amobilisasi logam berat pb pada sintesis...

12
Prosiding Skripsi Semester Gasal 2010/2011 SK-091304 AMOBILISASI LOGAM BERAT Pb PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG SEMEN GRESIK Wahyu Anggoro*, Lukman Atmaja 1 , Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak Sintesis geopolimer dengan variasi rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 dan perilaku amobilisasi geopolimer dengan kontaminan Pb(II) dalam bentuk garam nitrat telah dilakukan. Sintesis dilakukan dengan variasi mol SiO 2 /Al 2 O 3 dengan penambahan Al(OH) 3 , dan perbandingan padat/cair yang digunakan 1,75. Kuat tekan tertinggi didapatkan pada rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 =4,50 yaitu 50,817x10 3 kN/m 2 dan terendah pada SiO 2 /Al 2 O= 5,00 yaitu 23,460x10 3 kN/m 2 . Perilaku amobilisasi logam berat diamati pada geopolimer dengan rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 = 4,50 dan SiO 2 /Al 2 O 3 = 5,00. Efektivitas amobilisasi logam berat ini diuji dengan proses leaching dalam suasana asam menggunakan asam asetat pada pH ± 3 dan kekuatan amobilisasi ditentukan dari jumlah logam berat yang terleaching mengguna-kan ICP-OES. Studi perkembangan fasa dengan XRD menunjukkan bahwa pada rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 = 4,50 mempunyai fasa amorf dengan quartz dan mullite sebagai mineral utamanya, sedangkan pada rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 = 5,00 mineral utamanya berupa gibbsite. Studi morfologi dengan SEM menunjukkan bahwa struktur butiran (grains) terbentuk pada rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 = 5,00, sedangkan struktur yang lebih homogen dan kompak terbentuk pada rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 =4,50. Logam berat Pb 2+ diamobilisasi dengan baik pada geopolimer dengan rasio mol SiO 2 /Al 2 O 3 =4,50 yang ditunjukkan dengan hasil leaching yang lebih sedikit. Kata Kunci: Logam Berat, Geopolimer, Amobilisasi, Leaching Abstract Synthesis of geopolymer by varying SiO 2 /Al 2 O 3 mol ratio and immobilization behavior of geopolymer with contaminant Pb(II) in the form of nitrate salts have been carried out. Synthesis carried out using various SiO 2 /Al 2 O 3 mol ratio with the addition of Al(OH) 3 , and the ratio of solid / liquid that is used 1,75. The highest compressive strength obtained at mol ratio of SiO 2 /Al 2 O 3 = 4.50 was about 50,817x10 3 kN/m 2 and the lowest at SiO 2 /Al 2 O 3 = 5.00 mol ratio was about 23,460x10 3 kN/m 2 . The behavior of heavy metal immobilization behaviors observed in geopolymer with SiO 2 /Al 2 O 3 = 4.50 mole ratio and SiO 2 /Al 2 O 3 = 5.00. The effectiveness of immobilization of heavy metals was tested with leaching process under an acid condition with acetic acid at pH ± 3 and immobilization strength determined from the amount of heavy metals in leachate solution will be determined by ICP-OES. Phase development study by XRD showed that the mole ratio SiO 2 /Al 2 O 3 = 3.75 have amorphous phase with quartz and mullite as major minerals, whereas the mole ratio of SiO 2 /Al 2 O 3 = 5.00 has main gibbsite mineral. Morphological studies by SEM showed that the granules structure formed on SiO 2 /Al 2 O 3 = 5.00 mol ratio, while the structure is more homogeneous and compact form on SiO 2 /Al 2 O 3 = 4.50 mol ratio. Heavy metal Pb 2+ was immobilized by both the geopolymer with SiO 2 /Al 2 O 3 mole ratio = 4.50 as indicated by the results of leaching fewer. Keywords: Heavy Metal, Geopolymer, Immobilization, Leaching 1. Pendahuluan Pemanasan global (global warming) saat ini telah menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Global warming disebabkan oleh semakin menipisnya lapisan ozon akibat banyaknya gas-gas perusak ozon seperti CO 2 dan NO 2. Banyaknya gas tersebut terutama CO 2 dapat dihasilkan dari kegiatan industri yang semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu kegiatan industri yang banyak menghasilkan gas CO 2 adalah industri semen. Hal ini terkait dengan proses pembuatan semen yang membutuhkan panas tinggi (mencapai 1450 o C) dan jumlah gas CO 2 yang dihasilkan sebanding dengan banyaknya semen yang telah diproduksi. Saat ini, gas CO 2 yang dihasilkan oleh industri dunia telah mencapai 80 % dari jumlah total gas perusak ozon. Pembakaran batubara menghasilkan limbah yang berupa limbah padat, cair dan gas. Salah satu limbah padat tersebut adalah abu layang (Fly Ash) dan abu dasar (Bottom Ash). Dari limbah ini, (80-90%)adalah abu layang dan (10-20%) adalah abu dasar (perera,2006).abu layang merupakan abu sisa pembakaran batubara yang sudah banyak dikenal karena fungsinya yang unggul yakni dapat digunakan sebagai bahan campuran semen, binder geopolimer, bahan campuran beton, bahan campuran plastik, pupuk dan sebagainya (Davidovits,1994). Namun,tingkat pemanfaatan abu layang terutama dalam

Upload: vuongdan

Post on 20-Jul-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Skripsi Semester Gasal 2010/2011

SK-091304

AMOBILISASI LOGAM BERAT Pb PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU

LAYANG SEMEN GRESIK

Wahyu Anggoro*, Lukman Atmaja1,

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Sintesis geopolimer dengan variasi rasio mol SiO2/Al2O3 dan perilaku amobilisasi geopolimer dengan kontaminan Pb(II) dalam bentuk garam nitrat telah dilakukan. Sintesis dilakukan dengan variasi mol SiO2/Al2O3 dengan penambahan Al(OH)3, dan perbandingan padat/cair yang digunakan 1,75. Kuat tekan tertinggi didapatkan pada rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 yaitu 50,817x103kN/m2 dan terendah pada SiO2/Al2O= 5,00 yaitu 23,460x103kN/m2. Perilaku amobilisasi logam berat diamati pada geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3= 4,50 dan SiO2/Al2O3= 5,00. Efektivitas amobilisasi logam berat ini diuji dengan proses leaching dalam suasana asam menggunakan asam asetat pada pH ± 3 dan kekuatan amobilisasi ditentukan dari jumlah logam berat yang terleaching mengguna-kan ICP-OES. Studi perkembangan fasa dengan XRD menunjukkan bahwa pada rasio mol SiO2/Al2O3= 4,50 mempunyai fasa amorf dengan quartz dan mullite sebagai mineral utamanya, sedangkan pada rasio mol SiO2/Al2O3= 5,00 mineral utamanya berupa gibbsite. Studi morfologi dengan SEM menunjukkan bahwa struktur butiran (grains) terbentuk pada rasio mol SiO2/Al2O3= 5,00, sedangkan struktur yang lebih homogen dan kompak terbentuk pada rasio mol SiO2/Al2O3=4,50. Logam berat Pb2+ diamobilisasi dengan baik pada geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 yang ditunjukkan dengan hasil leaching yang lebih sedikit.

Kata Kunci: Logam Berat, Geopolimer, Amobilisasi, Leaching

Abstract

Synthesis of geopolymer by varying SiO2/Al2O3 mol ratio and immobilization behavior of geopolymer with contaminant Pb(II) in the form of nitrate salts have been carried out. Synthesis carried out using various SiO2/Al2O3 mol ratio with the addition of Al(OH)3, and the ratio of solid / liquid that is used 1,75. The highest compressive strength obtained at mol ratio of SiO2/Al2O3 = 4.50 was about 50,817x103kN/m2 and the lowest at SiO2/Al2O3= 5.00 mol ratio was about 23,460x103kN/m2. The behavior of heavy metal immobilization behaviors observed in geopolymer with SiO2/Al2O3 = 4.50 mole ratio and SiO2/Al2O3 = 5.00. The effectiveness of immobilization of heavy metals was tested with leaching process under an acid condition with acetic acid at pH ± 3 and immobilization strength determined from the amount of heavy metals in leachate solution will be determined by ICP-OES. Phase development study by XRD showed that the mole ratio SiO2/Al2O3 = 3.75 have amorphous phase with quartz and mullite as major minerals, whereas the mole ratio of SiO2/Al2O3 = 5.00 has main gibbsite mineral. Morphological studies by SEM showed that the granules structure formed on SiO2/Al2O3 = 5.00 mol ratio, while the structure is more homogeneous and compact form on SiO2/Al2O3 = 4.50 mol ratio. Heavy metal Pb2+ was immobilized by both the geopolymer with SiO2/Al2O3 mole ratio = 4.50 as indicated by the results of leaching fewer.

Keywords: Heavy Metal, Geopolymer, Immobilization, Leaching

1. Pendahuluan

Pemanasan global (global warming) saat ini telah menjadi isu yang paling banyak diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Global warming disebabkan oleh semakin menipisnya lapisan ozon akibat banyaknya gas-gas perusak ozon seperti CO2 dan NO2. Banyaknya gas tersebut terutama CO2 dapat dihasilkan dari kegiatan industri yang semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu kegiatan industri yang banyak menghasilkan gas CO2 adalah industri semen. Hal ini terkait dengan proses pembuatan semen yang membutuhkan panas tinggi (mencapai 1450 oC) dan jumlah gas CO2 yang dihasilkan sebanding dengan banyaknya semen yang telah diproduksi.

Saat ini, gas CO2 yang dihasilkan oleh industri dunia telah mencapai 80 % dari jumlah total gas perusak ozon.

Pembakaran batubara menghasilkan limbah yang berupa limbah padat, cair dan gas. Salah satu limbah padat tersebut adalah abu layang (Fly Ash) dan abu dasar (Bottom Ash). Dari limbah ini, (80-90%)adalah abu layang dan (10-20%) adalah abu dasar (perera,2006).abu layang merupakan abu sisa pembakaran batubara yang sudah banyak dikenal karena fungsinya yang unggul yakni dapat digunakan sebagai bahan campuran semen, binder geopolimer, bahan campuran beton, bahan campuran plastik, pupuk dan sebagainya (Davidovits,1994). Namun,tingkat pemanfaatan abu layang terutama dalam

produksi semen saat ini masih tergolong rendah. Salah satu pabrik semen di Indonesia yaitu PT Semen Gresik telah memanfaatkan abu layang sebagai bahan tambahan semen mencapai 4-6% berat raw mill (PT Semen Gresik,2007).selebihnya abu layang belum dimanfaatkan secara optimal, hanya digunakan sebagai urugan atau dibiarkan saja berada dikolam pengendapan. Perlakuan seperti ini menyebabkan banyak kerugian terhadap kesehatan lingkungan serta menjadi perhatian dan keluhan banyak pihak.mengingat akan hal itu, maka diperlukan inovasi untukmemanfaatkanya menjadi material baru yang lebih bermanfaat. Disisi lain, produksi semen meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan beton di dunia.dalam proses produksinya teryata semen mengeluarkan gas CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Oleh karena itu, mulai dikembangkan bahan alternatif pengganti semen yaitu material geopolimer. Sintesis geopolomer diperkirakan dapat mereduksi hingga 80 persen jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari proses sintesis semen biasa (semen Portland) (Davidovits, 1994).

Material geopolimer dapat disintesis dari abu layang (Dovidovits, 1994). Abu layang sebagai limbah hasil pembakaran batubara merupakan bahan pozolanik yang baik serta dapat digunakan secara luas sebagai sumber silika untuk menggantikan 20% lempung/pasir yang digunakan pada industri semen (Nicholson, 2005). Dalam laporan penelitian sebelumnya disebutkan hamper semua bahan buangan industri yang mengandung unsur-unsur silika dan alumina bias dibuat menjadi geopolimer (Dovidovits, 1991). Kenyataan bahwa geopolimer yang diproduksi dari bahan-bahan buangan atau limbah industri dapat mengurangi emisi karbon dioksida secara signifikan, memiliki sifat keawetan unggul dan mampu mengimobilisasi bahan-bahan beracun, mengukuhkannya sebagai material konstruksi masa depan (Xu, 2002).

Logam – logam berat yang terkandung dalam abu layang akan tertahan didalam geopolimer sehingga tidak berbahaya lagi bagi lingkungan karena tidak terdapat dalam bentuk oksidanya, tetapi dalam bentuk kation Pb2+ yang berperan sebagai penyeimbang muatan (van Jaarsveld dan van Deventer, 1999). Pada keadaan seperti ini, geopolimer tidak dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (Chen dkk., 2008). Menurut Zhang dkk. (2008), logam-logam berat yang ditambahkan pada sintesis geopolimer ini diamobilisasi (dipertahankan) secara fisika atau berikatan secara kimia dalam struktur geopolimer. Amobilisasi logam berat dalam geopolimer tidak dapat dilakukan untuk semua logam berat, hanya yang sesuai dengan ukuran pori dari struktur tiga dimensi yang terbentuk akan efektif diamobilisasi oleh geopolimer (Milestone, 2006).

Penelitian yang telah dilakukan, yang menggunakan abu layang PT SEMEN GRESIK sebagai bahan dasar oleh Alfiah (2008), difokuskan untuk menentukan metode sintesis geopolimer yang menghasilkan kuat tekan lebih baik. Metode yang dilakukan untuk sintesis geopolimer yaitu metode sintesis secara terpisah yang dilakukan dengan cara mencampurkan abu layang dengan larutan NaOH terlebih dahulu, kemudian ditambah-kan dengan larutan Na-silikat. Sedangkan pada penelitian ini dilakukan sintesis geopolimer berbahan dasar PT SEMEN GRESIK untuk mengamobilisasi logam berat Pb sehingga diharapkan

logam berat yang tekandung dalam abu layang tidak mencemari lingkungan. Ketahanan logam berat Pb dalam geopolimer yang telah disintesis ditentukan dengan proses leaching. Semakin sedikit logam berat yang terleaching maka geopolimer mengamobilisasi logam berat dengan baik.

2. Metode Penelitian

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah cetakan silinder plastik dengan diameter 2,8 cm dan tinggi 4,2 cm, pengaduk (mixer), oven, neraca analitik, hot plate dengan stirer dan peralatan plastik (beaker polipropilen, botol dan pengaduk plastik), mesin penguji kuat tekan (Universal Testing Machine), SEM (Scanning Electron Microscopy ), XRF (X-Ray Fluorescence), ICP-AES (Inductively Coupled Plasma-Atomic Emmision Spectroscopy) dan XRD (X-Ray Diffraction).

2.1.2 Bahan

Bahan - bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain abu layang yang berasal dari PT SEMEN GRESIK, natrium hidroksida pelet (NaOH 99% MERCK), natrium silikat (Na2SiO3) teknis, akuademineralisasi, aluminium hidroksida (Al(OH)3 p.a. MERCK), Pb(NO3)2, asam asetat (CH3COOH p.a. MERCK), dan HNO3 p.a. MERCK.

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Karakterisasi Bahan Awal Abu layang yang berasal dari Semen Gresik Jawa

Timur diayak dengan ayakan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam. Selanjutnya dianalisa komposisi kimia abu layang menggunakan XRF, dan dianalisa mengunakan XRD untuk mengetahui fase mineral abu layang. Natrium silikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium silikat teknis. Oleh karena itu, perlu dianalisa komposisi kimianya dan perlu diketahui apakah terkandung logam berat Pb, karena adanya logam Pb dapat mempengaruhi perhitungan leaching. Analisis kandungan logam Pb dilakukan dengan menggunakan XRF.

2.2.2 Pembuatan Larutan Alkalin

Larutan alkalin dibuat dengan melarutkan NaOH dengan akuademineralisasi kemudian didiamkan sampai reaksi eksoter-mis larutan NaOH berhenti (minimal 24 jam). Larutan NaOH yang telah didiamkan, kemudian ditambahkan natrium silikat dan diaduk secara merata (van Jaarsveld dkk., 2003 dan Duxson 2007). Aluminium hidroksida ditambahkan untuk memenuhi rasio SiO2 /Al2O3 yang dikehendaki. 2.2.3 Sintesis Geopolimer

Pembuatan pelet gepolimer dilakukan dengan cara abu layang dicampur dengan larutan alkalin sesuai dengan komposisi pada Tabel 3.2. Komposisi bahan dalam sintesis geopolimer ditentukan dengan variasi rasio mol SiO2/Al2O3 antara 7,5 – 3,00. Campuran lalu diaduk hingga homogen dengan pengaduk plastik sehingga terbentuk pasta dengan perbandingan solid/liquid 1,4. Pengadukan

awal dilakukan dengan tangan selama 30 detik, kemudian menggunakan mixer selama 5 menit. Pasta tersebut dituang ke cetakan silinder plastik yang telah diolesi vaselin dengan diameter 2,8 cm dan tinggi 4,2 cm. Penuangan dilakukan bertahap dan divibrasi selama 15 menit. Pelet didiamkan sampai mengering dan dapat dilepaskan dari cetakan (selama 1 hari). Pelet yang sudah dapat dilepaskan dari cetakan, kemudian ditempatkan dalam kantong plastik, kemudian didiamkan pada suhu ruangan selama 1 hari, setelah itu pelet yang masih terbungkus plastik tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 60C selama 24 jam lalu disimpan selama 28 hari. Geopolimer selanjutnya dikarakterisasi.

Tabel 2.1 Komposisi Bahan Awal Sinesis Geopolimer

Berbahan Dasar Abu Layang Tipe F SEMEN GRESIK

SiO2/ Al2O3

Abu Layang

(g)

Na-silikat (g)

NaOH (g)

Al(OH)3 (g)

H2O (g)

3,00 56,1 15 8 3,544 12,085 3,25 56,1 15 8 3,073 11,808 3,50 56,1 15 8 2,669 11,570 3,75 56,1 15 8 2,319 11,364 4,00 56,1 15 8 2,013 11,184 4,25 56,1 15 8 1,742 11,025 4,50 56,16 15 8 1,502 10,884 5,00 56,1 15 8 1,094 10,644 6,00 56,1 15 8 0,481 10,283 7,50 56,1 15 8 0,000 9,923

2.2.4 Uji Leaching

Sampel geopolimer yang disintesis yang telah diuji kuat tekan, kemudian diuji leaching dengan larutan asam asetat (CH3COOH) pada pH 2,88 – 3 (Yunsheng, dkk, 2007) yang diasamkan dengan HNO3. Larutan asam asetat yang digunakan untuk uji leaching dibuat dengan cara melarutkan 1,23 mL asam asetat glacial ke dalam 1000 mL aquademineralisasi (Fernandes dkk., 2005). Perosedur uji leaching yaitu geopolimer yang telah diuji kuat tekan, ditimbang 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100 mL larutan asam asetat. Uji leaching dilakukan dengan pengadukan menggunakan stirer magnetik. Larutan leachate diambil sebanyak 10 mL pada saat 1 jam, 4 jam, 16 jam, dan 25 jam. Larutan leachate disaring dengan kertas saring. Konsentrasi logam berat Pb2+ yang terlarut dalam filtrat dianalisis dengan menggunakan alat ICP-OES.

2.3 Karakterisasi Geopolimer

2.3.1 Analisis Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Sifat mekanik dari geopolimer dapat dipelajari salah

satunya dengan diukur kuat tekan yang menggunakan alat penguji kuat tekan (Universal Testing Machine) yang berada di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Surabaya. Pengukuran kuat tekan ini dilakukan pada geopolimer yang sudah berumur 28 hari. Pelet yang diuji berbentuk silinder dengan diameter 2,8 cm dan tinggi 4,2 cm. Geopolimer yang akan diuji diberikan gaya tekan sejumlah tertentu sampai geopolimer pecah dan hancur.

Setiap pengukuran geopolimer untuk semua variasi diulangi 3 kali agar didapatkan kuat tekan rata-rata. 2.3.2 Analisis Fasa dengan XRD

Analisis fasa dilakukan pada pellet geopolimer yang memiliki kuat tekan tertinggi untuk masing-masing metode sintesis. Analisis ini menggunakan alat difraktogram sinar-X (XRD) merk Phillip tipe X’Pert MPD di Laboratorium XRD Research Center LPPM ITS Surabaya. Analisis ini menggunakan sudut difraksi (2θ) 5-70o. Hasil analisis berupa intensitas dan sudut difraksi (2θ), lalu dikarakterisasi jenis mineralnya dengan cara mencocokkan sudut difraksi dengan pola difraktogram standar pada database Software Expert Graphic and Identify dengan metode Search and Match (Pratapa dan Jurdin, 2005).

2.3.3 Analisis Morfologi dengan SEM

Mikrostruktur geopolimer dianalisis menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) merk ZEISS di laboratorium Energi dan Rekayasa ITS Surabaya. Sampel yang diuji adalah geopolimer dengan variasi rasio mol SiO2/Al2O3= 4,50 dan rasio mol SiO2/Al2O3=5,00. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui adanya retakan dan pori pada sampel geopolimer. Setelah dilakukan karakterisasi mikro-struktur kemudian dilihat sebaran logamnya dengan EDX.

Pada tahap persiapannya, sampel geopolimer diambil sebanyak 0,1 gram dan diletakkan pada cawan holder kemudian dilakukan coating atau pelapisan emas dalam kondisi vakum pada permukaan yang sudah halus. Selanjutnya dianalisis struktur mikronya dengan SEM.

3.Hasil dan Diskusi

Pada penelitian ini dilakukan sintesis geopolimer dari abu layang SEMEN GRESIK. Penelitian ini diawali dengan analisis komposisis dan kandungan kimia abu layang SEMEN GRESIK dan natrium silikat. Geopolimer hasil síntesis dianalisis sifat mekaniknya dengan uji kuat tekan, karakterisasi struktur dengan menggunakan difraktogram sinar-X (XRD) dan Scanning Electron Microscope (SEM). Amobilisasi logam berat Pb pada geopolimer diamati dengan menggunakan metode leaching dalam larutan asam asetat.

3.1 Karakterisasi Bahan Awal

3.1.1 Karakterisasi Abu Layang Abu layang yang berasal dari Semen Gresik Jawa

Timur diayak dengan ayakan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam. Selanjutnya dianalisa komposisi kimia abu layang menggunakan XRF, dan dianalisa mengunakan XRD untuk mengetahui fase mineral abu layang. Natrium silikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium silikat teknis. Oleh karena itu, perlu dianalisa komposisi kimianya dan perlu diketahui apakah terkandung logam berat Pb, karena adanya logam Pb dapat mempengaruhi perhitungan leaching. Analisis kandungan logam Pb dilakukan dengan menggunakan XRF. Komposisi kimia abu layang tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komposisi Kimia Abu Layang PLTU Suralaya dengan Alat X-Ray Fluorescence (XRF)

komponen persen massa

Komponen persen massa

Al2O3 4,6 Cao 25,2 SiO2 16,8 TiO2 1,87 P2O5 0,50 V2O5 0,096 SO3 1,11 Cr2O3 0,053 K2O 1,94 MnO 0,36 Fe2O3 41,7 Cu 0,090 ZnO 0,12 MoO 0,8 BaO 0,68 PbO 4,6

3.1.3 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan memvariasi berat abu layang (bahan padat atau solid) yang ditambahkan, sedangkan jumlah Natrium Silikat, NaOH dan H2O dibuat tetap seperti ditampilkan pada Tabel 3.1. Variasi komposisi abu layang ini akan menghasilkan rasio mol SiO2/Al2O3 yang berbeda.

Variasi S/L (rasio berat bahan padat/cair) dilakukan pada komposisi S/L=1,75kemudian memvariasi S/L turun yaitu sampai S/L 1,15. Batas variasi S/L turun adalah sampai campuran abu layang, Natrium Silikat, NaOH, dan H2O menghasilkan pasta yang tidak dapat dicetak lagi karena terlalu kental maupun terlalu encer. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan pembuatan geopolimer dari larutan alkalin yang dicampur abu layang. Pembuatan larutan alkalin sendiri dilakukan dengan melarutkan NaOH dengan aqua demineralisasi sesuai komposisi pada Tabel 3.1, kemudian didiamkan sampai reaksi eksotermis larutan NaOH berhenti (minimal 24 jam). Larutan NaOH yang telah didiamkan, kemudian ditambahkan natrium silikat dan diaduk secara merata (van Jaarsveld dkk., 2003 dan Duxson 2007). Pembuatan pellet geopolimer pada penelitian pendahuluan yaitu dengan cara abu layang dicampur dengan larutan alkalin. Campuran lalu diaduk hingga homogen sehingga terbentuk pasta. Pengadukan awal dilakukan dengan tangan menggunakan pengaduk plastik selama 30 detik, kemudian menggunakan mixer selama 5 menit. Pasta tersebut dituang ke cetakan silinder plastik yang telah diolesi vaselin dengan tinggi 4,2 cm dan berdiameter 2,8 cm dan divibrasi selama 15 menit agar lebih padat dan untuk mengurangi gelembung udara (Duxson dkk., 2005). Pasta dilepaskan dari cetakan saat pasta sudah mengental dan mengeras (selama 1 hari). Hasil pencetakan ini disebut pellet atau benda uji. Pellet yang sudah dapat dilepaskan dari cetakan,kemudian dimasukkan dalam kantong plastik untuk mengurangi hilangnya air secara tiba-tiba didiamkan pada suhu ruangan selama 1 hari,. Pellet ini kemudian disimpan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60C dan diuji kuat tekan pada umur 28 hari.

Rasio S/L dengan kuat tekan paling besar (optimum) kemudian dijadikan sebagai standar dalam penentuan komposisi geopolimer yang dibuat.

Tabel 3.1 Variasi Komposisi S/L pada Penelitian Pendahuluan

Solid/liquid

Berat Abu Layang

Berat NaOH

Berat H2O

Berat Na Silikat

1,1 37,9 8 10 15

1,3 42,9 8 10 15

1,4 47,8 8 10 15

1,6 52,8 8 10 15

1,7 56,1 8 10 15

Sumber : Data analisis XRF

Berdasarkan ASTM C 618, abu layang digolongkan menjadi dua kelas, yaitu abu layang kelas C dan abu layang kelas F. Perbedaan tersebut didasarkan pada kandungan kalsium, silika, alumina dan besi dalam abu layang (ASTM C 618, 1994). Abu layang PLTU Suralaya memiliki kandungan total SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 87.1% atau lebih dari 70%., sedangkan kandungan CaO sebesar 7,63% atau kurang dari 10% sehingga dapat digolongkan abu layang tipe F.

Komponen oksida yang terkandung dalam abu layang sangat mempengaruhi hasil síntesis geopolimer. Senyawa oksida yang paling penting dalam geopolimerisasi adalah SiO2 dan Al2O3. SiO2 diperlukan untuk inisisasi pembentukan oligomer dan polikondensasi silikat yang dapat meningkatkan efisiensi geopolimerisasi (Panias dkk., 2007), sedangkan Al2O3 berperan dalam pembentukan awal inti geopolimer karena Al2O3 adalah sebagai penghubung antar oligomer silikat yang akan membentuk struktur tiga dimensi (Rees dkk., 2007).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

0

50

100

150

200

250

300

Q QQ

Q MM

MM

MM

Q

Inte

nsita

s (cp

s)

2

M

Q

SO

G

Gambar 3.1 Difraktogram Abu Layang SEMEN GRESIK

Kereaktifan abu layang sebagai sumber Si dan Al sangat penting untuk diketahui karena tidak semua Si dan Al pada abu layang dapat larut sempurna dalam larutan alkalin (Xu dan Van Deventer 2002). Silika dan Alumina dalam fasa amorf diyakini lebih reaktif dan kelarutannya dalam larutan alkalin lebih besar sehingga proses geopolimerisasi yang terjadi juga semakin cepat dan efektif. Oleh karena itu, abu layang perlu dianalisis fasa dan kandungan mineral dengan menggunakan difraktogram

sinar-X (XRD). Difraktogram yang dihasilkan (Gamabar 3.1) memperlihatkan bahwa abu layang PLTU Suralaya berfasa amorf dengan quartz dan mullite sebagai mineral utama. Mullite dan quartz yang terkandung dalam abu layang merupakan sumber utama silika dan alumina (Querol dkk., 2002). Mullite tersusun atas 27,8% SiO2 dan 71,5% Al2O3, sedangkan quartz mengandung lebih dari 99% SiO2. Fasa amorf pada abu layang ditunjukkan dengan adanya gundukan (hump) yang lebar pada 2θ antara 13 sampai 35o.

3.1.4 Karakterisasi Natrium Silikat (Na2SiO3) Natrium silikat yang digunakan pada penelitian

ini adalah natrium silikat teknis sehingga perlu dianalisis komposisi penyusunnya. Analisis awal natrium silikat diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspitasari (2010) dengan metode AAS dan diketahui kandungan SiO2 dan Na2O, sedangkan pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan logam Pb yang mungkin terkandung dalam natrium silikat dengan XRF. Adanya logam berat Pb dalam natrium silikat harus diperhitungkan pada proses leaching geopolimer. Komposisi kimia natrium silikat ditunjukkan pada Tabel 3.2. Banyaknya kandungan silikat dalam natrium silikat dapat menaikkan kuat tekan geopolimer (Panias dkk., 2007)

Tabel 3.2 Komposisi Kimia Na Silikat Teknis

hasil Analisis XRF

3.1.5. Pembuatan Larutan Alkalin

Pada pembuatan larutan alkalin menggunakan larutan NaOH yang memiliki konsentrasi tinggi yang dapat melarutkan gelas sehingga digunakan wadah penyimpanan yang terbuat dari palstik. Larutan NaOH yang telah didiamkan selama 24 jam dicampurkan dengan natrium silikat (Van Jaarsveld dkk., 2003 dan Duxson 2007). Pellet NaOH yang digunakan mempunyai kemurnian sekitar 99%. Larutan NaOH yang telah dibuat harus disimpan dalam wadah tertutup, hal ini dikarenakan NaOH dapat terkontaminasi oleh Karbondioksida (CO2) dari udara yang bersifat asam, sehingga dapat menurunkan pH NaOH (Windholtz, 1976).

Penggunaan larutan NaOH pada pembuatan larutan alkalin dalam reaksi geopolimerisasi yaitu, untuk pelepasan (leaching) Si dan Al pada permukaan partikel abu layang. Ion hidroksida dalam NaOH mengaktifkan Si dan Al dari permukaan partikel abu layang sehingga terbentuk monomer-monomer. Natrium silikat sebagai penambah silikat yang bereaksi, sedangkan adanya aquademineralisasi dapat meningkatkan workability yaitu kemudahan suatu campuran untuk dikerjakan, dibentuk dan dicetak pada geopolimer (Alfiah, 2008). Penambahan aluminium hidroksida (Al(OH)3) pada larutan alkalin dikarenakan Al(OH)3 merupakan zat yang mudah larut

dalam basa (Swaddle, 2001). Abu layang yang digunakan pada sintesis geopolimer dibuat dengan komposisi yang sama untuk menjaga kekonstanan Na2O dan SiO2. 3.2. Sintesis Geopolimer

Geopolimer diperoleh dari reaksi polimerisasi antara larutan alkali silikat dengan material yang mengandung mineral aluminosilikat (Davidovits, 1991). Rasio berat padat/cair yang digunakan pada sintesis geopolimer dikonstankan untuk semua komposisi yaitu 1,7 yang diturunkan samapai 1,15. Rasio berat ini diperoleh pada penelitian pendahuluan yang hasilnya didapat pada table 4.3

Solid/ liquid

I

(kN/m2) II (kN/m2) III

(kN/m2)

Rata-

rata(kN/m2)

1,15 26,751x103 28,662x103 29,140x103 28,184x103

1,3 21,974x103 35,828x103 19,267x103 31,103x103

1,4 35,550x103 36,703x103 16,242x103 29,498x103

1,6 28,025x103 46,019x103 23,566x103 32,536x103

1,7 40,605x103 36,703x103 55,891x103 44,399x103

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.3,

maka rasio solid/liquid 1,7 adalah yang dipilih karena pasta yang terbentuk memiliki kuat tekan yang paling tinggi. Pada setiap komposisi dibuat pada konsistensi solid/liquid dan rasio SiO2/Na2O yang seragam, agar hanya variasi rasio SiO2/Na2O yang teramati. Pasta geopolimer yang terbentuk dari pencampuran abu layang dan larutan alkalin, awalnya diaduk dengan tangan selama 30 detik, kemudian diteruskan pengadukan menggunakan mixer sampai 5 menit agar benar-benar homogen. Pasta yang terbentuk dituang ke cetakan silinder dengan tinggi 4,2 cm dan diameter 2,8 cm yang sebelumnya sudah diolesi dengan vaselin agar pellet geopolimer mudah dilepaskan dari cetakan dan meminimalisir retakan yang dapat terjadi. Penuangan dilakukan bertahap dan divibrasi selama 15 menit untuk mengurangi gelembung udara yang terjebak (Duxson dkk, 2007). Vibrasi ini penting dilakukan karena akan mempengaruhi kuat tekan geopolimer. Pellet yang telah divibrasi dalam cetakan, didiamkan sampai mengering dan dapat dilepaskan dari cetakan selama 24 jam sebagai delay time (waktu tunggu sebelum dioven). Waktu tunggu geopolimer berbahan dasar abu layang dapat meningkatkan kuat tekan (Bakharev, 2005). Pellet yang sudah dilepaskan dari cetakan kemudian diletakkan dalam loyang dan ditutup plastik agar kandungan airnya tidak hilang secara tiba-tiba. Hilangnya kandungan air yang tiba-tiba dapat menyebabkan keretakan pada geopolimer. Pellet yang masih terbungkus plastik tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 60C selama 24 jam sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Hardjito dkk, 2004). Pemanasan ini dilakukan untuk membantu geopolimerisasi dalam hal proses pematangan geopolimer yang biasa dikenal sebagai proses temperature curing. Menurut Chindaprasit, dkk (2006), kenaikan temperature curing dari 30-75C dapat meningkatkan kuat tekan geopolimer. Tetapi saat mencapai temperatur 90C, kuat tekan akan menurun. Geopolimer dengan ukuran sisi 50 mm (kubus) mempunyai temperature curing yang optimum pada 60C karena geopolimer dengan

Komponen Persen

Massa (%)

SiO2 19,16 Na2O 37,99 H2O 28,07

Komponen lain 14,78

ukuran tersebut rentan terhadap panas (Swanopoel, 2002). Bentuk pellet yang telah jadi dapat dilihat pada gambar 4.2.

3.3 Analisis Sifat Mekanik (Kuat Tekan)

Kualitas geopolimer dapat ditentukan dari sifat mekaniknya yaitu kuat tekan dengan menggunakan alat penguji kuat tekan (Universal Testing Machine). Data yang diperoleh dari uji kuat tekan berupa massa beban yang dapat ditanggung oleh sebuah geopolimer dengan satuan kilogram force (Kg.f). Pengukuran kuat tekan dilakukan pada geopolimer barumur 28 hari, karena pada umur 28 hari reaksi geopolimerisasi tidak menunjukkan perkembangan kekuatan yang signifikan (Hardjito dkk., 2004). Geopolimer yang diuji berbentuk silinder dengan diameter 2,8 cm dan tinggi 4,2 cm. Kuat tekan masing – masing geopolimer diuji dengan 3 sampel sehingga diperoleh nilai kuat tekan rata – rata. 3.4 Pengaruh Variasi Mol SiO2/Al2O3 terhadap Kuat

Tekan Kuat tekan geopolimer yang dipengaruhi oleh

variasi mol SiO2/Al2O3 ditunjukkan pada Tabel 4.4. Secara grafik, pengaruh rasio mol SiO2/Al2O3 tiap pelet geopolimer terhadap kuat tekannya dapat dilihat pada Gambar 4.3. Kekuatan geopolimer akan naik dengan meningkatnya rasio SiO2/Al2O3 sebelum turun kembali setelah mencapai parameter nilai tertentu. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sintesis geopolimer dengan bahan dasar abu layang memiliki kuat tekan tertinggi sebesar 50,817x103 kN/m2 pada rasio mol SiO2/Al2O3 = 4,50 dan kuat tekan terendah sebesar 23,460x103 kN/m2

pada rasio mol SiO2/Al2O3 = 5,00.

Tabel 4.4 Kuat Tekan Geopolimer berbagai Variasi Mol SiO2/ Al2O3

SiO2/Al2O3

Kuat Tekan (kN/m2)

Kuat Tekan

Rata-rata (kN/m2) I II III

3,00 53,182x103 51,592x103 35,668x103 46,814x103 3,25 35,350x103 47,133x103 48,726x103 43,736x103 3,50 32,484x103 29,936x103 31,528x103 31,316x103 3,75 29,299x103 37,579x103 38,216x103 35,031x103 4,00 37,261x103 20,382x103 55,732x103 37,791x103 4,25 41,719x103 42,038x103 34,076x103 39,277x103 4,50 52,547x103 43,949x103 55,955x103 50,817x103 5,00 35,031x103 15,923x103 19,426x103 23,460x103 6,00 40,764x103 36,305x103 14,649x103 30,572x103 7,50 33,439x103 48,407x103 25,159x103 35,668x103

Kuat tekan geopolimer dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengaruh masa simpan, parameter reaktan seperti SiO2, Na2O dan H2O, jenis dan kualitas abu layang serta proses pematangannya (Panias dkk., 2007). Abu layang sebagai limbah pembakaran batubara bersifat heterogen, tidak hanya mengandung oksida silika dan oksida alumina saja, tetapi juga mengandung oksida – oksida lain yang menyebabkan sulitnya mengendaikan homogenitas pasta geopolimer. Homogenitas geopolimer dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, luas permukaan dan adanya oksida – oksida lain sehingga pellet geopolimer dengan komposisi yang sama memiliki nilai kuat tekan yang berbeda (Alfiah, 2008). Hal ini sesuai dengan Tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa pada rasio mol SiO2/Al2O3 yang sama (sampel I, II dan III) diperoleh kuat tekan yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa nilai kuat tekan mencapai maksimum pada rasio mol SiO2/Al2O3= 4,50. Duxson dkk (2005) menyebutkan bahwa tingginya rasio mol SiO2/Al2O3 dapat memberikan pengaruh positif terhadap kuat tekan. Meskipun demikian, sampai batas tertentu rasio mol SiO2/Al2O3 yang sangat tinggi akan menyebabkan penurunan nilai kuat tekan karena adanya Si yang tidak bereaksi membentuk cacat (defect) yang menurunkan kuat tekan.

Variasi rasio mol SiO2/Al2O3 dibuat dengan menambahkan Al(OH)3 sebagai sumber Al

3+, sehingga

semakin besar rasio mol SiO2/Al2O3 semakin sedikit Al2O3

yang diperlukan. Semakin banyak Al(OH)3 yang ditambahkan untuk menurunkan rasio mol SiO2/Al2O3, geopolimer yang dihasilkan mengalami kenaikan kuat tekan hingga mencapai maksimum pada rasio mol SiO2/Al2O3 = 4,50 kemudian menurun kembali dengan semakin banyak Al(OH)3 yang ditambahkan. Aluminium hidroksida yang larut dalam basa, akan menambah aluminat (Al

3+) yang reaktif sehingga akan menyediakan

lebih banyak monomer aluminat untuk dapat bereaksi dengan monomer silikat dan reaksi kondensasi lebih banyak terjadi antara monomer aluminat dan silikat pada keadaan monomer silikat konstan. Penambahan Al(OH)3 yang semakin banyak, menyebabkan terjadinya penurunan kuat tekan karena ada sisa Al(OH)3 yang tidak bereaksi dengan silikat, dan pada penambahan Al(OH)3 yang sedikit (SiO2/Al2O3 > 4,50) kuat tekan juga menurun karena jumlah aluminat tidak cukup bereaksi dengan silikat yang konstan sehingga terjadi sisa SiO2 yang tidak bereaksi.

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.010000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

55000

60000

Ku

at

Tek

an

(k

N/m

2)

Rasio Mol SiO2/Al2O3

Kuat Tekan Rata - Rata

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan geopolimer berbagai variasi mol SiO2/Al2O3

4.4. Analisis Fasa dengan XRD

Fasa kristal dan fasa amorf dari geopolimer yang telah disintesis dianalisis dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Analisis XRD dilakukan pada geopolimer yang berumur 28 hari, dengan hasil kuat tekan tertinggi dan terendah pada sintesis geopolimer. Fasa kristal dari pola difraksi dapat dilihat dengan adanya puncak – puncak difraksi yang tajam (intesitas tinggi), sedangkan fasa amorf ditandai dengan terbentuknya gundukan (hump) dengan intensitas yang tidak teratur (Pratapa dan Jurdin, 2005). Difaktogram hasil anaalisis XRD ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Difraktogram XRD Geopolimer (a) = Abu

Layang murni (b) SiO2/Al2O3 = 4,50 (c) SiO2/Al2O3 = 5,00

Geopolimer dapat dikaitkan dengan peningkatan

amorf (hump) pada 2θ antra 20° - 40° (Phair dan van Deventer, 2002). Gambar 4.5 menunjukkan adanya perbedaan dengan difraktogram abu layang, yaitu adanya pergeseran gundukan (hump) pada 2θ = 13-37° pada abu layang (Gambar 4.1) menjadi sekitar 2θ = 15-40° pada geopolimer. Pergeseran gundukan ini terjadi karena pembentukan matriks geopolimer berupa fasa amorf alumino-silikat yang baru akibat pelarutan fasa amorf abu layang dalam larutan alkali. Adanya puncak yang semakin melebar dan intensitas background menunjukkan adanya struktur yang lebih tidak teratur atau amorf (Kakali dkk.,

2001). Menurut Panias dkk. (2007), adanya fasa kristalin pada hasil sintesis geopolimer dari abu layang menunjukkan masih adanya sisa reaktan yang tidak larut dan tersisa pada geopolimer.

Hal ini mungkin terjadi karena kation logam berat Pb2+ teramobilisasi secara fisika yaitu sebagai penyeimbang muatan pada geopolimer. Geopolimer dengan bahan dasar abu layang mengandung rantai Si-O-Al dengan SiO4 dan AlO4 terikat secara tetrahedral yang tersambung secara bergantian menggunakan semua atom oksigennya. Fakta bahwa atom Al berikatan dengan 4 atom O, membuat ketidakseimbangan muatan negatif dalam struktur geopolimer. Oleh karena itu, kehadiran kation-kation seperti Na+ berperan penting untuk dapat mempertahankan kenetralan muatan di dalam matriks geopolimer tersebut (Xu dan Van Deventer, 1999). Dengan adanya kation Pb2+ dalam geopolimer, maka kation Pb2+ dapat menggantikan Na+ sebagai penyeimbang muatan, ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Ikatan yang Terjadi dalam

Geopolimer

4.5 Analisis Morfologi dengan SEM Analisis morfologi geopolimer pada skala mikro

dapat diamati dengan menggunakan alat Scanning Electron Micros-cope (SEM) yang ada di Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa ITS Surabaya. Analisis ini difokuskan pada pengamatan kehomogenan, kepadatan, kekompakan, terbentunya pori dan retakan (microcracks dan fracture surface) serta sebaran logam berat Pb pada geopolimer. Sampel yang diuji adalah geopolimer dengan SiO2/Al2O3=4,50 dan SiO2/Al2O3=5,00 Gambar 4.8 dan 4.9 menunjukkan struktur mikro geopolimer.

Si

O

O

Al

Al

OH

OH

HO

HO

HO

OH

OHHO

Na

Na

Pb2+

Si

O

O

Al

Al

OH

OH

HO

HO

HO

OH

OHHO

Pb

(a)

(b)

Gambar 4.6 Mikograf SEM Geopolimer (a) Geopolimer pada SiO2/Al2O3=4,50 (b) Geopolimer pada SiO2/Al2O3=3,75

Keterangan : a. Retakan (microcrack) b. Abu layang yang tidak bereaksi c. Matrik geopolimer d. Pori

Gambar 4.6 adalah mikrograf SEM geopolimer pada

SiO2/Al2O3=5,00 menunjukkan adanya butiran (granule) yang mendominasi dan terlihat bahwa antar butiran tidak terikat satu sama lain, sehingga menimbulkan struktur yang tidak kompak, tidak homogen dan kurang padat. Struktur yang seperti ini sangat tidak menguntungkan karena menyebabkan rendahnya kuat tekan. Hal ini dibuktikan dengan nilai kuat tekan pada geopolimer pada rasio mol SiO2/Al2O3= 5,00 (23,460x103 kN/m2) lebih rendah dari geopolimer pada rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 (50,817x103 kN/m2). Struktur butiran ini dikarenakan jumlah Al(OH)3 yang ditambah-kan pada saat sintesis cukup banyak yang menyebabkan sisa mol Al2O3 sehingga jumlah monomer silikat tidak cukup untuk membentuk rantai aluminosilikat yang kuat.

Mikrograf SEM geopolimer pada SiO2/Al2O3=4,50 (Gambar 4.6) terlihat struktur yang lebih homogen, lebih kompak dan padat bila dibandingkan dengan SiO2/Al2O3=5,00 meskipun tampak adanya pori, retakan (microcrack) dan abu layang yang tidak bereaksi. Adanya partikel abu layang yang tidak bereaksi karena pelarutan abu layang dalam larutan alkali yang tidak sempurna, sedangkan pori dan retakan bisa terbentuk karena pada proses curing sangat mungkin terjadi pelepasan H2O. Partikel abu layang yang tidak bereaksi pada jumlah yang dapat ditoleransi juga dapat bertindak sebagai bahan pengisi (filler) pada matriks geopolimer sehingga fungsinya dapat dianalogkan seperti agregat yang memperkuat matriks pada beton (Komnitas dan Zaharaki, 2007).

4.6 Sebaran Logam Berat Pb Distribusi logam berat Pb pada geopolimer

ditunjukkan pada Gambar 4.7 a dan Gambar 4.7 b Distribusi kation pada gambar tersebut diwakili oleh

kecerahan pada gambar. Gambar 4.7 b terlihat bahwa distribusi logam berat Pb lebih baik bila dibandingkan dengan Gambar 4.7 a yang ditunjukkan dengan lebih

meratanya intensitas atau kecerahan gambar pada mapping logam berat Pb. Hal ini menunjukkan bahwa pada geopolimer pada SiO2/Al2O3=4.50 logam berat Pb lebih

banyak ditemukan sehingga kemungkinan menghasilkan penyebaran logam berat Pb yang lebih optimum.

a

d

a

d

c

b

c

c a

(

(

a

)

a

)

(a)

(b)

Gambar 4.7 Hasil SEM EDX Geopolimer (a) Rasio Mol SiO2/Al2O3=5,00 (b) Rasio Mol SiO2/Al2O3= 4,50

Gambar 4.7 (a) terlihat bahwa distribusi logam

berat Pb lebih merata karena pada konsentrasi logam berat Pb yang lebih tinggi, logam berat Pb akan terenkapsulasi dengan baik pada matriks geopolimer sehingga logam berat Pb akan lebih sulit terleaching.

Pada Gambar 4.7 (b) intensitas pada geopolimer

lebih banyak berwarna gelap yang menunjukkan konsentrasi logam berat Pb lebih sedikit karena pada konsentrasi kation logam berat Pb yang lebih tinggi, maka kelebihan logam berat Pb tidak lagi terenkapsulasi secara fisika pada matriks geopolimer, tetapi menyebar dipermukaan geopolimer sehingga lebih mudah terleaching. Fakta ini terbukti dengan hasil leaching logam berat Pb pada Tabel 4.5 yang menunjukkan bahwa geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=5,00 lebih tahan terhadap leaching dibandingkan dengan geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3= 4,50. 4.8 Leaching Geopolimer

Uji leaching merupakan metode yang tepat untuk menentukan efisiensi amobilisasi dari beberapa konsentrasi logam berat yang ditambahkan dalam geopolimer. Uji

leaching dilakukan dalam suasana asam organik (asam asetat) untuk mensimulasikan ketika abu layang atau geopolimer diletakkan pada lingkungan, dengan metode TCLP (Toxic Characteristic Leaching Procedure) yang dimodifikasi (Supriadi, 2010). Logam berat yang terleaching dianalisis konsentrasinya dengan menggunakan alat ICP-OES. Perhitungan hasil leaching logam berat Pb ditunjukkan pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Tabel hasil pengukuran konsentrasi

kation logam berat Pd2+ menggunakan ICP-OES

SiO2/ Al2O3

Jumlah mol

Kation Pb2+

(mmol)

Konsentrasi Leachate (ppm)

1 jam 4 jam 16 jam 25 jam

2,50 0,638 1,0699 0,996 1,0341 1,0122 2,50 0,641 0,6871 0,7050 1,0341 1,0797

Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa dalam sintesis geopolimer maka pada saat geopolimer dileaching Semakin lama waktu leaching, maka jumlah logam berat yang terleaching juga semakin banyak. Pada geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=5,00 menunjukkan bahwa logam berat yang terleaching lebih banyak bila dibandingkan dengan geopolimer dengan rasio mol

SiO2/Al2O3=4,50. Hal ini berarti logam berat Pb

diamobilisasi dengan baik pada geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 karena pada geopolimer ini

pengikatan logam berat yang baik yang diartikan logam berat Pb tidak mudah keluar dari struktur geopolimer sehingga lebih tahan terhadap leaching.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah geopolimer berbahan dasar abu layang SEMEN GRESIK di amobilisasi pada kuat tekan geopolimer tertinggi yaitu pada rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 sebesar 50,817x103 kN/m2 dan terendah pada rasio mol SiO2/Al2O3=5,00 sebesar 23,460x103 kN/m2 kuat tekan ini digunakan sebagai geopolimer standar. Geopolimer ini dapat digunakan untuk amobilisasi logam berat Pb. Uji leaching menunjukkan bahwa logam berat Pb teramobilisasi dengan baik pada geopolimer yang disintesis. Logam berat Pb yang terleaching pada geopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=4,50 pada pengambilan leachate 25 jam sebanyak 1,0797 ppm,

sedangkan gopolimer dengan rasio mol SiO2/Al2O3=5,00 logam berat Pb yang terleaching sebanyak 1,0122 ppm pada pengambilan leachate 25 jam.

Logam berat Pb2+ yang teramobilisasi dalam geopolimer merupakan spesies kationik, bukan dalam bentuk molekul karena pada analisis XRD tidak ditemukan fasa Pb3SiO5 yang memberikan puncak spesifik pada 2θ=29,10° dan 33,20°. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa geopolimer SiO2/Al2O3= 4,50 memiliki struktur yang lebih kompak dibandingkan geopolimer SiO2/Al2O3=5,00 yang didominasi butiran yang tidak terikat satu sama lain.

Ucapan Terima Kasih

1. Lukman Atmaja, Ph.D selaku dosen pembimbing atas dukungan, bimbingan dan motivasi yang diberikan

2. Dra. Yulfi Zetra, M.S, selaku coordinator tugas akhir

3. Kedua Orang Tua atas dukungan dan doanya 4. Semua pihak yang mendukung yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu hingga terselesainya penelitian ini

Daftar Pustaka

1. Alfiah, A., (2008), “Sintesis dan Karakterisasi Geopolimer dari Abu Layang PT. Semen Gresik”, Skripsi, Program Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

2. ASTM C 618, (1994), “Standard Specification for Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan For Use as Mineral Admixture in Portland Cement Concrete”, American Society for Testing and Materials, Annual Book of ASTM Standards, Vol. 04.02. West Conshohocken, Pennsylvania

3. Bakharev, T., (2005), “Geopolymeric Materials Prepared Using Class F Fly Ash and Elevated Temperature Curing”, Cement Concrete, Vol 35, hal. 1224 – 1232

4. Bankowski, P., Zou, L., dan Hodges, R., (2004), “Using Inorganic Polymer to Reduce Leach Rates of Metals from Brown Coal Fly Ash”, Minerals Engineering, Vol. 17, hal. 159-166

5. Blackford, M.G., Hanna, J., Pike, K. V., Vance, E. R., dan Perera, S. P., (2007), “Transmision Electron Microscopy and Nuclear Magnetic Resonance Studis of Geopolymers for Radioactive Waste Immobilization”, Journal of American Ceramic Society, Vol. 90, hal. 1192-1199

6. Chen,Q.Y., Tyrer, M., Hills, C.D., Yang, X. M.,dan Carey, P., (2008), “ Immobilisation of Heavy Metal in Cement-Based Solidification/Stabilization: A Review”, Waste Management, Vol 29, hal. 390-403

7. Davidovits, J., (1991), ”Geopolymers: Inorganic Polymeric New Materials”, Journal of Thermal Analysis, Vol. 37, hal. 633-1656

8. Davidovits, J., (1994), “Geopolymers: Man-made Rock Geosynthesis and The Resulting Development of Very Early High Strength Cement”, Journals of Materials and Cement, Vol. 16, hal. 91-139

9. Deja, J., (2002), “Immobilization of Cr6+, Cd2+, Zn2+ and Pb2+ in Alkalli Activted Slag Binder”, Cement and Concrete Research, Vol. 32, hal. 1971-1979

10. Duxson, P., Provis, J. I., Mallicoat, S. W., Lukey, G. C., Kriven, W. M., dan van Deventer, J. S. J., (2005), “Understanding the Relationship between Geopolymer Composition, Microstructure and Mechanical Properties”, Colloids and Surface, Vol. 269, hal. 47-58

11. Duxson, P., Mallicoat, S. W., Lukey, G. C., Kriven, W. M., dan van Deventer, J. S. J., (2007), “The Effect of Alkali and Si/Al Ratio on the Development of Mechanical Properties of Metakaolin-Based Geopolymers”, Colloid and Surface A : Physicochemistry. Engineering. Aspects, Vol.292, hal. 8-20

12. Ekawati, D., (2010), “Studi Perbandingan Sintesis Geopolimer Secara Normal dan Terpisah dari Abu Layang PLTU Suralaya”, Skripsi, Program Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

13. Fernandez-Jimenez, A. M., Macphee, D. E., Lachowsky, E. E., dan Palomo, A., (2005), “Immobilization of Cesium in Alkali Activated Fly Ash Matrix”, Journal of Nuclear Materials, Vol. 346, hal. 185-193

14. Hardjito, D., Wallah, S.E., Sumajouw, M.J., Rangan, B.V., (2004), “Factors Infuencing The Compressive Strength of Fly Ash-Based Geopolymer Concrete”, Dimensi Teknik Sipil, Vol. 6, No. 2, hal. 88-93

15. Kakali, G., Perraki, T., Tsivilis, S., dan Bodagiannis, E., (2001) “Thermal Treatment of Kaolin : The Effect of Mineralogy and Pozzolanic Activity “, Applied Clay Science, Vol. 20, hal. 73-80

16. Komnitas, K. dan Sanjayan, D., (2007), “Geopolimerisation : A Review Prospects for The Minerals Industry”, Mineral Engineering, Vol. 20, hal. 1261-1277

17. Lee, W. M., dan van Deventer, J. S. J., (2007), “Structural Reorganisation of Class F Fly Ash in Alkaline Silicate”, Colloids and Surface, Vol. 32, hal. 49-66

18. Milestone, N. B., (2006), “Reaction in Cement Encapsulated Nuclear Waste need for Tool Box of Different Cement Types”, Advance Application Ceramics, Vol. 105, hal.13-20

19. Palomo, A., dan Palacios, M., (2003), “Alkali-Activated Cementitious Materials: Alternative Matrice for the Immobilization of Hazardous Waste : Part II. Stabilization Chromium and Lead”. Cement and Concrete Research, Vol. 3, hal. 289-295

20. Panias, D., Giannopoulou, I. P., dan Perraki, T., (2007), “Effect of Synthesis Parameters on Mechanical Properties of Fly Ash-Based Geopolymers”. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspect, Vol. 301, hal. 246-254

21. Phair, J.W., dan van Deventer, J.S.J., (2002), “Effect of the Silicate Activator pH on the Microstructura Characteristics of Waste-Based Geopolymers”, Vol. 66, hal. 121–143

22. Pratapa, S., dan Jurdin, (2005), “Determination of Amorphous Phase Content in Ceramic Powder Mixtures : Model and Experimental Approaches”, Prosiding Seminar Keramik Nasional ke-4, Balai Keramik Bandung, 29 September 2005

23. Puspitasari, Y., (2010), “Sintesis dan Karakterisasi Geopolimer berdasarkan Variasi Rasio Mol SiO2/Al2O3 dari Abu Layang PLTU Suralaya”, Skripsi, Program Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

24. Querol, X., Moreno, N., Umana, J.C., Alastuey, A., Hernández, E., López-Soler, A., Plana, F., (2002), “Synthesis of Zeolites from Coal Fly ash: An Overview”, Int’l. J. of Coal Geology, Vol. 50, hal. 413-423

25. Rees, C.A., Provis, J.L., Van Deventer, J.S.J., dan Luckey, G.C., (2007), “The Mechanism of Geopolymer

Gel formation Investigated Through Seeded Nucleation”, Colloids and Surfaces A: Physicochemistry Engineering Aspects 318, hal. 97-105

26. Supriadi, W., (2010), “Amobilisasi Logam Berat Cd2+ dan Pb2+ dengan Geopolimer”, Tesis, Program Magister, Jurusan Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

27. Suyartono, (2004), ”Hidup dengan Batubara (Dari Kebijakan hingga Pemanfaatan)”, No: 001/IX/2001, ISBN: 979-96649-0-X

28. Van Jaarsveld, J.G.S., Van Deventer, J.S.J., dan Lukey, G. C., (2003), “The Characterization of Source Material in Fly Ash-Based Geopolymers”, Material Letters, Vol. 57, hal. 1272-1280

29. Weber, C.F.,dan Hunt, R.D., (2003), “Modelling Alkaline Silicate Solution at 25 °C”, Industrial Engineering Chemical Research, vol 26, hal. 6970-6976

30. Windholtz, M., (1976), “The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals and Drugs”, Merck & Co, Inc: USA

31. Xu, H., Van Deventer, J.S.J., (1999), “Geopolymerisation of Natural Alumino-silicates”, Proceedings of The 2nd International Conference on Geopolymer, France, hal 43-63

32. Xu, H., and Van Deventer, J.S.J, (2002), “Geopolymerisation of Multiple Minerals”, Mineral Engineering, Vol. 15, hal. 1131-1139

33. Yunsheng, Z., Wei, S., Qianli, C., dan Lin, C., (2007), “Synthesis and Heavy Metal Immobilization Behaviors of Slag Based Geopolymer”, Journal of Hazardous Material, Vol.143, hal. 206-213

34. Zhang J., Provis J. L., Feng D., S. J., Jannie, dan van Deventer, (2008), “ Geopolymers for Immobilization of Cr6+, Cd2+, and Pb2+”, Journal of Hazardous Material, Vol.157, hal.587-598