273 kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan sebagai dampak pengunaan pestisida pertanian
Post on 04-Jan-2016
43 Views
Preview:
TRANSCRIPT
273 Kerusakan Lingkungan dan Gangguan Kesehatan sebagai Dampak
Pengunaan Pestisida Pertanian
Oleh M. Sudjak Saenong dan Awaludin Hipi [Peneliti Hama Penyakit pada
BALITSEREAL].
ABSTRAK
Sejak tahun 1980, residu pestisida telah ditemukan mencemari beberapa jenis
sayuran seperti kentang, kubis, sawi, tomat dan wortel pada daerah-daerah sentra
sayuran di Jawa Barat (Pacet, Pengalengan, Lembang), Jawa Tengah (Getasan,
Ambarawa, Tawangmangu) dan Jawa Timur (Batu). Hasil analisa dan monitoring
terbatas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian
melalui Direktorat Perlindungan Tanaman tahun 1980 menunjukkan bahwa residu
pestisida tersebut di atas adalah dari jenis DDT, diazinon, dieldrin, fenitrotion dan
klorfirifos. Di negara-negara maju beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat
carsinogenic agent, mutagenic agent, teratogenic agent dan menjadi penyebab dari
penyakit-penyakit seperti leukemia dan sebagainya. Tulisan ini memaparkan data
beberapa referensi yang menekankan bagaimana bahaya penggunaan pestisida
terhadap kesehatan dan lingkungan.
Kata kuci : Kerusakan lingkungan, residu pestisida, sayuran
PENDAHULUAN
Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun
1950an sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon
berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC.
Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP
pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini
sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah
terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih
perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada
masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan
dieldrin.
Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu
pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa
golongan hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap. Kandungan
bahan organik yang tinggi dalam tanah akan menghambat proses penguapan
pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan porositas tanah
merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses penguapan pestisida.
Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan proses penguapan air. Residu
pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar dari tanah dengan
jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah bersama debu
atau air hujan. Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pestisida
dapat menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air
hujan atau pengendapan debu.
PENGGOLONGAN SENYAWA KIMIA PESTISIDA
Menurut Watterson (1988), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang
beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada
hewan,tumbuhan maupun jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga
maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tananam (OPT)
adalah insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan mitisida. Sedangkan yang
mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida. Selain dari
pada itu terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga
(insect repellent), dan sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk
datang (insect attractant) serta ada yang dapat memandulkan serangga (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis-Jenis Pestisida dan Kegunaannya
Jenis Pestisida Fungsi dan kegunaannya
Insektisida
Herbisida
Fungisida
Nematoda
Rodentisida
Bakterisida
Mengontrol and mngendalikan serangga
Membunuh rumput (gulma)
Membunuh jamur
Membunuh nematoda
Membunuh tikus
Membunuh bakteri
Akarisida
Algisida
Mitisida
Molusisida
Avisida
Piscisida
Ovisida
Desinfektant
Growth regulator
Defoliant
Desiccant
Repellent
Atractant
Chemosterilant
Membunuh laba-laba
Membunuh alga
Membunuh mite
Membunuh moloska
Mengusir burung
Mengendalikan ikan
Menghancurkan telur
Menghancurkan atau menginaktifkan mikroorganisme
yang berbahaya
Merangsang/menghambat pertumbuhan
Penggugur daun
Mempercepat pengeringan tanaman
Mengusir serangga, rayap, anjing dan kucing
Menraik serangga
Mensterilisasi serangga
Sumber: Watterson (1988)
DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN
Menurut Tarumingkeng (1977), dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan
dikenal istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit
ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera
setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia
pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi
penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang
atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang
konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian,
pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang
sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses
pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti
hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida
berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika
pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses
menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses
menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua
proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain
sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida
yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor
lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu
persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami
degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat (Tarumingkeng,1977).
KASUS-KASUS PENCEMARAN PESTISIDA
Terhadap Hewan Vertebrata
Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon tininuculus
dan Tyto alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat memangsa tikus
yang telah memakan umpan biji-bijian yang dicampur dieldrin, sedang Jefferies
(1972) mengemukakan bahwa kelelawar dari jenis Pipistrellus, Plocetius dan
Myotis ditemukan banyak mengandung residu organoklorin jenis DDE (± 10,68
ppm), DDT (± 4,62 ppm) dan dieldrin (± 0,29 ppm) dalam organ hatinya. Di
Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit DDE
menunjukkan adanya korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan
tebalnya kulit telur. Ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengukuran,
efek residu pestisida tersebut belum significant mencemari bebek yang ada di
Indonesia (Koeman, 1974). Pada hewan amfibi seperti kodok, pencemaran dapat
mengubah perilaku dan kelainan morfologi khususnya terhadap ekor dan
moncong (Cooke, 1970).
Terhadap Hewan Invertebrata
Palpp (1976) mengemukakan bahwa pengaruh samping dari pada penggunaan
pestisida terhadap hewan inveterbrata dapat berupa timbulnya pembentukan
kekebalan (resistensi) ataupun resurgensi. Pembentukan kekebalan terjadi melalui
beberapa mekanisme seperti perubahan asetilkolines-trase, menurunnya
penyerapan, kekebalan terhadap pengatur pertumbuhan (growth regulator),
kekebalan terhadap piretroid, kekebalan metabolisme terhadap organofosfat dan
karbamat serta kekebalan terhadap senyawa pestisida berklor. Szeics et al. (1973)
menemukan bahwa penyerapan insektisida oleh kulit serangga bertambah sesuai
dengan polaritasnya. Hal ini diamati pada percobaan terhadap Heliothis
virescens, akan tetapi penurunan penyerapan dapat terjadi dan merupakan
mekanisnme kekebalan. Walaupun mekanisme tersebut di atas belum dapat
dijelaskan secara rinci, akan tetapi pengamatan pada larva Heliothis zea yang
lebih tua nampak lebih kebal dari yang muda (Gast, 1961).
Kasus lain ditemukan bahwa fungisida dengan sodium metan dan formaldehida
yang digunakan terhadap permukaan atau yang diinjeksikan mempunyai pengaruh
tajam dan akan membunuh binatang-binatang tanah yang terkena sampai pada ke
dalaman 15 cm. Jenis pestisida yang paling besar pengaruhnya terhadap
musnahnya faunah tanah adalah insektisida di banding pestisida lain seperti
herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang paling banyak
digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa hidrokarbon
berklor dapat menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa
colembola sehingga populasi colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari
jenis aldrin dan derivatnya pengaruhnya tidak terlalu significant menurunkan
populasi tungau (Sheals, 1956).
Terhadap Kehidupan Perairan
Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah
pertanian terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat
membunuh jazad yang hidup di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya
tinggi seperti golongan organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat
masuk dalam rantai makanan dan mengalamai proses peningkatan kadar
(biological magnification) sampai pada derajat yang mematikan (Coutney
et.al.,1973). Terhadap kehidupan fitoplankton, perlakuan paraquat pada dosis 1,0
ppm selama 4 jam dapat menurunkan produktivitas 53%, perlakuan diquat dengan
dosis yang sama selang waktu 48 jam menurunkan produktivitas 45%, sedangkan
diuran dengan dosis 1,0 ppm dalam 4 jam menurunkan produktivitas sampai 87%
(Pimentel, 1974).
Daya meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan
telah banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis
insektisida nampak lebih kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian
herbisida sebagai pengendali gulma intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka
dampak kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas akut herbisida terhadap ikan
umumnya jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan untuk
mengendalikan gulma. Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi
1,14 ppm dapat mematikan ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi
(Duursma and Marchand, 1974).
Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten
terhadap tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak
sempurna dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di
samping itu secara tidak langsung penggunaan pestisida (herbisida) akan
merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan sasaran justru menjadi
dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica dapat
ditekan dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia
micranta justru akan tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena
persaingannya dengan alang-alang sudah tidak ada lagi. Demikian juga dengan
jenis rumput Pennisetum polystachion yang mempunyai tingkat kepadatan biji
yang sangat banyak (300.000 – 370.000 biji/tanaman) tidak dapat tumbuh pada
kondisi gelap (di bawah naungan alang-alang), tetapi pada saat alang-alang
dibasmi, maka rumput ini akan tumbuh dominan (Soedarsan dan Amir, 1975).
Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang
ditemukan pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan
manusia. Beberapa jenis penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh
pengaruh samping penggunaan senyawa pestisida antara lain leukemia, myaloma
ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostae, kanker kulit, kanker
perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan
neoplasma indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah
terbukti dapat menjadi faktor “carsinogenic agent” baik pada hewan dan manusia,
yakni tercatat ada 47 jenis bahan aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai
carsinogenic agent pada hewan, dan 12 jenis lagi terbuti sebagai carsinogenic
agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC, 1978: Saleh, 1980) (Tabel 2).
Tabel 2. Senyawa-Senyawa Pestisida yang Telah Terbukti dapat Menjadi
Faktor Penyebab Penyakit Kanker (Carsinogenic Agent) pada Hewan dan
Manusia
Bahan aktif Hewan Manusia Bahan aktif Hewan Manusia
acrylonitrile
aldrin
aminotriazole
amitraz
arsenic oxide
azinphos-metyl
(guthion)
cadmium
captan
carbaryl
carbontettrachloride
chloramben
chlordane
chlordecone (kepone)
chlordimeform
chlorobenzilate
chlorofenol(group)
chlorothalenil
2,4-D
DBCP
DDT
diallate
1,2, dichloropropane
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
-
+
-
+
-
-
-
-
ethylene dibromide
ethylen thiourea
formaldehyde
hempa
heptachlor
lindane
maleic hydrazide
maneb
MCPA
methidathion
methylene bromide
methylene
dichloride
mexacarbamate
mirex
monuron
parathion
pentachlorophenol
permethrin
picloram
rotenone
sodium azide
sulfallate
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
+
1,3, dichloropropane
dicofol
dieldrin
dimethoate
endosulfan
+
+
+
+
-
-
-
-
2,4,5-T
2,3,6 TBA
tetrachlorvinphos
trichlorfon
trifluralin
+
+
+
+
-
-
-
-
Sumber : Gosselin (1984);IARC(1978):Saleh(1980)
Catatan : + = ditemukan bukti; – = tidak ditemukan bukti
Fakta lain ditemukan pula bahwa ternyata tercatat 80 jenis bahan aktif pestisida
juga dapat menjadi penyebab atau sebagai faktor “mutagenic agent” (Moriya,
1983; Weinstein, 1984; Sandhu, 1980; Simmon, 1980) (Tabel 3). Lebih jauh
ditemukan lagi fakta bahwa senyawa pestisida juga dapat menjadi penyebab
penyakit peradangan kulit dan penyakit kulit lainnya sebagai akibat timbulnya
alergi dan iritasi. Yang dapat menyebabkan alergi pada kulit tercatat ada 20 jenis
bahan aktif sedangkan yang menyebabkan iritasi tercatat ada 42 jenis bahan aktif
(Weinstein, 1984: Gosselin, 1984) (Tabel 4).
Tabel 3. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi
Fakta Penyebab Mutasi Genetik (Mutagenic Agent)
acephate
allethtrin
azinphos-methyl
benomyl
bromocil
butaclor
cocodylic acid
captafol
captan
carbaryl
carbendazim
carbofuran
chlormethoxynil
chlorfenvinphos
Dicrotophos
dichlorvos
dimethoate
dinocap
dinoseb
disulfoton
echlomezel
ethylnechlorohydrin
ethylenedibromide
ethylenedichloride
ethylene oxide
ethylene thiourea
EMS
ESP
NBT(2,4-
dinitrophenylthiocyanate)
NNN(5-nthro-1-
napthalonitrile)
nitofen
oxydemeton-methyl
oxine copper
parathion-methyl
pentachlorophneol
phenazine oxide
phosmer
pirimiphosmethyl
polycarbamate
polyoxin D-Zn
chloropicrin
chlorpyrifos
cyclophosphamide
2,4-D acid
2,4-BB acid
DBCP
DD
DDC
DDT
demeton
1,2,dibromethane
dicamba
dichlorfluanid
fenaminosulf
fenitrithion
ferbam
folpet
HEH(2-
hydroxyethylenehydrazin)
hemel
MAF
MCPA
malaeic hydrazide
metepa
methyl dibromide
monocrotophos
propanil
salithion
simazine
2,4,5-T
thiometon
thiram
toxaphene
triallate
trichlorfon
TTCA(asomate)
vamidothion
ziram
Sumber : Moriya (1983); Weinstein (1984); Sandhu (1980); Simmmon 1980)
Tabel 4. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi
Faktor Penyebab Penyakit Radang Kulit Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan
Iritasi)
Bahan aktifJenis peradangan
Bahan aktifJenis peradangan
alergi iritasi alergi iritasi
acephate
anilazine
benomyl
captafol
captan
chloropicrin
chlorothalonil
cyhexatin
DCDA
demeton
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
kelthane
lindane
malathion
mancozeb
maneb
mercaptobenothiazole
methidathion
methomyl
methylphenol(cresol)
methyl parathion
-
-
+
+
+
+
-
-
+
-
+
+
+
-
+
-
+
+
-
+
dialifur
chazinon
dimethoate
dinobuton
dinoseb
disulfoton
DNCB
DNOC
DVDP
endosulfan
ethephon
ethion
ferbam
folpet
formaldehyde
glyphosate
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
mevinphos
monocrotophos
naled
nitrofen
parathion
PCNB
phosmet
propagite
pyrethroids
sulphur
thiram
toxaphene
triazine
zineb
zitram
-
-
+
+
+
+
-
-
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
-
+
+
+
-
+
+
Sumber : Weinstein (1984); Gosselin (1984)
Catatan : + = ditemukan bukti; – = tidak ditemukan bukti
Secara umum, proses peracunan senyawa pestisida dapat diamati berdasarkan
golongan pestisida yang dipakai di lapangan. Fenomena ini sering ditemukan pada
para pekerja yang terkait langsung dengan pestisida seperti pekerja pada lokasi
kepabrikan maupun perkerja yang langsung menggunakan senyawa pestisida
tersebut terhadap organisme target. Pada golongan pestisida yang mempunyai
bahan aktif dari klor organik seperti endrin, aldrin, endosulfan, dieldrin,
lindane(gamma BHC) dan DDT, gejala keracunan yang dapat ditimbulkan dapat
berupa mual, sakit kepala dan tak dapat berkosentrasi. Pada dosis tinggi dapat
terjadi kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Hal ini
disebabkan kerena senyawa klor organik mempengaruhi susunan syaraf pusat
terutama otak.
Pada senyawa fosfat organik, gejala yang timbul dapat berupa sakit kepala,
pusing, lemah, pupil mengecil, gangguan penglihatan, sesak nafas, mual, muntal,
kejang pada perut, diare, sesak dada dan detak jantung menurun. Senyawa ini
menghambat aktivitas enzim kolonestrasi dalam tubuh penderita. Pada karbamat,
gejala keracunannya hampir tak terlihat jelas, proses kerjanya juga menghambat
enzim kolinestrase dalam tubuh, tetapi reaksinya reversible dan lebih banyak
bekerja pada jaringan bukan dalam plasma darah. Yang masuk kategori senyawa
itu adalah aldikarb, carbofuran, metomil, propoksur dan karbaril (Anonim, 1984)
(Tabel 5).
Tabel 5. Gejala Keracunan Dan Petunjuk Cara Pertolongan Pertama Pada
Penderita
Golongan Pestisida Cara bekerjanyaGejala keracunan yang
timbul
Klor organik : endrin,
aldrin, endosulfan(thiodan),
dieldrin, lindane(gamma
BHC), DDT
Fosfat organik: mevinfos
(fosdrin), paration, gution,
monokrotofos (azodrin),
dikrotofos, fosfamidon,
diklorvos (DDVP), etion,
efntion, diazinon.
Karbamat :
aldikarb(temik), carbofuran
(furadan), metomil
Mempengaruhi susunan
syaraf pusat terutama
otak
Menghambat aktivitas
enzim kholinnestrase
Menghambat aktivitas
enzim kholinestarse,
tetapi reaksinya
reversible dan lebih
Mual, sakit kepala, tak
dapat berkonsentrasi. Pada
dosis tinggi dapat terjadi
kejang-kejang muntah dan
dapat terjadi hambatan
pernafasan
Sakit kepala, pusing-
pusing, lemah, pupil
mengecil, gangguan
penglihatan dan sesak
nafas, mual, muntah, kejang
pada perut dan diare, sesak
pada dada dan detak
jantung menurun.
Tanda-tanda keracunan
umunya lambat sekali baru
(lannate), propoksur
(baygon), karbaril (sevin)
Dipiridil : paraquat, diquat
dan morfamquat
Antikoagulan : tipe
kumarin (warfarin), tipe 1,3
indantion: difasinon,
difenadion (Ramik)
Arsen : arsen trioksid,
kalium arsenat, asam
arsenat dan arsin(gas).
banyak bekerja pada
jaringan, bukan dalam
darah/plasma.
Dapat membentuk ikatan
dan merusak jaringan
ephitel dari kulit, kuku,
saluran pernafasan dan
saluran pencernaan,
sedangkan larutan yang
pekat dapat
menyebabkan
peradangan.
Pestisida ini cepat
diserap oleh pencernaan
makanan, penyerapan
dapat terjadi sejak saat
tertelan sampai 2-3
hari.Kumrain dapat
diserap melalui. Kedua
tipe pestisida ini
Menghambat
pembentukan zat yang
berguna untuk
koagulasi/pembekuan
darah antara lain
terlihat
Gejala keracunan selalu
lambat diketahui, seperti
perut, mual, muntah dan
diare karena ada iritasi pada
saluran pencernaan. 48-72
jam baru gejala kerusakan
seperti ginjal seperti
albunuria, proteinura,
hematuria, dan peningkatan
kreatinin lever, 72 jam-14
hari terlihat tanda-tanda
kerusakan pada paru-paru
Hematuria (kencing
berdarah), hidung berdarah,
sakit pada rongga perut,
kurang darah dan kerusakan
ginjal
Pada keracunan akut: nyeri
pada perut, muntah dan
diare. Pada keracunan sub
akut akan timbul gejala
protrombin
Keracunan arsen pada
umumnya melalui mulut
walaupun bisa juga
diserap melalui kulit dan
saluran pernafasan
seperti sakit kepala, pusing
dan banyak keluar ludah
Sumber: Anonim (1984)
PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAMANAN PESTISIDA
Pedoman Umum Penanganan Bahan
Agar senyawa pestisida aman digunakan dan tidak terlalu menimbulkan efek
peracunan pada pemakai, maka pemerintah dan formulator telah menetapkan dan
memberi petunjuk sebagai pedoman umum dalam penanganan senyawa kimia
berbahaya. Mulai dari pemilihan jenis pestisida, tata cara penyimpanan,
penakaran, pengenceram, pencampuran sampai kepada prosedur kebersihannya
(Anonim, 1984) (Tabel 6).
Tabel 6. Petunjuk Umum Tentang Keamanan Dalam Menggunakan Senyawa
Kimia Pestisida di Lapangan
1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri
Pertanian.Jangan sekali-kali menggunakan pestisida yang belum terdaftar
dan memperoleh izin.
2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad
sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca
keterangan tentang kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida
tersebut
3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau
rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jangan
membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing
4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja
dengan pestisida itu
5. Simpanlah pestisida di tempat khusus yang sejuk, kering dan dapat dikunci,
jauh dari makanan/minuman, dan tidak dapat dijangkau oleh anak-anak,
hewan piaraan serta ternak.
6. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat
terbuka atau dalam ruangan yang mempunyai ventilasi baik.
7. Pakailah sarung tangan dan gunakalah wadah, alat pengaduk dan alat
penakar yang khusus hanya untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan
digunakan untuk keperluan lain, lebih-lebih yang berhubungan dengan
makanan dan minuman.
8. Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak
memercik, tumpah atau berhambur ke udara.
9. Gunakalah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan
menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang.
10 Periksalah alat penyemprot dan usahaka supaya selalu dalam kedaan baik,
bersih dan tidak bocor.
11 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata,
mulut dan kaian.
12 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum
bekerja dengan pestisida. Pestisida lebih mudah terserap ke dalam tubuh
melalui kulit yang terluka.
13 Selama menyemprot, pakailah baju khusus yang berlengan panjang, penutup
kepala penutup muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot
14 Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin
15 Hindarkalah semprotan pestisida terbawa angin ke tempat lain, supaya tidak
mengenai tempat tinggal penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam,
danau atau makanan ternak.
16 Jangan menyemprot pada waktu angin bertiup kencang, cuaca panas atau
akan turun hujan.
17 Bekerjalah demikian rupa sehingga tanaman yang telah disemprot tidak
dilalui lagi untuk menghindari persentuhan dengan tanaman yang telah
terkena pestisida
18 Jangan merokok, makan atau minum selama bekerja dengan pestisida.
19 Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca
petunjuk dalam label tentang pertongan pertama dan segera hubungi dokter,
beri tahu pestisida apa yang digunakan.
20 Setelah selesai bekerja denga pestisida, mandilah sehera dengan sabun,
pakaian dan alat pelindung lainnya yang dipakai harus segera dicuci dengan
sabun.
21 Setalah selesai bekerja, cucilah alat penyemprotan dan alat lainnya serta
usahakan air bekas cucian tidak mengalir ke sungai, saluran air, kolam ikan,
sumur dan sumber air lainnya.
22 Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum
beristirahat untuk makan minum atau merokok.
23 Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan
atau minuman akan tetapi musnahkan dengan merusak, membakar atau
menguburnya di tempat yang aman.
Sumber Anonim (1984)
Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida
Berdasarkan panduan pertolongan pertama pada kasus keracunan pestisida dalam
Anonim (1984), maka bila terjadi kasus keracunan senyawa kimia pestisida maka
ada sebelas item yang harus dicermati/diteliti dengan saksama agar dapat diambil
tindakan medis yang tepat dan segera untuk menolong jiwa penderita. Ke sebelas
urutan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apabila gejala keracunan mulai timbul betapapun ringannya gejala
tersebut, segeralah berhenti bekerja dan pergilah ke dokter atau klinik
terdekat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Hal tersebut harus
segera dilakukan karena sewaktu-waktu keadaan dapat berkembang
menjadi gawat. Supaya tindakan pertolongan selanjutnya dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat, dokter harus diberitahu nama pestisida yang
menyebabkan keracunan. Untuk ini sebaiknya bawalah label pestisida
tersebut untuk ditunjukkan kepada dokter.
2. Dalam hal kulit atau rambut dan pakaian terkena pestisida, cucilah segera
kulit dan rambut yang terkena dengan sabun dan air yang banyak dan
lepaskan pakaian untuk diganti dengan yang bersih.
3. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah segera mata dengan air bersih
yang banyak selama 15 menit atau lebih terus menerus. Kemudian ditutup
dengan kapas seteril yang dilengketkan dengan kain pembalut.
4. Apabila debu, bubuk, uap, gas atau buti-butir semprotan terhisap melalui
pernafasan, bawalah penderita ke tempat terbuka yang berudara segar,
longgarkan pakaiannya yang ketat dan baringkan dengan dagunya agak
terangkat ke atas supaya dapat bernafas dengan bebas. Jaga supaya
penderita dalam keadaan tenang dan tidak kedinginan (apabila perlu
selimutilah penderita tetapi jangan sampai terlalu kepanasan). Sementara
menunggu pertolongan dokter, awasilah terus keadaan penderita.
5. Apabila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, usahakan
supaya penderita muntah dengan cara mencolek bagian belakang
tenggorokan dengan jari tangan atau alat lain yang bersih dan/atau dengan
memberi minum larutan garam sebanyak satu sendok makan dalam
segelas air hangat. Ulangi proses pemuntahan sampai yang dimuntahkan
berupa cairan yang jernih. Pada waktu penderita mulai muntah, usahakan
mukanya menghadap ke bawah dan kepalanya agak direndahkan supaya
muntahan tidak masuk dalam paru-paru. Selanjutnya harus dijaga jangan
sampai muntahan menghalangi pernafasan. Usaha pemuntahan tidak dapat
dilakukan apabila penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar,
penderita telah menelan bahan yang mengandung minyak bumi dan
penderita telah menelan bahan alkalis atau asam kuat yang korosif (secara
kimiawi merusak jaringan hidup)dengan gejala rasa terbakar atau nyeri
sekali pada mulut dan kerongkongan.
6. Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah
penderita minum susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja dalam
kondisi dimana susu atau telur tidak tersedia. Susu atau minyak tidak
boleh diberikan kepada penderita keracunan pestsida hirokarbon berklor.
7. Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak
tersumbat. Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihnya
mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya. Jangan
memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar.
8. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan.
Bersihkan lebih dulu mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan
sebagainya.
9. Apabila penderita kejang, usahakanlah kekejangan tersebut tidak
mengakibatkan cidera. Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal di
bawah kepala dan berilah ganjal antara gigi untuk mencegah supaya bibir
atau lidah tidak tergigit.
10. Penanggulangan keracunan setalah dilakukan pertolongan pertama
selanjutnya diambil tindakan sebagai berikut
1. untuk golongan pestisida klor organik, dilakukan tindakan mencuci
lambung dengan memberi garam isotoris larutan natrium
bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat diberikan 30
gram norit yang disuspensikan dalam air;
2. untuk golongan fosfat organik, diberikan antodote Atropin sulfat
intra vena atau intra muskuler, bila mungkin dilakukan
penyuntikan intra vena. Dosis dewasa dan anak-anak lebih dari 12
tahun 0,4-2,0 mg dan untuk anak-anak 0,05 mg/kg berat badan.
Dosis diulangi tiap 15-30 menit sampai kelihatan gejala
atropinasi/gejala keracunan ringan dari atropin seperti muka
merah, frekuensi detak jantung meningkat (140/menit) dan pupil
melebar. Pralidoxim diberi-kan setalah atropin, bila diberikan
sebelum 36 jam setalah keracunan akan dapat menanggulangi efek
dari pestisida fosfat organik ini. Dosis dewasa 1 gr/kg berat badan
dan anak-anak 20-50 gr/kg berat badan dengan kecepatan tidak
lebih dari setengah dosis total tiap menit. Ulangi lagi setelah 1 jam
bila kelemahan/ kelumpuhan otot belum tertanggulangi;
3. untuk golongan karbamat, penaggulangan-nya sama dengan
pestisida golongan fosfat organik, tapi disini tidak digunakan
pralidoxim;
4. (untuk golongan senyawa dipiridil tindakannya adalah untuk
mengurangi absorbsi dari saluran pencernaan, diberikan absorben
Fuller”s Earth 30% suspensi dalam air;
5. (untuk golongan antikoagulan dilakukan pemberian antidote
fitonadion, yakni dosis dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun
25 mgr intra muskuler dan anak-anak di bawah 12 tahun 0,6
mgr/kg berat badan;
6. untuk golongan arsen dilakukan pemberian antidote Dimerkaprol
(B.A.L), Dimerkaptopropanol.
11. Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup
tempat kejadian, tanggal, nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan
melalui apa (mulut, pernafasan, kulit), sampel pestisida, muntahan atau
sisa makanan (dalam hal penderita tidak diketahui, dapat disebutkan
pestisida-pestisda apa yang biasa digunakan di tempat tersebut, dan jenis-
jenis pertolongan yang telah diberikan kepada penderita.
PENUTUP
Walaupun beberapa rujukan pustaka dari paper ini sudah cukup tua, akan tetapi
dari data-data tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa problematika yang
terkait dengan dampak samping dari penggunaan pestisida baik langsung maupun
tidak langsung cukup significant merusak ekosistem lingkungan dan bahkan
kesehatan manusia. Oleh sebab itu ke depan penanganan pestisida nampaknya
masih panjang untuk diperdebatkan dan bahkan masih perlu diteliti lebih jauh
agar ekosistem bumi kita dapat terselamatkan dari proses pencemaran senyawa-
senyawa kimia yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
infodiknas@yahoo.com
top related