138456569 respiratory distress sindrom
Post on 03-Jan-2016
178 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Halaman
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit gangguan pernafasan semakin meluas, dan sepertinya kecepatan
mutasi agen penyebab penyakit yang cepat, memperlambat penanganan penyakit
ini. Pneumonia, tbc, astma, bahkan SARS, afian influenza dan virus H3N8
menjadi ancaman dewasa ini. Semua penyakit ini menyebabkan suatu gejala
terjadinya respiratory distress sindrom. WHO mencatat terjadi sekitar 2322 kasus
gangguan sistem pernafasan pada bulan april 2003.
Pada orang dewasa RDS menyerang sekitar 150.000 orang per tahun, dengan
mortalitas 40-70%. Pada bayi / anak kemungkinan angka kejadian ini bisa lebih
banyak, imunitas yang masih rendah menyebabkan bayi rentan terserang berbagai
penyakit termasuk RSD.
Sindrom gawat nafas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru (whalley dan wong, 1995). RDS sering ditemukan pada bayi
prematur insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan.
Artinya semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada
bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan semakin rendah kejadian
RDS.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60%-80% terjadi pada
bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15%-30% pada
bayi insidens pada bayi premature. Bayi kulit putih lebih tinggi daripada bayi
perempuan (nelson, 1999) selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi
yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selamam
kehamilan misalnya ibu penderita diabetes, hipertensi, seksio serta perdarahan
antepartum.
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN, dalam bahasa inggris disebut
neonatal respiratory distress syndrome, RDS) merupakan kumpulan gejala yang
1
Halaman
terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali
permenit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrum,
suprasternal dan interkostal pada saat inspirasi.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukan terdapatnya
kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya
kelainan didalam atau diluar paru. Oleh karena itu tindakannya disesuaikan
dengan penyebab syndrom ini, beberapa kelainan paru yang menunjukan sindrom
ini adalah pneumotorak, pneumodiastinum, penyakit membran hialin (PNH)
pneumonia aspirasi dan Sindrom Wilson–Mikity.
Berdasarkan uraian diatas maka sebagai petugas perlu mengetahui
bagaimana penyakit RDS itu sebenarnya dan perawatan pada anak dengan RDS.
1.2 Perumusan masalah
Dari uraian latar belakang diatas, penulis mencoba untuk mengangkat
permasalahan gangguan kesehatan pada anak yang difokuskan pada anak dengan
syndrom gawat nafas. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini sebagai berikut.
1.2.1. Apa pengertian syndrome gawat nafas
1.2.2. Bagaimana frekuensi kejadian respiratory distress syndrom
1.2.3. Bagaimana fatofisiologi respiratory distress syndrom
1.2.4. Apa etiologi respiratory distress syndrom
1.2.5. Apa gejala-gejala klinik respiratory distress syndrom
1.2.6. Apa komplikasi respiratory distress syndrom
1.2.7. Apa saja pemeriksaan diagnostik resopiratory distress syndrom
1.2.8. Bagaiman penatalaksaan respiratory distress syndrom
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini diharapkan bagi
mahasiswa khususnya dan umumnya pembaca dapat mengetahui dan memehami
mengenai
1.3.1. Pengertian syndrom gawat nafas
2
Halaman
1.3.2. Frekuensi kejadian respiratory distress syndrom
1.3.3. Patofisiologi respiratory distress syndrom
1.3.4. Etiologi respiratory distress syndrom
1.3.5. Gejala-gejala klinik respiratory distress syndrom
1.3.6. Komplikasi respiratory distress syndrom
1.3.7. Pemeriksaan diagnostik respiratory distress syndrom
1.3.8. Penatalaksaan respiratory distress syndrom
1.4 Metoda penulisan
Metoda penulisan makalah ini adalah dengan melakukan studi literatur yaitu
dengan mencari, mengumpulkan dan menyusun teori mengenai respiratory
distress sindrome.
1.5 Kegunaan penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat melengkapi referensi bagi
mahasiswa maupun pembaca untuk dapat memahami mengenai respiratory
diustress sindrome
1.6 Sistematika penulisan
Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1 : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : KESIMPULAN
Daftar pustaka
3
Halaman
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Respiratory distress syndrome ( RDS ) merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali
permenit, sianosis, merintih waktu ekspirasi (ekspiratory grunting) dan retraksi
didaerah epigastrum, suprasternal, interkostal pada saat inspirasi. Bila didengar
dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara kedalam paru.
Sindrome gawat nafas adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan
pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru (whalley dan wong, 1995).
Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama hyaline membrane disease
(HMD) atau penyakit membran hilain karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli.
Sindrome distress pernafasan ini merupakan perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
sering ditemukan pada bayi premature. Adapun insidens atau kejadian penyakit
ini berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan, yang artinya
semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi
tersebut, sebaliknya semikan tua usia kehamilan semakin rendah terjadinya RDS
(Suriadi, SKp, Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keoerawatan Pada Anak,
edisi I).
Istilah sindrom gawat nafas ini juga ada pada neonatus, hal merupakan
istilah umum yang menunjukan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada
neonatus. Sindrom ini terjadi karena adanya kelainan didalam atau diluar paru
oleh karena itu tindakannya disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumotoraks / pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
pneumonia aspirasi, dan sindrom wilson-mikity.
4
Halaman
2.2 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini kemungkinan bisa idiopatik atau tidak diketahui.
Akan tetapi secara umum pada bayi penyakit ini dihubungkan dengan adanya
gangguan pembentukan surfaktan. Bayi premature dan bayi yang lahir dengan
berat badan rendah menjadi individu yang beresiko mengalami penyakit ini. Hal
ini dimungkinkan karena proses pembentukan organ pernafasan yang tidak selesai
dengan sempurna. Pada bayi premature dan BBLR 20% berkembang dengan
broncho pulmonary dysplasia (BPD). Sedangkan pada anak yang lebih besar atau
dewasa penyakit ini biasa disebakan karena trauma, pnemonia, inhalasi asap,
aspirasi dan toxin.
2.3 Frekuensi
Persentasi kejadian penyakit ini menurut usia kehamilan adalah 60%-80%
terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu : 15%-
30% pada bayi antara 32-36 minggu dan kurang sekali ditemukan pada bayi yang
cukup bulan (matur).
Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit
hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan
(Nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir
dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan,
misalnya ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan
antepartum.
2.4 Patofisiologi
Pada bayi prematur dimana masih belum terbentuknya organ pernafasan
secara sempurna (dinding dada, parenkim paru dan endothelial kapiler yang
imatur yang menyebabkan paru kolaps pada akhir ekspirasi) kondisi ini
menjadikan paru belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ
pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor krisis dalam terjadinya
5
Halaman
RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan
oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehinggga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa
udara fungsional atau kapasitas residu fungsional (Ilmu Kesehatan Anak,1985).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru
pada tekanan intraalveolar yang rendah. Surfaktan merupakan suatu kompleks
yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak senyawa utama zat tersebut ialah
lesitin. Zat ini dimulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai
maksimum pada minggu ke-35. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
surfaktan dapat menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps
alveoli saat ekspirasi. Sehinggga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan
intra toraks yang lebih besar dan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Akibatnya setiap kali bernafas menjadi sukar seperti saat pertama kali
bernafas (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan
oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini
menyebabkan bayi kelelahan, dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin
sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan
paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan Pulmonary
Vaskular Resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
Akibatnya terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran
darah pulmonal. Disamping itu peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan
parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan kekiri melalui duktus
arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal
yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontriksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobic. Hasil dari metabolisme anaerob ini akan
terbentuk asam laktat dan asam organik lain menyebabkan terjadinya asidosis
metabolik pada bayi. Selain itu hipoksia juga akan menimbulkan kerusakan
6
Halaman
endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya
transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Selanjutnya fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin (sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Penyakit Membran
Hialin).
Apabila dilihat dari perjalanan penyakitnya, patofisiologi penyakit ini
membentuk suatu siklus yang terus berhubungan yakni sebagai berikut: Surfaktan
menurun atelektasis hipoksemia hipoksia asidosis
transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan zat
surfaktan atelektasis. Keadaan ini menyebabkan timbulnya kompensasi
tubuh untuk memenuhi O2 dalam tubuh (Sindrom Distres Pernapasan). Hal ini
terus berlangsung sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
Perjalanan penyakit ini dapat juga digambarkan sebagai berikut :
Surfaktan menurun / tidak terbentuk
Distensibilitas paru menurun PO2 menurun
Atelektasis Metabolisme anaerob
Usaha nafas meningkat
Asidosis
Menurunnya ventilasi
CO2 meningkat Vasokontriksi perifer dan pulmonal
Perfusi perifer menurun
Tekanan arteri pulmonal meningkat
Tekanan darah arteri menurun
Aliran darah paru menurun
7
Halaman
Surfaktan menurun
2.5 Manifestasi klinis
Gejala umum RDS ialah
- Takipnea (> 60 kali / menit)
- Pernafasan dangkal
- Mendengkur
- Sianosis
- Pucat
- Kelelahan
- Apnea dan pernafasan tidak teratur
- Penurunan suhu tubuh
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Pernafasan cuping hidung
Penyakit membran hialin umumnya terjadinya pada bayi prematur dengan
berat-badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi
cukup bulan, dan sering disertai dengan riwayat aspiksia pada waktu lahir atau
tanda gawat janin pada akhir kehamilan.gangguan pernafasan mulai tampak dalam
6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang khas mulai terlihat pada umur 24-72
jam. Bila keadaan membaik maka gejala akan menghilang pada akhir minggu
pertama. Bayi tampak dispnea dan hiperpnea, sianosis, sianosis karena pirau vena
arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrum, interkostal, dan
meriontih tanda lain yang dapat terjadi adalah bradikardi, hipotensi, kardiomegali,
edema terutama didaerah dorsal tangan dan kaki, hipotermia dan tonus otot yan
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi
2.6 Komplikasi
• Pneumotoraks
• Pneumodiastinum
• Pulmonary interstitial dysplasia
8
Halaman
• Bronchopulmonary dysplasia
• Patent ductus arterious (PDA)
• Hipotensi
• Menurunnya pengeluaran urine
• Asidosis
• Hipoglikemia
• Disseminated intravaskular coagulation (DIC)
• Kejang
• Intraventrikuler hemorrahage
• Retinophaty pada prematur
• infeksi sekunder
2.7 Pemeriksaan diagnostik
Penentuan faktor komplikasi perlu dilakukan dengan test spesifik, seperti
darah urine dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum
(untuk menentukan hipokalsemia), analisis gas darah untuk menentukan pH serum
(asidosis) dan paO2 (tes untuk hipoksia).
Oksimetri nadi adalah komponen penting untuk menetukan hipoksia
pemeriksaan khusus lain mungkin dilakukan untuk mendiagnosis atau mencegah
komplikasi (whalley dan wong,1995). Temuan radiografik yang merupakan
karakteristik RDS meliputi granulitas parenkim retikular halus dan bronkogram
udara yang sering lebih menonjol pada awal dilobus bawah kiri karena
penumpangan (superimposis) bayangan jantung.
Foto toraks : atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka
bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks. Yang perlu diperhatikan
saat membawa bayi kebagian radiologi adalah gunakan tempat tidur yang
khusus (seperti inkubator yang tutupnya dapat diangkat), maksudnya agar
mudah memperhatikan keadaan umum bayi dan tidak menyebabkan
9
Halaman
kedinginan. Bayi perlu terus diberikan O2 selama dalam perjalanan atau
menunggu foto, maka biasanya perlu dibawa tabung O2 kecil.
Pemeriksaan darah : perlu diperiksakan darah lengkap, analisis gas darah
(astup) dan elektrolit, bayi dengan DMH seringkali menderita asidosis
metabolik dan respiratori yang memerlukan pertolongan (koreksi) segera.
Diagnostik perinatal
Untuk menentukan maturitas perlu dilakukan pemeriksaan (tes cairan
amnion) yang disebut rasio L/S (lesitin banding spingomielin). Rasio L/S
ini berguna untuk menentukan maturitas paru. Fospolipid disintesis disel
alveolar dan konsentrasi dalam cairan amnion selalu berubah selama
kehamilan. Pada umumnya spingomielin lebih banyak, tetapi kira-kira
pada usia kehamilan 32-33 minggu konsentrasi menjadi seimbang
kemudian spingomielin berkurang dan lesitin meningkat secara berarti
sampai usia kehamilan 35 minggu dangan rasio 2:1.
10
Halaman
2.8 Asuhan Keperawatan
Tahapan asuhan keperawatan pada bayi RDS sama dengan asuhan
keperawatan pada bayi dengan resiko tinggi lain. Tahapan tersebut dimulai
dengan pengkajian yang dilanjutkan dengan diagnosa keperawatan intervensi, dan
diakhiri dengan evaluasi.
2.8.1 Pengkajian :
Anamnesa
Pemeriksaan fisik ; Observasi adanya takipnea, retraksi substernal,
creckles inspirasi, mengorok ekspiratori, sianosis.
Kemungkinan bayi atau anak mengalami lemah, lesu, sianosis, bunyi
nafas menurun. CRT menururn berhubungan dengan gangguan perfusi
jaringan.
Pemeriksaan diagnostik (seperti dipaparkan sebelumnya, AGD,
radiografi dan rontgen dilakukan pada klien dengan RDS, selain itu pada
bayi dilakukan pemeriksaan amnion.
Identifikasi faktor resiko
Kaji sistem pernafasan, tanda dan gejala RDS
Kaji sistem kardiovaskuler: adanya mur-mur
Kaji sianosis, indikasi kegawatan hypoxia
Kaji endotracheal tube (selang intubasi trakhea)
• Riwayat keperawatan
Riwayat kehamilan sekarang
Kaji apakah ibu mengalami gangguan sirkulasi darah, pernapasan dan
diabetes, selain itu anamnesa mengenai usia kelahiran bayi (apakah bayin
lahir premature). Hal ini beresiko tinggi menyebabkan bayi mengalami
respiratory distress sindrom).
Riwayat neonatus
Pada bayi prematur dimana bayi pada umumnya memiliki berat badan
lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
11
Halaman
merupakan bayi resiko tinggi mengalami gangguan system pernafasan
(RSD). Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat
terjadi cold injury), resiko terjadinya infeksi, kebutuhan rasa aman dan
nyaman (kebutuhan psikologik)
2.8.2 Analisa data pengkajian :
Setelah didapat data berdasarkan pengkajian diatas, data di analisis,
selanjutnya semua masalah yang ditemui dirumuskan menjadi diagnosa
keperawatan untuk kebutuhan intervensi keperawatan.
2.8.3 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan
2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau
pemasangan intubasi trakhea yang kurang tepat dan adanya sekret pada
jalan nafas
3. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi
dan ventilasi tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator
yang kurang tepat
4. Resiko injury berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa, 02 dan
co2 dan baro-trauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas
5. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan hospitalisasi
sekunder dari situasi krisis pada bayi
6. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan
yang tanpa disadari (insendisibble water loss)
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan atau motilitas gastrik menurun.
8. Resiko tinggi cedera karena peningkatan tekanan intra kranial (TIK),
berhubungan dengan maturitas sistem saraf pusat dari respon stress
fisiologis
12
Halaman
9 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi /maturias
kurang pengetahuan (kelahiran bayi prematur / atau suhu sakit) gangguan
proses kedekatan orang tua
Hasil yang diharapkan
1. Pertukaran gas adekuat yang ditandai dengan nilai analisa gas darah dan
saturasi oksigen dalam batas normal
2. Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang ditandai dengan bunyi
nafas adekuat dan ada pergerakan dinding dada
3. Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk bernafas yang ditandai
dengan analisa gas darah dalam batas normal
4. Bayi tidak mengalami ketidak seimbangan asam-basa dan barotrauma
5. Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan mau melakukan
bonding dang mengidentifikasikan perannya
6. Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
7. Kebutuhan intake nutrisi dapat dipertahankan
8. Pasien menunjukan tik normal dan tidak adanya bukti-bukti henorage
intraventrikel
9. Perubahan proses keluarga
2.8.4 Intervensi / penatalaksanaan
Untuk intervensi keperawatan dapat dilakukan melalui 2 bagian intervensi,
yakni intervensi keperawatan langsung dan intervensi yang besifat kolaboratif
(intervensi medis). Dalam melakukan intervensi keperawatan, perawat harus
memperhatikan tehnik aseptic, ruangan tempat perawatan harus terpisah, bersih,
dan tidak dibenarkan banyak orang memasuki ruangan kecuali petugas, alat harus
steril juga kateter unmtuk 02 harus didesinfeksi karena klien dengan gangguan
napas rentan akan terjadinya infeksi.
a. Intervensi Keperawatan
1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekut
13
Halaman
Identifikasi bayi mungkin adanya resiko yang muncul
Monitor status pernafasan, distress pernafasan dan lapor kedokter bila
terjadi keburukan kondisi pernafasan
Monitor analisa gas darah, pulse oximetry
Posisikan bayi dengan tepat agar dapat upaya bernafas
Pertahankan suhu lingkungan netral
Mengurangi pegangan
Pemberian oksigen sesuai program
Pada bayi premature gejala pertama gangguan nafas biasanya timbul
dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas, dan makin berat dalam 48 jam,
untuk kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah itu berangsur keadaan klinik
pasien membaik.
Tatalaksana perawatan bayi prematur
• Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum, tidak dipakaikan baju
agar memudahkan pengamatan.
• Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperpnea segera berikan 02
secara rumat sampai 2 L permenit. Bila bayi terus menerus sianosis dan
memerlukan pemberian O2 untuk jangka lama, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan analisis gas darah.
• Pasang infus dengan cairan glukosa 5%-10% dan bikarbonas natrikus
11/2% dalam perbandingan 4:1 banyaknya cairan disesuaikan dengan
umur dan berat badan yaitu 60-125 ml/kgbb/hari
• Jika bayi mendapat serangan apnea harus segera dilakukan tindakan
resusitasi, apnea pada bayi sering berulang, maka setelah resusitasi
berhasil harus tetap dipantau.
2. Meningkatkan kebersihan jalan nafas
Kaji dada bayi apakah bayi nafas bilateral dan adanya ekspansi selain
inspirasi
14
Halaman
Atur posisi bayi untuk memudahkan drainage
Lakukan penghisapan lendir (suction)
Kaji kepatenan jalan nafas setiap jam
Kaji posisi ketepatan alat ventilator setiap jam
Monitor serial analisa gas darah sesuai program
Mengguanakan alat bantu nafas sesuai instruksi
Menggunakan alat bantu nafas sesuai intruksi
Pantau ventilator setiap jam
Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur gunakan
sedatif bila perlu sesuai program
Kaji adanya usaha bayi dalam bernafas
Bila perlu lakukan intubasi
3. Mencegah injury berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa O2
dan CO2 dan barotrauma
Evaluasi gas darah untuk melihat fungsi abnormal pernafasan
Monitor pulse oximetry
Monitor komplikasi
Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas / ventilator
4. Peningkatan bounding orang tua – bayi
Jelaskan semua alat-alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua
Anjurkan orang tua untuk selalu mengunjungi
Jika tidak mengguanakan oksigen, ajarkan orang tua untuk menyentuh
bayi, bercakap dan belaian kasih sayang
Ajarkan cara ornga tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi
Instruksikan pada ibu untuk memberikan asi dan ajarkan cara
merangsang pengeluaran asi
5. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
15
Halaman
Pertahankan cairan infus dapat dilihat 600-100ml/kg/hari atau sesuai
protokol yang ada
Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan
jumlah makanan enteral yang didapat
Gunakan infus pompa supaya dapat dipertahankan
Monitor intake dan output dan catat secara ketat
Monitor juga output urine pada popok
Kaji elektrolit, sodium dan potassium
6. Memperbaiki status nutrisi
Pasang NGT untuk pemberian minum
Evaluasi abdomen, auskultasi
Pastikan bahwa selang NGT masuknya tepat pada lambung
Berikan makanan atau minuman melalui NGT secara bertahap
Tingggikan kepala anak sedikit pada saat akan minum
Pemberian makanan/minuman pada anak secara perlahan-lahan
Pantau (residual) sisa makanan atau minuman sebelum pemberian
makanan
Tempatkan bayi dengan posisi miring kekanan setelah pemberian
minum selama satu jam
Pada bayi dengan premature, untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas
persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10%, banyaknya
sesuai dengan umur dan berat badan, yaitu 60-125 ml/kgbb/hari cara membuat
campuran cairan harus mengguanakan selang infus tidak boleh memakai spuit.
Jika tidak ada asi diberikan susu yang khusus untuk bayi prematur dengan
pemberian sebagai berikut :
• Bayi dengan berat badan <1500 gram dimulai dengan 1-2 ml/kgbb/hari
setiap 2 jam (bayi > 1500 gram dimulai dengan 3 ml/kgbb setiap 2
jam).
16
Halaman
• Berikutnya dengan melihat berat badan bayi mungkin perlu ditambah
jumlah susu yang diberikan sambil memperhatikan perkembangan
bayi. Jika berat badan bayi naik terus menerus dapat diberikan setiap 3
jam dan jumlahnya disesuaikan dengan umur dan berat badan.
7. Pertahankan kondisi (suhu) lingkungan netral.
Bayi yang menderita PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya
sangat tipis, jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu
belum sempurna,maka bayi sangat mudah kedinginan. Akibatnya bayi
dapat jatuh dalam keadaan cold injury. Sianosis, dispnea, kemudian apnea.
Untuk mencegah bayi kedinginan maka lakukan perawatan, yakni:
Bayi dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu
bayi 36,5-370C suhu harus dikontrol 38 sehari.
Jika terjadi hipotermia, misalnya suhu bayi 350C, suhu harus
dinaikan secara bertahap dengan mengganti salah satu lampu misalnya
semula 40 watt diganti dengan 60 watt.
Pengukuran suhu bayi dianjurkan pada ketiak, lipatan paha, atau
lipatan lutut. Kelembaban udara yaitu 70-80%. Apabila listrik padam
atau bayi dirawat diluar inkubator, maka untuk menghangatkan bayi
dapat digunakan botol/kantong air panas dengan suhu kira-kira 600C
harus diganti setiap jam
Pertimbangan Keperawatan
Masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi pernafasan harus
diperhatikan terutama pengobatan yang kontinyu terhadap hipoksemia dan
asidosis. Fungsi keperawatan yang paling penting adalah mengamati respon bayi
terhadap terapi. Mukus mungkin terkumpul disaluran pernafasan yang akan
menghambat saluran pernafasan dan selang endotrakhea (ET). Pertimbangan
terhadap penghisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenasi
rendah, kelebihan kelembaban pada selang ET dan kepekaan bayi.
17
Halaman
Pada saat melakukan penghisapan mukus perawat harus menyadari dan
waspada tentang hal berikut :
• Penghisapan bukan prosedur yang aman karena dapat menyebabkan
spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf vagal, hipoksia dan
peningkatan tekanan intrakranial sehingga mendorong bayi pada keadaan
hemoragie intraventrikular. Tehnik penghisapan dapat menimbulkan
infeksi dan kerusakan jalan pernafasan bahkan pneumotoraks.
• penghisapan yang dilakukan terus-menerus akan ikut mengeluarkan udara
bersamaan dengan keluarnya mukus. Penghisapan tidak boleh > 5 detik
• Tujuannya menjaga terbukanya jalan nafas bukan bronkus
• Awasi oksigenasi atau oksimeter denyut nadi
b. Intervensi Kolaboratif atau Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah :
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder dapat diberikan penisilin
dengan dosis 50000-100000 U/kgbb/hari atau ampisilin 100 mg/kgbb/hari,
dengan atau tanpa gentamisin 3-5mg/kgbb/hari
Furosemid untuk menfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
cairan paru. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidarasi. Pada
permulaan diberikan glukosa 5-10% dan jumlah yang disesuaikan dengan
umur dan berat badan ialah 60-125ml/kgbb/hari. Asidosis metabolik yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi. Dengan memberikan NaHCO3
secara intra vena. Rumus pemberian NaHCO3 (meq) = defisit basa x 0,3 x
berat badan bayi. Adapun cara memberikannya, setengahnya diberikan
secara bolus intravena, dan sisanya melalui tetesan N2HCO3 berguna untuk
mempertahankan agar PH darah 7,35-7,45 bila tidak ada fasilitas untuk
pemeriksaan gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui tetesan
dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-105 dan NaHCO3 1,5%
18
Halaman
dalam perbandingan 4:1 perlu pemantauan apakah pemberian basa telah
adekuat.
Fenobarbital
Vitamin e untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen
Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilase mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaannya dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan oksogen. Surfaktan eksogen adalah
derivat dari sumber alami misalnya manusia (didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan)
Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah kelahiran prematur, mencegah tindakan
seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen
yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi berisiko tinggi dan pada
penatalaksanaan kelahiran dengan usia kehamilan 32 minggu atau kurang
dianjurkan memberikan deksmetason atau getamason 48-72 jam sebelum
persalinan. Pemberian glukokortikoid juga dianjurkan karena berfungsi
meningkatakan perkembangan paru janin.
19
Halaman
KESIMPULAN
Sindrom distress pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru, RDS dikatakan
sebagai hyaline membrane disease (HMD), penyebabnya dihubungkan dengan
usia kehamilan, berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram sering kali pada
bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram 20% berkembang dengan
bronchopulmonary dysplasia (BPD).
Manifestasi klinis dari penyakit ini antara lain ; pernafasan cepat
(tacihpnea), retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, intercostal)
pernafasan terlihat paradoks, cuping hidung, apnea, mur-mur dan sianosis berat.
Distress pernafasan pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh defisiensi
surfaktan, tidak lancarnya absorbsi cairan paru, aspirasi, mekonium, pneumonia
bakteri atau virus, sepsis, obstruksi mekanis, dan hipotermia. Defisiensi surfaktan
menjadi factor utama yang terjadinya RDS pada bayi.
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi –
bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan
Dalam menegakan diagnosa penyakit ini, penentuan faktor komplikasi perlu
dilakukan dengan berbagai test spesifik, seperti darah, urine dan glukosa darah
(untuk mengetahui hipoglikemia).kalsium serum untuk menentukan hipokalsemia,
analisis gas darah untuk menentukan pH serum (asidosis) dan PaO2 (test untuk
hipoksia)
Sedangkan untuk menentukan diagnosa keperawatan ditegakan berdasarkan
data yang ditemukan dalam proses asuhan keperawatan. Adapun untuk tahapan
asuhan keperawatan pada bayi RDS adalah sama dengan asuhan keperawatan bayi
dengan resiko tinggi lain. Satu hal yang perlu diparhatikan dalam intervensi
adalah penanganan yang cepat dan tepat, karena klien dengan penyakit ini bias
mengakibatkan gangguan fungsi organ lain apabila penanganan tidak segera,
terlebih jika penyakit ini menyerang bayi baru lahir dengan kondisi premature.
20
Halaman
Daftar Pustaka
Merenstien, gerald. Pendekatan Sistematik Pada Gagal Nafas
Akut, Buku Pegangan Pediatric. Edisi 17, widya medika, Jakarta,
2002.
Suriadi, SKp. Buku Pegangan Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Edisi 1, CV Agung Seto, Jakarta, 1987.
Surasmi, Asrining. Perawatan Bayi Resiko Tinggi, EGC,
Jakarta, 2003.
Wong, L Linda, Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
21
top related