document22
Post on 20-Dec-2015
245 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MorfinTujuan:
Pada akhir percobaan/praktikum ini mahasiswa harus dapat:
1. menjelaskan efek morfin terhadap manuisa berdasarkan pengamatan pada kelinci
2. menjelaskan efek morfin pada berbagai spesies (species difference)
3. menghubungkan efek morfin pada anjing, kucing, tikus, mencit dengan efek pada
manusia
4. menjelaskan indikasi morfin dan derivat morfin dalam pengobatan
5. menjelaskan penyalahgunaan morfin
Hewan coba, alat dan obat yang digunakan:
Hewan coba : kelinci
kucing
tikus
mencit
Alat-alat : semprit tuberkulin 1 ml
semprit 2 ml
penggaris
pen light
Obat-obat : larutan morfin sulfat 4%
larutan kafein benzoat 4%
nalokson / nalorfin
Untuk demonstrasi diberikan:
- morfin : kucing 20 mg/kg BB
anjing 10 mg/kgBB
tikus 40-60 mg/kg BB
mencit 40 mg/kg BB
- nalokson : kelinci 0,01 mg/kg BB, intravena
- nalorfin : kelinci 0,1 mg/kgBB, intravena
Tata kerja:
1. Efek morfin pada kelinci
Sebagai hewan coba digunakan kelinci karena efek morfin pada kelinci menyerupai
efek morfin pada manusia.
a. Lakukanlah observasi dan catatlah:
- frekuensi dan dalamnya napas
- frekuensi denyut jantung
- reaksi atas tonus pada rangsangan nyeri
- refleks dan tonus otot
- sikap hewan coba
- kelakuan umum hewan coba (tenang, gelisah, dsb)
- diameter pupil
b. Suntikan secara subkutan 0,5 ml/kg BB larutan morfin sulfat 4% pada seekor
kelinci:
- ulangi semua observasi dan lakukan pencatatan di atas setiap 5 menit. Jika sesudah 45
menit efek depresi tidak tampak, suntikan lagi morfin sebanyak setengah dosis semula.
- perhatikan bahwa reaksi terhadap stimuli tertentu, yang sebelumnya menyebabkan nyeri,
sesudah pemberian morfin menjadi tidak ada atau sangat rendah. Reaksi atas perubahan-
perubahan mendadak dari kekuatan rangsang tidak berubah.
- bila frekuensi napas sudah berkurang menjadi 30 kali per menit, suntikanlah secara
subkutan 0,5 ml larutan kafein benzoat 4% pada setiap kelinci.
- ulangi observasi-observasi di atas setiap 5 menit. Jika sesudah 10 menit belum ada
perubahan-perubahan yang nyata, dan jika depresi respirasi sangat hebat, suntiklah
kelinci dengan nalokson atau nalorfin.
2. Perbedaan efek pada berbagai jenis hewan (species difference)
Perbedaan efek suatu obat dapat disebabkan oleh perbedaan jenis hewan, misalnya: morfin
menyebabkan eksitasi pada kucing dan kuda, tetapi pada kelinci menyebabkan depresi. Suatu
peristiwa pada manusia yang menyerupai species difference ini ialah, peristiwa idiosinkrasi (efek
obat yang terjadi pada individu tertentu tetapi berbeda dengan efek yang terjadi pada umumnya,
yang disebabkan oleh kelainan genetik). Misalnya: morfin yang pada kebanyakan orang
menyebabkan efek depresi, pada orang tertentu, khususnya wanita, menyebabkan eksitasi.
a. Suntikanlah larutan morfin 4% secara subkutan dan interskapula pada berbagai
hewan coba di bawah ini dengan dosis yang sesuai
b. Lakukanlah observasi dan perhatikanlah:
- kucing: menunjukkan eksitasi (rangsangan) yang umumnya hebat, pupil melebar, hipersalivasi.
- tikus : menunjukkan perubahan tonus badan. Badan berada dalam sikap yang diberikan oleh
pembuat percobaan (katalepsi).
- mencit: menunjukkan eksitasi sedang, ekornya diangkat dan berbentuk S (efek Straub)
3. Derivat morfin yang digunakan untuk penggunaan non-analgesik
Dari berbagai derivat morfin, dua obat yang kadang-kadang digunakan ialah apomorfin dan
nalokson. Apomorfin merupakan obat emetik kuat yang cara kerjanya merangsang
chemoreceptor trigger zone di area postrema medulla oblongata. Rangsangan tersebut
diteruskan ke pusat muntah hingga terjadi muntah. Obat ini digunakan untuk mengatasi
keracunan. Nalokson ialah derivat morfin yang bersifat antagonis murni. Sangat berguna untuk
mengatasi depresi napas oleh analgesic narkotik.
Hasil observasi:
Kelinci:
Tikus: menit ke-5 setelah pemberian morfin tikus yang semula bergerak-gerak menjadi
diam dan tidak bergerak (katalepsi).
Mencit: menit ke-6 setelah pemberian morfin ekor mencit yang semula berada di bawah
menjadi naik ke atas dan tegang (efek Straub).
Analisis dan diskusi:
Kelinci: efek yang dihasilkan morfin pada kelinci memiliki kesamaan efek yang akan dihasilkan
pada manusia. Pemberian morfin pada kelinci akan memberikan efek depresi. Hal ini terlihat
pada penurunan frekuensi napas kelinci setelah pemberian morfin. Selain itu, diameter pupil
kelincipun menjadi semakin mengecil dan kelinci menjadi tidak aktif. Hal ini seperti efek
keracunan morfin pada manusia yang memberikan gejala pin point pupil, depresi pernapasan,
dan koma. Sesudah pemberian morfin, kelinci juga menunjukan efek analgesic dan penurunan
reflex otot. Pemberian kafein bonzoat pada keracunan morfin pada kelinci tidak memperlihatkan
hasil yang maksimal. Depresi pernapasan pada kelinci tidak dapat diatasi dengan kafein
benzoate. Hal ini dikarenakan kafein benzoate tidak menghilangkan efek depresi pernapasan
karena merupakan antagonis parsial yang bekerjanya tidak sekuat nalokson. Nalokson
merupakan antagonis murni morfin yang langsung menghilangkan efek keracunan morfin yang
terjadi. Frekuensi pernapasan kelinci perlahan-lahan kembali normal setelah pemberian
nalokson. Begitu pula dengan pupil kelinci yang perlahan-lahan menjadi besar kembali , reflex
otot kembali dan kelinci menjadi aktif kembali.
Kucing: efek morfin pada kucing menunjukkan gejala eksitasi yang hebat. Setelah diberikan
morfin, kucing akan menjadi tereksitasi (galak), hipersalivasi, pupil melebar, dan lakrimasi.
Tikus: beberapa menit setelah diberikan morfin secara subkutan, tikus akan menunjukkan sikap
katalepsi. Dimana tikus menjadi diam dan tidak bergerak. Hal ini menunjukkan efek eksitasi
morfin.
Mencit: beberapa menit setelah diberikan morfin secara subkutan, ekor mencit akan menjadi
tegang dan terangkat ke atas. Hal ini menunjukkan efek eksitasi morfin.
Kesimpulan:
Efek morfin yang dihasilkan pada kelinci memiliki efek yang sama pada manusia. Dimana akan
terlihat gejala trias yang terlihat pada intoksikasi morfin pada manusia, yaitu koma, depresi
pernapasan, dan pin point pupil. Gejala keracunan morfin ini dapat diatasi dengan pemberian
antidotum secara intravena yaitu nalokson. Nalokson ini merupakan antagonis morfin murni
yang akan segera menghilangkan efek morfin yang ada. Selain itu, pada praktikum ini dapat
diamati pula efek morfin pada hewan yang berbeda seperti kucing, tikus, dan mencit. Perbedaan
efek ini disebut species difference.
Saran:
Praktikum morfin ini berguna karena dapat memperlihatkan efek keracunan morfin dan
penanganannya secara efektif.
Pertanyaan:
1. Apa perbedaan idiosinkrasi dan species difference pada pemberian morfin?
Idiosinkrasi adalah suatu efek obat yang secara kualitatif berbeda dari biasanya dan umumnya
berbahaya, yang terjadi pada sebagian kecil populasi individu. Efek yang dihasilkan biasanya
tidak tergantung dosis dan terjadi akibat alergi atau kelainan genetic. Sedangkan species
difference adalah perbedaan efek yang terjadi pada berbagai jenis hewan.
2. Apa yang dimaksud dengan ”gejala trias” pada keracunan akut morfin?
- gejala trias pada intoksikasi adalah koma, depresi pernapasan dan pin point pupil (pupil sangat
kecil).
3. Mengapa morfin hanya diindikasikan pada nyeri hebat misalnya pada kolik ginjal,
kanker dan pasca bedah?
- Morfin hanya diindikasikan pada nyeri hebat karena morfin memiliki efek toleransi dan
ketergantungan fisik yang besar. Sehingga morfin hanya diberikan pada nyeri hebat yang tidak
dapat diobati dengan analgesic non-opioid.
4. Apa perbedaan antagonis murni dan antagonis parsial morfin?
Senyawa agonis adalah senyawa yang dapat menghasilkan respons biologis tertentu serupa
dengan senyawa agonis endogen. Senyawa Antagonis adalah senyawa yang dapat menetralisir
atau menghilangkan respons biologis senyawa agonis. Pada dasarnya senyawa antagonis
mempunyai dasar struktur yang mirip dengan senyawa agonis.
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali
bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila opioid endogen sedang aktif isalnya pada
keadaan stress atau syok. Nalokson merupakan prototype antagonis opioid yang relative murni.
Obat ini merupakan antagonis kompetitif pada reseptor µ, κ, dan δ, tetapi afinitasnya pada
reseptor µ jauh lebih tinggi. Efek yang diberikan adalah peningkatan frekuensi nafas dan
penghilangan efek sedative dan efek terhadap tekanan darah.
Agonis parsial adalah agonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik atau
efektivitas yang rendah sehingga menimbulkan efek maksimal yang lemah. Akan tetapi, obat ini
akan mengurangi efek maksimal yang ditimbulkan oleh agonis penuh. Oleh karena itu agonis
parsial disebut juga sebagai antagonis parsial. Agonis parsial merupakan antagonis lemah
pada reseptor µ, tetapi merupakan agonis kuat pada resptor κ sehingga tidak mengantagonis
depresi nafas oleh morfin.
Contoh : Nalorpin adalah agonis parsial atau antagonis parsial, denagn morfin sebagai agonis
penuh dan nalokson sebagai antagonis kompetitif yang murni. Nalorpin dapat digunakan ebagai
antagonis pada keracunan morfin, tapi bila diberikan sendiri nalorpin juga menimbulkan efek
opiat dengan derajat yang lebih ringan. Nalokson, yang tidak mempunyai efek agonis, akan
mengantagonis denagn sempurna semua efek opiat dari morfin.
5. Apakah yang dimaksud dengan morfin endogen? Berikan contoh dan jelaskan
fungsinya?
Tubuh memproduksi morfin endogen atau morfin natural / alami, dikenal sebagai endorfin.
Reseptor opioid yang terdapat didalam susunan saraf pusat sama baiknya dengan yang ada
disepanjang jaringan periper. Reseptor – reseptor ini normalnya distimulasi oleh peptida endogen
(endorphins, enkephalins, dan dynorphins) diproduksi untuk merespon rangsangan yang
berbahaya.
Endorfin sangat berperan pada pelari jarak jauh (marathon) sebagai kimia biologis yang
menghasilkan kekuatan pelari (runners high). Setelah berlari sekitar 30-40 menit atau lebih lama
lagi pelari merasakan gembira, keadaan eforik. Tubuh saat itu melepaskan endorfin untuk
meniadakan stres dan nyeri. Tetapi endorfin tidak hanya berperan untuk pelari namun juga
dilepaskan saat persalinan. Hal ini merupakan upaya tubuh secara alami agar dapat bertahan
hidup dari ancaman stres dan nyeri. Stres menyebabkan pelepasan endorfin dari kelenjar hipofisa
yang terletak di dasar otak.
6. Ada berapa macam reseptor opioid yang anda kenal? Jelaskan peran reseptor-reseptor
opioid tersebut!
Opioid berinteraksi dengan reseptor opioid untuk menimbulkan efeknya dan potensi analgesik
tergantung pada afinitasnya terhadap reseptor opioid spesifik. Telah terbukti terdapat berbagai
jenis reseptor opioid di SSP dan adanya berbagai jenis reseptor dapat menjelaskan adanya
berbagai efek opioid.
Mu (µ) (agonis morphine) reseptor – reseptor Mu terutama ditemukan di batang otak, dan
thalamus medial. Reseptor – reseptor Mu bertanggung jawab pada analgesia supraspinal, depresi
pernapasan, euphoria, sedasi, mengurangi motilitas gastrointestinal, ketergantungan fisik. Yang
termasuk bagiannya ialah Mu1 dan Mu2, yang mana Mu1 berhubungan dengan analgesia,
euphoria, dan penenang, Mu2 berhubungan dengan depresi pernapasan, preritus, pelepasan
prolaktin, ketergantungan, anoreksia, dan sedasi. Ini juga disebut sebagai OP3 atau MOR
(morphine opioid receptors).
Kappa (κ) (agonis ketocyklazocine) reseptor – reseptor Kappa dijumpai didaerah limbik, area
diensephalon, batang otak, dan spinal cord, dan bertanggung jawab pada analgesia spinal, sedasi,
dyspnea, ketergantungan, dysphoria, dan depresi pernapasan. Ini juga dikenal dengan nama OP2
atau KOR (kappa opioid receptors).
Delta (δ) (agonis delta-alanine-delta-leucine-enkephalin) reseptor – reseptor Delta lokasinya luas
di otak dan efek – efeknya belum deketahui dengan baik. Mungkin bertanggung jawab pada
psykomimetik dan efek dysphoria. Ini juga dikenal dengan nama OP1 dan DOR (delta opioid
receptors).
Sigma (σ) (agonis N-allylnormetazocine) reseptor – reseptor Sigma bertanggung jawab pada efek
– efek psykomimetik, dysphoria, dan stres-hingga depresi.
top related