ajat syarif hidayatulloh1 i....

27
1 KONSEP REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF ISLAMIC VALUES Ajat Syarif Hidayatulloh 1 I. PENDAHULUAN Revolusi Indonesia digagas pertama kali oleh presiden Soekarno; (founding father) 2 pada 1957. 3 Dimana kondisi rakyat sedang “mandeg” dan belum tercapainya cita-cita kemerdekaan. Revolusi mental dikobarkan sebagai suatu gerakan untuk: Membimbing bangsa Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, berjiwa api yang menyala- nyala.” 4 Setelah tujuh dekade, revolusi mental kembali diiklankan Jokowi. Suatu jargon, dan program unggulan 5 kampanye pilpres 2014 guna menggaet massa, mendulang suara. Tentu bukan sebatas ilusi, ada harapan besar dibalik keterpilihannya nanti. Namun bukan sebatas spirit sosialisai, tentunya realisasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara harus jadi bukti bukan sekedar janji. 6 Revolusi mental harus mampu menjadi penawar luka, obat penyakit degradasi wibawa Negara, pil lesunya sendi perekonomian, penyambung pudarnya solidaritas dan toleransi, serta pembangkit krisis kepribadian bangsa. 7 Agar revolusi mental sebagai pembaharuan tidak terpental, relevan dengan cita-cita „trisaki‟ pelopor bangsa, demi kedaulatan NKRI, berdikari dalam ekonomi, masyarakat berkepribadian 8 budi tinggi, terwujudnya keadilan sosial, kesejahteraan, serta bangsa yang bermartabat 9 dan berperadaban. Maka dibutuhkan nilai agama, tradisi kebudayaan dan nilai falsafah bangsa. 1 Peserta PKU Universitas Darussalam Gontor Angkatan XI. Utusan PPM Daarul Huda Banjar Jawa Barat. Menamatkan Sekolah Tingkat MTS/MA di TMI Darusslam Garut 2002, Diploma „Aam di LIPIA Jakarta 2007, S1 PBA di INISA Bekasi 2009, dan S2 PAI di IAID Ciamis 2015. 2 Founding Fathers (bapak Pendiri), umunya diberikan kepada 55 delegasi yang hadir dalam penyusunan konstitusi AS dalam Konvensi Philadelfia pada Mei 1787. Roger, Scruton, Kamus Politik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 35. 3 Soekarno mengatakan, “…Bahwa revolusi adalah kebudayaan, sebagaimana halnya politik”. Ucapan itu keluar dari mulutnya setelah beberapa seniman dan sastrawan (budayawan) menghadap presiden di Istana pada 6 Maret 1957. Di awal tahun itu tepatnya 21 Februari 1957, Soekarno melontarkan gagasan konsepsional yang kemudian disebut dengan “konsepsi Presiden Soekarno” atau “konsepsi Presiden”. Lihat, Nurani Soyomukti, Soekarno: Visi kebudayaan & Revolusi Indonesia, (Jogjakarta: Arruz Media, 2016), 147. 4 Soekarno, Soekarno, (Jakarta: Kompas Penerbit, 2013), 95. 5 E. Mulyasa, Revolusi Mental dalam Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2015), 1. 6 Janji politik berarti kata kolektif yang menunjukan pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Alkola,t.t), 608. 7 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus 2015 8 Soekarno, Soekarno, 98. 9 E. Mulyasa, Revolusi Mental dalam Pendidikan, 1.

Upload: lekhue

Post on 03-May-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

1

KONSEP REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF ISLAMIC VALUES

Ajat Syarif Hidayatulloh1

I. PENDAHULUAN

Revolusi Indonesia digagas pertama kali oleh presiden Soekarno; (founding

father)2 pada 1957.

3 Dimana kondisi rakyat sedang “mandeg” dan belum tercapainya

cita-cita kemerdekaan. Revolusi mental dikobarkan sebagai suatu gerakan untuk:

“Membimbing bangsa Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih,

berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, berjiwa api yang menyala-

nyala.”4

Setelah tujuh dekade, revolusi mental kembali diiklankan Jokowi. Suatu jargon,

dan program unggulan5 kampanye pilpres 2014 guna menggaet massa, mendulang

suara. Tentu bukan sebatas ilusi, ada harapan besar dibalik keterpilihannya nanti.

Namun bukan sebatas spirit sosialisai, tentunya realisasi pada kehidupan berbangsa dan

bernegara harus jadi bukti bukan sekedar janji.6 Revolusi mental harus mampu menjadi

penawar luka, obat penyakit degradasi wibawa Negara, pil lesunya sendi perekonomian,

penyambung pudarnya solidaritas dan toleransi, serta pembangkit krisis kepribadian

bangsa.7 Agar revolusi mental sebagai pembaharuan tidak terpental, relevan dengan

cita-cita „trisaki‟ pelopor bangsa, demi kedaulatan NKRI, berdikari dalam ekonomi,

masyarakat berkepribadian8 budi tinggi, terwujudnya keadilan sosial, kesejahteraan,

serta bangsa yang bermartabat9 dan berperadaban. Maka dibutuhkan nilai agama, tradisi

kebudayaan dan nilai falsafah bangsa.

1 Peserta PKU Universitas Darussalam Gontor Angkatan XI. Utusan PPM Daarul Huda Banjar

Jawa Barat. Menamatkan Sekolah Tingkat MTS/MA di TMI Darusslam Garut 2002, Diploma „Aam di

LIPIA Jakarta 2007, S1 PBA di INISA Bekasi 2009, dan S2 PAI di IAID Ciamis 2015. 2 Founding Fathers (bapak Pendiri), umunya diberikan kepada 55 delegasi yang hadir dalam

penyusunan konstitusi AS dalam Konvensi Philadelfia pada Mei 1787. Roger, Scruton, Kamus Politik,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 35. 3 Soekarno mengatakan, “…Bahwa revolusi adalah kebudayaan, sebagaimana halnya politik”.

Ucapan itu keluar dari mulutnya setelah beberapa seniman dan sastrawan (budayawan) menghadap

presiden di Istana pada 6 Maret 1957. Di awal tahun itu tepatnya 21 Februari 1957, Soekarno

melontarkan gagasan konsepsional yang kemudian disebut dengan “konsepsi Presiden Soekarno” atau

“konsepsi Presiden”. Lihat, Nurani Soyomukti, Soekarno: Visi kebudayaan & Revolusi Indonesia,

(Jogjakarta: Arruz Media, 2016), 147. 4 Soekarno, Soekarno, (Jakarta: Kompas Penerbit, 2013), 95.

5 E. Mulyasa, Revolusi Mental dalam Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2015), 1.

6 Janji politik berarti kata kolektif yang menunjukan pemikiran yang bertujuan untuk

mendapatkan kekuasaan. Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya,

Alkola,t.t), 608. 7 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, Sosialisasi

Gerakan Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus 2015 8Soekarno, Soekarno, 98.

9 E. Mulyasa, Revolusi Mental dalam Pendidikan, 1.

Page 2: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

2

Integritas, etos kerja dan gotong royong,10

merupakan gagasan Jokowi beserta

tim-nya meski berpedoman. Pelaksanaannya tidak berbentur dan berlari dari pancasila11

dan UUD 45 landasan negara. Sulit kiranya mencapai keberhasilan jika tidak memiliki

landasan teologis yang jelas, bebas nilai, serta adanya ketidakserasian misi pejabat

(hulu) penerima amanah, dan rakyat (hilir) pemberi amanah.12

Krisis multi dimensi,

korupsi, kolusi dan nepotisme, intoleransi SARA, pudarnya nasionalisme, maraknya

perjudian, narkotika, free sex, merupakan PR rusaknya mental bangsa yang harus

diselesaikan bersama. Disinilah perlunya pendidikan mental yang bernilai. Pendidikan

yang mampu melahirkan manusia sadar sebagai individu, sebagai sosial dan makhluk

tuhan.

Menyadari bahwa bangsa adalah kumpulan dari manusia, imaji, wilayah dan tata

nilai (values) yang beragam dan plural. Sedangkan mental adalah identitas sebuah

bangsa. Maka mental harus menjadi pondasi nilai pokok dalam membangun peradaban

suatu bangsa. Mental yang terlahir dari sucinya pikiran (aql), bersihnya hati (qalb), dan

beningnya jiwa (nafs). Sebab maju dan terbelakangnya suatu bangsa ditentukan oleh

nilai-nilai dan mental penduduk-nya. Sebagaimana dikatakan Ahmad Syauqi dalam

syauqiyat-nya.13

Mental yang dimaksud dalam Islam adalah akhlak. Untuk menjadi seseorang

berakhlak diperlukan proses agar menjadi manusia paripurna, proses itu pendidikan

namanya. Pendidikan yang mampu mencetak individu berakhlak mulia (good

character). Shalih secara individu, shalih sosial. Oleh karena itu, M. Nurdin,

menyatakan bahwa pendidikan tidak dapat dipegang sembarang orang, pendidikan harus

dipegang orang yang memiliki keahlian dan kecakapan.14

Hal itu disebabkan pendidikan

bersifat irreversible (tidak dapat didaur ulang). Artinya, bila dalam proses pendidikan

mental itu terjadi salah asuh, maka selamanya terjadi salah asuh.15

Dahulu orang yang memiliki keahlian dalam merevolusi akhlak itu Muhammad

Rasululloh Saw, menyempurnakan akhlak dan seruan pada tauhid merupakan misi

risalahnya. Petunjuk Al-Qur‟an dan wahyu dijadikan pijakannya, dakwahnya

terprogram, dari teologis ke sosial tujuan revolusinya, dari individu ke masyarakat

dimulai pergerakannya, dan para sahabat sebagai kader militannya. Revolusi yang

10

Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Panduan Umum

Gerakan Nasional Revolusi Mental, 2014, 5-6. 11

Secara struktur Pancasila memiliki dimensi idealis, fleksibelitas dan realitas. Dimensi idealis

berarti idealisme yang mewujud dalam prilaku, sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari. Dimensi

fleksibelitas berarti ada fleksibelitas dalam hidup tanpa kehilangan hakikat dan nilai-nilai dasar. Dimensi

realitas berarti nilai-nilai yang mewujud dalam konteks legislasi, penegakan hukum, penganggaran,

kebijakan program dan kegiatan monitoring dan evaluasi serta kehidupan sehari-hari, berupa prilaku,

sikap dan kebiasaan. Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

& Isu-Isu Kontempoler di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 279-280. 12

Jiwa Atmaja, Wahana, Semiotika Revolusi Mental, No. 91 Th. XXXI Mei 2015 :lihat, Ahmad Syauqi, Syauqiyat Juz 1, (Kairo إنما األمم األخالق ما بقيت فإن همو ذهبت أخالقهم ذهبوا 13

Dar Kutub al-Ilmiyah, 1946), 224. 14

M. Nurdin, Pendidikan yang Menyebalkan, (Jogjakarta: Arruz Media, 2005), h. 78. 15

Ibid, h. 77.

Page 3: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

3

diajarkan berupa internalisasi wahyu yaitu nilai-nilai Qur‟ani dan petunjuk Nabi (hadiṡ),

sehingga terhimpun manusia berakhlak karimah, masyarakat madani yang berkemajuan

dan berperadaban. Makalah ini ditulis untuk membahas konsep revolusi mental

perspektif Islam sebagai perbandingan atas revolusi mental pemerintah saat ini.

II. PEMBAHASAN

A. Definisi Konsep, Revolusi, Mental, dan Islamic Values

Konsep ialah ide yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret, gambaran dari

objek, proses, atau apapun yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

lain.16

A.S. Hornby juga menyebutkan, concept is an idea or a principle relating to

abstract.17

Menurut Pius, Konsep ialah ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan,

dan rencana dasar.18

Sedangkan dalam bahasa Arab konsep disebut, fikrah

(gagasan/rencana), al-ṣurah al-żihniyah li Amrin Mā (gambaran pemikiran pada

berbagai persoalan).19

Jadi yang dimaksud konsep adalah pemikiran mendasar pada

suatu permasalahan yang harus dipikirkan, dianalisa, dipahami secara objektif untuk

mendaptkan solusi.

Revolusi mental secara etimologi terdiri dari dua kata “revolusi dan mental”

yang berlainan makna. Dalam bahasa Arab disebut al-ṡarwah, wa al-inqilabu wa al-

hayaju, 20

al-ṡauru wa ẓuḥuru al-dam (perubahan radikal yang menyebabkan

pertumpahan darah), dan al-waṡbu (loncatan),21

yang terjadi apabila terdapat

penyebab.22

Rohi Balbaki mengartikan „ṡarwah‟ dengan revolution, sehingga dari

struktur bahasa terdapat titik temu Arab-Inggris.23

Kata „revolusi‟ dalam Kamus Umum

Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,24

juga ditemukan kemiripan arti, yaitu: (1).

Perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan

kekerasan, (pemberontakan bersenjata); dan, (2). (ber-evolusi) mengadakan

pemberontakan untuk mengubah ketatanegaraan (pemerintah atau keadaan sosial).25

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2013), 725. 17

A.S Hornby, oxford Advanced leaner‟s Dictionary of Current English, (Berlin: Oxford

University Fress, 1995), 236. 18

Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Penerbit Arkola,

2001), 362. 19

-lihat, Ibrahim Musthafa, dkk, Al-Mu‟jam al-Wasiṭ, (Turkey: Al اىفنشح، اىصسح اىزخ ألش ب

Maktabah al-Islamiyah, 1380 H/1960 M), 698. 20

:lihat, A.W. Munawwir & Ahmad Fairuz, Kamus Al-Munawir, (Surabaya اىثشح، االقالة اىبج

Penerbit Pustaka Progresif, 2007), 727. 21

-Majduddin Muhammad bin Ya‟qub al اىثس اىجب، اىثت، اىغطع ض اىقطب اىجشاد، ظس اىذ

faeruz Abadi, Al-Kamus al-Muhiṭ, (Libanon: Beirut, Darul Ma‟rifah, 2009), 184 22

Revolution (n) …can bring about such disharmony as would cause revolutions. قذ جذ ... بفشا

:lihat, Magdi Wahba & Wagdi Ghali, A Dictionary Of Modern Political Idiom, (Beirut. غجت اىثساد

Maktabah Libanon, 1999), 511. 23

Rohi Baalbaki, Al-Mawrid, (Beirut, Lebanon: Dar el-ilm Lilmalayin, 1996), 404. 24

Revolution/n 1 an attempt to change the system of government, esp by force. 2 a complete or

dramatic change. 3 a movement in circle round a point, esp of one planet round another. Lihat; A S

horrnby, xford Advance Leaners Dictionary, (Oxfort University Press, 1995), 1008. 25

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 975.

Page 4: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

4

Menurut Amin Rais, revolusi adalah perubahan radikal yang menyangkut

pemerintahan dan masyarakat suatu Negara dengan kekerasan disebabkan tidak

berjalannya sistem pemerintahan.26

Pendapat itu senada dengan pandangan Islam klasik

yang memaknai revolusi sebagai (1). Fitnah (godaan, hasutan); (2). Ma‟siyah

(ketidakpatuhan, pembangkangan, perlawanan); dan (3). Riddah (berpaling). Islam

klasik melihat „revolusi‟ identik dengan gerakan untuk menggulingkan tatanan

kehidupan orang beriman, kekerasan, intimidasi, krimininalisasi dan diskriminasi

perjuangan Islam. Revolusi juga selalu terkait gagasan perubahan total, pembaharuan,

diskontinuitas yang erat hubungannya dengan transformasi sosial budaya.27

Oleh karena

itu, revolusi bisa saja terjadi karena adanya pengaruh sosial dan budaya bangsa lain.

Sehingga revolusi dapat diartikan sebagai perubahan individu, sosial masyarakat,

Negara dan ketatanegaraan secara otomatis berbasis pada kesadaran atau perubahan

karena adanya pengaruh atau paksaan.

Mental secara etimologi diartikan dengan kejiwaan; rohani, batin; mengenai

pikiran; dan keadaan batin.28

Dalam bahasa Arab29

disebut, Sajiyyah (tabi‟at), Khulq

(akhlak), Nafs (jiwa), Ikhtibar ruhiyah (latihan kerohanian), dan Tahdzib an-Nafs

(perbaikan jiwa). Sifat-sifat tersebut, memiliki tujuan akhir (gardu al-aqsha) yaitu

memperbaiki perilaku manusia lahir dan batin.30

Menurut Moeljono „mental‟ berasal

dari bahasa Yunani, yaitu, „psyche‟, (psikis), jiwa atau kejiwaan.31

Namun menurut

Kartini dan Jenny, mental diambil dari bahasa Latin, yaitu mens atau metis yang berarti

jiwa, nyawa, sukma, roh, dan semangat.32

Walau berbeda pendapat tetapi dari keduanya

memiliki kesamaan makna yaitu jiwa. Dalam bahasa inggris mental di artikan way of

thingking (berfikir solutif),33

dan revering to the mind (sesuatu yang berhubungan

dengan pikiran).34

Syed Muhammad Naquib al-Attas menyamakan mental dengan jiwa.

Asal kata „Jiwa‟ dalam bahasa Indonesia adalah jiva dari bahasa sangsakerta artinya

benih kehidupan,35

adapun mental image adalah gambaran kejiwaan.36

Pendapat al-

Attas relevan dengan istilah psikologi, yaitu (mental) menyinggung masalah pikiran,

26

M. Amin Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, 1996), 141. 27

S.N. Eisendat, dalam L. Santoso, Revolusi dan Transformasi Masyarakat (Jakarta: Rajawali

1986), 5. 28

Burhani MS – Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer, (Jombang: Lintas Media, tt), 392. 29

-lihat, A.W. Munawwir & Ahmad Fairuz, Kamus Al عجخ، خيق، رزت اىفظ، اخزجبس سحخ ا فغخ

Munawwir, 568 30

Mu‟jam al Wasit. Teks aslinya adalah: :اإلغب جغ عجبد عجبب: طجؼخ ، خيق ، صفخ فطشخ ف عجخ

kalimat itu seperti dalam Q.S. ad-Dhuha: 2, حى اىيو إرا ؛ ؼب عن دا عجب اىض atau seperti dalam salah

satu perkataan ulama را اىزي رشضى عجبب ميب ... مفى اىشء جال أ رؼذ ؼبج sajiyyah berarti watak atau

mental. 31

Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: Universitas

Muhammadiyah, 2001), 21. 32

Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam,

(Bandung: Mandar Maju, 1989), 3. 33

J.M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Indonesia - Inggris, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama 2010), 370. 34

James Draver, A Dictionary of Psychology, (New York: Pengin Books, t.t.), 169. 35

Syahrul Akmal Latif & Alfin el Fikri, Super Spiritual Quotient (SSQ), Sosiologi Berpikir

Qur‟ani dan Revolusi Mental. (Jakarta: Kompas Gramedi, 2017), 133. 36

Syed M. Naquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 2003),

149.

Page 5: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

5

akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasi dengan pikiran, perbuatan, kesigapan,

sikap, impuls, dan intelektual.37

Dengan demikian mental dapat diartikan sebagai pola

pikir, jiwa, kebiasaan, keperibadian, dan sikap seseorang yang mempengaruhi perilaku

individu dimana mental (akhlak) sebagai barometernya.38

Perilaku individu Muslim, disebut Abdul Mujid dengan kepribadian Islam

(syahshiyat) artinya fitrah. Yaitu struktur kepribadian utuh yang mencakup dimensi-

dimensi ragawi (biologis), kejiwaan (psikologi), lingkungan (sosio-multikultural) dan

ruhani (spiritual).39

Dalam leksikologi al-Qur‟an disebut al-nafsiyat, dan dalam ilmu

akhlak disebut al-khulq, al-huwiyat, dan al-żatiyat.40

Jauh sebelum Abdul Mujid, Al-

Gahzali telah berpendapat, bahwa manusia memiliki citra lahiriyah (khalq), dan citra

bathiniyah (khulq). Al-Ghazali mendefinisikan khulq suatu kondisi (hai‟at) dalam jiwa

(nafs) yang suci (rasikhat), yang melahirkan aktivitas spontan tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan.41

Sedangkan menurut Miskawih, khulq ialah suatu kondisi

(hal) jiwa (nafs) yang menghasilkan aktivitas tanpa berpikir terlebih dahulu.42

Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa; pertama, revolusi mental

adalah perubahan yang terjadi pada masyarakat dan Negara menyangkut pola pikir

(mindset), sikap dan kepribadian (akhlak) dalam tempo singkat.43

Kedua, revolusi

mental merupakan sebuah gerakan ke dalam, untuk memperbaiki sikap diri sebagai

individu, mengevaluasi sistem yang rusak karena korup, ketidakadilan, dan

bertentangan dengan tujuan pendidikan.44

Ketiga, revolusi mental sebagaimana

disampaikan Jokowi, adalah “gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola

pikir, sikap-sikap, nilai-nilai, dan prilaku bangsa Indonesia yang berdaulat, berdikari

dan berkepribadian.”45

Adapun maksud value: nilai, atau harga, ialah hal penting atau berguna bagi

kemanusiaan. 46

Pandangan Fraenkel dalam H.M. Muslih, menyebutkan, nilai

merupakan standar tingkah laku, keindahan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat

37

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, ( Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2004), 297 38

Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), 16. 39

Abdul Mujib, Fitrah dan kepribadian Islam (Jakarta, Darul falah, 1999), 126, 40

Al-Farabi, al-Musu‟at al-Falsafat al-Arabiyat, (Arab: Inma al-A‟rab, 1986) Jilid I, 821. 41

Imam Al-Ghazali, Iḥya‟ Ulumuddin Juz III, (Beirut: Dar Iḥya al-Kutub al-Ilmiyah, tt.), 58.

Teks aslinya sebagai berikut:

غش حبجخ إىى خ ػقال ششػباىخيق ػجبسح ػ ئخ فى اىفظ سا عخخ ػب رصذس االفؼبه ثغىخ غش غش حبجخ إىى فنش س

فنش سخ42

Ibn Miskawih, Tahẓib Akhlak wa Taṭwir al-Araq (Mesir, al-Mathba‟ah al-Miṣryah 1934), 1.

Naṣ-nya adalah:

حبه ىيفظ داػخ ىب اىى أفؼبىب غش فنش ال سخ43

Seto Mulyadi, dkk, Psikologi Pendidikan, (Depok: Raja Grapindo, 2016), 174. 44

Ikhsan, Amri. 2014. Mengkonstruksi Revolusi Mental dalam Pen-didikan. Jambi:

jambiekspres. http://www.jambiekspres.co.id/berita-19248-mengkonstruksi-revolusi-mental-dalam-

pendidikan.html 45

Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia,

Panduan Umum Gerakan Nasional Revolusi Mental, 5. 46

S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Bandung: Penerbit

Hasta, 2007), 267.

Page 6: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

6

manusia dari kepatutan.47

Secara umum, nilai bisa bersifat kemanusian (insaniyah), bisa

bernilai ketuhanan (ilahiyah).48

Sedangkan standar nilai dan alat ukur adalah agama,

karena inti dan misi agama adalah menilai,49

yaitu memberikan penilaian secara

universal kepada pengikutnya. Jika istimewa di puja karena berharga, jelek dihina

karena biasa atau kurang layak. Jika berhasil membawa semangat, jika gagal memberi

kesal. Itulah istimewanya nilai.

B. Pondasi Revolusi Mental

Di antara tujuan revolusi Soekarno adalah pendidikan roh untuk manusia yang

berhati putih dan berkepribadian. Soekarno berkata: “Tiada satu rakjat jang dapat

diperbudak, djikalau roch-nja tidak mau diperbudak. Tiada satu rakjat jang tidak menjadi

merdeka, djikalau roch-nya mau merdeka…sebaliknya tiada satu rakjat jang dapat

menggugurkan beban nasib untuk merdeka, djikalau roch-nja masih mau memikul beban itu”.50

Soekarno dalam hal ini memberikan perhatian khusus terhadap pentingga

pendidikan roh, sehingga menurutnya pergerakan apapun akan tumbuh jika rohnya

sudah terbangun. Sedangkan revolusi mental Joko Widodo, berorientasi pada neo-

nation building atau human oriented development dan people centered development

yang bertolak ukur pada kesesuaian budaya Nusantara.51

Jika itu yang tercipta, maka

hanya akan membangun unsur fisik saja, sedangkan nilai manusianya belum terbentuk.

Dalam hal inilah agama berperan mewarnai pembentukan nilai manusia sehingga agama

dan Negara tidak bisa dipisahkan.

Azyumardi Azra menuturkan: hubungan Islam dan Negara Modern secara

teoritis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga paradigma: integralistik, simbiotik dan

sekularistik.52

Indonesia mempraktekkan pada katagori urutan dua, karena adanya nilai

pancasila “ketuhanan yang maha esa” sebagai pijakan sila-sila berikutnya, dan selaras

dengan lintas sejarah Nusantara yang menjadikan agama tidak sekedar urusan privat

(personal) namun termasuk urusan publik (sosial).53

Pondasi yang harus dipersiapkan dalam revolusi mental adalah ajaran agama

Allah secara utuh, yaitu: Iman, Islam dan ihsan.54

Ketiga asas tersebut merupakan

integrasi ajaran Islam yang meliputi keilmuan syariat, adab, kelembutan, ibadah

47

H.M. Muslich & H. Adnan Qohar, Nilai Universal Agama-agama di Indonesia (menuju

Indonesia Damai (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), 121. 48

Ibid, 122. 49

Ibid, 111. 50

Soekarno, Soekarno, 93. 51

M. Yudhie Harono, Rahmi Fitriyanti, Membumikan Revolusi Mental dan Nawacita, (Jakarta:

Penerbit Kalam Bekerjasama Kementrian Dalam Negeri Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum, 2017),

5. 52

Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi dan Masyarakat Madani, Jakarta:

Indonesian center for civic education (ICCE), 2013), 133-134) 53

Yudi latif, Negara Parifurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta:

Kompas Gramedia, 2012), 56. 54

Hafidz bin Ahmad Ali Hukmi, Mukhtaṣar Ma‟arijul Qabul, (Kairo: Darus Shafwah, 2006),

309.

Page 7: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

7

ẓahiriyah dan ibadah baṭiniyah.55

Ihsan merupakan level tertinggi dalam beragama,

karena cakupannya iman dan Islam.56

Sebagai out put perubahan mental yang

menyangkut kejiwaan, roh, spiritual dan nilai-nilai (vested interest) dapat merubah

seseorang atau kelompok dalam sebuah ruang lingkup kecil atau bahkan dalam sebuah

Negara,57

Abdul Aziz Al-Jabrin membagi asas syari‟at Nabi Muhammad Saw, kedalam

I‟tiqadiyat dan Ibadat.58

Pertama, aqidah (I‟tiqadiyat) yaitu keyakinan pada rukun iman

yang lataknya di hati, dan tidak ada kaitannya dengan perbuatan. Hanya saja kebaikan

yang dihasilkan dari perbuatan tidak bernilai jika tidak beriman.59

Iman melahirkan

mawas diri dan luhurnya kesadaran serta menghantarkan pada rasa di awasi Allah yang

sangat ketat (muraqabatullah). Sehingga semakin kuat imannya semakin semakin kuat

mawas dirinya, maka budi pekertinya semakin halus,60

menjaga untuk berdusta, menipu,

berlaku curang, menjerumuskan, bermuka dua, dan berbuat dzalim. Sebaliknya,

semakin lemah imannya semakin lemah pula rasa mawas dirinya, sehingga

membawanya pada kebobrokan akhlak, mengumbar janji, kurang peduli terhadap

sesama, kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri atau golongannya, serakah,

memperturutkan hawa nafsu dan dekatnya dengan kemaksiatan. Dari itulah iman

dinamakan pokok atau asas. Sedangkan yang kedua perbuatan (amaliyat) yaitu cara-

cara amal atau ibadah seperti shalat, zakat, kegiatan sosial, politik, ekonomi, dan

seluruh bentuk ibadah disebut cabang (furu). Jika baik mu‟amalah terhadap Allah, Maka

Allah perbaiki muamalah kita dengan sesama makhluknya.61

Pondasi selanjutnya dalam mewujudkan revolusi mental yang bernilai ialah,

perubahan ke dalam jiwa individu pada beberapa dimensi: pertama, perubahan fitrah

fisik disebut fitrah jismiyah (jasadiyah), kedua, perubahan fitrah psikis (fitrah

ruhaniah), dan ketiga, perubahan fitrah psikofisik (fitrah nafsaniyah),62

yang meliputi:

a). Akal, b). Qalb (hati) dan, c). Nafs. 63

Fitrah nafsaniyah atau dalam bahasa al-attas

disebut dengan jiwa manusia merupakan realitas tunggal dengan empat keadaan

(ahwal/modes) yang berbeda, seperti intelek (aql), jiwa (nafs/soul), hati (heart), dan ruh

(spirit) yang masing-masing terlibat dalam kegiatan yang bersipat kognitif, empiris,

55

Tiga asas tersebut tercatat dalam hadis Jibril Alaihi Salam tentang Iman, Islam, Ihsan dan

Asyrath As-Sa‟ah dalam hadis arbain an-Nawawiyah hadis ke-2. Lihat, Nadzim Muhammad Sulthan,

Qawaid wa Fawaid Min al-Arba‟īn, (Riyadh: Darul Hijrah, 2000), 37. 56 Naẓim Muhammad Sulṭan, Qawaid wa Fawaid Min al-Arbain, 39. Lihat pula, Muhammad bin

Shalih al-Utsaimin, Sharh al-Arba‟īn an-Nawāwiyah, (Riyad: Dar ṡaraya, 2009), 61. 57

Reni Susanti dan Deswita, Revolusi Mental dalam Pandangan Akhlak, Baleje: Jurnal

Pendidikan Islam, vol 1, no. 01, 2016 STAIN Curup-Bengkulu, 3. 58

Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Tahżib Tashil al-Aqidah al-Islamiyah, (Riyad: Maktabah

Malik Fahd al-Waṭaniyah Aṡna‟a an-Naṣr, 1425), 1. 59

Q.S. al-Furqan: 23, Q.S. Az-Zumar: 65. 60

Musthafa Adawi, Fikih Akhlak, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2009), 326. 61

Mushtafa Adawi, Fiqhul Akhlak, (Jeddah: Dar Majid Usairi Lin Nasri wat-Tauzi, 1997), 53. 62

Abdul Mujib, Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi, (Jakarta: Darul

falah, 1999), 39. 63

Abdul Mujib, Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi, 39.

Page 8: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

8

intuitif, dan spiritual.64

Unsur-unsur itulah yang kemudian membentuk mental (fitrah)

keperibadian sesorang menjadi akhlak.

Dari revolusi akhlak inilah seharusnya pemerintah membangun kepribadian

bangsa. Islam dengan totalitas ajarannya menawarkan konsep pembinaan akhlak yang

tidak sekedar membina perkara dianggap sepele, tetapi Islam mengatur urusan yang

berkenaan dengan manusia terhadap tuhannya, dengan dirinya, dengan masyarakat

sekitarnya, yang seluruhnya bertujuan menjadikan manusia berkompeten, dan

profesional, untuk mengangkat tarap hidupnya dan masyarakatnya.65

Perubahan yang

dimulai dari komponen inti manusia, yaitu: akal, hati dan jiwa. Sebab jika ketiga unsur

itu baik maka baik pula kepribadian manusia. Jika buruk, buruk pula kepribadiannya.

Pertama, merevolusi pola pikir. Mesin berfikir adalah akal (cognitive process).

secara etimologi, bisa dikatakan sebagai cahaya ruhani untuk menerima ilmu dzaruri

dan nadzari, yang membedakan baik dan buruk, sempurna atau kurang.66

Menurut Ibnu

Zakariya, semua kata yang memiliki akar kata „ain, qaf, lam memiliki arti kemampuan

mengendalikan sesuatu, baik berupa perkataan, pikiran, maupun perbuatan.67

Sedangkan

menurut Abdul Aziz al-Umairi akal ialah: ketajaman pengetahuan seseorang dalam

menganalisa suatu perkara, pembeda yang cerdas dengan lebih cerdas, akal pula

merupakan bagian dalam manusia yang tidak diketahui bentuknya tetapi terlihat hasil

analisanya.68

Menurut Victor Said Basil dalam Abdul Mujib menyatakan bahwa aktivitas akal

al-nazhar (melihat dengan memperhatikan), al-tadabbur (memperhatikan secara

seksama), al-ta‟ammul (merenungkan), al-istibshar (melihat dengan mata batin), al-

I‟tibar (menginterpretasikan), al-tafkir (memikirkan), dan al-tażakkur (mengingat).69

Menurut Bambang Prakuso, sebuah negara menjadi adi daya, disiplin, makmur,

memiliki budaya malu, melayani dll terbukti adalah karena pola pikir mereka.70

Dalam

al-Qur‟an banyak disiggung tentang pentingnya akal sebagai alat untuk memahami

keimanan. Term yang digunakan kerap kali memakai kata ta‟qilun, tatafakkarun.

Tandzurun, tubshirun dll. Seperti, termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah: 73.

“La‟allakum ta‟qilūn” artinya “la‟allakum tatadabbarūn” Secara khusus ayat ini

memantik keinginan manusia untuk berfikir, dan bermeditasi.71

Dengan memanfaatkan

64

Syed M. Naquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 2003),

297. 65

Muhammad Ali Al-Hasyimi, Syakhshiyatul Muslim Kama Yashuguha al-Islam fi al-Kitab wa

as-Sunnah, (Riyadh: Darul Basyair al-Islamiyah: 1401), 8. 66

Fairuzi Abadi, Kamus al-Muhiṭ, 1033-2034. 67

Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu‟jam al-Maqayis fi al-Luġah, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1994), 672. 68 Abdul Aziz al-Umairy, Maratib al-Aql Wa ad-Din, (Tt. Thaba‟ah Mushahah, 2009), 11. 69

Abdul Mujib, Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi, 69. 70

Bambang Prakuso, Revolusi Mental Berbasis Mind Power, (Jakarta Pusat: Al-Fateta

Indonesia, t.t), 12. 71

Abi Bakr al-Suyuti, Tafsir Jalain, (Kairo: Dar al Hadis), Maktabah al syamilah.

Page 9: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

9

akal maka tumbuhlah kesadaran beragama, kemampuan membedakan hak dan bathil,72

beramal dengan dasar ilmu, dan ilmu yang menjadi dasar amal, hingga berfikir menjadi

sarana pintu petunjuk masuknya iman.73

Akal orang beriman akal yang sadar.74

Sehingga ada kemampuan menjadi pribadi

cerdas, kreatif, inovatif, produktif, kritis, reflektif, dll. Maka benarlah sanjungan tinggi

dan kedudukan terpuji bagi kaum intelektual yang mempergunakan akalnya seperti

dalam Q.S. Al-Mujadalah: 11, dan sebaliknya taḥqīr (hinaan) bagi kaum amnesia ilmu

dan mengotori akalnya. Memperkeruh akal dengan pemikiran dapat menyebabkan hati

membeku dan menjadi mati, kotor dan gelapnya hati dapat memudahkan terperdayanya

hawa nafsu dan terjatuh pada kemaksiatan, keserakahan dan kedzaliman.75

Kedua, merevolusi hati (affective process). Hati atau qalb berasal dari kata

qalaba (قيت) atau kalbu yang berarti berubah, berpindah, atau berbalik. Sedangkan kata

qalb itu sendiri berarti hati atau jantung.76

Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah

bermakna hati yaitu; al-qalb, al-fuad (af-idah), dan as-Ṣudur. Di antara pungsi hati

adalah: pertama, menerima kesaksian Allah sebagai Tuhan, (al-a‟raf: 182). Kedua,

sebagai wasilah mendapat ma‟rifah, (Q.s.al-Hajj: 46). Ketiga, tempat bersemayamnya

iman, Q.S. Al hajj: 32. Dan empat, sumber kebaikan dan keburukan pribadi seseorang.

Seperti itu pulalah Rasul menyampaikan bahwa hati adalah sentral baik, buruknya

perbuatan seseorang.77

Imam al-Ghazali melihat hati dalam dua aspek, 78

aspek jasadi (fisik), yaitu

daging sanubari berbentuk seperti jantung pisang terletak dalam dada sebelah kiri

(kalbu Jasmani). Dan kalbu ruhani (psikofisik), sesuatu yang bersifat halus (latif)

rabbani ruhani.79

Al-qasthalani menyebut hati karena seringnya berbalik pada berbagai

urusan. Dari itulah hati diumpamakan pemimpin, jika pemimpin baik baik pula

rakyatnya, jika pemimpin buruk, buruk pulalah rakyatnya, maka dari itu setiap orang

dituntut untuk menjaga dan mensucikan hatinya.80

Manakala seseorang tidak merasakan

72

Fathi Yakan, Sifat dan Sikap Seorang Muslim Menyongsong Kebangkitan Dunia Muslim,

(Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1982), 36. 73

Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam, (Tegal Arum: Pt. Alma‟afif, 1988), 143. 74

Fathi Yakan, Komitmen Muslim Sejati, (Solo: Era Intermedia, 2003), 71 75

Fathi Yakan, Sifat dan Sikap Seorang Muslim Menyongsong Kebangkitan Dunia Muslim, 37. 76

Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat Al-faẓ al-Qur‟an al-Karim, (Beirut: Dar al-

Maktabah al-„Ilmiyyah, 1998), 426. 77

Bukhori (), Muslim, 107 (1599), al-Jami‟ al-Ṣahih li al-Sunan wa al-Masanid, Maktabah

al-Shamilah. 78

Abu Hamid al-Ghazali,Ihya Ulumuddin, (Beirut: Dar al-fikr, tt), Juz III, 4-5. 79

Rabbani berarti sesuatu yang berhubungan dengan sifat ilahiyah (berasal dari kata rabb),

sedangkan ruhani ialah yang berkaitan dengan ruh, lihat, al-Ghazli, trj, Keajaiban-Keajaiban Hati,

(Bandung: Karisma, 2000), 26. 80

Abdul Malik al-Qasthalani al-Qutaibi al-Mishri, Irshadu al-Sāri Li Sharhi Shahih al-Bukhori,

(Mesir: Mathba‟ah Kubra al-Amiriyah, 1323) Juz, x, Maktabah al-Syamilah. Teks aslinya sebagai

berikut: ف األ اىقيت قيجب ىزقيج ش اى ع أ خص اىقيت ثزىل أل ء قيج , خبىص مو ش ب ف اىجذ، خبىص أل ػخ، س، أ اىش ش رصي األ ثصال جذ،

ا قذس اىقيت، ج ػيى رؼظ ر ف رفغذ , ثفغبد ج هللا ف اىزي سم اىف زؼيق ث شاد: اى اى اىؼقو ف .ىحث ػيى صالح، ػيى أ غزذه ث اىقيت،

Page 10: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

10

kenistaan, kekosongan, dan kemaksiatan itulah kotornya hati.81

Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa hati adalah penggerak, ia akan menuntun kebaikan manakala ia jernih,

ia pula akan menggusur pada kehancuran jika hatinya kotor, sehingga model terbaik

mengendalikan hati adalah berjalan berseberangan dengan keinginan hawa nafsu,82

Q.S.

An-Nazi‟at 40-41. Out put dari affective process adalah lahirnya manusia baik, beriman

dan bertakwa, berakhlak mulia, jujur, amanah, tanggung jawab, dll.

Ketiga, revolusi nafsu, nafsu ialah daya-daya nafsani yang memiliki dua

kekuatan, yakni kekuatan al-ġaḍabiyat dan al-shahwaniyat. Al-ġaḍab dalam

terminologi psiko-analisa disebut defense (pertahanan, pembelaan, dan penjagaan),

yaitu tingkah laku yang diusahakan secara rasional untuk membela atau melindungi ego

dari kesalahan, kecemasan, dan rasa malu dengan tujuan melindungi diri. Al-syahwat

(appetite) atau fitrah hayawaniyah yaitu suatu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu),

berdasarkan perubahan keadaan fisiologi.83

Jika merujuk pada al-Qur‟an kata “nafs” menunjuk kepada diri (self). Yakni kata

umum yang meliputi seluruh motivasi dan aktivitas manusia baik pemikiran atau

pemahaman secara keseluruhan. Nafs memiliki banyak varian, yaitu: ammarah,

lawwamah, mulhamah, muthmainnah, raḍiayah, marḍiyah, kamilah.84

Menurut Bakar

Musa, nafsu adalah segi yang jahat dari diri manusia. Yaitu segi yang bertentangan

dengan nurani, pikiran maupun naluri manusia seperti: egois, angkuh, munafik, makar,

khianat, dendam, dengki, menyukai syahwat, dan lain-lain.85

Menurut al-Ghazali

penyembuhan penyakit jiwa ini haruslah dimulai dengan proses pembersihan

(takhliyah) dari sifat-sifat tercela, dikiuti dengan dengan proses menghiasi (tahliyah)

dengan sifat-sifat terpuji, yang apat di proses dengan mujahadah.86

Fathi Yakan menyebutkan, bahwa ada tiga87

karakter manusia dalam memerangi

hawa nafsu; pertama, golongan yang dapat dikuasai oleh nafsunya, hingga ia tertancap

di bumi dan berbekal hidup dengan dunia, (Q.S. Al-Jatsiayah: 23). Kedua, golongan

yang senantiasa berjuang memerangi dengan gigih, tetapi kadang-kadang ia mengalami

kemenangan kadang mengalami kekalahan, (Q.S. Ali Imran: 135) seperti dalam hadis

Nabi Saw, setiap anak adam berbuat salah dan sebaik-baik kesalahan yang diikuti

dengan pertaubata.88

Ketiga, golongnan yang berhasil menolak segala kejahatan, keji

dan dosa-dosa karena mereka selalu menang dalam pertempuran melawan hawa nafsu.

81

Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa & Pikiran, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), 45. 82

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi al-Damasqi, Mauiẓah al-Mu‟minin Min Ihya Ulumiddin,

(Jakarta: Dar al-Kutub Al-Islamiyah, 2005), juz 2, 4. 83

Abdul Mujib, Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi, 70 84

Hasan langgulung, Asas-Asa pendidikan, (Jakarta: Pt. Al Husna, 2003), 267. 85

Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam, (Tegal Arum: Pt. Alma‟arif, 1988), 96. 86

Lihat, Ihya Ulumuddin. (Hasan langgulung, Asas-Asa pendidikan, Jakarta: Pt, Al Husna,

2003), 267. 87

Fathi Yakan, Sifat dan Sikap Seorang Muslim Menyongsong Kebangkitan Dunia Muslim, 34. 88

.lihat, Musnad Ahmad, dan Tirmidzi كل بني ادم خطاء وخير خطاءيه التوابون )احمد والترميذي(

Page 11: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

11

Secara umum pola kerja fitrah nafsaniyah sebagai berikut: 1. Kalbu: naturnya

ialhiyah, yang berdaya emosi (seperti rasa indrawi, rasa inteletual, rasa religious, rasa

social, rasa estetika, dan sebagainya. 2. Akal: naturnya insaniyah yang berdaya kognitif

(seperti penghayatan, pengamatan, tanggapan, asosiasi, reproduksi, apersepsi, ingatan,

fantasi, berfikir, intelegensi, dan sebagainya. 3. Nafsu: naturnya hayawaniyah yang

berdaya konasi, dan memiiki dua kekuatan, yaitu shahwat dan ġaḍab, sehingga terjadi

dorongan, kemauan, keinginan, dan kecenderungn.89

Imam al-ghazali mengklsifikasi nafsu kedalam tiga: Pertama, nafsu nabatiyah,

sebagai alat pelengkap yang dibutuhkan untuk berkembangnya tubuh seperti makan,

pertumbuhan dll. Kedua, nafsu hayawaniyah, yakni adanya keingintahuan dan bergerak

sesuai keinginan. Ketiga, nafsu insaniyah, yakni beraktivitas sesuai potensi dan berdasar

pada kejernihan pola pikir, dan kemampuan dalam menyimpulkan pengetahuan.90

Hasil

dari conative process ini adalah tumbuhnya jiwa toleran, simpati, keinginan bersama,

bekerja, gotong royong, hormat, tumbuhnya patriotisme, nasionalisme, dll.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam perkara berupa;

imajinasi, pemikiran, perbuatan individu, sosial kemasyarakatan, berpolitik, berhukum,

membuat perundang-undangan, bermuamalah, berbisnis, mengadakan perubahan

menjadi tujuan Muslim. Artinya seorang Muslim harus tunduk sepenuhnya kepada

tuhan. Karena perbuatan Muslim bersifat teologis sehingga memiliki hubugan erat dan

komitmen dengan Tuhan. Akal, kalbu dan nafs berperan penting dalam membentuk

perkataan dan perbuatan seseorang, karena itulah mental. Ketiga dimensi inilah yang

sesungguhnya menjadi dasar kecerdasan, dan ketajaman potensi seseorang, baik

kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual

(SQ).91

Dari sinilah kita dapat melihat kebenaran dan kebathilan, dari dimensi ini pula

lah kita melihat perbuatan dunia dan akhirat. Dengan ketiga potensi itu diyakini adanya

keterikatan dunia dan akhirat. Abdul Qadir Audah berkata:

ى ى أثش ث مب ىنو ػو دي ج أخشي، فبىفؼو اىزؼجذ، أ اىذ، أ اىجبئ، أ اىذ

اىزشرت ػي ف اىذب أداء اىاجت، أ إفبدح اىحو اىيل، أ إشبء اىحق أ صاى، أ رقغ

اىؼقثخ، أ رشرت اىغؤىخ، ىن زا اىفؼو اىزي زشة ػي أثش ف اىذب ى أثش آخش زشرت

ػي ف اخشح، اىثثخ أ اىؼقثخ األخشخ.9

Hal serupa seperti diungkapkan al-Jarnuzi:

89

Abdul Mujib, Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi, 70 90 Abu Hamid al-Ghazali, Ma‟arij al Qudus, (Beirut: Darul Afaq, 1975), 21. 91 Syahrul Akmal Latif & Alfin el Fikri, Super Spiritual Quotient (SSQ), Sosiologi Berpikir

Qur‟ani dan Revolusi Mental. (Jakarta: Kompas Gramedi, 2017), 122. 92

Abdul Qadir Audah, al-Islam Baina Jahli Abnāihi wa Ajzi Ulamāihi, (Riyadh, KSA: Al

Riyasah al Amah li Idārati al Buhuṡ al-Ilmiyah wa al ifta wa al-Da‟wah wa al Irsyad, 1404), 9-10.

Page 12: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

12

Banyak aktivitas dunia berbuah pahala akhirat disebabkan baiknya niat, begitu pula

banyak aktivitas akhirat namun hanya menghasilkan hadiah/pujian dunia karena

buruknya niat.93

Al-Qur‟an pun memberi gambaran tentang adanya korelasi amal dunia dan

akhirat, seperti termaktub dalam al-Qur‟an: Barang siapa yang menghendaki

keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang

menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan

dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Al-Shura 42:20), kemudian

dalam firmanya: Barang siapa yang menghendaki balasan di dunia maka ketahuilah

bahwa di sisi Allah ada balasan di dunia dan di akhirat. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Melihat. (Q.S. An-Nisa: 134) atau seperti dalam Q.S. Al-BAqarah: 200-

202).

D. Soko Guru dan Ranah Revolusi Mental

Tiga pilar utama revolusi mental canangan pemerintah yaitu integritas, etos kerja

dan gotong royong diperlukan nilai pancasila “ke-Tuhan-an yang Maha Esa” sebagai

dasar dan tolak ukur. Sehingga alumni revolusi mental mampu menjadi agen perubahan

karakter sosial, menumbuhkan jatidiri bangsa,94

memperjuangkan kewargaan, dapat

dipercaya, berkemandirian, kreatif, menjunjung tinggi nilai gotong royong dan saling

menghargai.95

Serta melahirkan manusia bermental pancasila yang religius, humanis,

nasionalis, demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.96

Lebih dekatnya ketuhanan yang maha Esa adalah ajaran tauhid agama Islam,

yang berlandaskan pada (al-Qur‟an dan al-Sunnah). Islam samasekali tidak

berseberangan dengan pilar Negara (Pancasila,97

UUD 45,98

Bhineka Tunggal Ika, dan

93 Burhan al-Islam al-Zarnuzi, Tahqiq Marwan Qabani, Ta‟lim al Muta‟allim, (Beirut: Al-

Maktabah Al-Islami, 1401), 66 94

Jokowi, (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan,

Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus 2015, 6) 95

GPR Reprt, Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik Kementrian Komunikasi dan

Informatika, Edisi 5, Juli 2015, 26) 96

M. Yudhie Haryono & Rahmi Fitriyanti, Membumikan Revolusi Mental dan Nawacita,

(Jakarta: Kalam Mulia, bekerjasama Kementrian Dalam Negeri Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum,

2017), 35. 97

Isi UUD 1945, Agama, Pasal 29 Tentang Kebebasan Beragama: (1) Negara berdasar atas

Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Lihat, UUD

Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pacasila Garis-Garis Besar Haluan Negara, Team Pembinaan

Dan Bahan-Bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia, 7. 98

Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud dalam bunyi Pembukaan

UUD 1945 Alinea IV (4) yang secara jelas menyatakan , ialah kurang lebih sebagai berikut:

“Kemudian dari pada itu untuk dapat membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan

kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang suatu Dasar Negara Indonesia yang berbentuk

dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil serta beradab, Persatuan Indonesia,

Page 13: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

13

NKRI).99

Bahkan berkontribusi besar demi terwujudnya generasi bangsa yang

berkarakter, berbekal iman dan taqwa. Soekarno pernah menyampaikan, bahwa “salah

satu barisan terkuat dalam pergerakan revolusi tahun 1945 adalah agama.”100

Dari

itulah seharusnya revolusi mental masa kini pun bermula dari pendidikan101

akhlak dan

pembenahan jiwa (roh) berlandaskan agama (Islam).

Jokowi pernah mengatakan,

“…Tidak ada pihak yang mencampuradukkan politik dan agama.” “Dipisah

betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik.” 102

Sebetulnya upaya dikotomi politik dan agama mesti tidak terjadi lagi di negeri

ini, megingat pancasila adalah bagian dari nilai Islam. Walaupun tidak jelas maksud dan

tujuannya dari ungkapan itu, namun ia seolah amnesia terhadap sila satu Pancasila, dan

pembukaan UUD 45, atau mungkin candu dengan agama. Sehingga agama harus

dilepas dari aspek kehidupan manusia. Atau mungkin menurutnya, agama hanya pada

sektor rituil saja, Tuhan tidak usah mengurusi urusan politik, sehingga perannya harus

dibatasi. Hamid Fahmi seolah memberitahu pola pemikir semacam itu pun terjadi di

Barat, menurutnya, bahwa konsep Tuhan di Barat hampir sepenuhnya hasil rekayasa

manusia. Tuhan harus mengikuti aturan manusia. Dan tuhan tidak boleh ikut campur

dalam kebebasan dan kreativitas manusia.103

Pupuh Fathurrohman mengatakan, bahwa pendidikan di Indonesia sudah

terkontaminasi dengan konsep pemikiran pendidikan Descartes dan Newton pada abad

ke-18, konsep rohani atau jiwa dihapuskan dari proses praktek pendidikan. Sehingga

Jiwa tidak perlu mendapat porsi rohani untuk mengembangkan kurikulum di muka bumi

ini karena jiwa tidak bisa diatur atau dinilai.104

Padahal jika kita merujuk pada P4 akan

kita dapatkan relevansi nilai agama dan pembentukan moral masyarakat. “Dengan

semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan

serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta

untuk mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” 99

Pidato Presiden SBY pada buka puasa di istama dengan para pejuang kemerdekaan pada tanggal 13

agustus 2010 di istana Negara. Bahwa 4 pilar Negara ialah: Pancaasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal

Ika. Lihat, HM Muslich 7 Drs. H. Adnan Qohar, Kaukaba, Yogyakarta: 2014), h. 41 ) 100

Budi Sutiono & Bonnie Triyana, Soekarno: Revolusi belum Berakhir, (Jakarta: PT. Serambi

Ilmu Semesta, 2014), 79. 101

UUD 45 Pasal 31, tentang Pendidikan: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan

umat manusia. 102

http://nasional.kompas.com/read/2017/03/24/19084521/presiden.jokowi.pisahkan.agama.dan.

politik, di unduh pada 21:12, 21/11/2017. 103

Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam,

(Jakarta: Insists-MIUMI, 2012), 23. 104

Pupuh Fathurrohman, et.al, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama,

2013), h.7.

Page 14: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

14

kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa harus semakin diamalkan baik dalam

kehidupan pribadi maupun social kemasyrarakatan.105

Islam adalah agama shumul (universal), totalitas, syariatnya mengatur urusan

dunia dan akhirat, urusan agama dan Negara,106

urusan agama yang meliputi masalah-

masalah keyakinan, aqidah dan ibadah. Sedangkan yang bertalian dengan Negara,

hubungan sosial masyarakat, muamalah, hukum, privat, perundang-undangan,

pemerintahan, kepemimpinan, ekonomi, administrasi, politik, akhlak dan sebagainya.

Abdul Qadir Audah mengatakan:

رزبص اىششؼخ اإلعالخ ثأب ششؼخ إعالخ ػبىخ، أضه هللا جو شأ ػيى

سعى حذ صيى هللا ػي عي, ىجيغب إىى اىبط مبفخ ػشة ػج، ششق

ب ػبدار رقبىذ ربسخ. ف ششؼخ غشث ػيى اخزالف شبسث، رج

مو أعشح، ششؼخ مو قجيخ، ششؼخ مو جبػخ، ششؼخ مو دىخ ثو اىششؼخ

اىؼبىخ اىز اعزطبع ػيبء اىقب أ زخيب. ىن ى غزطغ أ جذب.7

Keistimewaan syariat Islam ialah karena bersifat universal, yaitu diturunkan Allah

kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada seluruh ummat manusia baik

Arab maupun ajam (selain Arab), bangsa timur maupun barat yang berbeda adat

istiadatnya, tradisinya, dan sejarah pertumbuhannya. Yaitu syariat yang

merupakan undang-undang keluarga, undang-undang kabilah, undang-undang

jama‟ah, dan undang-undang Negara, bahkan merupakan undang-undang seluruh

alam semesta yang pernah diimpikan oleh sarjana-sarjana hukum tetapi mereka

tidak mampu membuat hukum seperti itu.

Secara umum ayat-ayat Makkiyah membawa misi kenabian pada revolusi

teologis. Yaitu Revolusi yang lebih mengarah kepada perubahan mental-spiritual.108

Revolusi long distance sehingga diperlukan 13 tahun untuk merubah kejahilan, syirik,

dan spiritual asketis. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah, membawa misi revolusi

sosiologis sehingga sasarannya lebih pada tingkat struktural dan kultural umat, yaitu

dengan membangun sumber daya manusia, membentuk kepribadian Islam, jauh dari

dorongan nafsu jahat, keluh kesah, kebodohan, kemalasan, dan menjadikan keadilan dan

kemakmuran sebagai doktrin kemajuan ummat. Hal demikian dilakukan Rasul Saw,

dalam membangun sebuah tatanan masyarakat yang kokoh, kekeluargaan dan hubungan

sosial yang erat, dimulai dari membina pribadi-pribadi, berlanjut pada lingkup rumah

tangga. Hingga akhirnya dapat mengibarkan panji al-Qur‟an menaklukan dunia dan

membawa kemajuan dalam peradaban.109

105

UUD Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pacasila Garis-Garis Besar Haluan Negara, 7. 106

A. Qadir Audah, Islam di Antara Kebodohan Ummat dan Kelemahan Ulama, (Jakarta Pusat:

Media Dakwah, 1981), 6. 107

Abdul Qadir Audah, al-Islam Baina Jahli Abnāihi wa Ajzi Ulamāihi, (Riyadh, KSA: Al

Riyasah al Amah li Idārati al buhuṡ al Ilmiyah wa al-Ifta wa al-Da‟wah wa Al-Irshad, 1404), 16-17. 108

Saifuddin, Revolusi Mental dalam Perspektif al-Qur‟an: Studi Penafsiran M. Quraish Shihab,

Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Banjarmasin, Maghza Vol. 1, No. 2, Juli-Desember

2016. 109

Nizar Abazah, Sejarah Madinah, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2009), 79.

Page 15: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

15

Strategi Rasululloh Saw dalam merubah penduduk Makkah dan Madinah tersebut,

perlu dicontoh. Ditengah kondisi penduduk Makkah dalam ketimpangan ekonomi,

penindasan, perbudakan, kesewenang-wenangan golongan kuat atas golongan lemah.

Al-Amin menggulirkan revolusi untuk kesamaan hak bersama „kaum proletar‟ seperti

halnya Lenin, dengan Bolshevijk-nya.110

Tetapi dengan kredibilatasnya Muhammad

mampu mengkampanyekan perbaikan moral dengan slogan “Lā Ilāha Illalloh

Muhammad Rasūlulloh” dua kalimah syahadat yang sebenarnya rawan karena

menyangkut perpindahan keyakinan. Namun dari sinilah revolusi peradaban itu

bermula.

Sayyid Quthub menyatakan, bahwa dari kalimah itulah tumbuhnya rukun iman

dan Islam. Kaidah yang simpel, mutlak, dan tegas itu mampu menggariskan urusan

prinsip (asasi) pada ajaran agama Islam yang nyata. 1. Tabi‟at masyarakat Islam. 2.

Menggariskan manhaj tumbuhnya masyarakat Islam. 3. Menggariskan manhaj Islam

dalam menghadapi masyarakat Jahiliyah. 4. Menggariskan manhaj Islam dalam

mengahadapi peristiwa kehidupan manusia.111

Al-Qur‟an banyak berbicara tentang perubahan sosial kemasyarakatan.

Walaupun tidak ditemukan term khusus „revolusi mental‟ secara inflisit tetapi secara

ekplisit banyak ditemukan makna yang menunjukan perubahan. Seperti: Q.S: ar-

Ra‟d:11,

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra‟d: 11).

Menurut Al-Qurṭubi, ayat di atas menunjukkan keharusan adanya tokoh

perubahan dalam gerakan perubahan. Baik terlahir dari kalangan suatu kaum, pengawas,

atau salah seorang dari kaum tersebut.112

Dalam konteks ke-Indonesia-an gerakan

revolusi mental harus diampu revolusioner yang mampu menjadi penggerak dan

tauladan dalam perubahan, mengajak manusia pada perbaikan tatanan kehidupan,

ekonomi, sosial, politik berbasis agama untuk kesejahteraan bersama. Kebaikan yang

direncanakan dapat berbuah kebaikan, perubahan keburukan yang direncakan dapat

berbuah buruk, pembangunan yang dilandasi tipu daya dapat membawa petaka, itulah

sunnatullah.

110

Salim A. Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, (Jogyakarta: Pro-U Media, 2007),

95-97. 111

Sayyid Quthub, Ma‟alim Fī al-Ṭhariq, (Kairo: Dar Syuruq,1989 ), 83. 112

Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Farh al-Anshari al-Khuzurji

Syamsuddin al Qurthubi, Al-Jāmi Li Ahkam Al-Qur‟an, (Kairo: Dar Kutub al-Mishriyah), Maktabah al

Syamilah.

Page 16: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

16

Sedangkan menurut al-Sa‟di, 113 bahwa “Allah tidak akan merubah keadaan

suatu kaum”, berupa kenikmatan (ihsan), dan kehidupan yang menyenangkan sampai

mereka merubah keimanan kepada kekafiran, dari ketaatan kepada kemaksiatan, atau

dari mensyukuri nikmat Allah kepada mengkufurinya, sehingga Allah mencabut

kenikmatan itu. Demikian pula, ketika manusia merubah keadaan diri dari maksiat pada

ketaatan kepada Allah, maka Allah akan merubah keadaan mereka dari kesengsaraan

kepada kebaikan, kesenangan, kegembiraan, dan rahmat.”

Sektor pendidikan revolusi mental menuju good character dalam perspektif

Islam setidaknya meliputi pendidikan aqidah (teologi), pendidikan pola pikir (mindset),

pendidikan akhlak (character), pendidikan adab kenabian, pendidikan fisik, dan

pendidikan kesucian jiwa.114

Dari proses pendidikan itu menghasilkan pembiasaan nilai

akhlak yang bertumpu pada hikmah, syaja‟ah, iffah, dan adil.115

E. Nilai Revolusi Mental dalam Persfektif Islam

Syariat Islam merupakan satu-satunya ajaran agama bersifat sempurna (kāmilah)

dan menyeluruh (shamilah). Sempurna karena tidak didapatkan kekurangan, kelemahan,

dan menyeluruh karena meliputi lapangan individu, kelompok masyarakat, maupun

Negara.116

Islam mengatur cara hidup seseorang, etika bergaul, juga memanaje

persoalan-persoalan hukum administrasi, politik dan sebagainya. Seperti; integritas, etos

kerja, dan gotong royong. Hanya saja agama masih merupakan teks pasif, sehingga

agama dapat terlihat bila diaplikasikan pengikutnya, serta diyakini dan dipamahi nilai

teks ajarannya.117

Jika pada kenyataannya Islam belum maju, tidak berarti menunjukan

bahwa Islam yang tidak sempurna tetapi ke munduran itu disebabkan kelalaian

pengikutnya. Dari itulah tuntutan Islam dalam variable keimanan tidak sekedar

pernyataan, tetapi butuh realisasi dalam bentuk aksi (amal) perbuatan dan budi luhur,118

seperti termaktub dalam Q.S. Al-Hujurat: 14.

1. Integritas

Integritas ialah kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan, ketulusan hati, kejujuran,

dan tak tersuap.119

Jika di analisa isi integritas dalam nilai revolusi mental ala Jokowi

113

Abdurrahman bin Nashir bin „Abdullah al-Sa‟diy, Taisīr al-Karim ar-Rahman fi Taisīr

Kalām al-Mannān, (Muassasah al Risalah, 2000/1429), Maktabah al-Syamilah. 114

Ahmad Farid, al-Tarbiyah „Alā Manhaj Ahl Sunnah, (Kairo: Dar ibn Jauzi, 2010), 48. 115

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, al-Damasqi, Mauiẓah al-Mu‟minin, juz II, 5. 116

Abdul Qadir Audah, al-Islam Baina Jahli Abnāihi wa Ajzi Ulamāihi, 18. 117

H.M. Muslich dan H. Adnan Qohar, Nilai universal Agama-agama di Indonesia, Menuju

Indonesia Damai, (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), 35. 118

Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam, 33. 119

Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Penerbit Arkola,

2001), 264.

Page 17: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

17

adalah akhlak. Dari itulah sebenarnya revolusi mental memprioritaskan akhlak (SDM),

sebelum SDS, dan SDA. Akhlak adalah nilai akhir iman dan Islam. Kemajuan dan

kemunduran suatu bangsa dilihat dari ahklak masyarakatnya dan pemimpinya.

Keberhasilan Rasulullah dalam mendidik para sahabat adalah bukti nyata keberhasilan

suatu peradaban. Oleh sebab itu Islam memposisikan akhlak sebagai dimensi yang tidak

dapat dipisahkan dari disiplin iman, ilmu, dan amal. Ketiga dimensi itu menjadi

landasan utama dalam beragama, sehingga saling mengikat dan tidak bisa diputuskan.

Lebih hebatnya lagi akhlak adalah alat ukur kemuliaan sesorang. Ketiga dimensi

yang dimaksud ialah: 1. Aqidah;120

jika akidahnya benar maka timbul akhlak baik

terhadap al-khaliq sehingga tidak menyekutukannya. 2. Shari‟ah;121

berupa pengabdian

hamba terhadap Tuhan-Nya. Jika pengamalan mahḍah dan gairu maḍhah sesuai Qur‟an

dan Sunnah maka telah menjaga dari ikhtilaf fil ibadah. 3. Ihsan;122

yaitu hubungan

baik terhadap Allah Swt (mu‟amalah ma‟a Allah), hubungan baik terhadap sesama

manusia (mu‟amalah ma‟a al-naas), serta hubungan terhadap seluruh makhluk di dunia

(mu‟amalah ma‟a al-aalam).123

Ihsan inilah pembuktian dari adanya pemahaman benar

terhadap aqidah dan syari‟ah.

Akhlak atau dalam al-Qur‟an disebut khulq mempunyai dua pengertian; perangai

atau budi pekerti, dan adat kebiasaan atau agama. Seperti disebut dalam Q.S. Asy-

Syu‟ara:137, kalimat, “Khuluq al-Awwalīn” (adat kebiasan orang-orang terdahulu),124

yakni agama para leluhur bangsa Arab sebelum turunnya agama yang dibawa Nabi

Muhammad Saw. Dan Q.S. al-Qalam: 4. Khuluqun „aẓīm (akhlak yang agung), yakni

Rasulullah Saw benar-benar berada dalam agama yang mulia dan terhormat dalam

pandangan Allah Ta‟ala. Menurut pendapat lain, benar-benar berada dalam anugerah

yang besar, yaitu akhlak mulia. Berkat kemuliaan akhlak; sifat malu, dermawan, berani,

terbuka, lembut dan sebagainya, Allah Ta‟ala memuliakannya.125

Hery Noor dan

Munzier mengemukakan, pernyataan Allah tersebut menegaskan bahwa seruan agar

berakhlak mulia, menjunjung tinggi hidayah, dan berbudi pekerti luhur adalah orientasi

akhlaki-keagamaan yang merupakan asasi dalam Islam.126

120

Aqidah adalah suatu kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati

berdasarkan ajaran Islam dan dijadikan sebagai pijakan yang paling mendasar dalam kehidupan seseorang

terhadap hubungannya dengan tuhan. Lihat, Abu Muhammad FH dan Zainuri Siroj, Kamus Istilah Agama

Islam [Kiayi], (Jakarta: Pt. Albama, tt), h. 19. 121

Syari‟ah ialah suatu ilmu yang mengandung dua pengertian, yaitu riwayah dan diroyah yang

berisikan amalan lahir dan amalan batin. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu

Tasawuf, (Kementrian Agama: Amzah, 2012), 217. 122

Ihsan dapat diartikan sebagai kebajikan, baik sekali, menjadikan sesuatu indah/cantik atau

keindahan spiritual. Ibid, 82. 123

Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), 137. 124

Muhammad Ali as-Shabuni, at-Tafsīr al-Wādih al-Muyassar, (Beirut: Al-ufuq, 2003), 921. 125

Abi al-Fida Ismail bin Katsir al-Quraisy ad-Damasqi, Tafsir al-Qur`an al-„Aẓim, (Beirut:

Syirkah Abna Sharif al-Anshari, 2002), 363. 126

Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta Utara: Friska Agung Insani,

2003), 149.

Page 18: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

18

Al-Ghazali kemudian memberikan tips bagaimana seseorang dapat berakhlak

mulia, menurutnya dengan dua jalan, yaitu; 1. Mendapat karunia Tuhan, karena

manusia sudah diberikan potensi untuk mendapatkan karunia dan petunjuk itu. 2.

Dengan berlatih, dan berusaha untuk memiliki akhlak mulia, dengan memaksakan

dirinya supaya konsisten.127

Sedangkan Novi Hardian, menyebut empat faktor

pembentuk akhlak seseorang. Pertama. Al-wiraṡiyah (genetic), artinya keturunan

atau nasab sebagai pembentuk akhlak anak. Kedua. An-Nafsiyah (psikologis), yaitu

nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Ketiga. Shari‟ah ijtimaiyyah

(sosial), artinya lingkungan pengaruhi aktulisasi nilai-nilai dalam diri. Keempat. Al-

Qiyam (nilai Islami), yaitu pemahaman ke-Islaman seseorang dapat mewarnai

pembentukan akhlak.128

Jika seseorang berakhlak karimah pasti dimudahkan mendapat ridha Allah dan

kasih sayang-Nya, menjadi pantas, dan elegan, berbuat mulia menghidar dari amal

tercela.129

Atas dasar itulah, akhlak mempunyai kedudukan istimewa dalam Islam,

sehingga seorang Muslim dapat diukur kualitas keimanannya hanya dengan melihat

akhlaknya. Hasan al-Bashari, ulama besar kalangan tabi‟in, mengatakan bahwa,

“seorang manusia disebut tidak berilmu jika tidak berakhlak.” hal itu seperti dikutip

oleh Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani sebagai berikut:

ال أدة ى ال ػي ى ال صجش ى ال د ى ال سع ى ال صىفى ىOrang yang tidak berakhlak, tidak berilmu, orang yang tidak beresabar, tidak beragama,

dan orang yang tidak wara‟ (apik/kehati-hatian), tidak berkedekatan dengan Allah.

Secara umum, akhlak dibagi dua.

131 Pertama, akhlak mahmudah, (akhlak

terpuji) atau akhlak karimah (akhlak mulia). Kedua, akhlak mazdmumah (akhlak

tercela). Namun menurut al-Ghazali, bahwa pembagian akhlak baik dan buruk itu

ditentukan oleh adanya perbuatan yang bertolak ukur pada ketentuan akal dan syari‟at.

Hal itu disampaikan al-Ghazali, lalu dikutip dalam kitab Mauiẓah al-Mu‟minin karya

Muhammad Jamaludin al-Qasimi al-Damasqi, sebagai berikut:

ريل عذ ششػب ػقال اىحدح اىجيخ األفؼبه ػب رصذس ثحث اىئخ مبذ فئ

اىز اىئخ عذ اىقجحخ األفؼبه ػب اىصبدس مب إ خيقب حغب، اىئخ .عئب خيقب اىصذس

Jika perbuatan yang keluar dari kondisi jiwa sesuai akal dan syari‟at maka disebut

akhlak baik, dan jika yang keluar tersebut perbuatan tidak sesuai akal dan syari‟at

maka dinamakan akhlak tercela.

127

M. Said, Imam AlGhazali Tentang Falsafah Akhlak, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1987), 15. 128

Novi Hardian dan Tim Ilna Learning Center, Super Mentoring, (Bandung: Syamil, 2003),

h.157. 129

A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, 77. 130

Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, Nashaihul Ubad, (Semarang: Karya Thoha Putra,

tt), 11. 131

Ridwan asy-Syirbani, Membentuk Pribadi Lebih Islami (Suatu Kajian Akhlak), (Jakarta:

Intimedia, tt), h. 3. 132

Muhammad Jamaludin al-Qasimi al-Damasqi, Mauidzah al-Mu‟min Min Ihya Ulumiddin, Juz

II, 3.

Page 19: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

19

Dengan demikian dapat dipahami bahwa strategi berakhlak dengan bersikap,

bersigap diiringi keikhlasan, permohonan bimbingan kepada Allah untuk berprilaku

sesuai tuntunan syari‟ah, hingga timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan

otomatis tanpa dipikir dan dibimbing. Jika perbuatan suatu kaum telah menjadi rutinitas

berdasarkan potensi diri dan keinginannya untuk mencukupi kebutuhan bersama, maka

rutinitas itu dapat berubah menjadi suatu kebudayaan atau kultur, berlanjut pada tatanan

sosial, dan membentuk nilai pada norma-norma masyarakat berperadaban.

2. Etos kerja

Menurut Heddy, Etos yaitu perangkat nilai atau nilai-nilai yang mendasari

perilaku suatu golongan atau kolektivitas manusia. Basis etos adalah ilmu profetik

(penghayatan-etos kerja keabadian-untuk Allah). 133

Sedangkan kata “kerja”

didefiniskan sebagai kegiatan melakukan sesuatu; sesuatu yang dilakukan untuk

mencari nafkah; mata pencaharian.134

Masih menurut Heddy, etos kerja dibagi dua; etos

kerja keabdian dan etos kerja keabadian. Etos kerja keabadian kepada Allah merupakan

perangkat nilai untuk menentukan baik buruknya seorang ilmuan profetik terhadap

pemikiran, aktivitas, dan hasil karyanya. Sedangkan etos keabdian bekerja untuk

meningkatkan potensi, keilmuan, dan skill pribadinya agar memberikan manfaat buat

orang banyak. Inilah etos kerja tafsir ayat “Iyyāka Na‟budu wa Iyyāka Nasta‟īn.”135

Bagi seorang Muslim etos kerja adalah upaya eksistensi keimanan, mewujudkan

keyakinan melalui pola prilaku dan tindakan, serta ketawadhuan. Etos kerja

keabadiannya ditujukan untuk: a. Kemanusiaan, b. Keilmuan, C. Kesemestaan.136

Nilai

etos kerja inilah pembeda agama Islam dengan selainnya.

Islam mengatur berjuta persoalan, termasuk memenuhi kebutuhan hidup (kerja),

dengan asas agama (religiusitas) wajib jadi landasan. Islam juga memadukan segala

nilai material dan spiritual agar simbang, menyeluruh, dan memudahkan manusia dalam

mengarungi kehidupan yang telah ditentukan Allah untuk akhirat nanti.137

Dalam al-

Qur‟an banyak ditemukan term perintah untuk bekerja dalam berbagai varian, di

antanya terdapat 50 kata “kerja” yang bersandingan dengan kata “iman” Inna al-lażina

Āmanu wa a‟milu Ṣalihat. Sehingga bisa dibuktikan bahwa Islam menjunjung tinggi

etos kerja. Bahkan bekerja dalam Islam memiliki karakter tertentu, yang tidak terdapat

133

Heddy shri Ahimsa-Putra, Paradigma Islam Epistemologi, Etos, dan Model, (Gadjah Mada

Universiti Press, 2016), 124. 134

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,

2008), 751. 135

Heddy Shri Ahimsa-Putra, Paradigma Islam Epistemologi, Etos, dan Model, 131. 136

Ibid.,

137

Husain Syahatah, Transaksi dan Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005),

21.

Page 20: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

20

dalam agama selain Islam, seperti: 1. Kerja adalah penjabaran dari aqidah, 2. berniat

kerja adalah ibadah, 3. Menegakan titah agama, 4. Menuju kebahagiaan dunia akhirat.

Dalam Q.S. Al-Taubah: 105, Allah memerintahkan seseorang untuk bekerja

keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja mawas. “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu,

Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu

akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu

diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan”. (QS. At-Taubah: 105) Wahbah al-Zuhaili menafsirkan, Q.S. At-taubah: 105, bahwa manusia diperintah

untuk menjalankan pekerjaan sesuka hati “bekerjalah kalian sesuai kehendakmu” baik

berupa kebajikan maupun kemaksiatan.138

Sedangkan Abu Ja‟far al-ṭabari menyebutkan,

bahwa ayat I‟malū merupakan “peringatan”, karena konsekuensi dari kerja dalam Islam

ialah penilaian orang beriman, di lihat Rasul berarti bekerja sesuai tuntunannya, dihisab

Allah karena hasil kerja baik buruknya.139

Dengan demikian etos kerja dalam Islam

adalah ibadah, bernilai dunia akhirat. Sehingga bekerja tidak sekedar memenuhi

kebutuhan pribadi, tetapi berlandas pada Iman, Taqwa, dan kerja 5-as untuk

kemaslahatan bersama.

3. Gotong Royong.

Melirik sejarah bangsa Indonesia, Nusantara tidak dapat dipisahkan dari gotong

royong. Karuhun (sunda: leluhur) bangsa sejak jaman kerajaan, penjajahan, hingga awal

kemerdekaan sentiasa terikat erat dalam budaya gotong-royong. Budaya bahu-membahu

ampuh menggalang kekuatan dan menggiring gelombang ombak kebersamaan menuju

dermaga kemerdekaan. Dalam kebersamaan ada tujuan mewujudkan kesejahteraan

bersama, kemakmuran bersama, karena tiada kesejahteraan dan kemakmuran individu

tanpa terwujudnaya hidup bersama-sama.140

Lain zaman lain generasi, masakini sapuan

angin ribut dan derasnya budaya asing hampir menghanyutkan budaya bangsa. Budaya

yang sebenarnya hampir mirip budaya jepang kyodo (gotong royong), hanya saja

mereka tetap konsekuen menjalankan sifat tradisonal yang sudah turun temurun,

sedangkan kita sudah banyak bergeser akibat berbagai faktor.141

Menurut Tantular seperti di kutip Yudi Latif, secara historis hidup religious

dengan kerelaan menerima keragaman telah lama diterima sebagai kewajaran oleh

penduduk nusantara. Sejak zaman kerajaan Majapahit, doktrin agama sipil untuk

mensenyawakan keragaman-keragaman ekpresi keagamaan telah di formulasikan oleh

mpu tantular dalam sutasoma, “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa,”

138

Wahbah bin Musthafa al-Juhaili, al-Tafsir al-Munir Fil-Aqidah was Shari‟ah wal Manhaj,

(Damaskus: Dar el Fikr al-Mu‟ashir 1418), Maktabah al-Syamilah. 139

Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Aamali Abu Ja‟far at-Thabari, Jāmi‟ al-

Bayān fī Ta‟wīl al-Qur‟an, Muhaqqiq Ahmad Mihammad Syakir, (Muassasah ar-Risalah: 2000),

Maktabah Al-Syamilah. 140

HM Muslich, Adnan Qohar, Kaukaba, Yogyakarta: 2014), h. 74-75) 141

Bob widyahartono, Belajar dari Jepang: Keberhasilan Sebagai Negara Industry Asia, (Jakarta:

Salemba Empat, 2003), h. 60

Page 21: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

21

berbeda-beda namun satu, tiada kebenaran yang mendua.142

Dalam Islam kebersamaan

tolong menolong, bermusyawarah, tenggang rasa, bahu-membahu bagian dari

universalitas Islam menyangkut Aspek sosial yang sangat di anjurkan bahkan

diwajibkan, perhatikan bunyi ayat berikut:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah: 2)

Menurut Wahbah al-Zuhaili, tolong-menolong dalam kebajikan, taqwa, dan

perkara yang dapat menenangkan hati, adalah wajib. Sedangkan bahu-membahu dalam

permusuhan, kriminal, melanggar hukum, merampas hak orang, kemaksiatan dan dosa

adalah haram.143

Pada ayat 71 Q.S. Al-maidah, Allah Swt memerintahkan laki-laki dan

perempuan untuk saling bahu-membahu dalam menegakakan kenenaran, mencegah

yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan ketaatan pada Allah.

Konteknya dalam berbangsa dan bernegara, kita diwajibkan menjaga kesatuan dan

persatuan bangsa dari neokolonialisme, mempersatukan kebhinekaan dalam bingkai

ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhwuwah basyariyah. Menstabilkan

keterpurukan ekonomi dari keberpihakan asing yang menghancurkan, membangun

akhlak bangsa yang hampir roboh, melawan ganasnya budaya barat yang telah

mengubah aspek tertentu dari kehidupan dan prilaku kalangan elit yang berperan

sebagai pengambil keputusan karena pola pikirnya Barat, “Westernized”.144

Sudah saatnya ummat bersatu, bergotong-royong, bahu-membahu, berupaya

membangun National Character Building (NCB) dari tangan-tangan panas, mulut

berbisa, wajah ganda para pejabat dan elit bangsa yang tidak lagi memprioritaskan

kesejahteraan, kemandirian, kedaulatan, dan kemaslahatan bangsa. Membangkita

semangat gotong-rong seperti yang telah di populerkan Soekarno pada 1945, saat

merevitalisasi nilai-nilai agama, nilai sosio budaya pada masyarakat lintas suku bangsa

di Indonesia agar terbebas dari dominasi sosial, ekonomi, politik, serta ideologi asing

yang tidak menguntungkan bangsa Indonesia.145

Sebagai penutup, kita renungkan

Nasihat Imam Al-Ghazali, berikut:

142

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), 56. 143

Wahbah bin Musthafa al-Juhaili, al-Tafsir al-Munir Fil-Aqidah was Syari‟ah wal Manhaj,

Maktabah al-Syamilah. 144

Bob widyahartono, Belajar dari Jepang: Keberhasilan Sebagai Negara Industry Asia,

(Jakarta: Salemba Empat, 2003), vi. 145

Nur Khasanah, Pengejawantahan Nilai-Nilai dalam Pengembangan Budaya Gotong Royong di

Era Digital – Edukasi, Volume 01, Juni 2013:092-108), 4.

Page 22: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

22

قبه اىغضاى، ا فغبد اىشػبب ثفغبد اىيك فغبد اىيك ثفغبد اىؼيبء فغبد اىؼبء

ثبعزالء حت اىبه اىجب اعزىى ػي حت اىذب ى قذس ػيى اىحغجخ ػيى

حبه.األسره فنف ػيى اىيك األمبثش هللا اىغزؼب ػيى مو

Penutup

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa revolusi mental yang

digadangkan Joko Widodo harus dimulai dari pensucian inti mental (Tazkiyatun nafs)

yaitu: akal, hati, dan jiwa berdasarkan nilai agama. Sehingga ketiga unsur tersebut dapat

merubah pola pikir, pola sikap, dan pola kerja membentuk akhlak mulia. Integritas,

pembangunan sektor ekonomi, dan menjaga kedaulatan negara tidak harus memutus

urusan politik dan agama. Karena pemutusannya menyebabkan terjadinya bangsa yang

tak berkeperibadian dan tak berperadaban. Perubahan tanpa wanpa wahyu akan

terjerumus pada kesesatan, dan wahyu tanpa perubahan adan kesia-siaan.

Pembangungan sektor material: SDA, SDS, prastruktur dan suprastruktur hanya akan

menimbulkan ketergantungan pada bangsa asing-aseng jika tidak diiringi pembangunan

SDM pribumi dan sektor immaterial.

Integritas, etos kerja dan gotong royong dalam perspektif Islam memiliki tujuan

dunia-akhirat. Sehingga tujuan revolusi mental untuk memenuhi kebutuhan dan

mengatur masyarakat, melindungi susunan masyarakat, menciptakan suasana tenang,

menciptakan keharmonisan, bekerjasama, solidaritas dan gotong royong, damai antara

anggota masyarakat; suku, agama, ras, dan adat, dapat dijalankan melalui konsep Islam

yang komprehensif yang sudah jelas tidak bertentangan dengan nilai pancasila dan

UUD 45.

Referensi Buku:

A.Fillah, Salim. 2007. Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, Yogyakarta: Pro U

Media.

A.Z, L. Santoso. 2017. Para Penggerak Rovolusi, Yogyakarta: Laksana.

Abazah, Nizar. 2009. Sejarah Madinah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Abdullah al-Sa‟diy, Abdurrahman bin Nashir. 2000/1429. Taisīr al-Karīm ar-

Rahman fīTaisīr Kalam al-Mannān, Muassasah al Risalah,), Maktabah al-Syamilah.

Abu Muhammad FH; Zainuri Siroj. T.t. Kamus Istilah Agama Islam [Kiayi],

Jakarta: Pt. Albama.

Adawi, Musṭafa. 1997. Fiqhul Akhlak, Jeddah: Dar Majid Usairi Lin Nasri wat-

Tauzi.

146

Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya ulumuddin, Juz II, 357.

Page 23: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

23

Akmal Latif, Syahrul, el Fikri, Alfin. 2017. Super Spiritual Quotient (SSQ),

Sosiologi Berpikir Qur‟ani dan Revolusi Mental, Jakarta: Kompas Gramedia.

Al Ghazali, Abu Hamid. 1975. Ma‟arij al-Qudus, Beirut: Darul Afaq.

Al-Asqalani, Syihabuddin. T.t. Nashaihul Ubad, Semarang: Karya Thoha Putra.

Al-Farabi, 1986. Al-Musu‟at al Falsafat al-Arabiyat, Arab: Inma al-Arab.

Al-Ghazali, Abu Hamid. 2005. Ihya ulumuddin, Beirut: Dar Ibn Hazm

Al-Ghazali, trj. 2000. Keajaiban-Keajaiban Hati, Bandung: Karisma.

Al-Hafidz, Wajihuddin. 2016. Misi Al-Qur‟an, Jakarta: Amzah.

Ali Al-Hasyimi, Muhammad. 1401. Shakhṣiyatul Muslim Kama Yaṣuguha al-

Islam fi al-Kitab wa al-Sunnah, Riyadh: Darul Basyair al-Islamiyah.

Ali as-Ṣabuni, Muhammad. 2003. At-Tafsir Al-Wāḍih al-Muyassar, Beirut: Al-

Ufuq.

Ali Hukmi, Ahmad. 2006. Mukhtaṣar Ma‟arijul Qabul, Kairo: Darus Shafwah.

Al-Jibrin, Abdul Aziz. 1425. Tahẓib Tashil al-Aqidah al-Islamiyah, Riyad:

Maktabah Malik Fahd.

Al-Juhaili, Wahbah. 1418. Al-Tafsir Al-Munir Fil-Aqidah wal Shari‟ah wal

Manhaj, Damaskus: Dar el-Fikr al-Mu‟ashir, Maktabah al-Syamilah.

Al-Khanif. 2016. Pancasila sebagai realitas, percik pemikiran tentang

pancasila & Isu-isu kontepoler di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Qasimi, Jamaludin.2005. Mauiẓah al-Mu‟minin Min Ihya Ulumiddin, Jakarta:

Dar Kutub al-Islamiyah.

Al-Qutaibi al-Mishri, Abdul Malik al-Qasthalani. 1323. Irshadu al Sāri Li

Sharhi Shahih al-Bukhori, Mesir: Mathba‟ah Kubra al-Amiriyah. Maktabah al-

Syamilah.

Al-Suyuti, Abi Bakr. Tafsir Jalaīn, Kairo: Dar al Hadis, Maktabah al-Syamilah.

Al-Ṭabari, Abu Ja‟far. 2000. Jāmi‟ al-Bayān fī Ta‟wil al-Qur‟an, Muhaqqiq

Ahmad Mihammad Shakir, Muassasah ar-Risalah, Maktabah Al-Syamilah.

Al-Umairy, Abdul Azizi. 2009. Maratib al-Aql Wa al-Din, Tt. Thaba‟ah

Mushahah.

Al-Zarnuzi, Burhan. 1402. Ta‟līm al Muta‟allim, Beirut: Al-Maktabah Al-

Islami.

Amri, Ikhsan. 2014. Mengkonstruksi Revolusi Mental dalam Pen-didikan.

Jambi: jambiekspres.

Asghary, Basri Iba. 1994. Solusi Al-Qur‟an tentang Pbolema Sosial, Politik,

Budaya, Jakarta: Rineka Cipta.

Asy-Syirbani, Ridwan. T.t. Membentuk Pribadi Lebih Islami (Suatu Kajian

Akhlak), Jakarta: Intimedia.

Atmaja, Jiwa. 2015. Wahana, Semiotika Revolusi Mental, No. 91 Th. XXXI Mei

2015.

Audah, A. Qadir. 1981. Islam di Antara Kebodohan Ummat dan Kelemahan

Ulama, Jakarta Pusat: Media Dakwah.

Page 24: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

24

Audah, Abdul Qadir. 1404. Al-Islam Baina Jahli Abnaihi wa Ajzi Ulamaihi,

Riyadh: Al-Riyasah al-„amah li idarati al-buhuṡal ilmiyah wa al-ifta wa al da‟wah wa al

irshad.

Aziz SR, Abdul. 2016. Menggugat Negara, Dilaektika Ekonomi Politik, Hukum

dan Civil Society, Malang: Instrans Publishing.

Baalbaki, Rohi. 1996. Al Mawrid, Beirut, Lebanon: Dar el-ilm Lilmalayin.

Bukhari, Muhammad bin Ismail. 2012. Al-Adab Al-Mufrad, Cairo: Dar Ibnul

Jauzi.

Bukhori, Muslim, al-Jami‟ al-Ṣahih li al-Sunan wa al-Masanid, Maktabah al-

Syamilah.

Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: RajaGrapindo Persada.

Daradjat, Zakiyah. 1990. Kesehatan Mental, Jakarta: CV Haji Masagung.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Draver, James. T.t. A Dictionary of Psychology, New York: Pengin Books.

E. Mulyasa, 2015. Revolusi Mental dalam Pendidikan, Bandung: Rosda Karya..

Echols, J.M; Shadily, Hassan. 2010. Kamus Indonesia - Inggris, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Faeruz Abadi, Ya‟qub. 2009. Al-Kamus Al-Muhiṭ, Libanon: Beirut, Darul

Ma‟rifah.

Farid, Ahmad. 2010. Al-Tarbiyah „Ala Manhaj Ahli Sunnah, Kairo: Dar Ibnu

Jauzi.

GPR Reprt, 2015. Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik

Kementrian Komunikasi dan Informatika, Edisi 5, Juli 2015.

Hakim, Suparlan. 2016. Pendidikan kewarganegaraan dalam kontek Indonesia,

Malang Jatim: Madani.

Hardian, Novi, Tim Ilna Learning Center. 2003. Super Mentoring, Bandung:

Syamil.

Haryono, M. Yudie, Fitriyanti, Rahmi. 2017. Membumikan Revolusi Mental Dan

Nawacita, Kalam Nusantara Bekerjasama Kementrian Dalam Negeri Dirjen Politik dan

Pemerintahan Umum.

Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced leaner‟s Dictionary of Current English,

Berlin: Oxford University Fress.

Isa Selamat, Muhammad. 2005. Penawar Jiwa & Pikiran, Jakarta: Kalam Mulia.

Jumantoro, Totok. Amin, Samsul Munir. 2012. Kamus Ilmu Tasawuf,

Kementrian Agama: Amzah.

Kartono, Kartini; Andari, Jenny. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental

dalam Islam, Bandung: Mandar Maju.

Katsir, Abi al-Fida Ismail. 2002. Tafsir al-Qur`an al-„Aẓim, Beirut: Syirkah

Abna Syarif al-Anshari.

Page 25: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

25

Kawuryan, Megandaru W. 2008. Kamus Politik Modern, Yogyakarta: Pura

Pustaka.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan.

2015. Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental, Jakarta, 21 Agustus.

Khasanah, Nur. 2013. Pengejawantahan Nilai-Nilai dalam Pengembangan

Budaya Gotong Royong di Era Digital – Edukasi, Volume 01, juni 2013:092-108.

Kubung, Subrata. T.t. Kamus Hukum Internasional & Indonesia, Permata Press.

Kurniawan, Luthfi J. 2016. Menggugat Negara Dialektika Ekonomi Politik,

Hukum, dan Civil Society, Jatim: Intrans Publishing.

Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asa pendidikan, Jakarta: Pt. Al Husna.

Latif, Yudi. 2012. Negara Parifurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas

Pancasila, Jakarta: kompas Gramedia.

M. Romli, Asep Syamsul. 2000. Demonologi Islam Uapaya Barat Membasmi

Kekuatan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.

M. Said. 1987. Imam AlGhazali Tentang Falsafah Akhlak, Bandung: PT. Al-

Ma‟arif.

Magnis, Franz; Suseno. 2005. Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis ke

Perselisihan Revisionisme, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahjuddin. 2003. Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia.

Miskawih. 1934. Tahẓib Akhlak wa Taṭwīr al-A‟raq, Mesir: Al-Mathba‟ah al-

Misryah.

MS Burhani; Lawrens, Hasbi. T.t. Kamus Ilmiah Populer, Jombang: Lintas

Media.

Mujib, Abdul. 1999. Fitrah & kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologi,

Jakarta: Darul Falah.

Mulyadi, Seto dkk. 2016. Psikologi Pendidikan, Depok: Raja Grapindo.

Munawwir A.W. Fairuz, Ahmad. 2007. Kamus Al-Munawwir, Surabaya:

Penerbit Pustaka Progresif.

Musa, Bakar. 1988. Kebebasan Dalam Islam, Tegal Arum: Pt. Alma‟Afif.

Muslich, H.M.; Qohar, H. Adnan. 2014. Nilai universal Agama-agama di

Indonesia, Menuju Indonesia Damai, Yogyakarta: Kaukaba.

Musthafa, Ibrahim, dkk. 1380/1960. Al-Mu‟jam al-Wasiṭ, Turkey: Al-Maktabah

Al-Islamiyah.

Naquib al-Attas, Syed M. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,

Bandung: Mizan.

Noer Aly, Hery; Munzier S. 2003. Watak Pendidikan Islam, Jakarta Utara:

Friska Agung Insani.

Notosoedirjo, Moeljono. 2001. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,

Malang: Universitas Muhammadiyah.

Partanto, Pius A M. Al Barry, Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:

Penerbit Arkola.

Page 26: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

26

Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka.

Prakuso, Bambang. T.t. Revolusi Mental Berbasis Mind Power, Jakarta Pusat:

Al-Fateta Indonesia.

Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad. Al-Jami Li Ahkam Al-Qur‟an, Kairo: Dar

Kutub al-Mishriyah, Maktabah al Syamilah.

Quthub, Sayyid. 1979. Ma‟alim fi Thariq, Kairo: Dar Syuruq.

Rais, M. Amin. 1996. Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta, Bandung:

Mizan.

Saifuddin. 2016. Revolusi Mental dalam Perspektif al-Qur‟an: Studi Penafsiran

M. Quraish Shihab, IAIN Antasari Banjarmasin, Maghza Vol. 1, No. 2, Juli-Desember.

Santoso, L. 1986. Revolusi dan Transformasi Masyarakat, Jakarta: Rajawali.

Sarbini. 2005. Islam di Tepian revolusi, ideology pemikiran dan Gerakan,

Yogyakarta: Pilar Media.

Scruton, Roger, 2013. Kamus Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Shalih al-Utsaimin, Muhammad. 2009. Sharh al-Arba‟īn al-Nawawiyah, Riyad:

Dar tsaraya.

Shri Ahimsa, Heddy; Putra. 2016. Paradigma Islam Epistemologi, Etos, dan

Model, Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press.

Soekarno. 2013. Soekarno Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar,

Editor Daniel Dhakidae, Jakarta: Kompas.

Soyomukti, Nurani. 2016. Soekarno: Visi kebudayaan & Revolusi Indonesia,

Jogjakarta: Arruz Media.

Sukarno. 2013. Sukarno, Jakarta: Kompas Penerbit.

Sulthan, Nadzim Muhammad. 2000. Qawaid wa al- Fawāid Min al-Arba‟īn,

Riyadh: Darul Hijrah.

Susanti, Reni dan Deswita. 2016. Revolusi Mental dalam Pandangan Akhlak,

Baleja: Jurnal Pendidikan Islam, vol 1, no. 01, 2016 STAIN Curup-Bengkulu.

Sutiono, Budi; Triyana, Bonnie. 2014. Soekarno: Revolusi belum Berakhir,

Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Syahatah, Husain. 2005. Transaksi dan Etika Bisnis Islam, Jakarta: Visi Insani

Publishing.

Syauqi, Ahmad. 1946. Syauqiyat Juz 1, Kairo: Dar Kutub al-Ilmiyah.

Ubaidillah. Rozak, Abdul. 2013. Pancasila, Demokrasi dan Masyarakat

Madani, Jakarta: Indonesian center for civic education (ICCE).

Wahba, Magdi. Ghali, Wagdi. 1999. A Dictionary of Modern Political Idiom,

Beirut: Maktabah Libanon.

Widyahartono, Bob. 2003. Belajar dari Jepang: Keberhasilan Sebagai Negara

Industry Asia, Jakarta: Salemba Empat.

Wojowasito, S. WJS. Poerwadarminta. 2007. Kamus Lengkap Inggris-

Indonesia, Bandung: Penerbit Hasta.

Page 27: Ajat Syarif Hidayatulloh1 I. PENDAHULUANnurulhuda.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Ajat-Syarif... · Lihat. Al Khanif, Pancasila Sebagai Realitas, Percik Pemikiran Tentang Pancasila

27

Yakan, Fathi. 1982. Sifat dan Sikap Seorang Muslim Menyongsong Kebangkitan

Dunia Muslim, Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Yakan, Fathi. 2003. Komitmen Muslim Sejati, Solo: Era Intermedia.

Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2012. Misykat: Refleksi Tentang Westernisasi,

Liberalisasi, dan Islam, Jakarta: MUIMI-Insists.

Referensi Internet:

http://nasional.kompas.com/read/2017/03/24/19084521/presiden.jokowi.pisahka

n.agama.dan.politik, di unduh pada 21:12, 21/11/2017.