akir lk 2

11
MAY 23 MAKALAH LK II BIREUEN MAKALAH MEMBANGUN SOLIDARITAS ORGANISASI KAMPUS DALAM MEWUJUDKANPERGERAKAN MILITAN DAN TEROGANISIR Di Ajukan Sebagai Prasarat Untuk Mengikuti Intermediate Training (LK II) Tingkat Regional Sumatra HMI Cabang Bireuen Oleh: ERDI MUALIM UTUSAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG KOTA JANTHO- ACEH BESAR 2009 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM HMI CABANG KOTA JANTHO ACEH BESAR KATA PENGANTAR Assalmualikum Wr. Wb Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun makalah ini . Salawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah umat manusia dari kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini. Makalah Yang Berjudul “MEMBANGUN SOLIDARITAS ORGANISASI KAMPUS DALAM MEWUJUDKANPERGERAKAN MILITAN DAN TEROGANISIR” Dan mungkin Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan yang akan datang. Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat. Amien…...

Upload: rizka

Post on 19-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: akir lk 2

MAY

23

MAKALAH LK II BIREUENMAKALAH MEMBANGUN SOLIDARITAS ORGANISASI KAMPUS DALAM MEWUJUDKANPERGERAKAN MILITAN DAN TEROGANISIRDi Ajukan Sebagai PrasaratUntuk Mengikuti Intermediate Training (LK II) Tingkat Regional SumatraHMI Cabang BireuenOleh:ERDI MUALIM

UTUSANHIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)CABANG KOTA JANTHO- ACEH BESAR2009

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM HMICABANG KOTA JANTHO – ACEH BESAR

KATA PENGANTAR

Assalmualikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun makalah ini . Salawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah umat manusia dari kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini. Makalah Yang Berjudul “MEMBANGUN SOLIDARITAS ORGANISASI KAMPUS DALAM MEWUJUDKANPERGERAKAN MILITAN DAN TEROGANISIR” Dan mungkin Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan yang akan datang. Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat. Amien…...

Banda Aceh, 20 May 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Page 2: akir lk 2

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....... iDAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iiBAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………... 81. Sikap Mahasiswa dalam Rangka Penggerak Reformasi………………………… 82. Peran Mahasiswa Sebagai Moral Force…………………………………………. 113. Mahasiswa Dan Kepekaan Sosial……………………………………………….. 16BAB III KESIMPULAN………………………………………………………… 19DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 24 

BAB IPENDAHULUAN

Sejarah panjang kehidupan telah menetapkan bahwa mahasiswa adalah tiang penentu masa depan yang gemilang. Berbagai bentuk langkah strategis yang mereka lakukan adalah warna yang tidak akan bisa dihapus oleh siapa pun. Mengapa? Karena originalitas gerakan mereka benar-benar berada dalam satu Yang suci demi umat dan bangsa. Perjuangan mereka benar-benar murni. Karena, Mahasiswa yang merupakan representasi kaum muda adalah para agen perubahan dari setiap lini kehidupan. Tanggung jawab besar diletakkan di punggung mereka. Pilar terpenting dari bangsa Indonesia adalah Mahasiswa. Tidak ada revolusi apapun tanpa peran Mahasiswa, dan tak ada kontra revolusi apapun tanpa peran Mahasiswa (kalimat ini diucapkan oleh orang asing). Predikat Mahasiswa akan membuat seseorang menjadi agen perubahan, pengontrol perubahan sosial, penyampai llmu dan lain sebagainya, intinya, Mahasiswa adalah “warasatui Ambiya’” Mahasiswa-lah yang akan menjadi nabi-nabi Sosial, seorang Intelektual yang senantiasa gelisah melihat ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, di negara atau bahkan di dunia, yang selalu tergugah ketika keberagamaan yang mereka miliki tidak memihak. Namun, di era globalisasi ini, di saat zaman mulai tercemar oleh perilaku passif dan cenderung pragmatis, peran Mahasiswa sudah mulai dipertanyakan. Mahasiswa yang secara formal hidup dalam dunia pendidikan ternyata tidak mampu mengartikulasikan wacana ideologis perjuangan dalam mengawali perubahan bangsa dan negara. Konflik dalam dunia pendidikan hanyalah sebagian factor penyebab hilangnya marwah pendidikan untuk menghasilkan Mahasiswa brilian yang mempunyai pemikiran cerdas kreatif. Keengganan Mahasiswa untuk melakukan pengembaraan pemikiran melalui medium kontemplasi sinergis antara hati dan fikiran juga menjadi penyebab menurunnya kwalitas Mahasiswa. Sangat jarang ditemukan Mahasiswa yang mempunyai gairah perjuangan untuk menciptakan perubahan, mereka malah asyik mereformasi dunia perkuliahan menjadi ajang pergaulan bebas dan sepi dari spiritualitas sehingga output yang dihasilkan oleh perguruan tinggi adalah Mahasiswa bodoh amoral yang menambah sumber daya konflik bagi bangsa. Fenomena menurunnya kwalitas mahasiswa tersebut harus segera diantisipasi, karena mahasiswa sebagai tiang penyanggah kokohnya bangsa harus senantiasa memiliki rasa nasionalisme yang di implementasikan melalui intensitas proses untuk membangun kapasitas personalnya, baik dari segi kapasitas disiplin keilmuan dan juga kapasitas pemahaman terhadap keberagamaan yang kaffah, yaitu pemahaman keagamaan melaluihermeneutika dinamika factual yang terajut dalam setiap sendi kehidupannya. Sinergitas antara kapasitas akademik dan keagamaan tersebut, diyakini mampu untuk mengembalikan sakralitas identitas ke-mahasiswa-aanya yang selama ini telah tercerabut oleh kepentingan pragmatis-oportunistik yang cenderung sementara. 

Page 3: akir lk 2

Karena dengan pergesekan pemikiran dan budaya tersebut, Mahasiswa akan memintal benang prosesnya dalam jalur yang benar menuju peningkatan kwalitas hidup dalam kehidupannya. Pak Roem pemah berkata “pada tahun 1945, 40 Mahasiswa bisa memerdekakan bangsa Indonesia! Namun sekarang? Berjuta mahasiswa tidak mampu menjadi motor penggerak untuk menciptakan perubahan yang fundamen-konseptis demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dibingkai dalam frame di ridhoi oleh Allah SWT” hal ini merupakan fenomena tragis dan menjadi indikator hilangnya peran dan tanggung jawab mahasiswa sebagai imbas degradasi multi aspek dalam internal dan eksternal Mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mengembalikan mahasiswa kepada track yang benar dalam proses pencarian identitas individu dan sosialnya, maka perlu diadakan pembinaan massif dan intensif di bidang keilmuan dan keagamaan mereka. Hal itu bisa diwujudkan melalui Kaderisasi yang terencana dan memiliki tujuan jelas. Yaitu mencari potensi yang dimiliki Mahasiswa, menggali potensi tersebut, kemudian merubahnya menjadi kekuatan yang representative untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan proses kaderisasi yang menitik beratkan kepada konstruksi kepekaan sosial Mahasiswa, maka jalan untuk menumbuhkan kritisisme Mahasiswa terhadap fenomena keummatan akan terbuka. Mahasiswa akan memiliki nilai-nilai sosial yang akan membawa mereka kembali kepada idealisme Mahasiswa sebagai garda depan pejuang hak umat, berusaha menebus kembali semangatnya yang sempat tergadaikan. Maka marilah dengan kembali kita sebagai pemuda Indonesia bersumpah, kembali berainkarnarnisi tentang pentingnya I’tikad sumpah kepemudaan demi terwaujudnya masyarakat adil makmur berbangsa, bernegara, berbudi luhur serta mempunyai kapabilitas yang komprehensif terhadap masa depan bangsa Indonesia. Selamat berjuang! Yakin Usaha Sampai.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Sikap Mahasiswa dalam Rangka Penggerak ReformasiDewasa ini, tanpa mengacuhkan capaian-capaian hebat kita sebagai sebuah bangsa yang besar harus diakui bahwa kita mengalami keterpurukan dalam beberapa aspek kehidupan. Dalam bidang ekonomi; harga kebutuhan pokok yang melangit, kemiskinan yang membelit kehidupan rakyat, dan kemiskinan yang terjadi di mana-mana. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkatan golongan yang mampu menikmatinya, maka dapat dipastikan hanya orang-orang elit saja yang merasakan fasilitas tersebut. Jika rakyat kecil bisa masuk kampus, maka kegiatan yang dilakukannya adalah berjualan koran, meminta-minta, memungut sampah, tanpa mampu menikmati pendidikan yang memadai. Hal itu tidak lain adalah kepemimpinan yang ada di negeri ini. Kepemimpinan itu tidak merujuk hanya pada satu orang saja tapi bisa diletakkan pada kelompok bahkan generasi. Di dalam kepemimpinan yang baiklah sebenarnya perubahan akan terjadi. Jika pada level pemimpinnya saja sudah tidak bisa diharapkan maka tidak usah lagi dipertanyakan kapan perubahan/perbaikan itu akan terjadi?Pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang melekat pada dirinya agar bisa dikatakan seseorang atau sekelompok atau suatu generasi pantas memimpin. Nilai-nilai itu adalah moral, sosial, dan intelektual. Tak salah jika dinyatakan bahwa mahasiswa berperan sebagai iron stock/investasi kepemimpinan di masa depan karena gerakan mahasiswa adalah gerakan sosial berbasis moral dan intelektual.Jika ingin menurunkan dan mengobjektivikasikan nilai-nilai ini (moral, sosial, dan intelektual) ke arah yang lebih operasional maka bisa dikatakan turunan dari nilai ”moral” itu adalah seorang pemimpin harus memiliki kebersihan hati, niat yang tulus tidak mengejar ambisi pribadi. Untuk nilai ”sosial” bisa dinyatakan bahwa pemimpin haruslah memiliki kepedulian sosial yang tinggi, rasa kasih sayangnya kepada orang-orang yang dipimpinnya membuat ia lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada hal yang lain. Terakhir, untuk nilai-nilai ”intelektual” bisa dikatakan bahwa pemimpin masa depan itu memang adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas dalam menjalankan amanatnya. Singkatnya, profesional.Untuk menggapai nilai-nilai tadilah seharusnya semua mahasiswa itu berpijak dan berkeinginan. Kondisi mahasiswa ideal ini bisa digambarkan oleh pernyataan Prof. Slamet Iman Santoso, pendiri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa ”Science is not for the

Page 4: akir lk 2

sake of Science, but Science for the sake of humanity”. Berdasarkan pernyataan ini, dapat diketahui ilmu yang kita raih bukan untuk ilmu itu sendiri tetapi untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Pun, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ali Syariati, reformis dari Iran, intelektual itu harus sarat dengan nyali serta mampu untuk mendekat dengan keadilan, pengorbanan dan keberpihakan pada masyarakat.

2. Peran Mahasiswa Sebagai Moral ForceBerbagai aktifitas mahasiswa dalam kancah pergerakan nasional yang dilandasi oleh moral force telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Banyak sekali kiprah mahasiswa yang telah menorehkan tinta emas bagi perjuangan bangsa. Dimulai dengan pergerakan Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda tahun 1928, dan puncaknya pada tahun 1945 dimana mahasiswa pada masa itu memegang motor kendali bagi terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tak cukup sampai disitu, pasca proklamasi kemerdekaan mahasiswa masih tetap memegang idealismenya yang tinggi untuk tetap membela kepentingan rakyat. Hal itu dibuktikan dengan peristiwa jatuhnya orde lama pada tahun 1966. Mahasiswa terus melakukan tugasnya yaitu mengawasi jalannya pemerintahan yang berlangsung. Mereka tetap setia kepada bangsa dan negara. Mereka tidak akan rela jika tanah air mereka digadaikan. Mereka akan tetap berjuang walaupun jiwa-raga menjadi taruhannya. Tergulingnya rezim Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998 adalah salah satu bukti perjuangan mereka yang tak kenal menyerah dan tetap fanatik dengan gelar kemahasiswaannya serta jabatan sosial yang dipegangnya. Meskipun saat itu banyak elemen masyarakat pro reformasi yang terlibat aktif, namun sekali lagi mahasiswa masih menjadi ujung tombak bagi perjuangan bangsa.Secara moralitas mahasiswa harus mampu bersikap dan bertindak lebih baik dari yang lainnya karena mereka mempunyai latar belakang sebagai kaum intelektual, dimana mereka mengatakan yang benar itu adalah benar dengan penuh kejujuran, keberanian, dan rendah hati. Mahasiswa juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya dan terbuka kepada siapa saja. Hal itu semata-mata karena mereka adalah kader-kader calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, yang memegang kendali negara di masa depan.Oleh karena itu mereka berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan memberikan kritik atas setiap kebijakan yang dibuatnya. Sikap kritis itu merupakan wujud kepedulian mereka terhadap bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan ikhlas dan dari hati nurani mereka, bukan atas keterpaksaan maupun intimidasi dari pihak luar. Segala sesuatu yang mereka perjuangkan adalah sesuatu yang mereka yakini adalah baik untuk kehidupan mereka di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Hal tersebut berlaku dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.Sikap kritis mahasiswa tidak harus pada isu-isu nasional tapi dapat juga kritis pada isu-isu lokal seperti pencemaran lingkungan, kebijakan pemerintah setempat yang dirasa merugikan masyarakat kecil, tindakan sewenang-wenang pemerintah setempat pada masyarakat kecil, penyelewengan anggaran keuangan oleh pemerintah setempat, ataupun perihal lainnya. Sebagai pengusung moral force, mereka harus mengingatkan pemerintah jika pemerintah tersebut menyeleweng ataupun lupa pada tugas yang diembannya.Menurut salah seorang tokoh yaitu Arbi Sanit (1985), ada lima hal yang melatarbelakangi penyebab tumbuhnya kepekaan mahasiswa terhadap pelbagai persoalan yang ujungnya bertitik fokus pada perjuangan membela kepentingan rakyat, yaitu : Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik memiliki persepektif atau pandangan yang cukup luas untuk dapat bergerak di semua lapisan masyarakat.  Kedua, mahasiswa sebagai golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya tinggi di antara mereka.  Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas dari susunan

Page 5: akir lk 2

kekuasan, struktur ekonomi, dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat sebagai kelompok elit di kalangan kaum muda.  Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah yang timbul di tengah kerumunan masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.Bila kita amati dengan seksama, mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik yaitu sebagai kaum yang diterima oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Keberadaan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang rata-rata masih berusia muda, penuh semangat, dinamis dan tidak takut kehilangan sesuatu yang merusak idialisme dirinya. Karena itulah di lingkungannya mahasiswa sering dikatakan sebagai “intelektual sejati”.Kehidupan di kampus adalah miniatur kehidupan bangsa, dimana di dalamnya juga terdapat keanekaragaman sosial dan budaya. Mahasiswa telah mengarungi kehidupan kampus yang cukup kompleks tersebut. Dan mereka telah bersosialisasi dan mampu beradaptasi sehingga tetap eksis di lingkungannya. Mereka juga telah mendapatkan pendidikan akademis dan politik yang lebih dibandingkan dengan generasi muda yang lainnya sehingga menempatkan mereka pada golongan elit pemuda. Namun hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang ringan, tapi suatu pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, loyalitas, pemikiran, dan kesabaran yang tinggi.Harus diakui bahwa selama ini peran mahasiswa sebagai moral force hanya sebatas pendobrak yang selanjutnya diserahkan kepada kaum politisi. Mahasiswa seperti memberikan sebuah cek kosong yang dapat diisi seenaknya oleh kaum politisi sehingga mereka tidak mampu melakukan kontrol atas cek yang diberikannya. Jika mereka ingin berperan lebih dari itu, mereka harus menyiapkan suatu konsep pemikiran mereka sebagai isi dari cek yang diberikan agar mereka mampu melakukan kontrol pada kaum politisi tersebut. Namun yang diberikan bukanlah sekedar konsep biasa, tetapi sebuah konsep yang mampu menjawab seluruh kebutuhan dan tantangan bangsa. Dan saat ini yang dibutuhkan bangsa adalah sebuah konsep yang mampu membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan krisis multidimensi dan intimidasi kekuasaan menuju ke suatu titik pencerahan.Namun, selama ini yang kita lihat, realita tidaklah seindah bayangan kita. Masih terlalu banyak mahasiswa yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan tanggung jawabnya sebagai pengemban amanah rakyat. Pandangan tersebut, tentunya berimplikasi pada posisi dan peran mahasiswa, sehingga eksistensi mahasiswa di mata masyarakat memudar. Bila hal ini dibiarkan berlanjut, bukan tidak mungkin perjuangan mahasiswa di masa mendatang tak lain hanyalah sebuah tong kosong yang nyaring bunyinya, atau sekedar katak di dalam tempurung. Mahasiswa harus segera berbenah untuk menyolidkan dirinya, karena mahasiswa bukanlah milik segelintir orang yang peduli pada nasib bangsa, tapi lebih dari itu.Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan mahasiswa adalah membenahi kondisi internal dalam dirinya, menyolidkan barisan, menyamakan visi, misi dan idealisme, serta menghimpun kekuatan. Baru setelah itu mereka dapat membuat impian untuk menjadikan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan mewujudkannya dalam sebuah realita.

3. Mahasiswa Dan Kepekaan Sosial Menjadi mahasiswa adalah idaman setiap generasi muda. Dengan berstatus mahasiswa banyak kesempatan akan diperoleh untuk mengembangkan potensi diri. Untuk dapat menjadi mahasiswa tentu tidak mudah selain kepintaran juga dibutuhkan ekonomi yang memadai. Mahasiwa seakan langsung mendapatkan status terhormat dalam masyarakat sebagai intelektual muda yang energik.Semasa menjadi mahasiswa kita akan diperkenalkan berbagai macam ilmu pengalama baru yang dahulunya belum didapakan sebelum menjadi mahasiswa. Ilmu yang didapatkan tentunya akan bertambah sesuai dengan jenis pendidikan yang diambil. Tetapi yang lebih penting adalah pengalaman-pengalaman baru yang akan menjadi cikal bakal pembentukan karakter sebagai generasi muda cerdas. Mahasiswa akan dilatih untuk bersikap, bertindak, berkomunikasi dengan benar, menghargai orang lain, melakukan lobi-lobi serta membiasakan diri untuk mengabdikan ilmu dan pengalaman tersebut kepada masyarakat paska menjadi mahasiswa. Berbagai embel-embel melekat ditubuh mahasiswa sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadapa kekeloporan yang menjadi identitas perjuangan mahasiswa. Mulai dari agend of change, social control, moral force, kaum intelektual dan sebagainya. Embel-embel tersebut tentunya tidak datang begitu saja,

Page 6: akir lk 2

tetapi diberikan lewat proses panjuang yang melewati berbagai periode pergerakan bangsa yang selalu melibatkan mahasiswa dan pemuda.Mahasiswa selalu menjadi pilar utama dalam setiap perubahan yang ada di negeri ini. Sejarah mencatat bagaimana semangat pemuda mendesak soekarno hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustua 1945, sebagai pelopor Orde Baru lewat aksinya menumbangkan kekuasaan Soekarno tahun 1966, sampai menumbangkan rezim otoritarian Soeharto Mei 1998. Wajar bila hariman siregar tokoh malaria mengatakan bahwa kekuatan mahasiswa adalah pilar ke lima demokrasi.Mana yang lebih penting dari semua itu adalah sikap kepekaan yang harus dimiliki setiap mahasiswa melihat gejala-gejala sosial yang cendrung menyudutkan kepentingan masyarakat. Keelokaan ini harus secara nyata dilakukan sebagai tanggung jawab mereka mewakili kaum muda tersisik yang telah mendapat legitimasi penghargaan dengan berbagai embel-embel dari masyarakat. Banyak persoalan uang harus menjadi sorotan mahasiswa dalam rangka mewujudkan perannya sebagai agen perubah terhadap kebijakan salah yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Mahasiswa harus melakukan advokasi terhadap penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan yang zalim terhadap rakyatnya. Menurut Arbi Sanit ada beberapa hal yang menyebabkan mahasiswa harus peka terhadap permasalahan sosial di masyarakat di antaranya: Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik mempunyai pandangan luas untuk bergerak di antara lapisan masyarakat. Masyarakat percaya dengan kemampuan mahasiswa menjadi agenda pelopor perubahan dikomunitas mereka berada. Dengan lamanya pendidikan yang dilalui, mahasiswa juga memiliki proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda lainnya. Dengan demikian mahasiswa akan mudah berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Diharapkan mahasiswa dapat menjadi problem solver terhadap permasalahaan yang mendera masyarakat. Kedua, kehidupan di kampus membentuk gaya hidup unik dikalangan mahasiswa. Mereka diajarkan untuk berakulturasi dengan sosial budaya yang belum mereka kenal. Mereka menemukan akan disuguhkan oleh budaya baru untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman mereka. Ketiga, mahasiswa sebagai kalangan kaum muda sebab mahasiswa akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan struktur ekonomi dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat. Keempat, mahasiswa sering terlibat dalan pemikiran perbincangan dan penelitian membahas masalah masyarakat yang menumgkinkan mereka tampil dalan forum ilmiah yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karir sesuai dengan sidang keahliannya. Mahasiswa harus memiliki akselerasi dalam menentukan strategi gerakan memaknai kepekaan masalah sosial tadi. Sebaiknya mahasiswa memilih wilayah transformatif dan misi korektif. Maka untuk mewujudkan misi tersebut yang harus dilakukan mahasiswa secara pribadi adalah memiliki paradigma yang perspektif motivasi tinggi untuk maju, potensi sebagai pelaku perubahan sosial, disiplin dan etos kerja yang tinggi komitmen kebersamaan yang tinggi dan mencerninkan manusia modern yang berbudaya.

BAB IIIKESIMPULAN

Arah gerakan Mahasiswa akan kita tinjau dari tiga sudut pandang; historis, empirik, dan normatif. Pertama, dalam ranah historis. Sesungguhnya akan kita dapati bahwa arah gerak mahasiswa hanya menampilkan peninggalan monumen yang tidak terlalu berarti. Tahun 1908 hingga 1998, adalah contoh catatan kecil yang menorehkan peran dan posisi mahasiswa di dalamnya. Dapat dipahami bahwa gerakan politik mahasiswa terbelenggu dengan slogan, serta simbol-simbol yang menggoreskan ketidakartiannya dari apa yang telah dilakukan mahasiswa. Kebanggaan filosofis mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan potensial (iron stock), dan ukuran-

Page 7: akir lk 2

ukuran romantisme lain, membuktikan ketidakjelasan arah gerak mahasiswa. Alasannya karena slogan romantis tersebut jarang sekali menemui realitasnya secara benar! Maka dari sini patutlah dipertanyakan, sebenarnya ada apa dengan gerakan mahasiswa? Dimanakah peran mahasiswa sebagai bagian dari intelektual muda di abad sekarang ini? Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mempertegas kembali muatan filosofis politik mahasiswa. Kedua, dalam tinjauan empirik. Saat ini kita dihadapkan pada perkembangan budaya modern yang demikian cepat. Perubahan sosial yang terjadi dipicu oleh kemajuan instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama pada teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Saat ini kita pun dihadapkan pada perkembangan ketegangan kehidupan berpolitik yang membuat wajah perpolitikan negeri ini semakin memanas. Dalam skala global, ini bisa kita namakan sebagai gejala over heating yang menimpa peradaban. Gerakan mahasiswa yang pada awalnya berkomitmen untuk menunjukan idealismenya dalam pentas politik, seringkali menjadi pragmatis dan terjebak dengan keadaan karena kekaburan metode dan juga jiwa perjuangan mahasiswa yang hanya bermuara pada kepentingan sesaat. Sejatinya, revisi dan reposisi gerakan mahasiswa akan sangat menentukan potret negeri ini ke depan, bahkan potret peradaban. Sebagai gerakan pembaharu, salah satu peran mahasiswa dalam arus perubahan adalah dengan menjadikan kampus yang identik dengan kemahasiswaan sebagai pionir good clean government atau pionir pemerintahan yang bersih.

Budaya feodal telah mengakar dalam masyarakat kita sebagai hasil dari warisan penjajahan dan monarki. Pengklasifikasian strata tidak boleh dibiarkan secara liar untuk kepentingan tertentu. Tetapi, lebih kepada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang harus dilakukan kepada semua pihak secara adil. Bagian struktur tertinggi harus menjadi pihak yang melindungi dan mengayomi kepada struktur dibawahnya sampai tingkatan tertinggi. Kiranya kita harus menengok kembali jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar yang ada pada diri setiap manusia, yaitu dari mana saya, mau apa saya hidup dan akan kemana saya setelah kehidupan ini berakhir. Ketiga, secara normatif. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Dengan melihat harapan tersebut dan potensi yang dimilikinya, mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sesuatu yang utopis. Mahasiswa adalah manusia dan potensi tiap manusia adalah sama. Hanya posisi dan peran saja yang kebetulan berbeda. Sehingga pandangan yang berlebihan terhadap mahasiswa merupakan pandangan yang memang harus dibuktikan dengan penuh kehormatan. Tidak menjadi angan, bahkan cemoohan yang menyandarkan kepada posisi mahasiswa tadi. 

Pemecahan Masalah Dengan menganalisis kiprah dan peran mahasiswa dari aspek historis dan empirik yang paradoks dengan aspek normatif, mengesankan ada something wrong di balik fenomena tersebut. Menurut pengamatan Hamid Basyaib, gerakan politik mahasiswa hanya menggugat isu sektoral yang hanya menghasilkan pemecahan yang tak bernilai! Padahal seharusnya menjadikan permasalahan utama menjadi burning issue yang diperjuangkan. Hal lain yang sering muncul adalah perbedaan persepsi mengenai kepentingan mana yang seharusnya dikedepankan. Tak jarang hal ini mengakibatkan perjuangan mahasiswa yang bergerak sendiri-sendiri, tidak adanya kesamaan gerak. Maka tidak bisa ditawar-tawar lagi mahasiswa dalam konteks perjuangan politik haruslah memiliki konsepsi pemikiran (fikroh) yang jelas dan tegas, kemudian harus mendefinisikan metode (thoriqoh) penerapan pemikirannya, bahkan mampu menjelaskan langkah-langkah yang cerdas dalam menjelaskan upaya meraih tujuan dalam konsepsi pemikirannya. mahasiswa tersebut haruslah orang-orang yang tersadarkan, bukan hanya modal semangat dan keinginan emosional yang melandasi perjuangan politiknya, sehingga ikatan yang mereka bangun adalah ikatan yang mendasar, bukan hanya slogan dan perasaan emosional-temporal. Semua itu kan didapatkan jika mahasiswa kembali kepada Islam. Hanya Islamlah yang memberikan jawaban yang sesuai dengan fitrah manusia, bisa memuaskan akal sehingga dapat menentramkan hati. Secara pasti Islam telah memberikan tujuan hidup yang jelas bagi umat manusia. “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali

Page 8: akir lk 2

untuk beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzaariyat:56). Islam diturunkan bukan untuk mengekang manusia, tapi justru untuk mengarahkan kehidupan agar tetap ada di jalur yang dikehendaki oleh penciptanya. Mahasiswa sebagai agent of change memiliki peran yang sangat strategis. Perannya sebagai pemuda intelektual telah menjadi harapan dan tumpuan yang dinantikan oleh masyarakat agar kita dapat memberikan solusi atas problematika yang ada. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah mulai saat ini kita bangkit, memberikan peran yang mulia, dengan didasari keikhlasan karena Allah semata untuk peduli menyelamatkan generasi ini. Menjadikan Islam sebagai solusi adalah pilihan tepat di samping ia berasal dari Rabb Yang Maha Tahu, Islam pun telah terbukti memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Adakah aturan yang lebih baik dari aturan pencipta diri kita ini? Sehingga dengan demikian harapan atas politik mahaiswa adalah untuk menuju kepada kebangkitan, bukan malah memperburuk kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu keberanian kita untuk berpikir lebih mendasar (berdasarkan ideologi), bukan atas ego, kepentingan, dan kemanfaatan belaka akan memberikan jaminan bahwa yang kita lakukan di masa ini bukan hanya menyelamatkan kita dan masa sekarang saja, namun untuk membentuk tatanan yang lebih terhormat demi kehidupan umat manusia. Semoga... 

DAFTAR PUSTAKA

Misbah Shohim Haris. Membangun Soiditas Organisasi Berbasis Inelektualisme Dan Populisme. September 1997, MojokertoMisbah Shohim Haris. Pokok-Pokok Pikiran Membangun HMI. Januari 1999Agussalim Sitompul, Indikator Kemunduran HMI. Jakarta: Misaka galiza, 2005Am. Saefuddin. Ijtihad Politik (Cendekiawan Muslim) . Jakarta: 1996Nurcholis majid. Catatan Kecil Tentang HMI Sekitar 1966, Dalam Dies Natalis ke-43 HMI lima februari 1947, (Jakarta: penerbit pengurus besar HMI, 1990).Agussalim Sitompul. Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, Penerbit Bina Ilmu Surabaya, tahun 1976.Agussalim Sitompul. Pemikiran HMI Dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Penerbit Aditya Media Yogyakarta, tahun 1997.Arbi Sanit, Kajian Pergerakan Mahasiswa Indonesia dalam Kaitan Reformasi, Februari tahun 2000