ak1 8 dan 9 lengkap
TRANSCRIPT
Review Akuntansi Keuangan 1
Nama : Gita Angga Dilla P.
Nim : 115020307111057
Kelas : CB
Bab 8
Penilaian Persediaan (Pendekatan Dasar Biaya)
PENILAIAN PERSEDIAAN: PENDEKATAN DASAR BIAYA
A. Klasifikasi dan Pengendalian Persediaan
1. Klasifikasi
Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal
atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang akan
dijual. Deskripsi dan pengukuran persediaan membutuhkan kecermatan karena investasi
dalam persediaan biasanya merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan barang
dagang (ritel) dan manufaktur.
a. Biaya yang dibebankan ke barang dan bahan baku yang ada ditangan tetapi belum
dialihkan ke produksi dilaporkan sebagai persediaan bahan baku.
b. Biaya bahan baku untuk produk yang telah dibuat tetapi belum selesai, ditambah biaya
tenaga kerja langsung yang diaplikasikan secara khusus kebahan baku ini dan biaya over
head yang dialokasikan, merupakan persediaan barang dalam proses.
c. biaya yang berkaitan dengan produk yang telah selesai tetapi belum terjual pada akhir
periode fiskal dilaporkan sebagai persediaan barang jadi.
2. Pengendalian
Karena berbagai alasan, manajemen sangat berkepentingan dengan perencanaan dan
pengendalian persediaan. Jika pos-pos yang belum terjual telah tertumpuk dalam
persediaan, maka perusahaan akan menghadapi kemungkinan kerugian. Penjualan dan
pelanggan bisa hilang jika produk yang dipesan tidak tersedia dengan model, kualitas,
dan kuantitas yang diinginkan. Begitu juga perusahaan, harus selalu memonitor tingkat
persediaan secara seksama untuk membatasi biaya pembiayaan akibat banyaknya
timbunan persediaan.
-Sistem Perpetual
Menurut system persediaan perpetual, catatan yang berkelanjutan menyangkut perubahan
persediaan dicerminkan dalam akun persediaan. Yaitu semua pembelian dan penjualan
(pengeluaran) barang dicatat secara langsung ke akun persediaan pada saat terjadi.
Karakteristik akuntansi dari sistem perpetual adalah:
a. Pembalian barang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke
persediaan dan bukan kepembelian.
b. Biaya trasportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta diskon
pembelian dicatat dalam persediaan bukan dalam akun terpisah.
c. Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun harga
pokok penjualan, dan mengkredit persediaan.
d. Persediaan merupakan akun pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu
yang berisi catatan persedian individual.
-Sistem Periodik
Menurut sistem persediaan periodik, kualitas persediaan ditangan ditentukan, seperti
yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian persediaan selama periode
akuntansi dicatat dengan mendebet akun pembelian. Total akun pembelian pada akhir
peiode akuntansi ditambahkan ke biaya persediaan di tangan pada awal periode untuk
menentukan total biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode berjalan.
Kemudian total biaya barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan persediaan
akhir untuk menentukan harga pokok penjualan.
Kelebihan dan kekurangan persediaan perpetual umumnya merupakan salah saji harga
pokok penjualan. Perbedaan ini mrupakan hal yang normal, yang mungkin diakibatkan
oleh penciutan, kerusakan, pencurian, kesalahan pencatatan, dan sebagainya. Kelebihan
dan kekurangan persediaan merupakan penyesuaian harga pokok penjualan.
B. Kuantitas yang Dimasukkan sebagai Metode Pencatatan Sediaan
1. Barang dalam Perjalanan
Barang dalam perjalan merupakan barang yang dikirim atas dasar f.o.b. shipping point
yang masih berada dalam perjalanan pada akhir periode akan menjadi milik pembeli dan
harus diperlihatkan dalam catatan pembeli.
2. Barang Konsinyasi
Menurut kesepakatan ini, salah satu pihak mengirim barang kepihak lain , yang bertindak
sebagai agen consignor dalam menjual barang konsinyasi.
3. Perjanjian Penjualan Khusus
Tiga situasi penjualan khusus akan diilustrasikan untuk mengindikasikan jenis-jenis
masalah yang dapat ditemukan dalam praktek, yaitu:
a. Penjualan dengan perjanjian beli kembali.
b. Penjualan dengan tingkat retur yang tinggi.
c. Penjualan cicilan.
C. Pengakuan Harga Perolehan Persediaan
Biaya barang yang tersadia untuk dijual atau digunakan adalah jumlah dari (1) biaya
barang yang ada ditangan pada awal periode dan (2) biaya barang yang dibeli atau
diproduksi selama periode berjalan. Harga pokok penjualan adalah perbedaan antara
biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode berjalan dengan biaya barang
yang ada ditangan pada akhir periode.
Penilaian persediaan bisa menjadi proses yang kompleks yang memerlukan penetuan
atas:
a. Barang fisik yang harus dimasukkan dalam persediaan.
b. Biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan.
c. Asumsi arus biaya yang harus diadopsi.
D. Metode Penilaian Sediaan
1.. Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap barang yang dijual dan
setiap barang dalam pos persediaan.
2. Biaya Rata-Rata
Metode biaya-rata-rata menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas
dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama satu periode.
3. First-In, First-Out (FIFO)
Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan (dikeluarkan) sesuai
urutan pembeliannya. Dengan kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang
pertama yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan
dagang). Karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling
terakhir.
4. Last-In, Firt-Out (LIFO)
Metode LIFO menandingkan biaya dari barang-barang yang peling akhir dibeli terhadap
pendapatan. Jiak yang digunakan adalah persediaan periodik, maka akan diasumsikan
bahwa biaya dari total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan selama suatu bulan berasal
dari pembelian paling akhir.
Bab 09
Persediaan : Masalah Penilaian Tambahan
PERSEDIAAN MASALAH PENILAIAN TAMBAHAN
TERENDAH ANTARA BIAYA DAN HARGA PASAR
Batas atas dan batas bawah Bagaimana LCM bekerja Aplikasi LCM Pasar Evaluasi aturan
DASAR PENILAIAN
Nilai realisasi bersih Nilai penjualan relatif Komitmen pembelian
Nilai terendah antara biaya dan harga pasar
Persediaan dicatat pada biaya awalnya. Akan tetapi, penyimpangan yang besar terhadap
biaya historis bisa dilakukan jika nilai persediaan menurun di bawah biaya awalnya.
Aturan umumnya adalah bahwa prinsip biaya historis tidak dapat diterapkan apabila
manfaat (kemampuan menghasilkan pendapatan) masa depan dari aktiva itu tidak lagi
sebesar biaya awalnya. Oleh karena itu, perusahaan melaporkan persediaan pada nilai
terendah antara biaya dan harga pasar (LCM) pada setiap periode pelaporan.
Biaya atau harga pokok adalah harga perolehan persediaan yang di hitung dengan
memakai salah satu metode berdasarkan biaya historis-identifikasi khusus, biaya rata-
rata, FIFO atau LIFO. Istilah pasar (market) dalam frase “nilai terendah antara biaya dan
harga pasar” (LCM) umumnya berarti biaya untuk mengganti barang melalui pembelian
atau reproduksi. Penyimpangan dari konsep biaya historis dapat dibenarkan karena
hilangnya manfaat harus dibebankan terhadap pendapatan periode dimana kehilangan itu
terjadi, bukan pada periode penjualan.
Nilai Terendah Antara Biaya Dan Harga Pasar-Batas Atas Dan Batas Bawah
Biaya pengganti digunakan untuk menyatakan nilai pasar karena penurunan biaya
pengganti suatu barang biasanya mencerminkan atau meramalkan penurunan harga jual.
Pemakaian biaya pengganti memungkinkan sebuah perusahaan untuk mempertahankan
tingkat laba kotor yang konsisten atas penjualan (margin laba yang normal). Penurunan
biaya pengganti suatu barang tidak menunjukkan penurunan manfaat (utilitas). Jadi, 2
pembatasan penilaiaan tambahan akan digunakan untuk menilai persediaan akhir-nilai
realisasi bersih dan nilai realisasi bersih dikurangi margin laba normal. Nilai realisasi
bersih didefinisikan sebagai estimasi harga jual dalam keadaan bisnis Normal dikurangin
dengan estimasi biaya penyelesaiaan dan penjualan yang dapat diprediksi secara layak.
Jumlah Tersebut dikurangkan dengan marjin laba normal.
Aturan umum dari “nilai terendah antara biaya dan harga pasar” adalah persediaan dinilai
pada nilai terendah antara biaya dan harga pasar, dengan harga pasar dibatasi hingga
jumlah yang tidak melebihi nilai realisasi bersih atau lebih rendah dari nilai realisasi
bersih dikurangi marjin laba normal. Batas atas adalah nilai realisasi bersih persediaan
sedangkan batas bawah adalah nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal.
Bagaimana Nilai Terendah Antara Biaya dan Harga Pasar Bekerja
Jumlah yang dibandingkan dengan biaya, yang sering disebut nilai pasar yang ditetapkan
selalu merupakan nilai tengah dari 3 jumlah:
Biaya pengganti
Nilai realisasi bersih
Nilai realisasi bersih dikurangi margin laba normal.
Aplikasi aturan nilai terendah antara biaya dan harga pasar hanya memperhitungkan
kerugian nilai yang terjadi dalam kegiatan bisnis normal yang disebabkan oleh hal-hal
seperti : perubahan model, perubahan permintaan atau keusangan akibat terlalu lama di
pajang. Barang – barang yang rusak atau kas dkurangi dari nilai realisasi bersihnya. Jika
material, barang – barang semacam itu dapat dicatat dalam akun persediaan yang
terpisah.
Metode Pengaplikasian LCM
Dalam metode pengaplikasian LCM, dimisalkan kita mengansumsikan bahwa antara
aturan yang terendah antara biaya dan harga pasar ( lower of cost market ), kita dapat
langsung mengaplikasikannya pada setiap barang, setiap kategori atau total persediaan.
Kenaikan harga pasar barang cenderung mengoffset penurunan harga pasar barang yang
lain, jika pendekatan kategori atau total persediaan yang utama digunakan dalam
mengaplikasikan aturan LCM. Praktek yang paling umum adalah menilai persediaan atas
dasar barang per barang. Selain itu pendekatan per barang menyediakan penilaian yang
paling konsevatif bagi tujuan penyajian pembaca.
Persediaan sering dinilai atas dasar total persediaan jika hanya ada satu produk akhir
( yang terbuat dari banyak bahan baku yang berbeda ). Jika perusahaan membuat
beberapa produk akhir, maka pendekatan kategori dapat dipakai. Metode yang di pilih
harus merupakan metode yang paling jelas mencerminkan laba. Apapun metode yang
pilih harus di aplikasikan secara konsisten dari satu periode ke periode lain.
Pencatatan Harga “Pasar” dan Bukan Biaya
Salah satu dari 2 metode digunakan untuk mencatat persediaan pada harga pasar. Dalam
metode pertama, yaitu metode langsung, biaya digantikan dengan harga pasar (yang lebih
rendah) ketika menilai persediaan. Akibatnya, tidak ada kerugian yang dilaporkan dalam
harga pokok penjualan. Metode kedua, yaitu metode tidak langsung atau metode
penyisihan, tidak mengubah angka biaya, tetapi membentuk akun kontra/ aktiva yang
terpisah dan akun kerugian untuk mencatat penghapusan. Keunggulan dari
pengidentifikasian atas pencatatan kerugian yang diakibatkan oleh penurunan harga pasar
adalah bahwa kerugian ini diperlihatkan secara terpisah dari harga pokok penjualan
dalam laporan laba rugi, jadi harga pokok penjualan untuk tahun berjalan tidak
terdistorsi.
Sebagian akuntan membiarkan akun ini dalam pembukuan dan hanya menyesuaikan
saldonya pada akhir tahun berikutnya agar sesuai dengan selisih antara biaya dengan
LCM pada tanggal neraca. Jadi, jika harga menurun, maka kerugian dicatat dan jika harga
naik, kerugian yang telah dicatat pada tahun sebelumnya “dipulihkan” dan “keuntungan”
(yang sebetulnya bukan merupakan keuntungan, tetapi pemulihan kerugian yang diakui
sebelumnya) dicatat.
Evaluasi atas aturan LCM
Aturan LCM memiliki beberapa defisiensi atas kelemahan konseptual :
Penurunan nilai aktiva dan pencatatannya sebagai beban di akui pada periode ketika
kerugian utilitas ini terjadi bukan pada periode penjualan.
Aplikasi aturan LCM menghasilkan inkonsistensi karena persediaan perusahaan
mungkin dinilai menurut biaya dalam 1 tahun dan pada harga pasar dalam tahun
berikutnya.
LCM menilai persediaan dalam neraca secara konservatif, tetapi dampaknya terhadap
laporan laba rugi mungkin atau tidak mungkin bersifat konservatif.
Aplikasi aturan LCM menggunakan “Laba normal” dalam menentukan nilai persediaan.
DASAR PENILAIAN
Penilaian Menurut Nilai Realisasi Bersih
Secara umum, persediaan mencatat pada biayanya atau menurut aturan LCM. Akan
tetapi, banyak pihak yang percaya bahwa harga pasar harus selalu didefinisikan sebagai
nilai realisasi bersih ( harga jual dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan penjualan),
bukan biaya pengganti, untuk tujuan pengaplikasian aturan LCM.
Dalam situasi terbatas, pencatatan persediaan menurut nilai realisasi bersih mendapat
dukungan dari banyak pihak sekalipun jumlah ini melampaui biaya. Pengecualian atas
aturan pengakuan norma ini dibolehkan oleh GAAP. Jika :
Terdapat pasar terkendali dengan harga kuota yang berlaku bagi semua kuantitas.
Tidak ada biaya penjualan yang signifikan.
Kadang-kadang angka biaya terlalu sulit untuk di hitung
Penilaian dengan Menggunakan Nilai Penjualan Relatif
Suatu masalah khusus muncul ketika sekelompok unit yang berbeda dibeli dengan satu
harga lump sum (lump sum price), yang juga disebut basket purchase.
Komitmen Pembelian-Satu Masalah Khusus
Dalam banyak lini bisnis, kelangsungan hidup dan profitabilitas perusahaan tergantung
pada tersedianya persediaan barang dagang yang mencukupi untuk memenuhi semua
permintaan pelanggan. Akibatnya, sangat wajar bagi sebuah Perusahaan untuk membuat
komitmen pembelian, setuju untuk membeli persediaan beberapa minggu, bulan, atau
bahkan beberapa tahun di muka. Umumnya, hak atas barang dagang atau bahan baku
yang terkait dengan komitmen pembelian ini belum berpindah ke pembeli.
Biasanya pembeli tidak perlu atau tidak harus membuat setiap ayat jurnal untuk
mencerminkan komitmen pembelian barang yang belum di kirimkan oleh penjual.
Pesanan yang umum, yang harganya sudah di tentukan pada saat di kirimkan dan bisa
dibatalkan sewaktu-waktu oleh pembeli maupun penjual, bukan merupakan aktiva atau
kewajiban bagi pembeli. Jadi, komitmen pembelian ini tidak perlu dicatat dalam
pembukuan atau dilaporkan dalam laporan keuangan.
Rata – Rata Tertimbang kapitalisasi dan Pelepasan Aset
(Substansi Komersial)
Perlakuan atas kos bunga yang timbul selama pembangunan aset telah menjadi kontroversi yang
berlarut-larut dalam akuntansi. Setidaknya terdapat tiga pendekatan yang diajukan untuk
memperlakukan bunga yang timbul dalam rangka pendanaan aset tetap yang dibangun sendiri:
1. Tidak mengkapitalisasi kos bunga selama pembangunan.
Dalam pendekatan ini, bunga dianggap sebagai kos pendanaan dan tidak termasuk kos
pembangunan aset. Jika perusahaan menerbitkan ekuitas (saham), tidak mendanai
pembangunan asetnya melalui utang, kos bunga tidak akan terjadi. Sanggahan utama terhadap
pendekatan ini menyatakan bahwa, penggunaan kas, dari manapun sumbernya, menimbulkan
kos bunga meskipun implisit, yang tidak seharusnya diabaikan.
2. Membebankan seluruh kos pendanaan, baik yang teridentifikasi ataupun tidak, ke
pembangunan aset.
Menurut pendekatan ini, kos pembangunan aset harus mencakup kos pendanaannya, apakah
tunai, berasal dari pinjaman, atau melalui penerbitan saham. Pendukung pendekatan ini
menyatakan, seluruh kos yang diperlukan untuk mempersiapkan aset sesuai tujuan
penggunaannya, termasuk bunga, menjadi bagian dari kos aset. Bunga, entah itu sungguh-
sungguh terjadi atau implisit, adalah kos, seperti halnya tenaga kerja dan bahan mentah.
Sanggahan utama terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa, diperhitungkannya kos yang
terkait dengan penerbitan saham (pendanaan ekuitas) bersifat subjektif dan menyimpang dari
rerangka kos historis.
3. Hanya mengkapitalisasi bunga sesungguhnya yang terjadi selama perioda
pembangunan.
Pendekatan ini menyepakati sebagian logik yang mendasari pendekatan kedua—bahwa bunga
adalah kos seperti halnya tenaga kerja dan bahan mentah. Tetapi pendekatan ini hanya
mengkapitalisasi kos bunga yang terjadi dari pendanaan melalui utang. Kos yang terkait
dengan pendanaan melalui penerbitan saham diabaikan. Dengan pendekatan ini, kos aset yang
pembangunannya didanai melalui utang akan lebih tinggi dibandingkan dengan jika aset itu
didanai melalui penerbitan saham. Sebagian kalangan tidak puas dengan pendekatan ini
karena mereka meyakini kos aset harusnya sama, entah itu diperoleh secara tunai, didanai
melalui utang, atau didanai melalui penerbitan saham.
Gambar berikut menunjukkan bagaimana pengaruh kapitalisasi bunga terhadap kos aset menurut
ketiga pendekatan di atas.
Sumber: Kieso, et al (2012)
IFRS menganut pendekatan ketiga—mengkapitalisasi bunga yang sesungguhnya terjadi (dengan
modifikasi). Metoda ini sejalan dengan konsep kos historis pemerolehan aset yang mencakup seluruh
kos (termasuk bunga) yang timbul agar aset berada dalam kondisi dan lokasi siap digunakan. Dasar
pemikiran yang melandasi pendekatan ini adalah, selama pembangunannya, aset belum menghasilkan
pendapatan, sehingga perusahaan harus menangguhkan (mengkapitalisasi) kos bunga. Setelah
pembangunan selesai, aset siap digunakan dan perusahaan akan menghasilkan pendapatan dengan aset
tersebut. Pada saat itulah perusahaan harus mngakui bunga sebagai biaya (expense) dan
mempertemukannya dengan pendapatan yang dihasilkannya. Implikasinya, jika aset dibeli dan
langsung bisa digunakan, bunga yang timbul dalam pemerolehannya juga harus langsung dibiayakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menerapkan pendekatan di atas adalah:
1. Kualifikasi aset
2. Perioda kapitalisasi
3. Jumlah bunga yang dikapitalisasi
KUALIFIKASI ASET
Untuk mengkapitalisasi bunga, penyiapan aset untuk digunakan sesuai tujuannya harus memakan
waktu yang cukup lama. Kapitalisasi bunga dimulai sejak pembayaran yang terkait aset pertama kali
dilakukan. Kapitalisasi berlanjut sampai dengan pembangunan selesai dan aset siap digunakan.
Aset yang memenuhi kualifikasi kapitalisasi bunga meliputi aset dalam masa pembangunan yang
nantinya akan digunakan sendiri oleh perusahaan (termasuk bangunan, pabrik, dan mesin) dan aset
dengan maksud untuk dijual atau disewaguna yang dibangun atau diproduksi melalui projek-projek
yang dipisahkan dari aktivitas-aktivitas lainnya (discrete projects) (misalnya, pembuatan kapal atau
pembangunan real estate).
Aset yang tidak memenuhi kualifikasi kapitalisasi bunga misalnya adalah (1) aset-aset yang sedang
digunakan atau siap digunakan sesuai tujuannya, dan (2) aset-aset yang tidak digunakan dalam
aktivitas normal serta tidak sedang dalam proses penyiapan untuk digunakan sesuai tujuannya. Contoh
kategori kedua adalah lahan tidur dan aset yang tidak digunakan karena usang, kelebihan kapasitas,
atau memerlukan perbaikan.
PERIODA KAPITALISASI
Perioda kapitalisasi adalah kurun waktu diharuskannya kapitalisasi bunga dilakukan. Perioda
kapitalisasi dimulai dengan terpenuhinya tiga kondisi berikut:
1. Pengeluaran untuk aset yang dibangun telah dilakukan.
2. Aktivitas yang diperlukan untuk menyiapkan aset sesuai tujuan penggunaannya
sedang berlangsung.
3. Kos bunga sedang terjadi.
Kapitalisasi bunga berlanjut sepanjang tiga kondisi di atas terpenuhi. Perioda kapitalisasi berakhir
pada saat aset hampir selesai dan siap digunakan sesuai tujuannya.
JUMLAH YANG DIKAPITALISASI
Jumlah bunga yang dikapitalisasi ditentukan dengan memilih yang lebih rendah antara bunga yang
sesungguhnya terjadi selama perioda atau bunga yang dapat dihindari. Bunga yang dapat dihindari
(avoidable interest) adalah jumlah kos bunga selama perioda yang secara teoretis dapat dihindari jika
perusahaan tidak melakukan pembayaran terkait aset.
Sebagai contoh, jika kos bunga sesungguhnya Rp90.000 dan bunga yang dapat dihindari Rp80.000,
bunga yang dikapitalisasi hanya Rp80.000. Sebaliknya, jika kos bunga sesungguhnya Rp80.000 dan
bunga yang dapat dihindari Rp90.000, bunga yang dikapitalisasi juga hanya Rp80.000. Kos bunga
tidak termasuk kos kapital yang timbul dalam penerbitan saham. Lebih lanjut, IFRS mengharuskan
kapitalisasi bunga untuk aset yang memenuhi kualifikasi hanya jika dampaknya material, jika
dibandingkan dengan dampak yang timbul seandainya bunga dibiayakan.
Untuk menerapkan konsep avoidable interest, jumlah bunga yang mungkin akan dikapitalisasi selama
satu perioda akuntansi dihitung dengan cara mengalikan suku bunga pinjaman dengan rata-rata
tertimbang akumulasi pengeluaran terkait aset yang memenuhi kualifikasi selama perioda yang
bersangkutan.
Rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran
Untuk menghitung rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran, pengeluaran-pengeluaran dalam
rangka pembangunan aset dibobot menurut lamanya waktu (pecahan dari satu tahun atau perioda
akuntansi) yang menimbulkan terjadinya kos bunga.
Sebagai contoh, projek pembangunan jembatan direncanakan memakan waktu 17 bulan, dan selama
tahun berjalan pembayaran kepada kontraktor dilakukan pada tanggal 1 Maret sebesar Rp240.000, 1
Juli sebesar Rp480.000, dan 1 Nopember sebesar Rp360.000. Rata-rata tertimbang akumulasi
pengeluaran untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember dihitung sebagai berikut:
Rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran dihitung dengan membobot tiap-tiap pengeluaran
menurut lamanya waktu yang menimbulkan terjadinya kos bunga. Untuk pengeluaran tanggal 1
Maret, kos bunga yang dikaitkan dengan pengeluaran tersebut adalah 10 bulan. Untuk pengeluaran
tanggal 1 Juli, kos bunga yang diperhitungkan hanya untuk 6 bulan. Untuk pengeluaran tanggal 1
Nopember, kos bunganya adalah untuk 2 bulan.
Suku bunga
Prinsip pemilihan suku bunga yang seharusnya diterapkan atas rata-rata tertimbang akumulasi
pengeluaran adalah:
1. Bagian rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran hingga sama dengan jumlah
pinjaman khusus untuk mendanai aset dikalikan dengan suku bunga yang berlaku atas
pinjaman khusus tersebut.
2. Bagian rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran yang lebih besar dibandingkan
jumlah pinjaman khusus untuk mendanai pembangunan aset dikalikan dengan rata-rata
tertimbang suku bunga yang berlaku atas semua pinjaman lainnya.[1]
Penghitungan rata-rata tertimbang suku bunga untuk pinjaman selebihnya dari yang khusus dilakukan
untuk mendanai pembangunan aset diilustrusikan sebagai berikut:
CONTOH KOMPREHENSIF KAPITALISASI BUNGA
Untuk mengilustrasikan isu-isu yang terkait dengan kapitalisasi bunga, misalkan pada tanggal 1
Nopember 2011, PT ABC mengontrak PT KTR untuk membangun sebuah gedung dengan nilai
kontrak Rp1.400.000 di atas tanah dengan kos Rp100.000 (dibeli dari kontraktor yang sama yang
pembayarannya digabungkan dengan pembayaran pertama). Tanggal dan jumlah pembayaran PT
ABC kepada PT KTR selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:
PT KTR menyelesaikan pembangunan gedung dan siap digunakan pada tanggal 31 Desember 2012.
Pinjaman PT ABC tanggal 31 Desember 2012.
Rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran dihitung sebagai berikut:
Pengeluaran yang dilakukan pada tanggal 31 Desember (akhir tahun fiskal) tidak menimbulkan kos
bunga.
Bunga yang dapat dihindari (avoidable interest) dihitung dengan cara sebagai berikut:
Jumlah Rp70.000 adalah rata-rata tertimbang akumulasi pengeluaran selebihnya dari jumlah pinjaman
khusus untuk mendanai pembangunan aset (Rp820.000 – Rp750.000). Suku bunga 11,04% adalah
rata-rata tertimbang suku bunga pinjaman lainnya yang dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kos bunga sesungguhnya yang merupakan jumlah maksimum bunga yang boleh dikapitalisasi selama
tahun 2012 dihitung sebagai berikut:
Selanjutnya, PT ABC memilih yang lebih rendah antara bunga yang dapat dihindari (Rp120.230)
dengan bunga sesungguhnya (Rp239.500). Bunga yang dapat dihindari ternyata lebih kecil, sehingga
jumlah itulah yang dikapitalisasi terhadap gedung yang dibangun.
Dampak transaksi pembangunan gedung terhadap akun-akun PT ABC selama tahun 2012 disajikan
sebagai berikut:
Sepanjang gedungnya belum selesai dan belum siap digunakan, pendebitan bisa juga dilakukan ke
akun Pembangunan dalam Proses, tidak langsung ke akun Bangunan. Dari pencatatan tanggal 31
Desember terlihat, kapitalisasi bunga sebesar Rp120.230 menambah kos gedung yang dibangun.
PT ABC akan menghapus kapitalisasi bunga dengan sendirinya ketika kos gedung didepresiasi selama
umur manfaat gedung, bukan selama jangka waktu utangnya. Laporan keuangan PT ABC juga harus
mengungkapkan total kos bunga yang terjadi selama periode, berapa yang dibiayakan dan berapa yang
dikapitalisasi.
Jumlah kapitalisasi bunga bisa diungkapkan pada seksi nonoperasi di laporan laba-rugi atau di catatan
atas laporan keuangan. Kedua bentuk pengungkapan diilustrasikan sebagai berikut:
1. Pada seksi nonoperasi
2. Pada catatan atas laporan keuangan
MASALAH-MASALAH KHUSUS TERKAIT KAPITALISASI BUNGA
Dua isu terkait kapitalisasi bunga memerlukan perhatian khusus:
1. Pengeluaran untuk tanah
2. Pendapatan bunga
Pengeluaran untuk tanah
Kos bunga yang terkait dengan pembelian tanah yang akan dikembangkan untuk tujuan penggunaan
tertentu memenuhi kualifikasi untuk dikapitalisasi. Jika tanah dibeli untuk dijadikan lokasi bangunan
(misalnya untuk lokasi pabrik), kos bunga yang dikapitalisasi selama perioda pembangunan menjadi
bagian kos pabrik, bukan tanah. Sebaliknya, jika tanah dikembangkan untuk dijual kembali berupa
kapling (lot), kos pemerolehannya akan mencakup kapitalisasi bunga. Jika tanah dibeli dan dimiliki
untuk maksud spekulasi harga, kapitalisasi bunga tidak boleh dilakukan karena aset tersebut telah siap
sesuai tujuan penggunaannya.
Pendapatan bunga
Banyak perusahaan meminjam uang untuk mendanai pembangunan aset. Dana pinjaman yang
berlebih untuk sementara bisa saja diinvestasikan dalam surat-surat berharga untuk memperoleh
pendapatan bunga hingga dana itu benar-benar diperlukan untuk membayar pembangunan aset. Pada
tahap awal pembangunan, pendapatan bunga yang diperoleh bisa saja lebih besar daripada kos bunga
yang timbul atas dana pinjaman.
Menurut ketentuan IFRS, pendapatan bunga yang dihasilkan dari pinjaman tertentu harus dikurangkan
(di-offset) atas kos bunga yang dikapitalisasi. Dasar pemikiran ketentuan ini adalah, pendapatan bunga
yang diperoleh memiliki keterkaitan langsung dengan kos bunga yang timbul atas pinjaman tertentu.
Exercise 8-9
(a) 4 Januari Piutang .......................................................... 640
Penjualan (80 X $ 8) ...................................................... 640
11 Jan Pembelian ($ 150 x $ 6,50) ........................... 975
Utang Usaha ................................................................... 975
13 Jan Piutang ....................................................... 1.050
Penjualan (120 X $ 8,75) ............................................ 1.050
20 Jan Pembelian (160 X $ 7) ............................... 1.120
Utang Usaha ................................................................ 1.120
27 Jan Piutang ......................................................... 900
Penjualan (100 x $ 9) ..................................................... 900
31 Jan Persediaan ($ 7 X 110) ................................ 770
Beban Pokok Penjualan ............................ 1.925 *
Pembelian ($ 975 + $ 1.120) ...................................... 2.095
Persediaan (100 X $ 6) ................................................. 600
* ($ 600 + $ 2.095 - $ 770)
(b) Penjualan ($ 640 + $ 1.050 + $ 900) ....................... $ 2.590
Beban pokok penjualan ........................................... 1.925
Laba kotor ............................................................... $ 665
(c) 4 Januari Piutang ................................................................ 640
Penjualan (80 X $ 8) ...................................................... 640
Beban Pokok Penjualan ...................................... 480
Inventory (80 X $ 6) ...................................................... 480
11 Jan Inventaris ............................................................ 975
Hutang Usaha (150 x $ 6,50) ......................................... 975
13 Jan Piutang ........................................................... 1.050
Penjualan (120 X $ 8,75) ............................................ 1.050
Beban Pokok Penjualan ..................................... 770
Persediaan ([(20 X $ 6) +
(100 x $ 6,50)] .............................................................. 770
20 Jan Persediaan ...................................................... 1.120
Hutang Usaha (160 X $ 7) ......................................... 1.120
27 Jan Piutang ............................................................. 900
Penjualan (100 x $ 9) .................................................... 900
Beban Pokok Penjualan ................................... 675
Persediaan [(50 x $ 6,50) +
(50 X $ 7)] ..................................................................... 675
(d) Penjualan ................................................................ $ 2.590
Beban pokok penjualan
($ 480 + $ 770 + $ 675) ............................................. 1.925
Laba kotor .................................................................. $ 665