all in 3 des

37
PENANGANAN KASUS PERFORASI APIKAL DENGAN MINERAL TIROXIDE AGGREGATE DAN PORTLAND CEMENT 1. Pendahuluan Definisi dari perawatan ulang endodontik non bedah adalah perawatan ulang endodontik yang dilakukan setelah perawatan endodontik mengalami kegagalan. Kegagalan yang dimaksud di antaranya adalah masuknya mikroorganisme lewat kebocoran ( leakage ) pada restorasi bagian mahkota gigi dan mikroorganisme yang masih ada dalam saluran akar karena kurang bersihnya tindakan debridement saluran akar pada perawatan awal endodontik. Tindakan debridement yang kurang tuntas ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor operator dan faktor anatomi saluran akar. Faktor operator maksudnya adalah kurang cermatnya operator dalam proses preparasi saluran akar, sehingga masih meninggalkan kotoran / mikroorganisme. Tetapi yang lebih sering terjadi adalah karena faktor anatomi saluran akar sendiri yang kurang menguntungkan. Saluran akar yang bengkok, sempit, mengeras akan menyulitkan instrument endodontik untuk dapat melakukan pembersihan saluran akar dengan tuntas (Ruddle, 2004). Salah satu komplikasi dari perawatan endodontik adalah perforasi apikal. Perforasi apikal dapat disebabkan karena dinding akar yang sudah tipis atau rapuh atau karena kesalahan pengukuran panjang kerja. Perforasi dapat terjadi ketika perawatan endodontik dan membawa kesulitan untuk dapat mengatasinya.

Upload: cyintia-oriana-fallaci-novarani

Post on 28-Nov-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENANGANAN KASUS PERFORASI APIKAL

DENGAN MINERAL TIROXIDE AGGREGATE DAN PORTLAND CEMENT

1. Pendahuluan

Definisi dari perawatan ulang endodontik non bedah adalah perawatan ulang

endodontik yang dilakukan setelah perawatan endodontik mengalami kegagalan. Kegagalan

yang dimaksud di antaranya adalah masuknya mikroorganisme lewat kebocoran (leakage)

pada restorasi bagian mahkota gigi dan mikroorganisme yang masih ada dalam saluran akar

karena kurang bersihnya tindakan debridement saluran akar pada perawatan awal endodontik.

Tindakan debridement yang kurang tuntas ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor

operator dan faktor anatomi saluran akar. Faktor operator maksudnya adalah kurang

cermatnya operator dalam proses preparasi saluran akar, sehingga masih meninggalkan

kotoran / mikroorganisme. Tetapi yang lebih sering terjadi adalah karena faktor anatomi

saluran akar sendiri yang kurang menguntungkan. Saluran akar yang bengkok, sempit,

mengeras akan menyulitkan instrument endodontik untuk dapat melakukan pembersihan

saluran akar dengan tuntas (Ruddle, 2004).

Salah satu komplikasi dari perawatan endodontik adalah perforasi apikal. Perforasi

apikal dapat disebabkan karena dinding akar yang sudah tipis atau rapuh atau karena

kesalahan pengukuran panjang kerja. Perforasi dapat terjadi ketika perawatan endodontik dan

membawa kesulitan untuk dapat mengatasinya.

Akar yang mengalami perforasi dapat dirawat dengan pemberian bahan pengisi

(sealer). Bahan untuk sealing adalah salah satu dari faktor-faktor penting untuk prognosis

yang secara langsung mempengaruhi perbaikan defek. Beberapa bahan telah dianjurkan

untuk penggunaan sealing pada perforasi. Namun hasil yang berbeda telah menunjukkan

bahwa sejauh ini tidak ada bahan sealing yang ideal, yaitu bahan yang dapat memberikan

sealing yang optimal, manipulasi mudah, biokompatibilitas dan kemampuan induksi dari

osteogenesis dan sementogenesis.

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) adalah semen gigi yang telah disarankan sebagai

bahan pengisi untuk kebocoran antara gigi dan jaringan periodontal. MTA adalah bubuk

terdiri dari partikel hidrofilik tipis tricalcium silicate, tricalcium aluminate, tricalcium oxide,

silicate oxide, selain sejumlah kecil mineral oksida dan bismuth oxide, yang memberikan

radiopasitas (Broon et al, 2006). Namun, Wucherpfenning dan Green menekankan bahwa

MTA dan semen Portland yang tersedia untuk konstruksi yang sama seperti komposisi kimia

dan biokompatibilitasnya. Estrela, et al. Mengamati perbedaan antara bahan-bahan tersebut

adalah adanya bismuth oxide dalam MTA, yang digunakan untuk memberikan sifat

radiopasitas. Dan menurut penelitian yang dilakukan Broon dkk (2006), pro roof MTA, MTA

angelus dan Portland cement dapat menstimulasi pembentukan cementum baru di akar yang

perforasi pada gigi anjing.

2. Tinjauan Pustaka

2.2 Perforasi Apikal akibat Perawatan Endodonti

Berdasarkan penyebabnya, perforasi mahkota-akar dibedakan menjadi dua sebab

utama, yaitu iatrogenik dan patologik. Perforasi iatrogenik adalah komplikasi yang umum

dijumpai pada perawatan endodontik. Perforasi apikal iatrogenik biasanya disebabkan oleh

karena penggunaan alat preparasi yang berlebihan, operator gagal mengatasi apeks akar yang

bengkok pada saat instrumentasi dan hal ini tidak disadari oleh operator serta ukuran alat

yang digunakan pada saat instrumentasi terlalu besar atau kaku. Kadang – kadang untuk

membantu preparasi saluran akar sebelum perawatan endodontik selain menggunakan alat

yang digerakan mesin juga digunakan bahan kimia untuk melunakan dentin, apabila tidak

berhati hati pada saat instrumentasi dapat menyebabkan perforasi dinding lateral atau akar

yang membelok kearah apikal. Perforasi apikal menghalangi jalan masuk ke bagian 3-4 mm

terakhir saluran akar, jika tidak dirawat atau diisi akan menjadi fokal infeksi dan

menyebabkan penyakit periapikal. Keterampilan, perhatian, penggunaan kekuatan dan ukuran

instrument yang tepat membantu mencegah terjadinya kesalahan ini (Grossman, 1995).

Masalah lain pada perforasi apikal timbul waktu implantasi endodontik, kadang-kadang

secara sengaja. Dalam menempatkan suatu implan endodontik yang tidak lentur pada akar

bengkok, akar dilubangi untuk dapat menempatkan implan ini ke dalam tulang alveolar yang

seperti sepon. Beberapa klinisi ada juga yang melubangi kedua sisi akar yang sebelumnya

dirawat, untuk menempatkan implan secara horizontal melalui akar gigi yang posisinya jelek,

karena insersi implan secara konvensional akan melubangi plat tulang kortikal dan akan

menyebabkan kegagalan. Prognosis gigi yang dirawat dengan cara ini adalah meragukan, dan

perawatan semacam ini sedapat mungkin harus dihindari (Grossman, 1995).

2.3 Pro-root MTA

Bahan untuk perbaikan apikal, Pro-Root MTA terdiri dari bubuk halus dan partikel

hidrofilik. Hidrasi bubuk menciptakan gel koloid yang mengeras membentuk barrier

impermeable yang kuat yang menyembuhkan selama periode 4 minggu. Indikasi Pro-Root

MTA sebagai material untuk perbaikan akar gigi adalah:

1. Bahan pengisi ujung akar.

2. Untuk perbaikan dari saluran akar sebagai plug apical selama apeksifikasi.

3. Untuk perbaikan dari perforasi akar selama perawatan saluran akar.

4. Sebagai bahan pulp capping.

5. Untuk perbaikan perforasi sekunder dari resorpsi akar gigi.

Pembentukan barrier yang stabil terhadap kebocoran bakteri dan cairan merupakan

salah satu tanda klinis untuk suksesnya suatu material perbaikan saluran akar. Barrier

tersebut harus menutup komunikasi antara sistem saluran akan dan jaringan sekitarnya. Pro-

Root MTA merupakan salah satu bahan yang dapat membentuk barrier tersebut. Beberapa

penelitian yang lain menunjukkan bahwa migrasi bakteri pada perawatan dengan ProRoot

MTA lebih sedikit bila dibandingkan dengan material perbaikan akar gigi lainnya. ProRoot

MTA mempunyai biokompabilitas yang baik dengan jaringan vital. Sebuah dokumen

penelitian secara histologi menunjukkan bahwa Pro-Root MTA mempunyai respon klinis

sebaik material pengisi saluran akar (Anonim, 2011).

2.4 Angelus MTA

2.4.1 Deskripsi

MTA-Angelus adalah semen endodontik yang berkomposisikan beberapa mineral

oksida. Bahan ini diindikasikan secara khusus untuk perawatan saluran akar lateral dan

furkasi, reabsorpsi internal, bedah pareodontik, obturasi retrograde, proteksi pulpa direk,

pulpotomi pada saluran akar yang belum tumbuh dengan sempurna.(Angelus Indústria de

Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil)

2.4.2 Keuntungan

Ada beberapa keuntungan MTA-Angelus jika dibandingkan dengan amalgam dan

semen berbahan zinc oksida dan eugenol, antara lain:(Angelus Indústria de Produtos

Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil)

1. Merupakan bahan pengisi saluran akar yang sangat sempurna, dimana bahan ini dapat

mencegah migrasi bakteri dan penetrasi cairan dari jaringan ke dalam saluran akar.

2. Dapat menginduksi proses formasi dental barrier pada pulpa

3. Menutup perforasi pada saluran akar dan furkasi melalui induksi formasi sementum peri-

radikuler.

4. Dapat digunakan dengan suasana yang lembap tanpa kehilangan komposisi bahan itu

sendiri. Hal ini berbeda dengan bahan-bahan lainnya yang membutuhkan daerah kerja

yang benar-benar kering, yang biasanya sulit didapatkan khususnya pada bedah

pareodontik dan obturasi retrograde.

2.4.3 Indikasi

1. Perawatan yang melibatkan perforasi, baik perforasi saluran akar maupun furkasi.

2. Bahan pengisi untuk kasus resorpsi internal

3. Obturasi retrograde yang melibatkan bedah periapikal

4. Direk pulp capping

5. Pulpotomi dan apeksogenesis

6. Apeksifikasi

2.4.4 Teknik Penggunaan

1. Siapkan 1 sendok takaran bubuk MTA-Angelus dan 1 tetes cairannya di atas glass lab.

2. Aduk selama 30 detik sampai tercapai homogenitas yang baik dari bubuk maupun

cairnnya. Setelah diaduk, semen ini memiliki konsistensi agak berpasir dan mirip

amalgam, namun lebih lembap.

Gambar X.X Cara pengadukan MTA-Angelus

3. Aplikasikan semen yang telah diaduk pada kavitas yang diinginkan.

4. Lakukan proses kondensasi pada semen yang telah diaplikasikan tersebut.

2.4.5 Komposisi MTA-Angelus

Komposisi dari MTA–Angelus sebagian besar terdiri atas semen Portland (80%) dan

bismut oksida (20%). Komponen utama penyusun MTA-Angelus, meliputi: trikalsium silikat

(3CaO.SiO2), dikalsium silikat (2CaO.SiO2), trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3), dan kalsium

sulfat dehidrat (CaO.SO3.2H2O) (Broon, et al., 2006). Berdasarkan bahan kimia yang

menyusun, dikenal dua jenis semen dalam MTA-Angelus, yaitu MTA abu-abu (grey MTA)

dan MTA putih (white MTA). Berikut tabel perbedaan komposisi grey MTA dan white MTA:

(Broon et al., 2006; Song et al., 2006)

Tabel X.X Perbedaan komposisi grey MTA dan white MTA

Grey MTA White MTA

Terdapat tetrakalsium aluminoferit

(4CaO.Al2O3.Fe2O3)

Tidak terdapat terdapat tetrakalsium

aluminoferit (4CaO.Al2O3.Fe2O3)

Fase ferit tidak dihilangkan

konsentrasi besi dan mangan lebih

banyak

Penggunaan fluxing agent (clay) untuk

menghilangkan fase ferit selama proses

clinkering material utama berupa

batu karbonat tanpa kandungan besi

Terdapat besi oksida (Fe2O3) Tidak terdapat besi oksida (Fe2O3)

Tidak terdapat kalsium sulfat (CaSO4) Terdapat kalsium sulfat (CaSO4)

Berikut ini merupakan tabel komposisi dari beberapa sement endodontik: (Song et al., 2006)

Tabel X.X Komposisi seme

n endodonti

k (Song et al., 2006)

2.4.6 Karakteristik MTA-Angelus

1. Sifat fisik dan kimiawi

Pada saat MTA-Angelus berkontak dengan air, dapat terbentuk seperti colloidal

gum yang dapat mengeras sendiri, berubah menjadi rigid dalam waktu 10 menit, dan

dalam waktu 4 jam pasca-aplikasi ke dalam kavitas gel. (Oliveira, et al., 2007)

Gambar X.X SEM Mikrograf dari MTA-Angelus yang sudah mengeras (Oliveira, et al., 2007)

2. Potensial hidrogenisasi (pH)

MTA-Angelus merupakan semen endodontic sealer yang memiliki pH sangat

alkali, pada awal pencampuran pH-nya dapat mencapai 10,2 sedangkan dalam waktu 3

jam pH-nya meningkat menjadi 12,5. pH ini dapat stabil di dalam kavitas. (Oliveira, et

al., 2007) Tingginya pH MTA-Angelus dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan dapat

berfungsi sebagai antibakteri untuk jangka waktu yang lama. Selain itu, pH yang alkalin

disertai kemampuan releasing kalsium dari MTA-Angelus juga dapat menstimulasi

mineralisasi jaringan. (Broon et al., 2006)

3. Radiopasitas

Radiopasitas white MTA-Angelus lebih tinggi daripada dentin dan jaringan tulang,

tetapi hampir mirip dengan radiopasitas gutta percha, sehingga visualisasi pada kontrol

rontgenologisnya cukup mudah dilakukan oleh operator. Radiopasitas MTA-Angelus

ditentukan oleh komponen bismut oksida yang terkandung, semakin tinggi konsentrasi

bismut oksida yang terkandung dalam suatu MTA, semakin radiopak juga saat dilakukan

pencitraan radiologisnya. (Song et al., 2006)

Berikut ini tabel dispersi energi sinar X dari komponen kimia yang terkandung

dalam MTA-Angelus:

Tabel X.X Tabel dispersi energy dari spectrometer sinar X (Song et al., 2006)

Gambar X.X Dispersi energi spektrum sinar X dari gray MTA (Song et al., 2006)

Gambar X.X Dispersi energi spektrum sinar X dari white MTA (Song et al., 2006)

4. Waktu pengerasan (hardening time)

Waktu pengerasan MTA-Angelus terjadi sekitar 10 menit. Ini merupakan waktu

yang cukup cepat bagi suatu semen endodontic sealer untuk mengeras. Cepatnya waktu

pengerasan ini dikarenakan pada MTA-Angelus tidak didapatkan penambahan kalsium

sulfat seperti pada ProRoot MTA yang waktu pengerasannya lebih lama, yaitu 2 jam.

Sehingga penggunaan MTA-Angelus pada prosedur tindakan yang rangkaiannya panjang,

biasanya semen yang dimanipulasi pada plate yang akan cepat mengeras dan sulit untuk

diaplikasikan. Oleh karena itu sangat direkomendasikan untuk melindungi semen dengan

tampon yang lembap. (Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR,

Brazil)

5. Resistensi tekanan

Resistensi tekanan MTA-Angelus setelah 21 hari dapat mencapai 70 MPa

(Oliveira, et al., 2007), sedangkan setelah 28 hari adalah sekitar 44,2 MPa, yaitu nilai

resistensi stabil dari MTA-Angelus. Kekuatan resistensi tekanan MTA-Angelus ini berada

di bawah standar nilai yang diterima, sehingga bahan ini tidak dapat diaplikasikan secara

langsung (direct) untuk pengisian area oklusal gigi. (Angelus Indústria de Produtos

Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil)

6. Kelarutan (solubility)

Kelarutan MTA-Angelus berada pada kisaran antara 0,1% dan 1 %. Hal ini tidak

menunjukkan tanda signifikan akan kelarutan MTA-Angelus di dalam kontak dengan

kelembapan, sehingga memberikan jaminan yang cukup baik untuk penutupan marginal.

(Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil)

7. Kekuatan penutup (sealing power) dan infiltrasi mikro

Kekuatan penutup (sealing power) MTA-Angelus sudah teruji secara in vitro

untuk mengevaluasi kuantitas infiltrasi warna dalam perlekatan dentin dengan MTA-

Angelus. Didapatkan bahwa terdapat sedikit penyerapan warna ke dalam area perlekatan

tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keberadaan material dengan kekuatan

penutupan yang tinggi akan menyebabkan sukarnya infiltrasi bakteri, karena bakteri yang

berkembang memiliki dimensi ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan

molekul pewarna pada MTA-Angelus. (Hashem dan Hassanten, 2008)

Gambar X.X Histogram rerata absorpsi pewarnaan yang berhubungan dengan infiltrasi mikro (Hashem dan

Hassanten, 2008)

8. Ekstravasasi

Keberadaan sisa material di luar kavitas kerja operator selama tindakan obturasi

dari perforasi radikuler dapat menyebabkan overcoming periodontal linking yang dapat

mengakibatkan inflamasi dan lesi traumatik sehingga menghambat proses pembentukan

scar. (Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil)

9. Resistensi terhadap pergerakan

MTA-Angelus memiliki kapasitas penempelan yang baik dalam menginduksi

pembentukan dinding dentin sekunder, karena bersifat resisten terhadap tekanan

dislokasi antara MTA-Angelus dengan dinding dentin. Sehingga MTA-Angelus dapat

diindikasikan untuk penutupan perforasi pada furkasi gigi dengan syarat dilakukan

penutupan terlebih dahulu dengan material restorasi intermedium sebelum digunakan

material restorasi permanen. (Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda.,

Londrina, PR, Brazil)

10. Sterilisasi

MTA-Angelus disterilisasi dengan sinar gamma-kobalt. Proses pensterilan MTA-

Angelus pada tahap berikutnya tidak terlalu dipentingkan karena MTA-Angelus

merupakan produk yang pH-nya sangat alkali, sehingga tidak memungkinkan adanya

pertumbuhan bakteri. (Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR,

Brazil)

11. Potensial klinis

Secara klinis, penggunaan MTA-Angelus dapat menyebabkan sedikit inflamasi

ringan dan didukung dengan tingginya aktivitas penutupan mineralisasi dari penggunaan

MTA-Angelus. Kedua kondisi tersebut mendukung adanya kemampuan MTA-Angelus

dapat menginduksi lebih dari 2/3 organisasi dari serabut ligament periodontal baru dan

menginduksi insersi ke dalam barier yang termineralisasi pada bentukan pembuluh darah

baru dan pada kondisi jaringan tulang normal didekat perforasi. Proses repairing ini mirip

dengan proses repairing oleh penggunaan kalsiun hidroksida. MTA-Agelus dapat

berfungsi juga sebagai sementokonduktor dan osteoinduktor. (Broon et al., 2006)

Gambar X.X MTA-Angelus mendemonstrasikan pembentukan baru dari jaringan yang termineralisasi pada

penutupan perforasi (P). Pengecatan HE-Olympus 10X (Broon et al., 2006)

2.5 White portland cement

Karakteristik permukaan white portland cement (WPC) jika dilihat dengan mikroskop

berbentuk pecahan kristal cuboidal atau beberapa area materi granular dengan karakteristik

bermotif coral jika dilihat dengan perbesaran yang tinggi. White Portland cement hampir

memiliki komposisi yang hampir sama dengan gray MTA,. Jika gray MTA terdiri dari

bismuth oxide dan calcium silicate oxide, struktur dari white Portland cement ini

mengandung potassium ion. Selain itu, struktur dari white Portland cement kurang homogen

dibandingkan dengan MTA (Jin-Seong et al, 2006).

WPC memiliki karakteristik mikroskopis, makroskopis dan analisa X-Ray yang sama

dengan MTA. sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rineiro et al (2006) menyebutkan

bahwa MTA dan PC tidak memiliki efek sitotoksik pada sel ovarium hamster. Hasil ini

digunakan sebagai pendukung tambahan akan keperluan PC dalam praktek kedokteran gigi.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Menezes et al (2004) menyebutkan bahwa baik

MTA maupun PC memiliki efektifitas yang baik sebagai proteksi pulpa pada evaluasi

histologis yang dilakukan pada kasus pulpotomi pada anjing. Oleh karena hasil yang

memuaskan yang didapatkan pada MTA dan PC, maka PC digunakan sebagai pengganti atau

alternatif dari MTA (De-Deus and Filho, 2007).

Sebuah studi kasus menjelaskan penggunaan WPC sebagai apical plug pada kasus

apeks terbuka. Bubuk WPC dicampur dengan air steril membentuk pasta WPC dengan

konsistensi yang lembut. Setelah itu, WPC diaplikasikan pada bagain apeks dari saluran akar

untuk membentuk apical plug (De-Deus and Filho, 2007).

Gambar 1. Aplikasi WPC dengan ketebalan 3mm pada apeks (De-Deus and Filho, 2007).

Setelah 7 bulan, tampak proses penyembuhan yang sempurna pada apeks dan setelah 1

tahun, tidak didapatkan reinfeksi dan gejala klinis.

Gambar 2. Setelah 7 bulamn perawatan, tampak penyembuhan yang sempurna

pada daerah periapikal (De-Deus and Filho, 2007).

Jika gray MTA terdiri dari bismuth oxide dan calcium silicate oxide, pada white

portland cement terdapat ion potassium. Selain itu, struktur dari white portland cemeent

kurang homogen dibandingkan dengan MTA.

WPC dibagi menjadi dua yaitu struktural dan non struktural. Pada kelompok non

struktural kaya akan material karbon, termasuk kalsium karbonat yang berfungsi untuk

memberikan komposisi concrete sehingga pencampuran mudah dilakukan. Perbedaan WPC

dan gray MTA terletak pada warna. Warna putih yang didapatkan pada WPC memerlukan

modifikasi pada metode pembuatannya, dan oleh sebab itu WPC memiliki harga yang lebih

mahal jika dibandingkan dengan gray MTA. Sebaiknya, dalam penggunaan WPC

menghindari adanya kontak langsung dengan mata, kulit, terhirup, maupun tertelan

3. Pembahasan

ProRoot MTA terdiri dari 75% semen portland, 20% bismuth oxide sebagai radiopasifikator

dan 5% kalsium sulfat untuk meningkatkan pengelolaanya. MTA-Angelus terdiri dari 80% semen

portland dan 20% bismuth oxide, dan keduanya berwarna putih dan abu-abu. Warna abu-abu pada

semen portland disebabkan oleh besi dan mangan. Oleh karena itu, saat terjadi penurunan konsentrasi

dari besi maka warna yang tampak akan lebih jernih. Sebagai tambahan, saat pembuatan semen putih

di pabrik menggunakan clay dan batu karbonat tanpa besi sebagai material utama. Menurut penelitian

Holland, et al. Pada tahun 2002 telah dievaluasi bahwa reaksi dari jaringan konektif tubulus dentin

pada tikus yang diisi dengan MTA putih dan abu-abu menunjukkan hasil yang serupa. Chakmakchi, et

al. membandingkan kapasitas dari sealant MTA putih dan abu-abu dengan semen portland pada

perforasi furkasi dari gigi manusia yang telah diekstraksi. Penelitiannya menunjukkan ada perbedaan

antara MTA putih dengan semen portland, tetapi tidak ada perbedaan antara grup MTA putih dengan

MTA abu-abu. Diamanti, et al. menganalisa komposisi kimia, pH dan karakteristik permukaan dari

MTA abu – abu dengan MTA putih (ProRoot MTA). Mereka mendemonstrasikan keduanya sama,

yang berbeda hanyalah komposisi kimia, seperti besi oksida (Fe2O3) yang tidak ditemukan di MTA

putih, dan kalsium sulfat (Ca2SO4) yang tidak ditemukan pada MTA abu – abu. Semen portland

digunakan pada penelitian ini, karena basis dari MTA. WPC diklasifikasikan menjadi dua bagian,

berstruktur dan tidak berstruktur. WPC tidak berstruktur terdapat material karbon (batu tanah), yang

terdiri terutama kalsium karbonat yang digunakan untuk mengembalikan konsentrasi dan mudah

dicampur, biasanya WPC digunakan pada pasta di ceramic, untuk membuat tumpukan hidrolik, yang

berarti aplikasi yang tidak berstruktur. Menurut Bernabe dan Holland ada banyak tipe dari semen.

Meskipun demikian, hanya beberapa yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.

Beberapa material telah diteliti untuk mencari material yang ideal dari bahan pengisi saluran

akar. Meskipun tidak satupun dari material itu memenuhi syarat yang ideal. Pitt Ford, et al. meneliti

perforasi pada gigi anjing yang telah diisi dengan MTA atau amalgam dan ditemukan 6 kasus tanpa

keradangan, 1 kasus dengan keradangan sedang setelah 4 bulan. Holland, et al. menemukan perforasi

akar pada gigi anjing yang diisi dengan MTA dan Sealaplex. Setelah 30 hari, didapatkan 4 kasus

dengan tidak ada keradangan, 3 gigi dengan sel inflamasi. Setelah 180 hari, 10 kasus tidak didapatkan

keradangan, dan 2 gigi menunjukkan overflow dari material dan reaksi kronis inflamasi sedang

dengan adanya giant sel. Dalam penelitian ini, pada kelompok MTA ProRoot, didapatkan 3 gigi yang

mengalami keradangan dan 2 gigi yang tidak mengalami keradangan. Pada kelompok MTA Angelus,

didapatkan 4 gigi yang mengalami keradangan, 1 gigi sedang sampai ringan dan tidak ada

keradangan. Pada kelompok WPC, semua gigi mengalami inflamasi yang sedang sampai ringan (4

gigi). Meskipun penelitian statistik Kruska Wallis menggunakan sampel kecil dengan hasil yang

berbeda – beda, menunjukkan bahwa di antara bahan – bahan tersebut tidak ada perbedaan yang

signifikan. Bahkan ada yang mengalami keradangan sedang sampai ringan pada empat bahan sealant

dengan WPC dan MTA Angelus dibandingkan menggunakan ProRoot MTA didapatkan hasil 3 gigi

yang mengalami keradangan, aplikasi klinis harus banyak dilakukan menggunakan 4 bahan dengan

perbaikan sebagian atau seluruhnya. Beberapa kasus mencoba untuk memperbaiki jaringan

periodontal. Diyakini bahwa infiltrasi keradangan yang diamati dalam penelitian ini adalah terkait

dengan disperse dari sealing material mungkin karena kurangnya kontrol dari komponen kimia WPC,

situasi yang tidak terjadi dengan ProRoot MTA dan MTA Angelus, yang menggunakan kualitas

normal, kualitas kontrol yang digunakan sebagai material kedokteran gigi.

Pengisian yang berlebih (over-filling) dapat menyebabkan inflamasi kronis.

terjadi pembentukan jaringan yang mengalami mineralisasi di sekitar material yang overflow .

Setelah 90 hari material akan teresorbsi sebagian atau seluruhnya. Resorbsi membutuhkan lebih

banyak waktu, karena 18.8% MTA tidak larut dalam air.

pembuatan plug kalsium hidroksida atau matriks yang membatasi MTA hanya pada daerah

perforasi. pengaplikasian MTA harus hati-hati dengan tekanan yang minimum. material tidak boleh

diisi pada periodontal space. MTA tidak menyebabkan efek sitotoksik ketika diaplikasikan pada

kultur ligamen periodontal manusia. Terjadi perbaikan pada daerah resorpsi di dentin dan sementum.

Beberapa gigi tanpa mengalami penutupan yang memperlihatkan usaha untuk menutup kerusakan,

dimulai dari daerah di bawah kerusakan, dengan deposisi melebihi sementum yang ada. Data ini sama

dengan data Pitt Ford et al, mereka melakukan penelitian dengan menggunakan gigi anjing yang

perforasi yang segera ditutup dengan MTA lalu diobservasi deposisi dari sementum pada 5 gigi

setelah 4 bulan. Gigi dengan kontaminasi menunjukan bentukan baru hanya pada 2 gigi, hal ini

membuktikan bahwa kasus tersebut dengan bentukan yang tidak sempurna membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk diobservasi penutupan yang sempurna. Penelitian baru-baru ini menunjukkan kasus

yang menghubungkan dengan inflamasi kronis yang berat, hal tersebut bisa menyatakan mengenai

bakteri. Namun, tidak ada studi khusus mengenai hal tersebut, tidak ada identifikasi bakteri, karena

pemotongan dilakukan secara seri dan blok keluar selama proses perbaikan. Proses penutupan pada

gigi dengan reparasi MTA yang diikuti inflamasi menurut Pitt Ford et al, Holland et al, Thomson et

al, hal tersebut karena kapasitas dari MTA yang menstimulus neo formasi dari mineralisasi jaringan

menurut Holland et al, hal itu untuk mekanisme aksi yang sama dengan kalsium hidroksida. Holland,

et al. menemukan bahwa 9 dari 10 gigi dengan adanya pembentukan sementum baru selama 180 hari,

beberapa dengan bentukan defek seperti saluran yang tidak teratur berisi jaringan ikat, Holland et al.

mendemonstrasikan bahwa kalsium hidroksida, MTA dan semen Portland, menentukan formasi dari

calcic granules dan jaringan yang termineralisasi, pada sub-adjacent ke tubulus dentin tertanam

dalam jaringan subkutan. Menurut penulis, mechanism of action selama pencampuran dari MTA

dengan air menjadi kalsium hidroksida ketika berkontak dengan cairan jaringan, hal ini berhubungan

dengan ion-ion dari kalsium dan hidroksil. Ion kalsium bereaksi dengan gas karbonik pada jaringan

karbonik, menghasilkan calcite granules, yang berasal dari akumulasi fibronektin, yang dihasilkan

fibroblastos, makrofag dan sel endothelial. Menurut Seux et al. fibronektin bertanggung jawab

terhadap migrasi dan adesi dari sel sel periodontal, yang memekakan dan menumpuk kolagen tipe 1,

membentuk matriks organik ekstraseluler, mendorong diferensiasi sel sementoblas, bertanggung

jawab terhadap deposisi dari jaringan yang termineralisasi pada daerah reabsorbsi. Thomson et al.

mengevaluasi kapasitas diferensiasi dari sementoblas pada permukaan, menunjukkan bahwa material

mengawali produksi dari osteocalcina dan merangsang produksi dari matriks yang termineralisasi,

MTA sebagai material cementokonduktor. Moretton et al. setelah implantasi MTA pada jaringan

osseus dan subkutan pada tikus, menjadi osteoindutor. Meskipun demikian lebih dari

cementoconductor atau osteoinductor dipercaya bahwa MTA bisa menciptakan kondisi fisical sealant

yang ideal, yang berarti bahwa itu tidak akan larut bahkan dengan darah, MTA mempunyai pH yang

tinggi dan ion kalsium yang tinggi, MTA juga bisa menghentikan pertumbuhan dan melewati bakteri

dari jaringan periodontal ke tempat yang ada perforasi lokalnya dengan aksi mekanisme dari alkalin

yang tinggi, keadaan fisik, kimia dan biologi, reaksi organisme, menstimulasi proses reparasi, sebagai

bukti klinis dari mayoritas sealant perforasi biologis pada kasus ini. Aspek lain yang ditandai oleh

beberapa penulis seperti Saidon, et al. yang menganggap semen Portland mempunyai potensi untuk

digunakan sebagai bahan restorasi yang murah, walaupun itu seharusnya belum digunakan pada

pasien. Bernabe dan Holland menyatakan bahwa penggunan semen Portland masih harus melibatkan

etika dan prinsip-prinsip yuridis dan penulis tidak setuju dengan penggunaan WPC pada pasien karena

bahan tersebut bisa mengakibatkan reaksi pada jaringan periodontal, sama dengan yang ditunjukkan

pada penelitian dengan menggunakan anjing.

4. Kesimpulan

Menurut metodologi dan mempertimbangkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa

tiga bahan dirangsang oleh pembentukan sementum baru pada perforasi akar gigi anjing,

peradangan yang muncul dikaitkan dengan berlebihannya bahan sealing pada jaringan

periodontal.

5. Daftar Pustaka

Anonim. 2011. ProRoot MTA Root Repair Material; The Clear Choice For Predictable

Results. Available from www.tulsadentalspecialties.com

Grossman, Louis I.; Oliet, Seymour; Del Rio, Carlos E. 1995. Ilmu Endodontik dalam

Praktek. Ed 11th. Jakarta: EGC. h 350.

Ruddle, Clifford J. DDS. CDA. 2004. Nonsurgical Endodontic Retreatment. Journal

Vol.32, No. 6. pp.474-484

Jin-Seon Song, BDS, MS, FRACDS,a Francis K. Mante, DMD, PhD,b William J.

Romanow,c and Syngcuk Kim, DDS, PhD,d Philadelphia, PA. 2006. Chemical

analysis of powder and set forms of Portland cement, gray ProRoot MTA, white

ProRoot MTA, and gray MTA-Angelus.

De-deus and Filho. 2007. The Use of White Portland Cement as an Apical Plug in A

Tooth with necrotic Pulp and Wide-Open Apex: A case Report. Rio De Janeiro: International

Endodontic journal.

Angelus Indústria de Produtos Odontológicos Ltda., Londrina, PR, Brazil. Available

on http://www.angelus.ind.br/en/endodontics/mta/

Broon, NJ. et al. 2006. Healing Of Root Perforations Treated With Mineral Trioxide

Aggregate (MTA) And Portland Cement. Journal of Applied Oral Science. vol. 5, n. 14, p.

305-311.

Hashem AAR. and Hassanten EE. 2008. ProRoot MTA, MTA-Angelus and IRM Used to

Repair Large Furcation Perforations: Sealability Study. J Endod;34:59–61

Oliveira MG., Xavier CB., Demarco FF., Pinheiro ALB., Costa At., Pozza DH. 2007.

Comparative Chemical Study of MTA and Portland Cements. Braz Dent J. 18(1): 3-7

Song JS., Mante FK., Romanow WJ., Kim S. 2006. Chemical analysis of powder and

set forms of Portland cement, gray ProRoot MTA, white ProRoot MTA, and gray MTA-

Angelus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod; 102:809-15

Tjio Devi: 082131416659

[email protected]

[email protected]

Tika juga