2. tinjauan pustaka 2.1 jasa - dewey.petra.ac.id · luasnya pengertian barang dan jasa ini membuat...
Post on 29-Oct-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jasa
Barang dan jasa sudah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan
mempunyai arti yang sangat luas. Pada dasarnya, barang dan jasa sendiri tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Luasnya pengertian barang dan jasa
ini membuat muncul banyak pengertian yang kemudian disimpulkan oleh para
ahli.
Definisi jasa menurut Kotler dan Keller (2009, p.386), ialah tindakan
ataupun perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan
kepemilikan suatu. Sehingga produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik
maupun tidak.
Sedangkan jasa menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.4), jasa
adalah segala kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk fisik atau
konstruksi, umumnya dikonsumsi pada saat produksi, dan memberikan nilai
tambah (seperti kemudahan, hiburan, ketepatan waktu, kenyamanan atau
kesehatan) yang pada dasarnya tidak berwujud.
Terdapat empat karakteristik pokok pada jasa menurut Kotler dan Keller
(2009, p.389), antara lain :
a. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibau sebelum
konsumen membelinya. Hal ini disebabkan karena jasa bersifat tidak
nyata. Berbeda sekali dengan sebuah barang yang dapat dilihat, dicicipi,
dirasakan, didengar atau dibau karena berwujud nyata.
b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Jika suatu barang biasanya diproduksi, disimpan, didistribusikan dijual
melalui para penyalur, lalu dikonsumsi, maka berbeda dengan sebuah jasa.
Pada umumnya sebuah jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.
c. Variability (bervariasi)
7 Universitas Kristen Petra
Jasa memiliki sifat sangat bervariabel karena tergantung pada siapa, kapan
dan dimana, dan kepada siapa jasa tersebut dihasilkan.
d. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal
ini akan menjadi masalah bila permintaannya berfluktuasi.
2.1.1 Kualitas Jasa (Service Quality)
Definisi kualitas sendiri menurut Kotler dan Keller (2009, p.169) adalah
“Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that
bear on its ability to satisfy stated or implied needs”. Dari penjelasan di atas bisa
disimpulkan bahwa kualitas adalah keseluruhan dari fitur dan karakteristik dari
sebuah produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan kebutuhan.
Menurut Tjiptono (2002, p.59) menyatakan bahwa service quality adalah
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan. Dengan demikian, ada dua faktor utama
yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service)
dan jasa yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service).
Dalam perkembangannya dimensi service quality mengalami beberapa
perubahan. Perubahannya sebagai berikut :
Menurut Gro¨nroos (1982), terdapat dua faktor penentu service quality
yaitu Technical Aspect (“what” service is provided) dan Functional Aspect
(“how” the service is provided). Kedua faktor ini berkembang menjadi enam
faktor (Gro¨nroos, 1988) yaitu:
a) Professionalism dan Skills
b) Attitudes dan Behaviors
c) Accessibility dan Flexibility
d) Reliability dan Trustworthiness
e) Recovery
f) Reputation dan Credibility
8 Universitas Kristen Petra
Menurut Parasuraman et al. (1988) mengungkapkan ada 22 faktor penentu
service quality yang dirangkum ke dalam lima faktor dominan atau lebih dikenal
dengan istilah SERVQUAL:
1. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang
dijanjikan dengan handal dan akurat. Dalam arti luas, keandalan berarti
bahwa perusahaan memberikan janji - janjinya tentang penyediaan,
penyelesaian masalah dan harga. Jika dilihat dalam bidang usaha jasa
bioskop, maka sebuah layanan yang handal adalah ketika seorang
karyawan bioskop mampu memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan
dan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi penonton dengan
cepat.
2. Responsiveness (cepat tanggap) yaitu kemauan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Dimensi ini menekankan
pada perhatian dan ketepatan ketika berurusan dengan permintaan,
pertanyaan, dan keluhan pelanggan. Kemudian jika dilihat lebih
mendalam pada layanan yang cepat tanggap di sebuah bioskop, bisa
dilihat dari kemampuan karyawan bioskop yang cepat memberikan
pelayanan kepada pengunjung/penonton dan cepat menangani keluhan
mereka.
3. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan
karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan. Dimensi ini
mungkin akan sangat penting pada jasa layanan yang memerlukan tingkat
kepercayaan cukup tinggi. Contohnya seperti bank, asuransi, dan broker.
Tentu saja dalam sebuah jasa bioskop, kepastian menjadi hal yang
penting untuk dapat diberikan kepada para penontonnya seperti jaminan
keamanan dan keselamatan selama menonton di dalam bioskop.
4. Empathy (empati) yaitu kepedulian dan perhatian secara pribadi yang
diberikan kepada pelanggan. Inti dari dimensi empati adalah
menunjukkan kepada pelanggan melalui layanan yang diberikan bahwa
pelanggan itu spesial, dan kebutuhan mereka dapat dimengerti dan
dipenuhi. Dalam menjaga hubungan baik, tentu saja layanan yang
9 Universitas Kristen Petra
diberikan oleh para karyawan harus dapat menunjukkan kepedulian
mereka kepada penonton.
5. Tangible (berwujud) yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan,
staff, dan bangunannya. Dimensi ini menggambarkan wujud secara fisik
dan layanan yang akan diterima oleh konsumen. Contohnya seperti
keadaan studio bioskop, fasilitas bioskop, desain bioskop, dan kerapian
penampilan karyawan.
Menurut Johnston, (1995) mengemukakan delapan belas dimensi kualitas
layanan dimana sebagian besar dari dimensi tersebut didasarkan dimensi kualitas
layanan yang disampaikan oleh Parasuraman et al. (1985,1988). 18 dimensi dari
kualitas pelayanan tersebut adalah sebagai berikut:
Access : berhubungan dengan lokasi layanan, termasuk kemudahan
seseorang menemukan jalan di area sekitar dan kejelasan rute.
Aesthetics : sejauh mana layanan yang diberikan dapat
menyenangkan pelanggan termasuk penampilan, suasana, fasilitas
layanan, dan staff.
Attentiveness/helpfulness : sejauh mana staff memberikan bantuan
atau mempunyai minat untuk melayani pelanggan.
Availability : ketersediaan fasilitas, staff atau barang untuk
pelanggan. Dalam hal staff, berhubungan dengan jam waktu yang
dihabiskan untuk tiap pelanggan. Untuk barang berhubungan
dengan ketersediaan barang.
Care: perhatian, pertimbangan, simpati dan kesabaran yang
ditunjukkan dengan pelanggan.
Cleanliness/tidiness: kebersihan, dan penampilan rapi dan rapi
komponen nyata dari paket layanan, termasuk layanan lingkungan,
fasilitas, barang dan staff.
Comfort : kenyamanan fisik lingkungan dan fasilitas pelayanan.
Commitment: komitmen setiap staff dalam melakukan pekerjaan
mereka.
10 Universitas Kristen Petra
Communication: kemampuan bagi penyedia layanan untuk
mengkomunikasikan layanannya. Hal ini termasuk dengan
kejelasan dalam memberikan informasi, maupun memahami
pelanggan.
Competence: keterampilan dan keahlian staff dalam memberikan
layanan.
Courtesy : rasa hormat dan kesopanan yang ditunjukkan oleh
layanan.
Flexibility : kemauan dan kemampuan pada pekerja untuk
mengubah sifat layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Friendliness : kehangatan dan pendekatan secara pribadi dari
pekerja kepada pelanggan, termasuk kemampuan pekerja untuk
membuat pelanggan menjadi ceria dan merasa diterima.
Functionality : kemampuan layanan dan kesesuaian dengan tujuan.
Integrity : kejujuran, keadilan dan kepercayaan yang diterapkan
oleh organisasi jasa.
Reliability : kehandalan dan konsistensi kinerja pelayanan,
fasilitas, produk dan staff.
Responsiveness: kecepatan dan ketepatan waktu pelayanan. Ini
termasuk kecepatan throughput dan kemampuan penyedia layanan
untuk segera menanggapi permintaan pelanggan, dengan
menunggu minimal dan waktu antrian.
Security : keamanan pribadi dari pelanggan, ini termasuk
pemeliharaan kerahasiaan pelanggan.
Sedangkan menurut Ipsos Mori (2010, p.12), terdapat enam dimensi
penentu kualitas jasa (pada public sector services) yaitu:
1. Staff attitude
Bagaimana kita menilai tingkah laku atau kinerja dari pada pekerja kita
atau staff. Penilaian ini meliputi apakah staff kita bersahabat (friendly)
atau sopan (polite).
2. Professionalism
11 Universitas Kristen Petra
Bagaimana kita menilai kemampuan dan pengetahuan dari pekerja kita
ataupun staff.
3. Accessibility
Seberapa mudah atau sulit dalam menemukan layanan tersebut untuk kita
akses. Contohnya jam buka pelayanan jasa, seberapa mudah untuk
melalukan perjanjian (booking).
4. Delivery
Seberapa lama proses penyampaian suatu jasa dari suatu layanan hingga
sampai ke tangan pelanggan.
5. Information
Secara keseluruhan, seberapa puas atau tidak puaskah kita dengan
informasi yang tersedia terhadap jasa tersebut. Contohnya, informasi
mengenai kapan dan dimana jasa tersebut dapat didapatkan, keakuratan
informasi yang ada serta seberapa mudah mendapatkan informasi
tersebut, mengingat bahwa informasi merupakan hal yang terpenting.
6. Timeliness
Seberapa puas atau tidak puasnya kita dengan waktu yang telah
dikorbankan oleh pelanggan untuk mendapatkan jasa tersebut.
Contohnya seberapa cepat tanggapan dan secara keseluruhan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi apa yang kita inginkan.
2.1.2 Service Quality Gap
Menurut Kotler dan Keller (2009, p.399) dalam service quality ini terdapat
gap-gap yang dikenal dengan Service Quality Model. Model ini mendefinisikan
gap-gap yang mungkin terjadi dalam suatu organisasi yang dapat menyebabkan
kegagalan dalam memberikan kualitas pelayanan. Gap-gap tersebut antara lain :
Gap 1: Gap between Consumer Expectation and Management Perception
(Gap antara ekspektasi konsumen dengan persepsi manajemen)
Manajemen tidak selalu benar memahami apa yang pelanggan inginkan.
Manajemen bioskop The Premiere mungkin berpikir bahwa konsumen
lebih suka untuk membeli makanan di dalam bioskop ketimbang membeli
12 Universitas Kristen Petra
makanan di luar bioskop, tetapi konsumen mungkin lebih suka untuk
membeli makanan di luar bioskop The Premiere.
Gap 2: Gap between Management Perception and Service quality
Specification (Gap antara persepsi manajemen dengan spesifikasi dari
kualitas layanan) Manajemen mungkin benar mengetahui apa yang
pelanggan inginkan, tetapi tidak menetapkan standar kinerjanya.
Walaupun pihak manajemen sudah mengetahui bahwa
penonton/konsumen tidak suka dengan pelayanan yang lama, tetapi pihak
manajemen tidak menetapkan standar waktu pelayanan.
Gap 3: Gap between Service quality Specification and Service Delivery
(Gap antara spesifikasi dari kualitas layanan dengan layanan yang
diberikan) Para petugas dan karyawan mungkin kurang terlatih, tidak
memiliki kemampuan, tidak mau untuk memenuhi standar yang
ditentukan, dan alasan-alasan lainnya yang membuat tidak bisa mencapai
standar yang ditentukan seperti meluangkan waktu untuk mendengarkan
pelanggan dan melayani mereka dengan cepat. Hal ini sering kali terjadi
dikarenakan karyawan tidak mengikuti standar yang diberikan oleh
manajemen dalam memberikan pelayanan.
Gap 4: Gap between Service Delivery and External Communication (Gap
antara layanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap
konsumen) harapan dari konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang
dibuat oleh perwakilan dari perusahaan serta iklan-iklannya. Jika di
website The Premiere menunjukkan ruangan bioskop yang bersih dan
nyaman, namun pada saat konsumen datang dan menemukan bahwa
ruangan itu tidak seperti yang ada di website, maka komunikasi dari pihak
eksternal telah mendistorsi atau menyimpangkan harapan dari konsumen.
Gap 5: Gap between Expected Service versus Perceived Service (Gap
antara ekspektasi terhadap layanan dengan layanan yang diterima) Gap ini
menunjukkan perbedaan antara kualitas layanan yang diharapkan dengan
apa yang diterima oleh penonton/konsumen. Apabila penonton
mendapatkan pelayanan lebih dari yang diharapkan, maka akan timbul rasa
13 Universitas Kristen Petra
puas. Akan tetapi jika pelayanan yang dirasakan berada di bawah harapan
penonton, maka akan timbul rasa tidak puas.
.
Gambar 2.1 Service Quality Model
Sumber : Kotler dan Keller (2009, p.400)
2.2 Customer Satisfaction
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Definisi kepuasan pelanggan menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne
(2009, p.104) adalah, ”Customer’s evaluation of a product or service in terms of
whether that product or service has met the customer’s needs and expectations”.
Dimana menurutnya kepuasan pelanggan adalah penilaian pelanggan atas produk
ataupun jasa dalam hal menilai apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
14 Universitas Kristen Petra
Menurut Kotler dan Keller (2009), kepuasan merupakan perasaan senang
atau kecewa yang dihasilkan dari perbandingan performance produk terhadap
ekspektasi mereka. Jika performance tidak memenuhi ekspektasi, maka pelanggan
menjadi tidak puas. Jika performance memenuhi ekspektasi, maka
pelanggan.menjadi puas. Jika performance melebihi ekspektasi, maka pelanggan
merasa sangat puas. Seorang pelanggan yang memiliki kepuasan yang sangat
tinggi akan (p.164) :
a. Bertahan lebih lama.
b. Membeli lebih banyak ketika pengecer memperkenalkan produk baru dan
mengupgrade merek yang telah ada.
c. Berbicara baik tentang pengecer dam merchandise.
d. Kurang perhatian terhadap merek pesaing, iklan serta kurang sensitif
terhadap harga.
e. Menawarkan ide produk atau jasa pada pengecer.
f. Biaya yang dikeluarkan untuk melayani lebih kecil dari pada biaya
pelanggan baru
Berdasarkan kriteria ini, penting bagi perusahaan untuk mengukur
kepuasan pelanggan secara teratur. (Kotler, Philip, Marketing insights from A to
Z, 2003,42)
2.2.2 Faktor Penentu Kepuasan Pelanggan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan menurut Tony
Kent (2003) :
1. Produk yang terdiri dari kualitas, nilai dan metode pemasaran
2. Bangunan yang terdiri dari lingkungan yang diciptakan untuk pelanggan
3. Prosedur yang terdiri dari sistem yang dibutuhkan untuk melakukan bisnis
4. Orang yang membuat terlaksananya 3 faktor diatas.
Soelasih (2004) dalam Tony Wijaya (2005) mengemukakan tentang
harapan dan persepsi sebagai berikut :
15 Universitas Kristen Petra
1. Nilai harapan = nilai persepsi maka konsumen puas
2. Nilai harapan < nilai persepsi maka konsumen sangat puas
3. Nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puas
Nilai harapan dibentuk melalui pengalaman masa lalu, komentar atau
saran dari konsumen dan informasi dari pesaing. Adapun nilai persepsi adalah
kemampuan perusahaan dalam melayani konsumen dalam upaya memuaskan
konsumen. Menurut Engel (1995) kepuasan didefinisikan disini sebagai evaluasi
pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau
melebihi harapan. Ketidakpuasan tentu saja didefinisikan sebagai hasil dari
harapan yang diteguhkan secara negatif. Tony Wijaya (2005) mendefinisikan tiga
harapan mengenai suatu produk atau jasa, yaitu kinerja yang wajar, kinerja yang
ideal, dan kinerja yang diharapkan. (p.41)
Kinerja yang diharapkan adalah yang paling sering digunakan dalam
penelitian karena logis dalam proses evaluasi alternatif yang dibahas (Engel,
1995).
Menurut Donald Davidoff (1994), bila kepuasan pelanggan dilihat dari
persepsi dan harapan, maka akan mengacu pada The First Law of Service, dimana
(p.101) :
Kepuasan sama dengan persepsi dikurangi harapan
S = P – E
Keterangan : S = satisfaction atau tingkat kepuasan pelanggan.
P = perception atau persepsi pelanggan
E = expectation atau harapan pelanggan
Tingkat kepuasan terhadap hasil penanganan keluhan tersebut akan dapat
diketahui dari perbedaan harapan dan persepsi pelanggan. Jadi secara sistematis
dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan adalah persepsi dari
pelanggan itu sendiri bahwa harapannya telah terlampaui ataupun telah terpenuhi
(Johnston, 2005, p.211). Dari hasil penjelasan di atas dapat diambil 3 kesimpulan,
yaitu :
16 Universitas Kristen Petra
1. Apabila harapan pelanggan lebih besar dari persepsinya, maka hal itu
menandakan bahwa pelanggan tidak puas terhadap penanganan keluhan.
2. Apabila harapan pelanggan sama dengan persepsinya, maka hal itu
menandakan bahwa pelanggan cukup puas terhadap penanganan keluhan.
3. Apabila harapan pelanggan lebih kecil dari persepsinya, maka hal itu
menandakan bahwa pelanggan sangat puas terhadap penanganan keluhan.
Atau secara matematis dapat disimpulkan bahwa:
1. Apabila E > P berarti pelanggan tidak puas
2. Apabila E = P berarti pelanggan cukup puas
3. Apabila E < P berarti pelanggan sangat puas
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya teori dari Lovelock (2001, p.85)
Gambar 2.2 Hubungan Kepuasan dan Harapan
Sumber : Lovelock (2001,p.92)
Gambar di atas menunjukkan bahwa kepuasan memiliki hubungan antara
harapan pelanggan sebelum membeli (atau pembanding yang lainnya sebagai
contohnya adalah keinginan pelanggan itu sendiri) dan persepsi terhadap
pelayanan yang telah diterimanya. Jika terdapat perbedaan antara harapan dan
persepsi yang diterima disebut sebagai disconfirmation (suatu proses
17 Universitas Kristen Petra
perbandingan di mana pelanggan tersebut mengevaluasi pelayanan yang diterima
menurut pengalaman dan konsumsi saat pelayanan tersebut diterima). Dalam
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa jikalau pelayanan lebih baik dari pada harapan
tersebut maka pelanggan tersebut akan merasa puas, tetapi jika pelayanan yang
diterima ternyata di bawah harapan pelanggan tersebut maka akan timbul rasa
tidak puas. Jika antara harapan dan persepsi konsumen adalah sama dapat
dikatakan konsumen merasa puas.
Di sisi lain, dinyatakan bahwa jika pelanggan mengharapkan suatu
tingkatan tertentu dalam pelayanan dan menerima layanan tersebut sama tinggi
atau lebih tinggi dengan apa yang diterimanya, maka pelanggan tersebut akan
merasa puas. Begitu juga sebaliknya, sebaik apapun pelayanan yang diberikan
oleh pihak penyedia jasa, tetap bila pelanggan mengharapkan pelayanan yang
lebih tinggi, maka pelanggan tersebut tetap akan merasa tidak puas.
2.2.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada 3 metode yang bisa dipakai untuk mengukur tinggi tidaknya kepuasan
pelanggan terhadap suatu perusahaan menurut Kotler dan Keller (2009 ,p.166),
yaitu:
1. Periodic surveys (survey berkala), survei berkala mampu melacak
kepuasan pelanggan secara langsung dan juga mengajukan pertanyaan
tambahan untuk mengukur niat pembelian kembali dan kemungkinan atau
kesediaan responden untuk merekomendasikan suatu perusahaan dan
merek kepada orang lain
2. Customer loss rate (tingkat kehilangan pelanggan), pengukuran tingkat
kehilangan pelanggan dapat dilakukan dengan mengamati secara langsung
kepada konsumen yang merupakan pelanggan tetap. Pencegahan yang
dapat dilakukan kepada konsumen yang tidak dattang lagi ke perusahaan
kita adalah dengan menghubungi pelanggan tersebut.
3. Mystery shoppers (pelanggan misterius), pelanggan misterius merupakan
seseorang yang berperan sebagai pembeli potensial dan melaporkan titik
kuat dan titik lemah yang dialaminya dalam berbelanja produk di
perusahaan tersebut ataupun saat berbelanja di perusahaan kompetitor.
18 Universitas Kristen Petra
2.3 Loyalitas Konsumen
Menurut Sheth et al. (1999), loyalitas pelanggan dapat didefinisikan
sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko / pemasok berdasarkan
sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.
Menurut Dick dan Basu (1994) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai
kekuatan hubungan antara sikap relatif individu terhadap suatu kesatuan (merek,
jasa, toko, atau pemasok) dan pembelian ulang. Sedangkan menurut Griffin
(1995) “a loyal costumer is one who makes regular repeat purchase, purchase
across product and service lines, refer others and demonstrates an immunity to
the pull of the competition”. Yang dapat diartikan bahwa salah satu pelanggan
setia adalah orang yang melakukan pembelian ulang secara teratur, pembelian di
seluruh lini produk dan layanan, merujuk orang lain dan menunjukkan kekebalan
terhadap tawaran - tawaran dari pesaing.
Karena kepuasan konsumen sangat bergantung pada harapan konsumen,
maka perlulah untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi harapan
konsumen. (Zeithaml et al., 1990, p.19)
1. What customer hear from other customer- word of mouth cimmunication -
is a potential determinant of expectation.
2. Personal needs of customer might moderate their expectations to a certain
degree.
3. Past experience with using a service.
4. External communications from service play a key role in shaping
customers expectation.
Pengertiannya adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi dari mulut ke mulut (WOM)
Apa yang konsumen dengar dari konsumen yang lain. Bila layanan yang
diberikan memuaskan, maka konsumen akan memberitahukan kepada
orang lain, demikian juga jika layanan yang diterima oleh konsumen
tersebut tidak memuaskan, maka konsumen juga akan memberitahukan
kepada yang lain.
2. Kebutuhan pelanggan
19 Universitas Kristen Petra
Dengan adanya kebutuhan ini, maka konsumen berharap agar
kebutuhannya dapat dipenuhi. Namun kebutuhan konsumen ini dapat
ditoleransi sampai pada suatu tingkat tertentu.
3. Pengalaman masa lalu
Semakin konsumen berpengalaman terhadap sesuatu maka harapan -
harapan konsumen terhadap hal itu akan semakin rendah, tetapi
bagaimanapun juga konsumen akan meminta respect yang lebih besar.
Sebagai contoh, bila konsumen pernah mendapat pelayanan (service bila
ada kerusakan) yang baik dari penjual maka konsumen akan mempunyai
harapan yang baik terhadap service yang pernah diberikan kepadanya
karena konsumen telah mempunyai pengalaman.
4. Komunikasi eksternal
Dalam komunikasi eksternal ini pemasar memainkan peran yang penting
dalam membentuk harapan - harapan konsumen. Melalui komunikasi ini
badan usaha akan menyampaikan bermacam - macam pesan, baik yang
langsung maupun yang tidak langsung.
Loyalitas sendiri juga terdapat beberapa kategori atau atribut atau tingkat
di dalamnya seperti menurut Oliver (1997) dalam Oliver’s four stage loyalty
model purchasing yang terbagi menjadi :
a. The first stage: cognitive loyalty. Tahap loyalitas yang berhubungan
langsung dengan informasi yang tersedia dari barang atau jasa dalam hal
harga dan manfaat. Loyalitas pada tahap ini tergolong rendah. Contoh :
Apabila pesaing menawarkan harga yang lebih baik (murah), maka
pelanggan akan berpindah ke pesaing tersebut untuk berbelanja. Hal ini
karena konsumen sadar atau peka akan harga dan manfaat produk.
b. The second stage: affective loyalty. Dalam tahap ini konsumen merasa
baik akan beberapa hal yang telah diterapkan oleh toko seperti meliputi
kenyamanan, pelayanan, kebersihan, suasana, harga yang kompetitif,
kemudahan berbelanja, dan lain-lain.
20 Universitas Kristen Petra
c. The third stage: conative loyalty. Pada tahap ini, loyalitas berhubungan
dengan komitmen dalam pembelian kembali dan merekomendasikan
kepada orang lain.
d. The fourth stage: action loyalty. Tahap paling akhir dari loyalitas
pelanggan ini yang mana termasuk kebiasaan dan perilaku respon secara
rutin. Action Loyalty ini berhubungan dengan frekuensi berbelanja pada
toko tersebut. Action atau tindakan dipandang sebagai suatu hal yang
sangat penting dalam menggabungkan tahap - tahap tadi.
Sedangkan menurut Kartajaya (2003:100) membagi pada 5 tahap dari
customer loyalty levels, sebagai berikut :
a. Terrorist Customer, adalah konsumen yang menjelek-jelekkan merek
karena perusahaan tidak memberikan atau tidak pernah memuaskan
dengan pelayanan yang diberikan dari perusahaan. Pelanggan seperti ini
bertindak seperti teroris yang ingin menggangu perusahaan.
b. Customer transactional, adalah konsumen yang memiliki hubungan yang
terbatas dengan perusahaan untuk bertransaksi, konsumen seperti ini
membeli pada satu atau dua waktu, setelah itu tidak ada pembelian
kembali, atau jika melakukan pembelian kembali, ini hanya kadang –
kadang saja. Konsumen yang memiliki sifat seperti ini mudah datang dan
pergi karena mereka tidak memiliki hubungan yang baik dengan produk /
merek perusahaan, ini berdasarkan sebuah hubungan transaksional.
c. Customer Relationship, dimana tipe dari ini nilai ekuitas pelanggan lebih
tinggi dari dua tipe konsumen diatas. Konsumen dari tipe ini telah
melakukan pembelian ulang dan pola hubungannya dengan produk atau
merek dari perusahaan adalah rasional.
d. Loyal Customer, konsumen tipe ini tidak hanya melakukan pembelian
ulang, tetapi lebih jauh sangat loyal kepada produk dan merek perusahaan.
Jika ada orang lain yang mendiskreditkan perusahaan, konsumen tetap
bertahan dan tetap dengan perusahaan seburuk apapun orang - orang
menjelekan perusahaan.
21 Universitas Kristen Petra
e. Customer Advocator, tipe dari konsumen dengan level tertinggi, semacam
ini sangat konsumen yang spesial dan bermutu tinggi (excellence), mereka
menjadi aset terbesar jika perusahaan memilikinya. Advocator Customer
adalah seorang konsumen yang selalu membela produk dan merek dari
perusahaan, konsumen yang menjadi seorang juru bicara yang baik kepada
konsumen yang lain dan konsumen yang marah jika ada orang lain yang
menjelekan dari merek perusahaan.
Adapun atribut dari loyalitas (Griffin, 1995, p.31) yaitu :
a. Makes regular repeat purchase, melakukan pembelian secara berulang
dalam periode tertentu.
b. Purchase across product and service line, pelanggan yang loyal tidak
hanya membeli satu macam produk saja melainkan membeli lini produk
dan jasa lain pada badan usaha yang sama.
c. Refers other, merekomendasikan pengalaman mengenai produk dan jasa
kepada rekan atau pelanggan yang lain agar tidak membeli produk dan jasa
dari badan usaha yang lain.
d. Demonstrates an immunity to the pull of the competition, menolak produk
lain karena menganggap produk yang dipilihnya adalah yang terbaik.
2.4 Penelitian Terdahulu
2.4.1 Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer Satisfaction
Sebelumnya, penelitian tentang pengaruh service quality terhadap
customer satisfaction sudah pernah dilakukan tahun 2012 oleh Oei Samuel Stephen
Wijaya. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui pengaruh service quality
terhadap customer satisfaction penghuni Metropolis Apartemen Surabaya. Sampel
yang diteliti adalah penghuni Apartemen Metropolis, sebanyak 100 responden
dengan cara systematic sampling.
Alat analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda dan analisa
gap. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa reliability, responsiveness,
assurance, empathy, dan tangible berpengaruh signifikan terhadap customer
satisfaction. Selain itu diketahui juga bahwa kualitas layanan yang ditinjau
22 Universitas Kristen Petra
melalui dimensi reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible
masih berada di bawah harapan konsumen.
2.4.2 Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer Loyalty
Melalui Customer Satisfaction Sebagai Variabel Intervening
Penelitian tentang pengaruh service quality terhadap customer loyalty
pernah dilakukan pula, oleh Evelin Dewi pada tahun 2012. Penelitiannya
bertujuan untuk mengetahui pengaruh service quality terhadap customer loyalty
dan customer satisfaction pada restoran Boncafe Manyar Surabaya.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengaruh service quality
yang diberikan perusahaan terhadap customer satisfaction dan customer loyalty
restoran Boncafe Manyar Surabaya. Tentunya pengaruh dari service quality,
tangible, reabillity, responsiveness, assurance dan empaty kemudian akan
mempengaruhi customer satisfaction dan customer loyalty restoran Boncafe
Manyar Surabaya. Hasil penelitiannya, service quality berpengaruh signifikan
terhadap customer satisfaction, customer satisfaction berpengaruh signifikan
terhadap customer loyalty dan service quality berpengaruh tidak signifikan
terhadap customer loyalty.
2.5 Hubungan Antar Konsep
Bioskop merupakan suatu badan usaha ritel jasa, dimana tidak hanya
bentuk fisik Bioskop saja yang harus diutamakan, tetapi kualitas layanan yang
diberikan juga harus menjadi perhatian serius. Contohnya seperti keramahan dan
kesopanan karyawan, kemampuan berkomunikasi dengan baik, kerapian
penampilan dari karyawan, dan lain-lain. Kualitas layanan yang diberikan akan
mempengaruhi kepuasan dari para konsumennya. Konsumen yang puas cenderung
akan lebih setia dengan produk yang ditawarkan, akan menceritakan ke orang lain
tentang perusahaan dan produk yang memuaskannya, lebih kurang
memperhatikan produk kompetitor, lebih tidak sensitif harga, dan mau
menawarkan ide-ide produk atau jasa kepada perusahaan.
23 Universitas Kristen Petra
2.5.1 Hubungan Antara Service Quality dengan Kepuasan Pelanggan
Dikatakan oleh Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.103) bahwa
“Satisfaction, on the other hand, is more inclusive: it is influenced by perceptions
of service quality”. Dimana menurutnya bahwa kepuasan pelanggan dipengaruhi
oleh persepsi pelanggan atas kualitas layanan (service quality). Apabila persepsi
pelanggan atas kualitas layanan tinggi, maka kepuasan pelanggan juga akan
tinggi, demikian juga sebaliknya. Selain itu ditegaskan juga oleh Kotler dan Keller
(2009, p.169), bahwa “Satisfaction will also depend on product and service
quality”. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa kepuasan juga akan bergantung
pada produk dan kualitas layanan yang diberikan. Berdasarkan pendapat di atas,
maka dapat dikatakan bahwa kualitas layanan mempunyai pengaruh positif
terhadap kepuasan pelanggan.
2.5.2 Hubungan Antara Service Quality dengan Loyalitas Konsumen
Apabila konsumen merasa dihargai dan mendapatkan pelayanan yang baik
maka hal itu akan meningkatkan loyalitas konsumen sehingga akan tercipta
kepuasan pribadi bagi karyawan dan kelangsungan perusahaan terjamin (dalam
Tjiptono dan Chandra, 2005, p. 119). Oleh karena itu kualitas layanan akan
mempengaruhi kepercayaan atau loyalitas konsumen atas suatu perusahaan
bioskop. Semakin tinggi kualitas layanan yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
konsumen, maka akan mempengaruhi konsumen tersebut untuk memutuskan
loyal terhadap perusahaan tersebut atau tidak.
Fullerton dan Taylor (2000) melihat loyalitas dalam hubungan antara
kualitas jasa dengan sikap (perilaku) seperti repurchase, advocacy dan price
sensitivity. Penelitian loyalitas dalam pemasaran jasa sering dikaitkan dengan
tingkat kepercayaan konsumen (trust) dan tingkat komitmennya. Jadi apabila
kualitas jasa yang di berikan baik kepada pelanggannya maka akan terjadi adanya
pembelian ulang yang merupakan suatu loyalitas dari pelanggan.
2.5.3 Hubungan Antara Kepuasan Pelanggan dengan Loyalitas Konsumen
Menurut Armistead dan Clark (1996), kepuasan pelanggan merupakan
suatu hal yang sangat berharga demi mempertahankan keberadaan pelanggan
24 Universitas Kristen Petra
tersebut untuk tetap berjalannya suatu bisnis atau usaha. Layanan yang diberikan
kepada pelanggan akan memacu puas tidaknya seorang pelanggan atas pelayanan
yang diberikan. Beberapa perusahaan telah lama menyadari bahwa produk yang
hebat tidaklah cukup untuk menarik pelanggan atau yang lebih penting lagi
membuat para pelanggan kembali membeli produk itu.
Menurut Oliver (1997), dalam jangka panjang kepuasan akan berdampak
pada terbentuknya loyalitas pelanggan. Ketika pelanggan merasa puas terhadap
produk maupun jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan maka pelanggan akan
cenderung untuk kembali melakukan pembelian ulang terhadap produk maupun
kembali mengunjungi jasa tersebut dimana hal ini merupakan salah satu indikator
timbulnya loyalitas pelanggan.
25 Universitas Kristen Petra
1. Reliability
2. Responsiveness
3. Assurance
4. Emphaty
5. Tangible
Kepuasan Pelanggan
/ Customer
Satisfaction
Loyalitas
Konsumen
a. Repeat purchase
b. Refers others
c. Demonstrates
immunity
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konseptual
2.6 Kerangka Berpikir
Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang dibuat berdasarkan tinjauan
pustaka:
Latar Belakang
1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan di tahun 2012.
2. Industri bioskop Indonesia terus berkembang.
3. Sekarang ini mayoritas bioskop berlokasi di dalam sebuah mall. Mengikuti gaya hidup
masyarakat kota besar.
4. Untuk memenangkan persaingan di industri bioskop, dibutuhkan strategi service quality
untuk bisa memberikan kepuasan pelanggan.
5. Kepuasan pelanggan jika terus – menerus terjadi, maka dengan sendirinya akan tercipta
loyalitas konsumen.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh service quality (reliability, responsiveness, assurance,
empathy, dan tangible) dengan kepuasaan pelanggan pada bioskop The Premiere
Surabaya?
2. Apakah service quality (reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible)
dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen pada bioskop The
Premiere Surabaya?
Eksogen
Endogen
Endogen
26 Universitas Kristen Petra
2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah biasanya disusun dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta - fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2002).
Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, tujuan penelitian, dan
kajian pustaka yang dipaparkan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H1 : Diduga service quality berpengaruh positif dengan kepuasan pelanggan.
H2 : Diduga service quality dan kepuasan pelanggan berpengaruh positif
dengan loyalitas konsumen.
top related