unud-273-438121292-bab iv

36
103 BAB IV PRODUK HUKUM YANG MENGATUR TENTANG DANA ALOKASI KHUSUS MENURUT KONSEP KEADILAN DAN KESELARASAN 4.1 Produk Hukum Yang Mengatur Tentang Dana Alokasi Khusus Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara Undang-Undang No.33 Tahun 2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun, di sisi lain kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. 67 Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh pemerintah pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. 67 Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Upload: lastrie-buluatie

Post on 14-Apr-2016

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

babiv

TRANSCRIPT

Page 1: unud-273-438121292-bab iv

103

BAB IV

PRODUK HUKUM YANG MENGATUR TENTANG DANA ALOKASI

KHUSUS MENURUT KONSEP KEADILAN DAN KESELARASAN

4.1 Produk Hukum Yang Mengatur Tentang Dana Alokasi Khusus

Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah, saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi

pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan

pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara Undang-Undang No.33 Tahun

2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian

kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan

atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun, di sisi lain

kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah

(PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.67

Oleh karena

itu, kekurangannya harus dibantu oleh pemerintah pusat melalui mekanisme dana

perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),

dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi.

67 Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 2: unud-273-438121292-bab iv

104

Pengertian DAK diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa:

“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.”

Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa DAK

dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk daerah

tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk;

(1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas

nasional.

(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat

diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang

merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat

(4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini

diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), pemerintah telah

mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan

DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan,

peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat

Page 3: unud-273-438121292-bab iv

105

dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang,

dan tidak termasuk penyertaan modal

DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan

kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan

penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik,

kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan

perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis,68

untuk

menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib

mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari

jumlah DAK yang diterimanya.69

Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak

diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara

Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.

Namun, dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai

selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol

atau negatif. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang

pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan

khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum

dengan menggunakan rumusan DAU. Di sisi lain, kemampuan asli sebagian besar

daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu

mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.

68 Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus Dalam

Perimbangan Pusat Dan Daerah, denpsar.bpk.go.id

69

Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …, Ibid hal. 183

Page 4: unud-273-438121292-bab iv

106

Dari uraian diatas yang menjadi unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN.

b. Dialokasikan kepada daerah tertentu.

c. Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah.

d. Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas

nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.

e. DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu.

f. DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan

umur ekonomis yang panjang.

Pengertian Dana Alokasi Khusus diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal

1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana

Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.” Pasal ini adalah produk hukum yang mengatur tentang

sumber pendapatan DAK dan tujuan penggunaannya. Sumber Pendapatan DAK

berasal dari APBN, ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian pendanaan bagi

daerah. Kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah harus sejalan dengan

prioritas nasional.

Page 5: unud-273-438121292-bab iv

107

Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa

perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan

2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.

Daerah tertentu yang dapat memperoleh alokasi DAK ditentukan berdasarkan kriteria

umum, kriteria khusus, dan kriteris teknis.

1) Kriteria umum; pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah-daerah yang

memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan

fiskal daerah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah

( pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil) dengan belanja

pegawai negeri sipil daerah pada APBD.

2) Kriteria khusus; pengalokasian DAK memperhatikan daerah-daerah tertentu yang

memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah:

a. Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus;

b. Daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah

tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan, dan

daerah pariwisata;

c. Daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah yang

memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah rawan pangan dan/atau

kekeringan, daerah pasca konflik, daerah penerima pengungsi.

3) Kriteria teknis; kriteria teknis kegiatan DAK untuk bidang pendidikan dirumuskan

oleh Menteri Pendidikan Nasional, bidang kesehatan dirumuskan oleh Menteri

Page 6: unud-273-438121292-bab iv

108

Kesehatan, bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air bersih dan sanitasi dirumuskan

oleh Menteri Pekerjaan Umum, bidang kelautan dan perikanan dirumuskan oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan, bidang pertanian dirumuskan oleh Menteri

Pertanian, bidang prasarana pemerintah daerah dirumuskan oleh Menteri Dalam

Negeri, dan bidang lingkungan hidup dirumuskan oleh Menteri Negara Lingkungan

Hidup

Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun

2005, ”Penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.” Rata-rata nasional

kemampuan keuangan daerah dirumuskan;

Rata-Rata Nasional Kemampuan = Total Kemampuan Daerah Secara Nasional

Keuangan Daerah Jumlah Daerah

*

Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN) dilakukan dengan membagi

kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah.

Jika IFN tersebut lebih kecil dari satu, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki

kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional,

maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK.

Page 7: unud-273-438121292-bab iv

109

Indek Fiskal Netto Daerah Z = Kemampuan Keuangan Daerah Z

Rata-Rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah

*

* Sumber : Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.

Selain kriteria umum, kriteria khusus juga dipergunakan dalam alokasi DAK.

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan

dan karakteristik daerah, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan

adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kekhususan suatu daerah, seperti

Undang-Undang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Seluruh

daerah (kabupaten/kota) di Provinsi NAD dan Papua akan diprioritaskan

mendapatkan DAK. Selain itu, setiap tahunnya ditetapkan beberapa karakteristik

khusus yang dimasukkan dalam kriteria khusus. Kondisi dari penetapan kriteria

khusus inilah yang akan menjadi kelemahan dalam kebijakan alokasi Dana Alokasi

Khusus (DAK). Satu hal dalam alokasi DAK, besaran DAK dialokasikan dengan

pertama-tama menentukan daerah yang layak. Penentuan daerah yang layak

dialokasikan DAK ini menggunakan pertimbangan kriteria umum dan kriteria khusus.

Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah dan setiap bidang ditentukan dengan

menggunakan kombinasi dari bobot dari kriteria teknis dan bobot daerah yang berasal

dari kriteria umum dan kriteria khusus.

Page 8: unud-273-438121292-bab iv

110

a. Menentukan apakah daerah tersebut memenuhi kriteria umum, yaitu daerah

tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional

kemampuan keuangan daerah.

b. Jika memenuhi kriteria umum tersebut, maka daerah tersebut layak memperoleh

alokasi DAK.

c. Jika tidak memenuhi, maka kita lihat kriteria khusus yang pertama, yaitu apakah

daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus atau

tidak.

d. Jika daerah tersebut adalah daerah otonomi khusus, maka secara otonomatis daerah

tersebut layak mendapatkan alokasi DAK.

e. Jika daerah tersebut bukan daerah otonomi khusus, maka lihat kembali kriteria

khusus yang kedua, yaitu karakteristik kewilayahannya yang ditunjukkan dengan

Indeks Karakteristik Wilayah (IKW). Gabungkan IKW dengan IFN (Indeks

Fiskal Netto) untuk menghasilkan Indeks Daerah (ID).

f. Jika suatu daerah memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu, maka daerah

tersebut secara otomatis layak mendapatkan alokasi DAK.

g. Jika nilai ID tersebut lebih besar dari satu, maka daerah tersebut tidak layak

mendapatkan alokasi DAK.

h. Dapat disimpulkan, dari langkah 1 – 8 di atas, daerah yang layak mendapatkan

alokasiDAK adalah (1) daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah

dibawah rata-ratanasional, (2) daerah otonomi khusus, dan (3) daerah yang

memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu.

Page 9: unud-273-438121292-bab iv

111

i. Dari semua daerah yang layak memperoleh alokasi DAK, kemudian menentukan

nilai Indeks Fiskal Wilayah (IFW) yang merupakan fungsi dari IFN dan IKW.

j. Menentukan Bobot Daerah (BD) dengan mengalikan nilai IFW dengan Indeks

Kemahalan Konstruksi (IKK)

k. Dari semua daerah yang layak, tentukan nilai Indeks Teknis (IT) setiap bidang

DAK dan pada setiap daerah.

l. Menentukan Bobot Teknis (BT) dengan mengalikan Indeks Teknis dengan IKK

m. Menentukan Bobot DAK sebagai hasil penambahan Bobot Daerah (BD) dengan

Bobot Teknis (BT).

n. Setelah ditentukan Bobot DAK, kemudian menentukan besar alokasi DAK bagi

setiap daerah

Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (1) penetapan

program dan kegiatan, (2) penghitungan alokasi DAK, (3) arah kegiatan dan

penggunaan DAK, dan (4) administrasi pengelolaan DAK.70

1. Penetapan Program dan Kegiatan

Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan

bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis

mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah

berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara

70 Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus

……………..Ibid bpk.go.id

Page 10: unud-273-438121292-bab iv

112

Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri

teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri

Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan

perhitungan alokasi DAK.

2. Penghitungan Alokasi DAK

Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa

perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

a. penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan

b. penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.

Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria

khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah

ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,

dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut:

Kriteria umum; Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan

daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja

Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005).

Kriteria khusus; Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah.

Kriteria teknis; Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat

menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan

masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.

Page 11: unud-273-438121292-bab iv

113

3. Arah kegiatan

a. Bidang Pendidikan;

Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan dilokasikan untuk menunjang pelaksanaan

Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar sembilan tahun. Dana alokasi khusus bidang

pendidikan diperuntukkan bagi SD/SDLB dan MI/Salafiah, termasuk sekolah-sekolah

serta SD yang berbasis keagamaan.

b. Bidang Kesehatan;

Dana Alokasi Khusus bidang kesehatan dialokasikan untuk dapat meningkatkan

jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kabupaten/kota

dengan derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal.

c. Bidang Infrastruktur;

Dana Alokasi Khusus bidang infrastrukrur dialokasikan untuk mempertahankan dan

meningkatkan daya dukung, kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana jalan dalam

rangka melancarkan distribusi barang dan jasa serta hasil produksi, mempertahankan

tingkat layanan irigasi dan mengoptimalkan infrastrukrur sistem irigasi,

meningkatkan cakupan dan keandalan pelayanan air bersih dan sanitasi.

d. Bidang Kelautan dan Perikanan;

Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan dialokasikan untuk

meningkatkan prasarana dasar dibidang kelautan dan perikanan khususnya dalam

menunjang pengembangan perikanan tangkap dan budidaya serta pengembangan

pulau-pulau kecil didaerah. Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana

Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan prioritas didaerah

Page 12: unud-273-438121292-bab iv

114

dengan memperhatikan alokasi DAK bidang kelautan dan perikanan yang

diterimanya.

e. Bidang Pertanian;

Dana Alokasi Khusus bidang pertanian dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan

prasarana pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis.

f. Bidang Prasarana Pemerintah Daerah;

Dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pemerintah guna mendukung

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan didaerah pemekaran dan daerah yang

mengalami dampak /akibat pemekaran dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004.

Dana Alokasi Khusus bidang prasarana pemerintahan daerah diarahkan untuk

kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana

pemerintahan, guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah.

g. Bidang Lingkungan Hidup;

Dana Alokasi Khusus bidang lingkungan hidup dialokasikan untuk meningkatkan

kapasitas daerah dalam mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan,

meningkatkan kepedulian dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan didaerah

dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup Indonesia. Dana Alokasi Khusus

lingkungan hidup diarahkan untuk kegiatan:

Pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air.

Pengadaan sarana dan prasarana pencegahan pencemaran lingkungan.

Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan sumber daya air.

Page 13: unud-273-438121292-bab iv

115

Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang

lingkungan hidup sesuai dengan prioritas didaerah dengan memperhatikan alokasi

DAK bidang lingkungan hidup yang diterimanya.

4. Administrasi Pengalokasian Dana Alokasi Khusus

Administrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP

sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK.

a. Proses Penetapan Alokasi DAK

Dalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara

sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

● Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan kebijakan

umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang akan di danai dari

DAK.

● Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan kegiatan

khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis.

● Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria

umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

● Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerah melalui

Peraturan Menteri Keuangan. Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri

Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran

Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur

Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri

Page 14: unud-273-438121292-bab iv

116

Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

b. Penyaluran Dana Alokasi Khusus

Sama seperti penganggaran di daerah, pelaksanaan penyaluran DAK juga mengalami

perubahan mendasar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran dilakukan

melalui KPPN, maka sejak tahun 2008 dilaksanakan dari pusat, yaitu melalui BUN

yang akan memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum

daerah. Sehubungan dengan penyalurannya, sesuai dengan Pasal 23 Peraturan

Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan

Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, tahapan penyaluran DAK untuk

tahun anggaran 2008 adalah sebagai berikut:

● Tahap I sebesar 30%, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh

Dirjen Perimbangan Keuangan;

● Tahap II sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja

setelah laporan penyerapan DAK tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan

Keuangan;

● Tahap III sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja

setelah laporan penyerapan DAK tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan

Keuangan; dan

● Tahap IV sebesar 10%, setelah laporan penyerapan DAK tahap III diterima oleh

Dirjen Perimbangan Keuangan. Pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut

tidak dapat dilakukan sekaligus. Sementara itu, laporan penyerapan DAK untuk

Page 15: unud-273-438121292-bab iv

117

masing-masing tahap tersebut disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai

90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya.

c. Pelaporan Pelaksanaan Dana Alokasi Khsusus

Kepala daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan triwulan yang memuat

laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat

belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada:

● Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur

Jenderal Perbendaharaan, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan

dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini;

● Menteri Teknis; dan

● Menteri Dalam Negeri

Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada

akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan

Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Pasal 157 menyatakan tentang sumber-

sumber pendapatan daerah dan salah satunya adalah Dana Perimbangan yang di

dalam Pasal 159 dijelaskan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan

Dana Alokasi Khusus. Merujuk pada UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 39, dan Undang-

Undang No.32 Tahun 2004 Pasal 162 menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus

(DAK) dialokasikan kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan

khusus yang merupakan urusan daerah. Kegiatan khusus tersebut sesuai dengan

Page 16: unud-273-438121292-bab iv

118

fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Secara komprehensif, dapat ditulis ulang

pengertian dari DAK yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan

khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Penganggaran DAK dalam APBD dan Pertanggungjawabannya; sebagaimana

telah diuraikan di atas, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan

urusan daerah dan merupakan prioritas nasional. Dari sudut pandang daerah yang

menerima pengalokasian tersebut, DAK ini merupakan pendapatan daerah yang

merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan

bersih. Sebagai pendapatan daerah, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, maka alokasi DAK kepada daerah harus dianggarkan

dalam APBD daerah yang bersangkutan, yaitu pada pendapatan daerah yang berasal

dari penerimaan dana perimbangan. Lebih jauh lagi, pengganggaran alokasi DAK

dalam APBD ini dipertegas lagi dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang

menentukan bahwa penyaluran DAK baru dapat dilakukan setelah diterimanya Perda

APBD oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Sehubungan dengan pertanggungjawaban

penggunaan DAK, mengingat DAK dialokasikan untuk membiayai kegiatan khusus

yang telah ditentukan sebelumnya, maka penggunaan DAK tersebut harus

dipertanggungjawabkan. Selain dalam bentuk laporan triwulan yang memuat laporan

pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK, sebagaimana telah diuraikan di atas,

Page 17: unud-273-438121292-bab iv

119

daerah penerima DAK wajib mempertanggungjawabkan penggunaan DAK ini dalam

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

4.2 Konsep Keadilan Dan Keselarasan; Pelayanan Yang Non Driskriminatif,

Dan Program yang Berpihak Pada Rakyat

Indonesia adalah negara yang menganut Teori Negara Kesejahteraan dimana

negara ikut campur tangan seluas-luasnya terhadap kesejahteraan rakyat, Kranenburg

termasuk penganut teori negara kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan

sekadar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan

kesejahteraan warganya. Melalui DAK pemerintah bertujuan membantu mendanai

kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi; bidang pendidikan, bidang kesehatan,

bidang infrastruktur, bidang kelautan dan perikanan, bidang pertanian, bidang

prasarana pemerintah daerah, dan bidang lingkungan hidup.

Melaui DAK diharapkan seluruh masyarakat akan terpenuhi kebutuhan

dasarnya, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kebijakan pemerintah harus selalu berpihak

pada masyarakat. Salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat

adalah kebijakan DAK. Masyarakat belum disebut sejahtera apabila belum bisa

mencukupi kebutuhan dasarnya, untuk itu diharapkan peranan pemerintah untuk

ambil bagian didalam membantu mendanai kebutuhan dasar masyarakat. Selain untuk

pendidikan dan kesehatan, DAK dapat dipergunakan untuk mengolah sumber daya;

pertanian, kelautan dan perikanan. Dana yang tersedia tentunya akan dapat

Page 18: unud-273-438121292-bab iv

120

dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui bidang pertanian,

perikanan dan kelautan. Melalui DAK diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat

mengejar ketertinggalannya dari daerah-daerah lain, dalam semua aspek kehidupan.

Kesejahteran pun meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya, pemerintah

merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggung jawab mencapai janji

kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran kebijakan sosial dan

kebijakan ekonomi. Sesuai dengan hukum yang berlaku fungsi dasar pemerintahan

adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), seperti yang

dikatakan oleh Lawrence M. Friedman,71

“Every function of the law, general or

specific, is allocative social control, the monopoly of violence, the maintenance of the

law and order, is no exception.” (setiap fungsi hukum, baik secara umum maupun

khusus adalah sebagai kontrol sosial, sifatnya memaksa, mengatur dan mengurus,

tanpa terkecuali).

Dalam Teori Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada peran

negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya

mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan

kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Dalam hal ini, Negara

Kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada

mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikannya sebagai

hak warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara.

71 Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System, Russel Sage Foundation, New York, hal.

20

Page 19: unud-273-438121292-bab iv

121

Tipe negara kesejahteraan modern (welfare state modern) yang dianut berdasarkan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, berarti negara memiliki

tanggung jawab untuk mewujudkan tujuannya berupa keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.72

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan seharusnya tidak boleh

memberikan perbedaan, pembatasan, dan pengabaian hak dan kesempatan dari waga

negaranya. Hal ini tercantum dalam Konstitusi Dasar kita, Undang-Undang Dasar

NRI 1945 dimana negara Indonesia mengakui Hak Asasi Manusia. Ketika bergulir

perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut sejak 1999-2002,

keseluruhan hak dan kewajiban asasi manusia didalam Universal Declaration Of

Human Rights diadopsi kedalam Bab XA UUD 1945 berjudul ”Hak Asasi

Manusia.”73

Konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinngi

(supremasi).74

Warga negara Indonesia memiliki hak-hak dasar yang seharusnya

dipenuhi oleh negara dan tidak boleh dilanggar. Salah satu implikasi dari kewajiban

negara berupa kebijakan atau peraturan. Kebijakan yang dibuat oleh negara dalam hal

ini pejabat berwenang harus mengutamakan kepentingan warga negaranya tanpa

membedakan atau membatasi termasuk terhadap kelompok minoritas.

Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam

rangka pendanaan desentralisasi untuk;

72 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hal 103

73

Max Boli Sabon, HaK Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Fakultas

Hukum, Jakarta, hal. 74

74

Dahlan Thaib dkk, 2006, Teori Dan Hukum Konstitusi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,

hal 61

Page 20: unud-273-438121292-bab iv

122

(1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar

prioritas nasional.

(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab

mencapai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi

sosial (kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi). Fungsi dasar

negara adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), dan

biasanya sudah diatur dalam konstitusi suatu negara, seperti yang dikatakan oleh K.C

Wheare,75

”The word „constitution‟ is commonly used in at least two senses in any

ordinary discussion of political affairs. First of all it is used to describe the whole

system of government of a country, the collection of rules which establish and

regulate or govern the government.” (Kata „konstitusi‟ pada umumnya dipakai

minimal dengan dua pengertian pada diskusi-diskusi tentang masalah politik.

Pertama konstitusi itu dipakai untuk menerangkan keseluruhan sistem pemerintahan

dari suatu negara, sekelompok peraturan yang membangun dan mengatur atau

menjalankan pemerintahan ), sedangkan menurut Goran Adamson, “ Bagi negara

kesejahteraan konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan negara dalam

memberdayakan masyarakat. Peran dan tanggung jawab negara menjadi begitu besar

terhadap warga negaranya.”76

Negara Kesejahteraan mengacu pada peran negara

yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya

75 K.C. Wheare, 1975, Modern Contitutions, Oxford University, New York Toronto, hal. 1

76

Goran Adamson, Negara Kesejahteraan (Walfare State) di Skandinavia, map.ugm.ac.id

Page 21: unud-273-438121292-bab iv

123

mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan

kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Negara Kesejahteraan

berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk

mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak

warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara. SF

Marbun dan Moh. Mahfud MD menyatakan, “Dengan kenyataan bahwa secara

konstitutusional Negara Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau

Walfare State, maka dengan sendirinya tugas Pemerintah Indonesia begitu luas.

Pemerintah wajib berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat baik dalam

bidang politik maupun dalam sosial ekonominya.”77

Menurut Hotma P. Sibuea,

“Negara Kesejahteraan (Verzorgingsstaat), yaitu suatu negara yang selain sebagai

penjaga malam, juga ikut serta dalam penyelenggaraan ekonomi nasional, sebagai

pembagi jasa-jasa, penengah bagi berbagai kelompok yang bersengketa, dan ikut aktif

dalam berbagai bidang kehidupan lainnya.”78

Menurut Ridwan HR, ”Ciri utama

negara ini adalah munculnya kwajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan

umum bagi warganya.” 79

Dalam menyediakan dan menjamin ketersediaan pelayanan

kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya, penyelenggaraan

kepemerintahan harus melaksanakan konsep Good Governance, menurut Sadjijono,”

Diilihat dari segi kepentingan, Good Governance dapat dimaknai sebagai cita-cita

77 SF Marbun & Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty

Yogyakarta, hal. 52

78

Hotma P. Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum

Pemerintahan Yang Baik, Erlangga, Jakarta, hal 38

79

Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 15

Page 22: unud-273-438121292-bab iv

124

(idee) dan sebagai suatu teladan dan kondisi. Sebagai suatu cita-cita karena

merupakan suatu keinginan agar penyelenggaraan pemerintahan diselenggarakan

dengan bersih, dalam arti terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat

merugikan negara atau masyarakat.”80

Karakterisitik kepemerintahan yang baik

sebagaimana telah disebutkan dalam bagian terdahulu diantaranya adalah;

a. Partisipasi (participation);

Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara

langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili

kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan

berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Dengan keikutsertaan warga negara

dalam masalah-masalah masyarakat, maka warga negara akan memperoleh

pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang

penuh, dan menjangkau perspektif mereka diluar batas-batas kehidupan pribadi.81

Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, ”Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.” Dalam pasal

ini, daerah tertentu memiliki hak untuk mengusulkan kegiatan khusus, artinya

masyarakat melalui pemerintah daerah berpartisipasi dalam menentukan kebijakan

DAK. Kepala daerah mengetahui kebutuhan daerahnya masing-masing, dan aspirasi

masyarakat daerah harus diperjuangkan oleh setiap kepala daerah.

80 Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta,

hal 144-145

81

Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik Teori & Prsoses, PT Buku Kita, Jakarta, hal. 55

Page 23: unud-273-438121292-bab iv

125

b. Transparansi (transparency);

Lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi dan imlementasi kebijakan,

program dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Pemerintahan yang

baik adalah pemerintah yang bersifat transparan terhadap rakyatnya baik dipusat

maupun didaerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui dan tanpa ada yang

ditutup-tutupi tentang proses perumusan kebijakan publik dan implementasinya,

dengan kata lain segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik dipusat maupun

didaerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Dalam

pengaturan DAK, program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam rencana

kerja pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Rencana kerja pemerintah merupakan

hasil musyawarah perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan dengan

Peraturan Presiden.82

Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan

nasional tersebut diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah; menteri,

gubernur, bupati/walikota. Dilihat dari aspek transparansi, bahwa penetapan program

yang menjadi prioritas nasional diikuti juga oleh unsur-unsur dari pemerintahan

daerah, yaitu; gubernur, bupati/walikota. Gubernur, bupati/walikota memiliki peranan

untuk menentukan program yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional,

c. Berorentasi pada kepentingan rakyat;

Segala kebijakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

rakyat, serta menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pasal 162 ayat (2)

82 Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …………..,Ibid , hal. 167

Page 24: unud-273-438121292-bab iv

126

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ”Membiayai

kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.” Artinya hanya daerah yang

memenuhi kreteria yang dibuat oleh pemerintah pusat yang berhak untuk mengajukan

kegiatan khusus dalam DAK, sementara daerah lain yang tidak memenuhi kriteria

tidak dapat mengajukan usulan kegiatan khusus. Kebijakan ini tidak berorentasi

kepada kepentingan seluruh rakyat, dan menghambat perkembangan pembangunan

daerah.

d. Kerangka hukum (rule of law) diartikan;

A Hamid. S. Atamimi menyatakan, “Indonesia adalah negara berdasarkan hukum

(rechsstaat). Wawasan ini mengandung arti bahwa Negara Republik Indonesia tidak

didasarkan atas kekuasaan semata-mata, melainkan atas hukum.”83

Menurut

Bambang Sutiyoso, “ Hukum sebagi suatu kaidah didalamnya merupakan

seperangkat norma-norma yang membuat anjuran, larangan dan sangsi yang salah

satu fungsi pokoknya sebagai sarana kontrol sosial, dengan tujuan menjaga ketertiban,

keseimbangan sosial dan kepentingan masyarakat.”84

Pemerintah dan lembaga-

lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi

hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.85

Good governance

mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan,

83 Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal 27

84

Bambang Sutiyoso, 2010, Reformasi Keadilan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia, UII

Press Yogyakarta, hal 20

85

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.38

Page 25: unud-273-438121292-bab iv

127

karenanya setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan harus selalu

dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang telah

melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk

mengevaluasinya. Masyarakat yang membutuhkan harus dapat diyakinkan tentang

tersedianya suatu proses pemecahan masalah mengenai adanya perbedaan pendapat

(conflict resolution), dan terdapat prosedur umum untuk membatalkan sesuatu

peraturan atau perundang-undangan tertentu. Pemerintah yang baik dapat

disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu mempertanggung jawabkan segala

sikap, perilaku, dan kebijakan yang dibuat secara politik, hukum maupun ekonomi

dan informasi secara terbuka kepada publik, serta membuka kesempatan publik untuk

melakukan pengawasan dan jika dalam prakteknya telah merugikan kepentingan

rakyat, dengan demikian harus mampu mempertanggungjawabkan tindakan tersebut.

Proses pembangunan yang sedang berlangsung membawa konsekwensi terjadinya

proses perubahan dan pembaharuan seluruh pranata sosial yang ada, termasuk pranata

hukum, yaitu dengan mempertanyakan kembali peran dan fungsi hukum dalam

pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan.86

DAK yang hanya dibagikan kepada daerah tertentu telah merugikan

kepentingan sebagian masyarakat. Daerah yang memiliki kemampuan finansial diatas

rata-rata nasional bukan berarti tidak memerlukan alokasi DAK. Seluruh daerah di

Indonesia memerlukan kebutuhan dasar masyarakat, tanpa alokasi DAK daerah akan

86 Bambang Sunggono, 1994, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika Jakarta, hal.

101

Page 26: unud-273-438121292-bab iv

128

kesulitan mengembangkan sumber daya pertanian, kelautan dan perikanan, serta

sumber daya lain yang dimiliki daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 tentang Pedoman

Umum Dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011, Pasal 3

menyatakan ;

(1) Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan penghitungan

indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

(2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan-

kebutuhan pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dikurangi belanja pegawai.

(3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

karakteristik daerah.

Peraturan Menteri Keuangan tentang DAK merupakan beschikking, yaitu

keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat kongkret dan individual. Menurut

Johanes Usfunan,87

”Keputusan yang bersifat kongkrit artinya berwujud tertentu atau

dapat ditentukan, sedangkan bersifat individual artinya tidak ditujukan kepada

umum.” Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan

penghitungan indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran

87 Johanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan,

Jakarta, hal. 8

Page 27: unud-273-438121292-bab iv

129

alokasi DAK masing-masing daerah berbeda-beda, daerah-daerah yang memiliki

kempampuan finansial lebih tinggi, cenderung mendapatkan alokasi DAK yang lebih

kecil. Sebagai contoh Denpasar dan Badung memiliki kemampuan finansial lebih

tinggi dibanding daerah lain yang ada di Bali, tetapi Denpasar dan Badung

mendapatkan alokasi DAK yang lebih kecil. Ada bidang-bidang yang sama sekali

tidak mendapatkan alokasi DAK, hal ini akibat dari pembagian keuangan pusat dan

daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan pusat. Pengaturan semacam ini

kurang memenuhi aspek keadilan, karena daerah-daerah yang memiliki kemampuan

finansial yang lebih dibanding daerah lain tetap memerlukan pelayanan dasar

masyarakat. Semestinya semua daerah perlu mendapatkan alokasi DAK untuk

memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan cara lebih memprioritaskan bantuan

alokasi dana untuk kepentingan semua daerah, bukan hanya memprioritaskan

kepentingan pusat yang seperti selama ini terjadi.

Produk hukum mengenai DAK dikaji melalui Teori Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, menurut Meuwissen ada 4 faktor yang menjadi parameter

sebuah peraturan perundang-undangan, yaitu; momen politik, momen idiil, momen

normatif dan momen teknikal.88

Aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat merupakan

landasan keberlakuan faktual dari momen politik. Momen politik ini mengakomodasi

seluruh kepentingan nasional dan daerah. Daerah ”tertentu” yang dimaksud dalam

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

88 Arief Sidarta, 2007, Meuwissen Tentang ........................................Ibid, hal. 25

Page 28: unud-273-438121292-bab iv

130

adalah; daerah-daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 Pasal 50 dan Pasal

51. Pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa, ”Besaran DAK ditetapkan setiap tahun

dalam APBN, ayat (2) DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan

dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.” Pasal 51 ayat

(1) menyatakan,” DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai

kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas

nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) yang menjadi urusan

daerah. (2) Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah daerah

yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,

dan kriteria teknis.” Jadi pengertiannya adalah tidak semua daerah memiliki hak

untuk mengajukan proposal DAK, hanya daerah yang telah memenuhi kriteria yang

dibuat oleh pemerintah pusat yang boleh mengajukan usulan kegiatan khusus. Dasar

penetapan daerah penerima DAK dan penghitungannya diatur dalam Pasal 54

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Dalam momen politik sebuah undang-undang seharusnya mengakomodasi

kepentingan nasional dan kepentingan seluruh daerah. Dalam pembentukan

perundang-undangan tidak diperkenankan membentuk peraturan yang diskriminatif.

Daerah yang tidak mendapat alokasi DAK tentu merasa diperlakukan tidak adil dalam

pembagian keuangan. Dalam membentuk undang-undang tentang DAK, pembuat

undang-undang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah

pusat dan daerah, serta mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah. Semestinya

Page 29: unud-273-438121292-bab iv

131

untuk mengurangi kesenjangan fiskal semua daerah perlu mendapat alokasi DAK,

tetapi dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan daerah masing-

masing.

Salah satu ciri kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah

menciptakan pelayanan yang non diskriminatif. Jika ada kebijakan yang telah dibuat

dan kebijakan tersebut dianggap dapat menimbulkan konflik atau tekanan

diskriminatif bagi derah-daerah tertentu, seharusnya pemerintah mencabut peraturan

atau kebijakan yang baru dan mengutamakan kepentingan umum. Pemerintah pun

harus tanggap terhadap suatu hal yang dapat menimbulkan masalah apalagi konflik

yang bisa terjadi sehingga kekwatiran akan adanya disintegrasi bangsa tidak terjadi.

Berbagai hal mendasar yang perlu mendapat fokus perhatian karena menyangkut

hubungan strategis pusat dan daerah dalam hal kebijakan fiskal, antara lain nilai

keberpihakan pusat kepada daerah melalui kebijakan desentralisasi fiskal,

implementasi dana transfer kedaerah (DAU, DAK, DBH) dan implementasi dana

dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah, serta kebijakan pembangunan

nasioanal dan daerah memenuhi prioritas kebutuhan masyarakat didaerah yang

beraneka ragam.89

Nilai keberpihakan pusat seharusnya kepada semua daerah, tanpa

ada perkecualian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah yang beraneka

ragam. Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara negara harus mempunyai

kesadaran dan komitmen bahwa dalam penyelenggaraan negara tidak boleh ada

perlakuan diskriminasi pada setiap warga negaranya sebagaimana tertuang dalam

89 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 160

Page 30: unud-273-438121292-bab iv

132

Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 27 ayat (1) dan pasal 28.90

Menurut kamus

besar bahasa Indonesia diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama

warga negara.91

Hal ini juga berarti di Indonesia tidak boleh ada perlakuan

diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan. Pelayanan publik sebagai salah satu

fungsi utama penyelenggaraan negara dalam lingkup Eksekutif harus benar-benar

menjujung tinggi asas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara didalam

hukum, menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan baik dari

warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin, selanjutnya apabila

dalam pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat

diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindaklanjuti dengan

langkah menghapus dan/atau melakukan berbagai perubahan

Sedangkan menurut Attamimi; ”Asas-asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang patut itu meliput” ;

a. Asas tujuan yang jelas

b. Asas perlunya pengaturan

c. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat

d. Asas dapatnya dilaksanakan

e. Asas dapatnya dikenali

f. Asas perlakuan yang sama dalam hukum

g. Asas kepastian hukum

90 Bappenas, Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai Bentuk, www.bappenas.go.id

91

Bernas, 1993, Diskriminasi Pelayanan, (22 Maret 2011), Indotourtalk.wordpress.com

Page 31: unud-273-438121292-bab iv

133

h. Asas pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual

Perlakuan yang diskriminatif terhadap daerah-daerah yang tidak mendapatkan

alokasi DAK bertentangan dengan asas perlakuan yang sama dalam hukum.

Semestinya semua daerah mendapat perlakuan yang sama dalam pembagian DAK,

tanpa terkecuali. Produk hukum tentang DAK bersumber dari perundang-undangan.

DPR sebagai wakil rakyat bersama pemerintah memegang kekuasaan membentuk

undang-undang. Setiap pembentukkan perundang-undangan harus

mempertimbangkan efektivitas undang-undang tersebut dalam masyarakat, baik

secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.92

Perundang-undangan seharusnya

dibuat berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan/atau

sesuai dengan keberlakuan hukum, minimal memenuhi tiga aspek, yaitu aspek

filosofis (keadilan), aspek sosiologis (manfaat) dan aspek yurisdis (kepastian hukum).

Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie;93

”Norma-norma hukum dimaksud dapat

dianggap berlaku karena pertimbangan yang bersifat filosofis, karena pertimbangan

yuridis, pertimbangan sosiologis, pertimbangan politis, ataupun dianggap berlaku

karena pertimbangan yang semata-mata bersifat administratif.”

92 Yuliandri, 2010, Asas-Asas Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 170

93

Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.

166

Page 32: unud-273-438121292-bab iv

134

Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede94

menyatakan, “Law is integral part of

policy initiation, formalization, implementation, and evaluation. Legislative bodies

formulate public policies though statues and appropriations controls.” (Hukum

merupakan bagian yang integral dari inisiasi, formalisasi, implementasi, dan

evaluasi kebijakan. Badan-badan legislatif merumuskan kebijakan-kebijakan publik

melalui kontrol perundang-undangan). Dalam pembagian alokasi DAK tentunya

harus memenuhi aspek keadilan dan aspek manfaat bagi seluruh daerah. Pengaturan

yang diskriminatif tentu bertentangan dengan peraturan pembentukan perundang-

undangan yang baik, dan pada akhirnya ada daerah-daerah yang diperlakukan tidak

adil. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika dalam pembuatan perundang-undangan

DPR dan pemerintah harus memprioritaskan kepentingan seluruh daerah dan seluruh

masyarakat. Dalam Stufenttheorie, Hans Kelsen95

berpendapat bahwa, ”Setiap kaidah

hukum harus berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.” Hans Kelsen

mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie), dimana ia

berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis

dalam suatu hirarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,

bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya

sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat

hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). Dalam teori jenjang norma Hans

94 Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede, 1977, The Legal Sources of Public Policy, Lexington

Books D.C. Heath and Company, Lexington Massachusetts Toronto, hal. 11

95

Kuliahade’s Blog, 2010, Teori Dan Hukum Perundang-Undangan: Peraturan Perundang-

Undangan Yang Baik, (30 Maret 2010), kuliahade.wordpress.com

Page 33: unud-273-438121292-bab iv

135

Kelsen juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu berdasar dan

bersumber pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah norma hukum itu juga

menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah dari padanya.

Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma dasar) itu

menjadi tempat bergantungnya norma-norma dibawah sehingga apabila Norma Dasar

itu berubah, maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada dibawahnya.

Produk hukum yang menyebabkan adanya daerah-daerah yang tidak

mendapatkan alokasi DAK, merupakan kebijakan yang diskriminatif dan tidak

berpihak kepada seluruh masyarakat, tentu bertentangan dengan konsep keadilan dan

keselarasan. Konsep hubungan keuangan pusat dan daerah diatur dalam Undang-

Undang Dasar NRI 1945 Pasal 18A ayat (2) menyatakan; ”Hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan

selaras berdasarkan undang-undang.” Dalam hubungan keuangan pusat dan daerah ,

yang dimaksud adil pada Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI 1945

adalah; semua daerah berhak mendapatkan pembagian keuangan, dalam hal ini adalah

mendapatkan bagian DAK. Pengertian selaras adalah semua daerah berhak

mendapatkan pembagian keuangan, dan pembagian keuangan tidak hanya

diprioritaskan untuk kepentingan pemerintah pusat. Menurut Franz Magnis

Suseno,96

”Keselerasan sosial tercapai apabila tidak terdapat keresahan dalam

96 Abraham Amos, 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hal. 97

Page 34: unud-273-438121292-bab iv

136

masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidakpuasan, tantangan, perlawanan, dan

kekacauan merupakan tanda bahwa masyarakat resah dan keadaan belum selaras.

Sebaliknya keselarasan tampak apabila masyarakat merasa tenang, tentram, dan

sejahtera.”

Menurut Hans Kelsen suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan

berdasar pada norma yang lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 18A ayat (2) Undang-

Undang Dasar NRI 1945 seharusnya DAK dibagikan kepada seluruh daerah, tetapi

dengan proporsi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Hal ini

sejalan dengan pendapat Abdurrahman;97

”Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

merupakan landasan filosofis dari Negara Republik Indonesia sedangkan batang

tubuh merupakan sumber Hukum Tertinggi dari hukum yang berlaku atau merupakan

sumber yuridis.” Djokosutono98

menyatakan, ”Konstitusi yang dipentingkan hanya

isinya yaitu apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Tetapi apa konstitusi,

sejarahnya, persoalannya, tidak termasuk dalam Undang-Undang Dasar sehingga

tidak diperhatikan.” Ini dimasukkan Algemene Staatsleer, yang diperhatikan hanya

Undang-Undang Dasar sebagai Undang-Undang tertinggi, de noogste wet.

Pengaturan yang menyebabkan adanya daerah-daerah yang tidak

mendapatkan alokasi DAK bertentangan dengan Teori Demokrasi karena demokrasi

secara terminologi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.99

97 Abdurrahman, 1989, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembinaan Hukum Nasional Di

Indonesia, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, hal 111

98

Djokosutono, 1959, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, hal. 135

99

Bondan Gunawan, 2000, Apa itu Demokrasi................................Ibid, hal. 1

Page 35: unud-273-438121292-bab iv

137

Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih

dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai

tafsiran serta pandangan, tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai

pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat didalam Undang-Undang

Dasar 1945.100

Apabila pembagian keuangan hanya dinikmati daerah tertentu saja,

berarti bukan pemerintahan untuk seluruh rakyat. Menurut Bagir Manan salah satu

ciri negara demokrasi adalah; semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan

pemerintah, harus bergantung pada keinginan rakyat. Keinginan seluruh rakyat

tentunya agar DAK dibagikan kepada seluruh daerah.

Dalam Teori Desentralisasi salah satu pilar otonomi daerah adalah

Distribution Of Income; artinya pembagian pendapatan untuk daerah kini menjadi

jauh lebih besar dari sebelumnya dan dapat dipergunakan bagi kemajuan dan

kesejahteraan daerah yang lebih luas. Sesuai dengan pengaturan DAK, daerah-daerah

yang memiliki kemampunan finansial diatas rata-rata nasional tidak mendapatkan

alokasi DAK. Seharusnya daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang

melimpah perlu mendapat dukungan dana untuk mengelolanya demi kemajuan

daerah-daerah tersebut. Disamping tidak memenuhi rasa keadilan, kebijakan ini justru

kontra produktif dan menyebabkan daerah-daerah tersebut tidak bisa lebih

berkembang. Pendanaan yang cukup akan memudahkan daerah-daerah untuk mandiri

dan berkembang, karena setiap pengelolaan sumber daya tentunya membutuhkan

100 Miriam Budiardjo, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

51

Page 36: unud-273-438121292-bab iv

138

pendanaan yang cukup. Sebenarnya pemerintah perlu responsif dalam menangani

setiap gejolak yang terjadi didaerah, karena sedikit banyak gejolak disebabkan oleh

masalah ketidak puasan dalam pembagian keuangan.