agd.doc
TRANSCRIPT
INTERPRETASI AGD
PENDAHULUAN
Perubahan-perubahan yang cepat pada nilai gas darah arteri sering terjadi pada penderita
yang sakit kritis. Analisa gas darah arteri biasanya bermanfaat untuk mengenali jenis
gangguan pertukaran gas, keberhasilan kompensasi, dan dibutuhkan untuk
penatalaksanaan yang adekuat.2
Pemantauan pertukaran gas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:2
1. Pemantauan invasif (kateter arteri, punksi arteri, punksi vena, dan punksi kapiler)
2. Pemantauan non invasif (pulse oximetry, monitor transkutaneus, monitor
karbondioksida end-tidal)
Gas darah memberikan informasi tentang oksigenasi, homeostasis CO2, dan
keseimbangan asam basa, dan karena itu merupakan alat terpenting yang digunakan
dalam mengevaluasi adekuasi fungsi paru. Meskipun tekanan parsial O2 arteri (PaO2)
merupakan pengukuran standar oksigenasi darah, saturasi O2 dengan pulse oximetry
(SapO2) merupakan penilaian non invasif oksigenasi darah yang sering digunakan pada
neonatus, dan dapat dipercaya untuk mendeteksi hipoksemia. Pemantauan pulse oximeter
yang kontinyu dapat membantu mengobservasi keadaan kritis ataupun stabilitas penderita
setiap saat.2
Asam (acidum) diartikan sebagai setiap persenyawaan elemen elektroforesis dengan
satu atau lebih atom hydrogen yang dengan mudah diganti oleh atom elektropositif;
persenyawaan yang larut dalam air, megalami disosiasi dengan terbentuknya ion-ion
hydrogen (proton); substansi yang molekul atau ionnya dapat melepaskan proton (pada
basa) - suatu donor proton; substansis yang mampu menerima sepasang electron dan
membentuk suatu ikatan kovalen yang sederajat.9
Basa diartikan sebagai bagian garam yang bukan asam; suatu substansi yang bergabung
dengan asam membentuk garam; suatu substansi yang berdisosiasi membentuk ion
hidroksida dalam larutan air; suatu subtansi yang molekul atau ionnya dapat bergabung
dengan ion hydrogen (proton) - suatu penerima proton; sutu substansi yang mampu
melepaskan sepasang electron kepada asam untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat.9
Tubuh mempunyai 3 mekanisme untuk mengatur keseimbangan asam basa. Yaitu
system dapar, respirasi dan ginjal. Sistem dapar merupakan garis pertahanan pertama
pengaturan pH, bekerja dalam waktu seketika untuk mengatasi perubahan asam basa.
Garis pertahanan kedua bekerja dalam beberapa menit sampai jam yaitu system
pernapasan bekerja dengan mengelimiasikan CO2 dari tubuh. Cara kerjanya dengan
memperngaruhi komponen respiratorik dari persamaan asam basa. Garis pertahanan
ketiga bekerja lebih lambat yaitu ginjal dengan membuang kelebihan asam dan basa
dari tubuh. Ginjal merupakan pengatur asam basa tubuh yang poten selama beberapa
jam sampai beberapa hari. Dapar dan adaptasi oleh ginjal dan paru harus diikuti oleh
koreksi definitive yang mengembalikan variable asam basa kembali normal. Proses ini
terjadi bila kelainan primernya diatasi sehingga paru bisa menormalisir tekanan CO 2
dan ginjal mengembalikan HCO3 ke batas normal.9
DEFINISI AGD
Analisa gas darah, disebut juga analisa gas darah arteri merupakan tes untuk mengukur
kadar oksigen, karbondioksida , bicarbonate dan keasaman (pH) darah.3,4
Oksigen dari paru-paru dipindahkan ke jaringan melalui aliran darah, tetapi hanya sedikit
dari oksigen tersebut yang dapat diuraikan di dalam darah arteri. Berapa banyak yang
diuraikan tergantung pada tegangan parsial dari oksigen (tekanan yang dihasilkan pada
dinding arteri). Oleh karena itu, menguji tekanan parsial oksigen benar-benar mengukur
berapa banyak oksigen dari paru-paru yang dipindahkan ke dalam darah. Karbondioksida
dilepaskan ke dalam darah sebagai hasil sampingan metabolisme sel. Tekanan parsial
karbondioksida menunjukkan seberapa baik paru-paru mengeliminasi karbondioksida
ini.4
Sisa oksigen yang tidak diuraikan di dalam darah berkombinasi dengan hemoglobin,
suatu senyawa protein-besi di dalam sel darah merah. Pengukuran kandungan oksigen
dalam analisis gas darah menunjukkan berapa banyak oksigen yang berkombinasi dengan
hemoglobin. Suatu nilai terkait adalah saturasi oksigen, yang membandingkan jumlah
oksigen yang benar-benar berkombinasi dengan hemoglobin terhadap total jumlah
oksigen yang mampu dikombinasikan dengan hemoglobin. 4
Karbondioksida lebih mudah terurai dalam darah dibanding oksigen, terutama
membentuk bikarbonat dan sejumlah kecil asam arang. Ketika berada dalam jumlah
normal, perbandingan asam arang terhadap bikarbonat menciptakan suatu keseimbangan
asam basa dalam darah, membantu menjaga pH pada suatu tingkatan di mana fungsi sel
tubuh paling efisien. Ginjal dan paru-paru keduanya mengambil bagian di dalam
memelihara keseimbangan asam arang-bikarbonat. Paru-paru mengendalikan tingkatan
asam arang dan ginjal mengatur bikarbonat itu. Jika salah satu organ tersebut tidak
berfungsi dengan baik, dapat terjadi ketidakseimbangan asam-basa. Penentuan tingkatan
bikarbonat dan pH kemudian dapat membantu mendiagnosis penyebab abnormalitas nilai
gas darah. 4
TUJUAN
Pengukuran gas darah arteri berguna untuk mengevaluasi seberapa efektif paru-paru
mengirimkan oksigen ke dalam darah dan seberapa efisien membuang gas
karbondioksida. Pemeriksaan ini juga menunjukan seberapa baik ginjal dan paru-paru
saling berinteraksi untuk mempertahankan pH darah normal (keseimbangan asam basa).
Analisa gas darah pada umumnya dilakukan untuk menilai penyakit respiratory. Sebagai
tambahan, komponen asam basa dari test menyediakan informasi tentang fungsi ginjal.1,4
PROSEDUR
Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan pada a.
radialis, a. tibialis posterior, a. dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri femoralis atau brakialis
sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai
sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis.
Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya
risiko emboli otak.1
Pada neonatus, dimana sering ditemukan kesulitan untuk mendapatkan darah dari arteri,
sampel darah kapiler dapat digunakan. Korelasi nilai sampel darah arteri dan kapiler
bervariasi, baik untuk pH dan PCO2, tapi jelek untuk PaO2.1
Cara pengambilan darah arteri:6
Siapkan semprit yang telah dibasahi antikoagulan heparin steril
Tanda-tanda pembuluh darah arteri / nadi adalah terabanya denyutan yang tidak
ditemukan pada vena
Bila telah ditemukan arteri, lakukan tindakan asepsis dengan alcohol 70%
Dengan 2 jari telunjuk dan jari tengah lakukan fiksasi arteri tersebut
Kemudian lakukan tusukan / pungsi tegak lurus (karena letaknya dalam) sampai
terkena arteri tersebut
Bila arteri telah tercapai akan tampak darah yang akan mengalir sendiri oleh
tekanan darah ke dalam semprit yang telah mengandung heparin. Cabut semprit
dan segera ditutup dengan gabus sehingga tidak terkena udara. Goyangkan
semprit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
Tekan pungsi dengan baik sampai tidak tampak darah mengalir. Hal ini tidak
sama dengan vena karena dengan vena lebih mudah membeku daripada arteri
Segera kirim ke laboratorium
Perbedaan darah arteri dan vena:6
1. lokasi tusukan lebih dalam
2. teraba denyutan yang tidak ada pada vena
3. warna darah lebih merah terang daripada vena
4. darah akan mengalir sendiri ke dalam semprit
Resiko sangat kecil bila dilakukan secara benar. Pengambilan sampel gas darah arteri
mempunyai resiko-resiko tertentu seperti nyeri, infeksi, trombosis, perdarahan, hematom,
emboli, dan kerusakan saraf perifer.2,4
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan analisa gas darah:1
1. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel
darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen
sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan mengikat.
2. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.
3. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung
diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
4. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya
PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai
PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan
antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai
oksigenasi darah.
RUJUKAN NORMAL AGD7,8
No. Komponen Nilai Rujukan Keterangan
1. PH 7,35 – 7,45 = hasil pengaruh status metabolik dan
respirasi
2. PCO2 35 – 45 mmHg = komponen respiratorik status asam basa
3. PO2 75 – 100 mmHg
4. HCO3 22 – 26 mEq/L = indeks komponen metabolik
5. BE (Base Excess) ± 2,3 mEq/L = jumlah basa yang perlu dikoreksi
PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS KELAINAN ASAM – BASA
Terapi yang sesuai untuk gangguan asam basa membutuhkan diagnosis yang tepat. Untuk
gangguan asam – basa sederhana seperti yang telah dijelaskan di atas, seseorang dapat
membuat diagnosis dari analisis terhadap tiga pengukuran dari suatu contoh darah
arterial: pH, konsentrasi bikarbonat plasma, dan PaCO2.9
Diagnosis gangguan asam basa sederhana meliputi beberapa langkah. Dengan memeriksa
pH, seseorang dapat menentukan apakah gangguan bersifat asidosis atau alkalosis. Nilai
pH kurang dari 7,4 (<7,35) menunjukan asidosis, sedangkan pH lebih besar dari 7,4
(>7,45) menunjukan alkalosis.9
Langkah kedua adalah memeriksa PaCO2 plasma dan konsentrasi bikarbonat. Nilai
normal untuk PaCO2 adalah 35 – 45 mmHg dan untuk bikarbonat 22 – 26 mEq/L. Bila
gangguan sudah ditandai sebagai asidosis dan PaCO2 plasma meningkat, berarti terdapat
komponen respiratorik terhadap asidosis. Setelah kompensasi ginjal, konsentrasi
bikarbonat plasma pada asidosis respiratorik akan cenderung meningkat di atas normal.
Oleh karena itu, nilai yang diharapkan untuk asidosis respiratorik sederhana adalah
penurunan pH plasma, peningkatan PaCO2, dan peningkatan konsentrasi bikarbonat
plasma setelah kompensasi ginjal sebagian.7,8,9
Untuk asidosis metabolic akan terdapat juga penurunan pH plasma. Akan tetapi gangguan
utama pada asidosis metabolic adalah penurunan konsentrasi bikarbonat plasma. Oleh
karena itu bila pH yang rendah dikaitkan dengan konsentrasi bikarbonat yang rendah
harus ada komponen metabolic terhadap asidosis. Pada asidosis metabolic sederhana
PCO2 berkurang akibat kompensasi respiratorik sebagian, yang terjadi sebaliknya pada
asidosis respiratorik di mana PCO2 meningkat. Oleh karena itu pada asidosis metabolic
seseorang dapat mengharapkan nilai pH yang rendah, konsentrasi bikarbonat yang
rendah, dan penurunan PCO2 setelah kompensasi respiratorik sebagian.9
Prosedur untuk mengelompokan jenis-jenis alkalosis meliputi langkah – langkah dasar
yang sama. Pertama, alkalosis secara tidak langsung menyatakan bahwa terdapat
peningkatan pH plasma. Bila peningkatan pH berkaitan dengan penurunan PCO2,
kemudian harus terdapat komponen respiratorik terhadap alkalosis. Sebaliknya, bila
peningkatan pH berhubungan dengan dengan peningkatan HCO3-, harus terdapat
komponen metabolic terhadap alkalosis. Oleh karena itu pada alkalosis respiratorik
sederhana kita berharap akan menemukan nilai plasma berikut ini yang relative normal:
peningkatan pH, penurunan PCO2, dan penurunan konsentrasi HCO3- plasma. Pada
alkalosis metabolic sederhana, kita berharap menemukan peningkatan pH, peningkatan
HCO3- plasma, dan peningkatan PCO2.9
ANION GAP
Penilaian terhadap gangguan asarn basa juga harus meliputi perhitungan anion gap. Anion gap
ini terjadi karena adanya beberapa anion (ion negative) yang tidak terukur, yang pada
dasarnya bersifat asam. Anion - anion yang tidak terukur mi dapat berupa : asam bukan
klorida yang mengandung bahan inorganik (fosfat, sulfat), bahan organik (asam keto, laktat,
anion uremia), bahan eksogen (salisilat atau toksin organic lain), atau anion yang tidak
teridentifikasi. Perhitungannya memakai rumus:9
AG = [Na+] – ([Cl-] = [HCO3-])
Peningkatan anion gap dapat disebabkan oleh penurunan kation yang tidak terukur (kalsium,
magnesium, kalium) atau peningkatan dari anion yang tidak terukur.9
Penurunan anion gap dapat disebabkan oleh peningkatan kation yang tidak terukur,
penambahan kation abnormal pada darah, penurunan anion albumin tubuh, penurunan
anionic dari albumin pada keadaan asidosis, atau pada keadaan hiperviskositas dan
hiperlipidemia berat yang menyebabkan salahnya perhitungan kadar natrium dan klorida.9
LANGKAH ANALISIS GANGGUAN ASAM BASA
Sebelum dapat menilai hasil analisis gas darah, beberapa hal perlu kita perhatikan. Hasil
HCO3 pada analisis gas darah merupakan hasil kalkulasi dari kadar pH dan PaCO2 yang
terukur, sehingga tidak menggambarkan keadaan kadar HCO3 sebenarnya dalam darah. Bila
kita dapat mengukur kadar HCO3 dalam darah, kita dapat melihat layak tidaknya suatu hasil
analisis gas darah untuk dipakai menilai status asam – basa pasien dengan memakai
perhitungan:9
[H+] = 24 x pCO2
[HCO3-]
Secara sederhana, [H+] = (7,8 – pH) x 100 untuk pH 7,25 – 7,48, sehingga pada pH normal
7,4, [H+] = 40 nmol/L. Kenaikan pH sebanyak 0,3 dari 7,4 menurunkan [H+] 2x lipat,
sehingga pH = 7,7 berarti [H+] = 20 nmol/L, dan demikian sebaliknya. Bila hasil HCO3-
hitung berbeda jauh dengan HCO3- terukur (>10%), maka hasil analisa gas darah perlu
diulang. Penilaian ini hanya dapat dilakukan dengan syarat pengambilan sample darah untuk
analisis gas darah dan sample darah untuk mengukur kadar HCO3- diambil pada saat yang
bersamaan.9
Selanjutnya ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk menentukan gangguan apa
yang terjadi pada diri pasien:9
Lihat kadar pH
Bandingkan perubahan PaCO2 dan HCO3-, mana yang sesuai dengan perubahan pH
Hitung respons kompensasi yang diharapkan
Hitung anion gap
Bandingkan perubahan anion gap dengan perubahan HCO3-
Llhat Kadar pH
pH yang tinggi (>7,45) menunjukkan adanya alkalosis. sedangkan pH yang rendah (<7,35)
menunjukkan adanya acidosis. Kompensasi yang terjadi akan menggeser pH ke arah
normal, namun perlu diingat bahwa kompensasi biasanya tidak pernah cukup untuk
membuat pH menjadi normal. pH yang normal menunjukan tidak ada gangguan asam –
basa, namun dapat juga terjadi pada keadaan gangguan asidosis dan alkalosis campuran.
Gangguan campuran yang tidak mungkin adalah asidosis respiratorik dengan alkalosis
respiratorik, karena seseorang tidak mungkin mengalami hipoventilasi sekaligus
hiperventilasi.9
Beberapa keadaan dengan pH normal
↑ HCO3- dan ↑PaCO2 Asidosis respiratorik + Alkalosis Metabolik
↓ HCO3- dan ↓PaCO2 Alkalosis respiratorik + Asidosis Metabolik
HCO3- dan PaCO2 normal, ↑Anion Gap Asidosis Metabolik Anion Gap + Alkalosis
Metabolik
HCO3-, PaCO2 dan Anion Gap normal Asidosis metabolic non Anion Gap + Alkalosis
Metabolik
Bandingkan Perubahan PaCO2 dan HCO3-, Mana yang Sesuai dengan Perubahan pH
Perubahan komponen PaCO2 atau HCO3- yang sesuai dengan perubahan pH kita anggap
sebagai gangguan primernya, dan komponen yang tidak sesuai sebagai kompensasi. Hal ini
apabila terjadi gangguan asam – basa yang sederhana.9
Gangguan Asam Basa Sederhana9
↓HCO3- ↓PaCO2 pH <7,35 Asidosis metabolic dengan kompensasi respiratorik
↓HCO3- ↓PaCO2 pH >7,45 Alkalosis respiratorik dengan kompensasi metabolic
↑HCO3- ↑PaCO2 pH >7,45 Alkalosis metabolic dengan kompensasi respiratorik
↑HCO3- ↑PaCO2 pH <7,35 Asidosis respiratorik dengan kompensasi metabolik
Hitung Respons Kompensasi yang Diharapkan
Respon kompensasi yang diharapkan dapat dilihat pada di bawah ini. Bila kompensasi
yang terjadi jauh berbeda dengan kompensasi yang diharapkan mungkin terjadi gangguan
asam – basa campuran. 9
Respons Kompensasi yang Diharapkan9
Gangguan Primer Kompensasi yang Diharapkan
Asidosis Metabolik ↓PaCO2 = 1,25 x ∆HCO3-
Alaklosis Metabolik ↑PaCO2 = 0,75 x ∆HCO3-
Asidosis Respiratorik Akut ↑HCO3- = 0,1 x ∆PaCO2
Asidosis Respiratorik Kronik ↑HCO3- = 0,4 x ∆PaCO2
Alkalosis Respiratorik Akut ↓HCO3- = 0,2 x ∆PaCO2
Alkalosis Respiratorik Kronik ↓HCO3- = 0,4 x ∆PaCO2
Gangguan Asam Basa Campuran9
PaCO2 jauh lebih rendah dari kompensasi
yang diharapkan
Adanya Alkalosis respiratorik selain
gangguan primernya
PaCO2 jauh lebih tinggi dari kompensasi
yang diharapkan
Adanya Asidosis respiratorik selain
gangguan primernya
HCO3- jauh lebih rendah dari kompensasi
yang diharapkan
Adanya Asidosis metabolic selain gangguan
primernya
HCO3- jauh lebih tinggi dari kompensasi
yang diharapkan
Adanya Alkalosis metabolic selain
gangguan primernya
Hitung Anion Gap
Perhitungan anion gap terutama berguna untuk membantu menentukan penyebab asidosis
metabolic. Anion gap yang meningkat menunjukan bahwa adanya penambahan asam lain,
anion gap yang normal menunjukan HCO3- yang kurang yang menjadi penyebab asidosis
metabolic.9
Bandingkan Perubahan Anion Gap dengan Perubahan HCO3-
Apabila anion gap meningkat, kombinasi dengan pengukuran HCO3- dapat membantu
menentukan ada tidaknya gangguan lain selain asidosis metabolic ber-anion gap yang
mempengaruhi HCO3-.9
Penentuannya dapat menggunakan perbandingan perubahan anion gap dengan perubahan
pada HCO3-, dikenal sebagai cara delta – delta (ÄÄ). Dengan Ä HCO3
- = 25 - HCO3-
(penurunan kadar HCO3-) dan Ä AG = AG hitung – AG normal (kenaikan anion gap),
maka: 9
∆HCO3- = ∆AG Asidosis metabolic ber-anion gap murni
∆HCO3- > ∆AG Asidosis metabolic non anion gap juga terjadi
∆HCO3- < ∆AG Alkalosis metabolic juga terjadi (terutama bila bedanya >2),
perbedaan <2 mungkin disebabkan pengaruh dapar tubuh
lainnya.
Selain melalui langkah – langkah di atas, dapat pula digunakan normogram asam – basa
untuk menentukan gangguan keseimbangan asam – basa yang terjadi. Khusus pada
keadaan alkalosis metabolic, kita perlu melakukan pengukuran natrium urine. Kadar
natrium urin di atas 20 tanpa adanya kekurangan cairan, menunjukan alkalosis metabolic
yang resisten pemberian NaCl. Kadar natrium urin yang di bawah 20 menunjukan
alkalosis metabolic yang responsive terhadap pemberian salin (NaCl).9
KLINIS8
Manifestasi Klinis pH PCO2 HCO3
Asidosis metabolik ↓ ↓ ↓
Alkalosis metabolik ↑ ↑ ↑
Asidosis respiratorik ↓ ↑ ↑
Alkalosis respiratorik ↑ ↓ ↓
Asidosis Metabolik
Paling banyak dijumpai di klinik. Kadar garam B+HCO3- pada keseimbangan Henderson-
Hasselbalch menurun. Penurunan timbul, karena garam B+HCO3- dipergunakan
menanggulangi kelebihan asam-asam organik produk metabolisme jaringan tubuh
misalnya asam laktat, asam piruvat, asam asetoasetat, beta-OH butirat. Reaksi:10
B+HCO3- + H+ →B+ + H2CO3
Disampingnya kandungan aam bikarbonat berkurang, kandungan asam karbonat juga
meningkat. Diperlukan ketiga sistem kompensasi tubuh: 10
Sistem Dapar (Buffer)
H2CO3 melepaskan H+ ke sistem dapar lainnya dan diharapkan kandungan garam
bikarbonat lebih ditingkatkan.
Sistem Respirasi
H2CO3 meningkat, berarti peningkatan pCO2, akibatnya pusat pernafasan di
hypothalamus dirangasang, maka terjadi hyperventilasi, diharapkan membantu
penurunan asam karbonat.
Sistem Ekskresi ginjal
Ginjal meningkatkan kandungan asan bikarbonat secara retensi kation Na+ di
tubuli proximal dan distal. Akibatnya kandungan garam bikarbonat meningkat.
Dan usaha ketiga sistem kompensasi diharapkan perbandingan Henderson-Hasselbalch
kembali 7,3-7,5. Keadaan yang tidak bisa dikompensasi, dinamakan asidosis metabolik
tidak terkompensasi. Bila usaha kompensasi berhasil, dinamakan asidosis metabolik
terkompensasi. Pada keadaan asidosis metabolik terkompensasi, walaupun pH normal,
namun kandungan mutlak garam bikarbonat maupun asam karbonat tidak normal. 10
Berbagai keadaan yang dapat menyebabkan asidosis metabolik:8
1. Produksi ion hidrogen oleh sel secara berlebihan; hal ini dapat terjadi pada:
Peningkatan metabolisme akibat demam, kejang, distress pernapasan
Gangguan metabolisme normal yang menyebabkan peningkatan asam
organik, misalnya pada:
i. Hipoksia jaringan akibat hipoperfusi, misalnya pada dehidrasi yang
menyebabkan metabolisme anaerob dengan hasil asam laktat dan
asam piruvat
ii. Ketosis akibat kelaparan, diabetes mellitus, keracunan salisilat
iii. Keracunan metil alkohol
iv. Ketonemia rantai cabang
v. Asiduria metil malonik
vi. Hiperglisinemia
2. Kehilangan bikarbonat secara berlebihan melalui air kemih atau tinja, misalnya
pada diare, drainase ileostomi, ureterosigmoidostomi
3. Pemberian asam, misalnya HCl, asam amino
4. Kegagalan ginjal untuk mengekskresi kelebihan asam. Hal ini dapat disebabkan
oleh menurunnya filtrasi glomerulus atau oleh disfungsi tubulus. Disfungsi
tubulus ginjal dapat terjadi sebagai penyakit primer, atau sekunder terhadap
renjatan, sindrom Fankoni, sistinosis, intoleransi fructose, dan hiperkalsemia
5. Penambahan cairan ekstraselular secara mendadak dan berkurangnya konsentrasi
bikarbonat sedangkan CO2 tetap dipertahankan
Gambaran klinis asidosis metabolik biasanya didominasi oleh penyakit primernya dan
ditambah oleh adanya pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul) sebagai
upaya kompensasi, yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit pernapasan. Untuk
membedakan hal ini perlu dilakukan analisis gas darah arteri. Dapat pula terjadi
anoreksia, nausea dan vomitus. Asidosis yang berat dapat menurunkan resistensi vascular
sistemik dan fungsi ventrikel, sehingga mungkin terjadi hipotensi, edema paru, dan
hipoksia jaringan. Bila asidosis makin berat, terjadi depresi susunan saraf pusar sehingga
terjadi koma dengan atau tanpa kejang.8
Gambaran laboratorium menunjukan adanya penurunan pH, bikarbonat, dan pCO2 serum.
Untuk setiap penurunan bikarbonat plasma sebanyak 1 mEq/L akan disertai penurunan
pCO2 sebesar 1,0 – 1,5 mmHg. Bila korelasi tersebut tidak terjadi diduga terdapat
gangguan campuran. Asidemia juga menyebabkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin
menurun, sehingga menambah hipoksia jaringan.8
Pengobatan Umum8
Pada dasarnya pengobatan asidosis metabolic adalah dengan memberikan terapi alkali.
Pada keadaan asidosis laktat, keto asidosis diabetic, insufisiensi sirkulasi, dan hipoksia
tidak dianjurkan pemberian natrium laktat karena tidak cukup dapat dimetabolisme;
dalam hal ini sebaikany diberi natrium bikarbonat. Selain itu pengobatan suportif lainnya
disesuaikan dengan etiologi penyakit primernya. Misalnya pada ketoasidosis diabetic
diberi insulin dan glukosa, asidosis laktat karena hipoksia diatasi dengan memperbaiki
jalan napas dan pemberian oksigen, diare diatasi dengan pemberian cairan oral dan
parenteral yang mengandung bikarbonat, insufisiensi ginjal bila perlu dilakukan dialysis,
renjatan diatasi dengan memperbaiki sirkulasi.
Pengobatan khusus8
1. diberikan cairan yang mengandung bikarbonat. Bila asidosis metabolic berat
dengan pH < 7,10 segera diberikan bikarbonat 2-4 mEq/kgBB; cairan ini dapat
dibuat dari larutan bikarbonat 7,5% steril yang dilarutkan dalam cairan infuse
2. bila mungkin lakukan pemeriksaan anlisis gas darah untuk segera mengetahui
deficit basa yang dapat dikoreksi dengan rumus berikut :
bikarbonat yang diperlukan (mEq) = BE x BB x 0,3
Keterangan:
BE = Base Excess (kelebihan basa) yang merupakan perbedaan antara konsentrasi
natrium bikarbonat yang dikehendaki dan yang terukur saat itu dalam mEq/L. BE
yang negative berarti deficit basa.
BB = berat badan dalam kg.
0,3 = factor distribusi natrium bikarbonat dalam tubuh.
3. bila asidosis metabolic masih dalam kompensasi (pH normal) koreksi cukup
diberikan dengan cara separuh cairan diberikan secara cepat dan sisanya dengan
infuse. Tetapi dalam keadaan tidak terkompensasi (pH ,7,10 ) harus diberikan
penuh secara cepat.
4. bila terdapat gangguan fungsi ginjal pemberian natrium bikarbonat harus hati-
hati, karena natrium dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Biasanya
bikarbonat darah cukup dinaikan sampai mencapai kadar 15mEq/l. pemberian
bikarbonat yang berlebihan pada gangguan fungsi ginjal dapat menimbulkan
gejalaa tetani. Pada keadaan hiperfosfatemia dengan asidosis, perlu diberikan
makanan rendah fosfor bersama gel aluminium per oral. Tetapi bila penyebabnya
gagal injal kronik, pemberian aluminium tidak dianjurkan. Sebaiknya diberikan
kalsium karbonat untuk mengikat fosfor dalam usus.
Alkalosis Metabolik
Artinya garam bikarbonat meningkat pada perbandinagn Henderson-Hesselbalch.
Kompensasi dilakukan oleh:10
Sistem dapar darah
Garam bikarbonat yang meningkat berusaha menerima ion H+ dari sistem dapar
lainnya untuk meningkatkan asam karbonat, sambil menurunkan garam
bikarbonat
Paru-paru
Dengan meningkatkan asam karbonat untuk mengimbangi kenaikan komponan
garam karbonat maka diusahakan meretensi CO2 melalui penekanan pusat
pernafasan, akibatnya frekuensi pernafasan diperlambat.
Ginjal
Dengan mengurangi ekskresi ion H+, akibatnya ekskresi garam-garam NaHCO3
dan NaHPO4 meningkat, proses pengasaman urin berkurang, pembentukan
amonia di tubuli distal ditekan.
Salah satu dari 5 mekanisme dasar berikut dapat menimbulkan alkalosis metabolik:8
1. Hilangnya ion hidrogen, kloride, dan kalium dari lambung akibat muntah,
misalnya pada stenosis pylorus atau drainase atau aspirasi cairan nasogastrik yang
berlangsung lama
2. Kehilangan kalium yang berlebihan melalui urin, misalnya akibat pemberian
diuretic, atau dalam traktus gastrointestinalis
3. Penambahan berlebihan bikarbonat ke dalam CES, yang disebabkan karena
pemberian larutan parenteral berlebihan maupun pemberian susu secara
berlebihan pada sindrom susu alkali
4. Meningkatnya reabsorpsi bikarbonat oleh ginjal seperti pada deplesi kalium,
sindrom Cushing, sindrom Bartter, dan hiperaldosteronisme primer
5. Penyusutan volume CES, yang dapat meninggikan kadar bikarbonat dan
meningkatkan pengambilan kembali bikarbonat oleh ginjal
Manifestasi Klinis
Diagnosis alkalosis metabolic perlu dipertimbangkan bila terdapat riwayat penyakit yang
sesuai. Tidak ada gejala alkalosis metabolic yang patognomonik. Alkalosis metabolic
murni menurunkan konsentrasi kalsium ion, yang bila berat akan meningkatkan
eksitebilitas neuromuscular dan menyebabkan spasme, tetani, dan kejang yang dapat
disertai apne. Mekanisme pernapasan berupa hipoventilasi membawa akibat yang tidak
menguntungkan, karena pada udara kamar akan terjadi hipoksemia yang sebanding
dengan peningkatan PCO2. penurunan aktifitas pernapasan dapat merupakan predisposisi
untuk terjadinya ateleteksis dan bahkan dapat menyebabkan gagal napas. Alkalemia
meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, yang mengurangi jumlah oksigen
yang dilepaskan ke jaringan yang dapat memperberat hipoksia jaringan yang sudah ada
akibat hipoventilasi dengan atau tanpa atelektasis. 8
Pada alkalosis metabolik dan alkalemia berat terjadi penurunan curah jantung,
peningkatan resistensi perifer, dan dapat terjadi disritmia jantung yang refrakter, terutama
bila terjadi pula kehilangan ion kalium atau magnesium pada pasien yang diberi digitalis.8
Pengobatan alkalosis metabolic adalah dengan pemberian ammonium klorida dengan
dosis dihitung menurut rumus: 8
Amonium klorida yang diperlukan (mEq) = (Ki-Ku) x BB x fd
Atau dapat juga dengan rumus: 0,3 x BB x BE
Keterangan:
Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan
Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur
BB = berat badan dalam kg
Fd = factor distribusi dalam tubuh, untuk ammonium klorida adalah 0,2 – 0,3
Pemberian ammonium klorida hanya berguna menghilangkan gejala, tetapi tidak dapat
mengkoreksi hipovolemia atau kekurangan kalium yang terjadi. Alkalosis metabolic yang
disertai hipovolemia akan menunjukan respons yang baik bila diobati dengan cairan
untuk menambah volume, disertai dengan pemberian kalium dan klorida bila terjadi
deficit. Tindakan ini umumnya dilakukan pada keadaan muntah, pengisapan cairan
lambung, diare congenital dengan banyak kehilangan klorida, defisiensi klorida dalam
makanan, atau pada pemberian diuretic. Dalam pediatric penggunaan ammonium klorida
jarang dilakukan, lebih sering digunakan larutan kalium klorida. Meskipun koreksi yang
terjadi lebih lambah tetapi biasanya cukup adekuat. 8
Asidosis Respiratorik
H2CO3 pada keseimbangan Henderson-Hasselbalch meningkat, disebabkan adanya
gangguan fungsi paru-paru berupa retensi CO2 (pCO2 meningkat).10
Kompensasi yang dilakukan oleh paru-paru sendiri, terganung pada berat ringan
gangguan yang dialaminya. Harapan hanya pada dua sistem kompensasi lainnya yaitu
sistem dapar darah dan fungsi ekskresi ginjal. 10
Sistem Dapar darah
Peningkatan kandungan H2CO3 dalam plasma segera dirubah dalam sel darah
merah, atas bantuan enzim karbonat anhidarase, menjadi HCO3- yang kemudian
dikeluarkan kembali ke dalam plasma untuk meningkatkan garam bikarbonat
pada keseimbangan Henderson-Hasselbalch. Gerakan CO3- diimbangi oleh
gerakan ion Cl- yang berlawanan arah (cholride shift).
Sistem Paru-paru
Tergantung pada kemampuan yang tersisa, peningkatan kandungan H2CO3
berusaha merangsang pusat pernafasan di hipotalamus (hyperventilasi).
Diharapkan menurunkan H2CO3 pada keseimbangan Henderson-Hasselbalch.
Sistem ekskresi ginjal
Dengan tujuan menurunkan H2CO3 dan meningkatkan garam bikarbonat, maka
ginjal melakukan :
1. Ekskresi H+, retensi Na+ di Tubuli proximal
2. Ekskresi H+, retensi Na+ di Tubuli distal
3. Ekskresi H+, retensi Na+ di serta pembentukan amonia di Tubuli distal
Asidosis respiratorik terjadi akibat hipoventilasi alveolar sehingga produksi CO2 lebih
besar dari pada ekskresi CO2. karbondiokside melintasi cairan jaringan dengan sangat
cepat, sehingga akumulasi karbondiokside hanya manifest secara klinis bila terjadi
akumulasi di udara alveolar. Asidosis respiratorik berat yang murni terjadi agak jarang
pada anak yang bernapas pada udara kamar akan segera disertai oleh asidosis metabolic.
Asidosis respiratorik yang kurang berat yang kronik biasanya dapat dikompensasi oleh
tubuh. 8
Dalam keadaan sehat penambahan produksi CO2 akan merangsang ekskresi melalui
pernapasan, sehingga PCO2 dapat dipertahankan dan keseimbangan asan-basa tetap
normal. Pada setiap penyakit yang menimbulkan asidosis respiratorik pCO2 akan
meninggi sampai ambang paru tertentu, kemudiaan CO2 tersebut diekskresi sebanyak
yang diproduksi. Meskipun keseimbangan baru tercapai,tetapi peninggian pCO2
(hiperkapnia) menyebabkan terjadinya asidosis metabolic karena adanya peningkatan
kadar asam karbonat dan tentunya peninggian kadar ion hydrogen. 8
Asidosis respirtorik dapat terjadi pada: 8
1. semua bayi pada saat lahir, yang dapat menetap bila bayi mengalami distress
2. pelbagai penyakit paru yang berat, seperti penyakit membrane hialin,
bronkopneumoni,edem paru, efusi pleura massif, pneumotorak,paralysis
diafragma, ststus asmatikus, sistik fibrosis, bronkiolitis, croup
3. penyakit neuromuscular seperti trauma batang otak, sindrom Guillan- Barre,
overdosis obat sedative
4. obstruksi jalan napas oleh benda asing, bronkospasme hebat, edem larings
5. kelainan vascular seperti emboli paru massif
6. asidosis respiratorik kronik dapat terjadi pada sindrom Pickwickian, poliomyelitis,
obstruksi kronik jalan napas, kifoskoliosis, atau pemberian sedative jangka
panjang.
Karena PCO2 merupakan komponen utama pada system buffer CES, peningkatan PCO2
pertama kali harus diimbanggi oleh system buffer non- bikarbonat, yaitu protein di CES
dan fosfat, hemoglobin, laktat dan protein lain didalam sel. Adanya asidosis peningkatan
PCO2 akan merangsang ginjal untuk maningkatkan ekskresi ion hydrogen dalam bentuk
amoniak dan asam tertitrasi, serta membentuk bikarbonat tambahan dan mereabsopsinya
dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian terdapat peningkatan ringan kadar
bikarbonat plasma. Pada stadium ini peningkatan bikarbonat plasma mengkompensasi
peningkatan PCO2, sehingga pH kembali normal dan asidosis respiratorik seolah-olah
dapat dikompensasi oleh ginjal. Karena itu, satu-satunya cara untuk mengkoreksi
kelainan asidosis respiratorik adalah menmperbaiki kelainan primernya.8
Karenanya biasanya asidosis respiratorik akut disertai hipoksia, maka hipoksia sering
mendominasi gejala klinis, bersama dengan tanda gawat napas lainnya. Hiperkapnia
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan meninggikan aliran darah serebral, sehingga
mungkin menimbulkan gejala nyeri kepala dan peninggian tekanan intracranial.
Hiperkapnia berat dapat menimbulkan depresi serebral, dalam keadaan ini akan terdapat
penurunan pH, peninggian PCO2, dan peninggian sedang bikarbonat plasma.8
Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolic ringan, karena hipoksia
akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam organic lainnya dalam
cairan ekstraselular. Koreksi cairan perlu disetai pemeriksaan pH dan analisis gas darah.
Pengobatan yang tepat adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan
dengan natrium bikarbonat kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan
hiperosmolalitas dan gagal jantung. 8
Alkalosis Respiratorik
Kadar H2CO3 menurun disebabkan oleh gangguan sistem paru-paru, berakibat rasio
BHCO3: HHCO3 pada keseimbangan H.H. meningkat.10
Pada alkalosis respirasi, kompensasi sistem paru-paru tergantung pada berat ringannya
gangguan tersebut. Harapan hanya terletak pada dua sistem kompensasi lainnya, yaitu
sistem dapar darah dan fungsi ekskresi ginjal. 10
Sistem Buffer darah
Kelebihan HCO3-, dimasukkan ke dalam sel darah merah untuk diubah menjadi
H2CO3 atas bantuan enzim karbonat anhidrase. H2CO3 yang terbentuk segera
dikeluarkan kembali ke plasma, maka HHCO3 pada keseimbangan Henderson-
Hasselbalch dapat ditingkatkan. Dengan adanya gerakan HCO3-, maka bergerak
pula Cl-, tetapi dengan arah yang berlawanan (chloride shift).
Sistem sekskresi ginjal
Dengan tujuan meningkatkan garam bikarbonat pada keseimbangan Henderson-
Hasselbalch, maka ginjal melakukan :
1. Ekskresi H+ , retensi Na+ di Tubuli proximal
2. Ekskresi H+ , retensi Na+ di Tubuli distal
3. Ekskresi H+ , retensi Na+ di serta pembentukan amonia di Tubuli distal
Sistem Paru-paru
Kompensasi paru-paru tergantung pada berat ringannya gangguan yang
dialaminya. Sekiranya masih memungkinkan paru-paru berusaha meningkatan
kandungan H2CO3 dengan cara melambatkan ventilasi (hypoventilasi), maka
H2CO3 pada keseimbangan Henderson-Hasselbalch.
Ekskresi CO2 melalui paru yang berlebihan dalam keadaan produksi CO2 yang normal
akan mengakibatkan menurunya PCO2 sehingga timbul alkalosis respiratorik. Kelainan
ini dapat disebabkan oleh: (1) hiperventilasi psikogenik: (2) ventilasi mekanik yang
berlebihan; (3) tahap awal keracunan salisilat: timbul karena stimulasi terhadap pusat
pernapasan oleh salisilat atau karena meningginya sensitivitas pusat pernapasan terhadap
PCO2. 8
Pada alkalosis respiratorik PCO2 plasma menurun dan pH meninggi. Terhadap
perubahhan ini terjadi pelepasan ion hydrogen yang cepat pada system buffer tubuh untuk
menurunkan bikarbonat plasma. Lebih kurang 99% ion hydrogen tersebut dilepaskan dari
buffer intraseluler, sisanya 1% dari buffer ekstraselluler. Selain itu meningkatnya
ekskresi bikabornat oleh ginjal secara perlahan, oleh suatu mekanisme yang belum
diketahui benar, akan turut menurunkan kadar bikarbonat plasma untuk mengkompensasi
kehilangan CO2, sehingga memungkinkan pH menjadi normal. Tetapi bagaimanapun
tidak akan terjadi koreksi sempurna tanpa menghilangkan penyakit primernya. 8
Gambaran klinis biasanya ditandai oleh penyakit primernya. Tetapi hipokapnia akut akan
menimbulkan iritabilitas neuromuscular dan parastesia ekstremitas atau perioral akibat
menurunya ion kalsium. Analisis gas darah menunjukan peninggian pH serta penurunan
PCO2 dan bikarbonat plasma. Walaupun terjadi alkalosis sistemik, air kemih tetap asam. 8
Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk meningkatkan PCO2
dalam darah. Pemberian ammonium klorida tidak dianjurkan. 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhammad E. Pemantauan system kardiorespirasi invasive pada anak sakit kritis.
Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/102001/top-1.htm
2. Srieyanda. Perbandingan nilai saturasi oksigen pulse oxymetri dengan analisa gas darah
arteri pada neonatus yang dirawat di unit perawatan intensif anak. Available from:
http://library.usu.ac.id /download/fk/anak-srie%20yanda.pdf
3. ̂ Kenneth Baillie and Alistair Simpson. Altitude oxygen calculator. Apex (Altitude
Physiology EXpeditions). Retrieved on 2006-08-10. - Online interactive oxygen delivery
calculator
4. Thompson, June, et al. Blood gas analysis. Available from: http://www.healthatoz.com/
healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/
blood_gas_analysis.jsp
5. Amirullah R. Peranan pemeriksaan analisa gas darah dalam penatalaksanaan penyakit
paru. Available from: http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ 13_Peranan
PemeriksaanAnalisaGasDarah.pdf/13_PerananPemeriksaanAnalisaGasDarah.html
6. Gunadi PH. Pra instrumentasi. Available from: http://dokter.indo.net.id/prains. html
7. Sutedjo AY. Analisa gas darah arteri. in: Hadisaputro S, ed. Buku Saku Mengenal
Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi Revisi. Yogyakarta. Amara
Books. 2007: 112
8. Alatas H, Madiyono B, Sastroasmoro. Keseimbangan air dan elektrolit. in: Markum AH,
Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid
I. Jakarta. FKUI. 2002: 96 – 115.
9. Setiyohadi B, Salim S. Gangguan keseimbangan asam basa. in: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI. 2006: 143-9.
10. Hardjasasmita HP. Peranan sistem dapar darah, pernafasan dan ekskresi ginjal pada
keseimbangan asam basa tubuh. in: Tjokronegoro A, ed. Ikhtisar Biokimia Dasar A.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2002: 142-54.
INTERPRETASI AGD
Disusun oleh :
Tessa Apriestha, S.ked
Pembimbing :
Dr. Heru Samudro, SpA (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2007