi karyawan seksi data adalah 1,089% dan rata-rata
persentase tingkat absensi karyawan seksi penetapan klaim adalah 1,688%. Rata-rata persentase tingkat LTO
karyawan seksi data adalah 0,2% dan rata-rata persentase tingkat LTO karyawan seksi penetapan klaim adalah
0,572%.
Rata-rata persentase tingkat produktivitas karyawan seksi data adalah 672 dan rata-rata persentase tingkat
produktivitas karyawan penetapan klaim adalah 496. Sedangkan jumlah karyawan seksi data yang ideal adalah
sebanyak 5 orang dan jumlah karyawan penetapan klaim yang ideal adalah sebanyak 7 orang.
Kata Kunci : kebutuhan tenaga kerja, metode Single Exponential Smoothing
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Faktor tenaga kerja memegang peranan penting pada sebuah organisasi. Tenaga kerja sering dikaitkan
dengan produktivitas kerja. Secara filosofis produktivitas merupakan suatu sikap mental manusia yang
selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada.
Produktivitas secara sederhana dapat diukur dari perbandingan hasil keluaran (output) terhadap masukan
(input). Produktivitas tenaga kerja baisanya diukur dari perbandinganhasil produksi terhadap biaya yang
digunakan untuk mengoperasikan tenaga kerja itu sendiri.
Selain produktivitas unsur terpenting lainnya yang berhubungandengan tenaga kerja adalah menentukan
jumlah tenaga kerja sesuai dengan beban dan bidang pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan
perusahaan dapat meningkatkan produksinya sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Didalam perencanaan tenaga kerja ini selain jumlah tenaga kerja dan produktivitas perlu dipertimbangkan
juga beban kerja. Ini berarti jika tenaga kerja diberi beban kerja yang berlebihan bukan berarti tenaga
kerja tersebut produktivitas kerjanya tinggi mungkin sebaliknya. Oleh karena itu perlu dilakukan
penentuan mengenai jumlah beban kerja untuk tenaga kerja.
1.2. Identifikasi Masalah
Jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan beban kerja yang ada, pada bidang pekerjaan tertentu
ada yang jumlah tenaga kerjanya banyak tetapi beban kerjanya sedikit dan dibidang lain ada jumlah
tenaga kerjanya sedikit tetapi beban kerjanya banyak.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana tingkat produktivitas karyawan untuk memenuhi
target pelayanan dengan metode Single Exponential Smoothing?
2. Landasan Teori
2.1. Pengertian Tenaga Kerja
Pada umumnya yang dimaksud tenaga kerja adalah setiap orang yang mengerjakan suatu pekerjaan baik
didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia meliputi :
a. Buruh
Bagi pekerja yang bekerja pada tempat usaha perorangan atau secara kecil-kecilan seperti pencangkul
disawah, penggembala ternak, pekerja bangunan dan sebagainya.
b. Karyawan
Bagi pekerja yang bekerja pada suatu badan usaha atau perusahaan baik perusahaan swasta maupun
perusahaan pemerintah.
c. Pegawai
Para pekerja yang bekerja pada instansi atau lembaga pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dan biasanya disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS).
2.2. Peranan Tenaga Kerja Dalam Perusahaan
Tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Tenaga Kerja Langsung (TKL)
Adalah tenaga kerja yang pada prinsipnya terbatas pada tenaga kerja dipabrik yang secara langsung
terlibat pada proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya produksi atau pada barang-barang
yang dihasilkan.
b. Tenaga Kerja Tidak Langsung (TKTL)
Adalah tenaga kerja dipabrik yang tidak terlibat langsung pada proses produksi dan biayanya dikaitkan
pada biaya overhead pabrik.
2.3. Kedisiplinan dan Tingkat Absensi
Menegakkan kedisiplinan penting bagi sebuah perusahaan sebab dengan kedisiplinan diharapkan
sebagian besar dari peraturan-peraturan ditatai oleh sebagian besar karyawan. Salah satu hal tentang
kedisiplinan adalah absensi karyawan. Karyawan yang tidak masuk bekerja karena bermacam-macam
alas an misalnya sakit, alpa atau ijin. Banyaknya karyawan yang tidak masuk bekerja mencerminkan
tingkat kedisiplinan karyawan yang rendah.
Ada rumusan untuk menghitung tingkat absensi yaitu :
% tingkat absensi = jumlah tenaga kerja tidak bekerja
Hari tenaga kerja bekerja + jumlah tenaga kerja tidak bekerja
2.4. Labour Turn Over
Menurut Heijrahman Ranupandojo (1994) labour turn over adalah sebagaian aliran karyawan yang masuk
dan keluar perusahaan. Turn over adalah petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turn over berarti
semakin sering terjadi penggantian karyawan. Hal ini merugikan perusahaan apabila seorang karyawan
meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya yaitu :
a. Biaya penarikan karyawan (rekruitmen)
b. Biaya latihan.
c. Apa yang dikeluarkan karyawan biasanya lebih kecil dari karyawan baru.
d. Tingkat kecelakaan kerja karyawan baru biasanya cenderung tinggi.
e. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.
f. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
Ada rumusan untuk menghitung labour turn over (LTO) yaitu :
LTO = Σ tenaga kerja keluar dan masuk periode tertentu x 100%
Σ tenaga kerja seluruhnya periode tersebut
2.5. Pengertian Produktivitas
Rumus umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan yaitu:
Produktivitas = Jumlah output
Jumlah tenaga kerja
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yaitu upah, kondisi dan lingkungan
kerja, tunjangan atau insentif, kemampuan dan teknologi.
2.6. Peramalan
Peramalan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkirakan keadaan
atau sesuatu yang akan datang. Dalam penelitian ini metode peramalan yang digunakan adalah metode
single exponential smoothing untuk meramalkan jumlah surat permintaan pembayaran untuk periode yang
akan datang. Rumus yang digunakan adalah:
FT+1 = α . Xt + (1 – α) . Ft – 1
Dimana :
FT+1 = Ramalan untuk periode t+1
α = Timbangan data (0< α <1)
Xt = Penjualan periode t
Ft – 1 = Ramalan untuk periode t –1
t = Periode (waktu)
2.7. Jumlah Tenaga Kerja
Penentuan jumlah tenaga kerja yang diperlukan berdasarkan beban kerja dengan mempertimbangkan
tingkat absensi dapat dicari dengan formulasi sebagai berikut :
J = V (1 + T + A)
P
Dimana :
J = Jumlah tenaga kerja yang ideal
V = Volume (beban kerja)
P = Tingkat produktivitas tenaga kerja
T = Tingkat perputaran tenaga kerja
A = Tingkat absensi tenaga kerja
3. Metodologi Penelitian
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode single exponential smoothing yang digunakan untuk menguji berapa
banyak karyawan yang ideal untuk setiap bidang pada PT. Taspen Cabang Lampung.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Taspen Cabang Lampung yang beralamat di jalan Drs. Warsito No. 3
Kelurahan Sumur Putri Kecamatan Teluk Betung Utara Kota Bandar Lampung.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data digunakan metode sebagai berikut :
a. Metode interview
b. Metode observasi
c. Metode studi pustaka
4. Pembahasan
4.1. Menghitung Tingkat Absensi Tenaga Kerja
Data yang digunakan adalah data tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dengan menggunakan rumus
tingkat absensi maka didapatkan hasil sebagai berikut : % tingkat absensi = jumlah tenaga kerja tidak bekerja
Hari tenaga kerja bekerja + jumlah tenaga kerja tidak bekerja
Tabel 1. Perhitungan Tingkat Absensi Karyawan Seksi Data Tahun 2010 -2014
Tahun Jumlah Absensi
(hari/orang dalam 1 tahun)
Hari Kerja (hari) Tingkat Absensi
2010 3 250 1,017
2011 3 288 1,031
2012 3 292 1,017
2013 5 289 1,701
2014 2 293 1,678
Jumlah 5,444
Rata-rata 1,089
Jadi rata-rata persentase tingkat absensi karyawan seksi data adalah 1,089%.
Tabel 1. Perhitungan Tingkat Absensi Karyawan Seksi Penetapan Klaim Tahun 2010 -2014
Tahun Jumlah Absensi
(hari/orang dalam 1 tahun)
Hari Kerja (hari) Tingkat Absensi
2010 4 250 1,600
2011 3 247 1,214
2012 10 249 4,016
2013 3 248 1,209
2014 3 249 0,401
Jumlah 8,440
Rata-rata 1,688
Jadi rata-rata persentase tingkat absensi karyawan seksi penetapan klaim adalah 1,688%.
4.2. Menghitung Tingkat Labour Turn Over (LTO)
Dengan menggunakan data tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dihitung tingkat LTO dengan
menggunakan rumus :
LTO = Σ tenaga kerja keluar dan masuk periode tertentu x 100%
Σ tenaga kerja seluruhnya periode tersebut
Tabel 3. Perhitungan Tingkat LTO Seksi Data Tahun 2010 – 2014
Tahun Jumlah Karyawan
Masuk (orang)
Jumlah
Karyawan
Keluar (orang)
Jumlah
Karyawan
(orang)
Tingkat LTO
2010 -- 1 5 0,2
2011 -- -- 5 --
2012 -- -- 5 --
2013 -- -- 5 --
2014 -- -- 5 --
Jumlah 0,2
Rata-rata 0,2
Rata-rata persentase tingkat LTO karyawan seksi data adalah 0,2%.
Tabel 4. Perhitungan Tingkat LTO Seksi Penetapan Klaim Tahun 2010 – 2014
Tahun Jumlah Karyawan
Masuk (orang)
Jumlah
Karyawan
Keluar (orang)
Jumlah
Karyawan
(orang)
Tingkat LTO
2010 -- 1 7 --
2011 -- -- 6 1,000
2012 -- -- 7 0,143
2013 -- -- 7 --
2014 -- -- 7 --
Jumlah 1,143
Rata-rata 0,572
Rata-rata persentase tingkat LTO karyawan seksi penetapan klaim adalah 0,572%.
4.3. Menghitung Tingkat Produktivitas
Dengan menggunakan data tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat diketahui tingkat produktivitas tenaga
kerja menggunakan rumus :
Produktivitas = Jumlah output
Jumlah tenaga kerja
Tabel 5. Perhitungan Produktivitas Karyawan Seksi Data Tahun 2010 – 2014
Tahun Jumlah Surat Permintaan
Pembayaran (klaim)
Jumlah Tenaga
Kerja (orang)
Tingkat
Produktivitas
(klaim)
2010 3.460 5 692
2011 3.267 5 653
2012 3.419 5 684
2013 3.392 5 678
2014 3.268 5 654
Jumlah 3361
Rata-rata 672
Rata-rata persentase tingkat produktivitas karyawan seksi data adalah 672.
Tabel 5. Perhitungan Produktivitas Karyawan Penetapan Klaim
Tahun 2010 – 2014
Tahun Jumlah Surat Permintaan
Pembayaran (klaim)
Jumlah Tenaga
Kerja (orang)
Tingkat
Produktivitas
(klaim)
2010 3.460 7 494
2011 3.267 6 545
2012 3.419 7 488
2013 3.392 7 485
2014 3.268 7 467
Jumlah 2479
Rata-rata 496
Rata-rata persentase tingkat produktivitas karyawan penetapan klaim adalah 496.
4.4. Menentukan Jumlah Tenaga Kerja
Penentuan jumlah karyawan seksi data dan karyawan penetapan klaim tahun 2015 dengan menggunakan
rumus :
J = V (1 + T + A)
P
Menentukan jumlah karyawan seksi data sebagai berikut :
J = V (1 + T + A)
P
J = 3.423 (1 + 0,2% + 1,089%)
672
J = 5,16 atau dibulatkan 5 orang
Jadi jumlah karyawan seksi data yang ideal adalah sebanyak 5 orang.
Menentukan jumlah karyawan penetapan klaim sebagai berikut :
J = V (1 + T + A)
P
J = 3.423 (1 + 0,572% + 1,412%)
496
J = 7,04 atau dibulatkan 7 orang
Jadi jumlah karyawan penetapan klaim yang ideal adalah sebanyak 7 orang.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis didapatkan rata-rata persentase tingkat absensi karyawan seksi data adalah 1,089% dan
rata-rata persentase tingkat absensi karyawan seksi penetapan klaim adalah 1,688%. Rata-rata persentase
tingkat LTO karyawan seksi data adalah 0,2% dan rata-rata persentase tingkat LTO karyawan seksi
penetapan klaim adalah 0,572%.
Rata-rata persentase tingkat produktivitas karyawan seksi data adalah 672 dan rata-rata persentase tingkat
produktivitas karyawan penetapan klaim adalah 496. Sedangkan jumlah karyawan seksi data yang ideal
adalah sebanyak 5 orang dan jumlah karyawan penetapan klaim yang ideal adalah sebanyak 7 orang.
5.2. Saran
Dari hasil analisis diketahui bahwa jumlah karyawan seksi data dan jumlah karyawan penetapan klaim
sama dengan kondisi di PT. Taspen Lampung saat ini maka disarankan untuk tidak melakukan
penambahan ataupun pengurangan karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuswatha.1996. Manajemen Sumber Daya Manusia.BPFE UGM. Yogyakarta.
Manullang. 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ranupandojo. 1999. Manajemen Personalia.BPFE UGM. Yogyakarta.
Sarwono. 1996.Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sofyan Assauri. 1997. Manajemen Produksi. FEUI. Jakarta.
ANALISIS MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI DENGAN METODE PROGRAM
EVALUATION REVIEW AND TECHNIQUES PADA PT. PARAMITA BANGUN SARANA
JAKARTA
Rosmayana
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
PT. Paramita Bangun Sarana Jakarta merupakan salah satu perusahaan jasa konstruksi bangunan yang
memiliki kantor pusat di Jakarta dengan klien beberapa bangunan sekolah swasta SD, SMP dan SMA
yang berada di sekitar Jakarta.
Untuk memenuhi permintaan atas jasa konstruksi yang diberikan, manajemen perusahaan ini telah
mempertimbangkan upaya penggunaan pendekatan ilmiah dalam menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pengerjaan proyek tertentu.
Selama 10 tahun dalam kegiatan manajemen proyek konstruksinya, perusahaan ini kadang mengalami
permasalahan pada ketepatan waktu dalam penyelesaian sehingga beberapa kegiatan yang sifatnya
tergantung pada tahapan kegiatan sebelumnya, akibatnya target penyelesaian proyek tidak selesai tepat
waktu dan kadang mengalami penundaan.
Oleh karena itu perusahaan telah berupaya untuk menerapkan metode untuk menganalisis manajemen
proyek melalui pendekatan manajemen terpadu. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
Program Evaluation Review and Technique (PERT) yaitu pendekatan program untuk mengevaluasi
secara teknis dalam kerangka waktu penyelesaian yang telah diestimasi dengan akurat.
Melalui pendekatan PERT maka diharapkan perusahaan dapat memperbaiki kesalahan dalam target
penyelesaian kegiatan proyek yang didukung oleh estimasi kebutuhan biaya yang memadai. Dengan
perbaikan kesalahan kegiatan tentunya perusahaan dapat meningkatkan kualitas pelayanan jasa konstruksi
kepada klien sesuai dengan kemampuan sumber daya dan probabilitas keberhasilan proyek.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis merumuskan permasalahan yakni :
a. Bagaimana pengembangan manajemen proyek konstruksi untuk mencapai hasil yang optimal?
b. Sumber daya apa saja yang perlu mendapat perhatian dari pengembangan proyek konstruksi agar hasil
yang optimal?
2. Landasan Teori
2.1. Definisi Proyek
Definisi sederhana tentang proyek adalah urutan tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu
yang unikdalam kerangka waktu yang telah ditetapkan. Keunikan inilah yang membedakan antara proyek
dengan operasi dan membuatnya sulit untuk dikelola.
Menurut Retno Maharesi (2002) proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk
menghasilkan produk yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas.
2.2. Teori Perencanaan Proyek Konstruksi
Pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan, penyusunan jadwal dan
untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan perencanaan diperlukan pengendalian.
2.3. Metode PERT dan CPM
Metode PERT dan CPM adalah metode yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan, skedul dan
proses pengendalian suatu proyek. Walaupun prinsip penyusunan jaringan pada kedua metode ini adalah
sama tetapi perbedaan mendasar pada kedua metode ini. Perbedaan terletak pada konsep biaya yang
dikandung CPM dan hal ini tidak ada pada metode PERT.
Pada metode CPM ada dua estimasi baik waktu maupun biaya yaitu estimasi normal dan estimasi crash.
Perhitungan kedua jenis estimasi dimaksudkan untuk menemukan kegiatan-kegiatan pada jalur kritis
dimana waktu dapat dipercepat dengan pengeluaran paling minimum. Dengan cara ini efisiensi
penyelesaian proyek dapat dicapai dalam hal waktu maupun biaya.
Pada metode PERT asumsi yang digunakan adalah bahwa lama waktu semua kegiatan tidak tergantung
satu sama lain. Penentuan lama waktu penyelesaian suatu proyek dengan PERT dilakukan dengan
menentukan waktu yang paling pesimis (terlama) dan optimis (tercepat) untuk setiap kegiatan.
2.4. Proses Dalam PERT dan CPM
Proses dalam metode PERT dan CPM meliputi :
a. Komponen Jaringan (network component)
Satu syarat untuk membentuk jaringan PERT adalah daftar urutan kegiatan proyek. Dalam jaringan
PERT dikenal istilah dummy yaitu dua atau lebih kegiatan yang mulai dan berakhir pada titik yang
sama. Ada dua pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek yakni kegiatan pada titik (activity
on node – AON) dan kegiatan pada panah (activity on arrow – AOA).
b. Jadwal Aktivitas
Menentukan jadwal proyek atau jadwal aktivitas artinya kita perlu mengidentifikasi waktu mulai dan
waktu selesai untuk setiap kegaiatan. Kita menggunakan proses two – pass yang terdiri atas forward
pass dan backward pass untuk menentukan jadwal waktu tiap kegiatan. ES (earlist start) dan EF
(earlist finish) selama forward pass. LS (latest start) dan LF (latest finish) ditentukan selama
backward pass.
2.5. Jaringan Kerja Proyek
Metode jalur kritis (critical path method / CPM) yakni metode untuk merencanakan dan mengawasi
proyek-proyek merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan diantara semua sistem lain yang
memakai prinsip pembentukan jaringan. Dalam metode CPM dikenal adanya jalur kritis yaitu jalur yang
memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama. Manfaat yang
didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah :
a. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan kritis
dapat dipercepat.
b. Pengawasan dapat dilakukan melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya.
Bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan pendekatan deterministik satu angka
yang mencerminkan adanya kepastian maka PERT direkayasa untuk menghadapi situasi dengan kadar
ketidakpastian yang tinggi pada aspek kurun waktu kegiatan. Menurut Heizer dan Render (2009) dalam
PERT digunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan antaralain
waktu optimis, waktu pesimis dan waktu realistis.
2.6. Mengukur Keberhasilan Proyek
Terdapat lima tolok ukur keberhasilan proyek yaitu tepat waktu, sesuai anggaran, cakupan proyek,
kualitas dan sumber daya yang tersedia.
3. Metodologi Penelitian
3.1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah project management, network PERT/CPM, time
expected and probability, time and cost crashing program.
3.2. Metode Analisis
Waktu rencana proyek biasanya lebih pendek daripada waktu pelaksanaan proyek. Optimalisasi waktu
dan biaya yang akan dilakukan adalah mempercepat durasi proyek dengan penambahan biaya yang
seminimal mungkin. Salah satu cara untuk mempercepat durasi proyek dikenal dengan istilah crashing.
Estimasi waktu penyelesaian proyek dapat diketahui dengan cara :
a. Single duration estimate atau perkiraan waktu (durasi) tunggal untuk setiap kegiatan (pendekatan
CPM).
b. Triple duration estimate yaitu cara perkiraan waktu yang didasarkan atas 3 jenis durasi waktu terdiri
atas waktu optimis (a), waktu pesimis (b) dan waktu realistis (m).
Pendekatan dari durasi rata-rata yang disebut expected duration (Te) dengan rumus sebagai berikut :
Te = a + 4 m + b
6
Dimana :
Te = expected duration
a = waktu optimis
m = waktu realistis
b = waktu pesimis
dengan menggunakan konsep Te maka jalur kritis dapat di identifikasi. Besarnya ketidakpastian
tergantung pada besarnya angka a dan b yang dirumuskan sebagai berikut :
deviasi standar kegiatan (S) = 1 + (b – a)
6
DAFTAR PUSTAKA
Basuswatha.1996. Manajemen Sumber Daya Manusia.BPFE UGM. Yogyakarta.
Manullang. 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ranupandojo. 1999. Manajemen Personalia.BPFE UGM. Yogyakarta.
Sarwono. 1996.Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sofyan Assauri. 1997. Manajemen Produksi. FEUI. Jakarta.
top related