amastigot

58
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan suatu penyakit infeksi yang banyak menyebabkan masalah terutama di daerah yang beriklim tropis (Suparman, 2005). Menurut WHO, 300 - 500 juta penduduk di seluruh dunia terinfeksi malaria dan 1,5 – 2,7 juta penduduk meninggal dunia setiap tahunnya akibat terinfeksi malaria. Malaria termasuk masalah kesehatan di lebih dari 90 negara di dunia yang merupakan tempat tinggal bagi 2,4 miliar penduduk atau 40% dari populasi dunia (Jinning Lou, et al, 2001). Indonesia termasuk dalam negara endemis malaria (Umar Zein, 2005). Pada tahun 2006 tercatat 1.327.431 kasus malaria di Indonesia dan 84.214 diantaranya meninggal dunia (WHO, 2006). Walaupun program pemberantasan penyakit malaria sudah dilaksanakan sejak tahun 1959, namun hingga saat ini angka kesakitan dan kematian masih cukup tinggi (Umar Zein, 2005). Malaria adalah suatu penyakit protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang terinfeksi. Pada manusia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Kebanyakan kasus malaria yang

Upload: surya-wijaya

Post on 01-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

123

TRANSCRIPT

Page 1: amastigot

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi yang banyak menyebabkan

masalah terutama di daerah yang beriklim tropis (Suparman, 2005). Menurut

WHO, 300 - 500 juta penduduk di seluruh dunia terinfeksi malaria dan 1,5 – 2,7

juta penduduk meninggal dunia setiap tahunnya akibat terinfeksi malaria. Malaria

termasuk masalah kesehatan di lebih dari 90 negara di dunia yang merupakan

tempat tinggal bagi 2,4 miliar penduduk atau 40% dari populasi dunia (Jinning

Lou, et al, 2001). Indonesia termasuk dalam negara endemis malaria (Umar Zein,

2005). Pada tahun 2006 tercatat 1.327.431 kasus malaria di Indonesia dan 84.214

diantaranya meninggal dunia (WHO, 2006). Walaupun program pemberantasan

penyakit malaria sudah dilaksanakan sejak tahun 1959, namun hingga saat ini

angka kesakitan dan kematian masih cukup tinggi (Umar Zein, 2005).

Malaria adalah suatu penyakit protozoa dari genus plasmodium yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang terinfeksi. Pada manusia

terdapat empat spesies plasmodium, yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae,

dan P. ovale. Kebanyakan kasus malaria yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh

jenis P. falciparum dan selanjutnya P. vivax (Umar Zein, 2005).

Infeksi malaria pada masa kehamilan sangat merugikan baik bagi ibu dan

janin yang dikandung. Malaria lebih banyak menyerang wanita hamil daripada

wanita yang tidak hamil. Pada daerah geografis endemis Plasmodium falciparum

ditemukan angka serangan malaria 4 – 12 kali lebih besar pada wanita hamil. Hal

tersebut disebabkan wanita hamil berada dalam kondisi yang rentan. Malaria pada

ibu hamil dapat menyebabkan anemia, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal,

bahkan kematian. Sedangkan, pada janin dapat menyebabkan abortus, persalinan

prematur, berat badan lahir rendah (IUGR), serta kematian janin (Suparman,

2005).

Pengobatan terhadap malaria selama ini dilakukan dengan pemberian

klorokuin, kuinin, sulfadoksin-pirimetamin, antibiotik, turunan artemisin, dan obat

Page 2: amastigot

2

– obatan lainnya seperti halofantrin dan mefloquine. Dewasa ini sulit untuk

mendapatkan obat malaria yang ideal. Masalah pengobatan malaria yang dihadapi

oleh seluruh tenaga medis di dunia dewasa ini adalah resistensi Plasmodium

terhadap obat malaria. Obat – obatan seperti klorokuin dan sulfadoksin-

pirimetamin sudah tidak direkomendasikan lagi karena adanya resistensi global di

seluruh dunia (Brooks, et al., 2004). Di Indonesia pengobatan lini pertama untuk

infeksi malaria adalah artemisinin dan turunannya, namun di Kamboja telah

ditemukan resistensi terhadap artesunat, suatu turunan artemisinin (Republika

Online, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi adalah sebuah masalah

global dan diperlukan jalan keluar dengan ditemukannya alternatif pengobatan

baru. Selain itu, beberapa obat malaria seperti klorokuin, primakuin, dan quinine

dapat menyebabkan tuli kongenital pada janin yang dikandung (Helina, R., 2008).

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah salah satu jenis tanaman

semak tahunan yang berasal dari Brazil, Amerika Selatan. Indonesia adalah

penghasil kacang tanah urutan ke-5 terbesar di dunia setelah Cina, India, Nigeria,

dan Amerika dengan penghasilan 1,475,000 ton pada tahun 2008. Kacang tanah

banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Daunnya dimanfaatkan

untuk dikonsumsi, pakan ternak, atau pupuk hijau. Sementara itu, kulit kacang

sendiri dibuang dan dianggap sebagai limbah yang tidak bermanfaat (Consultative

Group on International Agricultural Research, 2004).

Pemanfaatan kulit kacang tanah (peanut hulls) memang masih kurang.

Kulit kacang tanah sebagai limbah industri hanya dimanfaatkan sebagai pakan

teknak dan pupuk padahal kulit kacang tanah mengandung luteolin, salah satu

jenis flavonoid, yang berfungsi sebagai antioksidan, pengurai radikal bebas,

antiinflamasi, dan modulator sistem imun (Wikipedia, 2009). Beberapa penelitian

membuktikan bahwa luteolin adalah antioksidan terbanyak yang terdapat di dalam

kulit kacang tanah (Maestri DM, et al., 2006). Menurut Scherf, et al., 2001,

luteolin dapat menghambat maturasi plasmodium pada sel darah merah yang

terinfeksi. Luteolin mencegah perkembangan parasit di atas fase tropozoit muda

sehingga parasit tidak dapat menyelesaikan siklus intraeritrositnya (Lehane and

Saliba, 2006).

Page 3: amastigot

3

Mengingat Indonesia masih termasuk daerah endemis malaria dan

rentannya infeksi malaria pada ibu hamil, masih diperlukan banyak usaha

preventif untuk menanggulangi penyakit tersebut. Di samping itu, kulit kacang

tanah termasuk limbah yang potensial untuk dijadikan sebagai obat malaria pada

saat kehamilan. Oleh karena itu, studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui

efek ekstrak kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dalam menghambat malaria

transplasental pada ibu hamil. Diharapkan nantinya studi pustaka ini dapat

membantu mengurangi masalah ibu hamil yang disebabkan oleh malaria dan

menambah nilai guna dari kulit kacang tanah sebagai obat untuk malaria

transplasental.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diajukan untuk menjawab

beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh ekstrak kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.)

dalam mencegah malaria transplasental pada ibu hamil?

2. Bagaimanakah cara pengggunaan ekstrak kulit kacang yang tepat dan be-

rapa dosis efektifnya?

1.3 Tujuan

Berdasarkan analisis rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak kulit kacang tanah (Arachis

hypogaea L.) dalam mencegah malaria transplasental pada ibu hamil

2. Mengetahui cara pengggunaan ekstrak kulit kacang dan dosis efektifnya

1.4 Manfaat Program

Manfaat yang dapat diperoeh dari studi pustaka ini adalah :

1. Manfaat Akademis

Menambah wawasan masyarakat bahwa sebenarnya kulit kacang tanah

(Arachis hypogaea L.) juga dapat dimanfaatkan sebagai obat antimalaria.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi dari kulit

kacang tanah (Arachis hypogaea L.) serta memberikan alternatif

pengobatan pada malaria terutama malaria transplasental.

Page 4: amastigot

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Etiologi

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh sporozoa genus

Plasmodium yang merupakan parasit intraseluler dengan salah satu habitat dalam

sel darah merah dan habitat lainnya dalam sel jaringan lain. Penularan ke manusia

terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina penghisap darah dari berbagai

spesies (Brooks, et al., 2004). Parasit malaria yang menginfeksi manusia

ditemukan empat spesies: Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,

Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale (Staf Pengajar Departemen FKUI

Jakarta, 2008).

2.1.2 Siklus Hidup

Sikus hidup Plasmodium spp. dapat dibagi menjadi dua, aseksual dan

seksual. Fase aseksual terjadi di dalam tubuh manusia dan fase seksual terjadi di

dalam tubuh nyamuk Anopheles betina. Fase aseksual dibagi menjadi dua, fase

pre-eritrosit dan fase eritrosit (Brooks, et al., 2004).

Semua Plasmodium spp. ditransmisikan oleh gigitan nyamuk Anopheles

betina. Pada saat nyamuk menggigit manusia, sporozoit yang berada di dalam

kelenjar ludah masuk melalui pembuluh darah. Sporozoit beredar dalam darah

dalam waktu yang singkat kemudian menginvasi hepatosit. Parasit berkembang di

dalam hepar antara 7-10 hari (fase pre-eritrosit). Setelah hepatosit ruptur maka

skizon akan lepas ke peredaran darah dan ribuan merozoit akan menginvasi

eritrosit. Pada P. vivax dan P. ovale, beberapa parasit akan dorman di dalam hepar

(hipnozoit) dan akan keluar sewaktu-waktu (setelah 2 tahun atau lebih

meninggalkan daerah endemik) untuk menyebabkan terjadinya relaps (Gillespie,

2001).

Fase eritrosit dimulai ketika merozoit mulai menginvasi eritrosit. Ketika

fase ini, merozoit berkembang di dalam eritrosit dan berkembang menjadi ring

form sampai menjadi tropozoit matur yang diikuti dengan skizogoni untuk

Page 5: amastigot

5

membentuk skizon. Tiap-tiap eritrosit yang terinfeksi mengandung 24-32

merozoit. Apabila eritrosit tersebut ruptur, maka merozoit akan lepas dan

menginvasi eritrosit lainnya (Gillespie, 2001).

Subpopulasi dari parasit akan berkembang menjadi gametosit yang akan

menginfeksi nyamuk yang menggigit dan memulai fase seksual di dalam

tubuhnya. Setelah masuk, gametosit akan berkembang menjadi bentuk laki-laki

dan perempuan (mikrogamet dan makrogamet). Kedua gamet tersebut bersatu dan

membentuk zigot. Zigot yang membesar akan masuk ke dalam midgut dan

berubah menjadi oocyst. Perkembangan parasit akan terus terjadi sampai oocyst

mengandung ribuan sporozoit. Pecahnya oocyst akan melepaskan sporozoit

tersebut ke kelenjar ludah dan akan masuk ke dalam tubuh manusia lagi apabila

terkena gigitan nyamuk (Gillespie, 2001). (gambar terlampir)

2.1.3 Plasmodium falciparum

P. falciparum merupakan salah satu dari empat macam spesies

Plasmodium yang menyerang manusia. P. falciparum paling banyak ditemukan di

daerah tropis, terutama Afrika. Infeksi dari spesies ini merupakan infeksi yang

paling mematikan dibandingkan ketiga spesies lainnya. Infeksi kronis juga dapat

menyebabkan anemia (Cross, 2004).

Klasifikasi P. falciparum adalah sebagai berikut (Cross, 2004):

Kingdom : Protista

Filum : Apicomplexa

Kelas : Aconoidasida

Ordo : Haemosporida

Famili : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

Spesies : Plasmodium falciparum

Sama seperti Plasmodium lainnya P. falciparum juga ditransmisikan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Siklus hidupnya pun

juga tak jauh berbeda dengan ketiga spesies lainnya. Akan tetapi terdapat sedikit

kekhususan yang terdapat pada P. falciparum. Pertama, P. falciparum tidak

memiliki bentuk hipnozoit sehingga tidak terdapat risiko rekuren. Kedua, P.

Page 6: amastigot

6

falciparum memungkinkan terjadinya double infection pada eritrosit terinfeksi

(pRBC) yaitu dalam satu pRBC memungkinkan adanya dua skizon. Ketiga, P.

falciparum memiliki suatu kekhususan yang hanya dimiliki olehnya, yaitu dia

dapat mengekspresikan PfEMP-1 (Plasmodium falciparum Erythrocyte Membran

Protein-1) pada pRBC yang menyebabkan pRBC dapat melekat pada endotel

organ dalam dan plasenta. Hal itulah yang menyebabkan sulitnya eradikasi parasit

oleh sel imun akibat hilangnya parasit dari sirkulasi (Cross, 2004).

2.1.4 Sequestrasi P. falciparum

Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah P.

falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga

stadium aseksual dan gametosit dapat melekat ke endotel kapiler organ dalam dan

plasenta. Keadaan tersebut mengakibatkan dalam 24 jam setelah terinvasinya

eritrosit, tropozoit matang dan sel terinfeksi skizon menghilang dari pembuluh

darah tepi dan melekat pada endotel. Bila parasit melekat pada endotel, maka

parasit tersebut tidak dapat dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat

eliminasi parasit (Staf Pengajar Departemen FKUI Jakarta, 2008).

Suatu protein yang dikenal sebagai P. falciparum Erythrocyte Membrane

Protein-1 (PfEMP-1) diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi

dikode oleh famili gen var yang cukup besar dan bervariasi. Gen ini dikatakan

memegang peranan penting dalam patogenesis P. falciparum (Staf Pengajar

Departemen FKUI Jakarta, 2008). Protein tersebut diekspresikan pada permukaan

membran eritrosit yang disebut knob. PfEMP-1 dapat melekat pada berbagai

macam reseptor. Secara in vitro telah dibuktikan bahwa PfEMP-1 dapat melekat

pada reseptor-reseptor pada endotel antara lain: CD36, PECAM, ICAM-1,

VCAM, dan chondroitin sulfate A (Abbas dan Andrew, 2004).

Salah satu reseptor yang paling baik adalah CD36 yang dapat ditemukan

pada monosit, platelet dan sel endotel. Eritrosit terinfeksi paling banyak berikatan

dengan CD36. Akan tetapi, CD36 tidak ditemukan pada sel endotel pada sel

endotel otak. Pada sel endotel otak lebih banyak ditemukan ICAM-1

(Intracellular Adhesion Mollecule-1) dibandingkan CD36. ICAM-1 merupakan

Page 7: amastigot

7

anggota dari imunoglobulin superfamily dan berfungsi untuk adhesi sel (Iyer J, et

al., 2007).

Chondroitin sulfate A (CSA) telah diimplikasikan dengan sitoadherens

pada plasenta dan kemungkinan berkontribusi pada efek P. falciparum selama

kehamilan. Ikatan pada PECAM, VCAM, dan e-selectin masih jarang terlihat.

Rosetting juga merupakan fenomena adhesi lainnya yang diperlihatkan pada

infeksi P. falciparum. Eritrosit yang terinfeksi akan berikatan dengan eritrosit

lainnya yang tidak terinfeksi sehingga membentuk clotting yang dapat pula

menyumbat pembuluh darah. Reseptor yang mungkin berperan dalam proses

tersebut antara lain complement reseptor-1 (CR1), blood group A antigen, atau

glycosaminoglycan moieties pada proteoglycan tak teridentifikasi (Iyer J, et al.,

2007).

2.1.5 Biokimia Asam Lemak P. falciparum

Lipid adalah komponen penting dari membran. Parasit yang sedang

berkembang membutuhkan lipid dalam jumlah yang besar yang digunakan untuk

membentuk surface area dan menambah volume membran internal dari parasit.

Membran lipid tersusun atas gliserol dan dua rantai panjang asam lemak

(Mitamura dan Palacpac, 2005).

Telah dipercaya sejak dahulu bahwa parasit tidak mampu untuk

mensintesa asam lemak secara de novo tetapi dapat mensintesa dengan bantuan

hospesnya. Akan tetapi, beberapa enzim yang berperan dalam jalur sintesa asam

lemak tipe II (FAS-II) telah diidentifikasi pada Plasmodium dan terletak pada

apicoplast. Jalur sintesa asam lemak tipe II (FAS-II) ditemukan pada tumbuhan

dan prokariot sedangkan tipe I (FAS-I) ditemukan pada jamur dan metazoa.

Sedangkan jalur tersebut tidak ditemukan pada manusia (Mitamura dan Palacpac,

2005).

Salah satu enzim yang berperan dalam jalur sintesa asam lemak tipe II

adalah FabI (Enoyl-ACP reductase). Enzim tersebut berfungsi untuk mengubah

Enoyl-Acyl-ACP menjadi Acyl-ACP pada FAS-II. Dengan ditemukannya enzim

tersebut pada Plasmodium falciparum, telah ditemukan banyak alternatif baru

dalam pengobatan malaria yang berguna dalam menghadapi masalah resistensi

Page 8: amastigot

8

yang terus terjadi. Salah satu contoh zat yang dapat menghambat kerja enzim

tersebut adalah triclosan. Triclosan sudah terbukti sangat efektif dalam

menghambat kerja FabI sehingga bekerja sebagai zat antiplasmodial. Selain FabI

ditemukan juga enzim-enzim lain yang berperan dalam FAS-II antara lain FabG,

FabZ, FabB/F, dan FabH. Dewasa ini, sudah banyak penelitian yang ditujukan

untuk mengobati malaria dengan cara menghambat enzim-enzim tersebut.

(Kirmizibekmez, et al., 2003). (Gambar terlampir)

2.1.6 Respon Imun

Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan

imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper

(CD4+) dan sitotoksik (CD8+), sedangkan berdasarkan sitokin yang

dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 (T helper-1) yang menghasilkan

IFN- (Interferon- dan TNF- (Tumor Necrosis- dan subset Th-2 (T helper-

2) (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan

imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi

antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor

langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan

menghasilkan IFN-(Abbas dan Andrew, 2004)

Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B

yang berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini

CD4+. Selanjutnya sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2

akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig (imunoglobulin)

oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag.

Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan komponen imunitas

seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK (Abbas dan Andrew, 2004).

Salah satu antigen malaria yang berasal dari stadium merozoit yaitu GPI

(glycosilphosphatidyl inositol) diduga dapat menginduksi TNF-yang dihasilkan

oleh makrofag (Staf Pengajar Departemen FKUI Jakarta, 2008). Sitokin yang

diduga banyak berperan dalam mekanisme patologi dari malaria adalah TNF.

TNF- menginduksi terjadinya perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim

lisosomal, ekspresi reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi

Page 9: amastigot

9

dan migrasi kemotaktik. Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel netrofil

terhadap berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit

meningkat. Selain itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin lain seperti IL-1,

IL-6, IL-12, IFN- dan meningkatkan sintesis prostaglandin. TNF- juga

meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM-1 dan CD36 pada sel-sel

endotel kapiler sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi

parasit. Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko malaria serebral.

IFN- berfungsi memacu pembentukan TNF- dan juga meningkatkan daya

bunuh neutrofil. IL-1 bekerja sinergis dengan TNF- sedangkan IL-6 memacu

produksi Ig oleh sel limfosit B dan memacu proliferasi dan diferensiasi sel

limfosit (Suparman, 2005).

2.2 Malaria pada Kehamilan

2.2.1 Etiologi dan Predisposisi

Wanita hamil adalah salah satu kelompok dengan risiko tinggi terinfeksi

malaria. Ketika seorang wanita hamil, sistem imunitasnya akan menurun yang

menjadikannya rentan terhadap malaria, dengan konsekuensi gejala lebih berat,

baik pada ibu maupun pada anaknya. Malaria pada kehamilan (maternal malaria)

atau placental malaria merupakan suatu komplikasi yang umum terjadi di daerah

endemik malaria, khususnya pada primigravida. Angka kematian wanita hamil, di

daerah dimana malaria unstabil, dilaporkan 2-10 kali lebih tinggi dibanding

wanita yang tidak hamil. Umumnya, sebagian besar kasus malaria pada kehamilan

tersebut dihubungkan dengan infeksi oleh P. falciparum (Duffy, 1996).

Ada beberapa mekanisme dan faktor-faktor tertentu selama kehamilan

yang menjadi faktor predisposisi wanita hamil untuk terjangkit infeksi.

Perubahan-perubahan yang terjadi selama masa kehamilan yang berperan pada

faktor predisposisi tersebut, antara lain:

1. Faktor Imunologis

Kondisi imunosupresi dalam kehamilan merupakan problema khusus, hal

tersebut menjadikan malaria lebih luas dan lebih berat. Sementara malaria itu

sendiri, juga menekan respon imun dari hospes. Perubahan hormonal kehamilan,

penurunan sintesa immunoglobulin, dan penurunan fungsi Reticulo Endothelial

Page 10: amastigot

10

System (RES), merupakan penyebab terjadinya immunosupresi pada kehamilan

tersebut. Hal ini mengakibatkan hilangnya respon immun terhadap malaria, yang

menjadikan masa kehamilan lebih rentan terhadap malaria (Lindsay et al, 2000).

2. Faktor Fisiologis

Konsumsi oksigen total meningkat 15-20% selama kehamilan. Pada usia

kehamilan lebih dari 28 minggu, pengukuran produksi ekshalasi nafas wanita

hamil meningkat lebih dari 21% dibandingkan wanita yang tidak hamil. Beratus-

ratus komponen dikeluarkan dalam nafas manusia dan beberapa di antaranya

digunakan oleh nyamuk untuk mendeteksi keberadaan hospes. Selain itu,dalam

jangkauan dekat; suhu tubuh, aroma tubuh, dan stimuli visual, mempermudah

nyamuk untuk mengenali targetnya (Lindsay et al, 2000; Hacker, 1992).

Selama hamil, aliran darah ke kulit akan meningkat yang membantu

penghantaran panas, khususnya pada daerah kaki dan tangan. Berdasarkan

penelitian, ditemukan bahwa abdomen wanita hamil rata-rata memiliki suhu lebih

tinggi 0,70C dibanding wanita nonhamil. Suhu yang lebih tinggi tersebut,

meningatkan pengeluaran bahan volatile dari permukaan kulit, yang

meningkatkan tanda-tanda keberadaan hospes oleh nyamuk vektor dalam

jangkauan dekat (Lindsay et al, 2000).

3. Faktor Behavioral

Perubahan perilaku dapat pula meningkatkan exposurenya dengan

nyamuk. Contohnya, wanita hamil cenderung meninggalkan lebih banyak proteksi

bednet pada malam hari, misalnya untuk buang air kecil (mictie), di mana

frekuensinya meningkat 2 kali dibanding wanita yang tidak hamil. Hal ini akan

memperbesar tingkat kontaknya terhadap gigitan nyamuk (Lindsay et al, 2000).

2.2.2 Patologi Malaria pada Kehamilan

Pada dasarnya, infeksi parasit dapat mempengaruhi kapasitas reproduksi

wanita melalui 3 cara, yaitu (Lee, 1982):

1. Gangguan fertilitas

Parasit yang menimbulkan infeksi kronis dapat melemahkan fungsi

maternal melalui penekanan ovulasi atau menghentikan aktivitas seksual. Anemia

dan malnutrisi merupakan manifestasi umum dari infeksi parasit terhadap efeknya

Page 11: amastigot

11

pada Reticulo Endothelial System (RES) dan saluran urogenital. Beberapa parasit

diperkirakan dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada saluran genitalis

melalui migrasi atau implantasinya dan parasit tersebut juga dapat mengakibatkan

abnormalitas anatomik yang berperan dalam memelihara fertilisasi dan implantasi.

2. Gangguan Kesehatan Ibu dalam Masa Kehamilannya

Parasit yang menyebabkan demam kakut dapat meyebabkan kelahiran

prematur oleh karena penyakit ibu. Pengaruh status nutrisi pada beberapa

helminth intestinal meningkatkan risiko gangguan pada kehamilan. Penyakit

parasit yang menginvasi jaringan seperti echinococcis dan filariasis

mengakibatkan lesi lokal yang menimbulkan obstruksi saluran genitalia.

3. Pengaruh terhadap Fetus

Infeksi intrauterus dari plasenta dan fetus, umumnya membutuhkan

penyebaran secara hematogen sebagai bentuk invasi dari parasit tersebut. Jarang

terjadi uterus terinfeksi secara langsung dari infeksi saluran genitalis atau melalui

penyebaran limfatik. Pada intinya terdapat hubungan antara imunitas maternal dan

risiko terjadinya infeksi intrauterin pada fetus dari parasitemia. Reinfeksi oleh

parasit pada ibu dengan sistem imunitas yang baik memiliki risiko lebih kecil

untuk terjadinya infeksi fetus, dibandingkan ibu dengan respon nonimmune yang

terinfeksi selama kehamilannya.

2.2.3 Manifestasi Klinis

2.2.3.1 Pengaruh terhadap Ibu

2.2.3.1.1 Manifestasi Utama

Gejala-gejala yang timbul umumnya tampak pada kehamilan trisemester

ke-2, di antaranya adalah (Reisberg, 1994):

1. Fever

Gejala demam ini menunjukkan pola demam yang beragam, dari afebrile

sampai continous fever, dari tingkat rendah sampai hiperpireksia. Pada

pertengahan trisemester ke-2 kehamilan, frekuensi demam paroksismal terjadi

lebih tinggi oleh karena adanya imunosupresif.

Page 12: amastigot

12

2. Anemia

Di negara-negara berkembang, di mana malaria umum terjadi, anemia

merupakan gejala yang menonjol dalam kehamilan. Pada beberapa keadaan,

malaria memperberat kondisi tersebut. Anemia diperkirakan menjadi tanda-tanda

terjadinya malaria, sehingga semua kasus anemia pada kehamilan hendaknya

dilakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa malaria.

3. Splenomegali

Pembesaran splen (limpa) memberikan gambaran yang bervariasi,

adakalanya tidak ditemukan pembesaran, atau limpa akan sedikit membesar pada

kehamilan trisemester kedua.

2.2.3.1.2 Komplikasi pada Kehamilan

Komplikasi yang terjadi pada malaria transplasental antara lain (Reisberg,

1994):

1. Anemia

Anemia dapat terjadi pada malaria berat. Hal ini terjadi akibat hemolisis

sel darah merah yang terinfeksi, meningkatkatnya kebutuhan darah selama

kehamilan, dan defisiensi asam folat karena hemolisis berat. Anemia tersebut

timbul lebih sering dan lebih berat pada kehamilan minggu ke 16-29 dan semakin

diperburuk oleh kondisi malaria dan parasitemia berat.

2. Edema Paru Akut

Merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi, dapat timbul secara

mendadak dan berkembang dalam beberapa hari. Umumnya gejala ini muncul

pada trimester kedua dan ketiga usia kehamilan. Keadaan ini juga dapat timbul

segera sesudah persalinan. Hal tersebut disebabkan karena autotransfusi dari darah

plasenta dengan proporsi sel darah merah yang terinfeksi cukup tinggi dan

peningkatan yang cepat dari tahanan perifer vaskuler setelah melahirkan.

3. Hipoglikemia

Komplikasi ini sering terjadi pada malaria yang menyertai kehamilan.

Faktor-faktor yang berperan untuk timbulnya hipoglikemi ini adalah peningkatan

kebutuhan hipermetabolisme dan infeksi parasit, respon terhadap starvasi, dan

timbulnya hiperinsulinisme sebagai akibat peningkatan respon pankreas terhadap

Page 13: amastigot

13

stimuli sekret (contohnya quinine). Hipoglikemia dapat bersifat asimptomatik atau

bahkan tidak terdeteksi. Beberapa penderita dapat menunjukkan perubahan

behavioral, konvulsi, perubahan sensorium, hilangnya kesadaran, dan lain-lain.

2.2.3.2 Pengaruh terhadap Fetus

Malaria selain menjadi sebab kematian ibu, juga mengakibatkan kematian

perinatal. Demam tinggi, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia, dan

komplikasi lainnya dapat mempengaruhi perkembangan fetus. P. vivax dan P.

falciparum memberikan efek kepada fetus dan menimbulkan efek serius,

khususnya oleh P. falciparum (Prawirohardjo, 1999).

Mortalitas prenatal dan neonatal berkisar antara 15-70%. Dalam suatu

study, angka mortalitas oleh P. vivax selama kehamilan adalah 15,7%, sementara

mortalitas oleh P. falciparum adalah 33%. Abortus spontan, kelahiran premature,

still birth, plasental insufisiensi, dan IUGR (Intrauterine Growth Retardation)

baik temporary atau kronik, Low Birth Weight, fetal distress, merupakan berbagai

problem yang terkait dengan pertumbuhan fetus. Penyebaran infeksi melalui

transplasental kepada fetus, dapat menimbulkan kongenital malaria

(Prawirohardjo, 1999).

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa malaria dapat menyebabkan hal-

hal berikut ini (Prawirohardjo, 1999):

1. Abortus dalam triwulan I karena pireksia dan triwulan kedua karena anemia

berat.

2. Kematian intrauterine karena pireksia, anemia berat, penghimpunan parasit

dalam plasenta (plasenta parasitazion), dan karena infeksi transplasental.

3. Prematur partus karena pireksia atau akibat kematian janin.

4. Dismaturitas karena insufisiensi plasenta akibat penghimpunan parasit dalam

plasenta.

5. Kematian neonatal karena asfiksia intrapartum, penghimpunan parasit dalam

plasenta atau anemia, karena prematuritas, atau karena malaria kongenital.

Page 14: amastigot

14

2.3 Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein-1 (PfEMP-1)

2.3.1 Knob dan Sitoadherens

Ketika berada di dalam eritrosit, parasit melakukan modifikasi pada sel

hospes untuk menjadikan tempat tersebut menjadi habitat yang lebih sesuai. Salah

satu modifikasi yang dilakukan oleh parasit adalah sitoadherens yang dilakukan

oleh P. falciparum yang mengakibatkan adanya sequestrasi parasit matur pada

kapiler-kapiler. Sequestrasi yang dilakukan oleh eritrosit yang terinfeksi P.

falciparum inilah yang akan mengakibatkan manifestasi dari malaria yang berat,

salah satunya adalah malaria serebral (Iyer J, et al., 2007).

Perubahan mayor pada eritrosit hospes yang terinfeksi P. falciparum

adalah electron dense protrusion atau knob pada membran eritrosit yang

terinfeksi. Knob tersebut diinduksi oleh beberapa protein yang berhubungan

dengan knob. Dua protein yang paling berperan dalam pembentukan knob tersebut

adalah Knob-Associated Histidine Rich Protein (KAHRP) dan P. falciparum

erythrocyte membrane protein-2 (PfEMP-2), atau disebut juga MESA. Kedua

protein tersebut sama-sama tidak diekspresikan pada membran eritrosit yang

terinfeksi bagian luar tetapi diekspresikan terlokalisasi pada membran sitoplasma

pada hospes. Peran pasti knob sendiri masih belum diketahui, akan tetapi diyakini

berperan dalam reorganisasi submembran sitokleleton (Iyer J, et al., 2007).

Knob dipercaya mempunyai peranan dalam sequestrasi dari eritrosit yang

terinfeksi mengingat terdapat kontak poin antara eritrosit yang terinfeksi dengan

endotel vaskuler, dan parasit yang mengekspresikan knob memperlihatkan tingkat

sequestrasi yang paling tinggi. Sebuah protein polimorfik yang disebut PfEMP-1

dan terlokalisasi pada knob dan diekspresikan pada membran luar eritrosit

memiliki peranan penting dalam sequestrasi. PfEMP-1 mungkin berfungsi sebagai

ligan yang berikatan dengan reseptor pada endotel (Iyer J, et al., 2007).

2.3.2 Variasi Antigen

Penyandian dari ligan sitoadheren oleh gen yang family polimorfik

memperlihatkan paradoks pada interaksi reseptor atau ligan. Pemilihan dari

fenotip sitoadherens yang berbeda berpengaruh pada perubahan pada tipe antigen

pada permukaan. Contohnya, parental line (A4) berikatan sama antara CD6 dan

Page 15: amastigot

15

ICAM-1. Akan tetapi, ekspresi dari C28 akan mengakibatkan ikatan lebih

dominan pada CD36. Ikatan ICAM-1 yang lebih dominan disebabkan karena

C28-I (Iyer J, et al., 2007). Variasi antigen pada P. falciparum ini menyebabkan

perubahan antigen yang diekspresikan sehingga antibodi yang berperan juga akan

berganti-ganti (Scherf, et al., 2001).

2.4 Kulit Kacang Tanah

2.4.1 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah jenis tanaman leguminosa

yang tumbuh tahunan. Kacang tanah merupakan tanaman yang berasal dari

Amerika Selatan. Klasifikasi botani dari kacang tanah sebagai berikut (Yarrow,

1999):

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Rosidae

Family : Fabaceae

Genus : Arachis L.

Species : Arachis hypogaea L.

Kacang tanah tumbuh dengan ukuran 30 – 50 cm, daunnya berlawanan di

masing – masing sisi tangkainya sejumlah 4 helai dengan panjang tiap helainya 1

– 7 cm dan lebar 1 -3 cm, dan bunganya berwarna kuning atau kemerahan dengan

ukuran 2 – 4 cm. Kacang tanah termasuk tanaman yang tidak biasa karena

tanaman tersebut memiliki bunga di atas dan buah/polong dengan 1 – 5 biji

tertanam di dalam tanah (Wikipedia, 2009). Kacang tanah adalah tanaman pangan

urutan ke-13, sumber minyak ke-4, dan sumber protein nabati ke-3 di seluruh

dunia. Kacang tanah pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17

(Consultative Group on International Agricultural Research, 2004). Indonesia

adalah penghasil kacang tanah urutan ke-5 terbesar di dunia setelah Cina, India,

Page 16: amastigot

16

Nigeria, dan Amerika dengan penghasilan 1,475,000 ton pada tahun 2008

(Wikipedia, 2009).

Genus Arachis hypogaea L. dibagi menjadi empat varietas berbeda yang

dikelompokan berdasarkan tempat asalnya.

Tabel 1. Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

(Consultative Group on International Agricultural Research, 2004)

Subspecies Cultivar Tempat Asal

hypogaea Virginia Southern Bolivia and northern Argentina

Hirsute Peruvian runner Peru

fastigiata Valencia PeruBrazil and Paraguay

vulgaris Spanish Paraguay, Uruguay, and Brazil

Subspesies hypogaea dan hirsuta memiliki penampakan morfologi yang

mirip. Keduanya tidak memiliki sumbu/poros yang menyerupai bunga. Varietas

hypogaea memiliki sedikit bulu dan cabang yang pendek. Sedangkan, hirsuta

lebih berbulu dengan cabang yang panjang. Keduanya menjalar di tanah, memiliki

dormansi biji, dan masa tumbuhnya 5 – 10 bulan (Tsigbey, et al., 2003).

Subspecies fastigiata dan vulgaris memiliki penampakan morfologi yang

mirip. Terdapat sumbu/poros yang menyerupai bunga pada kedua varietas

tersebut. Varietas fastigiata memiliki sedikit cabang. Sedangkan, varietas Spanish

memiliki lebih banyak cabang. Kedua varietas ini memiliki penampakan

tumbuhan yang tegak, tidak memiliki biji dorman, dan tumbuh dalam waktu 3 – 5

bulan. Karena tumbuhnya yang tegak, keduanya terlihat seperti semak – semak.

Varietas tegak memiliki hasil panen lebih sedikit tiap pohonnya dibandingkan

dengan varitas menjalar. Akan tetapi, varietas tegak memiliki lebih banyak

minyak biji dan protein biji (Tsigbey, et al., 2003).

2.4.2 Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

Kacang tanah terdiri dari biji, kulit ari (peanut skins), dan kulit terluar

(peanut hulls). Biji kacang mengandung kira – kira 50 – 55% minyak dengan 30 –

35% dan 45 – 50% minyak adalah asam linoleat dan asam oleat (Maestri, et al.,

2006). Bijinya juga mengandung vitamin E, niacin, folacin, calcium, fosfor,

Page 17: amastigot

17

calcium, magnesium, zinc, zat besi, riboflavin, thiamin, potassium, dan lain – lain

(Tsigbey, et al., 2003). Kulit ari kacang tanah (peanut skins) memiliki warna

merah muda dan rasa astringen. Kulit ari kacang tanah kaya akan senyawa

antioksidan fenol seperti chlorogenic, caffeic, coumarin dan ferulic acids,

epigallocatechin, epicathechin, catechin galate, dan epicatechin galate.

Sedangkan, kulit kacang tanah (peanut hulls), berdasarkan metode AOAC,

memiliki persentase kelembapan 14,062, protein kasar 14,067, lemak kasar

14,066, serat kasar 14,064, dan abu 14,063 (Pin-der, et al., 1992). Beberapa

penelitian membuktikan bahwa luteolin adalah antioksidan terbanyak yang

terdapat di dalam kulit kacang tanah, 87,9% pada MEPH setelah radiasi UV

selama tiga hari (Gow-Chin dan Pin-Der, 1995). Kandungan ekstrak metanol

meningkat sebanding dengan meningkatnya usia kacang tanah tersebut (Maestri,

et al., 2006). Ekstrak metanol kulit kacang tanah dengan usia yang berbeda

menunjukan aktivitas antioksidan yang serupa, 92,9 – 94,8% inhibisi peroksidasi

asam linoleat (Gow-Chin, 1993).

2.4.3 Pemanfaatan Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

Sebenarnya semua bagain dari kacang tanah (Arachis hypaea L.) dapat

dimanfaatkan. Manfaat utama dari kacang tanah adalah bijinya untuk dikonsumsi

baik dalam kondisi mentah atau matang. Bisa juga diambil minyak bijinya untuk

memasak, penerangan, bahan bakar, dan unsur makanan. Minyak kacang tanah

memiliki kualitas simpan yang baik dibandingkan dengan minyak kedelai atau

minyak jagung. Minyak kacang tanah juga merupakan sumber vitamin E yang

baik. Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Tsigbey, et al., 2003).

Sedangkan, kulit kacang tanah menjadi limbah industri yang hanya dimanfaatkan

untuk pakan ternak dan pupuk (Maestri, et al., 2006).

2.5 Flavonoid Luteolin

Luteolin (3`,4`,5,7-tetrahydroxyflavone) adalah salah satu jenis flavonoid.

Flavonoid, termasuk luteolin, memiliki peran penting di dalam tubuh manusia

sebagai antioksidan, pengurai radikal bebas, agen pencegah inflamasi, promotor

metabolisme karbohidrat, dan modulator sistem imun. Luteolin disebut juga

Page 18: amastigot

18

luteolol, digito flavone, atau flacitran. Luteolin memiliki rumus molekul C15H10O6

dan massa molekul 286,24 g/mol (Kayoko, et al., 1998).

Luteolin adalah salah satu antioksidan yang memiliki banyak manfaat.

Luteolin dapat menghambat angiogenesis, berpengaruh terhadap apoptosis,

mencegah karsinogenesis pada hewan coba, kemungkinan berpotensi sebagai

kemopreventif dan kemoterapi, modulasi ROS, menghambat topoisomerase I dan

II, menurunkan aktivitas NfkappaB dan AP-1, stabilisasi p53 dan menghambat

PI3K, STAT3, IGF1R, dan HER2 (Lopez-Lazaro, 2009).

Page 19: amastigot

19

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Sifat Penulisan

Karya tulis ini bersifat kajian pustaka yang menjelaskan tentang pengaruh

ekstrak kulit kacang tanah dalam mencegah malaria transplasental oleh P.

falciparum pada ibu hamil. Dalam paparan ini juga dijelaskan mengenai

mekanisme zat-zat aktif yang terkandung dalam ekstrak kulit kacang dalam

mencegah malaria transplasental.

Perumusan masalah disusun berdasarkan tingginya angka kematian dan

kesakitan yang disebabkan oleh malaria di Indonesia. Ruang lingkup

permasalahannya terletak pada mekanisme senyawa-senyawa aktif yang

terkandung dalam ekstrak kulit kacang dan bagaimana cara penggunaan dan dosis

yang tepat.

Page 20: amastigot

20

3.2 Kerangka Berpikir

Invasi merozoit

Luteolin

Biosintesis Asam Lemak tipe II

(FAS II)

Plasmodium falciparum

Acyl-ACP

FabI

Ekstrak Kulit Kacang Tanah

MENGHAMBAT

Kerusakan plasenta

Enoyl-Acyl-ACP

Ring form

Tropozoit lanjut Ekspresi PfEMP-1

Sequeatrasi plasenta

skizon

Pecahnya pRBC

pireksia anemia

Asfiksia intrapartum

abortus pireksiaPrematur partus dismaturitas

Page 21: amastigot

21

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka (literature

review) berdasarkan permasalahan baik informasi digital maupun nondigital dari

sumber pustaka sebagai berikut :

1. Jurnal-jurnal kesehatan

2. Buku ajar atau referensi pustaka

3. Informasi internet.

3.4 Metode Analisis dan Pemecahan Masalah

Metode analisis data pustaka dilakukan dengan dua pendekatan yaitu:

1. Metode eksposisi, yaitu dengan memaparkan data dan fakta yang

ada dan mencari korelasi antara data tersebut.

2. Metode analitif, yaitu melalui proses analisis data atau informasi

serta menarik kesimpulan secara logis dari data yang diperoleh.

Page 22: amastigot

22

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Cara Penggunaan Kulit Kacang (Peanuthulls) dan Dosis Pemberian

yang Tepat

Kacang tanah yang digunakan berasal dari Arachis hypogaea L. varietas

fastigiata karena banyak ditanam di Indonesia (Utomo, S.D., et al., 2008).

Walaupun demikian, subspesies yang memiliki kadar total senyawa fenol

terbanyak adalah subspesies vulgaris, kultivar Spanish (Maestri, 2006). Kulit

kacang termasuk bahan yang tidak dapat dikonsumsi dalam keadaan sediaan

bahan mentah. Oleh karena itu, diperlukan proses khusus agar sediaan kulit

kacang tanah layak untuk dikonsumsi. Salah satu bentuk sediaan adalah dalam

bentuk ekstrak ethanol kulit kacang tanah.

Zhou, P., et al., 2008, melakukan penelitian yang membuktikan bahwa

ekstrak kulit kacang tanah itu sendiri memiliki keunggulan jika dibandingkan

dengan pemberian luteolin murni. Permeabilitas efektif (Peff) dan konstanta

kecepatan absorbsi (Ka) dari luteolin murni (5 µg/mL) di duodenum dan jejenum

tidak menunjukan perbedaan yang signifikan, tetapi lebih tinggi dibandingkan

dengan di colon dan ileum. Akan tetapi, Peff dan Ka dari luteolin pada ekstrak kulit

kacang lebih tinggi daripada luteolin murni. Studi farmakokinetik (pada tikus)

menunjukan bahwa administrasi oral dari luteolin murni (14,3 mg/kg) dan ekstrak

kulit kacang (setara dengan 14,3 mg/kg luteolin murni) menghasilkan konsentrasi

puncak dari luteolin plasma sebesar 1,97 ± 0,15 µg/mL untuk luteolin murni dan

8,34±0,98µg/mL untuk ekstrak kulit kacang. Jadi, bisa disimpulkan

bioavailabilitas luteolin yang berasal dari ekstrak kulit kacang lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian luteolin murni (Zhou, P., et al., 2008). Akan

tetapi, hasil ekstrak trsebut lebih tapat digunakan pada penelitian selanjutnya

terhadap hewan coba untuk mengetahui efek dan dosis efektifnya.

Bentuk sediaan lain yang dapat digunakan pada manusia adalah dalam

bentuk dekok atau rebusan kulit kacang tanah. Untuk membuatnya, kacang tanah

(peanuthulls) yang baru dipanen dicuci bersih dan selanjutnya dijemur dibawah

Page 23: amastigot

23

terik matahari selama tiga hari sampai benar – benar kering. Kacang tanah yang

sudah kering dikupas dan dipisahkan kulit dan biji kacang tanahnya. Kulit kacang

tanah tersebut selanjutnya dihaluskan dengan penggilingan sampai menjadi serbuk

yang halus. Serbuk kulit kacang tanah dapat disimpan di tempat yang bersuhu 40C

sampai saatnya digunakan (Duh, et al.,1992).

Konsentrasi luteolin plasma yang diperlukan sebagai dosis efektif untuk

menghambat maturasi pRBC adalah 10µg/mL (Kirmizibekmez, et al., 2003).

Sedangkan, berdasarkan penelitian Zhou, P. et al., 2008, pemberian 92,3mg/kgBB

ekstrak kulit kacang tanah yang mengandung 14,3mg/kgBB menghasilkan

konsentrasi luteolin plasma sebesar 8,34±0,98µg/mL. Jadi, diperoleh dosis efektif

untuk menghambat maturasi pRBC adalah 110,7mg/kgBB. Untuk manusia

dewasa dengan berat badan rata – rata 50 kg diperlukan sebanyak 5,5 g ekstrak

kulit kacang. Berdasarkan penelitian Duh, et al., 1992, satu gram kulit kacang

menghasilkan 41,8 mg ekstrak sehingga dibutuhkan 132 gram kulit kacang untuk

membuat sekitar 5,5 g ekstrak kulit kacang. Pembuatannya dapat dilakukan

dengan merebus gilingan halus kulit kacang tanah yang diletakan di dalam kain

dengan air sebanyak 0,5 liter. Rebus sampai tinggal setengahnya. Selanjutnya

disaring untuk memisahkan dari ampasnya dan tambahkan gula atau pemanis

sesuai selera. Dapat diminum sekali sampai dua kali sehari.

4.2 Kemampuan Luteolin sebagai Zat Antiplasmodial

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi yang banyak menyebabkan

masalah terutama di daerah yang beriklim tropis (Suparman, 2005). Indonesia

termasuk dalam negara endemis malaria (Umar Zein, 2005). Oleh karena itu,

infeksi malaria pada daerah tropis khususnya Indoniesia sangatlah rentan terjadi

dan kerentanan itu semakin bertambah pada ibu hamil. Infeksi pada ibu hamil

lebih sering terjadi dibandingkan pada seseorang dalam kondisi tidak hamil.

Pada ibu hamil terjadi perubahan imunologis akibat adanya janin yang

dikandungnya. Sistem imun ibu menyesuaikan sedemikian rupa sehingga janin

yang dikandung tidak dianggap sebagai benda asing dan diserang oleh sistem

imun. Perubahan yang terjadi adalah terjadinya perubahan keseimbangan antara

limfosit CD4+ Th1 dengan Th2. Th1 yang memodulasi sistem imun seluler

Page 24: amastigot

24

menurun dan Th2 yang memodulasi sistem imun humoral meningkat. Dengan

demikian, sistem imun terhadap malaria akan lebih berkurang dibandingkan

normal dimana pada keadaan normal imunitas seluler seimbang dengan imunitas

humoral dalam menghadapi malaria (Abbas dan Andrew, 2004).

Telah banyak agen-agen antiplasmodial yang ditemukan untuk mengatasi

infeksi malaria. Namun masalah yang paling sulit dihadapi adalah adanya

resistensi yang kuat terhadap obat-obat antimalaria. Masalah resistensi ini pun

sudah menjadi masalah yang mendunia. Salah satu penyebab adanya resistensi ini

adalah pengobatan yang kurang adekuat sehingga menyebabkan Plasmodium

menjadi lebih tahan terhadap agen tersebut. Lebih parahnya lagi, resistensi

tersebut dapat diturunkan ke generasi Plasmodium selanjutnya. Oleh karena itu,

telah banyak dilakukan penelitian yang ditujukan untuk menemukan obat-obat

baru terhadap malaria guna melawan resistensi yang terus terjadi (Brooks, et al.,

2004). Selain itu masalah lain yang terdapat dalam pengobatan malaria khususnya

pada ibu hamil adalah efek teratogen yaitu dapat menyebabkan tuli kongenital

pada janin (Herlina, R., 2008).

Luteolin (3`,4`,5,7-tetrahydroxyflavone) adalah salah satu jenis flavonoid

yang terdapat dalam kulit kacang tanah (Gow-Chin dan Pin-Der, 1995). Luteolin

merupakan zat flavonoid yang banyak menarik perhatian medis karena fungsinya

sebagai antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antimikrobial, dan aktivitas

antiviral. Dalam berbagai penelitian telah didemonstrasikan bahwa luteolin dapat

bekerja sebagai antiprotozoa dalam melawan genera Toxoplasma, Trypanosoma,

dan Leishmania. Selain itu, berbagai studi juga menunjukkan bahwa luteolin dapat

juga dimanfaatkan sebagai antiplasmodium (Lehane dan Saliba, 2008).

Sejak dahulu telah dipercaya bahwa P. falciparum tidak dapat membuat

sendiri asam lemaknya, akan tetapi bergantung pada eritrosit dan serum hospes.

Akan tetapi, penemuan biosintesis asam lemak tipe II (FAS-II) merupakan sebuah

hal yang mengejutkan karen a selama ini FAS II hanya ditemukan pada tumbuhan

dan prokariot. Dar i data biokimia yang ada, FAS II adalah satu – satunya jalur

asam lemak plasmodium yang komponen enzimatiknya terdapat pada apicoplast,

sebuah organela yang unik. Proses kondensasi, reduksi, dan dehidrasi yang terjadi

Page 25: amastigot

25

pada biosintesis asam lemak tipe II dilakukan oleh enzim – enzim yang berbeda.

Akan tetapi, proses reduksi terakhir dari setiap proses tersebut dikatalisis oleh

Enoyl-ACP reductase (FabI) (Kirmizibekmez, et al., 2003). Data molekuler dan

biokimia mengatakan bahwa FAS-II adalah jalur sintesa asam lemak yang tidak

terdapat pada manusia. Maka banyak dilakukan penelitian untuk menemukan agen

yang dapat menghambat sintesa asam lemak pada P. falciparum mengingat

pentingnya peran asam lemak bagi Plasmodium. Salah satu agen yang dapat

menghambat jalur ini adalah luteolin (Mitamura dan Palacpac, 2003).

Luteolin bekerja sebagai zat antiplasmodial dengan menghambat jalur II

sintesa asam lemak dengan menghambat salah satu enzim yang berperan di

dalamnya, FabI (Enoyl-ACP reductase) secara spesifik dan signifikan (IC50=10

µg/mL). FabI berfungsi untuk mengubah Enoyl-Acyl-ACP menjadi Acyl-ACP

pada FAS-II. FabI juga merupakan enzim kunci regulasi karena fungsinya adalah

untuk mengatalisis proses akhir reduktase pada proses – proses yang terjadi pada

biosintesis asam lemak P. falciparum (Kirmizibekmez, et al., 2003). Jika FabI

terhambat maka konsentrasi Acyl-ACP akan berkurang sehingga rantai sintesis

asam lemak tipe II juga akan terganggu. Mengingat fungsi asam lemak yang

sangat krusial pada P. falciparum, yaitu untuk membentuk surface area dan

meningkatkan volume membran internal, maka dengan adanya hambatan pada

FAS-II maka maturasi dari P. falciparum akan terhambat (Mitamura dan

Palacpac, 2003).

4.3 Kemampuan Luteolin dalam Mencegah Malaria Transplasental

Malaria transplasental dapat menimbulkan banyak komplikasi baik pada

ibu maupun pada janin. Bahaya pada ibu diantaranya adalah pireksia, anemia,

edema paru akut, hipoglikemia, pembesaran kelenjar limpa, bahkan kematian ibu

tersebut. Sedangkan, bahaya pada janin diantaranya abortus karena pireksia,

prematur partus, dismaturitas akibat insufisiensi plasenta, kematian neonatal

akibat asfiksia intrapartum (Prawirohardjo, 1999). Komplikasi yang terjadi

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pecahnya pRBC pada akhir fase

intraeritrosit, sequestrasi eritrosit pada plasenta, dan rusaknya jaringan plasenta.

Page 26: amastigot

26

Pecahnya pRBC terjadi pada akhir fase intraeritrosit. Pada fase tersebut

pertumbuhan skizon sudah mencapai tahap maksimal. Selain itu, subtansi yang

dibutuhkan parasit di dalam eritrosit telah habis digunakan. Oleh karena itu,

parasit memerlukan hospes baru agar tetap bisa hidup dengan cara memecah

eritrosit lama dan mencari eritrosit baru. Pecahnya pRBC tersebut dapat

menyebabkan reaksi imunologis (IL 1, TNF-α) sehingga menimbulkan pireksia

(demam). Selain itu, juga dapat menyebabkan anemia atau kurangnya sel darah

merah (Prawirohardjo, 1999).

Fungsi luteolin dalam mencegah pecahnya pRBC adalah dengan

menghambat siklus intraeritrosit. Luteolin bekerja dengan menghambat enzim

FabI pada rantai sintesis asam lemak tipe II. Hal tersebut menyebabkan hambatan

sintesis asam lemak tipe II terganggu sehingga siklus intraeritrosit terhambat.

Dengan terhambatnya maturasi parasit intraeritrosit, hal tersebut memberikan

waktu bagi sel imun untuk mengeradikasi pRBC.

Komplikasi lain dari malaria pada kehamilan adalah terjadinya sequestrasi

pRBC pada plasenta. Sequestrasi pRBC pada plasenta dapat menyebabkan

kerusakan jaringan plasenta yang berbahaya bagi ibu dan janin seperti yang telah

disebutkan sebelumnya. Sebuah protein polimorfik yang disebut PfEMP-1 dan

terlokalisasi pada knob dan diekspresikan pada membran luar eritrosit memiliki

peranan penting dalam sequestrasi. PfEMP-1 berfungsi sebagai ligan yang

berikatan dengan reseptor pada endotel dan plasenta. Pada endotel terdapat

ICAM-1 yang berfungsi sebagai ligan tempat menempelnya PfEMP-1, sedangkan

pada plasenta terdapat CSA (Iyer J, et al., 2007).

Sequestrasi pRBC pada plasenta dapat mengakibatkan rusaknya jaringan

plasenta akibat reaksi imunologis. Salah satu antigen malaria yang berasal dari

stadium merozoit yaitu GPI (glycosilphosphatidyl inositol) diduga dapat

menginduksi TNF-yang dihasilkan oleh makrofag. TNF- menginduksi

terjadinya perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim lisosomal, ekspresi

reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi dan migrasi

kemotaktik. Selama proses fagositosis, sel-sel fagosit mengeluarkan berbagai zat

oksidatif yang berguna untuk menghancurkan parasit. Setelah selesai memfagosit,

Page 27: amastigot

27

sisa-sisa parasit akan dibuang bersama zat-zat oksidatif tersebut padahal zat-zat

tersebut dapat bersifat merusak jaringan, dalam hal ini plasenta (Suparman, 2005).

Cara kerja luteolin dalam mencegah sequestrasi pRBC sekaligus

kerusakan jaringan plasenta adalah dengan menghambat siklus intraeritrosit P.

falciparum. Luteolin dapat menghambat progresi siklus intraeritrosit sampai ring

stage, sehingga siklus tidak berkelanjutan sampai fase tropozoit (Lehane dan

Saliba, 2008). Pada ring stage, PfEMP-1 masih belum terekspresikan pada

membran pRBC. Molekul adhesi tersebut baru diekspresikan setelah fase

tropozoit lanjut. Oleh karena luteolin dapat menghambat siklus intraeritrosit,

maturasi tidak dapat berlanjut sampai fase tropozoit. Hal tersebut menyebabkan

PfEMP-1 tidak dapat terekspresikan sehingga sequestrasi pRBC khususnya pada

plasenta dapat dicegah. Dengan dicegahnya sequestrasi pRBC pada plasenta maka

kerusakan plasenta akibat reaksi imunologis dapat dicegah. Jaringan plasenta yang

masih terjaga akan membuat janin terhidar dari komplikasi malaria transplasental.

Page 28: amastigot

28

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi pustaka ini adalah :

1. Ekstrak kulit kacang tanah (peanuthulls) dapat mencegah infeksi malaria

transplasental dengan menghambat enzim FabI yang digunakan untuk

biosintesis asam lemak pada P. falciparum

2. Biosintesis asam lemak P. falciparum yang terhambat menyebabkan siklus

intraeritrosit P. falciparum terhambat sehingga dapat mencegah pecahnya

pRBC, pRBC pada plasenta, dan kerusakan jaringan plasenta sehingga

efek malaria tranplasenta dapat dicegah

3. Cara penggunaan yang tepat adalah dengan membuat ekstrak metanol kulit

kacang tanah (peanuthulls) dan diadministrasi per oral dengan dosis 16,3

mg/kg berat bedan dua kali sehari.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji efek ekstrak kulit kacang

tanah dalam mencegah malaria transplasental

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memaksimalkan manfaat lain

dari kulit kacang tanah

3. Perlu dikembangkan obat dari ekstrak kulit kacang tanah dalam bentuk

yang praktis, aman, murah, dan mudah dikonsumsi.

Page 29: amastigot

29

Daftar Pustaka

Abbas, A.K. dan H.L., Andrew. 2004. Basic Immunology: Function and Disorder

of The Immune System 2nd Edition. Philadelphia: Elsevier Inc

Blackburn, ST,. Loper, DL,. Maternal, Fetal, and Neonatal Physiology : A

Clinical Perspectif. WB Saunders Company. Mexico. 1999

Brooks, F.B., S.B., Janet. dan A.M., Stephen. 2004. Jawetz, Melnick, and

Adelberg’s Medical Microbiology 23rd Edition. New York: The

McGraw Hill Companies, Inc.

Consultative Group on International Agricultural Research. 2004. Groundnut

(Arachis hypogaea Linnaeus). (Online)

(http://www.cgiar.org/impact/research/groundnut. html, diakses pada

7 Oktober 2009)

Cross, Caroline. 2004. Plasmodium falciparum. (Online)

(http://malaria.wellcome.ac.uk/node40008.html diakses pada tanggal 3

Februari 2010)

De Onis, Marcedes. Health and Nutrition Emerging and Reemerging Issue in

Developing Countries. Journal 2020 Focus 5, Brief 6 of 11.

Washington. USA. 2001

Duffy. Frieds. Maternal Malaria. 1996. (Online) (http://www.brown.edu

/Courses/Bio_160/Project 1999/malaria/matmal.html, diakses pada

tanggal 7 Oktober 2009)

Every, ME,. Taesch, HW. 1984. Scaffer’s Disease of the Newborn. Fifth Edition.

USA:WB Saunders Company

Gillespie, S. dan D.P., Richard. 2001. Principles and Practice of Clinical

Parasitology. London: John Wiley and Sons Ltd.

Gow-Chin, Yen dan Pin-Der Duh. 1995. Antioxidant Activity and the Variations

of Components in Methanolic Extracts of Peanut Hulls. (Online)

(http://www.sciencedirect.com/science?

_ob=ArticleURL&_udi=B6T6R-3YYT6FB-, diakses pada 10 Oktober

2009)

Page 30: amastigot

30

Gow-Chin, Yen., Pin-Der, Duh., dan Cherng-Liang, Tsai. 1993. Relationship

between Antioxidant Activity and Maturity of Peanut Hulls. Taiwan:

Department of Food Science. 4:67-70

Hacker, NF,. Moore, JG,. Essential Obstetry and Ginecology. 2nd edition. WB

saunders Company. USA. 1992

Hasan, R, et al.,. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Jakarta. 1985

Herlina, Rita. 2008. Obat – Obatan.

http://italina89.wordpress.com/2008/05/26/obat-%E2%80%93-obatan.

Diakses tanggal 3 Februari 2010. Pukul 10.28

Indra, M. R., 1999. Penelitian Eksperimental dalam Buku Ajar Metodologi

Penelitian seri I. FKUB Malang. P: 5-16

Iyer J, AC Gruner, L Renia, G Snounou and PR Preiser (2007) Invasion of hospes

cells by malaria parasites: a tale of two protein families. Molecular

Microbiology 65: 231-249.

Kayoko Shimoi, Hisae Okada, Michiyo Furugori, Toshinao Goda, Sachiko

Takase, Masayuki Suzuki, Yukihiko Hara, Hiroyo Yamamoto,

Naohide Kinae. 1998. Intestinal absorption of luteolin and luteolin 7-

O-[beta]-glucoside in rats and humans. FEBS Letters. 438 (3): 220–

224

Kirmizibekmez, Hasan,. et al., 2003. Inhibiting Activities of Secondary

Metabolites of Phlomis brunneogaleata against Parasitic Protozoa

and Plasmodial Enoyl-ACP Reductase, a Crucial Enzyme in Fatty

Acid Biosynthesis. Planta Med 2004: 711-717

Lee, RV,. Parasitic Infection. In: Burrow, GN,. Ferris, TF,. Medical Complication

During Pregnancy. WB Saunders Company. Philadelphia. 1982

Lehane, Adele M. Dan Saliba, Kevin J. 2008. Common Dietary Flavonoids Inhibit

the Growth of the Intraerythrocytic Malaria Parasite. Canberra:

School of Biochemistry and molecular Biology

Lopez-Lazaro, Miguel. 2009. Distribution and Biological Activities of The

Flavonoid Luteolin. (Online)

Page 31: amastigot

31

(http://www.ingentaconnect.com/content/ben/mrmc/2009/

00000009/00000001/art00004, diakses tanggal 15 Oktober 2009)

Lindsay, Steve,. et al., Effect of Pregnancy on Exposure to Malaria Mosquito.

Journal Lancet. Vol 355. June 3, 2000

Maestri, D.M., Nepote V., Lamarque, A.L., dan Zygadlo J.A. 2006. Natural

Products as Antioxidants. Phytochemistry: Advances in Research.

105-135

Mitamura, T., Palacpac, N.M. 2003. Lipid metabolism in Plasmodium falciparum-

infected erythrocytes: possible new targets for chemotherapy.

Microbes and Infection 5. 545-552

Monica E. Parise, Lewis, Linda S., Ayisi, John G., Nahlen, Bernard L., Slutsker,

Laurence, Muga, Richard, Sharif, S.K., Hill, Jenny, dan Steketee,

Richard W. 2003. A Rapid Assessment Approach for Public Health

Decision-Making Related to the Prevention of Malaria During

Pregnancy. Bulletin of the World health Organization.81

Nelson, WE,. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-15. WB Saunders Company.

Philadelphia. Pensilvania. 1999

Pin-Der, Duh., Dong-Bor, Yeh., dan Gow-Chin, Yen. 1992. Extraction and

Identification of an Antioxidative Component of Peanut Hulls.

Taiwan: department of Food Science. 69:8

Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 1999

Pritchard, Jack,. Et al,.. Obstetry Williams. Edisi ke-17. Airlangga University

Press. Surabaya. 1991

Republika Online. 2009. Malaria Mulai Resisten terhadap Obat. (Online)

(http://www.republika.co.id/koran/42/53869/Malaria_Mulai_Resisten

_Terhadap_Obat, diakses pada 10 oktober 2009)

Scherf, Artur., Pouvelle, Bruno., Buffet, Pierre A., dan Gysin, JuErg. 2001.

Molecular mechanisms of Plasmodium falciparum Placental

Adhesion. Blackwell Science:125-131

Page 32: amastigot

32

Staf Pengajar Departemen FKUI Jakarta. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi

Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Suparman, Eddy. 2005. Malaria pada Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran

No:146. Fakultas kedokteran Universitas sam Ratulangi

Tsigbey, F.K., R. L. Brandenburg , and V. A. Clottey. 2003. Peanut Production

Methods in Northern Ghana and Some Disease Perspectives. (Online)

(http://www.lanra. uga.edu/peanut/knowledgebase/, diakses pada 7

Oktober 2009)

Utomo, S.D., Suprapto, H., Sarjono, B. 2008. Uji Daya Hasil Galur Unggul

Kacang Tanah Keturunan ssp. hypogaea Pada Dua Jarak Tanam di

Kec. Natar Kab. Lampung Selatan. Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Wikipedia. 2009. Peanut. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/Peanut, diakses

pada 7 Oktober 2009)

Yarrow, G.K., and D.T. Yarrow. 1999. Managing wildlife. Birmingham: Sweet

Water Press.

Zein, Umar. 2005. Penanganan Terkini Malaria Falciparum. Divisi Penyakit

Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Page 33: amastigot

33

Lampiran 1

BIODATA DAN CURRICULUM VITAE PENULIS

1. Nama Lengkap : Rivo Yudhinata Brian Nugraha

Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 14 Agustus 1990

Alamat : Jalan durian No.1 Mulyoagung Dau Malang

Karya ilmiah yang pernah dibuat :

- Pemanfaatan air kelapa sebagai bahan baku pembuatan tekstil

- Pemanfaatan lendir bekicot (Achatina fulica Ferussac) untuk mempercepat

proses penyembuhan luka

Prestasi ilmiah yang pernah diraih :

- Juara 3 KIR tingkat kota Malang

- Juara 1 PKM GT Maba tingkat Fakultas Kedokteran Brawijaya Malang

- Juara 1 PKM GT Maba tingkat Universitas Brawijaya Malang

2. Nama Lengkap : Mirza Zaka Pratama

Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 4 Agustus 1990

Alamat : Jalan Dewandaru A-5 Malang

Karya ilmiah yang pernah dibuat :

- Pemanfaatan Terong Ranti Sebagai Alat Kontrasepsi Alami

Prestasi ilmiah yang pernah diraih : -

Page 34: amastigot

34

Lampiran 2

BIODATA DAN CURRICULUM VITAE DOSEN PENDAMPING

1. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. dr. Loeki Enggar fitri Mkes, SpPark

2. Golongan Pangkat/NIP : III D / Penata Tk I

3. Jabatan Fungsional : Dosen

4. Jabatan Struktural : Sekretaris S2 Biomedik PPSFKUB

5. Fakultas/Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Dokter

6. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya

7. Bidang Keahlian : Parasitologi

Page 35: amastigot

35

Lampiran 3

GAMBAR DAN BAGAN

Gambar Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) varietas fastigiata

Gambar Senyawa Luteolin (C15H10O6)

Gambar P. falciparum

Page 37: amastigot

37

Gambar Sintesis Asam Lemak P. falciparum